bab 4 analisis dan pembahasandigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita...

31
31 BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan pemodelan regresi poisson, pemodelan GWPR dengan pembobot fungsi kernel gaussian dan pemodelan GWPR dengan pembobot fungsi kernel bisquare. Melalui pemodelan tersebut dapat ditentukan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah penderita kusta di Jawa tengah pada tahun 2012 dengan menambahkan pengaruh spasial. 4.1 Deskripsi Kabupaten/kota di Jawa Tengah Berdasarkan Jumlah Penderita Kusta dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya Pendeskripsian untuk data jumlah penderita kusta serta faktor-faktor yang mempengaruhinya dilakukan dengan menggunakan peta tematik. Untuk mempermudah penjelasan dengan peta, nilai untuk setiap variabel penelitian dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi menurut range dari data yang terdapat di provinsi jawa tengah. Berikut hasil pemetaan dari masing-masing variabel penelitian yang digambarkan dalam peta tematik. 4.1.1 Persebaran Jumlah Penderita Kusta di tiap Kabupaten/kota Jumlah penderita kusta di Jawa Tengah tahun 2012 adalah sebanyak 1513 jiwa yang tersebar diseluruh kabupaten/kota. Angka tertinggi terdapat di Kabupaten Tegal dengan jumlah penderita 170 jiwa sedangkan angka terendah 0 jiwa terdapat di Kabupaten Semarang, Kota Magelang, dan Salatiga. Data jumlah

Upload: hoangdien

Post on 02-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

31

BAB 4

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab analisis dan pembahasan ini akan jelaskan tentang pola persebaran

jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kemudian

dilanjutkan dengan pemodelan regresi poisson, pemodelan GWPR dengan

pembobot fungsi kernel gaussian dan pemodelan GWPR dengan pembobot fungsi

kernel bisquare. Melalui pemodelan tersebut dapat ditentukan faktor-faktor yang

berpengaruh signifikan terhadap jumlah penderita kusta di Jawa tengah pada

tahun 2012 dengan menambahkan pengaruh spasial.

4.1 Deskripsi Kabupaten/kota di Jawa Tengah Berdasarkan Jumlah

Penderita Kusta dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

Pendeskripsian untuk data jumlah penderita kusta serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya dilakukan dengan menggunakan peta tematik. Untuk

mempermudah penjelasan dengan peta, nilai untuk setiap variabel penelitian

dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi menurut

range dari data yang terdapat di provinsi jawa tengah. Berikut hasil pemetaan dari

masing-masing variabel penelitian yang digambarkan dalam peta tematik.

4.1.1 Persebaran Jumlah Penderita Kusta di tiap Kabupaten/kota

Jumlah penderita kusta di Jawa Tengah tahun 2012 adalah sebanyak 1513

jiwa yang tersebar diseluruh kabupaten/kota. Angka tertinggi terdapat di

Kabupaten Tegal dengan jumlah penderita 170 jiwa sedangkan angka terendah 0

jiwa terdapat di Kabupaten Semarang, Kota Magelang, dan Salatiga. Data jumlah

Page 2: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

32

penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah

dapat dilihat pada lampiran 1.

Gambar 4.1 Persebaran Jumlah Penderita Kusta

Wilayah yang masuk ke dalam jumlah penderita kusta kategori tinggi

banyak terdapat di bagian utara. Kabupaten Blora, Brebes, Pemalang, Pekalongan,

dan Tegal termasuk dalam kategori tinggi artinya di kabupaten tersebut terdapat

penderita kusta antara 83-170 jiwa. Kabupaten yang berbatasan langsung dengan

kabupaten Blora seperti Rembang, Pati, dan Grobogan merupakan kabupaten

dengan jumlah penderita pada kategori sedang (39-82 jiwa) kabupaten lain yang

masuk kategori sedang yaitu kabupaten Batang, Kota Pekalongan, Kudus, dan

Demak. Kabupaten lain yang tidak disebutkan di atas merupakan kabupaten

dengan jumlah penderita kusta kategori rendah (0-38 jiwa).

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

(jiwa) kategori :0 - 38 (rendah)39 - 82 (sedang)83 - 170 (tinggi)

N

Page 3: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

33

4.1.2 Persebaran Persentase Rumah Tangga ber-Perilaku Hidup Bersih

Sehat (PHBS) di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.2 Persebaran persentase rumah tangga ber-PHBS

Gambar 4.2 menunjukan persentase rumah tangga ber-PHBS kategori tinggi

(77,5-93,9) dalam satuan persen (%) sebagian besar berada di wilayah timur yaitu

kabupaten Pati, Demak, Grobogan, Sragen, Karanganyar, Klaten, dan Wonogiri.

Sedangkan kabupaten/kota kategori rendah (46,2-61,3) sebagian besar terdapat di

sekitar Kabupaten Temanggung yaitu Kabupaten Banjarnegara, Kendal,

Wonosobo, Brebes, Magelang, dan Semarang. Berdasarkan tabel 4.1 yang

memuat angka statistik deskriptif tiap variabel penelitian, rata–rata persentase

rumah tangga ber-PHBS adalah 74,85%. Kabupaten/kota dengan persentase

rumah tangga ber-PHBS tertinggi adalah Kota Pekalongan sebesar 93,9% dan

terendah adalah Kabupaten Banjarnegara sebesar 46,2%.

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANGN

(%)kategori :46.2 - 61.3 (rendah)61.4 - 77.4 (sedang)77.5 - 93.9 (tinggi)

Page 4: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

34

4.1.3 Persebaran Persentase Rumah Sehat di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.3 Persebaran persentase rumah sehat

Pada Tahun 2012 sebanyak 4,686,852 (57,3%) rumah diperiksa dan yang

memenuhi syarat rumah sehat sebesar 3,190,839 (68,1%) sedikit meningkat

dibandingkan dengan tahun 2011 yang mencapai 2.441.984 (62,95%). (Profil

kesehatan, 2012). Gambar 4.3 menunjukan Kabupaten Blora, Klaten, Kudus,

Sukoharjo, Semarang, dan Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Magelang,

Kota Tegal adalah wilayah yang masuk dalam kategori tinggi (76,47-98,05) untuk

variabel persentase rumah sehat. Sedangkan Kabupaten Tegal, Banjarnegara,

Brebes, Rembang, Pati, dan Batang adalah kabupaten yang masuk ke kategori

rendah (36,12-52.92). Persentase rumah sehat tertinggi terdapat di Kabupaten

Semarang sebesar 98,05% sedangkan persentase rumah sehat terendah berada di

Kabupaten Banjarnegara sebesar 36,12%.

