bab ii
DESCRIPTION
URFYTRANSCRIPT
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
1. Kecemasan
a. Definisi
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan,
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan
seseorang berfikiran mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman.
Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir setiap manusia.
Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak
menyenangkan dan samar-samar. Kecemasan juga sering kali disertai
dengan gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, kekakuan
pada dada, dan gangguan pada lambung ringan (Kaplan & Sadock,
2010).
Kecemasan adalah reaksi normal terhadap stres dan benar-benar
dapat bermanfaat dalam beberapa situasi. Namun apabila kecemasan
tersebut berlebihan, terkadang kita akan sulit untuk mengendalikannya
National Institute of Mental Health (NIH). Gejala yang dirasakan ada
yang psikologis dan fisiologis yang bergabung untuk menciptakan
perasaan yang tidak menyenangkan yang biasanya disertai dengan
perasaan takut dan khawatir (Gao et al., 2012).
Dalam Maramis (2009) menjelaskan juga bahwa kecemasan
mendatangkan perasaan tegang yang berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai dengan perasaan khawatir, takut atau tidak
menentu.
b. Epidemiologi
Gangguan kecemasan merupakan gangguan psikiatri yang paling
sering ditemukan (Kaplan & Sadock, 2010). Gangguan kecemasan
lebih sering dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki yaitu
-
6
dengan prevalensi 17,9% dan 10,8% atau perbandingannya 3:2 (The
Mental Health of Australians 2, 2007).
Prevalensi seumur hidup dari DSM-IV / World Mental Health -
Composite International Diagnostic Interview (WMH - CIDI) disorder
di total National Comorbidity Study-Replication (NCS-R) s. Gangguan
kecemasan adalah kelas yang paling umum dari gangguan mental
(28,8%), diikuti oleh gangguan impuls control (24,8%), gangguan
mood (20,8%) dan gangguan penggunaan zat (14,6%) (Kessler et al.,
2005).
c. Etiologi
Menurut Kaplan & Sadock (2010) penyebab kecemasan dapat
digolongkan berdasarkan teori-teori yang berperan dalam terapi
kecemasan seperti teori psikologis, teori biologis, dan pertimbangan
neuroanatomis.
1) Teori psikologis : teori psikoanalitik, teori perilaku, dan teori
eksistensial. Tiga bidang utama teori tersebut masing-masing teori
memiliki kegunaan praktis dan konseptualnya daalam terapi
kecemasan.
2) Teori biologis : sistem sarat otonom, neurotransmiter, norepinefrin,
serotonin, GABA, aplysia.
3) Pertimbangan neuroanatomis : sistem limbik dan korteks serebral.
d. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan yaitu:
1) Gender/Perbedaan Jenis Kelamin
Berkaitan dengan kecemasan pada pria dan wanita, menurut
Kaplan dan Sadock (2010) mengatakan bahwa perempuan
lebih cemas dibanding dengan laki-laki. Perempuan memiliki
risiko dua kali lebih cemas dibandingkan dengan laki-laki
(University of Maryland Medical Center , 2013).
-
7
2) Pengalaman
Mengalami peristiwa kehidupan yang penuh stres, secara fisik
terbatas dalam kegiatan sehari-hari, dan telah memilki
pengalaman masa kecil yang sulit juga meningkatkan risiko
seseorang untuk mengembangkan gangguan kecemasan (NIH
Senior Health).
3) Respon Terhadap Stimulus
Menurut Trismiati (2006), kemampuan seseorang menelaah
rangsangan atau besarnya rangsangan yang diterima akan
mempengaruhi kecemasan yang timbul.
4) Faktor Genetik
Faktor genetik mungkin memiliki peranan dalam beberapa
kasus. Orang tua yang memiliki gangguan kecemasan akan
meningkatkan resiko terjadinya gangguan kecemasan pada
keturunannya (NIH).
5) Perpisahan dengan orangtua
Anak-anak atau seorang remaja yang terpisah dengan orang
tua maupun kerabat dekat yang dicintai dapat memicu
timbulnya kecemasan (Kaplan & Sadock, 2010).
e. Patofisiologi
Dalam sistem saraf pusat (SSP) mediator utama dari gejala
gangguan kecemasan tampaknya norepinefrin, serotonin, dopamine
dan gamma-aminobutyric acid (GABA). Neurotransmiter lain dan
peptide, seperti faktor corticotrophin-releasing, mungkin terlibat.
