bab 4 (16-29)

23
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Manajemen Pembenihan Clown Fish a. Media Pemeliharaan Induk Pemeliharaan induk, pemijahan, dan pengeraman telur clown fish dipelihara dalam wadah akuarium berukuran 50 x 50 x 40 cm 3 , berkapasitas 100 liter. Akuarium dilengkapi dengan perangkat aerasi yang berasal dari blower. Sistem resirkulasi air terdapat inlet dan outlet, pada akuarium juga diberi substrat berupa cobek yang digunakan untuk menempelnya telur. b. Seleksi Induk Induk clown fish yang dibudidayakan di BBPBL Lampung berasal dari pemijahan di balai tersebut. Jumlah indukan clown fish yang dipelihara di laboratorium basah sebanyak 10 pasang dalam akuarium berkapasitas 100 liter, setiap akuarium digunakan untuk memelihara sepasang indukan. Seleksi induk pada proses pembenihan clown fish merupakan

Upload: achmad-siddiq-bayusetiaji

Post on 08-Nov-2015

14 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil4.1.1. Manajemen Pembenihan Clown Fisha. Media Pemeliharaan IndukPemeliharaan induk, pemijahan, dan pengeraman telur clown fish dipelihara dalam wadah akuarium berukuran 50 x 50 x 40 cm3, berkapasitas 100 liter. Akuarium dilengkapi dengan perangkat aerasi yang berasal dari blower. Sistem resirkulasi air terdapat inlet dan outlet, pada akuarium juga diberi substrat berupa cobek yang digunakan untuk menempelnya telur. b.Seleksi IndukInduk clown fish yang dibudidayakan di BBPBL Lampung berasal dari pemijahan di balai tersebut. Jumlah indukan clown fish yang dipelihara di laboratorium basah sebanyak 10 pasang dalam akuarium berkapasitas 100 liter, setiap akuarium digunakan untuk memelihara sepasang indukan. Seleksi induk pada proses pembenihan clown fish merupakan tahapan perjodohan pada calon induk yang telah berumur 6-12 bulan. Clown fish yang telah merasa cocok dengan pasangannya akan berenang secara beriringan. Induk yang telah berpasangan kemudian diangkat dan dimasukkan kedalam akuarium pemijahan.c.Pemberian PakanFeeding frequency induk clown fish yaitu 2 kali dalam sehari. Pemberian pakan pertama pada pukul 08.00 sampai dengan 11.00 dan pemberian pakan kedua diberikan pada kisaran pukul 14.00 sampai dengan 15.30. Pemberian pakan dilakukan secara adlibitum. Selama pemeliharaan induk Amphiprion ocellaris diberikan pakan pellet, udang rebon, dan cacing darah. Pakan formula lebih dahulu diberikan kemudian dilanjutkan dengan memberikan udang rebon atau cacing darah, sedangkan untuk pakan larva, pakan yang diberikan sesuai dengan bukaan mulut larva.Jadwal pemberian pakan untuk larva clown fish disajikan dalam tabel dibawah ini :Tabel 3. Manajemen Pemberian Pakan pada Larva Amphiprion ocellaris Jenis PakanUmur Larva (hari)

1234567891011121314151617181920

Fitoplankton

Rotifera

Artemia

Pellet

4.1.2.Variabel Reproduksi, Pertumbuhan, dan SR Clown Fisha.Pertumbuhan Larva Clown FishPertumbuhan larva clown fish disajikan pada tabel dibawah ini :Tabel 4. Pertumbuhan Larva Amphiprion ocellarisUmur Larva (hari)Panjang (mm)

13

54

106

158

2010

b.Deskripsi Warna Larva Clown FishDeskripsi Warna larva clown fish disajikan pada tabel dibawah ini :Tabel 5. Performa Larva Clown Fish (Amphiprion ocellaris)PengamatanUmur (hari)Performa

