bab ii 1. adalah adalah suatu cara melahirkan janin dengan...
TRANSCRIPT
1
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
1. Sectio Caesarea
Sectio Caesareaadalah adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau
vagina atau sectio caesaria adalah suatu histerektomiauntuk janin dari
dalam rahim yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan baik
pada ibu maupun pada bayi (Mochtar, 2002 ).
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh
(winkjosastro, 2008).
2. Post partum
Post partum adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
kembali sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil.
Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar, 2002).
3. Ketuban pecah dini
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses
persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum
usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini prematur yang
terjadi pada 1% kehamilan (Winkjosastro, 2008) .
2
Ketuban dinyatakan pecah apabila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung, pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi
para kurang dari 5 cm yang berkaitan dengan penyulit dalam kelahiran
prematur dan terjadinya infeksi khoriomnionitis sampai sepsis, yang
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal juga
menyebabkan infeksi pada ibu (Saifuddin,2006).
Sehingga dapat menyimpulkan sectio caesarea dengan indikasi
ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani
persalinan dengan menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin
yang dikarenakan air ketuban yang pecah sebelum tanda-tanda
persalinan terjadi.
B. Anatomi
Sistem reproduksi wanita terdiri atas organ reproduksi eksterna dan
organ reproduksi interna.
1. Organ genetalia eksterna
Organ reproduksi wanita eksterna sering disebut sebagai vulva
yang mencakup semua organ yang dapat dilihat dari luar, yaitu yang
dimulai dari mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, himen,
vestibulum, kelenjar bartholini dan berbagai kelenjar serta pembuluh
darah.
3
Gambar 2. 1 : Organ Reproduksi Eksterna pada wanita.
(Sumber: Wiknjosastro, 2005)
a. Mons Pubis
Mons Pubis atau gunung venus merupakan bagian yang
menonjol di bagia depan simfisis, terdiri dari jaringan lemak dan
sedikit jaringan ikat. Setelah dewasa tertutup oleh rambut yang
bentuknya segitiga. Mons Pubis berfungsi sebagai bantal pada
waktu melakukan hubungan seksual.
b. Labia mayora
Labia Mayora merupakan dua lipatan kelanjutan dari mons
pubis yang berbentuk lonjong, Kedua bibir ini dibagian bawah
bertemu membentuk perineum. Bagian luar tertutup rambut
(kelanjutan dari rambut pada mons pubis) dan bagian dalam tanpa
rambut (selaput yang mengandung kelenjar sabaesa /
4
lemak).Panjang labia mayora 7 – 8 cm dan agak meruncing pada
ujung bawah yang berfungsi sebagai pelindung karena kedua bibir
ini menutupi lubang vagina sementara bantalan lemaknya bekerja
sebagai bantal.
c. Labia minora
Labia minora merupakan lipatan tipis di bagian dalam bibir
besar. Bila terbuka akan terlihat lembab dan kemerahan yang
menyerupai selaput mukosa. Panjang labia minora sekitar 3 cm.
Jaringan ikatnya mengandung banyak pembuluh darah dan
beberapa otot polos yang menyebabkan bibir kecil ini dapat
mengembang.
d. Klitoris
Klitoris merupakan bagian penting alat reproduksi luar
yang bersifat erektil yang homolog dengan penis.Klitoris
mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf sensoris
sehingga sangat sensitif.Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm,
bahkan dalam keadaan reaksipun.
e. Vestibulum
Vestibulum merupakan daerah berbentuk almond yang
dibatasi oleh kedua bibir kecil, bagian atas klitoris dan bagian
belakang (bawah) pertemuan kedua bibir kecil.Pada vestibulum
terdapat uretra, 2 (dua) lubang saluran kelenjar bartholini, dan 2
(dua) lubang saluran kelenjar skene.
5
f. Kelenjar Bartholini
Kelenjar bartholini merupakan kelejar yang penting
didaerah vulva dan vagina karena dapat mengeluarkan lendir dan
lendir dapat meningkat saat hubungan seksual.
g. Himen (selaput dara)
Himen atau selaput dara merupakan lapisan tipis yang
menutupi lubang vagina, bersifat rapuh, dan mudah robek.Terletak
di bagian bawah vestibulum.Ditengahnya berlubang sehingga
menjadi saluran dari lendiryang dikeluarkan uterus saat
menstruasi.Pada wanita yang masih perawan selaput dara atau
himennya masih tertutup utuh tanpa ada robekan.
2. Organ genetalia interna
Organ genetalia interna adalah suatu alat reproduksi yang berada di
dalam tidak dapat dilihat kecuali dengan jalan pembedahan.Organ
genetalia interna terdiri dari uterus, serviks uteri, korpus uteri, dan
ovarium.
