bab iii skill ppm
DESCRIPTION
skill ppmTRANSCRIPT
BAB III
ANALISIS INTERVENSI KEGIATAN
A. Analisis Mendalam terhadap Intervensi Kegiatan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) harus dimulai
sejak dini yaitu sejak masih bayi. Salah satu faktor yang berperan
penting dalam meningkatkan kualitas SDM adalah dengan
memberikan air susu ibu (ASI). Pemberian ASI semaksimal mungkin
merupakan kegiatan penting dalam pemeliharaan anak dan
persiapan generasi penerus di masa depan. Pemberian ASI
merupakan hal yang sangat penting bagi tumbuh kembang (fisik dan
mental) dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu, pemberian ASI perlu
mendapat perhatian para ibu dan tenaga kesehatan agar proses
menyusui dapat terlaksana dengan benar (101, 102).
Faktor keberhasilan dalam menyusui, antara lain (102):
1. Komitmen ibu untuk menyusui
2. Dilaksanakan secara dini (early initiation)
3. Posisi menyusui yang benar baik untuk ibu maupun bayi
4. Menyusui atas permintaan bayi (on demand)
5. Diberikan secara eksklusif.
ASI eksklusif atau lebih tepat disebut pemberian ASI secara
eksklusif, artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan
lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, juga tanpa
tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu,
biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan.
Keunggulan ASI telah diketahui, tetapi para ibu cenderung tidak
menyusui bayinya secara eksklusif. Hal ini dapat dilihat dengan
semakin besarnya jumlah ibu menyusui yang memberikan makanan
tambahan lebih awal sebagai pengganti ASI (102, 103).
Menurut Saleh (2011), terdapat berbagai alasan yang
dikemukakan oleh para ibu sehingga dalam pemanfaatan ASI secara
eksklusif kepada bayinya rendah, antara lain adalah pengaruh iklan
atau promosi pengganti ASI, ibu bekerja, lingkungan sosial budaya,
pendidikan, pengetahuan yang rendah serta dukungan suami yang
rendah. Di Indonesia, penelitian dan pengamatan yang dilakukan
diberbagai daerah menunjukan dengan jelas adanya kecenderungan
semakin meningkatnya jumlah ibu yang tidak menyusui bayinya.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan, bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia hanya 15,3%. Masalah
utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia adalah faktor sosial
budaya dan kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan
masyarakat (103).
Berdasarkan hasil survei, diketahui bahwa sebanyak 51 orang ibu
(56,04%) memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya,
sedangkan sebanyak 37 orang ibu (40,66%) tidak memberikan ASI
eksklusif dengan alasan ASI ibu tidak mau keluar, bayi tidak mau
menyusu dengan ibu, ibu merasa anak menangis dikarenakan lapar
dan ASI ekslusif tidak bisa mengenyangkan bayinya, serta masih
banyak ibu yang membuang kolostrum dengan anggapan bahwa itu
tidak baik untuk bayinya. Sesuai Penelitian Salfina (2003), masih
tingginya angka tidak diberikannya ASI eksklusif terhadap bayi akan
berkontribusi terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia di
masa mendatang serta berdampak pula terhadap tingginya angka
kesakitan maupun angka kematian (103).
Rendahnya cakupan praktik pemberian ASI secara eksklusif
tersebut disebabkan berbagai hal, namun yang tersering ditemukan
adalah rendahnya kesadaran tentang pentingnya pemberian ASI
sesuai anjuran. Hal ini sesuai dengan keadaan yang terjadi di
kelurahan Cempaka yaitu masih kurangnya pengetahuan dan
kesadaran ibu akan pentingnya pemberian ASI eksklusif. Pihak
Puskesmas Cempaka telah berupaya memberikan intervensi yaitu
konseling ASI secara individu dan melalui kelas ibu hamil, namun
upaya tersebut belum mampu meningkatkan cakupan pemberian ASI
eksklusif (104).
