bab iii skill ikmt ppm
DESCRIPTION
analisis mendalamTRANSCRIPT
BAB III
ANALISIS INTERVENSI KEGIATAN
A. Analisis Mendalam Terhadap Intervensi
ASI merupakan makanan paling utama dan paling
sesuai untuk bayi, dimulai sejak lahir sampai usia bayi enam
bulan, seperti yang direkomendasikan oleh The American
Academy of Pediatrics. Akan tetapi besaran ibu yang
menyusui bayinya secara eksklusif sampai dengan enam
bulan lamanya, masih sangat kecil sekali persentasenya,
yakni 15%. Di Indonesia, pemberian ASI eksklusif sebesar
52% dan rata-rata lamanya pemberian ASI eksklusif 1,7
bulan. Persentase tersebut dapat menggambarkan
pemberian minuman selain ASI dan MP-ASI pada usia lebih
dini (1).
Berdasarkan data SDKI 2012, hanya 27,1 % saja bayi
yang memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan. Sedangkan
pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-1 bulan sebesar
50,8 %. Antara usia 2-3 bulan sebesar 48,9 % dan pada usia
7-9 bulan sebesar 4,5 %. Berbanding terbalik dengan
pemberian MP-ASI atau minuman selain ASI yang cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia bayi, maka pemberian
ASI akan menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi,
seperti yang terlihat dari proporsi pemberian ASI pada bayi
kelompok usia 0 bulan sebesar 73,1%, kemudian pada
kelompok bayi usia 1 bulan 55,5%, pada kelompok bayi usia
2 bulan sebesar 43%, pada kelompok bayi usia 3 bulan
ditemukan sebesar 36% dan kelompok bayi usia 4 bulan
hanya sebesar 16,7%. Dengan kata lain, dengan
bertambahnya usia bayi maka terjadi penurunan pola
pemberian ASI sebesar 1,3 kali atau sebesar 77,2% (2,3,1).
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pelaksanaan
pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih sulit dilaksanakan
(Fikawati dan Syafiq, 2009). Rendahnya pemberian ASI
eksklusif di Indonesia juga masih ditemukan pada hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, yaitu persentase
bayi yang menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan adalah
15,3%. Inisiasi dini menyusui kurang dari satu jam setelah
bayi lahir adalah 29,3 %. Sebagian besar proses mulai
menyusui dilakukan pada kisaran waktu 1-6 jam setelah bayi
lahir, tetapi masih ada 11,1% proses mulai disusui dilakukan
setelah 48 jam. Pemberiankolostrum dilakukan oleh 74,7%
ibu kepada bayinya (1).
Dermer (2001) mengemukakan bahwa faktor yang
mempengaruhi keputusan ibu memberikan ASI adalah
paparan informasi tentang manfaat ASI dan cara menyusui.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif
dan persepsi yang kurang tepat tentang ASI eksklusif akan
mempengaruhi praktek ibu untuk memberikan ASI eksklusif
kepada bayi. Oleh karena itu ibu perlu memperoleh informasi
yang tepat tentang ASI eksklusif. Konseling menurut WHO
(1993) dan Guise JM et al (2003) merupakan pendekatan
komunikasi interpersonal yang sering digunakan dalam
peningkatan pengetahuan serta perubahan sikap dan
perilaku di bidang kesehatan, salah satunya terkait dengan
masalah pemberian ASI eksklusif (3).
Dalam rangka memecahkan permaslahan ini, perlu
dilakukan pemberdayaan langsung terhadap kader posyandu,
dimana kader adalah orang yang paling sering berinteraksi
dengan ibu terutama pada saat posyandu. Menurut World
Health Organization (WHO), kader adalah laki-laki atau
perempuan yang dipilih masyarakat dan dilatih untuk
menangani masalah-masalah kesehatan baik perseorangan
maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan
yang amat dekat dengan tempat-tempat pelayanan
kesehatan dasar. Kader merupakan perwujudan dari usaha-
usaha secara sadar dan terencana untuk menumbuhkan
prakarsa dan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan
taraf hidup. Dalam usaha ini kader diberikan keterampilan
tertentu untuk menjadi “agent of change” yang akan
membawa norma baru yang sesuai dengan norma yang ada
di daerah setempat (4).
