bab i fermentasi peter
DESCRIPTION
Teori FermentasiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
1.1.1 Pengertian Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses pengubahan bahan baku (substrat)
yang berupa bahan organik menjadi produk tertentu dengan menggunakan
bantuan mikroba. Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai
minuman atau makanan. Proses fermentasi memerlukan syarat-syarat sebagai
berikut (Abdul, 2010):
1. Substrat yang berperan sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber
nutrisi bagi mikroba.
2. Mikroba yang berperan sebagai pengubah substrat.
3. Tempat (wadah) untuk menjamin berlangsungnya proses fermentasi.
4. Macro nutrient dan micro nutrient sebagai tambahan nutrisi untuk
perkembangan mikroba.
Gambar 1.1 Skema Proses Fermentasi (Abdul, 2010)
Proses fermentasi berisi hal-hal sebagai berikut (Abdul, 2010):
1. Sifat Fermentasi
2. Prinsip Kultivasi Mikroba dalam Sistem Cair
3. Desain Bioreaktor (Fermenter)
4. Desain Media
5. Instrumentasi dan Pengendalian Proses dalam Bioreaktor
6. Tenik Pengukuran
7. Pemindahan Massa dan Energi
8. Peningkatan Skala
9. Fermentasi Substrat Padat
1.1.2 Syarat Fermentasi
Agar fermentasi dapat berjalan dengan optimal, maka harus
memperhatikan faktor-faktor berikut ini (Abdul, 2010):
1. Aseptis (Bebas Kontaminan)
Proses fermentasi harus dilakukan dalam kondisi yang benar-benar
terbebas dari kontaminan. Hal ini bertujuan agar proses fermentasi dapat berjalan
dengan sempurna. Bila fermentasi tidak dilakukan secara aseptis, maka ditakutkan
akan terdapat mikroba lain yang dapat menghalangi proses fermentasi,
menyebabkan ketidak-akuratan dalam pengukuran jumlah mikroba, bahkan
mengkonsumsi nutrisi yang terdapat didalam fermenter sehingga nutrisi akan
habis sebelum proses fermentasi selesai yang menyebabkan produk fermentasi
yang terbentuk sedikit.
2. Komposisi Medium Pertumbuhan
Media yang digunakan di dalam fermentasi harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel
Saccharomyces cereviciae
b. Mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi
sel Saccharomycess cereviciae
c. Tidak mengandung zat yang menghambat pertumbuhan sel
d. Tidak mengandung kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan
dalam penggunaan substrat.
3. Persiapan Inokulasi
Persiapan inokulasi bertujuan untuk mengadaptasikan mikroba terhadap
media fermentasi, sehingga dengan adanya adaptasi mikroba maka diharapkan
mikroba tersebut telah melewati fasa lag yang menyebabkan pertumbuhan sel
akan maksimum dalam waktu yang singkat.
4. Kultur Pertumbuhan
Kultur pertumbuhan mikroba haruslah aseptis agar tidak terjadi
pertumbuhan bakteri lain yang dapat menghambat proses fermentasi.
Kultivasi mikroba baik skala kecil maupun skala besar dilakukan dalam
bejana reaksi spesial yang disebut bioreaktor atau fermenter. Ada tiga model
pengoperasian bioreaktor: batch, kontinu dan fed batch. Pada kultur batch,
bioreaktor diisi dengan medium yang kemudian diinokulasi (Soeryo, 1990).
Gambar 1.2 Reaktor Batch Sederhana Proses Fermentasi (Soeryo, 1990)
Gambar 1.2 merupakan contoh gambar dari reactor batch sederhana yang
digunakan pada proses fermentasi. Pada reaktor ini terdapat beberapa tempat
untuk pengendalian fermentasi seperti tempat pengambilan sampel, tempat
pengendalian pH, suhu, agitasi, dan aerasi.
1.1.3 Tahapan Proses Fermentasi
Tahap-tahap proses fermentasi terdiri atas (Soeryo, 1990):
1. Tahap Persiapan Medium Fermentasi
Medium yang digunakan adalah medium cair yang terdiri dari 2 macam
larutan. Larutan pertama berisi nutrisi-nutrisi untuk pertumbuhan ragi, sedangkan
larutan kedua adalah substrat yang umumnya berupa larutan glukosa dalam air.