6
Gamabr 2.2 : Organ Reproduksi Internal pada wanita
(Sumber: Wiknjosastro, 2005).
a. Uterus
Uterus atau rahim merupakan organ muskular yang
sebagian tertutup oleh perineum atau serosa.Rongga uterus dilapisi
endometrium.Uterus wanita yang tidak hamil terletak pada rongga
panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di
posterior.Bentuk uterus menyerupai buah pir, uterus terapung di
dalam pelvis dengan jaringan dan ligamen. Panjang uterus kurang
lebih 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm dan berat uterus 50 gram.
Fungsi uterus adalah menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan.
7
b. Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi
berinteraksi ke uterus.Di dalam klinik penting diketahui sampai
dimana fundus uteri berada, oleh karena itu tuanya kehamilan
dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.
c. Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar pada
kehamilan.Dinding korpus uteri terdiri lapisan serosa, muskular,
dan mukosa.Rongga yang terdapat dalam korpus uteri disebut
cavum uteri atau rongga rahim.Korpus uteri berfungsi sebagai
tempat janin berkembang.
d. Ovarium
Ovarium atau indung telur terdapat 2 bagian yaitu kanan
dan kiri.Berbentuk seperti kemiri yang pipih.Ovarium mengandung
sel-sel telur muda, folikel primodial, badan kuning (korpus
luteum), badan putih (korpus albikans). Ovarium termasuk za-zt
hormon : estrogen dan progesteron yang berperan dalam peristiwa
haid.
8
3. Anatomi otot perut dan fasia
a. Otot perut
Gambar 2.3 : Lapisan Otot Perut
(Http//: Reproduksi.blogspot.com / 2010 / tekhnik laparotomi)
Otot perut terdiri dari : otot dinding perut anterior dan otot
dinding perut lateral. Otot dinding perut anterior dan lateral (rectus
abdominis) meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan
pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa
dan berada dalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang
membentang pada garis tengah dari proceccus xipoidius sternum ke
simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominalis.
9
Obliqus externus, obliqua internus dan tranverses adalah otot pipih
yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan
bagian depan. Serat externus berjalan ke arah bawah dan atas, serat
obliqus internus berjalan ke atas dan ke depan, serat transverses
(otot terdalam dari otot ketiga dinding peruut) berjalan transversal
dari bagian depan ketiga otot terakhir dalam satu selubung bersama
yang menutupi rectus abdominis.
Otot dinding perut posterior (Quadrates lumbolus) adalah
otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa
keduabelas diatas crista iliaca.
b. Fasia
Gambar 2.4 : Bagian Fasia
(Http//: Reproduksi.blogspot.com / 2010 / tekhnik laparotomi)
Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi sebagai lapisan
lemak yang dangkal, camper’s fasia dan yang lebih dalam lapisan
10
fibrosa. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut menyatu
dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara
scarpa’s fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas
paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot
abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Fasia
transversalis dipisahkan dari peritonium parietalis oleh variabel
lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat
bersama-sama meliputi struktur tubuh.
C. Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini tidak diketahui atau masih belum
jelas, maka preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan
infeksi (Mochtar, 2002). Selaput ketuban sangat kuat namun pada
kehamilan trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Faktor
predisposisi terjadinya ketuban pecah dini yaitu karena infeksi genetalia,
adanya riwayat kehamilan prematur, hidramnion, perdarahan selama
kehamilan (Mansjoer, 2002). Melemahnya kekuatan selaput ketuban
berhubungan dengan pembesaran pada uterus, kontraksi janin, karena
gerakan janin, riwayat kehamilan prematur dan perdarahan selama
kehamilan. Ketuban pecah dini yanng terjadi pada kehamilan prematur
disebabkan oleh adannya faktor-faktor eksternal seperti infeksi yang
menjalar dari vagina (Sarwono, 2008).
11
Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan
membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor
tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi
yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Saifudin, 2006).
D. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini menurut (Mansjoer, 2002).
Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan
atau tanpa komlikasi harus di rujuk di rumah sakit. Bila janin hidup dan
terdapat prolap tali pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih
tinggidari badanya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu
posisi kepala janin di dorong keatas dengan 2 jari agar tidak tertekan
kepala janin. Tali pusat di vulva di bungkus kain hangat yang dilapisi
plastik.
Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan
atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti Penisilin
Prokain1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan Ampisilin 1 g per
oral. Bila pasien tidak tahan Ampisilin di berikan Eritromisin 1 g
peroral. Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan
dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik Pinisilin Prokain 1,2
juta IUintra muskuler tiap 12 jam dan Ampicilin 1 g peroral dengan di
ikuti 500mg tiap 6 jam atau Eritromisin dengan dosis yang sama.