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

(%) kategori :36.12 - 52.92 (rendah)52.93 - 76.46 (sedang)76.47 - 98.05 (tinggi)

N

Page 5: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

35

4.1.4 Persebaran Banyaknya Dokter di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.4 Persebaran banyaknya dokter

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah banyaknya dokter

yang tercatat di Jawa Tengah adalah berjumlah 1876 dengan rata-rata 53,6 dokter

per kabupaten/kota. Jika dilihat dari peta tematik kabupaten/kota yang masuk ke

dalam kategori tinggi adalah Kabupaten Kendal (88 jiwa) dan Kota Semarang

(108 jiwa). Banyaknya dokter dengan kategori sedang (51-76 jiwa)

menggelompok di bagian timur yaitu kabupaten Demak, Klaten, Pati, Jepara,

Kudus, Grobogan, Sragen, Karanganyar, Magelang, dan Wonogiri. Sedangkan

kabupaten/kota dengan kategori sedang yang berada dibagian barat yaitu

Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Brebes, dan Banyumas. Kabupaten/kota

dengan jumlah dokter terendah adalah Kota Tegal (20 jiwa).

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

N

(jiwa) kategori :20 - 50 (rendah)51 - 76 (tinggi)77 - 108 (sedang)

Page 6: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

36

4.1.5 Persebaran Banyaknya Puskesmas di tiap kabupaten/kota

Gambar 4.5 Persebaran banyaknya puskesmas

Menurut data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah jumlah

Puskesmas di Jawa Tengah adalah 873 unit yang tersebar di seluruh

kabupaten/kota. Mayoritas Kabupaten/kota di Jawa Tengah masuk dalam kategori

sedang yaitu terdapat 18-30 unit puskesmas di wilayahnya. Banyaknya puskesmas

terendah yaitu terdapat di Kota Magelang dengan 5 unit puskesmas sedangkan

yang tertinggi adalah di Kabupaten Banyumas dengan 39 unit puskesmas.

Kabupaten/kota yang masuk kategori tinggi (31-39 unit) sebagian besar

mengelompok di bagian barat seperti kabupaten Brebes, Cilacap, Banyumas,

Banjarnegara, Kebumen, dan Sebagian lainnya menyebar di wilayah selatan dan

utara berbatasan dengan laut yaitu Kota Semarang, Klaten, dan Wonogiri.

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

N

(unit) kategori :5 - 17 (rendah)18 - 30 (sedang)31 - 39 (tinggi)

Page 7: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

37

4.1.6 Persebaran Persentase Penduduk Berjenis Kelamin Laki-laki di tiap

Kabupaten/kota

Gambar 4.6 Persebaran persentase penduduk berjenis kelamin laki-laki

Berdasarkan penghitungan sementara angka proyeksi penduduk tahun 2012

hasil Sensus Penduduk tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik didapatkan jumlah

penduduk laki-laki di Jawa Tengah 16.495.705 jiwa atau 49,58% dan jumlah

penduduk perempuan di Jawa Tengah 16.774.502 jiwa atau 50,42%. Sehingga

didapatkan rasio jenis kelamin sebesar 98,34 per 100 penduduk perempuan,

berarti setiap 100 penduduk perempuan ada sekitar 98 penduduk laki-laki (Profil

Kesehatan, 2012). Gambar 4.6 menunjukan bahwa kabupaten/kota dengan

persentase penduduk laki-laki dengan kategori sedang (49,10-49,8) dan kategori

tinggi (49,81-50,79) hampir sama, hanya saja persentase penduduk laki-laki

dengan kategori sedang berpola mengelompok di sebelah timur sedangkan yang

kategorinya tinggi mengelompok di sebelah barat. Persentase penduduk laki-laki

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

N

(%) kategori :48.54 - 49.09 (rendah)49.10 - 49.8 (sedang)49.81 - 50.79 (tinggi)

Page 8: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

38

terendah adalah Kabupaten Pati 48,54% dan persentase penduduk laki-laki

tertinggi adalah Kabupaten Kendal 50,79%.

4.1.7 Persebaran Kepadatan Penduduk di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.7 Persebaran kepadatan penduduk

Gambar 4.7 menunjukan hampir semua kabupaten/kota adalah kategori

rendah artinya terdapat 472-1898 penduduk/km2 di dalam kabupaten/kota

tersebut. Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Magelang, dan

Kota Tegal adalah kategori sedang (1899-7093 penduduk/km2) sedangkan yang

berkategori tinggi hanya Kota Surakarta yang kepadatan penduduknya sebesar

11573 penduduk/km2. Selain karena luas daerah yang kecil sekitar 44 kilometer

persegi (Sensus Penduduk 2010) Surakarta menjadi wilayah yang terpadat

penduduknya karena Surakarta merupakan merupakan daerah tujuan urbanisasi,

kawasan pemukiman bagi pekerja dan pelaku kegiatan ekonomi.

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

N

(penduduk/Km2) kategori :472 - 1898 (rendah)1899 - 7093 (sedang)7094 - 11573 (tinggi)

Page 9: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

39

4.1.8 Persebaran Jumlah Penyuluhan Kesehatan Kelompok di tiap

Kabupaten/kota

Gambar 4.8 Persebaran jumlah penyuluhan kesehatan kelompok

Jika dilihat dari gambar 4.8 persebaran penyuluhan kesehatan kelompok

sebagian besar adalah kabupaten/kota yang masuk kategori rendah dan sedang.

Berdasarkan tabel 4.1 penyuluhan kelompok pada tahun 2012 tercatat dilakukan

sebanyak 369.784 kali dengan penyuluhan terbanyak dilakukan di Kabupaten

Kendal yaitu 112.764 kali dan paling sedikit dilakukan di Kabupaten Blora

sebanyak 66 kali.

4.1.9 Persebaran Pengeluaran Riil per Kapita di tiap Kabupaten/kota

Berdasarkan tabel 4.1 rata-rata pengeluaran riil per kapita untuk Provinsi

Jawa Tengah adalah 644,26 ribu rupiah. Pengeluaran riil per kapita kategori

tinggi yang ditandai dengan warna merah pada peta terdapat di beberapa

kabupaten/kota diantaranya Kabupaten Klaten, Karanganyar, Pati, Sukoharjo,

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANGN

kategori :66 - 51045105 - 3450334504 - 112764

Page 10: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

40

Wonogiri, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Salatiga, Kota Tegal, dan Surakarta.

