bab 3 evaluasi sistem informasi akuntansi …thesis.binus.ac.id/doc/bab3/2009-1-00021-aksi bab...
TRANSCRIPT
BAB 3
EVALUASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PEMBERIAN KREDIT
BPR CINERE ARTHA RAYA
3.1 Gambaran Umum Perusahaan
3.1.1 Sejarah berdirinya BPR secara umum
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan usahanya tidak memberikan jasa
dalam lalu–lintas pembayaran. Sejarah Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia dimulai
pada abad ke–19 pada masa kolonial Belanda dengan berdirinya Bank Kredit Rakyat
dan Lumbung Desa yang dibangun dengan tujuan membantu para petani, pegawai dan
buruh untuk melepaskan diri dari lintah darat yang membebani dengan bunga tinggi.
Dengan meningkatnya kebutuhan akan uang untuk memenuhi kebutuhan barang–barang
yang tidak dapat dihasilkan sendiri serta untuk perluasan usaha selain di bidang
pertanian didirikan Bank Desa pertama pada tahun 1905, sehingga pada tahun–tahun
pemerintahan kolonial Belanda, BPR dikenal dalam masyarakat dengan istilah
Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa.
Berdasarkan Staatsblad 1929 No. 137, didirikan pula badan yang menangani
kredit di pedesaan, yaitu Badan Kredit Desa (BKD) yang hanya terdapat di pulau Jawa
dan Bali. Sementara itu, untuk pengawasan dan pembinaan, pemerintah kolonial
Belanda membentuk Kas Pusat dan Dinas Perkreditan Rakyat pada 1912. Mengingat
kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan bank diperlukan, maka pada 1927 Dinas
Perkreditan Rakyat dilebur ke satu instansi, yaitu Instansi Kas Pusat.
68
Setelah perang kemerdekaan, pemerintah mendorong pendirian bank–bank
pasar, yang terutama sangat dikenal karena didirikan di lingkungan pasar dan bertujuan
untuk memberikan pelayanan jasa keuangan kepada para pedagang pasar. Bank–bank
pasar tersebut kemudian berdasarkan Pakto 1988 dikukuhkan menjadi BPR.
Bank–bank yang didirikan pada tahun 1950–1970 didaftarkan sebagai Perseroan
Terbatas (PT), CV, Koperasi, Maskapai Andil Indonesia (MAI), Yayasan, dan
perkumpulan. Pada masa tersebut, berdiri beberapa lembaga keuangan yang dibentuk
oleh Pemerintah Daerah seperti Bank Karya Produksi Desa (BKPD) di Jawa Barat,
Bank Kredit Kecamatan (BKK) di Jawa Tengah, Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK) di
Jawa Timur, Lumbung Pitih Nagari (LPN) di Sumatera Barat dan Lembaga Perkreditan
Desa (LPD) di Bali.
Kemudian pada Oktober 1988 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi
perbankan, yang dikenal sebagai Pakto 1988 yang antara lain memberi kemudahan bagi
pendirian BPR. Sejak itu BPR di Indonesia tumbuh dengan subur. Sebagai kelanjutan
Pakto 1988, pemerintah mengeluarkan beberapa paket ketentuan sebelumnya. Sejalan
dengan itu, Pemerintah menyempurnakan Undang–Undang No. 14 Tahun 1967 tentang
pokok–pokok Perbankan dengan mengeluarkan Undang–Undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan yang selanjutnya diubah dengan Undang–Undang No. 10 Tahun
1998. Dalam Undang–Undang ini secara tegas dikemukakan bahwa jenis bank di
Indonesia, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
3.1.2 Sejarah berdirinya BPR Cinere Artha Raya
BPR Cinere Artha Raya didirikan tahun 1989 dengan Akta Notaris Sri Rahayu
No. 26 tanggal 11 Oktober 1989 dan dalam Tambahan Berita Negara Republik
69
Indonesia No. 13 tanggal 13 Februari 1990. BPR Cinere Artha Raya beralamat di Jl.
Cinere Artha Raya Blok NC 20.
Secara berturut–turut dalam perkembangannya yang telah mengalami pergantian
pejabat yang mengendalikan operasional BPR yaitu sebagai berikut:
1. Drs. Mamoso Mardjoko, M.Ak. 1990-1993
2. Drs. Purnomo Sidi 1993-1994
3. Drs. Nooryudono 1994-Non aktif
(di tahun 1994 sebentar, dan aktif di Wijoyo Centre-Boediharjo)
4. Oerip B. Prasetyo, MBA 1994-1996
5. Drs. Agus Suwito, SH. 1996-1998
6. Deddy Sunyoto, SH. 1998-1999
7. Drs. Djamhur Bahri 1999-2002
8. Ir. Ineke Inna Ambararum 2003-sekarang
Manajemen baru telah mengakuisisi sejak tanggal 20 Mei 2003 dari manajemen
lama ke manajemen baru sesuai Akta Notaris No. 08 tanggal 20 Mei 2003, dengan
susunan pengurus sebagai berikut:
Komisaris Utama : Djonny Wiguna SE., FLMI.,ChFC.,CLU.
Komisaris : Ir. Hasanullah, MBA.,MM.
Direktur Utama : Ir. Ineke Inna Ambararum, LUTCF.,CPBC.,FSS.,CRBD.
Direktur s/d 2005 : Djamhur Bahri
Direktur s/d 2006 : Toto Exspedianto / Pj.S. (GM)-Winata
Direktur 2006 s/d April 2007 : -
Direktur Mei 2007 s/d
sekarang :
M. Yamin A., CRBD.
(Sesuai surat Bank Indonesia No. 9/905/DPBPR/PLBPR
tanggal 23 Juli 2007)
70
Saat ini BPR Cinere Artha Raya menghasilkan produk perbankan yaitu:
1. Kredit
2. Tabungan
3. Deposito
Di antara produk-produk tersebut, kredit memiliki proporsional yang paling besar yaitu
sekitar 80%, sedangkan proporsi tabungan dan deposito masing-masing sekitar 10%.
Batas minimum pemberian kredit yang dapat disalurkan oleh BPR Cinere Artha Raya
sebesar Rp. 1.000.000,00 sedangkan batas maksimum pemberian kredit yang dapat
diberikan perusahaan sebesar Rp. 50.000.000,00.
