bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Roda Gigi
Dua buah roda berbentuk silinder atau kerucut yang salig bersinggungan
pada kelilingnya salah datu diputar maka yang lain akan ikut berputar pula. Alat
yang menggunakan cara keja semacam ini untuk menstransmisikan daya disebut
roda gesek. Guna menstransmisikan daya besar dan putaran yang tepat tidak dapat
dilakukan dengan roda gesek. Untuk itu, kedua roda tersebut harus dibuat bergigi
pada kelilingnya sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi – gigi ke dua roda
yang saling berkait. Roda begigi semacam ini disebut roda gigi. Roda gigi
mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan transmisi daya yang
lain diantaranya, putaran lebih tinggi dan tepat, daya lebih besar dan ringkas.
II.1.1 Macam – Macam Roda Gigi
Roda gigi dapat diklasifikasikan menurut letaknya sebagai berikut :
a. Roda gigi dengan poros sejajar.
1. Roda gigi lurus
2. Roda gigi miring
3. Roda gigi miring ganda
4. Roda gigi luar
5. Roda gigi dalam dan pinion
6. Batang gigi dan pinion
b. Roda gigi dengan poros berpotongan.
1. Roda gigi kerucut lurus
2. Roda gigi kerucut spiral
3. Roda gigi keucut miring
4. Roda gigi permukaan dengan poros berpotongan
c. Roda gigi dengan poros silang.
1. Roda gigi miring silang
2. Roda gigi cacing silindris
3. Roda gigi cacing selubung ganda (globoid)
4. Roda gigi cacing samping
5. Roda gigi hyperboloid
6. Roda gigi hipoid
7. Roda gigi permukaan silang
II.1.2 Perencanaan Roda Gigi Lurus
a. Menghitung diameter pitch, dp
1. Menentukan daya rencana, Pd
Pd = P x fc……………………………….( Sularso, halaman 7)
Di mana :
Pd : daya rencana ( kw )
P : daya nominal ( kw )
fc : faktor koreksi…………………..( Sularso, tabel 1.6 )
2. Putaran poros, n
=
di mana :
np : Putaran poros pinion (rpm)
nw : Putaran poros wheel (rpm)
Zp : jumlah gigi pinion
Zw : jumlah gigi wheel
3. Pemilihan modul, m
Pemilihan modul dapat di lihat pada diagram pemilihan modul roda gigi
lurus (lenturan) yang terdapat pada gambar 6.24, Sularso, halaman 245,
dengan menggunakan variabel sebagai berikut :
- daya rencana
- putaran pinion
Kemudian dipotongkan pada grafik dan didapatkan modul yang diinginkan
4. Perhitungan diameter pitch, dp
d = m x Z
dimana :
d : diameter pitch (mm)
m : modul (mm)
Z : jumlah gigi (mm)
b. Perhitungan Kekuatan
1. Beban lentur ijin persatuan lebar sisi, Fb’
Kecepatan keliling, V
V = п x d x np ……………………………………(Sularso, halaman 238)
60 x 1000di mana :
V : kecepatan keliling (m/s)
Gaya Tangensial, Ft
Ft = Pd x 102 ………………………………………..(Sularso,
halaman 238)
V
Di mana :
Ft : Gaya tangensial (kg)
Faktor bentuk gigi, Y
Faktor bentuk gigi, y, dapat di lihat pad tabel 6.5 ( Sularso ), dengan
menggunakan variabel sebagai berikut :
- jumlah gigi pinion
- jumlah gigi wheel
Faktor diamis, fv
Faktor dinamis, fv dapat dilihat pada tabel 6.6 (Sularso). Dengan
menggunakan kecepatan keliling yang didapatkan maka akan diperoleh
faktor dinamis.
Bahan yang digunakan
Bahan yang digunakan dapat di lihat pada tabel 6.7 dan lampiran pada
Sularso halaman 241. Maka akan didapatkan :
Bahan pinion atau wheel
Kekuatan tarik, σB (kg/mm2)
Kekerasan (HB)
Tegangan Lentur yang diijinkan, σa (kg/mm2)
Beban ijin per satuan lebar sisi, Fb’
Fb’ = σa x m x Y x fv ………………………………….
