bab i pendahuluan - theses and dissertations...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kabupaten Sleman memiliki beragam sumber daya alam yang merupakan suatu rangkaian destinasi wisata. Adanya gunung berapi yang sangat aktif di Kabupaten Sleman membuat wisatawan tertarik untuk menikmati alam yang masih alami serta budaya yang masih melekat pada masyarakatnya. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Kabupaten Sleman mempunyai visi, yaitu mewujudkan masyarakat Sleman yang sejahtera dan dinamis melalui pelestarian dan pengembangan serta pariwisata yang berwawasan lingkungan 1 . Melalui visi yang dicanangkan inilah, maka pemerintah daerah Kabupaten Sleman saat ini sangat giat mengembangkan destinasi wisata yang berwawasan lingkungan, khususnya desa wisata. Menurut RIPKA Kabupaten Sleman 2012-2016, hingga saat ini terdapat 37 desa wisata di Kabupaten Sleman dengan beragam potensi yang dimiliki, seperti desa wisata budaya, desa wisata alam, desa wisata sejarah, desa wisata kerajinan, dan lain-lain. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kondisi pariwisata di Kabupaten Sleman sekarang ini meningkat cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan jumlah wisatawan, baik asing maupun domestik, yang berkunjung ke Kabupaten Sleman terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun sempat mengalami penurunan 1 RIPKA Kabupaten Sleman 2012-2016

Upload: vodang

Post on 08-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Kabupaten Sleman memiliki beragam sumber daya alam yang merupakan

suatu rangkaian destinasi wisata. Adanya gunung berapi yang sangat aktif di

Kabupaten Sleman membuat wisatawan tertarik untuk menikmati alam yang

masih alami serta budaya yang masih melekat pada masyarakatnya. Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata di Kabupaten Sleman mempunyai visi, yaitu

mewujudkan masyarakat Sleman yang sejahtera dan dinamis melalui pelestarian

dan pengembangan serta pariwisata yang berwawasan lingkungan1. Melalui visi

yang dicanangkan inilah, maka pemerintah daerah Kabupaten Sleman saat ini

sangat giat mengembangkan destinasi wisata yang berwawasan lingkungan,

khususnya desa wisata. Menurut RIPKA Kabupaten Sleman 2012-2016, hingga

saat ini terdapat 37 desa wisata di Kabupaten Sleman dengan beragam potensi

yang dimiliki, seperti desa wisata budaya, desa wisata alam, desa wisata sejarah,

desa wisata kerajinan, dan lain-lain.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, kondisi pariwisata di Kabupaten

Sleman sekarang ini meningkat cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan jumlah

wisatawan, baik asing maupun domestik, yang berkunjung ke Kabupaten Sleman

terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun sempat mengalami penurunan

1 RIPKA Kabupaten Sleman 2012-2016

2

yang cukup signifikan pada tahun 20102. Adanya bencana Gunung Merapi pada

bulan November 2010 yang merusak sarana dan prasarana di beberapa daerah di

Kabupaten Sleman ditengarai menjadi salah satu penyebab penurunan jumlah

kunjungan wisatawan. Namun demikian, bencana tersebut tidak menjadi halangan

bagi pengelola pariwisata (stakeholder) untuk terus memperbaiki sektor

pariwisata. Para stakeholder terus mengupayakan untuk memperbaiki sarana dan

prasarana pasca bencana agar kegiatan pariwisata di Kabupaten Sleman dapat

tetap berjalan dan bahkan dapat meningkat setiap tahunnya.

Kebijakan Pemerintah daerah Kabupaten Sleman untuk menjadikan wisata

alam sebagai salah satu atraksi utama, nampaknya sejalan dengan hasil rumusan

Konferensi World Tourism Organization (WTO) di Chili tahun 1999 yang

merekomendasikan beberapa Etika Global Pariwisata, diantaranya menjamin

sumber daya alam, melindungi lingkungan dari dampak buruk kegiatan bisnis

pariwisata, dan memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan pariwisata

berkelanjutan (sustainable tourism development) melalui pemanfaatkan sumber

daya alam, pengelolaan sampah dan mempertahankan keberagaman3. Melalui

dasar konferensi tersebut, maka konsep pariwisata yang berkelanjutan, seperti

ekowisata dapat diterapkan di daerah yang memiliki potensi alam dan keaslian

budaya masyarakat lokal. Hal ini sesuai dengan tujuan ekowisata yang terus

mengupayakan adanya pelestarian lingkungan dan kontribusi aktif dari

masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata. Oleh karena itu, kegiatan

2Data Statistik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman mengenai Kunjungan

wisatawan Kabupaten Sleman 2005-2012 3 - - E diakses pada Kamis, 24

April 2014 pukul 20.00 WIB.