Nutrisi yang di perlukan dalam medium pertumbuhan ragi antara lain N, S, O, H,
Mg, K, Ca. Adapun komponen dari media yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Substrat Utama
Sebagai substrat utama digunakan larutan glukosa karena pertumbuhan
biomassa sel Saccharomycess cereviceae merupakan fungsi dari
persentasi glukosa. Faktor utama dalam memilih substrat dalam suatu
sistem fermentasi yaitu tersedianya sumber karbon dan sumber
nitrogen yang bermanfaat untuk pembentukan sel dan
pengembangbiakan sel.
b. Sumber Makronutrien, Mikronutrien, dan growth factor
Sebagai sumber makronutrien, mikronutrien, dan growth factor
umumnya menggunakan zat-zat yang mengandung garam-garam
anorganik, air, vitamin-vitamin, dan oksigen terlarut. Komposisi dan
jenis substrat harus dilakukan percobaan untuk memperoleh substrat
yang paling sesuai untuk setiap fermentasi.
2. Tahap Sterilisasi
Sterilisasi dilakukan terhadap bahan dan alat sehingga terbebas dari
kontaminasi mikroorganisme lain. Sterilisasi perlu dilakukan karena kontaminasi
mikroba lain akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan seperti:
a. Kontaminan meningkatkan persaingan didalam mengkonsumsi
substrat sehingga akan mengurangi perolehan
b. Kontaminan dapat menghambat proses metabolism sel sehingga akan
mengurangi perolehan
c. Kontaminan meningkatkan turbiditas sehingga dapat mengacaukan
pengukuran terhadap jumlah sel setiap saat
3. Tahap Penyiapan Inokulum
Setelah seluruh alat dan bahan steril, dilakukan proses inokulasi
Saccharomycess ceriviceae dari biakan murni. Inokulum yang biasa digunakan
adalah biakan ragi murni dalam larutan aquades. Inokulasi Saccharomycess
cereviceae dilakukan secara aseptis untuk menjaga kemurnian biakan. Setelah
dimasukkan dalam medium, inokulum tersebut dimasukkan dalam alat incubator
selama 16 jam. Hal ini perlu dijaga agar kondisi tetap anaerobik.
4. Tahap Pelaksanaan Fermentasi
Tahap ini dimulai saat inokulum yang telah beradaptasi dalam medium
dimasukkan kedalam medium fermenter. Pada pratikum ini fermenter yang
digunakan adalah ketel yang bervolume 2 liter. Fermenter adalah suatu reaktor
yang dipersiapkan untuk melakukan reaksi fermentasi yang dilengkapi dengan
pengaduk, saluran aerasi, dan perlengkapan lainnya. Pelaksanaan fermentasi
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Nutrisi, subtrat, dan inokulan dimasukkan kedalam fermentor yang
dilakukan secara aseptis. Nutrisi dimasukkan kedalam fermentor
setelah disterilisasi dalam autoclave. Kemudian subtrat dan inokulan
dimasukkan kedalam fermentor secara aseptis juga.
b. Tahap selanjutnya yaitu tahap pengadukan atau agitasi. Agitasi
berfungsi sebagai alat penghomogen larutan fermentasi. Agitasi
dilakukan pada kecepatan 220 rpm. Pengadukan dilakukan oleh
impeller yang berjumlah 3 buah. Semakin banyak jumlah impeller
dalam fermenter maka larutan tersebut akan semakin homogen.
5. Tahap Pengambilan dan Pengujian Sampel
Dalam percobaan fermentasi ini sampel untuk analisis diambil dari outlet
sampel yang disebut sampling point. Untuk mencegah kontaminasi udara luar dan
menjamin bahwa sampel yang dianalisis adalah medium yang representatif dan
pada kondisi tepat saat pengambilan sampel tanpa terpengaruh kotoran dan
sampel sebelumnya yang mungkin ada di aliran sampling point, maka 5 ml
pertama dari sampel harus di buang. Analisis yang diperlukan adalah konsentrasi
glukosa dan konsentrasi ragi setiap waktu.