Kesadaran ibu terhadap pentingnya pemberian ASI Eksklusif
tidak terlepas dari sikap ibu itu sendiri. Sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek (Notoatmodjo, 2003). Menurut Newcomb yang dikutip oleh
Notoatmodjo (2003), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap
terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu (105):
1. Menerima. Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan
dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi
dari sikap.
3. Menghargai. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.
4. Bertanggung jawab. Bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang
paling tinggi.
Salah satu upaya yang dapat membantu meningkatkan cakupan
pemberian ASI eksklusif di kelurahan Cempaka adalah melalui
kegiatan peer breastfeeding atau konselor sebaya ASI. Aidam (2005)
dalam Rahmawati (2011) mengemukakan bahwa, kegiatan konseling
laktasi dan pelatihan konseling gizi bagi ibu-ibu dapat meningkatkan
pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, serta meningkatkan
pengetahuan dan pertumbuhan fisik anak usia 12-14 bulan. Hal
serupa juga dikemukan oleh Albernaz (2008) dalam Rahmawati
(2011) yang menyatakan bahwa konseling laktasi dapat mencegah
pengehntian menyusui dini, efektif dalam meningkatkan pemberian
ASI eksklusif (106).
Adanya program konselor sebaya ASI ini merupakan suatu upaya
untuk mengoptimalkan kegiatan konseling ASI eksklusif. Konselor
sebaya membantu meningkatkan keberhasilan menyusui dengan
memberikan dukungan dengan konsep dari ibu-ke-ibu. Konselor
sebaya memiliki pengalaman pribadi dan mendapatkan pelatihan
untuk membantu ibu menyusui. Ibu yang memiliki konselor sebaya
sering memilih untuk menyusui. Pekerjaan konselor adalah untuk
membantu ibu dengan mendorong mereka untuk menyusui anaknnya
dengan ASI eksklusif (107).
Adapun peran dari konselor ASI sebaya, antara lain (107):
1. Membantu ibu hamil bersiap-siap untuk menyusui
2. Berkomunikasi dengan ibu tentang pikiran mereka
pada saat menyusui
3. Membantu ibu baru bisa menyusui
4. Menjelaskan cara untuk mencegah masalah menyusui
5. Berkomunikasi dengan ibu tentang cara-cara untuk memecahkan
masalah menyusui
Konselor ASI sebaya, juga disebut sebagai “pekerja kesehatan
masyarakat”, berasal dari lingkungan yang sama, berbicara dengan
bahasa yang sama, dan berbagi kepercayaan budaya yang sama
dengan klien mereka. Konselor ASI sebaya bekerja berdampingan
dengan medis dan tenaga profesional kesehatan dalam menangani
kebutuhan ibu baru melalui pendidikan, konseling, dan dukungan
(108).
Selama beberapa dekade terakhir, penelitian telah dilakukan
untuk mengetahui keefektifan peer counseling ASI. Konseling ASI
dengan konselor sebaya merupakan sarana efektif untuk
meningkatkan cakupan menyusui dan meningkatkan kesehatan bayi.
Diharapkan program konselor ASI sebaya dapat membantu
meningkatkan kesadaran ibu memberikan ASI secara eksklusif
kepada anaknya, sehingga cakupan pemberian ASI eksklusif dapat
meningkat (108).
Faktor
Internal
Kekuatan:
1. Koordinasi kelompok
cukup baik
2. Kader dan konselor
Kelemahan:
1. Pengetahuan
awal kader dan
konselor
kooperatif
3. Sarana dan prasarana
kegiatan
pemberdayaan
memadai
4.