Pemberdayaan kader telah dilakukan oleh semua
posyandu di tiap-tiap daerah. Kader posyandu dalam hal ini
diberdayakan untuk memberitahu hari dan jadwal Posyandu
kepada para ibu pengguna Posyandu, menyiapkan peralatan
untuk menyelenggarakan Posyandu sebelum dimulai,
melakukan pendaftaran bayi dan balita, ibu hamil, ibu usia
subur yang hadir di Posyandu, melakukan penimbangan bayi
dan balita, mencatat hasil penimbangan ke dalam Kartu
Menuju Sehat (KMS), melakukan penyuluhan perorangan dan
kelompok, menyiapkan dan membagi makanan tambahan
untuk bayi dan balita (bila ada), melakukan kunjungan rumah
khususnya pada ibu hamil, ibu bayi dan balita serta pasangan
usia subur untuk menyuluh dan mengingatkan agar datang
ke Posyandu (5).
Saat ini, kegiatan pemberdayaan kader semakin
ditingkatkan kualitasnya. Kader diharapkan tidak hanya
melakukan tugas rutin di Posyandu seperti menimbang, dan
mencatat berat badan balita, tapi juga dapat memberikan
pengetahuan tentang bagaimana meningkatkan status
kesehatan ibu dan anak, terutama terkait dengan pemberian
ASI eksklusif. Kader juga diharapkan dapatmenjelaskan dan
memberikan informasi kepada ibu tentang ASI eksklusif,
bagaimana menyelsaikan permasalahan dalam menyusui,
serta masalah-masalah kesehatan lainnya. Dengan ini, kader
dapat berperan aktif dalam menyongsong Indonesia Sehat
dan membantu pembangunan sumber daya generasi penerus
bangsa. Dalam rangka menunjang kegiatan kader dalam
memberikan informasi kepada masyarakat, maka
pengetahuan kader juga perlu ditingkatkan melalui kegiatan
pelatihan kader (5).
Kegiatan pelatihan kader terkait permasalah ASI
eksklusif berfokus pada pemberian informasi guna
meningkatkan pengetahuan kader, dimana informasi yang
diberikan mencakup semua informasi terkait ASI Eksklusif.
Menurut Sulastyawati dkk. (2012) menyatakan bahwa kader
kesehatan merupakan salah satu sumber informasi bagi
masyarakat yang memegang peranan penting dalam
kebenaran informasi yang diterima oleh masyarakat sebagai
modal dalam pembentukan perilakunya terutama di bidang
kesehatan dan sangat dipercaya oleh masyarakat.
Kepercayaan tersebut bisa jadi merupakan motivasi tersendiri
bagi para kader kesehatan untuk lebih meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya melalui proses belajar,
dalam hal ini melalui pelatihan. Menurut Sunaryo (2004)
dalam Sulastyawati dkk. (2012) menyatakan bahwa belajar
merupakan bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri
seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara berperilaku yang
baru berkat pengalaman dan pelatihan (6).
Pelatihan kader ini memiliki tujuan penting untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sebagai
kriteria keberhasilan program kesehatan secara keseluruhan.
Setelah dilakukan pelatihan diharapkan kader dapat
memberikan informasi sederhana tentang penatalaksanaan
pemberian ASI eksklusif dan cara mengatasi hambatan dalam
pemberian ASI pada bayi dan balita. Menurut Sunaryo (2004)
dalam Sulastyawati dkk. (2012) bahwa kondisi individu atau
subyek belajar secara fisiologis maupun psikologis akan
memengaruhi proses belajar. Selain itu, alat peraga yang
digunakan dalam memberikan materi berupa modul
memungkinkan pemahaman yang beragam dari kader
kesehatan. Sehingga jika terjadi peningkatan pengetahuan
para kader maka diharapkan juga akan meningkatkan
pengetahuan masyarakat sekitar. Jika terjadi peningkatan
pengetahuan maka dapat dipastikan akan terjadi
peningkatan derajat kesehatan dari masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian, kader tidak hanya melakukan tugas rutin
di Posyandu seperti menimbang dan mencatat berat badan
balita, tetapi juga dapat memberikan pengetahuan tentang
bagaimana pemberian ASI eksklusif yang tepat bagi anak
(6,4).
Setelah dilakukan pelatihan bagi kader, maka kader-
kader yang sudah berkompeten nantinya akan diberdayakan
dan berpartisipasi secara aktif untuk melakukan konseling
secara berkelanjutan kepada ibu melalui “POJOK ASI”. Dermer
(2001) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi
keputusan ibu memberikan ASI adalah paparan informasi
tentang manfaat ASI dan cara menyusui. Kurangnya
pengetahuan ibu tentang manfaat ASI eksklusif dan persepsi
yang kurang tepat tentang ASI eksklusif akan mempengaruhi
praktek ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi.