Penentuan konsentrasi sel ragi dan glukosa dilakukan dengan analisis
spektrofotometri. Prinsip spektrofotometri adalah analisis turbidometri yaitu
menganalisis konsentrasi suatu zat berdasarkan kekeruhannya di banding sampel
blangko yang dianggap nilai nol absorban atau full scale transmitan, atau tidak
mengandung konsentrasi zat yang dianalisis.
Untuk membuat kurva pertumbuhan diperlukan kurva baku untuk
mengkorelasikan antara konsentrasi sel terhadap absorban. Panjang gelombang
yang digunakan adalah 520 nm.Sampel untuk analisa konsentrasi glukosa harus di
sentrifugasi terlebih dahulu untuk mengendapkan semua sel ragi sedemikian
sampai larutan medium terlihat jernih sehingga tidak mengganggu pancaran sinar
saat diperiksa dengan spektrofotometri. Sentrifugasi dilakukan selama 15 menit
dengan kecepatan putaran 2000 rpm. Hasil sentrifugasi adalah supernatant
dibagian atas yang berupa cairan yang mengandung glukosa residu (belum
terkonsumsi sel ragi) dan endapan sel ragi dibagian bawah.
6. Tahap Penentuan Growth Yield
Perolehan biomassa yang menunjukkan produktivitas proses fermentasi
dinyatakan sebagai perolehan yield. Growth yield ini dinyatakan dengan
persamaan:
Y= ∆ X∆ S
=X−X 0
S0−S ..............................................................(1.1)
Dimana: X = massa sel saat t
X0= massa sel awal
S = massa glukosa saat t
S0= massa glukosa awal
7. Penentuan Laju Pertumbuhan Spesifik Maksimum (µmaks)
Laju pertumbuhan spesifik mikroorganisme (µ) diformulasikan sebagai:
μ= 1 dxX dt
.............................................................................(1.2)
Nilai µ akan bernilai maksimum bila dxdt
benilai maksimum. dxdt
adalah
gradien kurva pertumbuhan yang menunjukkan jumlah sel ragi setiap waktu. Nilai
maksimum dxdt
pada logaritmik, dimana terlihat jumlah mikroba yang tinggi dan
konstan selama beberapa saat.
1.1.4 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Saat sel ditumbuhkan pada kultur batch, sel akan mengalami beberapa fase
pertumbuhan: lag phase, exponential (or log) phase, stationary phase dan the
death phase (Soeryo, 1990):
Gambar 1.3. Kurva Karakteristik Pertumbuhan Sel Dalam Medium Fermentor
(Soeryo, 1990)
Pertumbuhan kultur mikroba umumnya dapat digambarkan dalam suatu
kurva pertumbuhan. Pertumbuhan mikroba dapat terbagi dalam beberapa tahap
seperti pada Gambar 1.3, antara lain (Soeryo, 1990):
a. Fasa Stationer
Fasa stationer adalah fasa yang disebut fasa adaptasi atau lag phase. Pada
saat ini mikroba lebih berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
medium baru daripada tumbuh ataupun berkembang biak. Pada saat ini
mikroba berusaha merombak materi-materi dalam medium agar dapat
digunakan sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya. Bila dalam medium ada
komponen yang tidak dikenal mikroba, mikroba akan memproduksi enzim
ekstraselular untuk merombak komponen tersebut. Fasa ini juga
berlangsung seleksi. Hanya mikroba yang dapat mencerna nutrisi dalam
medium untuk pertumbuhannya lah yang dapat bertahan hidup.
b. Fasa Pertumbuhan Dipercepat
Fasa pertumbuhan dipercepat adalah fasa dimana mikroba sudah dapat
menggunakan nutrisi dalam medium fermentasinya. Pada fasa ini mikroba
banyak tumbuh dan membelah diri sehingga jumlahnya meningkat dengan
cepat.
c. Fasa Eksponensial
Fasa eksponensial adalah akhir fasa pertumbuhan dipercepat. Pada fasa ini
laju pertumbuhan tetap pada laju pertumbuhan maksimum (μmaks). Nilai
μmaks ini ditentukan oleh konstanta jenuh/ saturasi substrat. Nilai μmaks
untuk setiap mikroba juga tertentu pada masing-masing substrat.
d. Fasa Pertumbuhan Diperlambat
Fasa pertumbuhan diperlambat dimulai pada akhir fasa eksponensial.