3

wisata dengan menjaga lingkungan dapat menjadi trend terbaru di dunia

pariwisata.

Salah satu destinasi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman, dan

sangat menarik untuk diteliti adalah Desa Wisata Pancoh. Desa wisata ini

merupakan salah satu dari tiga desa wisata yang baru dikukuhkan pada tanggal 14

Februari 2012 sebagai desa ekowisata di Kabupaten Sleman4. Menurut Lembaga

Pengembangan Teknologi Perdesaan (LPTP), pengukuhan Dusun Pancoh sebagai

desa ekowisata berbeda dengan wisata konvensional lainnya. Konsep ekowisata

mendapat perhatian besar untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya alam.

Desa Wisata Pancoh menawarkan beberapa paket wisata berupa kebun bunga dan

salak pondoh, persawahan, kolam ikan, budaya dan kesenian, sungai, bangunan

kuno serta kandang ternak konsumsi. Namun demikian, Desa Wisata Pancoh

memiliki banyak potensi ekowisata yang belum dikembangkan. Oleh karena itu,

diperlukan adanya penelitian mengenai gambaran potensi yang dimiliki oleh Desa

Wisata Pancoh, serta strategi pengembangan yang sesuai dengan konsep

ekowisata agar menarik minat wisatawan untuk berwisata dan belajar

melestarikan lingkungan di desa sekitar lereng Gunung Merapi, khususnya Desa

Wisata Pancoh.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian

sebagai berikut:

4 Silahkan melihat http://humas.slemankab.go.id/pancoh-sambi-dan-wonogiri-dikukuhkan-jadi-

desa-ekowisata/ diakses pada Kamis, 24 April 2014 pukul 21.00 WIB.

4

1. Apa saja potensi (baik internal maupun eksternal) yang dimiliki oleh Desa

Wisata Pancoh?

2. Bagaimana strategi pengembangan yang tepat untuk diterapkan di Desa

Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata di Kabupaten Sleman?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui potensi (baik internal maupun eksternal) yang dimiliki

oleh Desa Wisata Pancoh.

2. Untuk mengetahui strategi yang tepat bagi pengembangan Desa Wisata

Pancoh sebagai Desa Ekowisata di Kabupaten Sleman.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengacu pada tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini

diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu sebagai berikut :

a. Manfaat Teoretis

Kaitannya dengan bidang akademisi, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan konsep yang tepat bagi studi mengenai desa ekowisata.

b. Manfaat Praktis

Dalam hal praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi

bagi Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman dalam melakukan pengembangan

ekowisata di Desa Pancoh.Selain itu, penelitian mengenai konsep pengembangan

5

desa wisata ini diharapkan dapat dijadikan model bagi pengembangan desa

ekowisata di daerah lain di Indonesia.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai ekowisata sudah banyak dilakukan oleh peneliti-

peneliti sebelumnya. Berikut ini penjelaskan beberapa hasil penelitian yang

dilakukan oleh peneliti sebelumnya sebagai gambaran untuk melihat posisi

penelitian ini terhadap penelitian terdahulu. Penelitian ekowisata berbasis

k k k M W k D W ’

M k k “I k S

P Ek b P M k S k ” (2011) P b

mencoba memaparkan mengenai ekowisata yang masih kurang efektif karena

lemahnya kerjasama antar pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber

daya alam dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana

masyarakat Desa Colo, Kabupaten Kudus memahami mengenai potensi ekowisata

yang dimiliki daerahnya. Hasil dari penelitian ini adalah Desa Colo sudah

memiliki kegiatan yang mengarah pada ekowisata, namun masyarakat sekitar

belum berencana untuk menjual kegiatan tersebut kepada wisatawan. Selain itu,

diketahui bahwa belum ada peraturan mengenai pengelolaan kawasan alam Muria

yang melibatkan masyarakat dan pemerintah desa terkait.