10Hitam transparan

25Hitam pekat

310Warna orange dan sudah terdapat garis putih di bagian kepala

415Warna orange dan sudah terdapat garis putih kedua di bagian tengah badan

520Warna orange dan sudah terdapat garis putih ketiga di pangkal ekor, namun ekor masih berwarna transparan

c.Kualitas AirKualitas air pada media pemeliharaan clown fish disajikan pada tabel dibawah ini :Tabel 6. Perbadingan Kualitas Air Selama Pemeliharaan Larva Clown Fish dengan Nilai JuknisNoParameterKisaran NilaiKisaran Nilai Juknis Budidaya Laut *)

1.Salinitas (ppt)32-3330-34

2.Suhu (oC)26,2-27,326,5-29,5

3.DO (ppm)4,2-5,324,0-5,0

4.pH 7,98-8,47,6-8,5

5.NO2 (mg/l)0,06-0,07< 0,05

6.NH3 (mg/l)0,125-0,21< 0,3

*) Sumber : Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004

4.2. Pembahasan4.2.1. Manajemen Pembenihan Clown Fisha.Media Pemeliharaan IndukMedia pemeliharaan induk clown fish di BBPBL Lampung ini dilakukan di dalam wadah akuarium berukuran 50 x 50 x 40 cm3, berkapasitas 100 liter. Akuarium dilengkapi dengan perangkat aerasi yang berasal dari blower. Sistem resirkulasi air terdapat inlet dan outlet, pada akuarium juga diberi substrat berupa cobek yang digunakan untuk menempelnya telur. Menurut Ari et al. (2009), induk clown fish yang produktif maupun pemula agar cepat memijah maka perlu adanya penambahan anemon (Hiteractis sp.) sebagai tempat perlindungan, dan substrat yang terbuat dari genteng sebagai tempat melekatkan telurnya.Kualitas air yang baik berperan dalam pemeliharaan induk Amphiprion ocellaris yang akan produksi agar terhindar dari hama dan penyakit ikan. Air yang digunakan adalah air laut yang disedot 300 m dari bibir pantai dan ditampung dalam tandon yang sebelumnya telah di filter. Tujuan dari filtering air yaitu sebagai antisipasi untuk mengurangi sedimentasi dengan filter yang terdiri dari karbon aktif, kain kasa, dan batu-batuan. Induk Amphiprion ocellaris dipelihara dengan menggunakan sistem air mengalir agar kualitas air tetap terjaga. Penyiponan kotoran dan sisa pakan dilakukan 2 kali dalam sehari, setelah itu air diganti baru dengan cara membuka saluran outlet. Menurut Setiawati dan Daniar (2007), para penggemar ikan hias di akuarium biasanya menggunakan karang mati maupun karang jae sebagai bahan penyaringan air laut atau sebagai filter pada media pemeliharaan. Pemeliharaan ikan dengan sistem air mengalir dan resirkulasi dapat menunjang kehidupan Clownfish hingga 63% daripada sistem semi statis. b.Seleksi IndukInduk clown fish yang dibudidayakan di BBPBL Lampung berasal dari pemijahan di balai tersebut. Jumlah indukan clown fish yang dipelihara di laboratorium basah sebanyak 10 pasang dalam akuarium berkapasitas 100 liter, setiap akuarium digunakan untuk memelihara sepasang indukan. Seleksi induk pada proses pembenihan clown fish merupakan tahapan perjodohan pada calon induk yang telah berumur 6-12 bulan. Clown fish yang telah merasa cocok dengan pasangannya akan berenang secara beriringan. Induk yang telah berpasangan kemudian diangkat dan dimasukkan kedalam akuarium pemijahan. Menurut Ari et al. (2009), perjodohan dilakukan pada akuarium kaca dengan satu tanaman Heteractis sp. dengan kepadatan 5 ekor dalam 100 liter