Pertumbuhan mikroba yang begitu cepat tidak diimbangi tersedianya
nutrisi yang cukup. Jika fermentasi dilakukan secara batch, dimana umpan
nutrisi dimasukkan hanya pada awal proses fermentasi, pada waktu
tertentu saat jumlah mikroba yang mengkonsumsi nutrisi tersebut melebihi
daya dukung nutrisi akan terjadi kekurangan nutrisi. Hal lain yang
memperlambat pertumbuhan mikroba adalah terjadinya inhibisi ataupun
represi yang terjadi karena terakumulasinya produk metabolit sekunder
hasil aktifitas fermentasi mikroorganisme.
e. Fasa Kematian
Fasa ini terjadi apabila nutrisi sudah benar-benar tidak dapat lagi
mencukupi kebutuhan mikroorganisme. Keadaan ini diperparah oleh
akumulasi produk metabolit primer dan sekunder yang tidak dipanen
sehingga terus menginhibisi ataupun merepresi pertumbuhan sel
mikroorganisme. Selain itu umur sel juga sudah tua, sehingga pertahan sel
terhadap lingkungan yang berbeda dari kondisi biasanya juga berkurang.
1.1.5 Jenis-Jenis Fermentasi
Fermentasi secara umum dibagi menjadi 2 model utama yaitu fermentasi
media cair (liquid state fermentation, LSF) dan fermentasi media padat (solid state
fermentation, SSF). Fermentasi media cair diartikan sebagai fermentasi yang
melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel bersangkutan
atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut atau suspensi sebagai
partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi media padat merupakan proses
fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air
cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi cair dapat meliputi fermentasi
minuman anggur dan alkohol, fermentasi asam cuka, yoghurt dan kefir.
Fermentasi media padat seperti fermentasi tape, oncom, dan kecap.
1. Fermentasi Media Cair
Komponen tambahan yang diperlukan pada pakan generasi baru seringkali
disintesa secara terpisah dan kemudian ditambahkan. Cara yang digunakan
biasanya dengan cara fermentasi media cair, yang dapat mensitesa asam-asam
amino, asam-asam organik, enzim-enzim, dan beberapa vitamin. Fermentasi cair
dengan teknik tradisional dilakukan pengadukan, berbeda dengan teknik
fermentasi cair modern melibatkan fermenter yang dilengkapi dengan: pengaduk
agar medium tetap homogen, aerasi, pengatur suhu (pendinginan dan pemanasan)
dan hasil lebih uniform dan dapat diprediksi. Tidak dilakukan juga sterilisasi,
namun pemanasan, perebusan, dan pengukusan mematikan banyak mikroba
pesaing.
2. Fermentasi Media Padat
Fermentasi media (substrat) padat mempunyai kandungan nutrien per
volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari
keseluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba
dan sisa substrat.
1.1.6 Sifat Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh sumber karbon,
sumber nitrogen, mineral-mineral, vitamin-vitamin dan kondisi lingkungan
pertumbuhan seperti suhu dan pH. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah
sifat pertumbuhan mikroorganisme. Sifat pertumbuhan mikroorganisme secara
umum dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu (Ahmad, 2009):
1. Mikroorganisme Aerob
Pertumbuhan mikroorganisme aerob membutuhkan oksigen bebas untuk
berkembang biak. Bila oksigen bebas tidak tersedia atau tidak mencukupi maka
pertumbuhan mikroorganisme tersebut akan terhambat. Terhambatnya
pertumbuhan mikroorganisme mengakibatkan pembentukan produk menjadi
rendah. Selain itu ada juga mikroorganisme aerob yang tidak dapat hidup sama
sekali tanpa ada oksigen. Jenis mikroorganisme ini disebut mikroorganisme yang
obligat aerob.
2. Mikroorganisme Anaerob
Pertumbuhan mikroorganisme anaerob berlangsung secara tanpa adanya
oksigen bebas. Jenis mikroorganisme ini, bila ada oksigen bebas akan terhambat
pertumbuhannya. Oksigen di butuhkan oleh mikroorganisme anaerob yang
didapatkan dari persenyawaan yang mengandung oksigen didalam media substrat.