Pengeluaran riil per kapita terendah adalah Kabupaten Wonosobo sebesar 632,71

(ribu Rp) dan tertinggi adalah Kota Surakarta sebesar 658,92 (ribu Rp).

Gambar 4.9 Persebaran pengeluaran riil per kapita

4.1.10 Persebaran Persentase Penduduk Miskin di tiap Kabupaten/kota

Gambar 4.10 Persentase penduduk miskin

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

N

(Ribu Rp)kategori :632.71 - 638.68 (rendah)638.69 - 647.14 (sedang)647.15 - 658.92 (tinggi)

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANGN

(%)kategori :5.13 - 10.75 (rendah)10.76 - 16.73 (sedang)16.74 - 22.5 (tinggi)

Page 11: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

41

Berdasarkan tabel 4.1 rata-rata persentase penduduk miskin di Jawa Tengah

adalah 14,42% untuk setiap kabupaten/kota. Gambar 4.10 menunjukan

kabupaten/kota dengan persentase penduduk miskin kategori rendah yang berkisar

antara 5,13-10,75% adalah Kota Semarang 5,13%, Salatiga 7,11%, Kudus 8,63%,

Jepara 9,38%, Semarang 9,40%, dan Kota Pekalongan 9,47%. Persentase

penduduk miskin kategori tinggi adalah yang berkisar antara 16,74-22,5% yaitu

Kabupaten Demak, Banjarnegara, Pemalang, Banyumas, Brebes, Purbalingga,

Rembang, Kebumen, dan tertinggi adalah Kabupaten Wonosobo 22,50%.

Kabupaten lain yang tidak disebutkan di atas masuk ke dalam kategori sedang

untuk variabel persentase penduduk miskin.

4.1.11 Persebaran Rata-rata Lama Sekolah Penduduk di tiap

Kabupaten/kota

Gambar 4.11 Persebaran rata-rata lama sekolah penduduk

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

N

(tahun)kategori :6.07 - 7.23 (rendah)7.24 - 8.53 (sedang)8.54 - 10.49 (tinggi)

Page 12: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

42

Mayoritas kabupaten/kota di Jawa Tengah masuk di kategori rendah untuk

rata-rata lama sekolah yaitu sekitar 6,07-7,23 tahun. Hal ini menunjukan bahwa

tingkat pendidikan di Jawa tengah masih tergolong rendah karena rata-rata

penduduk jawa tengah hanya melanjutkan pendidikan sampai jenjang Sekolah

Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Rata-rata lama sekolah

tertinggi adalah di Kota Surakarta 10,5 tahun dan terendah adalah di Kabupaten

Brebes 6,07 tahun.

Berikut adalah statistik deskriptif variabel-variabel yang diduga

berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta di Jawa Tengah apabila disajikan

dalam bentuk tabel.

Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

variabel Mean Varians minimum maksimum

Y 43,40 2236,42 0 170

X1 74,85 168,02 46,2 93,9

X2 69,85 179,43 36,12 98,05

X3 53,60 334,84 20 108

X4 24,94 82,41 5 39

X5 49,64 0,297 48,54 50,79

X6 1986,06 5797913,94 472 11573

X7 10565,26 369364342,37 66 112764

X8 644,26 49,93 632,71 658,92

X9 14,42 20,66 5,13 22,5

X10 7,65 1,39 6,07 10,49

Dari tabel 4.1 diatas dapat dikatakan varians tertinggi untuk faktor-faktor

yang mempengaruhi jumlah penderita kusta adalah jumlah penyuluhan kelompok

(X7) dan kepadatan penduduk (X6). Nilai varians yang tinggi dapat diartikan

variabel jumlah penyuluhan kelompok dan kepadatan penduduk sangat fluktuatif.

Berikut adalah grafik scatterplot antara jumlah penderita kusta dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Gambar 4.12 menunjukan adanya hubungan linier

Page 13: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

43

yang positif dan negatif antara jumlah penderita kusta dengan faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

Gambar 4.12 Scatterplot Jumlah Penderita Kusta dan Faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

Variabel yang memiliki garis yang naik dari kiri bawah ke kanan atas adalan

variabel dengan pengaruh positif untuk jumlah penderita kusta di Jawa Tengah,

dari scatterplot diatas pengaruh yang positif ditunjukan oleh persentase rumah

tangga ber-PHBS (X1), banyaknya dokter (X3), banyaknya puskesmas (X4), dan

persentase penduduk miskin (X9). Seiring dengan makin tingginya angka

prevalensi kusta di jawa tengah, kabupaten/kota dengan jumlah penderita kusta

cukup tinggi akan berusaha meningkatkan pelayanan di sektor-sektor kesehatan

seperti menambah kapasitas tenaga kesehatan dan tempat berobat di masing-

masing wilayahnya untuk mengendalikan penyakit tersebut oleh karena itu

banyaknya dokter dan puskesmas berpengaruh positif. Variabel yang berpengaruh

Y

1007550

160

80

0

1007550 1208040 40200

515049 1000050000 100000500000 660650640

160

80

0

24168

160

80

0

1086

X1 X2 X3 X4

X5 X6 X7 X8

X9 X10

Scatterplot of Y vs X1; X2; X3; X4; X5; X6; X7; X8; X9; X10

Page 14: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

44

negatif atau variabel yang memiliki garis turun dari kiri atas ke kanan bawah

untuk jumlah penderita kusta adalah persentase rumah sehat (X2), Kepadatan

penduduk (X6). Pengeluaran riil per kapita (X8), dan rata-rata lama sekolah (X10).

4.2 Pemeriksaan Multikolinearitas

Sebelum melakukan pemodelan menggunakan regresi poisson dan GWPR

perlu dilakukan uji untuk mendeteksi apakah terdapat multikolinearitas pada

variabel-variabel prediktornya. Jika terdapat adanya multikolinearitas maka harus

ada variabel yang direduksi sampai tidak lagi terdapat korelasi antar variabel

prediktor. Sesuai dengan yang telah di jelaskan pada subbab 2.1 ada tiga kriteria

yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kondisi multikolinearitas salah

satunya menggunakan kriteria nilai VIF. Berikut ini adalah tabel nilai VIF dari

masing-masing variabel prediktor.