(Sularso,halaman 240)
Di mana :
Fb’ : Beban ijin per satuan lebar sisi (kg/mm)
σa : Tegangan lentur yang diijinkan (kg/mm)
2. Perhitungan beban permukaan
Faktor tegangan kontak, kH
Faktor tegangan kontak dapat dilihat pada tabel 6.8 (sularso). Untuk
mencari Faktor tegangan kontak ( kH ), kita memerlukan data
kekerasan pinion dan kekerasan wheel.
Beban permukaan ijin permukaan lebar
sisi, FH
FH = fv x kH x d x 2 Zw__.................(Sularso,halaman 243) Zp + Zw
Di mana :
FH : Beban permukaan ijin permukaan lebar sisi (kg/mm)
c. Lebar sisi, b
b = Ft__ F’ min
Di mana :
b : lebar gigi (mm)
F’ min : beban Fb’ dan FH yang minimum (kg/mm)
d. Evaluasi
1. , harus memenuhi syarat sebagai berikut :
6 ≤ ≤ 10 …………………………………………………..(Sularso,
halaman 241)
2. , harus memenuhi syarat sebagai berikut :
≤ 1,2 ………………………………………………………(Sularso,
halaman 241)
3. , harus memenuhi syarat sebagai berikut :
≥ 2,2 …………………………………………( Sularso, halaman 246 )
dimana :
sk : Tebal antara dasar alur pasak dan dasar kaki (mm)
: ( ) + ( + t2)………………………(Sularso, halaman 249)
dg : diameter lingkaran kaki (mm)
t2 : tinggi pasak yang terbenam pada roda gigi (mm)
dsh : diameter poros (mm)
e. Dimensi
1. Jarak sumbu poros, a
a = ……………………………………(Sularso, halaman 216 )
di mana :
a : jarak sumbu poros (mm)
dp : diameter pitch pinion (mm)
dw : diameter pitch wheel(mm)
2. Tinggi gigi, H
H = 2m + ck………………………………………(Sularso, halaman 219)
di mana :
H : tinggi gigi (mm)
ck : kelonggaran puncak
: 1,25 x m ……………………………….(Sularso, halaman 219)
3. Tinggi kaki, t
t = 1,25 x m………………………………………(Sularso, halaman 219)
di mana :
t : tinggi kaki (mm)
4. Diameter lingkaran kepala, dk
dk = ( Z + 2 ) m ………………………………….(Sularso, halaman 220)
di mana :
dk : diameter lingkaran kepala (mm)
Z : jumlah gigi pinion atau wheel
M : modul
5. Diameter lingkaran kaki, dg
dg = dp – 2t
di mana :
dg : diameter lingkaran kaki (mm
II. 2 Poros
Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin.
Hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama – sama dengan putaran. Poros
adalah bagian atau elemen mesin yang umumnya berpenampang bulat, padanya
ditumpukan roda gigi, sprocket, bantalan, wheel dan sebagainya.
II. 2 .1 Macam – Macam Poros
Poros untuk meneruskan daya diklasifikasikan menurut pembebanannya
sebagai berikut :
a. Poros transmisi
Poros macam ini mendapat beban punter murni atau punter dan lentur. Daya
ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi, puli sabuk atau
sprocket rantai.
b. Spindel
Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin perkakas, di
mana beban utamanya berupa puntiran disebut spindle. Syarat yang harus
dipenuhi adalah deformasinya harus kecil, bentuk serta ukurannya harus teliti.
c. Gandar
Poros yang tidak mendapat beban punter, bahkan kadang – kadang tidak boleh
berputar.