rendah
2. Kurangnya
pengalaman
3. Peerencanaan
kurang optimal
Faktor
Eksternal
Peluang:
1. Ada dukungan dari
pihak puskesmas dan
kelurahan
Ancaman:
1. Jangka waktu
pemberdayaan
singkat
2. Pendanaan
kurang
Strategi SO:
Strategi WO:
Strategi ST:
Strategi WT:
B. Prosedur Intervensi Kegiatan
1. Metode Pelaksanaan Intervensi Kegiatan
Intervensi yang diberikan kepada masyarakat Kelurahan
Cempaka yaitu berupa kegiatan konseling. Adapun yang menjadi
konselor dalam kegiatan konseling ASI adalah para ibu menyusui
yang bertempat tinggal di daerah Posyandu Batu Intan
Kelurahan Cempaka. Sebelum menjadi konselor, para ibu
diberikan penyuluhan terlebih dahulu oleh fasilitator yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan tentang ASI. Selain
diberikan penyuluhan, ibu diberikan buku saku sebagai
instrumen pendukung dalam melakukan konseling sebaya.
Metode yang digunakan dalam kegiatan intervensi ini, antara
lain:
a. Penyajian Materi
1) Penyuluhan yang dilakukan oleh fasilitator
Fasilitator memberikan penyuluhan kepada 10 ibu yang
menjadi sasaran kegiatan konselor sebaya. Menurut
Suharjo (2003) dalam Emilia (2009) Penyuluhan
merupakan sebuah pendekatan edukatif untuk
menghasilkan perilaku, maka terjadi proses komunikasi
antar provider dalam hal ini fasilitator dan masyarakat
yang diwakili oleh konselor. Dari proses komunikasi ini
ingin diciptakan masyarakat yang mempunyai sikap mental
dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya. Eimilia (2009) di dalam penelitiannya
menyatakan bahwa ada pengaruh penyuluhan baik
terhadap tingkat pengetahuan maupun sikap ibu dalam
memberikan ASI Eksklusif. Emilia, Rika C. Pengaruh
Penyuluhan ASI Eksklusif terhadap Pengetahuan dan
Sikap Ibu Hamil di Mukim Laure-E Kecamatan
Simeulu Tengah Kabupaten Simeulue (NAD) Tahun
2008. Medan; Universitas Sumatera Utara, 2009
Materi yang diberikan oleh fasilitator dalam kegiatan
penyuluhan meliputi :
a) Pemutaran video tentang ASI
b) Definisi ASI Eksklusif
c) Latar Belakang Asi Eksklusif
d) Landasan Hukum Pemberian Asi Eksklusif
e) Tujuan dan manfaat ASI Eksklusif
f) Akibat tidak memberikan ASI
g) Komposisi ASI
h) Kerugian susu buatan
i) Cara menyusui yang benar
j) MP-ASI
k) Mutu Gizi MP-ASI
l) Fungsi dan tujuan konselor sebaya
2) Konseling yang dilakukan oleh konselor
Konselor membawahi 5 teman sebaya sebagai sasaran
penyampaian materi yang diberikan dalam 2 kali
pertemuan. Walgito (2010) mengatakan, konseling adalah
bantuan yang diberikan pada seorang klien untuk
memecahkan masalah kehidupannya dengan cara
wawancara (face to face) dan dengan cara yang sesuai
dengan keadaan yang dihadapi klien untuk mencapai
kesejahteraannya. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan Lina (2012), mengungkapkan bahwa ibu yang
mendapatkan konseling menyusui, memiliki peluang untuk
memberikan ASI Eksklusif dibandingkan denagn ibu yang
tidak mendapatkan konseling menyususi secara lengkap.
Lina. Pengaruh Konseling Menyusui terhadap
Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Aceh Timur
Tahun 2012. Medan; Universitas Sumatera Utara,
2012
Materi yang diberikan oleh konselor dalam kegiatan
konseling kepada teman sebaya meliputi:
a) Definisi ASI Eksklusif
b) Latar Belakang Asi Eksklusif
c) Landasaan Hukum Pemberian Asi Eksklusif
d) Tujuan dan manfaat ASI Eksklusif
e) Akibat tidak memberikan ASI
f) Komposisi ASI
g) Kerugian susu buatan
h) Cara menyusui yang benar
i) MP-ASI
j) Mutu Gizi MP-ASI
b. Diskusi dan Tanya Jawab
1) Diskusi dan tanya jawab oleh fasilitator
Kegiatan diskusi diawali dengan pemberian materi oleh
fasilitator. Konselor memberikan tanggapan dengan
menyampaikan beberapa pertanyaan terkait materi yang
diberikan dan fungsi konselor sebaya itu sendiri.