3.1.3 Visi dan Misi BPR Cinere Artha Raya
Dalam menjalankan peranannya BPR Cinere Artha Raya mempunyai visi dan misi.
a. Visi
Terwujudnya BPR yang sehat, kuat, produktif, dan dipercaya untuk melayani
UMKM dan masyarakat, khususnya di pedesaan guna mendukung perekonomian
daerah.
b. Misi
Terciptanya kondisi yang kondusif dalam mendorong peningkatan kinerja dan
pelayanan BPR kepada UMKM dan masyarakat setempat, terutama di wilayah
pedesaan.
71
3.1.4 Struktur organisasi
Gambar 3.1 berikut merupakan struktur organisasi BPR Cinere Artha Raya.
Gambar 3.1 Struktur Organisasi BPR Cinere Artha Raya (Sumber: Keterangan Direktur BPR Cinere Artha Raya, Tahun 2007)
Tugas dan wewenang BPR Cinere Artha Raya tercermin dalam tiga bagian
seperti terlihat pada Gambar 3.1, tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bagian
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Direktur Utama
Wewenang :
a. Menjadi anggota komite kredit.
72
b. Mengangkat, mempromosikan dan memberhentikan pegawai yang berada di
bawah wewenangnya.
c. Memeriksa, menilai, membina, dan memantau hasil kerja pegawai perusahaan.
Tugas :
a. Memimpin, mengatur, mengkoordinasi dan mengawasi kegiatan operasional
perusahaan secara keseluruhan.
b. Memimpin dan bertanggung jawab atas harta kekayaan Bank yang berada di
bawah wewenang dan tanggung jawabnya.
c. Memelihara disiplin kerja, motivasi kerja dan moral pegawai.
d. Membuat tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
e. Merumuskan kebijakan dan strategi bisnis perusahaan.
f. Mengambil keputusan untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik.
2) Direktur
Wewenang :
a. Menjadi anggota komite kredit.
b. Bekerja sama dengan Direktur Utama untuk menentukan peraturan dan
kebijakan perusahaan.
c. Dapat mewakili Direktur Utama dalam pengambilan keputusan pada kondisi
tertentu.
d. Mengangkat, mempromosikan dan memberhentikan pegawai yang berada di
bawah wewenangnya.
e. Memeriksa, menilai, membina, dan memantau hasil kerja pegawai perusahaan.
73
Tugas :
a. Mengawasi dan mengurus penggunaan aset perusahaan dan kegiatan
operasional perusahaan.
b. Memimpin dan bertanggung jawab atas harta kekayaan Bank yang berada di
bawah wewenang dan tanggung jawabnya.
c. Memelihara disiplin kerja, motivasi kerja dan moral pegawai.
d. Merumuskan kebijakan dan strategi bisnis perusahaan bersama dengan Direktur
Utama.
e. Mengambil keputusan untuk mengembangkan perusahaan menjadi lebih baik.
3) Kepala Bagian Marketing
Wewenang :
a. Melakukan analisa ekonomis atas proposal–proposal yang diajukan dan
memberikan penilaian kelayakan terhadap proposal kredit yang ada.
b. Melakukan pembinaan dan pengawasan atas nasabah–nasabah/debitur kredit.
c. Menolak melanjutkan proses permohonan kredit apabila terdapat indikasi yang
tidak layak dan tidak memenuhi prosedur kredit yang ada.
d. Memberikan teguran lisan dan/atau tertulis kepada bawahan serta mengusulkan
sanksi sesuai peraturan perusahaan kepada Direksi.
Tugas :
a. Memeriksa, menilai, membina dan memantau kredit yang diberikan.
b. Mengembangkan usaha pendanaan kredit dengan mencari, menarik, dan
mempertahankan nasabah dengan membina hubungan baik dengan
pejabat/masyarakat setempat.
74
c. Memeriksa dan menandatangani surat-surat dan laporan yang dikeluarkan dari
unit kerjanya sesuai dengan kebijaksanaan, sistem dan prosedur yang telah
ditetapkan.
d. Mengusulkan kepada Direksi mengenai perbaikan sistem dan prosedur
operasional serta pengembangan produk-produk BPR.
e. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan staf yang dibawahinya.
f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Direksi.
4) Kepala Bagian Kredit
Wewenang :
a. Melaksanakan review (penelitian) atas setiap kredit yang telah diberikan.
b. Menilai atas hasil-hasil yang telah dicapai oleh unit kerjanya.
c. Memberikan usulan kepada Direksi untuk memberikan suku bunga khusus
(special rate) kepada nasabah yang potensial.
d. Memberikan teguran lisan dan atau tertulis kepada bawahan serta mengusulkan
sanksi sesuai peraturan perusahaan kepada Direksi.
Tugas :
a. Meneliti kelengkapan persyaratan permohonan kredit nasabah sesuai dengan
prosedur dan ketentuan yang berlaku.
b. Memeriksa dan menandatangani surat-surat dan laporan yang dikeluarkan dari
unit kerjanya sesuai dengan kebijaksanaan, sistem dan prosedur yang telah
ditetapkan.
c. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan staf yang dibawahinya.
d. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Direksi.
75
5) Kepala Bagian Administrasi
Wewenang :
a. Mengawasi administrasi, monitoring dan pembuatan laporan–laporan serta
memelihara kelengkapan master credit file dan dokumentasi.
b. Mengawasi setiap pelaksanaan fasilitas bank yang diberikan sebelum dilakukan
instruksi operasionalnya maupun penurunan ataupun penyelesaian.
c. Memberikan teguran lisan dan/atau tertulis kepada bawahan serta mengusulkan
sanksi sesuai peraturan perusahaan kepada Direksi.
Tugas :
a. Mengawasi pengadministrasian kegiatan komersil.
b. Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan staf yang dibawahinya.
c. Mengawasi pengelolaan dan penyerahan atau penarikan surat–surat/barang
jaminan.
d. Mengawasi pelaksanaan atas asuransi barang jaminan.
e. Mengawasi permohonan dan penarikan dana likuiditas ke Bank Indonesia untuk
fasilitas program kredit.
f. Mengawasi pelaksanaan memo dropping/penurunan ataupun penyelesaian
fasilitas bank yang diberikan.
g. Mengawasi pengisian atas kelengkapan master file.
h. Mengawasi pemindahan/pemasukan data–data instruksi bidang komersil ke
dalam monitoring bila diperlukan.
i. Mengawasi pengasuransian kredit dan penagihan premi ke Bank Indonesia.