Tabel 4.2 Nilai VIF dari 10 Variabel Prediktor

Variabel Prediktor Nilai VIF

X1 1,983

X2 2,189

X3 3,210

X4 3,053

X5 1,894

X6 3,529

X7 1,626

X8 2,667

X9 2,405

X10 4,381

Dari tabel 4.2 dapat disimpulkan jika tidak terjadi korelasi antar variabel

prediktor atau tidak terjadi kasus multikolinearitas karena semua variabel

menunjukan nilai VIF yang kurang dari 10 sehingga variabel-variabel tersebut

selanjutnya akan digunakan untuk membentuk model regresi poisson.

Page 15: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

4.3 Pemodelan Jum

Dalam pemode

faktor yang diduga te

poisson digunakan k

poisson karena datany

G

Gamba

45

umlah Penderita Kusta Menggunakan Regr

delan menggunakan regresi poisson ini mel

terkait dengan jumlah penderita kusta di Jawa

karena data penderita kusta dapat diasumsik

nya yang berupa data diskrit atau data count (ju

Gambar 4.13a Plot Kuantil-kuantil normal

bar 4.13b Histogram data jumlah penderita kus

gresi Poisson

elibatkan sepuluh

a Tengah. Regresi

sikan berdistribusi

(jumlahan).

usta

Page 16: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

46

Gambar 4.13 merupakan plot kuantil-kuantil normal dan histogram untuk

variabel jumlah penderita kusta di Jawa tengah. Dari plot kuantil dan iy

menunjukan bahwa sebaran data tidak mengikuti garis lurus dan histogram dari

iy juga tidak simetris, hal ini menunjukan penyimpangan data dari sebaran

normal. Selanjutnya akan dilakukan estimasi parameter model regresi poisson

diperoleh nilai estimasi pada tabel berikut.

Tabel 4.3 Nilai Estimasi Parameter Model Regresi Poisson

Parameter Estimasi Standar Error Zhitung P-value

β0 6,115 6,5359 0,936 0,374

β1 0,0276 0,0033 8,431 0,000

β2 -0,0091 0,0032 -2,890 0,004

β3 0,0241 0,0028 8,468 0,000

β4 -0,0349 0,0054 -6,479 0,000

β5 0,1186 0,0751 1,578 0,109

β6 0,0003

0,00003

10,90 0,000

β7 -0,00001

0,000002

-2,702 0,008

β8 -0,0022 0,0058 -0,379 0,731

β9 --0,0118 0,0086 -1,377 0,179

β10 -1,2151 0,06114 -19,875 0,000

Devians : 858,134 Derajat bebas : 24 AIC : 880,134 α=5%

4.3.1 Uji Serentak Parameter Regresi Poisson

Pengujian serentak pada parameter regresi poisson hipotesis pengujiannya

adalah sebagai berikut :

H0 : 0... 1021 ==== βββ

H1 : paling sedikit ada satu 0≠jβ ; j=1,2,…,10

Hasil output untuk pemodelan regresi poisson apabila diuji secara serentak

maka hasilnya tolak H0 karena nilai devians = 858,134 lebih besar dari 36,4, atau

( )β̂D > ( )05,0;242χ , sehingga dapat disimpulkan paling sedikit ada satu 0≠jβ atau

Page 17: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

47

dengan kata lain minimal ada salah satu parameter yang berpengaruh secara

signifikan terhadap model regresi poisson.

4.3.2 Uji Parsial Parameter Regresi Poisson

Selanjutnya untuk mengetahui parameter yang berpengaruh signifikan

terhadap model dilakukan uji secara parsial. Untuk melakukan uji parameter

secara parsial kita dapat membandingkan niali Zhitung masing-masing paremeter

terhadap Zα/2=1,96 dengan taraf signifikasi 5% atau dengan melihat p-value yang

kurang dari α=0,05. Dari tabel 4.3 kita dapatkan parameter yang secara parsial

signifikan terhadap model regresi poisson adalah 10764321 dan ,,,,,, βββββββ

karena │Zhitung │> Zα/2. Jadi model regresi poisson untuk jumlah penderita kusta

adalah sebagai berikut.

)2151,100001,0

0003,00349,00241,00091,00276,0115,6exp(ˆ

107

64321

ββ

βββββµ

−+

+−+−+=

Variabel prediktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta di

Jawa Tengah dengan model regresi poisson adalah persentae rumah tangga ber-

PHBS (X1), persentase rumah sehat (X2), banyaknya dokter (X3), banyaknya

puskesmas (X4), kepadatan penduduk (X6), Jumlah penyuluhan kesehatan

kelompok (X7), dan rata-rata lama sekolah (X10). Berdasarkan model yang didapat

jika persentase rumah tangga ber-PHBS bertambah satu persen, maka akan

meningkatkan jumlah penderita kusta sebesar exp(0,0276) dengan syarat variabel

lain konstan. Hal ini kurang sesuai dengan teori yang ada, hal ini dikarenakan

daerah yang berkategori tinggi jumlah penderita kustanya justru merupakan

kabupaten/kota dengan persentase rumah tangga yang ber-PHBS kategori sedang

Page 18: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

48

oleh karena itu perlu ditingkatkan lagi upaya untuk menyadarkan masyarakat

tentang berperilaku hidup bersih sehat terutama di kabupate/kota dengan jumlah

penderita kusta tergolong kategori tinggi. Masalah yang serupa juga terjadi pada

variabel banyaknya dokter (X3) dan jumlah penyuluhan kesehatan kelompok (X7),

solusinya adalah setiap kabupaten/kota yang jumlah penderita kustanya termasuk

kategori tinggi untuk lebih meningkatkan pembangunan dan pelayanan di sektor-

sektor kesehatan. Sementara untuk variabel yang lain tidak terdapat masalah

seperti diatas karena koefisien regresinya tidak berbanding terbalik atau sudah

sesuai dengan teori. Untuk variabel rata-rata lama sekolah (X10) jika ada

pertambahan satu satuan maka akan menurunkan ln jumlah penderita kusta

sebesar 1,2151. Hal ini juga berlaku untuk variabel persentase rumah sehat,

apabila bertambah satu persen maka akan menurunkan jumlah penderita kusta

sebanyak exp(0,0091). Untuk variabel kepadatan penduduk (X6) jika ada

pertambahan satu penduduk/km2 maka akan menambah jumlah penderita kusta

sebesar exp(0,0003).