12
Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa Fenobarbital 3x30
mg. Diberikan antibiotik selama 5 hari dan Glukoortikosteroid, contoh
Dexamtason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula Tokolisis bila terjadi
infeksi, ahkiri kehamilan pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi
konservatif selama 24 jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi
infeksi ahkiri kehamilan.
2. Penatalaksanaan post sectio ceasaria indikasi katuban pecah dini
menurut (Mochtar, 2002).
1. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1
jampertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
2. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat.
3. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum.
4. Perawatan luka post op sectio caesarea.
5. Mengobservasi luka untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda-tanda
infeksi.
6. Pemberian antibiotika
Walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio caesarea efektif
dapatdipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.
7. Mobilisasi
Pada hari pertama setelah operasi penderita diharapkan sudah
mampu beraktivitas walaupun masih di tempat tidur paling sedikit 2
13
kali. Pada hari kedua penderitadiharapkan sudah dapat turun dari
tempat tidurkemudian berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
8. Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari
kelima setelah operasi.
1
E.
Ketuban Pecah dini
Sectio Caesarea
Efek anetesi
Tekanan darah menurun
Penurunan Kerja Otot eleminasi
Penurunan
Peristaltik
Gangguan Elimunasi Konstipas
i
Luka Post op
Jaringan Syaraf
terputus
Jeringan
Merangsang Area Sensorik
Proteksi menurun
Masuknya Microganisme kuman,
virus, bakteri
Nye
Gangguan Rasa
Nyaman
Imobilisa
Intoleransi
Aktivitas
Resiko Infeksi
Kerja Mendula Oblongata
Saraf Pernafasan
Jalan Nafas Tidak Efektif
Pendaraha
Resiko Kekuranga
n Volume Cairan
Zat beku pada
Darah berkurang
Hb menurun
Daya tahan Tubuh
berkuran
Resiko Infeksi
Kurangnya O2
Kelemahan
Intolerasnsi Aktifitas
TTV
Suhu Meningka
t
Resiko
Infeks
kordiovaskuler
Nyeri kepala
(pusin
g)
Perubahan peran
Lochea
Psikologis Reproduksi
Hiperten
Saraf optikal
meningkat
Post partum
Tekanan darah meningkat
Abnormal
Risiko infeksi
Kelahiran anak
Perubahan
hubungan interaksi keluarga
Penurunanestrogen danprogesteron
Involu
si
Endokrin
Oksitoksin
Prolaktin meningkat n
Prolaktin menurun
Laktasi Gangguan
Intoleransi
Nyeri
0Kontraksi otot rahim
Muskuloskeletal
(Sumber : Doenges, 2001 danCarpenito, 2006).
23
F. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik menurut (mansjoer, 2001) sebagai berikut :
1. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau
kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak.
2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3. Janin mudah diraba.
4. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah
kering.
5. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban sudah kering.
G. Jenis-jens sectio caesarea
Menurut Mochtar (2002) jenis-jenis sectio caesarea adalah sebagai
berikut :
1. Sectio caesarea transperitonealis
a. Sectio Caesarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
24
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak
ada riperitonearisasi yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri
Spontan.
b. Sectio Caesarea ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada
segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri
spontan kurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat
menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.
2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.
2. sectio caesarea ekstraperitonialis
Yaitu sectio caesarea tanpa membuka peritonium perietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal.
25
H. Tekhnik sectio caesarea
Tekhnik sectio caesarea menurut Winkjosastro (2005), sebagai
berikut:
1. Teknik Secsio SesareaTransperitonealis Profunda
Daver Catheter dipasang dan wanita berbaring. Diadakan insisi
pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis pubis sampai
dibawah psat. Setelah peritonium dibuka, dipasang spekulum perut dan
lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu kasa
panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah
dipegang dengan pinset, plikovesitas. Uterina dibuka dan insisi
diteruskan melintang jauh ke lateral. Kemudian kandung kencing
depan uterus didorong ke bawah dengan jari. Pada segmen bawah
uterus yang sudah tidak ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung
kemih yang biasanya sudah menipis, diadakan insisi melintang selebar
10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk
menghindari terbukanya cabang-cabang arteria uterine. Karena uterus
dalam kehamilan tidak jarang memutar ke kanan, sebelum membuat
insisi, posisi uterus diperiksa dahulu dengan memperhatikan ligament
kanan dan kiri, di tengah-tengah insisi diteruskan sampai dinding
uterus terbuka dan ketuban tampak, kemudian luka yang terakhir ini
dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang
telah dibuat terlebih dahulu. Sekarang ketuban dipecahkan dan air
ketuban yang keluar diisap. Kemudian spekulum perut diangkat dan
26
lengan dimasukkan kedalam uterus di belakang kepala janin dan
dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan
penolong. Diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi. Jika
dialami kesulitan untuk melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat
dipasang dengan cunan boerma. Sesudah kepala janin badan terus
dilahirkan muka dan mulut terus dibersihkan. Tali pusat dipotong dan
bayi diserahkan pada orang lain untuk diurus. Diberikan suntikan 10
satuan oksitosin dalam dinding uterus / intravena, pinggir luka insisi
dipegang dengan beberapa Cunam ovum dan plasenta serta selaput
ketuban dikeluarkan secara manual. Tangan untuk sementara
dimasukkan kedalam rongga uterus untuk mempermudah jahitan luka,
tangan diangkat sebelum luka uterus ditutp sama sekali. Jahitan otot
uterus dilakukan dalam dua lapisan yaitu lapisan pertama terdiri atas
jahitan simpul dengan cagut dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung
yang lain (jangan mengikutsertakan desidua), lapisan kedua terdiri atas
jahitan menerus sehingga luka pada miometrium tertutup rapi.