76
j. Mengawasi/monitoring kegiatan komersil dan melaporkan hasil monitoring
tersebut secara internal/eksternal, sepanjang hal tersebut diperlukan untuk:
1) Monitoring likuiditas program kredit.
2) Membuat surat tuntutan ganti rugi.
3) Rencana pembuatan kolektibilitas.
k. Melakukan tugas–tugas lain yang diberikan Direksi.
3.2 Evaluasi atas Sistem Informasi Akuntansi Pemberian Kredit yang berjalan
Evaluasi yang dilakukan penulis terhadap sistem informasi akuntansi pemberian
kredit yang berjalan di BPR Cinere Artha Raya didasarkan pada prosedur pemberian
kredit pada BPR tersebut.
3.2.1 Prosedur Kredit BPR Cinere Artha Raya
Gambar 3.2 berikut merupakan activity diagram dari prosedur pemberian kredit
BPR Cinere Artha Raya.
77
cd System
Penerimaan PermohonanKredit
Penelitian berkas daninvestigasi
Permohonan InformasiNasabah ke Bank
Indonesia
Analis is PermohonanKredit
P emutusan PermohonanKredit
Pengikatan
P engikatan Perjanjian
Kredit
Pengikatan Agunan
Asuransi Agunan
Pencairan Kredit
Dokumentasi Kredit
Penegasan Konfirmasi
Kredit
Penegasan Konfirmasi
Kredit
M arketing K redi t AdministrasiAkuntansi
[tolak]
[setu ju ]
Gambar 3.2 Activity diagram prosedur pemberian kredit BPR Cinere Artha Raya
(Sumber: Keterangan Direktur BPR Cinere Artha Raya, Tahun 2007)
3.2.2 Kebijakan Umum Perkreditan
Kebijakan umum perkreditan memuat penjabaran atas kebijaksanaan yang telah
digariskan dalam pelaksanaan perkreditan di lingkungan Bank Perkreditan Rakyat. Pada
78
dasarnya kebijakan umum manajemen ini dapat dikelompokkan dalam lima bidang,
yaitu :
1. Segmentasi
2. Pendanaan (Funding)
3. Pricing and Profitability
4. Credit committee
3.2.2.1 Segmentasi
Kebijakan dan peraturan dalam segmentasi, yaitu:
1. Peraturan ini mengatur tentang hal–hal yang berkaitan dengan segmentasi pasar
dalam kegiatan perkreditan di lingkungan Bank Perkreditan Rakyat.
2. Segmentasi dimaksudkan untuk memberikan batasan mengenai bidang–bidang,
sektor–sektor tertentu yang akan dibiayai oleh Bank Perkreditan Rakyat, dengan
tujuan agar penanganan setiap account atau setiap sektor/bidang usaha dapat lebih
efisien.
3. Penentuan segmentasi ini didasarkan pada kondisi Bank Perkreditan Rakyat, baik
yang menyangkut financial/funding, maupun kapasitas dan kualitas sarana SDM
yang ada.
4. Selain butir di atas, penentuan segmentasi juga didasarkan atas evaluasi atau
penelitian mengenai berbagai bidang dan sektor–sektor usaha yang mempunyai
kondisi dan potensi untuk dikembangkan, baik secara langsung maupun tidak
langsung yang mendukung perkembangan usaha.
79
5. Dengan pelaksanaan segmentasi tersebut, maka dapat diharapkan agar usaha
marketing Bank Perkreditan Rakyat dapat lebih terarah, sehingga tidak saja
penguasaan terhadap market lebih meningkat, namun juga diharapkan terjadi:
a. Peningkatan kualitas portofolio.
b. Efisiensi dalam proses dan supervisi dari para pembina kredit, serta kepekaan
atas setiap perubahan yang terjadi, khususnya yang akan berpengaruh kepada
sektor usahanya.
6. Berdasarkan butir tiga sampai lima di atas, maka penggolongan kelompok nasabah
Bank Perkreditan Rakyat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Sektor perorangan.
b. Sektor program khusus pemerintah.
c. Sektor pengusaha kecil.
7. Sektor perorangan adalah kelompok yang menangani account (borrowing maupun
non–borrowing) perorangan. Produk atau package yang termasuk dalam kelompok
ini, misalnya adalah kredit, personal loan, car loan.
8. Sektor program khusus pemerintah adalah kelompok yang menangani nasabah–
nasabah yang menikmati produk/fasilitas yang telah menjadi kebijaksanaan dan
program pemerintah.
9. Sektor pengusaha kecil adalah kelompok yang menangani account (borrowing
maupun non–borrowing) nasabah pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam small
business loan.
80
10. Pengorganisasian kegiatan pelaksanaan perkreditan Bank Perkreditan Rakyat harus
mengikuti pola pengelompokan seperti butir 6 di atas walaupun dalam skala yang
berbeda.
11. Kecuali atas organisasi internal Bank Perkreditan Rakyat di atas, setiap sektor harus
pula melakukan kegiatan sektorisasi atas nasabah yang telah ada dan yang akan
ditangani. Kegiatan sektorisasi ini dilakukan dengan melalui tahapan–tahapan
sebagai berikut:
a. Penetapan sasaran strategis tiap sektor.
b. Penetapan target pasar.
c. Penetapan kriteria target pasar yang menyangkut profil pelanggan/pasar dan
profil produk.
Langkah sektorisasi setiap sektor ini harus tercermin dalam anggaran dan program
kerja masing-masing sektor/cabang setiap tahun berjalan.
12. Penetapan sasaran strategis adalah penetapan sasaran jangka panjang yang secara
kualitatif hendak dicapai oleh sektor tersebut.
13. Target pasar adalah sektor pasar atau sektor usaha yang telah dan akan dibiayai
untuk periode mendatang. Target pasar ini harus spesifik dan dipertajam dengan
kriteria target pasar yang ketat.