II. 2 .2 Perencanaan Poros Transmisi
a. Perhitungan gaya tangensial, Ft
1. Menentukan daya rencana, Pd
Pd = P x fc ……………………………….( Sularso, halaman 7)
Di mana :
Pd : daya rencana ( kw )
P : daya nominal ( kw )
fc : faktor koreksi……………….………..( Sularso, tabel 1.6 )
2. Putaran poros, n
=
di mana :
np : Putaran poros pinion (rpm)
nw : Putaran poros wheel (rpm)
Zp : jumlah gigi pinion
Zw : jumlah gigi wheel
3. Pemilihan modul, m
Pemilihan modul dapat di lihat pada diagram pemilihan modul roda gigi
lurus (lenturan) yang terdapat pada gambar 6.24, Sularso, halaman 245,
dengan menggunakan variabel sebagai berikut :
- daya rencana
- putaran pinion
Kemudian dipotongkan pada grafik dan didapatkan modul yang diinginkan
4. Perhitungan diameter pitch, dp
d = m x Z
dimana :
d : diameter pitch (mm)
m : modul (mm)
Z : jumlah gigi (mm)
5. Kecepatan keliling, V
V = п x d x np ………………………………(Sularso, halaman 238)
60 x 1000 di mana :
V : kecepatan keliling (m/s)
6. Gaya Tangensial, Ft
Ft = Pd x 102 ……………………………………(Sularso, halaman 238)
V
Di mana :
Ft : Gaya tangensial (kg)
Apabila tidak dapat mencari gaya tangensiall dengan cara tersebut, karena
jumlah putran yang besar misalnya 8000 rpm , maka dapat digunakan cara
sebagai berikut :
1. Gaya tangensial reduksi awal,Ft1
………………………….( Khurmi, halaman 1007)
di mana :
Ft1 = gaya tangensial (kg)
Cs = service faktor, diambil 1,54 karena medium shock dengan
pemakaian 8 – 10 jam per hari ( tabel 23.8; Khurmi )
lebar gigi ( b )
b = 9m
di mana:
b = lebar gigi (mm)
velocity factor, Cv
………………………………(khurmi, halaman 1002)
dimana :
Cv : velocity factor dengan kecepatan sampai 12,5 m/s
faktor bentuk gigi untuk pinion dengan sudut tekan 20o ( y )
………(Khurmi, halaman 1001)
……………(Khurmi, halaman 1001)
persamaan Lewis
Ft2 = fop.Cv.b.R.m.yp .......................(Khurmi, halaman 1005)
di mana :
fop = tegangan lentur ijin (tabel 23.6, Khurmi)
maka :
Ft1 = Ft2
m = 0,15 = 1,5 mm
gaya tangensial, Ft
b. Perhitungan momen lentur
Perhitungan momen lentur dengan menggunakan kesetimbangan gaya,
∑ M = 0
∑ F = 0
c. Perhitungan diameter poros, dsh
1. Faktor koreksi bahan, sf1 dan sf2
sf1 = 5,6 ≈ 6
sf2 = 1,3 – 3,0
2. Faktor koreksi
Lenturan (km)
Puntiran (kt)
Bending (cb)
3. Bahan Poros
Bahan poros dapat dilihat pada tabel 1.1 dan 1.2 pada Sularso. Dari tabel
tersebut akan diperoleh kekuatan tarik ( σB ) (kg/mm2 ).
4. Tegangan yang diijinkan, a
BEBAN kt km cb
Halus 1 1,5
Sedikit Kejut1 - 1,5 1,5 - 2 1,2 - 2,3
Tumbukan
1,5 - 3,0 2,0 - 3,0
…………………………………………..(Sularso, halaman
8 )
di mana :
a = tegangan yang diijinkan (kg/mm2 )
5. Momen rencana, T
T = 9,74 105 ………………………….(Sularso, halaman 7)
dimana :
T = Torsi( kg.mm)
n = putaran poros (rpm)
6. Diameter poros, dsh
…………………(Sularso, halaman 18)
di mana :
dsh : diameter poros (mm)
M : momen lentur maksimum ( kg.mm)
d. Evaluasi
1. Deformasi puntir,
……………………………………(Sularso, halaman 18)
di mana :
= deformasi punter (˚)
L = panjang poros (mm)
G = Modulus geser ( kg/mm2 )
Agar memenuhi syarat maka, ≤ 0,25˚
2. Lenturan poros, Y
………………………..(Sulaso, halaman 18)
dimana :
Y = lenturan poros (mm)
F = gaya resultan (kg)
L1 = jarak roda gigi ke bantalan 1 (mm)
L2 = jarak roda gigi ke bantalan 2 (mm)
Agar memenuhi syarat maka, Y ≤ (0,3 – 0,35)
3. Putaran kritis, Nc
…………………………(Sularso, halaman 19)
dimana :
Nc = putaran kritis (rpm)
W = beban roda gigi ( kg)
Apabilla ada lebih dari satu beban yang bekerja pada poros maka putran
kritis gabungannya adalah (Nco) :
…………(Sularso, halaman 19)
di mana :
Nco = putaran kritis gabungan (rpm)
Nci = putaran kritis beban ke- I (rpm)
Agar memenuhi syarat maka, ≤ ( 0,6 – 0,7)
II. 3 Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu pada poros berbeban,
sehingga putaran atau gerakan bolak – baliknya dapat berlangsung secara halus,
aman dan panjang umur. Bantalan harus cukup kokoh agar poros serta
elemenyang lainnya dapat bekerja dengan baik.