Penelitian lainnya dapat dilihat pada jurnal ilmiah yang ditulis oleh Dias

S b “S P b Ek wisata Berbasis Ekonomi Lokal

k P P k D W b M ”

6

(2009). Penelitian tersebut mencoba memaparkan mengenai potensi dan strategi

pengembangan wisata di Pulau Sempu sebagai kawasan ekowisata. Tujuan

penelitian ini dilakukan adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai

gambaran praktek ekowisata di Pulau Sempu dan kemudian merencanakan

langkah berikutnya bagi masyarakat yang terlibat dalam pengembangannya.

Dalam menganalisis data yang didapat di lapangan, peneliti menggunakan analisis

SWOT untuk mendapatkan gambaran strategi pengembangan yang dapat

dilakukan selanjutnya.

Salah satu penelitian yang masih ada relevansi dengan strategi

pengembangan dan ekowisata juga pernah dilakukan oleh I Ketut Saskara yang

be “S P b D k Ek b k

D C M b b ” (2013) P

membahas mengenai potensi-potensi Desa Cau Belayu yang dapat dikembangkan

sebagai produk ekowisata dan kendala pengembangannya. Kemudian strategi

pengembangan, persepsi masyarakat dan wisatawan mengenai pengembangan

ekowisata di Desa Cau Belayu. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

Desa Cau Belayu memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk

ekowisata, seperti persawahan, perkebunan, pemandangan alam, kesenian

tradisional, upacara agama, dan lain-lain. Persepsi masyarakat dan wisatawan juga

sangat positif dan menyambut adanya pengembangan yang melibatkan

masyarakat sekitar. Strategi pengembangan di Desa Cau Belayu dimulai dari

penerapan prinsip ekowisata kemudian dianalisis berdasarkan kriteria

pengembangan ekowisata dengan pendekatan 4A (Attraction, Accesable,

7

Amenities, Ancillary). Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa Desa Cau

Belayu seharusnya dapat melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten

Tabanan dalam hal perencanaan dan pengembangan daya tarik ekowisata.

Masyarakat Desa Cau Belayu juga diharapkan dapat mempertahankan

kebudayaannya dan tidak mendapatkan pengaruh oleh kebudayaan asing yang

dibawa oleh wisatawan asing yang berkunjung.

Penelitian selanjutnya adalah penelitian tesis mengenai ekowisata yang

pernah k k I D S b “P Ek

P b P b M k ” (2007)

kasus Kota Batu, Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui produk-

produk ekowisata yang berdasar pada masyarakat Kota Batu dan

pengembangannya. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh ekowisata

terhadap pemberdayaan masyarakat di Kota Batu, Jawa Timur. Hasil dari

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa banyak sekali produk-produk ekowisata di

Kota Batu yang sedang dikembangkan oleh masyarakat. Dalam hal

pemberdayaan, masyarakat Kota Batu sudah berperan namun hanya secara pasif

saja. Dari analisis tersebut, berikut adalah beberapa faktor pengembangan

ekowisata di Kota Batu yang berbasis pada masyarakat : skill/keahlian

masyarakat, dukungan permodalan, perlindungan terhadap alam, akses terhadap

pengembangan sumber daya, fasilitas dan infrastruktur, inovasi atraksi wisata

baru, kualitas pelayanan, kemudahan akses dan pemerintah, pengetahuan

ekowisata travel agency, dan kepedulian wisatawan terhadap alam.

8

Jika dibandingkan dengan penelitian yang sebelumnya, perbedaan mendasar

dari penelitian ini adalah khususnya pada fokus pembahasan dan lokus penelitian.

Pada penelitian ini, fokus bahasannya adalah pada potensi dan strategi

pengembangan yang dihubungkan dengan konsep ekowisata. Sedangkan lokus

penelitian yaitu di Desa Wisata Pancoh, Girikerto, Turi, Sleman. Karena Desa

Wisata Pancoh merupakan desa wisata yang baru dikembangkan di Kabupaten

Sleman, maka belum ada penelitian sebelumnya yang membahas mengenai Desa

Pancoh.

1.6 Landasan Teori

Dikarenakan penelitian ini menjelaskan tentang pengembangan ekowisata di

Desa Wisata Pancoh, maka landasan teori yang dipakai hanya akan fokus pada

pembahasan mengenai konsep ekowisata.