14. Kriteria target pasar adalah batasan–batasan yang ditetapkan untuk menyaring
pelanggan agar tujuan segmentasi, yaitu efisiensi dan optimalisasi, dapat tercapai
dalam arti bahwa Bank benar–benar melayani dan membiayai nasabah–nasabah
yang memang dikehendaki.
81
15. Penentuan target pasar pada hakekatnya merupakan usaha mencapai sasaran yang
akan direalisasi. Oleh karena itu, perumusan dan penetapan target pasar dengan
kriteria tertentu merupakan suatu langkah yang sangat penting sebagai titik tolak
dalam melakukan kegiatan pasarnya. Sehingga konsentrasi serta penanganan
perkreditan maupun operasional benar–benar dapat menunjang terciptanya kondisi
yang sepenuhnya di bawah kontrol.
3.2.2.2 Pendanaan (Funding)
Kebijakan dan peraturan dalam pendanaan, yaitu:
1. Peraturan ini merupakan penjabaran kebijaksanaan BPR dalam hubungannya
dengan pendanaan/funding dalam pelaksanaan perkreditan di lingkungan BPR.
2. Di dalam melaksanakan kegiatan perkreditan, khususnya dalam mempertimbangkan
permohonan kredit baru hendaknya setiap pembina kredit harus senantiasa
mempertimbangkan pula penyediaan dana untuk pembiayaan/pemberian pinjaman
tersebut.
3. Mengingat bahwa penghimpunan dana secara relatif mengandung unsur biaya,
hendaknya setiap staf perkreditan senantiasa menggalakkan low cost fund seperti
tabungan dan sebagainya, sedangkan untuk dana yang relatif mahal, misalnya
deposito atau PYT (pinjaman yang diterima) hendaknya dihimpun dengan
memperhatikan segi profitability.
4. Seperti cara penghimpunan dana tersebut di atas, hendaknya staf perkreditan
memberikan perhatian kepada jenis–jenis fasilitas yang memungkinkan dapat
diperolehnya pembiayaan dari pihak lainnya, seperti KUK dari Bank umum.
82
5. Usaha penghimpunan dana harus dikerahkan secara terus–menerus sehingga dapat
dicapai kualitas sumber dana yang stabil dalam kuantum yang meningkat.
3.2.2.3 Pricing and profitability
Kebijakan dan peraturan dalam pricing and profitability adalah sebagai berikut:
1. Peraturan ini mengatur tentang hal–hal yang berkaitan dengan penetapan pricing
dalam kegiatan Bank Perkreditan Rakyat.
2. Penetapan tingkat bunga didasarkan atas pricing dalam hal ini terdiri dari satu
klasifikasi yaitu interest rates. Selain itu, penetapan tingkat bunga didasarkan atas
tiga faktor, yaitu:
a. Market rates, yaitu tingkat interest rates yang pada umumnya ditawarkan oleh
bank–bank.
b. Structure cost of funds, yaitu actual cost yang ada sesuai dengan structure of
resources BPR.
c. Kebutuhan dana–dana dengan memperhatikan kebijaksanaan manajemen
mengenai konsistensi pertumbuhan aktivitas bank dan pertimbangan
profitability rate.
d. Account profitability rate, yaitu penilaian terhadap hubungan bisnis antara
pelanggan dengan bank atau apakah pelanggan tersebut dapat digolongkan
sebagai prime customers. Dengan demikian penelitian tidak semata–mata dilihat
dari segi bidang treasury, tetapi lebih dititikberatkan kepada penilaian secara
‘total package’.
83
3.2.2.4 Credit committee
Kebijakan dan peraturan dalam credit committee adalah sebagai berikut:
1. Credit committee, yaitu suatu tim yang berwenang untuk mengevaluasi serta
memutuskan suatu rekomendasi fasilitas kredit yang akan diberikan kepada nasabah,
kecuali fasilitas kredit yang pemberian persetujuannya diatur secara tersendiri di
dalam prosedur kredit.
2. Setiap perubahan syarat–syarat fasilitas kredit yang telah disetujui oleh credit
committee sebelumnya, seperti penambahan prinsipal kredit, perpanjangan jangka
waktu, perubahan dan atau penggantian jaminan, dan sebagainya harus mendapat
persetujuan dari credit committee.
3. Direktur Utama dan Direktur secara otomatis merupakan anggota credit committee.
4. Setiap keputusan credit committee harus diambil dalam suatu rapat yang dikoordinir
oleh sekretaris credit committee. Bila perlu sekretaris credit committee dapat
membantu dengan memberikan informasi–informasi yang berguna sebagai bahan
pertimbangan credit committee dalam mengambil keputusan kredit tapi tidak
mempunyai hak suara.
5. Batasan wewenang credit committee atas fasilitas kredit yang dapat disetujui untuk
setiap nasabah dapat diatur sebagai berikut. Contoh :
Pinjaman yang diberikan (PYD), ketentuannya adalah sebagai berikut:
a. Sampai dengan Rp 25 Juta harus disetujui Direktur.
b. Di atas Rp 25 Juta harus disetujui oleh credit committee, Direksi dan salah satu
komisaris yang ditunjuk.
84
6. Anggota credit committee tidak dibenarkan memberikan suatu persetujuannya atas
suatu proposal, dimana anggota tersebut adalah salah satu pengurus atau mempunyai
kepentingan, baik langsung maupun tidak langsung atas orang atau perusahaan yang
mengajukan kredit tersebut.
7. Anggota credit committee yang mengajukan proposal kredit tidak dibenarkan
memberikan hak suara di dalam memutuskan proposal kredit tersebut.
3.2.3 Fasilitas Standar Kredit
Kebijakan ini mengatur tentang jenis–jenis fasilitas standar yang berlaku di
lingkungan BPR. Tujuan peraturan ini adalah agar didapat keseragaman peristilahan
dan pendapat di antara aparat perkreditan maupun bagian–bagian lainnya yang
berhubungan dengan kegiatan perkreditan.