2. Teknik Seksio Sesarea Korporal
Setelah dinding perut dan peritoneum pariatale terbuka pada garis
lengan dipasang beberapa kain kasa panjang antara dinding perut dan
dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban dan darah ke
rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri
sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vegika
uterine. Diadakan lubang kecil pada batang kantong ketuban untuk
27
menghisap air ketuban sebanyak mungkin, lubang ini kemudian
dilebarkan dan janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya. Setelah
anak lahir korpus uteri dapat dilahirkan dari rongga perut untuk
memudahkan tindakan-tindakan selanjutnya. Sekarang diberikan
suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus intravena dan
plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual
kemudiandinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang kuat dalam
dua lapisan,lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dan kedua
jahitan menerus.Selanjutnya diadakan jahitan menerus dengan catgut
lebih tipis yang mengikutsertakan peritoneum serta bagian luar
miometrium dan yang menutupi jahitan yang terlebih dahulu dengan
rapi. Akhirnya dinding perut ditutup secara biasa.
3. Teknik sectio caesarea klasik
a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan
operasi dipersempit dengan kain steril.
b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis
sepanjang kurang lebih 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis
demi lapis sehingga kavum peritonial terbuka.
c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparotomi.
d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim
(SAR) kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.
28
e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin
dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri.
Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong
diantarake dua penjepit.
f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosin
kedalam rahim secara intra muskural.
g. Luka insisi segmen atas rahim dijahit kembali
1) Lapisan I : Endometrium berama miometrium dijahit secara
jelujur dengan benang catgut kronik
2) Lapisan II : Hanya miometrium saja dijahit secara simpul
dengan catgut kronik
3) Lapian III : Peritoneum saja, dijahit secara simpul dengan
benang catgut biasa.
h. Setelah dinding selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi
i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka
dinding perut dijahit.
4. Teknik sekciohisterektomi
a. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan
hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur
atau simpul.
b. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari
rongga pelvis.
29
c. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam kocher dan
cunam oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim,
dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut
kronik no.0 bladder flap yang telah dibuat pada waktu seksio
sesareatransperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah
dan lateral. Pada ligamentum latum belakang lubang dengan jari
telunjuk tangan kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan
cara ini ureter akan terhindar dari kemungkinan terpotong.
d. Melalui lubang pada ligamentum ini, tuba fallopi, ligamentum
uteroovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan terebut dijepit
dengan 2cunam oscher lengkung dan di sisi rahim dengan cunam
kocher.Jaringan diantaranya kemudian digunting dengan gunting
Mayo.Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks
untukhemotasis dengan catgut no. 0
e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah
avaskulerdipotong secara tajam ke arah serviks. Setelah
pemotonganligamentum latum sampai di daerah serviks, kandung
kencingdisisihkan jauh ke bawah dan samping
f. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan
penjepitan dengan cunam oscher lengkung secara ganda, dan pada
tempat yang sama di sisi rahim dijepit dengan cunam kocher
lurus.Kemudian jaringan diantaranya digunting dengan gunting
Mayo.Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga
30
ligamentumkardinale terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum
kardinale dijahittransfiks secara ganda dengan benang catgut khronik
no. 0.
g. Demikian juga ligamentum sakro-uterine kiri dan kanan dipotong
dengan cara yang sama, dan irigasi secara transfiks dengan benang
catgut khronik no.0.
h. Setelah mencapai di atas dinding vagina serviks, pada sisi depan
serviks dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi
tersebut dinding vagina dijepit dengan cunam oscher melingkari
serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan
dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim
akhirnya dapat diangkat.
i. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam oscher untuk
hemostasis. Mula-mula puntung kedua ligamentum kardinale
dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung vagina, sehingga
terjadi hemostasis pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina
dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khromik.