2) Diskusi dan tanya jawab oleh konselor
Kegiatan diskusi dan tanya jawab konselor ini dilakukan di
dalam sebuah kelompok kecil. Konselor menyampaikan
terlebih dahulu beberapa materi tentang ASI. Sasaran
memberikan tanggapan dengan mengajukan pertanyaan
kepada konselor.
c. Pre-Post Test Hidayati, Nur O. Pengaruh Emotional
Freedin Technique (EFT) terhadap Peningkatan Harga
Diri Narapidana Perempuan di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor. Jakarta; Universitas
Indonesia, 2009
1) Pre-Posttest konselor
Pada tahap Pretest, diberikan waktu selama 15 menit
kepada 10 konselor untuk menjawab soal yang diberikan.
Hasil pretest digunakan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan sebelum diberikan penyuluhan tentang ASI
oleh fasilitator.
Posttest dilaksanakan dengan memberikan soal yang
sama kepada 10 konselor. Konselor diberikan waktu 15
menit untuk menjawab soal yang diberikan. Hasil posttest
digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan sesudah
diberikan penyuluhan tentang ASI oleh fasilitator.
2) Pre-Post Test kepada sasaran
Pada tahap Pretest, diberikan waktu 10 menit kepada 5
sasaran yang dibawahi oleh masing-masing konselor untuk
menjawab soal yang diberikan. Hasil pretest digunakan
untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebelum diberikan
konseling tentang ASI oleh konselor.
Posttest dilaksanakan dengan memberikan soal yang
sama kepada 5 sasaran yang dibawahi oleh masing-masing
konselor. Sasaran diberikan waktu 10 menit untuk
menjawab soal yang diberikan. Hasil posttest digunakan
untuk mengetahui tingkat pengetahuan sesudah diberikan
konseling tentang ASI oleh konselor.
2. Sasaran Intervensi Kegiatan
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3
(tiga) jenis sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran
sekunder dan (3) sasaran tersier. Kementerian Kesehatan RI.
Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan,
Panduan bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta,
2011
a) Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan
sesungguhnya adalah pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat. Ibu
menyusui merupakan sasaran primer dalam kegiatan
pemberdayaan konselor ASI sebaya ini. Mereka diharapkan
dapat merubah baik pengetahuan maupun sikap tentang ASI
Eksklusif.
b) Sasaran sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan
lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas
kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi
kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat
turut serta dalam upaya meningkatkan pengetahuan orang
disekitarnya terkait ASI Eksklusif.
c) Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang
berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan
dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang
dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka
diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan cakupan
ASI Eksklusif dengan memberlakukan kebijakan/peraturan
perundang-undangan ataupun menyediakan sumber daya
(dana, sarana, dan lain-lain).
d) Pengorganisasian Intervensi Kegiatan
e) Rancangan Pengembangan Media
Ada 2 jenis media yang digunakan dalam kegiatan
pemberdayan konselor ASI sebaya ini, yaitu: Widyawati.
Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap
Pengetahuan dan Sikap Siswa Sekolah dalam
Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Kecamatan
Medan Denai. Medan; Universitas Sumatera Utara,
2010
1) Media cetak
Bentuk media yang digunakan adalah buku saku yang
diberikan kepada konselor sebagai bahan dasar pemberian
konseling kepada sasaran. Media ini mengutamakan pesan-
pesan visual yang terdiri dari hambaran sejumlah kata,
gambar atau foto dalam tata warna. Ada beberapa
kelebihan dari media cetak ini, antara lain tahan lama,
biaya rendah, mudah dibawa kemana-mana serta mudah
pembuatannya.