Jenis–jenis fasilitas standar yang berlaku adalah sebagai berikut:
1. Pinjaman rekening tabungan/simpanan.
2. Pinjaman reguler.
3. Pinjaman installment.
3.2.3.1 Pinjaman Rekening Tabungan/Simpanan
Kebijakan dan peraturan dalam Pinjaman rekening tabungan/simpanan adalah:
1. Pinjaman rekening tabungan/simpanan adalah fasilitas yang diberikan dalam rangka
pembiayaan modal kerja yang menyediakan dana kredit secara penuh dalam
rekening nasabah yang bersangkutan dengan menggunakan mekanisme
kwitansi/media penarikan tabungan atau surat perintah bayar lainnya, sampai pada
plafond yang ditetapkan oleh BPR.
85
2. Debt Instrument (bukti hutang) dalam fasilitas ini adalah surat Aksep (Promissory
Note) untuk jumlah keseluruhan.
3. Perhitungan bunga dengan sistem Simple Interest atas jumlah fasilitas yang
digunakan (Baki Debet).
4. Bentuk fasilitas ini hanya dapat digunakan untuk pembiayaan modal kerja dengan
tingkat mutasi rekening yang tinggi.
5. Pengikatan kredit harus secara notariil.
3.2.3.2 Pinjaman Reguler
Kebijakan dan peraturan dalam pinjaman reguler ini adalah:
1. Pinjaman reguler adalah fasilitas yang diberikan dalam rangka pembiayaan modal
kerja, yang plafond kredit (credit line) disediakan secara penuh dengan cara
penarikan secara bertahap ataupun sekaligus dengan menggunakan promissory note
(pronote) sebagai media penarikan dan sekaligus juga merupakan debt instrument
(bukti hutang).
2. Di dalam pengajuan proposal kredit reguler, minimum penarikan per pronote harus
ditentukan jumlahnya. Pembayaran kembali atas pronote tersebut, baik sebelum atau
pada saat jatuh tempo harus sesuai dengan jumlah pronote yang ditarik semula.
Pembayaran kembali sebagian dari jumlah nominal pronote sebelum jatuh tempo
tidak diperkenankan, kecuali atas persetujuan Direksi BPR.
3. Perhitungan bunga pronote didasarkan atas Base Lending Rate (BLR) plus spread.
Dasar BLR yang berlaku adalah pada saat pronote ditarik sampai dengan jatuh
tempo pronote tersebut.
86
4. Pronote yang diserahkan kembali sebelum jangka waktunya, perhitungan bunganya
dihitung minimal satu bulan berjalan.
5. Pengikatan kredit harus dilakukan secara notariil.
3.2.3.3 Pinjaman Installment
Kebijakan dan peraturan pinjaman installment adalah:
1. Peraturan ini mengatur tentang ketentuan–ketentuan yang harus dilaksanakan atas
pinjaman installment.
2. Dana pinjaman disediakan secara penuh dengan cara penarikan sekaligus atau
bertahap, dengan menggunakan surat Aksep untuk jumlah maksimum (keseluruhan)
fasilitas kredit.
3. Jangka waktu pinjaman, cara pelunasan dan besarnya angsuran (pokok dan bunga)
ditentukan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan/dijanjikan sebelumnya, atas
dasar itu bank secara otomatis menurunkan ‘plafond’ fasilitas kredit tersebut secara
bertahap sampai dengan pelunasannya. Dalam hal ini Administrasi Kredit secara
otomatis (pada setiap periode) membukukan pemberian fasilitas kredit ini
berdasarkan jumlah angsuran yang telah diberikan oleh account officer tanpa harus
menanyakan/mendapat instruksi dari account officer yang bersangkutan.
4. Sebagai tanda penerimaan dana pinjaman oleh nasabah digunakan formulir tanda
terima uang oleh nasabah.
5. Untuk jangka waktu pinjaman yang melebihi 1 tahun, fasilitas ini harus di set dalam
periode–periode yang berjangka waktu maksimum 1 tahun.
6. Pengikatan kredit harus secara notariil.
87
3.2.4 Paket Kredit
Kebijakan ini mengatur hal–hal yang berhubungan dengan paket–paket yang
berlaku di BPR. Yang dimaksud dengan paket kredit adalah program perkreditan yang
ditujukan untuk mempercepat proses pelayanan pemberian fasilitas kredit dengan
penyederhanaan prosedur tanpa menambah resiko bank. Paket kredit juga dibuat
sebagai suatu program perkreditan untuk melayani suatu segmen tertentu dan program
marketing lainnya.
Paket kredit dalam BPR Cinere Artha Raya terdiri dari :
1. Profesional loan.
2. Personal loan.
3. Car loan.
3.2.4.1 Profesional Loan
Kebijakan dan peraturan dalam profesional loan adalah sebagai berikut:
1. Profesional loan adalah bentuk fasilitas kredit yang diberikan kepada calon
debitur/nasabah yang mempunyai profesi sebagai berikut:
a. Dokter umum/spesialis
b. Dokter gigi
c. Insiyur
d. Pengacara
e. Notaris
f. Akuntan
2. Kegiatan (profesi) calon debitur harus dapat didukung dengan legalitas usaha yang
sah yang dapat dipertanggungjwabkan kebenarannya.
88
3. Permohonan yang diajukan oleh calon debitur tersebut terlebih dahulu harus
mendapat persetujuan ataupun rekomendasi dari organisasi profesinya.
4. Untuk profesional loan yang bersifat installment berlaku ketentuan–ketentuan umum
dalam peraturan pinjaman installment.
5. Perhitungan bunga dilakukan dengan sistem ‘sliding’ atas sisa fasilitas kredit yang
ada (outstanding) atau flat.
3.2.4.2 Personal Loan
Kebijakan dan peraturan dalam personal loan adalah:
1. Personal loan hanya dapat diberikan kepada calon nasabah perorangan tertentu atas
pertimbangan dari Direksi.
2. Perhitungan bunga dilakukan dengan sistem ‘sliding’ atas sisa kredit yang
outstanding atau flat.
3. Bagi personal loan yang bersifat installment berlaku ketentuan dalam peraturan
pinjaman installment.
3.2.4.3 Car Loan
Kebijakan dan peraturan dalam car loan adalah:
1. Peraturan ini mengatur tata cara pemberian kredit untuk pembelian kendaraan
bermotor serta ketentuan yang harus dikenakan oleh bank, baik kepada calon debitur
maupun kepada dealer yang telah ditunjuk untuk menyalurkan kendaraan bermotor
kepada pembeli yang memperoleh fasilitas kredit untuk itu.