Untuk mendapatkan kondisi anaerob, bisa dilakukan dengan memasukkan gas
nitrogen kedalam media substrat. Selain dari itu, ada juga mikroorganisme
anaerob yang tidak dapat hidup sama sekali apabila ada oksigen bebas. Jenis
mikroorgnisme ini disebut juga sebagai mikroorganisme obligat anerob.
3. Mikroorganisme Fakultatif
Pertumbuhan mikroorganisme fakultatif dapat berlangsung pada kondisi
aerob maupun anaerob. Dengan kata lain mikroorganisme ini dapat hidup tanpa
ada oksigen ataupun ada oksigen. Kelemahan fermentasi menggunakan
mikroorganisme antara lain terjadi pada saat pembentukan produk. Pada saat
fermentasi berlangsung yang diharapkan adalah proses aerob, artinya dalam
media fermentasi dipasokkan oksigen bebas. Namun selama fermentasi
berlangsung, pemasok oksigen terganggu atau terhenti maka produk yang
diharapkan beralih ke produk yang dihasilkan dari proses fermentasi anaerob.
Salah satu contoh yaitu jamur Aspergillus niger dan Ragi Saccharomycess
cerriviceae, bila proses fermentasi berlangsung dengan proses aerob maka akan
terbentuk produk berupa asam sitrat. Namun bila fermentasi berlangsung dengan
proses anerob maka didapatkan produk berupa etanol.
1.1.7 Pengendalian Proses Fermentasi
Untuk mengendalikan proses fermentasi agar berada dalam kondisi yang
optimum, dibutuhkan beberapa parameter pengendalian proses. Parameter yang
digunakan untuk mengendalikan proses fermentasi antara lain pH, suhu, aerasi
dan agitasi, dan pembusaan. Uraian tentang masing-masing parameter tersebut
dikemukanan dibawah ini (Ahmad, 2009).
1. pH
Proses fermentasi merupakan proses yang berdasarkan pada kerja enzim.
Jadi aktivitas yang berlangsung dalam proses fermentasi tergantung pada aktivitas
enzimnya. Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh komposisi enzim tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa enzim terdiri dari protein katalitik. Protein katalitik
sangat dipengaruhi oleh pH. Bila pH rendah atau pH tinggi maka protein katalitik
akan terdenaturasi. Akibatnya fungsi enzim akan terganggu dan akan menghambat
proses katalisasi didalam proses fermentasi.
Kondisi optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme tergantung pada
mikroorganisme yang dipilih. Setiap mikroorganisme mempunyai pH optimum
tertentu untuk dapat tumbuh dengan cepat. Oleh karena itu, substrat untuk
pertumbuhan mikroorganisme harus diatur seteliti mungkin sesuai dengan pH
optimum mikroorganisme tersebut. Sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh
pada rentang pH 3 hingga 4. Bakteri umumnya tumbuh pada rentang pH 4 hingga
8. Ragi tumbuh pada rentang pH 3 hingga 8 dan jamur (fungi) tumbuh pada
rentang pH 3 hingga 7 dan sel-sel eukariot mampu tumbuh pada rentang ph 6,5
hingga 7,5.
Prinsip dasar pengaturan pH adalah dengan penambahan asam atau basa.
Bila pH proses turun dari pH yang ditetapkan (pH proses menjadi asam) maka
untuk meningkatkan pH cairan dapat dilakukan dengan penambahan basa (pada
umumnya menggunakan larutan NaOH) sehingga pH proses sesuai dengan yang
diinginkan. Dan jika pH proses naik dari pH yang telah ditetapkan (pH proses
menjadi basa) maka untuk menurunkan pH cairan dapat dilakukan dengan
penambahan asam (pada umumnya menggunakan larutan HCl atau H2SO4).
2. Suhu
Suhu mempengaruhi laju reaksi, namun bila suhu terlalu tinggi untuk
pertumbuhan mikroorganisme maka dapat menyebabkan kerusakan terhadap
enzim. Akibatnya akan mempengaruhi aktivitas enzim tersebut. Bila suhu terlalu
rendah akan mengakibatkan aktivitas enzim terhambat. Oleh karena itu, untuk
mengoptimalisasi pertumbuhan mikroorganisme harus dilakukan proses
fermentasi pada kondisi suhu optimum. Pertumbuhan mikroorganisme yang
maksimum berdasarkan suhu proses fermentasi dapat digolongkan dalam 3
keadaan, yaitu psikhrofilik (<20oC), mesofilik (30–35oC), dan termofilik (>50oC).