air. Calon induk yang digunakan dalam kondisi sehat, tidak cacat, performa bagus, dan ukuran memenuhi standar yaitu 4-6 cm (Ari et al, 2009).Induk jantan dan betina dapat dibedakan dari ukuran tubuhnya. Induk betina lebih besar dibandingkan dengan induk jantan. Kisaran panjang induk betina yang ada di BBPBL Lampung ini antara 6.5-8.0 cm, sedangkan kisaran panjang induk jantan 4.5-5.5 cm. Menurut Setiawati et al. (2012), ciri-ciri induk betina yang akan memijah yaitu perutnya membesar, lubang urogenitalnya menonjol berwarna merah, yang kemudian berubah menjadi putih, dan induk jantan agresif mengejar induk betina. Kisaran panjang betina 6.6-8.5 cm dan untuk induk jantan kisaran panjangnya 4.8-5.4 cm.c.Pemberian PakanFeeding frequency induk clown fish yaitu 2 kali dalam sehari. Pemberian pakan pertama pada pukul 08.00 sampai dengan 11.00 dan pemberian pakan kedua diberikan pada kisaran pukul 14.00 sampai dengan 15.30. Feeding frequency di BBPBL Lampung ini termasuk dalam kategori baik. Menurut Kusumawati dan Setiawati (2010), Pemberian pakan sebaiknya dilakukan secara adlibitum, dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari agar kebutuhan nutrisi ikan tercukupi. Selama pemeliharaan induk Amphiprion ocellaris diberikan pakan pellet, udang rebon, dan cacing darah. Pakan formula lebih dahulu diberikan kemudian dilanjutkan dengan memberikan udang rebon atau cacing darah. Menurut Kusumawati dan Setiawati (2010), pemberian pakan pada clown fish dapat divariasikan dengan pakan tambahan yang berupa udang. Pengayaan pellet dengan HUFA (High Unsaturated Fatty Acid) memberikan pengaruh yang baik dalam hal daya tetas dan sintasan pada induk clown fish.Pakan formula yang diberikan adalah bentuk pellet dengan cara dibasahkan terlebih dahulu agar pakan tenggelam. Pakan alami yang diberikan untuk larva adalah Rotifer, Artemia, dan Diaphanosoma, sedangkan pakan alami yang diberikan untuk benih adalah Artemia, Diaphanosoma, cacing darah, dan jentik nyamuk. Menurut Chumaidi dan Priyadi (2009), pakan alami mengandung asam amino bebas yang dibutuhkan larva untuk pertumbuhan. Sumber energi utama bagi ikan laut untuk pertumbuhan larva juga berasal dari pakan alami.d.PemijahanPemijahan clown fish dilakukan secara alami tanpa adanya perlakuan khusus atau pemberian hormon matang gonad. Sehari sebelum memijah, induk terlihat membersihkan sarangnya. Pemijahan dilakukan dengan induk jantan terlihat merangsang induk betina untuk mengeluarkan telur dengan cara meliukkan badannya seperti melakukan tarian pemijahan dan saling berkejaran. Kedua induk akan lebih aktif melakukan pembersihan cawan untuk tempat meletakkan telur. Induk betina yang akan memijah dapat dilihat dari perutnya yang membuncit sedangkan induk jantan agresif mengejar induk betina. Pemijahan ikan nemo terjadi secara eksternal yaitu induk betina akan menempelkan telurnya pada substrat genteng lalu induk jantan akan mengikuti dari belakang dan menyemprotkan spermanya. Induk betina akan menggetarkan tubuhnya sambil menggoyangkan siripnya dan menempelkan perutnya ke substrat genteng saat akan mengeluarkan telurnya. Telur tersebut melekat pada substrat dan telur yang dibuahi ditata dengan rapi sehingga akan