2. Fasilitas ini hanya dapat diberikan kepada calon debitur untuk pembelian kendaraan
bermotor dengan plafond maksimum 70% dari harga beli atau ditentukan lain oleh
Direksi BPR.
89
3. Permohonan kredit hanya dapat dilayani apabila dilakukan dengan cara mengisi
formulir permohonan kendaraan bermotor yang telah disediakan oleh bank yang
dilengkapi dengan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) serta surat referensi yang
medukung data yang dituangkan ke dalam formulir tersebut.
4. Berkas permohonan calon debitur hanya dapat diterima oleh bank setelah terlebih
dahulu mendapat rekomendasi dari dealer dengan cara membubuhkan tanda tangan
pada kolom yang tersedia pada formulir permohonan kredit kendaraan bermotor
yang dilengkapi dengan:
a. Copy faktur/invoice dari dealer.
b. Kwitansi kosong rangkap tiga ditandatangani oleh pembeli.
c. Surat pernyataan kesanggupan dealer untuk mengurus dan menyerahkan BPKB
kepada bank.
d. Foto copy bukti setoran down payment oleh pembeli.
5. Jaminan atas fasilitas ini sekurang–kurangnya adalah kendaraan yang dibeli.
6. Persetujuan kredit kendaraan bermotor sama dengan fasilitas kredit lainnya.
7. Pengikatan jaminan atas fasilitas kredit ini, baik yang berupa kendaraan yang dibeli
maupun jaminan tambahan lainnya harus dilakukan secara notariil.
Perhitungan bunga dilakukan dengan sistem add-on/sliding/flat dengan
angsuran bulanan dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. Dalam hal ini, jika
debitur menyelesaikan pinjamannya dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan, maka
bunga tetap dihitung untuk perhitungan tiga bulan (minimum interest).
90
3.3 Gambaran Sistem Informasi Akuntansi Pemberian Kredit yang berjalan
Pada Gambar 3.3 berikut dapat dilihat tentang sistem informasi akuntansi
pemberian kredit yang berjalan dalam BPR Cinere Artha Raya.
Gambar 3.3 Rich Picture Sistem Informasi Akuntansi Pemberian Kredit berjalan
BPR Cinere Artha Raya
91
Berikut merupakan gambaran dari Gambar 3.3 tersebut mengenai sistem
informasi akuntansi BPR Cinere Artha Raya yang sedang berjalan saat ini. Di awal
tahap prosedur pemberian kredit, nasabah akan mengajukan proposal permohonan
kredit kepada pihak BPR Cinere Artha Raya. Proposal permohonan kredit tersebut
diterima oleh staf bagian marketing, kemudian permohonan kredit tersebut diserahkan
kepada bagian kredit untuk dilakukan pencatatan.
Setelah menerima permohonan kredit dari bagian marketing, Kemudian staf
bagian kredit melakukan registrasi atas permohonan kredit tersebut dalam file
‘permohonan kredit’ dengan pemberian nomor urut serta tanggal penerimaan proposal
permohonan kredit ke dalam file tersebut. Selanjutnya staf kredit menyerahkan berkas
permohonan kredit yang sudah teregistrasi kepada kepala bagian kredit untuk dilakukan
analisis kredit. Analisis terhadap setiap permohonan kredit yang diterima akan
dilakukan oleh tim analis kredit BPR Cinere Artha Raya. Analisis pada tiap
permohonan kredit yang diterima akan dilakukan oleh tim analis kredit. Analisis
tersebut dilakukan dengan tujuan agar pihak BPR Cinere Artha Raya dapat memperoleh
informasi mengenai status nasabah dan kelayakan atas permohonan kreditnya tersebut.
Analisis tersebut dilakukan untuk meneliti tingkat kelayakan permohonan kredit
terhadap standar kriteria sebagaimana yang telah digariskan oleh Direksi BPR Cinere
Artha Raya dalam kebijakan umum perkreditan. Jika memenuhi persyaratan setelah
dilakukan analisis terhadap permohonan kredit tersebut, maka kepala bagian kredit akan
menunjuk pembina kredit yang akan menangani kredit tersebut. Namun jika
permohonan kredit yang dianalisis tidak memenuhi standar kriteria tetapi terdapat hal-
hal lain yang perlu dipertimbangkan, maka akan ditunjuk pembina kredit untuk
92
membuat preeliminary review yang akan dilaporkan kepada anggota credit committee
untuk memperoleh tanggapan ataupun persetujuan kredit untuk diproses kemudian.
Selanjutnya jika permohonan kredit yang dianalisis tersebut sama sekali tidak
memenuhi persyaratan, staf kredit akan membuat surat penolakan permohonan kredit
sesuai dengan tata cara yang telah diatur dalam prosedur perkreditan.
Dalam melakukan analisisnya, pembina kredit yang ditunjuk untuk menangani
kredit harus mendapatkan data lengkap mengenai pemohon kredit sesuai dengan standar
data yang dipersyaratkan dalam formulir ‘surat permohonan kredit’ baik secara
langsung maupun pihak lain. Permintaan kelengkapan data dari nasabah harus
dilakukan secara tertulis melalui surat sebagaimana yang telah diatur dalam
korespondensi perkreditan. Kemudian menyerahkan data yuridis kepada bagian legal
officer sesuai dengan standar data yang diperlukan untuk penyusunan analisis yuridis,
dengan menggunakan formulir ‘permintaan analisis yuridis’. Setelah itu dilakukan
taksasi jaminan, bank checking, trade checking kepada credit investigator dengan
menggunakan formulir ‘permintaan informasi nasabah’. Berikutnya adalah membuat
analisis kredit atas permohonan kredit tersebut dan hasilnya dituangkan dalam credit
memorandum. Lalu yang terakhir, berkas credit memorandum dan berkas penunjang
lainnya diserahkan kepada bagian manajemen kredit selaku sekretaris credit committee.
Aktivitas yang dilakukan oleh manajemen kredit setelah menerima credit
memorandum adalah menentukan waktu penyidangan terhadap proposal permohonan
kredit yang mengajukan lebih dari Rp. 25.000.000,00 , sedangkan credit memorandum
yang nilai proposal permohonan kreditnya kurang dari Rp. 25.000.000,00 maka akan
langsung diserahkan kepada direktur untuk pemberian persetujuan permohonan kredit.