Oleh karena itu ibu perlu memperoleh informasi yang tepat
tentang ASI eksklusif. Konseling menurut WHO (1993) dan
Guise JM et al (2003) merupakan pendekatan komunikasi
interpersonal yang sering digunakan dalam peningkatan
pengetahuan serta perubahan sikap dan perilaku di bidang
kesehatan. Melalui konseling yang dilakukan oleh kader
diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan
memperbaiki sikap ibu dalam memberi ASI kepada anaknya,
sehingga dapat meningkatkan jumlah cakupan pemberia ASI
eksklusif (3).
Untuk melakukan analisis mendalam terhadap
intervensi yang dilakukan dapat digunakan analisis SWOT
dimana dengan melakukan analisis SWOT dapat ditarik
kesimpulan apakah program dapat dijalankan atau tidak.
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan atau
lembaga pemerintahan dalam melakukan suatu kegiatan,
dimana setiap kegiatan harus bisa dimaksimalkan dengan
melihat kekuatan (Strength) dan peluang (Oppourtunities)
dan bisa meminimalkan kelemahan (Weakness) serta
ancaman (Threats). Analisis ini akan sangat membantu di
dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang sifatnya
strategi bagi perusahaan (7).
Kekuatan adalah kondisi suatu perusahaan yang
mampu untuk melakukan semua tugasnya secara baik
dikarenakan semua sarana dan prasarana sangat
mencukupi (umumnya diatas rata-rata industri) (6).
Kelemahan adalah sebagai dari analisis lingkungan
internal perusahaan yang membantu manajemen untuk
membantu adanya kelemahan-kelemahan penyimpangan
yang membuat posisi perusahaan tidak menguntungkan
sehingga mempengaruhi tingkat kemampuan bersaing
dengan para pesaing dalam industry manufaktur (7).
Peluang adalah bagian dari analisis lingkungan
eksternal perusahan yang membantu manajemen dalam
mencari dan mengetahui apa saja yang menjadi peluang
dan kesempatan bagi perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya sehingga perusahaan tersebut dapat meraih
pangsa pasar dengan keuntungan yang lebih besar (7).
Ancaman adalah bagian dari analisis lingkungan
eksternal perusahaan yang membantu manajemen untuk
mengetahui tantangan yang akan dan telah dihadapi
perusahaan yang timbul karena karena adanya suatu
kecenderungan atau perkembangan yang tidak
menguntungkan di luar perusahaan (7).
Adapun anilisis SWOT terhadap intervensi pelatihan
kader mengeenai ASI Eksklusif adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan (Strength):
a) Perubahan yang terjadi akan melekat dalam waktu
yang lama.
b) Intervensi dapat dilakukan dalam sekali tahapan.
c) Tersedianya SDM yang cukup untuk melakukan
intervensi.
d) Mahasiswa dapat terjun langsung sebagai fasilitator
untuk memperkenalkan ASI eksklusif kepada kader
untuk nantinya kader akan menyampaikan kepada
masyarakat.
2. Kelemahan (Weakness):
a) Perubahan perilaku melalui proses belajar, biasanya
berlangsung lebih lambat.
b) Tidak semua materi pelatihan dapat tersampaikan
kepada peserta.
c) Bebrapa Peserta akan sulit memberikan feed back.
3. Peluang (Oppurtunities) :
a) Pelatihan dapat menjadi sebuah proses untuk
pemberdayaan masyarakat.
b) Penyuluhan dapat menjadi tempat pemasaran
inovasi (teknis dan sosial) dalam hal ini pelatihan
kader
c) Tersedianya sarana dan prasarana yang cukup
lengkap untuk menunjang intervensi
4. Ancaman (Threats):
1. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat,
khususnya kader dapat menghambat keberhasilan
intervensi ini.
2. Kurangnya kesadaran masyarakat, khususnya kader
dalam menanggulangi permasalahan ASI eksklusif.
Strategi-strategi SWOT yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Strategi S-O
1. Meningkatkan kerjasama dengan aparat setempat
agar proses pemberdayaan masyarakat dapat
terlaksana dengan baik.
2. Meningkatkan kerjasama dengan pihak kader dan
puskesmas banjarbaru utara untuk melaksanakan
pelatihan kader.
2. Strategi W-O
a) Optimalisasi penggunaan sarana dan prasarana
yang ada dalam kegiatan pelatihan kader.
b) Merencanakan secara matang kegiatan intervensi
agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan.
3. Strategi S-T
a) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya kegiatan pelatihan kader ini dalam
meningkatkan cakupan pemberian ASI ekslusif
dengan cara memperlihatkan manfaat dari kegiatan
ini.
b) Memaksimalkan proses pelatihan kader dengan
memanfaatkan semua sarana dan prasana yang
ada.
4. Strategi W-T
1. Meningkatkan peran serta kader dan aparat
ataupun organisasi masyarakat untuk mendukung
kegiatan pelatihan kader.