International Union for Conservation of Nature (IUCN) menjelaskan bahwa

ekowisata adalah: “Environmentally responsible travel to natural areas, in order

to enjoy and appreciate nature (and accompanying cultural features, both past

and present) that promote conservation, have a low visitor impact and provide for

beneficially active socio-economic involvement of local people”5. Dari pengertian

di atas, dapat dipahami bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu

wilayah yang lingkungan alamnya masih asri, disertai dengan adanya usaha untuk

menghargai kebudayaan lokal dan alamnya, mendukung adanya usaha konservasi,

5http://www.iucn.org/ diakses pada Jumat, 10 Oktober 2014 pukul 21.00 WIB.

9

meminimalkan dampak negatif oleh pengunjung, dan memberikan dampak positif

terhadap sosial ekonomi penduduk lokal.

Selain itu, menurut The International Ecotourism Society (IES) ekowisata

adalah: “The responsible travel to natural areas that conserves the environment

and sustains the well-being of local people”6. Dari pengertian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa wisatawan yang berkunjung dan melaksanakan partisipasi

dalam suatu kegiatan ekowisata dituntut untuk mentaati prinsip-prinsip, seperti

meminimalisasi dampak dan membangun kesadaran kepada alam dan budaya

lokal, memberikan keuntungan dan manfaat secara langsung untuk upaya

konservasi, dan pemberdayaan masyarakat lokal sehingga memberikan dampak

positif terhadap ekonomi masyarakat setempat.

Menguatkan pendapat di atas, menururt Ranijith Bandara (2009: 473-474):

“Ecotourism has been hailed as a panacea: a way to find conservation and

scientific research; promote development in poor countries; enhance ecological

and cultural sensitivity; insil environmental awareness and a social conscience in

the travel industry; satisfy and educate the discriminating tourist; and some

claiim, build world peace”. Ranijith menyimpulkan bahwa ekowisata telah diakui

sebagai cara yang sangat efektif untuk melakukan konservasi dan penelitian

ilmiah. Selain untuk melindungi ekosistem yang rapuh dan masih alami,

ekowisata juga dapat menjadi media untuk memberikan keuntungan bagi

masyarakat pedesaan dan mempromosikan pembangunan di negara-negara

miskin. Adanya ekowisata juga akan meningkatkan kesadaran lingkungan dan

6https://www.ecotourism.org/oslo-statement-on-ecotourism diakses pada Jumat, 10 Oktober 2014

pukul 20.30 WIB.

10

kesadaran sosial di industri pariwisata, meningkatkan kepuasan yang sekaligus

mendidik wisatawan yang diskriminatif. Oleh beberapa peneliti, ekowisata

diharapkan dapat membangun perdamaian dunia (lihat pula Honey, 1999: 4).

Lee, dkk. (2012: 520) menjelaskan bahwa terdapat tiga kriteria sebuah

destinasi wisata dapat dikategorikan sebagai ekowisata :

a) Atraksi wisata yang berbasis pada alam

Menurut Lee, dkk. (2012: 520) b “attractions are primarily nature-

based, focusing normally on relatively undisturbed ecosystems and the noncaptive

endemic”. Maknanya adalah atraksi wisata yang ditawarkan kepada wisatawan

harus berbasis pada alam dengan tidak mengganggu dan mengubah keaslian

ekosistem (lihat pula Blamey, 2001).

b) Atraksi wisata berbasis pada pendidikan

Lee, dkk. (2012: 520) mengatakan bahwa : “ecotourist motivations are

broadly learning-based along a continuum that ranges from formal educational

interactions to informal personal aesthetic or spiritual appreciation”. Maknanya

adalah adanya unsur pendidikan merupakan hal yang menarik wisatawan untuk

mengunjungi suatu kawasan ekowisata, baik sifat pendidikan yang formal maupun

informal, misalnya cara menikmati keindahan alam dan tetap menjaga estetikanya,

serta menumbuhan kesadaran pribadi untuk ikut menjaga keaslian ekosistem

tersebut. (lihat pula Blamey, 2001)

c) Ekowisata berbasis pada pariwisata yang berkelanjutan

Menurut Lee, dkk. (2012: 520) bahwa : “ecotourism is singular in its formal

pretensions of being sustainability-based”. Maknanya adalah ekowisata

11

merupakan salah satu bentuk dari pariwisata yang berkelanjutan dengan

meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan dan kebudayaan lokal serta

memberikan keuntungan dalam bidang ekonomi bagi masyarakat sekitar (lihat

pula Blamey, 2001).