Setelah pemodelan regresi poisson dilakukan maka dalam langkah

penelitian selanjutnya akan dicari pemodelan jumlah penderita kusta dengan

pendekatan spasial GWPR, tetapi sebelumnya harus dilakukan pengujian

heterogenitas spasial pada jumlah penderita kusta dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya menggunakan uji Breusch-Pagan dan hasilnya diperoleh nilai

BP = 18,3979 dan p-value = 0,0486 pada taraf signifikasi 5%. Kesimpulannya

adalah terdapat keragaman spasial antar wilayah, maka analisis selanjutnya dapat

dilakukan.

Page 19: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

49

4.4 Pemodelan Jumlah Penderita Kusta Menggunakan GWPR

Pemodelan dengan GWPR (Geographically Weighted Poisson Regression)

merupakan bentuk lokal dari regresi poisson karena memperhatikan letak

geografis sehingga perlu adanya pembobot lokasi. Langkah awal dalam analisis

GWPR adalah dengan menentukan letak geografis dari masing-masing wilayah

atau titik pengamatan. Sebelum menghitung matriks pembobot yang harus

dilakukan yaitu mencari jarak euclidean ( ijd ) antar kabupaten/kota dengan

menggunakan rumus umum (2.26) yang dapat dicari menggunakan program R

dan dikonversikan ke dalam satuan kilometer. Pada tabel 4.5 didapatkan jarak

euclidean yang sudah dikonversi untuk Kabupaten Cilacap. Untuk memperoleh

nilai bandwidth (h) optimum pemodelan GWPR , selain metode Cross Validation

kriteria lain yang dapat digunakan yaitu dengan AICc minimum (Nakaya, 2004).

Dalam penelitian kriteria yang digunakan yaitu nilai AICc minimum dikarenakan

penggunaan CV tidak didukung oleh software statistik yang digunakan.

Untuk pembobot bisquare yang digunakan adalah kernel adaptive bisquare

sedangkan untuk pembobot gaussian yang digunakan adalah kernel fixed

gaussian. Pada fungsi fixed bandwidth yang optimum digunakan sama pada setiap

wilayah yang dianalisis, sedangkan pada fungsi adaptive akan memiliki

bandwidth yang berbeda-beda sesuai dengan kepadatan data pada wilayah yang

dianalisis. Ketika data padat bandwidth akan bernilai kecil, sedangkan ketika data

jarang bandwidth akan semakin besar. Fungsi ini mampu menyesuaikan ukuran

varians data (Aini, 2013).

Page 20: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

50

Bandwidth optimum untuk pembobot kernel gaussian yang didapatkan dari

hasil analisis menggunakan GWR4.0 adalah 63,4352 dengan kriteria AICc

minimum 396,188 dan nilai tersebut berlaku untuk semua titik lokasi pengamatan.

Sedangakan untuk pembobot bisquare didapatkan dari output R.3.1.0

menghasilkan bandwidth dengan nilai CV=9188588. Bandwidth untuk fungsi

bisquare berbeda-beda di setiap kabupaten/kota berikut adalah nilai h optimum

untuk masing-masing kabupaten/kota di Jawa Tengah.

Tabel 4.4 Nilai bandwidth pembobot kernal bisquare

No. Kabupaten/kota bandwidth No. Kabupaten/kota bandwidth

1 Cilacap 223,31 19 Kudus 190,49

2 Banyumas 208,06 20 Jepara 173,83

3 Purbalingga 183.53 21 Demak 168,93

4 Banjarnegara 155,00 22 Semarang 445,26

5 Kebumen 147,94 23 Temanggung 129,85

6 Purworejo 121,65 24 Kendal 264,23

7 Wonosobo 129,45 25 Batang 127,97

8 Magelang 132,40 26 Pekalongan 150,98

9 Boyolali 165,49 27 Pemalang 183,68

10 Klaten 167,49 28 Tegal 158,88

11 Sukoharjo 190,23 29 Brebes 219,22

12 Wonogiri 204,05 30 Kota Magelang 132,40

13 Karanganyar 207,88 31 Kota Surakarta 189,32

14 Sragen 210,08 32 Kota Salatiga 153,13

15 Grobogan 204,11 33 Kota Semarang 143,62

16 Blora 254,29 34 Kota Pekalongan 150,98

17 Rembang 250,08 35 Kota Tegal 210,05

18 Pati 214,64

Berdasarkan tabel 4.4 jika menggunakan pembobot kernel bisquare

Kabupaten Cilacap memiliki bandwidth optimum sebesar 223,31. Setelah didapat

nilai dij pada wilayah yang akan ditaksir parameternya, selanjutnya matriks

pembobot spasial disusun berdasarkan persamaan (2.24) dan (2.25) dengan

menggunakan bandwidth optimum. Matriks pembobot adalah matriks diagonal

Page 21: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

51

yang digunakan untuk menduga parameter koefisien regresi di setiap

kabupaten/kota di Jawa Tengah, berikut adalah contoh nilai dij dan pembobot

untuk Kabupaten Cilacap.

Tabel 4.5 Jarak euclidean dan pembobot di Kabupaten Cilacap

No. Kabupaten/kota dij (Km)