93
Untuk credit memorandum yang permohonan kreditnya diatas Rp.
25.000.000,00 selanjutnya bagian manajemen kredit akan memberitahukan tanggal
sidang kepada credit committee dengan menggunakan formulir ‘undangan rapat credit
committee’ dengan dilampiri copy dari credit memorandum agar dapat dipelajari
terlebih dulu oleh anggota credit committee. Pada saat yang telah ditentukan, staf
manajemen kredit selaku sekretaris credit committee akan membuka sidang atas
permohonan kredit tersebut. Pada kesempatan pertama akan diberikan kepada pembina
kredit untuk menambahkan hal-hal yang tidak atau belum dilampirkan dalam berkas
credit memorandum dan gambaran latar belakang lainnya yang dinilai perlu untuk
mendukung proposal permohonan kredit tersebut. Kemudian anggota credit committee
membahas permohonan kredit tersebut. Setiap komentar dan persyaratan yang
dikemukakan tiap anggota credit committee akan dicatat dan dibuat risalahnya oleh
sekretaris credit committee pada formulir ‘risalah sidang credit committee’. Selanjutnya
pada akhir sidang, credit committee memberikan putusan atas permohonan kredit
tersebut. Setelah keputusan credit committee diberikan kepada setiap permohonan
kredit, pembina kredit akan mempersiapkan surat penandatangan perjanjian kredit untuk
proposal permohonan kredit yang diterima, dan mempersiapkan surat penolakan kredit
kepada calon debitur yang permohonan kreditnya tidak disetujui. Kemudian staf
manajemen kredit akan melakukan pencatatan atas berkas yang diterima dari pembina
kredit dalam ‘register permohonan kredit’. Setelah dilakukan pencatatan maka berkas
tersebut akan dikirimkan kepada calon nasabah yang permohonan kreditnya tidak
disetujui. Di lain sisi, untuk proposal permohonan kredit yang disetujui, credit
committee meminta pada pembina kredit untuk melengkapi proposal permohonan kredit
94
dengan data yang diperlukan. Untuk proposal permohonan kredit yang datanya telah
dilengkapi oleh pembina kredit, maka credit committee akan menyetujui sepenuhnya
dengan menandatangani credit memorandum permohonan kredit tersebut.
Pada proses berikutnya, pembina kredit membuat surat perjanjian kredit dan
otorisasi dilakukan oleh bagian manajemen kredit, yang selanjutnya surat perjanjian
tersebut dicatat dalam ‘register permohonan kredit’. Setelah pencatatan surat perjanjian
kredit dilakukan, maka setiap nasabah akan dikirimkan surat perjanjian tersebut dalam 2
rangkap, yaitu rangkap pertama berupa surat asli yang dimiliki oleh pihak BPR Cinere
Artha Raya dan rangkap kedua berupa surat copy yang diberikan kepada nasabah,
dimana masing-masing surat telah ditandatangani di atas materai oleh bagian
manajemen kredit dengan nasabah. Surat perjanjian kredit asli yang dimiliki oleh bank
akan diberikan kepada bagian administrasi dari bagian manajemen kredit untuk
disimpan sebagai master file.
3.4 Analisis kelemahan dan rekomendasi atas sistem yang sedang berjalan
Setelah dilakukan evaluasi atas sistem informasi akuntansi pemberian kredit
yang berjalan pada BPR Cinere Artha Raya, diperoleh temuan sebagai berikut:
1. Analisis kredit tidak dilakukan berdasarkan 5 C (character, capacity, capital,
collateral, condition) dan 3 R (return, repayment, risk) secara lengkap.
Staf analis kredit tidak melakukan analisis pemberian kredit berdasarkan 5 C
dan 3 R secara lengkap terhadap proposal kredit, seperti aspek collateral dan capital.
Kedua aspek terakhir tersebut, biasanya diberikan exception oleh pihak bank karena
ketidakmampuan nasabah atau terhadap tujuan dari proposal kredit yang diajukan
oleh nasabah, seperti kredit konsumtif.
95
Seharusnya, pejabat bagian kredit dalam memberikan persetujuan pemberian
kredit harus terlebih dahulu melakukan penilaian 5 C dan 3 R secara lengkap dari
nasabah.
Mengingat kegiatan pemberian kredit dalam sektor usaha mikro seperti ini
telah lama dilaksanakan serta perusahaan menganggap bahwa hal tersebut dirasakan
tidak mengganggu kegiatan operasional perusahaan, maka perusahaan merasa tidak
perlu untuk melakukan analisis pemberian kredit 5 C dan 3 R secara lengkap.
Akibatnya:
a. BPR mengalami kesulitan berkaitan dengan penagihan terhadap piutang yang
bermasalah. Saat ini diperkirakan NPL(non performing loan) yang ditanggun g
oleh bank sebesar 8-10%, sementara target indikatif yang diperkenankan Bank
Indonesia sebesar 5%.
b. Jika NPL terus meningkat, maka BPR akan dapat mengalami masalah besar
dengan kredit macetnya yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penutupan
BPR.
c. Memberikan peluang yang memungkinkan terjadinya kerjasama antara nasabah
dengan bagian kredit dengan menyetujui kredit untuk nasabah yang sebenarnya
tidak memenuhi syarat.
Atas masalah tersebut disarankan agar:
a. BPR dalam melakukan analisis pemberian kredit sebaiknya menerapkan aspek
5 C dan 3 R secara lengkap dan benar, agar dapat diperoleh penilaian yang tepat
dan objektif terhadap setiap nasabah yang mengajukan proposal kredit sehingga
mengurangi resiko kredit.
96
b. Pemberian kredit untuk nasabah lama sebaiknya mempertimbangkan catatan
piutang dari bagian administrasi/kredit. Catatan piutang yang dimaksud harus
memuat informasi secara lengkap mengenai sejarah kredit nasabah atas tanggun g
jawabnya dalam melunasi kewajiban–kewajibannya.
c. Selanjutnya pemberian kredit untuk nasabah baru, sebaiknya bank
mempertimbangkan kredibilitas calon nasabah tersebut dengan memperoleh
informasi yang dikumpulkan oleh bagian marketing maupun pihak luar,
mengenai jenis dan kelayakan usaha yang dijalankan, serta hubungan baik antara
nasabah dengan lingkungan eksternal.
