bab ii

14
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Kecemasan a. Definisi Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang berfikiran mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir setiap manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar-samar. Kecemasan juga sering kali disertai dengan gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, kekakuan pada dada, dan gangguan pada lambung ringan (Kaplan & Sadock, 2010). Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stres dan benar-benar dapat bermanfaat dalam beberapa situasi. Namun apabila kecemasan tersebut berlebihan, terkadang kita akan sulit untuk mengendalikannya National Institute of Mental Health (NIH). Gejala yang dirasakan ada yang psikologis dan fisiologis yang bergabung untuk menciptakan perasaan yang tidak menyenangkan yang biasanya disertai dengan perasaan takut dan khawatir (Gao et al., 2012). Dalam Maramis (2009) menjelaskan juga bahwa kecemasan mendatangkan perasaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, takut atau tidak menentu. b. Epidemiologi Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikiatri yang paling sering ditemukan (Kaplan & Sadock, 2010). Gangguan kecemasan lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki yaitu

Upload: rahma-lionita-lamandawati

Post on 14-Sep-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

URFY

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Dasar Teori

    1. Kecemasan

    a. Definisi

    Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan,

    memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan

    seseorang berfikiran mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman.

    Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir setiap manusia.

    Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak

    menyenangkan dan samar-samar. Kecemasan juga sering kali disertai

    dengan gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, kekakuan

    pada dada, dan gangguan pada lambung ringan (Kaplan & Sadock,

    2010).

    Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stres dan benar-benar

    dapat bermanfaat dalam beberapa situasi. Namun apabila kecemasan

    tersebut berlebihan, terkadang kita akan sulit untuk mengendalikannya

    National Institute of Mental Health (NIH). Gejala yang dirasakan ada

    yang psikologis dan fisiologis yang bergabung untuk menciptakan

    perasaan yang tidak menyenangkan yang biasanya disertai dengan

    perasaan takut dan khawatir (Gao et al., 2012).

    Dalam Maramis (2009) menjelaskan juga bahwa kecemasan

    mendatangkan perasaan tegang yang berlebihan atau tidak pada

    tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, takut atau tidak

    menentu.

    b. Epidemiologi

    Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikiatri yang paling

    sering ditemukan (Kaplan & Sadock, 2010). Gangguan kecemasan

    lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki yaitu

  • 6

    dengan prevalensi 17,9% dan 10,8% atau perbandingannya 3:2 (The

    Mental Health of Australians 2, 2007).

    Prevalensi seumur hidup dari DSM-IV / World Mental Health -

    Composite International Diagnostic Interview (WMH - CIDI) disorder

    di total National Comorbidity Study-Replication (NCS-R) s. Gangguan

    kecemasan adalah kelas yang paling umum dari gangguan mental

    (28,8%), diikuti oleh gangguan impuls control (24,8%), gangguan

    mood (20,8%) dan gangguan penggunaan zat (14,6%) (Kessler et al.,

    2005).

    c. Etiologi

    Menurut Kaplan & Sadock (2010) penyebab kecemasan dapat

    digolongkan berdasarkan teori-teori yang berperan dalam terapi

    kecemasan seperti teori psikologis, teori biologis, dan pertimbangan

    neuroanatomis.

    1) Teori psikologis : teori psikoanalitik, teori perilaku, dan teori

    eksistensial. Tiga bidang utama teori tersebut masing-masing teori

    memiliki kegunaan praktis dan konseptualnya daalam terapi

    kecemasan.

    2) Teori biologis : sistem sarat otonom, neurotransmiter, norepinefrin,

    serotonin, GABA, aplysia.

    3) Pertimbangan neuroanatomis : sistem limbik dan korteks serebral.

    d. Faktor Risiko

    Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan yaitu:

    1) Gender/Perbedaan Jenis Kelamin

    Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, menurut

    Kaplan dan Sadock (2010) mengatakan bahwa perempuan

    lebih cemas dibanding dengan laki-laki. Perempuan memiliki

    risiko dua kali lebih cemas dibandingkan dengan laki-laki

    (University of Maryland Medical Center , 2013).