Pembobot

Gaussian Bisquare

1 Cilacap 0 1 1

2 Banyumas 30,972 0,888 0,962

3 Purbalingga 54,725 0,689 0,883

4 Banjarnegara 78,034 0,469 0,771

5 Kebumen 75,261 0,495 0,786

6 Purworejo 110,337 0,220 0,571

7 Wonosobo 107,782 0,236 0,588

8 Magelang 136,922 0,097 0,389

9 Boyolali 177,613 0,020 0,135

10 Klaten 177,613 0,020 0,135

11 Sukoharjo 199,826 0,007 0,040

12 Wonogiri 214,601 0,003 0,006

13 Karanganyar 218,325 0,003 0,002

14 Sragen 224,777 0,002 0

15 Grobogan 230,883 0,001 0

16 Blora 280,166 0 0

17 Rembang 285,048 0 0

18 Pati 250,751 0 0

19 Kudus 227,550 0,002 0

20 Jepara 224,777 0,002 0

21 Demak 204,019 0,006 0,027

22 Semarang 276,503 0,0001 0,000

23 Temanggung 137,308 0,096 0,387

24 Kendal 110,559 0,219 0,570

25 Batang 125,433 0,142 0,469

26 Pekalongan 118,993 0,172 0,513

27 Pemalang 103,567 0,264 0,616

28 Tegal 169,833 0,028 0,178

29 Brebes 93,909 0,334 0,678

30 Kota Magelang 138,198 0,093 0,381

31 Kota Surakarta 201,798 0,006 0,034

32 Kota Salatiga 171,275 0,026 0,170

33 Kota Semarang 177,934 0,020 0,133

34 Kota Pekalongan 118,993 0,172 0,513

35 Kota Tegal 96,682 0,313 0,660

Page 22: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

52

Tabel 4.5 di atas adalah contoh untuk pembobot di Kabupaten Cilacap,

untuk wilayah lain dapat diperoleh dengan mengubah jarak euclidean dengan

langkah yang sama. Berdasarkan tabel 4.5 maka terbentuk matriks pembobot

diagonal untuk penaksiran parameter di Kabupaten Cilacap. Untuk penaksiran

parameter menggunakan kernel, matriks pembobotnya adalah sebagai berikut.

( )

=

0,313 0,172 0,020 0,026 0,006 0,093 0,334

0,028 0,264 0,172 0,142 0,219 0,096 0,00

0,006 0,002 0,002 0,000 0,000 000,0 0,001

0,002 0,003 0,003 0,007 0,020 0,020 0,097

0,236 0,220 0,495 0,469 0,689 0,888 00,1

,W 11 diagvu

Sedangkan untuk penaksiran parameter menggunakan kernel bisquare,

matriks pembobot adalah sebagai berikut.

( )

=

0,660 0,513 0,133 0,170 0,034 0,381 0,678

0,178 0,616 0,513 0,469 0,570 0,387 0,000

0,027 0,000 0,000 0,000 0,000 000,0 0,000

0,000 0,002 0,006 0,040 0,135 0,135 0,389

0,588 0,571 0,786 0,771 0,883 0,962 00,1

,W 11 diagvu

Pembentukan matriks pembobot digunaan untuk menaksir parameter

berdasarkan lokasi (11 , vu ). Jadi untuk penaksiran parameter dari lokasi (

22 , vu )

sampai ( 3535 , vu ) menggunakan matriks yang berbeda. Pada matrik pembobot

kernel bisquare karena jarak Kabupaten Cilacap dengan Kabupaten Sragen,

Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, dan Jepara lebih besar atau berada di

luar lebar jendela (bandwidth) optimum, maka nilai pembobot kabupaten tersebut

adalah nol untuk Kabupaten Cilacap.

Page 23: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

53

4.4.1 Uji Kesamaan Model Regresi Poisson dan GWPR

Pengujian kesamaan antara model regresi poisson dengan model GWPR

dilakukan untuk mengetahui apakan ada perbedaan antara kedua model dengan

hipotesisnya adalah sebagai berikut:

( )( )jiij vu ββ =Η ,:0

( )( ) jiij vu ββ ≠Η ,:1 ; i=1,2,…,n; j=0,1,2,…,p

Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika ( )dfBdfAhitung FF ;;α> artinya ada

perbedaan yang signifikan antara model regresi poisson dengan model GWPR.

Tabel 4.6 Uji Kesamaan Model

Model Devians Db Devians/Db Fhitung

Global

(Regresi Poisson) 858,134 24,000 35,756

GWPR

(Kernel Gaussian) 262,684 10,394 25,272 1,415

GWPR

(Kernel Bisquare) 631,408 19,797 31,894 1.121

Dari tabel 4.6 diketahui Fhitung untuk model regresi poisson dan GWPR

dengan pembobot kernel gaussian yaitu 1,415, jika dibandingkan dengan

F(0,05;24;10) yaitu 2,7, maka Fhitung < Ftabel disimpulkan gagal tolak H0 artinya tidak

terdapat perbedaan antara model regresi poisson dan model GWPR dengan

pembobot kernel gaussian. Sedangkan untuk model regresi poisson dan model

GWPR dengan pembobot kernel bisquare didapatkan nilai Fhitung 1,121 <

F(0,05;24;19) yaitu 2,08 sehingga gagal tolak H0 artinya tidak terdapat perbedaan

antara model regresi poisson dan GWPR dengan pembobot kernel bisquare.

Page 24: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

54

4.4.2 Uji Parsial Parameter Model GWPR

Selanjutnya adalah melakukan pengujian terhadap parameter model untuk

mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta

disetiap lokasi. Misal pengujian parameter dilakukan untuk lokasi pertama yaitu

Kabupaten Cilacap, maka hipotesisnya adalah :

( )( ) 0,: 110 =Η vujβ

( )( ) 0,: 111 ≠Η vujβ

Parameter yang akan di uji yaitu 103210 ,...,,,, βββββ , statistik ujinya adalah

dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel yaitu 2,06. Jika nilai

)2;1( α−−> knhitung tt maka kesimpulannya parameter ke-j pada lokasi-i berpengaruh

signifikan terhadap model. Misalnya untuk Kabupaten Cilacap pengujian parsial

untuk estimasi parameternya adalah sebagai berikut.

Tabel 4.7 Uji Parsial Model GWPR dengan pembobot kernel gaussian

Parameter Estimasi Standar Error t hotung

β0 70,811 20,164 3,512*

β1 0,0576 0,0067 8,623*

β2 -0,0119 0,0075 -1,593*

β3 0,0637 0,0045 14,073*

β4 -0,024 0,0125 -1,919*

β5 -0,3708 0,189 -1,96

β6 0,0007 0,00007 10,559*

β7 -0,000003 0,000003 -1,088*

β8 -0,0687 0,0183 -3,758*

β9 0,0228 0,0171 1,332*

β10 -1,6774 0,139 -12,04*

*) signifikan pada α=5%

Berdasarkan kriteria pengujian diperoleh variabel-variabel yang signifikan

berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta untuk Kabupaten Cilacap dengan

Page 25: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

55

pembobot gaussian adalah ,,,, 8631 ββββ 10dan β maka pemodelan untuk

Kabupaten Cilacap adalah :

( )1086311 6774,10687,00007,00637,00576,0811,70exp XXXXX −−+++=µ

Model di atas menjelaskan bahwa jumlah penderita kusta akan bertambah

sebesar exp(0,0576) jika X1 bertambah 1% dengan syarat variabel lain konstan,

hal yang sama juga berlaku untuk variabel X3 dan X6. Sebaliknya jumlah

penderita kusta akan berkurang exp(0,0687) jika variabel X8 bertambah satu

satuan dengan syarat variabel lain konstan, hal sama berlaku untuk variabel X10.