3. Aerasi dan Agitasi
Proses fermentasi dapat berlansung secara aerob dan anaerob. Pada proses
secara aerob, proses fermentasi membutuhkan oksigen bebas untuk metabolisme
sel. Sedangkan proses secara anaerob, proses fermentasi berlangsung tanpa
adanya oksigen bebas, sumber oksigennya berasal dari oksigen yang terbentuk
akibat biotransformasi senyawa-senyawa organik yang terjadi selama proses
fermentasi berlangsung.
Khusus untuk proses fermentasi secara aerob, oksigen bebas didapatkan
dengan cara mengalirkan udara ke dalam media cair atau penyerapan udara dari
alam ke dalam media padat. Kebutuhan oksigen bebas dalam fermentasi cair
secara aerob dapat dipasok secara kontinu. Tujuan pemasokan oksigen secara
kontinu adalah untuk mencegah terjadinya defisit oksigen selama fermentasi
berlangsung. Pemasokan oksigen dalam media cair dapat dilakukan dengan jalan
mengalirkan oksigen (aerasi) ke dalam media cair. Untuk penyeragaman distribusi
oksigen bebas didalam media cair dilakukan dengan jalan pengadukan (agitasi).
Selain itu fungsi pengadukan adalah untuk memecah sel berkoloni sehingga sel-
sel mikroorganisme tidak menyatu membentuk gumpalan-gumpalan. Sebab bila
sel mengalami penggumpalan maka pengembangbiakan sel akan terganggu akibat
sel tersebut tidak mendapatkan makanan yang cukup dari substrat.
4. Pembusaan
Setiap proses fermentasi akan menghasilkan CO2 atau berupa gas metana.
Akibat timbulnya gas dari hasil samping proses fermentasi akan menghasilkan
busa. Pembusaan yang tinggi akan menyebabkan sebagaian besar cairan akan
keluar dari fermentor.
Busa yang dihasilkan selama proses fermentasi dapat dicegah dengan
penambahan senyawa anti busa (antifoam) ke dalam media cair fermentasi secara
periodik. Senyawa anti busa yang banyak dipasarkan berupa senyawa murni
maupun senyawa campuran. Untuk senyawa murni memang khusus
diperuntukkan untuk senyawa nati busa (antifoam) namun harganya relative
mahal. Untuk senyawa campuran dapat diperoleh sebagai minyak makan yang
berasal dari bahan kacang-kacangan.
1.1.8 Kinetika Fermentasi Batch
Kinetika pertumbuhan dan pembentukan produk mencerminkan
kemampuan sel untuk bereaksi dengan lingkungannya. Kinetika pertumbuhan dan
pembentukan produk dapat digambarkan dengan model matematik yaitu model
terstruktur atau model tak terstruktur. Model terstruktur menggambarkan bahwa
sel merupakan suatu kumpulan heterogen yang mempunyai sifat dan keadaan
yang berbeda. Model ini menampilkan bahwa sel terdiri dari beberapa macam
komponen yang heterogen sehingga pemahaman model kinetikanya lebih rumit.
Model kinetika harus dapat menggambarkan komponen-komponen yang
menyusun sel tersebut. Model tak terstruktur melihat sel sebagai suatu kesatuan
dari beberapa komponen yang mempunyai sifat dan keadaan yang rata-rata
hamper sama sehingga dapat dipandang sebagai komponen tunggal (Ahmad,
2009).