  • 7

    2) Pengalaman

    Mengalami peristiwa kehidupan yang penuh stres, secara fisik

    terbatas dalam kegiatan sehari-hari, dan telah memilki

    pengalaman masa kecil yang sulit juga meningkatkan risiko

    seseorang untuk mengembangkan gangguan kecemasan (NIH

    Senior Health).

    3) Respon Terhadap Stimulus

    Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah

    rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan

    mempengaruhi kecemasan yang timbul.

    4) Faktor Genetik

    Faktor genetik mungkin memiliki peranan dalam beberapa

    kasus. Orang tua yang memiliki gangguan kecemasan akan

    meningkatkan resiko terjadinya gangguan kecemasan pada

    keturunannya (NIH).

    5) Perpisahan dengan orangtua

    Anak-anak atau seorang remaja yang terpisah dengan orang

    tua maupun kerabat dekat yang dicintai dapat memicu

    timbulnya kecemasan (Kaplan & Sadock, 2010).

    e. Patofisiologi

    Dalam sistem saraf pusat (SSP) mediator utama dari gejala

    gangguan kecemasan tampaknya norepinefrin, serotonin, dopamine

    dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Neurotransmiter lain dan

    peptide, seperti faktor corticotrophin-releasing, mungkin terlibat.

    Peripheral, sistem saraf otonom, terutama sistem saraf simpatik,

    memediasi banyak gejala (Yates, 2014). Menurut Mandal (2012)

    penyebab gangguan kecemasan adalah ketidak seimbangan bahan

    kimia tertentu yang ada di otak. Sebenarnya utusan kimia yang

    membawa informasi dalam otak dan disebut neurotransmiter.

    Neurotransmiter yang berhubungan dengan gangguan kecemasan ada

    dua yaitu serotonin dan noradrenalin. Ketidakseimbangan

  • 8

    neurotransmiter ini menyebabkan perubahan fisik dan suasana hati

    tertentu dan manifestasi. Masalah yang paling umum adalah serotonin

    rendah dan noradrenalin tinggi. Ada lagi yaitu gangguan asam gamma-

    aminobutyric (GABA) sistem di otak adalah penyebab lain dari

    gangguan kecemasan.

    f. Manifestasi klinis

    Adapun manifestasi klinis yang sering dirasakan oleh

    seseorang yang mengalami gangguan kecemasan, menurut Hawari

    (2006).

    1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan

    mudah tersinggung;

    2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah tersinggung;

    3. Takut sendirian, takut dengan tempat keramaian dan banyak orang

    disekelilingnya;

    4. Pola tidur yang terganggu, mimpi-mimpi yang menegangkan

    seperti mimpi buruk;

    5. Hingga gangguan konsentrasi dan daya ingat juga ikut terganggu;

    6. Adapun juga keluhan-keluhan somatik juga dirasakan pada

    seseorang yang merasa cemas, misalnya rasa sakit otot dan tulang,

    pendengaran berdenging, jantung berdebar-debar, nafas terasa

    sesak dan gangguan percernaan dll.

    g. Penatalaksanaan

    Menurut Hawari (2006) penatalaksanaan kecemasan

    memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik

    (menyeluruh), yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik,

    psikososial dan psikoreligius. Untuk terapi psikofarmaka merupakan

    pengobatan untuk cemas dengan menggunakan obat-obatan. Terapi

    psikofarmaka yang sering digunakan adalah obat anti cemas

    (anxiolytic) seperti diazepam, lorazepam dan alprazolam. Obat anti

    depresi juga berkhasiat sebagai obat anti stres contohnya SSRIs

  • 9

    (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) fluoxetine, sertraline,

    escitalopram, paroxetine dan citalopram.