Peripheral, sistem saraf otonom, terutama sistem saraf simpatik,
memediasi banyak gejala (Yates, 2014). Menurut Mandal (2012)
penyebab gangguan kecemasan adalah ketidak seimbangan bahan
kimia tertentu yang ada di otak. Sebenarnya utusan kimia yang
membawa informasi dalam otak dan disebut neurotransmiter.
Neurotransmiter yang berhubungan dengan gangguan kecemasan ada
dua yaitu serotonin dan noradrenalin. Ketidakseimbangan
-
8
neurotransmiter ini menyebabkan perubahan fisik dan suasana hati
tertentu dan manifestasi. Masalah yang paling umum adalah serotonin
rendah dan noradrenalin tinggi. Ada lagi yaitu gangguan asam gamma-
aminobutyric (GABA) sistem di otak adalah penyebab lain dari
gangguan kecemasan.
f. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis yang sering dirasakan oleh
seseorang yang mengalami gangguan kecemasan, menurut Hawari
(2006).
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, dan
mudah tersinggung;
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah tersinggung;
3. Takut sendirian, takut dengan tempat keramaian dan banyak orang
disekelilingnya;
4. Pola tidur yang terganggu, mimpi-mimpi yang menegangkan
seperti mimpi buruk;
5. Hingga gangguan konsentrasi dan daya ingat juga ikut terganggu;
6. Adapun juga keluhan-keluhan somatik juga dirasakan pada
seseorang yang merasa cemas, misalnya rasa sakit otot dan tulang,
pendengaran berdenging, jantung berdebar-debar, nafas terasa
sesak dan gangguan percernaan dll.
g. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2006) penatalaksanaan kecemasan
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik
(menyeluruh), yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik,
psikososial dan psikoreligius. Untuk terapi psikofarmaka merupakan
pengobatan untuk cemas dengan menggunakan obat-obatan. Terapi
psikofarmaka yang sering digunakan adalah obat anti cemas
(anxiolytic) seperti diazepam, lorazepam dan alprazolam. Obat anti
depresi juga berkhasiat sebagai obat anti stres contohnya SSRIs
-
9
(Selective Serotonin Reuptake Inhibitors) fluoxetine, sertraline,
escitalopram, paroxetine dan citalopram.
Menurut National Institutes of Health (NIH) psikoterapi juga
dianjurkan dalam pengobatan yaitu dengan terapi kognitif-perilaku
atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT) sangat berguna dalam
mengobat gangguan kecemasan. Bagian kognitif membantu orang
mengubah cara mereka bereaksi terhadap situasi kecemasan.
Dibenarkan juga pada penelitian yang dilakukan oleh (Wetherell dkk,
2013) menunjukan bahwa penambahan terapi CBT dapat menjadi
pilihan yang efektif untuk beberapa pasien setelah menggunakan obat
anti depresan SSRI sebagai standart pengobatan lini pertama untuk
gangguan kecemasan. Dari hasil yang didapat kombinasi antara SSRI
dengan CBT sangat efektif untuk pencegahan kekambuhan gangguan
kecemasan.
h. Alat ukur kecemasan
Terdapat beberapa alat ukur kecemasan yang dapat digunakan
untuk mengukur kecemasan, diantaranya adalah :
1) Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) pertama kali
digunakan pada tahun 1965, yang diperkenalkan oleh Max
Hamilton. Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat
kecemasan menurut alat ukur kecemasan. Skala ini terdiri dari 14
kelompok gejala yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan dengan gejala-gejala yang lebih spesifik, yakni :
perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan
kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala sensorik,
gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala gastrointestinal,
gejala urogenital, gejala autonom, dan tingkah laku pada
wawancara. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian
angka (score) antara 0-4, yang artinya adalah nilai 0 tidak ada
gejala, 1 gejala ringan, 2 gejala sedang, 3 gejala berat, 4
-
10
gejala sangat berat. Dengan total nilai 0-56, dimana
-
11
Keuntungan memakai TMAS yaitu waktu pemeriksaan
yang relatif cepat, dan penilaian dilakukan oleh responden sendiri,
karena responden sendiri yang tahu keadaan sebenarnya (Munarsih
dan Rahmawati, 2007).
2. Perawat dan Keperawatan
a. Definisi
Berdasarkan Permenkes No. HK.02.02/MENKES/148/2010
Tentang Izin dan Penyelengaraan Praktik Perawat, perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam negeri
maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan
profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-
psiko-sosial-spiritual yang meneluruh ditujukan kepada individu,
kelompok, dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang mencakup
seluruh proses kehidupan (Lokakarya Nasional Keperawatan 1983
dalam Dermawan, 2013).