Kinetika pertumbuhan mikroorganisme biasanya dinyatakan dengan waktu
yang diperlukan untuk menggandakan massa sel atau jumlah sel. Waktu
penggandaan massa sel akan berbeda dengan waktu penggandaan jumlah sel
sebab massa sel dapat meningkat tanpa peningkatan jumlah sel. Akan tetapi, bila
dalam lingkungan tertentu penggandaan massa sel atau jumlah sel berada dalam
selang waktu yang konstan maka pertumbuhan mikroorganisme berada pada fase
eksponensial atau fase log. Dibawah kondisi ini maka pertumbuhan bisa
digambarkan dengan (Ahmad, 2009):
−dxdt
=μ x atau −dx
dt=μn x..........................................(1.3)
Dimana: x = konsentrasi sel (g/L)
N = jumlah sel (sel/L)
T = waktu (jam)
µ = laju pertumbuhan spesifik maksimum (jam-1)
µn = laju pertumbuhan spesifik maksimum (jlh)
Model matematika diatas, hanya menggambarkan pertumbuhan
mikroorganisme pada fase log atau eksponensial. Pertumbuhan mikroorganisme
pada fase eksponensial atau disebut juga pertumbuhan logaritme karena pada fase
ini bercirikan garis lurus. Pertumbuhan pada fase ini merupakan metode
pertumbuhan yang seimbang atau pertumbuhan keadaan tunak (steady state)
dimana laju pertumbuhan spesifik adalah konstan (Ahmad, 2009).
Pada sistem batch, selama fermentasi berlangsung maka komposisi subtrat
akan berubah setiap waktu dan produk metabolik akan terbentuk.
Konsekuensinya, lingkungan pertumbuhan mikroorganisme tidak dalam keadaan
tunak (steady state). Sebagian besar fermentasi batch berlangsung pada laju
pertumbuhan spesifik yang konstan dan tidak tergantung pada perubahan
konsentrasi nutrien. Tetapi laju pertumbuhan merupakan fungsi konsentrasi
subtrat. Bentuk persamaan yang menggambarkan hubungan antara laju
pertumbuhan dan konsentrasi subtrat telah diamati Monod (1949). Bentuk
persamaan tersebut dikenal sebagai model Monod,
μ=μmaksS
K s+S ..................................................(1.4)
Dimana: µ = laju pertumbuhan spesifik (jam-1)
μmaks = laju pertumbuhan spesifik maksimum ( jam-1)
S = konsentrasi subtrat (g/L)
Ks = kontanta kejenuhan subtrat (g/L)
Model Monod berdasarkan pada pengamatam empirik tetapi sering
dianalogikan dengan kinetika enzim oleh Michaelis-Menten dengan hipotesa
bahwa langkah pengendalian laju pertumbuhan adalah tunggal yaitu laju pembatas
katalis enzim. Sebenarnya ada model lain yang menggambarkan hubungan laju
pertumbuhan mikroorganisme terhadap konsentrasi subtrat, namun model yang
paling sederhana dan sering digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan
mikroorganisme adalah model Monod (Ahmad, 2009).
1.1.9 Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati tergolong eukariotik
(memiliki membran inti), ukuran 6-8 mikron, berbentuk bulat telur, melakukan
reproduksi dengan cara bertunas dan dapat hidup di lingkungan aerob maupun
anaerob. Kata Saccharomyces cerevisiae berasal dari kata Saccharo artinya gula
dan myces artinya makan sedangkan cerevisiae artinya berkembang biak yang
secara keseluruhan berarti ragi hidup dan berkembang biak dengan memakan gula
(Kumalasari, 2012).
Saccharomyces sejak dulu berperan dalam fermentasi yang produk utama
metabolismenya adalah etanol. Saccharomyces cerevisiae adalah jenis utama yang
berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur dan digunakan
untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti (Kumalasari, 2012).
Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi etanol hingga
13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan
Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya
penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh
dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin.
Temperatur optimum untuk fermentasi antara 28 – 30°C (Kumalasari, 2012).
1.1.10 Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol merupakan jenis cairan yang mudah
menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling
sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat
psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer
modern (Kumalasari, 2012).
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik
paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang
memabukkan juga telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang
ditujukan untuk kegunaan industri dihasilkan dari produk sampingan pengilangan
minyak bumi (Kumalasari, 2012).
Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada
parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah
pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia
lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar
(Kumalasari, 2012).
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mengetahui jenis fermentasi yang dilakukan
2. Mahasiswa mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap berat sel
kering
3. Mahasiswa mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar glukosa
4. Mahasiswa mengetahui pengaruh waktu fermentasi terhadap kadar etanol
yang dihasilkkan.