2. Dalam sistem informasi yang digunakan saat ini, informasi pemberian kredit
yang dihasilkan kurang up-to-date.
Saat ini BPR Cinere Artha Raya mengalami kendala dalam menghasilkan
informasi pemberian kredit yang up-to-date dan reliable, contohnya informasi
pemberian kredit hanya dikeluarkan setiap sebulan sekali. Dimana pemberian kredit
terjadi setiap hari dan hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas pemberian kredit
terhadap nasabah.
Seharusnya informasi pemberian kredit yang dihasilkan oleh BPR Cinere
Artha Raya reliable dan up-to-date agar dapat menjamin kualitas kredit yang
diberikan kepada nasabah.
Kendala tersebut muncul disebabkan:
a. Sistem informasi akuntansi yang berjalan saat ini, khususnya pemberian kredit,
kurang memadai dalam mendukung efektivitas kinerja BPR karena tidak dapat
97
memenuhi tuntutan kebutuhan pemberian kredit secara cepat dan tepat kepada
nasabah.
b. Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki BPR Cinere Artha Raya baik
secara kuantitas dan kualitas sehingga tidak dapat meng-update sistem informasi
yang berjalan.
Akibatnya:
a. Efektivitas kerja BPR Cinere Artha Raya terhambat dikarenakan informasi
pemberian kredit yang dihasilkan kurang dapat diandalkan.
b. Saat ini BPR mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan kebutuhan akan
kecepatan dan ketepatan dalam pemberian kredit terhadap nasabah.
Untuk mengatasi kendala tersebut, disarankan agar:
a. Sistem informasi akuntansi yang berjalan, khususnya dalam pemberian kredit,
dapat diperbarui sesuai dengan kebutuhan BPR Cinere Artha Raya saat ini,
sehingga menghasilkan informasi yang reliable dan up-to-date.
b. Mengikutsertakan staf yang ada dalam pelatihan yang diadakan oleh Bank
Indonesia dan pelatihan yang diadakan oleh lembaga-lembaga lain yang
berkompeten dalam sistem informasi perbankan.
c. Sebaiknya BPR Cinere Artha Raya mengganti sistem informasi akuntansi
pemberian kredit saat ini dengan sistem informasi akuntansi pemberian kredit
yang dapat memberikan kemudahan kepada para staf dalam mengoperasikan
program tersebut.
98
3. BPR Cinere Artha Raya tidak melakukan back-up terhadap informasi
pemberian kredit yang ada.
Dari hasil evaluasi yang dilakukan, ditemukan bahwa BPR Cinere Artha
Raya tidak melakukan back-up terhadap informasi pemberian kredit yang berjalan.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas informasi pemberian kredit yang
dihasilkan oleh sistem informasi yang berjalan saat ini.
Seharusnya, secara periodik BPR Cinere Artha Raya melakukan back-up
terhadap setiap informasi pemberian kredit yang berjalan secara teratur dan benar
agar kualitas dari informasi pemberian kredit yang dihasilkan oleh sistem informasi
akuntansi yang berjalan dapat diandalkan.
Timbulnya masalah tersebut dikarenakan sistem informasi akuntansi
terhadap pemberian kredit yang berjalan saat ini tidak mampu untuk melakukan
back-up terhadap informasi pemberian kredit yang dihasilkan.
Sehingga masalah tersebut mengakibatkan:
a. Terhambatnya efektivitas dan produktivitas kinerja BPR Cinere Artha Raya.
b. Staf mengalami kesulitan dalam melakukan pengendalian dan perubahan
terhadap data nasabah kredit, sehingga mempengaruhi kualitas dan kecepatan
penyajian informasi pemberian kredit.
Untuk menghadapi masalah tersebut, rekomendasi yang diberikan sebagai
berikut:
a. Sistem informasi akuntansi yang berjalan, khususnya dalam pemberian kredit,
dapat diperbarui sesuai dengan kebutuhan BPR saat ini, sehingga back-up
99
terhadap informasi pemberian kredit yang berjalan dapat dilakukan secara teratur
dan benar.
b. Mengikutsertakan staf yang ada dalam pelatihan yang diadakan oleh Bank
Indonesia dan pelatihan yang diadakan oleh lembaga-lembaga lain yang
berkompeten dalam sistem informasi perbankan.
3.5 Analisis kebutuhan terhadap sistem informasi akuntansi pemberian kredit
BPR Cinere Artha Raya
Tabel 3.1 Berikut merupakan analisis kebutuhan sistem informasi akuntansi
pemberian kredit pada BPR Cinere Artha Raya:
Tabel 3.1 Analisis kebutuhan sistem informasi akuntansi pemberian kredit BPR Cinere Artha Raya
Sasaran Masalah Solusi Kebutuhan Informasi
Meminimalkan tingkat resiko kredit yang ditanggung oleh BPR Cinere Artha Raya.
Meningkatnya resiko kredit yang ditanggung perusahaan.
Analisis kredit harus dilakukan secara lengkap berdasarkan 5 C dan 3 R dengan baik dan benar.
-Informasi debitur. -Laporan hasil analisis kelayakan permohonan kredit.
Memberdayakan UMKM melalui pemberian kredit yang berkualitas dan dapat dilakukan secara benar dan akurat.
Menurunnya kualitas dan kuantitas pemberian kredit yang diberikan terhadap nasabah.
Merancang sistem informasi akuntansi pemberian kredit baru yang mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dalam pemberian kredit kepada nasabah.
-Informasi debitur. -Informasi mengenai pemberian kredit berjalan.
-Laporan hasil analisis kelayakan permohonan kredit.
Pemberian kredit yang tepat guna dan sasaran sesuai visi dan misi BPR Cinere Artha Raya.
Meningkatnya biaya operasional dan menurunnya keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Merancang sistem informasi akuntansi pemberian kredit baru yang mampu menghasilkan informasi pemberian kredit yang up-to-date dan reliable.
-Informasi debitur. -Informasi mengenai pemberian kredit berjalan.
-Laporan hasil analisis kelayakan permohonan kredit.