2. Meningkatkan kerjasama dengan puskesmas untuk
mem-follow-up kader. Setelah itu bekerjasama
dengan kader dan puskesmas untuk mem-follow-up
masyarakat saat menjalankan pojok ASI.
Berdasarkan analisis lebih mendalam terhadap
intervensi yang telah dipaparkan diatas dan dengan
menggunakan analisis SWOT, penggunaan metode ini
untuk dapat melihat kekuatan (Strength), kelemahan
(Weakness), peluang (Oppurtunities), ancaman (Threats)
dan melihat strategi-strategi SWOT didapatkan bahwa
intervensi ini dapat dilakukan.
B. Prosedur Intervensi Kegiatan
1. Metode Pelaksanaan Kegiatan Intervensi
Kegiatan intervensi yang dilakukan adalah pelatihan
kader dengan melakukan penyuluhan kepada kader-kader
di posyandu Seroja Kelurahan Loktabat Utara. Penyuluhan
kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang
dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan
keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu
dan mengerti, tetapi juga mau dan mampu melakukan
anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan (8).
Machfoed (2005) menyatakan bahwa Penyuluhan
kesehatan merupakan aspek penting dalam
meningkatkan pengetahuan keluarga, dengan melakukan
penyuluhan kesehatan berarti petugas kesehatan
membantu keluarga dalam usaha untuk meningkatkan
derajat kesehatan (9)
Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah
(10):
a) Ceramah
Metode ceramah yang dimaksud disini adalah
ceramah dengan kombinasi metode yang bervariasi.
Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan
dengan ditujukan sebagai pemicu terjadinya kegiatan
yang partisipatif (curah pendapat, disko, pleno,
penugasan, studi kasus, dll). Selain itu, ceramah yang
dimaksud disini adalah ceramah yang cenderung
interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui adanya
tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat
dan pengalaman peserta.
b) Diskusi dan Tanya Jawab
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar
gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara
peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok
pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai
kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling
beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta
lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian
ditulis sebagai hasil diskusi. Sedangkan, melalui tanya
jawab akan memperluas dan memperdalam pelajaran
dan informasi tersebut
c) Pre-Post Test
Metode ini digunakan untuk mengetahui dan
menjadi bahan evaluasi jangka pendek, apakah ada
perubahan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
2. Sasaran Intervensi Kegiatan
Sasaran dari kegiatan intervensi ini adalah kader
Posyandu Seroja Kelurahan Loktabat Utara. Kader
dijadikan sasaran intervensi karena kader kesehatan
merupakan salah satu sumber informasi bagi masyarakat
yang memegang peranan penting dalam kebenaran
informasi yang diterima oleh masyarakat sebagai modal
dalam pembentukan perilakunya terutama di bidang
kesehatan dan sangat dipercaya oleh masyarakat. selain
itu, kader posyandu seroja kebanyakan adalah kader
senior dan jumlah kader di posyandu seroja paling banyak
dibandingkan kader-kader di posyandu lain (6).
3. Pengorganisasian Intervensi Kegiatan
a) Sumber Daya Manusia dan Potensi Wilayah
Jumlah penduduk di Kelurahan Loktabat Utara
pada tahun 2012 sebesar 20.653 jiwa dan terdiri dari
6.274 KK. Sedangkan populasi yang kami ambil
berdasarkan permasalahan kesehatan reproduksi ini
adalah ibu hamil, bayi lahir dan balita, yaitu berjumlah
400 orang ibu hamil, 368 bayi lahir, dan 1.442 balita.
Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kelurahan
Loktabat Utara terdiri atas 11 Posyandu balita, 3
Posyandu lansia, 1 Poskeskel, 1 Puskesmas, 16 Rumah
Praktek Dokter, 11 Rumah Praktek Bidan, 4 Balai
Pengobatan Alternatif Swasta, 8 Apotek dan 7 Toko
Obat (11).
Berdasarkan hasil survei lapangan, Kelurahan
Loktabat Utara memiliki penduduk terbanyak dengan
tingkat pendidikan tamat D-IV / S-I, sehingga tidak
begitu efektif jika dilakukan penyuluhan kepada
masyarakat mengingat luasnya wilayah dan
banyaknya jumlah penduduk. Partisipasi kader dalam
kegiatan posyandu sangat memiliki peran. Oleh sebab
itu, pemberdayaan kader merupakan kegiatan yang
efektif untuk menyelesaikan masalah kesehatan di
Keluruhan Loktabat Utara.
Berikut merupakan faktor-faktor penunjang
kegiatan intervensi antara lain adalah:
1) Kader yang memiliki peran aktif dalam kegiatan-
kegiatan posyandu.