2) Media Elektronik
Bentuk media yang digunakan adalah video yang berisi
informasi tentang ASI Eksklusif. Media ini merupakan
media yang bergerak dan dinamis dapat dilihat dan
didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu
elktronika. Media elktronika memiliki kelebihan antara lain
lebih mudah dipahami, lebih menarik, mengikut sertakan
banyak indera, penyajinya dapat dikendalikan dapat
diulang-ulang. Penelitian yang dilakukan oleh Elfian dkk
(2011) mengemukakan terdapat perbedaan efektifitas
dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan saat diberikan penyuluhan dengan media
berupa video dibandingkan dengan media seperti flipchart.
Zulkarnain, Elfian., dkk. Perbedaan Efektifitas antara
Metode Penyuluhan dengan Flipchart dan
Menggunakan Video Compact Disc (VCD) dalam
Meningkatkan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil
terhadap Inisiasi Menyusui Dini. Jember; Universitas
Jember, 2011
f) Indikator Keberhasilan
Evaluasi Pelatihan Kader Posyandu Desa Melayu Ilir
Berikut evaluasi input, proses, dan output terhadap
pelaksanaan pelatihan kader posyandu Desa Melayu Ilir:
a.Evaluasi Input
Input yang terdapat pada kegiatan pelatihan kader
posyandu diantaranya adalah materi pelatihan, pemberi materi,
metode pelatihan, dan hasil pretest kader. Berikut evaluasi
berdasarkan input pada kegiatan pelatihan kader posyandu:
1) Materi Pelatihan
Berdasarkan hasil identifikasi masalah secara garis
besar masalah kesehatan yang berkaitan dengan prioritas
pemecahan masalah antaralain status gizi, status imunisasi
bayi, imunisasi TT, biaya persalinan, stiker P4K, kunjungan
posyandu, dan pengadaan alat penunjang posyandu yang
minim. Berikut tabel mengenai intervensi pemberian materi
terhadap permasalahan kesehatan yang telah diidentifikasi:
Tabel 6.1 Intervensi Pemberian Materi Terhadap Permasalahan Kesehatan di Desa Melayu Ilir
No.
Materi Pelatihan Kader
Masalah Kesehatan
1.Penilaian status gizi balita dan pelatihan pengisian KMS
Status gizi kurang yang masih tinggi yaitu sebesar 43,48%
2.
Pengenalan manfaat, dampak, dan metode imunisasi.
Cakupan status imunisasi secara lengkap yang masih minim yaitu sebesar 24,24%
3.
Pengenalan manfaat, dampak, dan metode imunisasi
Cakupan status imunisasi TT secara lengkap yang masih minim
4. Materi mengenai tata cara dan syarat
Biaya persalinan atau minimnya penggunaan
penggunaan Jampersal
Jampersal
5.Materi mengenai manfaat Stiker P4K
Minimnya penggunaan stiker P4K
6.
a. Materi mengenai pengenalan posyandu guna meningkatkan pengetahuan kader.
b. Materi pelatihan mengenai teknik komunikasi dan penyuluhan yang baik bagi kader agar informasi dapat disampaikan secara jelas.
c. Pelatihan instrument posyandu guna meningkatkan skill atau kemampuan kader.
Minimnya kunjungan ibu ke posyandu
7.Materi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
-
Berdasarkan tabel, diketahui bahwa materi yang
diberikan kepada kader posyandu telah sesuai dengan
masalah yang diidentifikasi secara garis besar yang
berkaitan dengan prioritas pemecahan masalah. Materi juga
telah ditambah dengan materi mengenai Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat yang ditujukan sebagai materi pendukung
terhadap pelatihan kader.
2) Pemberi Materi
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan, diketahui pemberi
materi pada setiap materi yang diberikan. Berikut tabel
mengenai daftar pemberi materi pelatihan kader posyandu.