Praktik keperawatan berarti membantu individu atau kelompok
dalam mempertahankan atau meningkatkan kesehatan yang optimal
sepanjang proses kehidupan dengan mengkaji status, menentukan
diagnosa, merencanakan dan mengimplementasi strategi keperawatan
untuk mencapai tujuan, serta mengevaluasi respon terhadap perawatan
dan pengobatan (National Council of State Board of Nursing/NCSBN).
Definisi perawat menurut UU RI No. 23 tahun 2014 tentang
kesehatan, perawat adalah mereka yang mempunyai kemampuan dan
kewenangan dalam melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu
yang dimilki diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Menurut
International Council of Nursing (1965) perawat adalah seseorang
yang telah menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi
syarat serta berwenang di negera yang bersangkutan untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang bertanggung jawab untuk
-
12
meningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan
terhadap pasien (Dwirestarina, 2012).
b. Kategori Perawat
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti terhadap dua kelompok perawat:
1) Perawat Profesional
a) Definisi
Perawat profesional adalah tenaga keperawatan yang
berasal dari jenjang pendidikan tinggi keperawatan (Ahli Madya,
Ners, Ners Spesialis, Ners Konsultan). Perawat profesional adalah
seseorang yang memiliki kewenangan untuk melakukan praktik
keperawatan profesional secara mandiri (Depkes, 2011), bekerja
secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah
menyelesaikan progam pendidikan profesi keperawatan, telah lulus
uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil
dengan sebutan Registered Nurse (RN) (Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI, 2005).
b) Peran
1) Pemberi Asuhan Keperawatan
Perawat membantu klien mendapatkan kembali
kesehatannya melalui proses penyembuhan. perawat
memberikan perawatan dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis
keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dasar
manusia. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan dari
yang sederhana sampai yang kompleks (Kustanto, 2003).
2) Pembuat keputusan klinis
Membuat keputusan klinis adalah inti pada praktik
keperawatan. Untuk memberikan perawatan yang efektif,
-
13
perawat menggunakan keahlian berfikir klinis melalui
proses keperawatan. Sebelum mengambil tindakan
keperawatan baik dalam pengkajian kondisi pasien,
pemberian perawatan dan mengevaluasi hasil perawat
menyusun rencana tindakan dengan menetapkan
pendekatan terbaik bagi pasien. Perawat membuat
keputusan sendiri atau berkolaborasi dengan pasien dan
keluarga. Dalam setiap situasi seperti ini, perawat bekerja
sama, dan berkonsultasi dengan pemberi perawatan
kesehatan profesional lainnya (Kustanto, 2003).
3) Sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan
keluarga dalam menginterpretasikan berbagai informasi
dari pemberi pelayanan khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan (Kustanto, 2003).
4) Sebagai educator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam
meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala
penyakit bahkan tindakan yang diberikan sehingga terjadi
perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan (Kustanto, 2003).
5) Sebagai konsultan
Perawat berperan sebagai konsultasi dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan
terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan
keperawatan (Ali, 2002).
6) Sebagai kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapi, ahli gizi dll.
Dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan
yang diperlukan (Ali, 2002).
-
14
c) Fungsi
1) Pelaksanaan asuhan keperawatan
2) Memberikan pendidikan kesehatan
3) Menjadi pelaksana dalam riset keperawatan
2) Perawat Vokasional
a) Definisi
Perawat vokasional adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan Diploma III Keperawatan dan Sekolah Perawat
Kesehatan yang diakui pemerintah dan diberi tugas penuh oleh
pejabat yang berwenang. Perawat vokasional adalah perawat yang
memiliki kewenangan untuk melakukan praktik keperawatan
dengan batasan tertentu dengan pengawasan perawat profesional
dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN). Berbeda
dengan perawat profesional sering melakukan praktik langsung
pada pasien tetapi teori yang didapatkan sedikit dan tidak terlalu
menjiwai teorinya (Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI,
2005).
b) Peran
Peran perawat vokasional yaitu sebagai seorang anggota
tim kesehatan, dalam memberikan askep (asuhan keperawatan)
terhadap pasien haruslah dapat memberikan informasi tentang
pasien yang dirawatnya secara akurat dan komplit. Selain itu
perawat sebagai media komunikasi pasien, peran perawat sebagai
komunikator sangatlah penting. Pada perawat vokasional terdapat
peran sebagai pendidik dalam pemberian asuhan keperawatan,
namun masih berada dalam bimbingan perawat profesional.