Puntung yang telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan pada
puntung vagina, asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya puntung
vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi dengan menutupkan
bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.
j. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup
kembali lapis demi lapisan.
31
I. Idikasi sectio caesarea
Indikasi sectio caesarea menurut (Mochtar, 2002) adalah sebagai
berikut :
a. Indikasi untuk ibu :
1. Plasenta pevia sentralis dan lateralis
2. Panggul sempit
Batas terendah panggul untuk dapat melahirkan adalah CV=8 cm.
Panggul dengan CV=8 dapat dipastikan tidak dapat melahirkan
janin yang normal, dan harus dilakukan dengan cara sectio
caesarea, CV=8-10 cm dapat dilakukan sectio caesarea secara
sekunder.
3. Disproporsi sefalo pelvik
Yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul
4. Rupture uteri
5. Partus lama
6. Partus tak maju
7. Pre eklamsi dan hipertensi
b. Indikasi untuk janin
1. Mal presentasi janin
a) Letak lintang
1) Bila ada kesempitan panggul sectio caesarea adalah cara
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup.
32
2) Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong
dengan sectio caesarea.
3) Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain
b) Letak bokong
Dianjurkan sestio caesarea bila ada panggul sempit, primigravida,
janin besar, presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain
tidak berhasil, presentasi rangkap atau gemeli
2. Gawat Janin
Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian
janin, sesuai dengan indikasi sectio caesarea.
Kontra indikasi :
a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin
hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan
sectio caesarea.
b) Janin lahir, ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk
sectio caesarea ekstra peritoneal tidak ada.
c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang
kurang memadai.
J. Jenis-jenis anestesi
Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran
disertai hilangnya sakit yang sifatnya sementara. Anestesi ada setiap
keadaan membawa masalah-masalah tersendiri sesuai dengan kondisi
33
penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat mendepresi kerja organ-organ
vital.
1. Aspek farmakologi anatesi:
a. Narkotik dan analgesik
b. Sedatif, hipnotik dan neuroleptik
c. Relaksasi otot-otot
d. Vasokonstriktor dan vasopresor
e. Oksitoksik
2. Teknik anestesi
a. Anestesi umum
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara
sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran
Fisiologi terjadinya anestesi :
Obat anestetika masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi
kemudian menyebar ke jaringan, yang pertama terpengaruh adalah
jaringan yang kaya akan pembuluh darah yaitu otak sehingga
kesadaran menurun atau hilang, disertai hilangnya rasa nyeri dan
lain-lain.
Cara pemberian obat :
a) Melalui rectum : Tiopental 10%, Kloralhidrat
b) Intramuskular : Ketamin HCl, Diazepam
c) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% Diazepam, Ketamin
d) Perinhalasi : N2O, Halotan, Metoksi, Fluaton
34
Kontra indikasi :
a) Kontra indikasi mutlak payah jantung.
b) Kontra indikasi relatif tergantung kepada efek farmakologis
dari obat yang dipakai yaitu :
1. Kelainan jantung : hindarkan pemakaian obat yang
mendepresi miokard.
2. Kelainan hepar : hindarkan obat yang dimetabolisme dihepar
3. Kelainan ginjal : hindarkan obat yang diekresi di ginjal.
4. Kelainan paru : hindarkan obat-obat yang menyebabkan
hipersekresi saluran pernafasan yang mengakibatkan
pengentalan sekresi dalam paru
5. Kelainan endokrin : pada diabetes melitus hindarkan
pemakaian obat yang merangsang simpatis karena
menyebabkan peninggian gula darah
b. Anestesi regional dan lokal
Anestesi regional adalah menghilangkan impuls rasa nyeri
dari bagian tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf
sensorik untuk sementara, fungsi motorik dapat terkena atau tidak
sama sekali, dan penderita tidak kehilangan kesadarannya. Obat
yang termasuk anastesi regional adalah :
1. Topikal : Obat anestesi diberikan pada akhir serabut syaraf di
mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles
35
2. Infiltrasi : Obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung
pada garis insisi atau luka.
3. Field block : Obat anestesi regional dengan cara membentuk
dinding anestesi sekitar daerah operasi.
4. Blok syaraf : Obat anestesi regional dengan cara suntikan
langsung ke syaraf atau sekitar syaraf yang mempersyarafi
bagian badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau
peridural.
Cara kerja obat anestesi regional adalah bergabung dengan
protoplasma sel syaraf dan menghasilkan anestesi dengan cara
mencegah depolarisasi yang ditimbulkan oleh impulstransmisi.