2) Kesadaran sebagian masyarakat dan peningkatan
pengetahuan masyarakat untuk bisa berpartisipasi
terhadap kegiatan yang akan dilakukan.
3) Kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat dan
tokoh agama sebagai tokoh yang disegani hingga
mereka dapat menjadi pelopor dan panutan
perubahan perilaku bagi masyarakat.
4) Hubungan kemitraan yang baik dengan pejabat
pemerintahan dan tenaga kesehatan di instansi
kesehatan setempat.
5) Kondisi masyarakat yang terbuka terhadap hal
yang baru untuk membuat kehidupan mereka
menjadi lebih baik dan lebih memperhatikan
kesehatan.
b) Organisasi Pelaksana dan Susunan Acara
Kegiatan Intervensi
Organisasi pelaksana kegiatan pelatihan kader
posyandu di Kelurahan Loktabat Utara digambarkan
pada bagan di bawah ini:
Masyarakat
KetuaJunaidi
Penanggung JawabLurah Loktabat Utara
Kepala Puskesmas Banjarbaru UtaraLenie Marlinae, SKM, MKL
PembimbingMusafaah, SKM, MKM
SekretarisSepty Amorrinda
BendaharaMeidiandini Ayu Fatimah
Sekbid. Perlengkapan dan
LogistikM. Rusbiandi
Gita Ayu Fatimah
Sekbid. Humas dan Dana Usaha
Riky HamdaniDenik Eliyada
Sekbid. Pemberdayaan dan
KegiatanAndini Octaviana Putri
Lidya Ariani
Kader
Dalam rangka melaksanakan kegiatan intervensi,
diperlukan pembagian tugas dari setiap panitia
pelaksana, agar pada saat kegiatan acara berjalan
sesuai dengan perencanaan yang ada. Joblist panitia
pelaksana pelatihan kader adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Joblist Panitia Pelaksana Pelatihan Kader
Selain pembagian joblist, suatu kegiatan juga
penting untuk dibuat rangkaian acaranya agar acara
tersebut berjalan lancar dan sistematis. Susunan acara
pelatihan kader di Posyandu Seroja Kelurahan loktabat
utara adalah sebagai berikut:
N
oNama Uraian Tugas
1 Junaidi
- Melakukan koordinasi antar
anggota
- Moderator acara
2 M. Rusbiandi Penanggung jawab perlengkapan
3 Riky Hamdani
- Koordinasi lapangan
(puskesmas)
- Penanggung jawab pretest-
posttest
4Septy
Amorrinda
Menyiapkan administrasi
kelengkapan intervensi
5Andini
Octaviana P
- Penanggung jawab acara
intervensi
- Moderator acara
6 Lidya Ariani Membuat buku saku
7Meidiandini
Ayu F
- Menganggarkan biaya
intervensi
- MC Acara Intervensi
8 Denik Ellyada Koordinasi lapangan (posyandu)
9Gita Ayu
Fitriana
Penanggung jawab konsumsi
intervensi
Tabel 2. Susunan Acara Pelatihan Kader
N
OKEGIATAN WAKTU
PENANGGU
NG JAWAB
1 Pembukaan09.00-
09.05MC (Ayu)
2 Pretest09.05-
09.45Riky
3
Sambutan-Sambutan:
1. Ketua Pelaksana
(Junaidi)
2. Ketua Prodi (Lenie
Marlinae, SKM,
MKL)
3. Pembimbing
Akademik
( Musafaah, SKM,
MKM)
4. Kepala Puskesmas
(Bahrul Ilmi, SKM,
MM)
5. Lurah Loktabat
Utara
09.45-
10.00 MC (Ayu)
4
Materi 1: Langkah-
Langkah Menjadi
Konselor ASI yang
Baik dan Peduli
10.00-
10.30
Septy
Pemateri:
Bagian
Promkes
5 Materi 2 : ASI Eksklusif10.30-
11.00
Andin
Pemateri:
Bidan
N
OKEGIATAN WAKTU
PENANGGU
NG JAWAB
6 Sesi Tanya Jawab11.00-
11.15
Septy dan
Andin
7 Postest11.15-
11.55Denik
8 Penutup11.55-
12.00MC (Ayu)
c) Sumber Daya yang Terlibat
1) Koordinasi Organisasi dalam Pelaksanaan
Program Intervensi Masalah Kesehatan
Reproduksi Kelurahan Loktabat Utara
Koordinasi organisasi dalam pelaksanaan
program intervensi masalah kesehatan reproduksi
di Kelurahan Loktabat Utara dimulai pada saat
kelompok melakukan konsultasi kepada
pembimbing, mengenai program intervensi yang
telah dipilih berdasarkan prioritas masalah. Setelah
para pembimbing menyetujui program intervensi,
kelompok diarahkan oleh pembimbing dalam
melanjutkan dan melaksanakan program intervensi
tersebut.