Pengujian untuk masing-masing kabupaten kota dapat dilihat hasil estimasinya

pada lampiran 7. Pada tabel 4.8 menyajikan hasil dari pengujian secara parsial

untuk setiap wilayah yang kesimpulannya akan didapatkan variabel signifikan

yang berbeda-beda di tiap kabupaten/kota.

Tabel 4.8 Variabel signifikan dengan pembobot gaussian

No. Kabupaten/kota Variabel signifikan

1 Cilacap X1, X3, X6, X8, X10

2 Banyumas X1, X3, X5, X6, X8, X10

3 Purbalingga X1, X3, X5, X6, X8, X10

4 Banjarnegara X1, X3, X5, X6, X7, X8, X10

5 Kebumen X1, X3, X4, X6, X7, X8, X10

6 Purworejo X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10

7 Wonosobo X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10

8 Magelang X1, X3, X6, X7, X8, X9, X10

9 Boyolali X1, X3, X6, X8, X9, X10

10 Klaten X1, X3, X6, X8, X9, X10

11 Sukoharjo X1, X6, X7, X8, X9, X10

12 Wonogiri X1, X6, X7, X8, X9, X10

13 Karanganyar X1, X6, X7, X8, X9, X10

14 Sragen X1, X6, X7, X8, X9, X10

15 Grobogan X7, X9, X10

16 Blora X1, X7, X10

17 Rembang X1, X3, X4, X8

18 Pati X1, X2, X8, X10

19 Kudus X2, X8, X9, X10

Page 26: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

56

Tabel 4.8 Variabel signifikan dengan pembobot gaussian (lanjutan)

No. Kabupaten/kota Variabel signifikan

20 Jepara X2, X3, X6, X7, X8, X10

21 Demak X2, X3, X6, X9, X10

22 Semarang X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10

23 Temanggung X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X20

24 Kendal X1, X2, X3, X5, X6, X10

25 Batang X1, X2, X3, X5, X6, X7, X8, X9, X10

26 Pekalongan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10

27 Pemalang X1, X2, X3, X4, X5, X6, X8, X10

28 Tegal X1, X3, X6, X8, X9, X10

29 Brebes X1, X3, X4, X5, X6, X8, X10

30 Kota Magelang X1, X3, X6, X7, X8, X9, X10

31 Kota Surakarta X1, X6, X7, X8, X9, X10

32 Kota Salatiga X1, X3, X6, X8, X9, X10

33 Kota Semarang X1, X2, X3, X6, X7, X9, X10

34 Kota Pekalongan X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10

35 Kota Tegal X1, X3, X4, X5, X6, X8, X10

Dari Tabel 4.8 kabupaten/kota di Jawa Tengah dikelompokan menjadi 21

kelompok menurut kesamaan variabel yang signifikan jika dilakukan pemodelan

GWPR dengan pembobot kernel gaussian. Kelompok pertama yang memiliki 10

variabel yang signifikan adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Pekalongan, dan

Kota Pekalongan. Kelompok Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Sragen,

Karanganyar dan Kota Surakarta merupakan kelompok kabupaten yang sinifikan

terhadap 6 variabel yaitu persentase rumah tangga ber-PHBS (X1), kepadatan

penduduk (X6), jumlah penyuluhan kesehatan kelompok (X7), pengeluaran riil per

kapita (X8), persentase penduduk miskin (X9), dan rata-rata lama sekolah (X10).

Kesamaan variabel yang signifikan tersebut terjadi di lokasi yang saling

berdekatan seperti yang terlihat pada gambar 4.14 yang ditandai dengan pola yang

bebeda-beda untuk masing-masing kelompok.

Page 27: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

57

Gambar 4.14 Pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan variabel yang

signifikan dengan pembobot kernel gaussian

Kesamaan variabel yang signifikan juga terlihat pada Kabupaten Tegal,

Boyolali, Klaten, dan Kota Salatiga yang signifikan terhadap persentase rumah

tangga ber-PHBS (X1), banyaknya dokter (X3), banyaknya puskesmas (X4),

persentase penduduk berjenis kelamin laki-laki (X5), kepadatan penduduk (X6),

pengeluaran riil per kapita (X8), dan rata-rata lama sekolah penduduk (X10).

Persentase rumah tangga ber-PHBS (X1) dan rata-rata lama sekolah penduduk

(X10) adalah variabel yang berpengaruh signifikan hampir di semua

kabupaten/kota di Jawa Tengah.

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNGPURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

SUKOHARJO

KOTA SEMARANG

KOTA SALATIGA

KOTA SURAKARTA

KOTA PEKALONGAN

KOTA MAGELANG

Variabel signifikan :X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9, X10X1, X2, X3, X4, X5, X6, X8, X10X1, X2, X3, X5, X6, X10

X1, X2, X3, X5, X6, X7, X8, X9, X10X1, X2, X3, X6, X7, X9, X10

X1, X2, X8, X10X1, X3, X4, X5, X6, X8, X10X1, X3, X4, X6, X7, X8, X10

X1, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10X1, X3, X4, X8

X1, X3, X5, X6, X7, X8, X10X1, X3, X5, X6, X8, X10X1, X3, X6, X7, X8, X9, X10

X1, X3, X6, X8, X10X1, X3, X6, X8, X9, X10

X1, X6, X7, X8, X9, X10X1, X7, X10

X2, X3, X6, X7, X8, X10X2, X3, X6, X9, X10X2, X8, X9, X10

X7, X9, X10

Page 28: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

58

Uji Parsial untuk estimasi parameter Kabupaten Cilacap dengan pembobot

kernel bisquare adalah sebagai berikut.