Kaitannya dengan aspek berkelanjutan dalam pariwisata (sustainability),

Mowforth dan Munt (2003: 85-87) menjelaskan bahwa terdapat empat landasan

utama dalam pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism):

1. Ecological sustainability. Maknanya adalah, bahwa pariwisata berkelanjutan

harus memperhatikan keseimbangan ekologis, dimana salah satunya yaitu melalui

pembatasan mass tourism, atau yang biasa dikenal dengan istilah carrying

capacity.

2. Social sustainability. Maknanya adalah bahwa pariwisata berkelanjutan tidak

boleh menimbulkan konflik social diantara para stake holder.

3. Cultural sustainability. Pariwisata berkelanjutan harus pula memperkaya

budaya masyarakat setempat. Jika aktifitas pariwisata mengakibatkan

tercerabutnya masyarakat dari budaya asalnya, maka dapat disimpulkan bahwa

pariwisata tersebut bertentangan dengan konsep pariwisata berkelanjutan

(sustainable tourism).

4. Economic sustainability. Pariwisata berkelanjutan harus dapat membawa

keuntungan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat lokal. Maknanya bahwa

aktifitas pariwisata harus dapat menjadi media bagi upaya pengentasan

kemiskinan.

12

1.7 Metode Penelitian

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ini berusaha menjawab dua

rumusan masalah, yaitu berkaitan dengan potensi internal dan eksternal dari Desa

Wisata Pancoh, dan strategi pengembangan Desa Wisata Pancoh sebagai desa

ekowisata di Kabupaten Sleman. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut,

dilakukan penelitian yang bersifatkualitaitf. Jenis penelitian ini menghasilkan data

deskriptif baik tertulis maupun lisan dari orang-orang maupun perilaku yang telah

diamati. Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu studi

pustaka, observasi, dan wawancara.

Proses metode pengambilan data dan informasi dalam skripsi ini dilakukan

beberapa cara, yaitu sebagai berikut:

1. Studi Pustaka

Pada tahap ini dilakukan pencarian data yang sesuai dengan objek

penelitian karena akan dijadikan sebagai acuan dalam proses penelitian.

Pencarian data yang dilakukan adalah melalui perpustakaan, internet, dan

jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan dengan pemaparan potensi Desa

Wisata Pancoh, konsep desa ekowisata, dan strategi pengembangan

destinasi wisata. Penelitian ini juga menggunakan beberapa artikel ilmiah

tersebut sebagai bahan perbandingan dalam menganalisis data yang

didapat.

2. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data, di mana peneliti

melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat

13

dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004: 104).Observasi

penelitian berada di Desa Wisata Pancoh, Girikerto, Turi, Sleman untuk

mengetahui potensi yang dimiliki oleh desa wisata tersebut. Selain itu,

kunjungan ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman juga

dilakukan untuk mendapatkan data mengenai kondisi kepariwisataan di

Kabupaten Sleman.

3. Wawancara

Menurut Koentjaraningrat (1982: 162), wawancara adalah suatu

cara yang digunakan untuk tujuan tugas tertentu, mencoba mendapatkan

keterangan dan pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan

bercakap-cakap berhadapan muka. Wawancara dilakukan dengan para

stakeholder yang merupakan pihak terkait yang terlibat langsung dalam

pengembangan Desa Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata di Kabupaten

Sleman. Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan pengelola Desa

Wisata Pancoh mengenai potensi yang dimiliki Desa Wisata Pancoh dan

apa saja yang sudah diusahakan oleh pengelola untuk mengembangkan

pariwisata di Desa Wisata Pancoh. Kemudian para perangkat desa

Girikerto dan masyarakat sekitar mengenai keterlibatan dalam mengelola

dan mengembangkan pariwisata di Desa Wisata Pancoh. Wawancara juga

dilakukan dengan pihak Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Sleman. Dalam hal ini, wawancara dilakukan dengan Kepala Bidang

Pemasaran dan Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata karena pihak

tersebut sangat berpengaruh dalam membantu mengembangkan pariwisata

14

di Desa Wisata Pancoh. Hal yang ditanyakan adalah mengenai potensi

wisata di Kabupaten Sleman, dukungan pemerintah terhadap adanya

konsep desa ekowisata, dan hal apa saja yang dapat dilakukan pemerintah

untuk mengembangkan ekowisata di Kabupaten Sleman, khususnya Desa

Wisata Pancoh. Metode wawancara ini telah dilakukan dari bulan Mei

hingga bulan November.