Selanjutnya, ketua kelompok meminta
persetujuan kepada pelindung/penasihat untuk
melakukan program intervensi yang telah dipilih.
Jika perizinan telah diberikan maka ketua akan
memulai kegiatan intervensi dengan menggerakan
anggota dan meminta partisipasi kader posyandu
setempat dalam melaksanannya.
2) Peran Serta Kader dan Masyarakat dalam
Pelaksanaan Program Intervensi Masalah
Kesehatan Reproduksi Kelurahan Loktabat
Utara
Pelaksanaan program intervensi masalah
kesehatan reproduksi di Kelurahan Loktabat Utara
tidak terlepas dari peran kader dan masyarakat
setempat. Dalam kegiatan ini kader berperan
sebagai objek dalam pelatihan kader. Selanjutnya
kader akan menjadi subjek utama dalam
melaksanakan pojok ASI, dan masyarakat akan
menjadi suatu objek.
3) Kerjasama Lintas Sektoral dalam
Pelaksanaan Program Intervensi Masalah
Kesehatan Reproduksi Kelurahan Loktabat
Utara
Pelaksanaan program intervensi masalah
kesehatan tentunya tidak terlepas dari kerjasama
lintas sektoral. Kerjasama lintas sektoral dapat
memudahkan pelaksanaan program intervensi.
Adapun kerjasama yang akan dilakukan yaitu
kerjasama dengan Kantor Kelurahan Loktabat
Utara dan Puskesmas Banjarbaru Utara. Bentuk
kerjasama yang akan dilakukan bertujuan agar
pihak terkait dapat mendukung dalam kegiatan
Pojok ASI dan advokasi langsung. Pihak Puskesmas
dalam pelaksanaan kegiatan intervensi juga
dilibatkan dalam pemberian materi mengenai ASI
Eksklusif dan Cara Menjadi Fasilitator yang Baik.
4. Rancangan Pengembangan Media dalam Kegiatan
Intervensi
Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi
menyampaikan pesan. Media juga merupakan alat bantu
dalam proses belajar mengajar baik dalam pendidikan
formal maupun informal. Dalam proses pembelajaran
medi a adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran),
sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan
perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai
tujuan belajar (12).
Biasanya alat peraga digunakan secara kombinasi,
misalnya menggunakan papan tulis dengan photo dan
sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik
secara kombinasi maupun tunggal, ada dua hal yang
harus diperhatikan, yaitu : Alat peraga harus mudah
dimengerti oleh masyarakat sasaran
a) Ide atau gagasan yang terkandung di dalamnya harus
dapat diterima oleh sasaran
b) Alat peraga yang digunakan secara baik memberikan
keuntungan-keuntungan sebagai berikut (12):
1) Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman
atau salah tafsir. Dengan contoh yang telah
disebutkan pada bagian atas dapat dilihat bahwa
salah tafsir atau salah pengertian tentang bentuk
plengsengan dapat dihindari.
2) Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan
dapat lebih mudah ditangkap.
3) Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat,
terutama hal-hal yang mengesankan.
4) Dapat menarik serta memusatkan perhatian.
5) Dapat memberi dorongan yang kuat untuk
melakukan apa yang dianjurkan.
Alat-alat peraga atau media promosi kesehata dapat
dibagi dalam 4 kelompok besar, yaitu (12)
a) Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik
hidup maupun mati. Merupakan alat peraga yang
paling baik karena mudah serta cepat dikenal,
mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi
alat peraga ini kelemahannya tidak selalu mudah
dibawa ke mana-mana.
b) Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda
sesungguhnya. Benda tiruan bisa digunakan sebagai
media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal
ini dikarena menggunakan benda asli tidak
memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu
besar, terlalu berat, dan lain-lain. Benda tiruan dapat
dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah,
kayu, semen, plastik dan lain-lain.
c) Gambar/Media grafis, seperti poster, leaflet, gambar
karikatur, lukisan, modul, dan lain-lain.