Syaraf-syaraf motorik, karena penampang yang lebih kecil dan
selubung myelin syaraf sensorik yang lebih tipis.
Kontra indikasi :
1. Kelainan daerah punggung : spondilitis, infeksi kulit.
2. Kelainan kardiovaskuler : arrythmia, hypertensi
3. Anemia berat
(Muchtar, 2002)
K. Fase penyembuhan luka
Fase penyembuhan luka menurut Sjamsuhidajat ( 2002) :
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira
hari ke lima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan
36
menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikanya
dengan vasokontriksi, penerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi),
dan reaksi hemostasis. Sel dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin
dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
eksudasi, penyerbukan sel radang, disertai vasodilatasi yang
menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinis reaksi
radang menjadi jelas yang berupa warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan
(tumor).
2. Fase ploriferasi
Fase poliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir
fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu tiga. Pada fase ini serat-
serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan
tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Bersama dengan sifat
kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka.
Kekuatan regangan mencapai 25% jaringan normal.
Fase fibroplasia ini, luka akan dipenuhi sel radang, fibroblast, dan
kalogen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan
yang menonjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka
yang terdiri atas sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi
permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang
terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi ini baru berhenti setelah
37
epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka, proses
fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti
dan mulailah proses pematangan dalam fase penyembuhan.
3. Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terjadi atas
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan
gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan dan dinyatakan
berakhir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Udema dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapilerbaru menutup dan diserap kembali, kalogen yang
berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang
ada.
Tabel 2.4 : Fase penyembuhan luka :
I Fase Proses Gejala dan tanda
Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor,
tumor, fungsio laesa
II Ploriferasi Regenerasi /
Fibroplasia
Jaringan granulasi /
kalustulang penutupan:
epitel /
endotel / mesotel
III Penyembuhan Pematangan dan
perupaan kembali
Jaringan parut / fibrosis
38
L. Adaptasi / perubahan
Perubahan fisiologis pada post op sectio caesarea indikasi ketuban
pecah dini menurut Long B.C (1996), meliputi :
1. Pengaruh anestesi pada post op sectio caesarea
Pada jam pertama setelah anestesi merupakan waktu yang potensial
berbahaya bagi ibu karena ada beberapa masalah yangn timbul dan
pengaruh anestesi seperti sumbatan pada jalan nafas diikuti sianosis
dan henti jantung yang disebabkan karena lidah jatuh ke bawah atau ke
belakang menutupi faring, terjadi gangguan eliminasi yang disebabkan
karena adanya penurunan peristaltik usus selama 24 jam, setelah
pembedahan daerah pelvis atau abdomen akan berlangsung beberapa
hari, konstipasi dapat disebabkan karena kurang aktivitas, tidak
adekuatnya intake bahan makanan yang mengandung serat. Pengaruh
anestesi juga dapat menyebabkan kebutuhan nutrisi terganggu.
2. Luka post op sectio caesarea
Luka post op sectio caesarea dapat menimbulkan masalah seperti
nyeri. Rasa nyeri timbul setelah operasi karena terjadi tarikan,
manipulasi jaringan, terputusnya jaringan juga dapat terjadi akibat
stimulus ujung syaraf oleh karena bahan kimia yang dilepas pada saat
operasi atau iskemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu
bagian tubuh sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman dan aktivitas
dapat terganggu. Pada luka juga dapat menyebabkan perdarahan yang
disebabkan karena terputusnya jaringan dan terbuka, sehingga dapat
39
menimbulkan defisit volume cairan, Hb berkurang, daya tahan tubuh
menurun dan dapat menimbulkan infeksi pada luka post op.
3. Perubahan pada korpus uteri
Pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah
kelahiran bayi tersebut disebut involusio. Dalam 12 jam setelah
persalinan, fundus uteri berada kira-kira 1 cm di atas umbilicus, 6 hari
post partum ±2 jari di bawah pusat dan uterus tidak teraba setelah 10-
12 hari post partum. Peningkatan kontraksi uteri segera setelah
persalinan yang merupakan respon untuk mengurangi volume intra
uteri.
Pada uteri terdapat pelepasan plasenta sebesar telapak tangan,
tempat pelepasan plasenta belum sempurna sampai 6 minggu post
partum, uterus mengeluarkan cairan melalui vagina yang disebut
lochea. Pada hari pertama dan kedua cairan berwarna merah disebut
lochea rubra, setelah satu minggu lochea berwarna kuning disebut
lochea serosa, dan dua minggu setelah persalinan cairan berwarna
putih disebut lochea alba.
4. Perdarahan pada servik
Bagian atas servik sampai segmen bawah uteri menjadi sedikit
edema, indo servik menjadi lembut, terlihat memar dan terkoyak yang
memungkinkan terjadinya infekasi.