    Menurut National Institutes of Health (NIH) psikoterapi juga

    dianjurkan dalam pengobatan yaitu dengan terapi kognitif-perilaku

    atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT) sangat berguna dalam

    mengobat gangguan kecemasan. Bagian kognitif membantu orang

    mengubah cara mereka bereaksi terhadap situasi kecemasan.

    Dibenarkan juga pada penelitian yang dilakukan oleh (Wetherell dkk,

    2013) menunjukan bahwa penambahan terapi CBT dapat menjadi

    pilihan yang efektif untuk beberapa pasien setelah menggunakan obat

    anti depresan SSRI sebagai standart pengobatan lini pertama untuk

    gangguan kecemasan. Dari hasil yang didapat kombinasi antara SSRI

    dengan CBT sangat efektif untuk pencegahan kekambuhan gangguan

    kecemasan.

    h. Alat ukur kecemasan

    Terdapat beberapa alat ukur kecemasan yang dapat digunakan

    untuk mengukur kecemasan, diantaranya adalah :

    1) Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)

    Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) pertama kali

    digunakan pada tahun 1965, yang diperkenalkan oleh Max

    Hamilton. Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat

    kecemasan menurut alat ukur kecemasan. Skala ini terdiri dari 14

    kelompok gejala yang nampak pada individu yang mengalami

    kecemasan dengan gejala-gejala yang lebih spesifik, yakni :

    perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan

    kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik,

    gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala gastrointestinal,

    gejala urogenital, gejala autonom, dan tingkah laku pada

    wawancara. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian

    angka (score) antara 0-4, yang artinya adalah nilai 0 tidak ada

    gejala, 1 gejala ringan, 2 gejala sedang, 3 gejala berat, 4

  • 10

    gejala sangat berat. Dengan total nilai 0-56, dimana

  • 11

    Keuntungan memakai TMAS yaitu waktu pemeriksaan

    yang relatif cepat, dan penilaian dilakukan oleh responden sendiri,

    karena responden sendiri yang tahu keadaan sebenarnya (Munarsih

    dan Rahmawati, 2007).

    2. Perawat dan Keperawatan

    a. Definisi

    Berdasarkan Permenkes No. HK.02.02/MENKES/148/2010

    Tentang Izin dan Penyelengaraan Praktik Perawat, perawat adalah

    seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam negeri

    maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan

    profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan

    berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-

    psiko-sosial-spiritual yang meneluruh ditujukan kepada individu,

    kelompok, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup

    seluruh proses kehidupan (Lokakarya Nasional Keperawatan 1983

    dalam Dermawan, 2013).

    Praktik keperawatan berarti membantu individu atau kelompok

    dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal

    sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji status, menentukan

    diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi keperawatan

    untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan

    dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN).

    Definisi perawat menurut UU RI No. 23 tahun 2014 tentang

    kesehatan, perawat adalah mereka yang mempunyai kemampuan dan

    kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu

    yang dimilki diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Menurut

    International Council of Nursing (1965) perawat adalah seseorang

    yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi

    syarat serta berwenang di negera yang bersangkutan untuk

    memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk

  • 12

    meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan

    terhadap pasien (Dwirestarina, 2012).

    b. Kategori Perawat

    Dalam penelitian ini, peneliti meneliti terhadap dua kelompok perawat:

    1) Perawat Profesional

    a) Definisi

    Perawat profesional adalah tenaga keperawatan yang

    berasal dari jenjang pendidikan tinggi keperawatan (Ahli Madya,

    Ners, Ners Spesialis, Ners Konsultan). Perawat profesional adalah

    seseorang yang memiliki kewenangan untuk melakukan praktik

    keperawatan profesional secara mandiri (Depkes, 2011), bekerja

    secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah

    menyelesaikan progam pendidikan profesi keperawatan, telah lulus

    uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil

    dengan sebutan Registered Nurse (RN) (Persatuan Perawat

    Nasional Indonesia (PPNI, 2005).

    b) Peran

    1) Pemberi Asuhan Keperawatan

    Perawat membantu klien mendapatkan kembali

    kesehatannya melalui proses penyembuhan. perawat

    memberikan perawatan dengan memperhatikan keadaan

    kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui

    pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan

    proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis

    keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan

    tindakan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dasar

    manusia. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan dari

    yang sederhana sampai yang kompleks (Kustanto, 2003).