Dalam suatu media harus mengandung sebuah
pesan-pesan terutama kaitannya dengan pesan
kesehatan. Pesan adalah terjemahan dari tujuan
komunikasi ke dalam ungkapan atau kata yang sesuai
untuk khalayak sasaran. Pesan dalam suatu media harus
efektif dan kreatif, untuk itu pesan harus memenuhi hal-
hal sebagai berikut:
a) Kembangkan suatu ide atau pesan pokok yang
merefleksikan strategi desain suatu pesan. Bila terlalu
banyak ide, hal tersebut akan membingungkan
khayalayak sasaran dan mereka akan mudah
melupakan pesan tersebut.
b) Pesan haruslah mudah, sederhana dan jelas. Pesan
yang effektif harus memberikan informasi yang
relevan dan baru bagi khalayak sasaran. Kalau pesan
dalam media diremehkan oleh sasaran, secara
otomatis pesan tersebut gagal.
c) Pesan harus dapat dipercaya, tidak bohong, dan
terjangkau. Katakanlah masyarakat percaya cuci
tangan pakai sabun dapat mencegah penyakit diare,
dan untuk itu harus dibarengai bahwa harga sabun
terjangkau dan mudah didapat didekat tempat
tinggalnya.
d) Hasil pesan diharapkan akan memberikan
keuntungan. Khalayak sasaran termotivasi membuat
jamban misalnya, karena mereka akan memperoleh
keuntungan dimana anaknya tidak akan terkena
penyakit diare misalnya
e) Pesan harus konsisten, artinya bahwa sampaikan satu
pesan utama di media apapaun secara berulang, misal
di poster, stiker, dll, tetapi maknanya akan tetap
sama.
f) Pesan dalam suatu media harus bisa menyentuh akal
dan rasa. Komunikasi yang effektif tidak hanya
sekedar memberi alasan teknis semata, tetapi juga
harus menyentuh nilai-nilai emosi dan membangkitkan
kebutuhan nyata.
g) Pesan dalam suatu media harus dapat mendorong
khlayak sasaran untuk bertindak sesuatu. “ Ayo,
buang air besar di jamban agar anak tetap sehat”
adalah contoh ungkapan yang memotivasi kearah
suatu tindakan.
Media yang digunakan dalam kegiatan pelatihan
kader ini adalah buku modul “ASI Eksklusif”. Sejalan
dengan era desentralisasi dan melihat banyak pihak yang
melaksanakan pelatihan bagi kader atau konselor, maka
dalam rangka memperoleh standar pelatihan yang
berkualitas disusunlah sebuah modul “ASI Eksklusif”. Dari
modul ini diharapkan agar peserta pelatihan dapat
memperoleh informasi yang bermanfaat serta dapat
dijadikan pedoman nantinya dalam meneruskan informasi
kepada masyarakat. sehingga, dapat dihasilkan konselor-
konselor ASI yang berkualitas.
Sasaran yang akan diberikan modul “ASI Eksklusif”
ini adalah kader-kader posyandu Seroja yang menjadi
objek dari pelatihan kader. Isi dari modul “ASI” Eksklusif
tersebut adalah mengenai inisiasi menyusui dini,
pemberian ASI Eksklusif, cara menyusui yang baik dan
benar, mitos-mitos mengenai ASI yang salah, ASI eksklusif
bagi ibu bekerja, dan lain sebagainya.
Modul merupakan salah satu jenis media khususnya
untuk promosi kesehatan yaitu Media grafis. Pesan yang
disampaikan dalam modul “ASI Eksklusif” ini sudah
hampir memenuhi persyaratan dari suatu pesan yang
efektif, yaitu sebagi berikut:
a) Ide yang dikembangkan hanya satu yaitu terkait
pemberian ASI pada anak, sehingga pada saat para
kader membaca mereka hanya fokus pada satu buah
tema pembahasan.
b) Pesan yang disampaikan melalui materi yang ada
dalam buku modul dikemas dengan sederhana dan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. Selain
itu, materi yang tertulis juga disertai dengan gambar
yang dapat membantu kader untuk lebih memahami
materi.
c) Pesan yang disampaikan dalam modul dapat
dipercaya karena sumber materi berasal dari jurnal-
jurnal penelitian ilmiah. Selain itu, pesan yang
disampaikan juga terjangkau bagi kader ataupun
masyarakat karena disesuaikan dengan keadaan
masyarakat secara umum.
d) Hasil yang diharapkan akan memberikan keuntungan,
dimana dengan adanya modul ini dapat menjadi
media dalam meningkatkan pengetahuan kader
mengenai ASI eksklusif. Setelah itu, kader akan
mampu menyampaikan informasi yang mereka dapat
kepada masyarakat. hal ini akan membantu dalam
upaya meningkatkan cakupan ASI eksklusif.
e) Pesan yang disampaikan pada modul ini sudah cukup
konsisten, dimana makna dari semua pemaparan yang
ada adalah sangat penting memberikan ASI eksklusif
bagi anak, karena ASI banyak memeberikan manfaat
bagi ibu ataupun sang anak.
f) Pesan yang disampaikan juga cukup dapat mendorong
kader, karena melalui modul ini pengetahuan kader
akanmeningkat dan pengetahuan akan mempengaruhi
perubahan sikap dan tindakan.