1.8 Metode Analisis Data

1.8.1 Analisis SWOT

Untuk mengetahui arah strategi pengembangan, penelitian ini menggunakan

metode analisis SWOT berdasarkan data-data yang didapat di objek penelitian

yang kemudian dikaji dan dianalisis dengan berbagai faktor, seperti faktor

lingkungan internal yang berupa analisis kekuatan dan kelemahan, dan faktor

lingkungan eksternal yang berupa analisis adanya peluang dan ancaman. Selain

itu analisis SWOT juga dapat digunakan untuk mengetahui strategi

pengembangan di Desa Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata dengan analisis

berdasarkan logika dengan memaksimalkan kekuatan (strengths), dan adanya

peluang dari luar (opportunities), tetapi juga secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan adanya ancaman dari luar (threats)

(Rangkuti, 2006: 18).

Kemudian analisis SWOT yang dilakukan dapat menghasilkan 4 (empat)

kemungkinan strategi alternatif yang dapat dilakukan (Rangkuti 2006: 18-21),

yaitu :

15

Strategi Strength-Opportunities (SO). Strategi ini direncanakan

berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memaksimalkan

seluruh kekuatan dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-

besarnya.

Strategi Weaknesses-Opportunities (WO). Strategi ini dibuat untuk

memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya dengan

meminimalkan kelemahan pada perusahaan tersebut.

Strategi Strength-Threats (ST). Strategi ini diterapkan dengan

menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada

dari luar.

Strategi Weaknesses-Threats (WT). Strategi ini dibuat berdasarkan pada

kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha untuk meminimalkan

kelemahan serat menghindari ancaman yang ada dari luar.

Berikut ini adalah tabel matrik alternatif mengenai strategi yang berdasarkan pada

analisis SWOT :

16

Tabel 1.1

Matriks SWOT

INTERNAL

EKSTERNAL

Kekuatan (Strength)

Menentukan 5-10 faktor

kekuatan

Kelemahan (Weaknesses)

Menentukan 5-10 faktor

kelemahan

Peluang (Opportunities)

Menentukan 5-10 faktor

peluang

Strategi SO

Menciptakan strategi

dengan menggunakan

kekuatan untuk

memanfaatkan peluang

Strategi WO

Menciptakan strategi

dengan meminimalkan

kelemahan untuk

memanfaatkan peluang

Ancaman (Threats)

Menentukan 5-10 faktor

ancaman

Strategi ST

Menciptakan strategi

dengan menggunakan

kekuatan untuk mengatasi

ancaman

Strategi WT

Menciptakan strategi

dengan meminimalkan

kelemahan dan mengindari

ancaman

(Sumber : Rangkuti, 2006:19)

1.8.2 Internal Factor Analysis Summary (IFAS)

Analisis internal diperlukan dalam menyusun strategi untuk memaksimalkan

kekuatan dan meminimalkan kelemahan. Untuk mengevaluasi faktor-faktor

tersebut, penelitian ini menggunakan matriks IFAS (Internal Factor Analysis

Summary) (lihat pula Rangkuti, 2006:24-25). Berikut ini adalah cara menyusun

matriks IFAS:

17

Tabel 1.2

Tabel IFAS (Strengths)

FAKTOR

STRATEGI

INTERNAL

BOBOT RATING BOBOT X

RATING

Kekuatan

Total

(Sumber : Rangkuti, 2006:25)

Tabel 1.3

Tabel IFAS (Weaknesses)

FAKTOR

STRATEGI

INTERNAL

BOBOT RATING BOBOT X

RATING

Kelemahan

Total

(Sumber : Rangkuti, 2006:25)

a. Menentukan faktor-faktor yang termasuk ke dalam kekuatan dan

kelemahan suatu objek pada kolom 1 (Faktor Strategi Internal).

b. Memberikan bobot masing-masing dari faktor tersebut dari skala 1,0

(paling penting) sampai 0,0 (tidak penting). Jumlah dari semua bobot

tersebut tidak boleh lebih dari 1,00.