tersusun berbentuk lingkaran. Menurut Ari dkk. (2009), pemijahan Amphiprion ocellaris terjadi pada siang hari sekitar pukul 12.0014.30, induk betina akan meletakkan telurnya secara bertahap disekitar tanaman anemon, selanjutnya induk jantan akan berenang mengikuti induk betina, sambil melakukan pembuahan. Selama proses pemijahan yang berlangsung sekitar 2 jam tersebut, dianjurkan tidak melakukan aktivitas apapun didalam akuarium dan sekitarnya. Pemijahan induk Amphiprion ocellaris terjadi sepanjang tahun dalam satu bulan terjadi 3 kali pemijahan. Jumlah telur yang dihasilkan pada pemijahan minggu pertama yaitu 572 butir, sedangkan jumlah telur yang menetas sekitar 565 butir, sehingga diperoleh HR sebesar 98.7%. Nilai HR di BBPBL Lampung ini termasuk dalam kategori baik, hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni dan Jatmiko (2009), jumlah telur yang dihasilkan Amphiprion ocellaris berkisar 100-600 butir/siklus pemijahan dan hamparan telur yang baru dibuahi hari pertama sampai hari kedua berwarna putih, pada hari ketiga mulai kehitaman, dan pada hari ketujuh terlihat ada titik melatik pada ujung telur, itu adalah bintik mata, sedangkan produksi larva yang dihasilkan berkisar 300-500 ekor/siklus pemijahan.e.Penetasan TelurPenetasan telur clown fish di BBPBL Lampung dilakukan dalam akuarium pemijahan bersama dengan induk. Induk menyembulkan mulutnya dan mengibaskan siripnya ke arah telur selama perawatan. Menurut Wahyuni dan Jatmiko (2009), clown fish bersifat parental care yaitu merawat telurnya hingga menetas. Masa perawatan telur selama 7-8 hari yang dilakukan oleh kedua induk. Telur menetas kurang lebih selama 1 hari setelah masa pengeraman, dengan suhu media berkisar 26.5-28oC. Telur akan menetas pada malam hari sekitar pukul 21.00 hingga pagi hari sekitar pukul 08.00.Hasil selama praktek kerja lapangan yang telah dilakukan, jumlah telur yang dihasilkan oleh sepasang induk dengan kode akuarium IOC1 (F1) sebanyak 572 butir, namun dari 572 butir tersebut yang menetas 565 ekor sehingga nilai HR 98%. Nilai ini terbilang tinggi, karena menurut Setiawati dan Daniar (2007), Daya tetas atau hatching rate dari telur clown fish berkisar antara 78.49%-98.9%. Hal ini diduga karena dalam wadah pemeliharaan ditunjang oleh kualitas air yang sesuai dengan kisaran untuk pemijahan clown fish, selain itu pemberian pakan yang mengandung nutrisi yang dapat mencukupi kebutuhan nutrisi induk.f.Pemeliharaan Larva(1) Persiapan wadah pemeliharaan larvaSebelum larva diletakkan ke dalam bak pemeliharaan, perlu dilakukan persiapan wadah. Kegiatan persiapan wadah meliputi pencucian bak, pembilasan, pemberian kaporit, pengeringan, dan pengisian air. Proses pembersihan bak dilakukan dengan cara mengelap dinding dan dasar bak dengan tujuan membersihkan lumut dan kotoran yang menempel bak fiber tersebut. Setelah proses pencucian dilanjutkan pembilasan dengan air laut. Kemudian dilanjutkan dengan proses sterilisasi wadah dengan menggunakan kaporit yang dilarutkan dalam air dengan dosis 5-10 Mg/L kemudian disiramkan pada bagian dinding dan dasar bak. Setelah diberikan kaporit maka didiamkan selama 1 hari kemudian dibilas kembali dengan air tawar hingga bersih.