    2) Pembuat keputusan klinis

    Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik

    keperawatan. Untuk memberikan perawatan yang efektif,

  • 13

    perawat menggunakan keahlian berfikir klinis melalui

    proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan

    keperawatan baik dalam pengkajian kondisi pasien,

    pemberian perawatan dan mengevaluasi hasil perawat

    menyusun rencana tindakan dengan menetapkan

    pendekatan terbaik bagi pasien. Perawat membuat

    keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan pasien dan

    keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja

    sama, dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan

    kesehatan profesional lainnya (Kustanto, 2003).

    3) Sebagai advokat klien

    Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan

    keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi

    dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan

    persetujuan atas tindakan keperawatan (Kustanto, 2003).

    4) Sebagai educator

    Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam

    meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala

    penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi

    perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan

    kesehatan (Kustanto, 2003).

    5) Sebagai konsultan

    Perawat berperan sebagai konsultasi dengan mengadakan

    perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan

    terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan

    keperawatan (Ali, 2002).

    6) Sebagai kolaborator

    Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim

    kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll.

    Dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan

    yang diperlukan (Ali, 2002).

  • 14

    c) Fungsi

    1) Pelaksanaan asuhan keperawatan

    2) Memberikan pendidikan kesehatan

    3) Menjadi pelaksana dalam riset keperawatan

    2) Perawat Vokasional

    a) Definisi

    Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus

    pendidikan Diploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat

    Kesehatan yang diakui pemerintah dan diberi tugas penuh oleh

    pejabat yang berwenang. Perawat vokasional adalah perawat yang

    memiliki kewenangan untuk melakukan praktik keperawatan

    dengan batasan tertentu dengan pengawasan perawat profesional

    dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN). Berbeda

    dengan perawat profesional sering melakukan praktik langsung

    pada pasien tetapi teori yang didapatkan sedikit dan tidak terlalu

    menjiwai teorinya (Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI,

    2005).

    b) Peran

    Peran perawat vokasional yaitu sebagai seorang anggota

    tim kesehatan, dalam memberikan askep (asuhan keperawatan)

    terhadap pasien haruslah dapat memberikan informasi tentang

    pasien yang dirawatnya secara akurat dan komplit. Selain itu

    perawat sebagai media komunikasi pasien, peran perawat sebagai

    komunikator sangatlah penting. Pada perawat vokasional terdapat

    peran sebagai pendidik dalam pemberian asuhan keperawatan,

    namun masih berada dalam bimbingan perawat profesional.

    Perawat vokasional juga berperan sebagai anggota riset

    keperawatan. Tetapi hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh

    perawat vokasional karena pengetahuan yang dimiliki keperawatan

    vokasional lebih sedikit dan perannya dalam dunia kesehatan

  • 15

    hanya pada batasan tertentu saja tidak sampai memenuhi semua

    peran yang harus dilakukan.

    Peran dan fungsi perawat vokasional. Peran perawat

    vokasional adalah sebagai pendidik dalam pemberian asuhan

    keperawatan, namun hal ini masih berada dalam bimbingan

    perawat profesional. Dalam proses keperawatan pelaksanaan

    asuhan keperawatan merupakan tugas semua perawat, baik itu

    perawat profesional maupun perawat vokasional. Dan dalam

    pemberian asuhan ini perlu adanya pendokumentasian.