Dengan pemaparan diatas, modul “ASI Eksklusif”
yang diberikan kepada kader dapat dikatakan cukup
efektif apabila digunakan sebagai suatu media promosi
kesehatan.
5. Indikator Keberhasilan
Kegiatan intervensi yang akan dilaksanakan yaitu
pelatihan kader posyandu yang nantinya bertujuan agar
dapat memberdayakan kader untuk melaksanaka Pojok
ASI. Indikator keberhasilan dari kegiatan ini adalah:
a) Input seperti tenaga (sumber daya manusia) yang
dapat dikerahkan untuk kegiatan ini, sumber dana,
dan bantuan masyarakat.
b) Proses kegiatan pelatihan dimana ada partisipasi aktif
dan respon positif kader dapat menjadi indikator
keberhasilan. Produktikvitas dan inisiatif kader yang
tinggi dalam pelaksanaan Pojok ASI juga merupakan
indikator keberhasilan kegiatan jangka panjang, baik
adanya hambatan atau faktor penunjang kegiatan.
c) Keluaran atau hasil dari kegiatan intervensi dilihat dari
hasil pre-post test kader. Apabila mengalami
peningkatan pengetahuan, berarti memberikan hasil
yang postif. Pengetahuan yang sudah didapatkan
kader akan diaplikasikan secara langsung saat
melaksanakan pojok ASI di kegiatan Posyandu.
Partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan Pojok ASI
juga menjadi indikator keberhasilan.
d) Dampak dari kegiatan intervensi akan dilihat pada
pengetahuan dan sikap kader dalam menanggulangi
permasalahan ASI eksklusif. Setelah kegiatan akan
ada lanjut seperti pengawasan, pengendalian dan
penilaian untuk memantau keberhasilan kegiatan
intervensi yang akan kita laksanakan. Dengan cara
monitoring baik secara langsung ataupun tidak
langsung setiap kegiatan intervensi jangka panjang
yaitu Pojok ASI. . Diharapkan setelah intervensi ini,
cakupan ASI eksklusif di Kelurahan Loktabat Utara
khususnya wilayah posyandu seroja mengalami
peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Komalasari. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Persepsi Ketidakcukupan ASI Pada Ibu yang Memiliki Bayi Umur 0-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok. 2012.
2. Mursyida, A. Hubungan Umur Ibu dan Paritas Dengan Pemberian ASI Eksklusif Pada Bayi Berusia 0-6 Bulan Di Puskesmas Pembina Palembang Tahun 2013. Politeknik Kesehatan Palembang. 2013
3. Nurhayati, AI. Pengaruh Intervensi Konseling Gizi Pada Ibu Keluarga Miskin Terhadap Pemberian ASI Eksklusif. Institut Pertanian Bogor. 2007.
4. Sandi, Faradhiba. Pengaruh Pelatihan Terhadap Keterampilan Kader Dalam Pembuatan PMT Modisco di Wilayah Kerja Puskesmas Pematang Panjang Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2012. –66
5. Merdawati, L., Sabri, R., Upaya Perbaikan Gizi Balita Melalui Gerakan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) di RW 01 Kelurahan Gurun Laweh Kecamatan Nanggalo Padang. Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas. 2008.
6. Sulistyawati, Nataliswati T., Hidayah N., Pengaruh Pelatihan Promosi Kesehatan Tentang DHF Terhadap Peningkatan Keterampilan Penyuluhan Kader Kesehatan. Program Studi Keperawatan. Malang. 2012.
7. Afifah, Diana Nur. Faktor yang Berperan dalam Kegagalan Praktik Pemberian ASI Eksklusif. Semarang: Universitas Diponegoro, 2007.
8. Nada, Fatty. Efektivitas Penyuluhan Dengan Media Poster dan Animasi Bergambar Terhadap Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa Usia 7-10 Tahun di MI. NU Maudluul Ulum Kota Malang. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Malang. 2013.
9. Nuranto, DD. Hubungan Upaya Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) Sebelum dan Setelah Pemberian Penyuluhan Kesehatan di Desa Karangmulyo Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2010.
10. Widyawati. Metode Pembelajaran. Universitas Negeri Padang. 2010.
11. Kelurahan Loktabat Utara. Profil Kelurahan Loktabat Utara Tahun 2012. Banjarbaru: Kelurahan Loktabat Utara. 2012.
12. Anonim. Bagaimana Membuat Media Promosi Kesehatan. 2013