40
5. Vagina dan perineum
Dinding vagina yang licin secara berangsur-angsur ukuranya akan
kembali normal selam 6 sampai 8 minggu post partum.
6. Payudara
Sekresi dan ekskresi kolostrum berlangsung beberapa hari setelah
persalinan. Pada hari ke tiga dan ke empat post partum payudara
menjadi penuh dan tegang, keras, tetapi setelah proses laktasi dimulai
payudara terasa lebih nyaman, jadi itu perlu adanya sistem rooming in.
7. Sistem kardiovaskuler
Volume darah cenderung menurun akibat perdarahan post op, suhu
badan meningkat dalam 24 jam pertama. Pada 6-8 jam pertama post
partum umunya ditemukan bradikardi. Keadaan pernafasan berubah
akibat dari anestesi.
8. Sistem endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin selama masa nifas
yaitu : hormone plasenta yang menurun dengan cepat setelah
persalinan. Keadaan hormone plasenta laktogen (HPL ) merupakan
keadaan yang tidak terdeteksi selama 24 jam, keadaan estrogen dalam
plasenta menurun sampai 10% dari nilai ketika hamil dalam waktu 3
jam setelah persalinan. Pada hari ke tujuh keadaan progesteron dalam
plasenta menurun sampai dibawah nilai lutheal pertama. Pada hormone
pituitary keadaan prolaktin pada darah meninggi dengan cepat pada
kehamilan. Pada ibu yang tidak laktasi prolaktin akan turun dan
41
mencapai keadaan seperti sebelum kehamilan dalam waktu dua
minggu.
9. Sistem integumen
Strial yang diakibatkan karena regangan kulit abdomen mungkin
akan tetap bertahan lama setelah persalinan tetapi akan menghilang.
Bila terdapat kloasma biasanya akan memutih dan kelamaan akan
menghilang.
10. Sistem urinari
Fungsi ginjal akan normal dalam beberaa bulan setelah persalinan,
pada klien yang terpasang kateter kemungkinan akan terjadi infeksi
pada saluran perkemihan.
11. Sistem gastrointestinal
Gangguan nutrisi terjadi 24 jam setelah post partum sebagai akibat
dari pembedahan dengan anestesi general yang mengakibatkan tonus
otot saluran pencernaan akan lebih lama berada dalam saluran makan
akibat pembesaran rahim.
12. Adaptasi psikologis
Adaptasi psikologis dibagi atas :
a. Fase taking in (Fase Dependen)
1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada
ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan
keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu
42
dania lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan
lebihmeningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya
menceritakantentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan
rasaketidaknyamanan.
b. Fase taking hold (Fase Independen)
1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya
yaitu dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi
diri dan bayinya.
c. Fase letting go (Fase Interdependen)
1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih
meningkat.
3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya.
M. Komplikasi
Menurut (Mochtar, 2002) komplikasi dari ketuban pecah dini yaitu :
Komplikasi yang paling sering yaitu sindrom distress pernapasan
yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir, peningkatan resiko infeksi.
Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya
dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada
korion dan amnion), selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat.
43
Sedangkan komplikasi dari sectio caesarea menurut (Mochtar, 2002)
yaitu :
1. Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan
sudah ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor
yang merupakan gejala infeksi.
a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.
b. Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi
disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal
ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana
sebelumnyatelah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang
telah lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan
antibiotik yang adekuat dan tepat.
2. Perdarahan
Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria dua kali lebih banyak
dari pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira 800
-1000 ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang
terputus dan terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.
3. Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat
mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).
44
4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.
5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
N. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi)
Untuk menentukan usia kehamilan.
2. Test Nitrazin atau test lakmus
Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia
kehamilan, kelainan janin.
3. Test LEA (Leucosyt Ester Ase)
Untuk menentukan ada tidaknya infeksi.
4. Laboratorium darah
Untuk mengetahui lekosit dalam darah.
O. Pengkajian fokus
Menurut Doenges (2001) :
1. Pengkajian dasar data klien
Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya
indikasi untuk kelahiran caesarea.
2. Sirkulasi
Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800
ml.
45
3. Integritas ego
Dapar menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai
ketakutan, marah atau menarik diri klien / pasangan dapat memiliki
pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran
munngkin mengekspresikan ketidak mampuan untuk menghadapi
situasi baru.
4. Eliminasi
Kateter urinarius indwelling tidak terpasang, urine jernih, bau
khasamoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas.
5. Makanan / Cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal.
6. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal
Epidural.
7. Nyeri / Ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber
misalnya trauma bedah/ insisi, nyeri penyertai, distensi kandung kemih
/ abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.