    Pendokumentasian ini sangat penting dalam perawatan kesehatan

    saat ini.

    c) Fungsi

    1) Pelaksanaan asuhan keperawatan

    2) Memberikan pendidikan kesehatan (dibawah supervise

    perawat profesional) dalam pemberian askep

    3) Memberikan informasi tentang perkembangan kesehatan

    pasien pada atasannya

    4) Menjadi anggota pelaksana dalam riset keperawatan

    3. Perbedaan Tingkat Kecemasan Perawat Profesional dan Perawat

    Vokasional

    Perawat profesional menurut Depkes RI (2011) adalah tenaga

    keperawatan yang berasal dari jenjang pendidikan tinggi keperawatan

    (Ahli Madya, Ners, Ners Spesialis, Ners Konsultan). Sedangkan perawat

    vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Diploma III

    Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yang diakui pemerintah dan

    diberi tugas penuh oleh pejabat yang berwenang (PPNI, 2005).

    Perawat profesional adalah seseorang yang memiliki kewenangan

    untuk melakukan praktik keperawatan profesional secara mandiri (Depkes

    RI, 2011), bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan

    telah menyelesaikan progam pendidikan profesi keperawatan, telah lulus

  • 16

    uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan

    sebutan Registered Nurse (RN) (PPNI, 2005). Perawat vokasional adalah

    perawat yang memiliki kewenangan untuk melakukan praktik keperawatan

    dengan batasan tertentu dengan pengawasan perawat profesional dengan

    sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN).

    Pada perawat profesional sering melakukan praktik langsung pada

    pasien karena teori yang didapat lebih banyak dan dapat menjiwainya yang

    artinya mereka lebih mempunyai tanggung jawab lebih besar dari pada

    perawat vokasional karena peran dan fungsi mereka tidak hanya

    melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien tetapi juga harus

    menentukan tindakan pengambilan keputusan medis, memberikan

    pengawasan terhadap perawat vokasional. Sedangkan perawat vokasional

    pengetahuan yang didapat sedikit dan hanya menguasai keperawatan dasar

    yang tugasnya hanya melakukan peran dan fungsi keperawatan sesuai

    yang diperintah oleh atasan praktisi kesehatan, baik perawat profesional

    atau dokter.

    Dari uraian diatas menunjukan bahwa perawat profesional lebih

    mempunyai tanggung jawab yang besar sehingga akan menimbulkan

    ketidaknyamanan dan rasa khawatir yang bisa mengakibatkan kecemasan.

    Seperti pendapat Maramis (2009) tentang pengertian kecemasan yaitu

    perasaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai

    dengan perasaan khawatir, takut atau tidak menentu.

  • 17

    B. Kerangka Konsep

    Gambar 1. Kerangka Konsep

    Perawat di RSU Kumalasiwi

    Kudus

    Perawat Profesional Perawat Vokasional

    - Menyelesaikan pendidikan lebih

    lama (teori yang didapat banyak)

    - Melakukan tindakan keperawatan

    lanjut

    - Memberikakan pendidikan kesehatan

    pada pasien

    - Sebagai pembimbing dan pendidik

    perawat vokasional

    - Menjadi pelaksana dalam riset

    keperawatan

    - Mempunyai tanggung jawab besar

    - Menyelesaikan pendidikan lebih

    singkat (teori yang didapat sedikit)

    - Melakukan tindakan keperawatan

    dasar

    - Memberikan pendidikan kesehatan

    pada pasien

    - Dalam melakukan peran dan

    fungsinya sebagai perawat mendapat

    pengawasan dari atasan

    - Menjadi anggota pelaksana riset

    keperawatan

    - Tanggung jawab tidak terlalu besar

    Tingkat kecemasan rendah

    Tingkat kecemasan tinggi

    Bandingkan

    - Usia

    - Jenis Kelamin

    - Faktor Genetik

    - Faktor Lingkungan

    - Faktor Hormonal

  • 18

    Keterangan :

    = variabel yang diteliti = hubungan yang diteliti

    = variabel yang tidak diteliti = hubungan tidak diteliti

    C. Hipotesis

    Terdapat perbedaan tingkat kecemasan pada perawat profesional dengan

    perawat vokasional di Rumah Sakit Umum Kumala Siwi Kudus.