Tabel 6.2 Pemberi Materi Pelatihan PosyanduNo. Materi Pemberi Materi
1. Jampersal dan P4KKepala UPT Dinkes Puskesmas Dalam Pagar
2.Penilaian status gizi balita di posyandu
Kepala Bagian Gizi Puskesmas Dalam Pagar
3. Pelatihan PHBSKepala Bagian Promkes Puskesmas Dalam Pagar
4.Pengenalan Posyandu
Mahasiswa
5.Pelatihan pelayanan dan penyuluhan posyandu
Mahasiswa
6. Pengisian KMS Mahasiswa7. Status Imunisasi Mahasiswa
8.Pelatihan Instrumen Posyandu
Mahasiswa
Berdasarkan tabel diketahui bahwa sebanyak 3 materi
telah disampaikan oleh ahli maupun petugas yang
menguasai bidang tersebut dan sebanyak 5 materi
disampaikan oleh mahasiswa kesehatan yang telah
mempelajari materi yang diberikan tersebut. Hal ini
membuktikan bahwa pemberi materi telah sesuai dengan
materi yang berkaitan dengan kesehatan.
3) Metode pelatihan
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan, diketahui metode
pelatihan pada setiap materi yang diberikan. Berikut tabel
mengenai metode pemberian dan pelatihan materi pelatihan
kader posyandu.
Tabel 6.3 Pemberi Materi Pelatihan PosyanduNo. Materi Metode
1. Jampersal dan P4KCeramah dan tanya Jawab
2.Penilaian status gizi balita di posyandu
Ceramah dan Tanya Jawab
3. Pelatihan PHBSCeramah dan Tanya Jawab
4.Pengenalan Posyandu
Ceramah dan Tanya Jawab
5.Pelatihan pelayanan dan penyuluhan posyandu
Ceramah dan Tanya Jawab
6. Pengisian KMSCeramah, Tanya Jawab, dan simulasi
7. Status ImunisasiCeramah dan Tanya Jawab
8.Pelatihan Instrumen Posyandu
Ceramah, Tanya Jawab, dan simulasi
Berdasarkan tabel diketahui bahwa 4 materi
dissampaikan dengan metode ceramah dan tanya jawab,
sedangkan 2 materi yang berhubungan dengan praktek
kader di posyandu disampaikan dengan metode ceramah,
tana jawab, dan simulasi. Hal ini membuktikan bahwa
metode penyampain materi telah sesuai dengan materi dan
praktek kader posyandu.
4) Hasil Pretest kader
Evaluasi input dilakukan dengan penilaian terhadap
pengetahuan kader posyandu sebelum dilakukan pelatihan,
untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader sebelum
pelatihan. Evaluasi dilakukan dengan mengamati hasil
penilaian pretest dari peserta pelatihan.
Tabel 6.4 Hasil Pretest Kader Posyandu Desa Melayu IlirNo. Inisial Rt Preetest
1. NA 1 632. S 2 533. MM 3 604. MY 3 605. ML 3 506. MN 3 667. A 3 538. RA 3 709. K 3 66
Hasil pretest ini menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan kader posyandu di Desa Melayu Ilir sebelum
diberikan pelatihan masih rendah. Berdasarkan klasifikasi
penilaian yaitu nilai 50-59 dikategorikan rendah, nilai 60-69
masuk kategori cukup, nilai 70-79 masuk kategori baik, dan
nilai >80 masuk kategori sangat baik, dapat terlihat bahwa
sebanyak 3 orang kader (33,3%) memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah. Kemudian sebanyak 5 orang
kader (55,5%) memiliki tingkat pengetahuan cukup, dan
sisanya hanya 1 orang kader (11,1%) yang memiliki tingkat
pengetahuan baik. sedangkan rata-rata nilai preetest kader
adalah 60,1 yang berarti bahwa nilai ini masih dalam
kategori cukup.
b.Evaluasi Proses
Evaluasi proses pada pelatihan kader posyandu dilakukan
dengan cara menilai antusias, keaktifan dan absensi kehadiran
kader saat pelatihan. Selama pelatihan kader sangat antusias
dan aktif memberikan pertanyaan kepada pemateri atau
fasilitator.