II.5.1 Macam – Macam Bantalan
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros.
1. Bantalan luncur
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantaraan
lapisan pelumas.
2. Bantalan gelinding
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yang berputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru), rol atau
rol jarum, dan rol bulat.
b. Atas dasar arah beban terhadap poros
1. Bantalan radial
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.
2. Bantalan aksial
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
3. Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus
sumbu poros.
II.5.2 Perencanaan Bantalan Gelinding
a. Menentukan umur bantalan yang diminta,Lha
Misalnya diinginkan untuk pemakaianterus menerus sekitar 30000 – 40000
jam. Jadi Lha : 30000 – 40000 jam
b. Menentukan beban maksimum, F
Untuk mencari beban maksimum kita gunakan data yang telah kita dapat pada
tiap – tiap titik.
c. Perhitungan beban equivalent dinamis, P
1. Faktor x dan y
Faktor x dan y dapat dicari pada tabel 4.9, halaman 135 Sularso. Dengan
menggunakan rumus seperti di bawah ini, maka variabel - variabel
tersebut dapat diketahui.
…………………………………………(Sularso, halaman 135 )
2. Beban ekivalen dinamis, P
P = x.v.Fr + y.Fa …………………………………(Sularso, halaman 136)
dimana :
P : Beban ekivalen dinamis (kg)
Fr : Beban radial (kg)
Fa : Beban aksial (kg)
V : Faktor v = 1, karena cincin dalam yang berputar
d. Umur nominal, Lh
1. Faktor kecepatan, fn
Untuk bantalan bola
…………………………………(Sularso, halaman 136)
di mana :
fn : faktor kecepatan
nsh: putaran poros
2. Nomor bantalan
Nomor bantalan dapat di cari dengan menggunakan tabel 4.16 (Sularso),
maka akan didapatkan :
- Nomor bantalan
- Kapasitas nominal dinamis spesifik, C (kg)
- Kapasitas nominal statis spesifik, Co (kg)
3. Faktor umur, fh
………………………………………(sularso, halaman 136)
dimana :
P : Beban equivalent dinamis (kg)
C : Beban nominal dinamis spesifisik (kg)
Fh : Faktor umur
4. Umur nominal, Lh
Lh = 500.fh3 ……………………………………(Sularso, halaman 136)
di mana :
Lh : umur nominal (jam)
e. Evaluasi
1. Lh > Lha
di mana :
Lh : Umur nominal bantalan (jam)
Lha : Umur bantalan yang diminta(jam)
II.6 Rantai
Transmisi daya dengan menggunakan rantai biasanya dipergunakan di
mana jarak poros lebih besar dari pada transmisi roda gigi tetapi lebih pendek dari
pada dalam transmisi sabuk. Di sini rantai bekerja dengan cara mengait pada roda
gigi rantai atau yang disebut dengan sprocket dan meneruskan daya tanpa slip,
dengan begitu perbandingan putaran dapat terjaga dengan konstan. Rantai sebagai
transmisi mempunyai beberapa keuntunga, diantaranya :
a. Mampu meneruskan daya yang besar karena kekuatannya yang besar.
b. Tidak memerlukan tegangan awal.
c. Keausan kecil pada bantalan.
d. Mudah pemasangannya.
Adapun kekurangannya adalah :
a. Variasi kecepatan yang tidak dapat dihindari.
b. Suara yang gaduh.
c. Perpanjangan rantai
d. Tidak dapat dipakai untuk kecepatan tinggi.