8. Pernafasan
Bunyi paru jelas dan vesikuler
46
9. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
Jalur parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak
dan nyeri tekan
10. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea
sedang dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.
11. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah darah lengkap Hb / Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi
dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
12. Urinalisis: kultur urine, darah vagina dan lochea, pemeriksaan
tambahan didasarkan pada kebutuhan individu.
P. Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
(Carpenito, 2000).
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi,efek hormonal, distensi kandung kemih
(Doenges, 2001).
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
dan nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001).
47
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006).
5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
dalam pembedaran(Doenges, 2001).
6. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan menurunnya aktifitas
(Carpenito,2000).
7. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi
(Carpenito, 2006).
Q. Intervensi dan rasional
Fokus rencana keperawatan untuk diagnosa yang muncul pada
pasien post sectio caesarea indikasi ketuban pecah dini adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi
(Doenges, 2001).
Tujuan : Mempertahankan kepetanan jalan nafas.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas bersih
Intervensi :
a. Awasi frekuensi pernafasan
Rasional : Untuk mengetahui peningkatan RR
b. Catat kemudahan bernafas
Rasional : Menentukan apakah klien memerlukan alat bantu atau
tidak.
c. Tinggikan apek 30-45 derajat
48
Rasional : Membantu pengaturan nafas agar tidak sesak
d. Dorong batuk efektif dan nafas dalam
Rasional : Mengeluarkan secret.
2. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma
pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih
(Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri
b. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat
Intervensi :
a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyaman
Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu
Membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya
komplikasi (misalnya: ileus, retensi kandung kemihatau
infeksi)
b. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi
Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi
meningkat.
c. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi
Rasional : Merilekskan otot, dan mengalihkan perhatian dan
sensori nyeri.
49
d. Anjurkan ambulasi dini
Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan
peristaltik utuk menghilangkan ketidaknyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan kenyamanan.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan
dan nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat
meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai kemampuan
tanpa disertai nyeri.
Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang
menurunkan toleransi aktifitas.
Intervensi :
a. Kaji respon klien terhadap aktifitas
Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien
dalam keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan
dengan aktifitas.
b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu
klien sadar
Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien.
50
c. Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga
untuk beraktifitas, klien dapat rileks.
d. Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan
Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien
karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi
dengan bantuan keluarga dan perawat.
e. Tingkatkan aktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para
klien sesuai yangdiinginkan, meningkatkan proses
penyembuhan dan kemampuan koping emosional.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
terhadap bakterisekunder pembedahan (Carpenito, 2006)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan
fungsio laesa)
b. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C)
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya
infeksi
51
b. Kaji luka pada abdomen dan balutan
Rasional : Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya
pus.
c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka
dengan teknik aseptik.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme
infeksius.
d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht
Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk
meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah
berlebihan.
e. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah
Dalam pembedahan (Doenges, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan
dapat diminimalkan
Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb: 12 gr
Intervensi :
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan
pengganti dan menunjang intervensi.
52
b. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal:
privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air
hangat di atas perineum.
Rasional : Meningkatkan, relaksasi, otot perineal dan memudahkan
upaya pengosongan.
c. Catat munculnya mual / muntah
Rasional : Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin
besar resiko untuk mual. Mual yang lebih dari 3 hari Post
Op mungkin dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit
atau terapi obat lain.
d. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan
Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada
hemoragi.
e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program
Rasional : Mengganti cairan yang telah hilang.
6. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisaahan dengan Bayi
(Carpenito,2000)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif
Kreteria Hasil: klien dapat membuat suatu keputusan dank lien dapat
Mengidentifikasi aktivitas yang menentukan atau
meningkatkan menyusui yang berhasil.
Intervensi :
a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting
53
Rasional: menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan
yang tepat.
b. Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif
Rasional : mempelancar laktasi
c. Anjurkan klien memberikan asi esklusif
Rasional : Asi dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga
pertumbuhan optimal
d. Berikan informasi untuk rawat gabung
Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi
e. Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau
memberikan Asi dengan aman
Rasional: Menjaga agar Asi tetap bisa digunakan dan tetap hygienis
bagi bayi.
7. Resiko terjadi konstipasi berhubungan dengan menurunnya aktifitas
(Doenges, 2001).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan
eliminasi : Konstipasi.
Kriteria Hasil : Klien mendapatkan kembali pola fungsi usus yang
normal.
Intervensi :
a. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran
Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral.
b. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan
54
Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau
kemungkinan ileusparalitik.
c. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet
makanan serat.
Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran)
dapat Merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.
d. Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan
ambulasi dini.
Rasional : Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan
memperbaiki motilitas abdomen.
e. Kolaborasi pemberian pelunak feses
Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu
mengembalikan fungsi usus.