Tabel 4.9 Uji Parsial Model GWPR dengan pembobot kernel bisquare

Parameter Estimasi Standar Error t hotung

β0 37,579 8,01 4,691*

β1 0,049 0,0045 10,737*

β2 -0,0058 0,0049 -1,182*

β3 0,049 0,0033 14,788*

β4 -0,023 0,0075 -3,054*

β5 0,0077 0,0926 0,083*

β6 0,0006 0,00003 17,156*

β7 -0,000003 0,000002 -1,649*

β8 -0,044 0,0075 -5,935*

β9 -0,004 0,0118 -0,351*

β10 -1,619 0,0782 -20,712*

*) signifikan pada α=5%

Di Kabupaten Cilacap parameter yang signifikan dengan penambahan

pembobot bisquare adalah 1086431 dan ,,,,, ββββββ maka pemodelan untuk

Kabupaten Cilacap adalah sebagai berikut:

( )10864311 619,1044,00006,0023,0049,0049,0579,37exp XXXXXX −−+−++=µ

Dari model tersebut dapat diartikan jika ada pertambahan satu satuan dari

variabel X1 maka jumlah penderita kusta akan bertambah sebanyak exp(0,049)

dengan syarat variabel lain konstan, hal yang sama berlaku untuk variabel X3 dan

X6. Sedangkan jika ada penambahan satu satuan dari variabel X4 maka akan

mengurangi jumlah penderita kusta sebanyak exp(0,023) dengan syarat variabel

lain konstan, hal sama berlaku untuk variabel X8 dan X10. Pengujian untuk

masing-masing kabupaten kota dapat dilihat hasil estimasinya pada lampiran 10.

Tabel 4.10 menyajikan hasil dari pengujian secara parsial untuk setiap wilayah

Page 29: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

59

yang kesimpulannya akan didapatkan variabel signifikan yang berbeda-beda di

tiap kabupaten/kota.

Tabel 4.10 Variabel signifikan dengan pembobot bisquare

No. Kabupaten/kota Variabel signifikan

1 Cilacap X1, X2, X3, X4, X6, X8, X10

2 Banyumas X1, X2, X3, X4, X6, X8, X10

3 Purbalingga X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X10

4 Banjarnegara X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10

5 Kebumen X1, X2, X3, X4, X6, X8, X9, X10

6 Purworejo X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

7 Wonosobo X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

8 Magelang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

9 Boyolali X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

10 Klaten X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

11 Sukoharjo X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

12 Wonogiri X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

13 Karanganyar X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

14 Sragen X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

15 Grobogan X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

16 Blora X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

17 Rembang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

18 Pati X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

19 Kudus X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

20 Jepara X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

21 Demak X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

22 Semarang X1, X3, X4, X6, X8, X10

23 Temanggung X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

24 Kendal X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10

25 Batang X1, X2, X3, X4, X6, X7,X9 ,X10

26 Pekalongan X1, X2, X3, X4, X6, X7, X10

27 Pemalang X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X10

28 Tegal X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

29 Brebes X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10

30 Kota Magelang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

31 Kota Surakarta X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

32 Kota Salatiga X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

33 Kota Semarang X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10

34 Kota Pekalongan X1, X2, X3, X4, X6, X7, X10

35 Kota Tegal X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10

Karena lebih banyak kabupaten/kota yang signifikan terhadap variabel-

variabel yang sama pengelompokan berdasarkan variabel yang signifikan dalam

Page 30: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

60

pemodelan GWPR dengan pembobot bisquare lebih sedikit dari pada

pengelompokan menggunakan pembobot gaussian. Terdapat 9 kelompok

kabupaten/kota berdasarkan variabel yang signifikan.Kelompok terbanyak yaitu

kelompok kabupaten yang signifikan terhadap variabel persentase rumah tangga

ber-PHBS (X1), persentase rumah sehat (X2), banyaknya dokter (X3), banyaknya

puskesmas (X4), kepadatan penduduk (X6), persentase penduduk miskin (X8),

dan rata-rata lama sekolah (X10) yang terdapat di Kabupaten Tegal dan beberapa

kabupaten/kota yang berada bagian Timur yang wilayahnya saling berdekatan.

Pengelompokan kabupaten berdasarkan variabel yang signifikan juga dapat dilihat

pada gambar berikut.

Gambar 4.15 Pengelompokan kabupaten/kota berdasarkan variabel yang

signifikan dengan pembobot kernel adapive bisquare

PATI

BLORA

CILACAP

BREBES

WONOGIRI

GROBOGANTEGAL

DEMAK

KEBUMEN

JEPARA

KENDAL

BANYUMAS SRAGEN

BOYOLALI

BATANG

REMBANG

PEMALANG

MAGELANG

SEMARANG

KLATENPURWOREJO

WONOSOBO

BANJARNEGARA

PEKALONGAN

KUDUS

TEMANGGUNG

PURBALINGGA

KARANGANYAR

KOTA TEGAL

X1, X2, X3, X4, X6, X7, X10X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X10X1, X2, X3, X4, X6, X7, X8, X9, X10X1, X2, X3, X4, X6, X7,X9 ,X10X1, X2, X3, X4, X6, X8, X10X1, X2, X3, X4, X6, X8, X9, X10

X1, X2, X3, X4, X6, X9, X10X1, X2, X3, X5, X6, X8, X10X1, X3, X4, X6, X8, X10

Page 31: BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASANdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/155/jtptunimus-gdl...32 penderita kusta serta variabel prediktor untuk tiap kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dilihat

61

Variabel yang signifikan disemua kabupaten/kota adalah pesentase rumah

tangga ber-PHBS (X1), banyaknya dokter (X3), kepadatan penduduk (X6), dan

rata-rata lama sekolah penduduk (X10). Terbukti bahwa tidak hanya aspek

kesehatan saja yang berpengaruh terhadap jumlah penderita kusta di suatu wilayah

akan tetapi terdapat juga pengaruh dari aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan

walaupun nilai estimasinya berbeda-beda untuk tiap kabupaten/kota. Adanya

permasalahan dari dari berbagai aspek perlu diperhatikan lagi agar jumlah

penderita kusta dapat cepat disembuhkan dan penularannya tidak menyebar luas.

4.5 Pemilihan Model Terbaik

Perbandingan antara model regresi poisson dan model GWPR dengan

pembobot fungsi kernel gaussian dan bisquare bertujuan untuk mendapatkan

model terbaik. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan model terbaik adalah

nilai AIC minimum, diketahui nilai AIC untuk tiap model adalah sebagai berikut

Tabel 4.11 Perbandingan nilai AIC

Model Nilai AIC

Regresi Poisson 880,134

GWPR (gaussian) 307,294

GWPR (bisquare) 659,165

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui model terbaik untuk pemodelan jumlah

penderita kusta di Jawa Tengah tahun 2012 adalah model GWPR dengan

pembobot kernel gaussian karena memiliki nilai AIC terkecil yaitu 307,294

dibandingkan dengan dua model lain.