II.6.1 Macam – Macam Rantai
Rantai dapat diklasifikasikan menjadi dua macam :
a. Rantai rol
Rantai rol terdiri dari pena, bus, rol dan plat mata rantai. Rantai rol diperlukan
apabila transmisi tanpa slip dengan kecepatan sampai 600 m/min, tanpa
pembatasan bunyi, dan murah harganya.
b. Rantai gigi
Rantai gigi terdiri atas plat – plat berprofil roda gigi dan pena berbentuk bulan
sabit yang disebut sambungan kunci. Rantai gigi dapat bekerja dengan kecepatan
tinggi lebih dari 1000 m/min, bunyi kecil dan daya besar tetapi rantai lebih mahal
dari pada rantai rol. Ciri yang menonjol pada rantai gigi ialah bahwa segera
setelah mengait secara meluncur dengan gigi sprocket yang berprofil infolut
(evolven),mata rantai berputar sebagai satu benda dengan sprocket. Ada dua
macam rantai gigi, yaitu :
1. Rantai Reynold
Rantai reynold terdiri dari plat mata rantai rangkap banyak degan profil
khusus dihubungkan dengan pena silindris dan bus yang terbelah.
2. Rantai HY-VO
Rantai HY-VO di mana dua buah pena disebut pena sambungan kunci
yang mempunyai permukaan cembung dan cekung dipasang sebagai
pengganti peba silindris.
II.6.2 Perencanaan Rantai Rol
a. Menentukan daya rencana, Pd
Pd = P x fc ……………………………….( Sularso, halaman 7)
Di mana :
Pd : daya rencana ( kw )
P : daya nominal ( kw )
fc : faktor koreksi……………….………..( Sularso, tabel 1.6 )
b. Menentukan putaran sprocket, ns
1. Putaran sproket kecil, ns1
ns1 diambil dari putaran poros lawan yang maksimum
2. Putaran sproket besar, ns2
di mana :
ns1 : putaran sprocket kecil (rpm)
ns2 : putaran sprocket besar (rpm)
Zs1 : jumlah gigi sprocket kecil
Zs2 : jumlah gigi sprocket besar
c. Pemilihan nomor rantai
Dari diagram 5-21, Sularso maka no. rantai dapat dicari dengan menggunakan
variabel :
1. Putaran sprocket (rpm)
2. Daya yang telah dikoreksi (kw)
d. Ukuran rantai rol
Untuk mengetahui ukuran rantai rol, maka kita akan melihat tabel 5.16,
Sularso halaman 192. Data – data yang diperoleh antara lain :
1. No. rantai
2. Jarak bagi, p (mm)
3. Batas kekuatan tarik rata – rata, FB (kg)
4. Beban maksimum yang diijinkan, Fu (kg)
e. Diameter pitch sprocket,dps
……………………………………(Sularso, halaman 197)
di mana :
dps : Diameter pitch sprocket (mm)
p : jarak bagi (mm)
f. Diameter kepala, dk
…………………………(Sularso, halaman 197)
di mana :
dk : Diameter kepala sprocket (mm)
g. Evaluasi
1. Kecepatan rantai, v
…………………………………(Sularso, halaman 198)
di mana :
v : kecepatan rantai (m/s)
Agar memenuhi syarat maka :
v = 4 -10 m/s
2. Faktor keamanan, sf
Gaya tangensial, Ft
…………………………………(Sularo, halaman 198)
di mana :
Ft : gaya tangensial (kg)
Faktor keamanan, sf
………………………………………(Sularso, halaman 195)
di mana :
sf : faktor keamanan
Agar memenuhi syarat maka :
sf › 6
3. Gaya tangensial, Ft
Agar memenuhi syarat, maka :
Ft ‹ Fu
di mana :
Fu : Beban maksimum yang diijinkan (kg)
i. Panjang rantai, Lp
1. Jarak sumbu poros awal, Cp’
Cp’ =30p sampai 50p ……………………………(Sularso, halaman 197)
di mana :
Cp’ : jarak sumbu poros awal (buah)
p : jarak bagi (mm)
2. Panjang rantai
……..(Sularso, halaman 197)
dimana :
Lp : panjang rantai (buah)
Cp’ : jarak sumbu poros awal (buah)
Zs1 : jumlah gigi sprocket kecil
Zs2 : jumlah gigi sprocket besar
j. Jarak sumbu poros , C
1. Jarak sumbu poros akhir, Cp
(Sularso, halaman 198)
di mana :
Cp : jarak sumbu poros akhir (buah)
Zs1 : jumlah gigi sprocket kecil
Zs2 : jumlah gigi sprocket besar
2. Jarak sumbu poros, C
C = p x Cp …………………………………………(Sularso, halaman 198)
di mana :
C : jarak sumbu poros (mm)
P : jarak bagi (mm)