(2) Pemanenan larvaSetelah telur menetas secepat mungkin dilakukan pemanenan larva dengan menggunakan metode sipon. Cara pemanenannya dengan mengisi air sebanyak dari volume ember, selang sipon yang digunakan berdiameter inchi dengan panjang 2 meter yang diikat pada kayu untuk memudahkan penyiponan. Larva dimasukkan ke dalam ember melalui selang sipon dan dihitung jumlahnya. Larva ditebar ke dalam bak fiber yang telah disiapkan lengkap dengan aerasi. Sebelum larva ditebar dilakukan aklimatisasi, hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya stres pada larva yang dapat menyebabkan kematian. Menurut Dhea (2010), apabila terdapat sisa telur yang belum menetas saat pemanenan larva maka sisa telur tersebut akan dimakan oleh induk jantan, hal ini karena induk stres pada saat dilakukan pemanenan larva berlangsung.(3) Pemberian pakanPakan yang diberikan pada larva cukup bervariasi tergantung umur dan disesuaikan dengan bukaan mulutnya. Jenis pakan yang diberikan adalah pakan hidup dan pakan buatan. Pakan hidup berupa rotifera, artemia, dan nannocloropsis. Pakan hidup tersebut ditunjang dengan pemberian fitoplankton sebagai pakan rotifer, sebagai stabilisator kualitas air dan mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke dalam bak larva karena larva ikan nemo akan mudah stress pada suasana yang terlalu terang. Menurut Rohaniawan (2007), pakan yang baik mempunyai kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ikan.Hari pertama menetas (D1) larva langsung diberi paka rotifer sampai D14, selain itu juga diberi pakan fitoplankton yang berfungsi sebagai makanan bagi rotifer yang tidak termakan oleh larva dan sebagai grend water system sehingga air tampak biru sebagaimana suasana aslinya di alam. Menurut Chumaidi dan Priyadi (2009), pakan alami atau pakan hidup yang diperkaya dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan larva. Larva yang baru menetas memiliki cadangan telur dan butiran minyak yang akan terserap habis pada umur 2 hari.Larva pada usia D8 sudah diajarkan untuk mengkonsumsi artemia dan pellet jenis love larva nomor 2 serta pada hari ke-15 larva sudah diberikan pakan artemia dan pellet secara total, sehingga rotifer dan fitoplankton tidak lagi diberikan. Menurut Rohaniawan (2007), pemberian pakan disesuaikan dengan perkembangan organ dan fisiologi tubuh larva, bukaan mulut, dan kecernaan larva.(4) Perkembangan larvaTelur yang dipijahkan akan menetas setelah diinkubasi selama 7-8 hari dengan rata-rata panjang awal larva 0.3 cm. Awal penetasan larva Amphiprion ocellaris akan berwarna putih kehitaman, berbeda dengan Amphiprion percula yang berwarna orange muda. Perkembangan warna dimulai dari usia 10-12 hari dengan terlihatnya motif garis putih pertama yang muncul pada bagian kepala. Motif garis putih kedua akan muncul di bagian badan pada usia 15-17 hari. Motif garis putih ketiga akan muncul dibagian pangkal ekor pada umur 20 hari. Menurut Ari et al. (2007), setelah berusia lebih dari 70 hari clown fish akan terlihat sempurna dengan warna orange dan dihiasi 3 garis putih yang melingkar dibagian kepala, badan, dan ekornya, namun sirip dan ekor masih terlihat transparan. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa larva terus bertambah panjang seiring dengan bertambahnya umur pemeliharaan, dapat dilihat bahwa selama selang waktu 5 hari larva clown fish bertambah panjang sebesar 2 mm. Perkembangan panjang larva ini termasuk dalam kategori sangat baik, karena menurut Kusumawati dan Setiawati (2010), laju pertumbuhan panjang clown fish relatif lambat yaitu hanya sekitar 1.6%/hari.g.Grading dan PemanenanGrading yang dilakukan selama pemeliharaan Amphiprion ocellaris meliputi grading warna, grading ukuran, grading jenis, dan grading penyakit. Grading warna dilakukan untuk mendapatkan ikan yang memiliki corak warna menarik untuk dijual atau calon induk. Grading ukuran dilakukan untuk mendapatkan ukuran yang seragam. Grading jenis dilakukan apabila bak pemeliharaan dicampur dengan spesies lain dan pada umur 20 hari telah tampak perbedaan dari tiap spesiesnya, sedangkan grading penyakit dilakukan untuk memisahkan ikan yang terserang penyakit dengan ikan yang sehat, hal ini dilakukan untuk menghindari penularan penyakit yang beresiko kematian ikan secara masal. Menurut Panjaitan (2004), grading adalah suatu kegiatan dalam budidaya ikan dalam hal pemilahan yang sesuai dengan karakterisasi tiap individu agar seragam.