Tabel 6.5 Daftar Hadir Kader Pelatihan Kader Posyandu Desa Melayu Ilir
No Inisial Rt25-7-2013 26-7-
20131. NA 1 Hadir Hadir2. S 2 Hadir Hadir3. MM 3 Hadir Hadir4. MY 3 Hadir Hadir5. ML 3 Hadir Hadir
6. MN 3Hadir Tidak
Hadir7. A 3 Hadir Hadir8. RA 3 Hadir Hadir9. K 3 Hadir Hadir
Berdasarkan tabel diatas absensi kehadiran kader
posyandu pada pelatihan kader mengalami penurunan sebesar
11,11% pada hari kedua. Hal tersebut disebabkan karena
aktivitas pekerjaan kader tersebut. Namun jumlah kader yang
hadir sudah mencapai target dari indikator keberhasilan
sebesar 80%, untuk hari pertama target mencapai 90%, yaitu
sebanyak 9 orang hadir dari 10 target sasaran. Sedangkan hari
kedua, mencapai target 80%, yaitu sebanyak 8 orang yang
hadir dari 10 orang target sasaran.
c. Evaluasi Output
Evaluasi output dilakukan dengan menilai pada 2 aspek
yaitu perubahan pengetahuan dan perbaikkan administrasi.
1) Evaluasi Pengetahuan
Evaluasi pengetahuan dilakukan dengan menilai hasil
posttest dan membandingkan dengan hasil pretest.
Tabel 6.6 Hasil Pretest dan Posttes Kader Pelatihan Kader Posyandu
No Inisial RtPreetes
t PostestKet
1 NA 1 63 76 naik2 S 2 53 86 naik3 MM 3 60 83 naik4 MY 3 60 96 naik5 ML 3 50 76 naik6 MN 3 66 - -7 A 3 53 80 naik8 RA 3 70 96 naik9 K 3 66 46 turun
Hasil pretest dan posttest menunjukkan bahwa
terjadinya peningkatan sebesar 77,8%, yang mengalami
penurunan pengetahuan sebesar 11,1% dan 11,1%
missing data. Missing data terjadi karena kader tersebut
tidak hadir pada saat posttest, sehingga tidak dapat dinilai
perubahan tingkat pengetahuannya. Hasil tersebut diuji
secara statistik dengan menggunakan Uji Dependent T-
Test hasilnya menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara pengetahuan kader sebelum dilakukan
pelatihan dengan setelah dilakukan pelatihan pada kader
posyandu di Desa Melayu Ilir, perbedaan tersebut
memperlihatkan adanya peningkatan pengetahuan. Hasil
tersebut sama halnya dengan hasil penelitian Tin
Suharmini (2012) yang berfokus pada materi pelatihan
tumbuh kembang anak usia dini, pelatihan kader posyandu
memberikan dampak bertambahnya pemahaman para
kader posyandu mengenai karakteristik tumbuh kembang
anak usia dini dan bertambah pula keterampilan dalam
mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak
(104).
2) Evaluasi terhadap administrasi posyandu
Dari hasil kegiatan pelatihan posyandu tersebut
terjadi dua perubahan adminitrasi menuju perbaikan yaitu:
a) Terbentuknya struktur organisasi kelompok kerja
(Pokja) Posyandu desa Melayu Ilir, yang distribusinya
merata ke setiap wilayah RT.
b) Terbitnya surat keputusan resmi (SK) Kepala desa
Melayu Ilir untuk pengesahan strukur organisasi pokja
posyandu di Desa Melayu Ilir secara administratif.
c) Adanya perbaikkan form pencatatan kegiatan
posyandu yang lebih lengkap, sehingga memudahkan
tenaga kesehatan ataupun pihak lainnya untuk
melakukan intervensi kesehatan.