18

c. Menentukan rating untuk masing-masing faktor kekuatan dengan

memberikan skala mulai dari 4 (sangat baik) sampai dengan 1 (sangat

kurang) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi destinasi

wisata yang bersangkutan. Sedangkan faktor kelemahan sebaliknya,

pemberian skala dimulai dari 1 (kelemahan besar) sampai dengan 4

(kelemahan kecil).

d. Mengalikan bobot dengan rating untuk menentukan faktor yang nilainya

bervariasi pada kolom 4.

e. Menjumlahkan skor hasil perkalian dari bobot dengan rating untuk

memperoleh total skor bagi objek yang bersangkutan. Nilai total tersebut

menunjukan bagaimana suatu objek berreaksi terhadap faktor-faktor

strategis internalnya. Total skor ini dapat digunakan sebagai pembanding

antara objek tersebut dengan objek yang lain yang mempunyai konsep

yang sama.

1.8.3 External Factor Analysis Summary (EFAS)

Analisis eksternal diperlukan dalam menyusun strategi untuk memanfaatkan

kesempatan/peluang dan menghindari ancaman. Untuk mengevaluasi faktor-

faktor tersebut, peneliti menggunakan matriks EFAS (External Factor Analysis

Summary) (lihat pula Rangkuti, 2006:22-23). Berikut ini adalah cara menyusun

matriks EFAS :

19

Tabel 1.4

Tabel EFAS (Opportunities)

FAKTOR

STRATEGI

EKSTERNAL

BOBOT RATING BOBOT X

RATING

Peluang

Total

(Sumber : Rangkuti, 2006:24)

Tabel 1.5

Tabel EFAS (Threats)

FAKTOR

STRATEGI

EKSTERNAL

BOBOT RATING BOBOT X

RATING

Ancaman

Total

(Sumber : Rangkuti, 2006:24)

a. Menentukan faktor-faktor yang termasuk ke dalam peluang dan ancaman

suatu objek pada kolom 1 (Faktor Strategi Eksternal).

b. Memberikan bobot masing-masing dari faktor tersebut dari skala 1,0

(paling penting) sampai 0,0 (tidak penting). Jumlah dari semua bobot

tersebut tidak boleh lebih dari 1,00.

20

c. Menentukan rating untuk masing-masing faktor eksternal, yaitu peluang

dan ancaman dimulai dari skala 4 (sangat baik), skala 3 (di atas rata-rata),

skala 2 (rata-rata), dan skala 1 (di bawah rata-rata).

d. Kalikan bobot dengan rating untuk menentukan faktor yang nilainya

bervariasi pada kolom 4.

e. Menjumlahkan skor hasil perkalian dari bobot dengan rating untuk

memperoleh total skor bagi objek yang bersangkutan. Nilai total tersebut

menunjukan bagaimana suatu objek berreaksi terhadap faktor-faktor

strategis eksternalnya.

1.9 Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun menjadi empat bab dengan fokus pembahasan yang

berbeda. Setiap bab yang akan dibahas diharapkan dapat menjadi suatu kesatuan

secara menyeluruh mengenai penelitian yang dilakukan agar dapat ditarik suatu

kesimpulan.

Bab Satu :berupa pendahuluan yang menggambarkan alasan

mengapa mengambil tema, lokus penelitian ini, metode penelitian, dan metode

analisis data yang digunakan.

Bab dua :berisi pembahasan yang akan memberikan gambaran

umum secara deskripsi mengenai potensi kepariwisataan di Kabupaten Sleman

dan Desa Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata.

Bab tiga :berisi mengenai pemaparan faktor-faktor internal dan

eksternal yang dimiliki oleh Desa Wisata Pancoh, serta strategi pengembangannya

21

berdasarkan analisis SWOT yang sebelumnya telah dievaluasi menggunakan

matrik IFAS dan EFAS.

Bab empat :merupakan kesimpulan dan saran hasil dari penelitian ini.

Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan kontribusi nyata bagi

pengembangan pariwisata di Kabupaten Sleman, khususnya di Desa Wisata

Pancoh sebagai desa ekowisata.