4.2.2.Analisis Kegiatan Pembenihan Clown Fish di BBPBL Lampunga.FekunditasHasil selama praktek kerja lapangan yang telah dilakukan, jumlah telur yang dihasilkan oleh sepasang induk dengan kode akuarium IOC1 (F1) sebanyak 572 butir. Jumlah diatas termasuk dalam kategori baik, hal ini diduga karena kualitas indukan yang baik dan pengaruh dari nutrisi deposit yang cukup, sehingga menghasilkan telur dengan kualitas dan kuantitas yang baik pula. Menurut Wahyuni dan Jatmiko (2009), jumlah telur yang dihasilkan Amphiprion ocellaris berkisar 100-600 butir/siklus pemijahan dan hamparan telur yang baru dibuahi hari pertama sampai hari kedua berwarna putih, pada hari ketiga mulai kehitaman, dan pada hari ketujuh terlihat ada titik melatik pada ujung telur, itu adalah bintik mata, sedangkan produksi larva yang dihasilkan berkisar 300-500 ekor/siklus pemijahan. b.Fertilitation RateFertilitation rate selama kegiatan Praktek Kerja Lapangan di BBPBL Lampung sebesar 100%. Hal ini membuktikan bahwa nilai fertilitation rate clown fish sangat bagus, karena semua telur terbuahi. Fertilitation rate ini dipengaruhi oleh kualitas induk dan kualitas pakan induk, serta kondisi lingkungan pemeliharaan yang sesuai. Menurut Setiawati dan Daniar (2007), hampir seluruh telur clown fish pada umumnya terbuahi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kualitas pakan induk.c.Hatching RateHatching rate clown fish selama pemeliharaan yaitu sebesar 98.7%. Angka tersebut menunjukkan bahwa di BBPBL Lampung memiliki nilai hatching rate yang baik. Nilai hatching rate ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, misalnya kualitas air dan media pemeliharaan. Menurut Setiawati dan Sembiring (2005), telur dan larva yang dihasilkan oleh pasangan induk yang baru belajar memijah jumlahnya sedikit, namun seiring bertambahnya ukuran induk dan perbaikan nutrisi, maka jumlah telur dan larva akan bertambah banyak. Daya tetas atau hatching rate rata-rata dari telur clown fish berkisar antara 78.49%-98.9%.d.Survival RateSurvival rate hingga larva umur 20 hari yaitu sebesar 78%. Hasil tersebut kurang baik, diduga disebabkan oleh kualitas air dalam wadah pemeliharaan larva yang tidak pernah mengalami pergantian, sehingga terjadi penumpukan sisa pakan pada dasar kolam. Menurut Ari et al (2007), survival rate clown fish bisa mencapai 90% apabila dalam pemeliharaan larva keadaan lingkungan optimal dan nutrisi pakan sesuai dengan kebutuhan larva.e.PertumbuhanPertumbuhan mutlak clown fish hingga larva umur 20 hari yaitu 7 mm. Pertumbuhan ini termasuk dalam kategori baik, hal ini karena pemberian pakan yang dilakukan 2 kali sehari secara adlibitum yang bertujuan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi larva. Menurut Kusumawati dan Setiawati (2010), laju pertumbuhan clown fish relative lambat yaitu sekitar 1.6%/hari.Berdasarkan ke-5 variabel pengamatan diatas, dapat dilihat bahwa manajemen pembenihan clown fish di BBPBL Lampung mengalami permasalahan pada kelulushidupan larva umur 20 hari. Hal ini diduga disebabkan pengelolaan kualitas air yang kurang optimal dalam wadah pemeliharaan, sehingga terjadi penumpukan sisa pakan yang menyebabkan kondisi lingkungan kurang optimal.