Perawat vokasional juga berperan sebagai anggota riset
keperawatan. Tetapi hal tersebut tidak mungkin dilakukan oleh
perawat vokasional karena pengetahuan yang dimiliki keperawatan
vokasional lebih sedikit dan perannya dalam dunia kesehatan
-
15
hanya pada batasan tertentu saja tidak sampai memenuhi semua
peran yang harus dilakukan.
Peran dan fungsi perawat vokasional. Peran perawat
vokasional adalah sebagai pendidik dalam pemberian asuhan
keperawatan, namun hal ini masih berada dalam bimbingan
perawat profesional. Dalam proses keperawatan pelaksanaan
asuhan keperawatan merupakan tugas semua perawat, baik itu
perawat profesional maupun perawat vokasional. Dan dalam
pemberian asuhan ini perlu adanya pendokumentasian.
Pendokumentasian ini sangat penting dalam perawatan kesehatan
saat ini.
c) Fungsi
1) Pelaksanaan asuhan keperawatan
2) Memberikan pendidikan kesehatan (dibawah supervise
perawat profesional) dalam pemberian askep
3) Memberikan informasi tentang perkembangan kesehatan
pasien pada atasannya
4) Menjadi anggota pelaksana dalam riset keperawatan
3. Perbedaan Tingkat Kecemasan Perawat Profesional dan Perawat
Vokasional
Perawat profesional menurut Depkes RI (2011) adalah tenaga
keperawatan yang berasal dari jenjang pendidikan tinggi keperawatan
(Ahli Madya, Ners, Ners Spesialis, Ners Konsultan). Sedangkan perawat
vokasional adalah seseorang yang telah lulus pendidikan Diploma III
Keperawatan dan Sekolah Perawat Kesehatan yang diakui pemerintah dan
diberi tugas penuh oleh pejabat yang berwenang (PPNI, 2005).
Perawat profesional adalah seseorang yang memiliki kewenangan
untuk melakukan praktik keperawatan profesional secara mandiri (Depkes
RI, 2011), bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan
telah menyelesaikan progam pendidikan profesi keperawatan, telah lulus
-
16
uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan
sebutan Registered Nurse (RN) (PPNI, 2005). Perawat vokasional adalah
perawat yang memiliki kewenangan untuk melakukan praktik keperawatan
dengan batasan tertentu dengan pengawasan perawat profesional dengan
sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN).
Pada perawat profesional sering melakukan praktik langsung pada
pasien karena teori yang didapat lebih banyak dan dapat menjiwainya yang
artinya mereka lebih mempunyai tanggung jawab lebih besar dari pada
perawat vokasional karena peran dan fungsi mereka tidak hanya
melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien tetapi juga harus
menentukan tindakan pengambilan keputusan medis, memberikan
pengawasan terhadap perawat vokasional. Sedangkan perawat vokasional
pengetahuan yang didapat sedikit dan hanya menguasai keperawatan dasar
yang tugasnya hanya melakukan peran dan fungsi keperawatan sesuai
yang diperintah oleh atasan praktisi kesehatan, baik perawat profesional
atau dokter.
Dari uraian diatas menunjukan bahwa perawat profesional lebih
mempunyai tanggung jawab yang besar sehingga akan menimbulkan
ketidaknyamanan dan rasa khawatir yang bisa mengakibatkan kecemasan.
Seperti pendapat Maramis (2009) tentang pengertian kecemasan yaitu
perasaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai
dengan perasaan khawatir, takut atau tidak menentu.
-
17
B. Kerangka Konsep
Gambar 1. Kerangka Konsep
Perawat di RSU Kumalasiwi
Kudus
Perawat Profesional Perawat Vokasional
- Menyelesaikan pendidikan lebih
lama (teori yang didapat banyak)
- Melakukan tindakan keperawatan
lanjut
- Memberikakan pendidikan kesehatan
pada pasien
- Sebagai pembimbing dan pendidik
perawat vokasional
- Menjadi pelaksana dalam riset
keperawatan
- Mempunyai tanggung jawab besar
- Menyelesaikan pendidikan lebih
singkat (teori yang didapat sedikit)
- Melakukan tindakan keperawatan
dasar
- Memberikan pendidikan kesehatan
pada pasien
- Dalam melakukan peran dan
fungsinya sebagai perawat mendapat
pengawasan dari atasan
- Menjadi anggota pelaksana riset
keperawatan
- Tanggung jawab tidak terlalu besar
Tingkat kecemasan rendah
Tingkat kecemasan tinggi
Bandingkan
- Usia
- Jenis Kelamin
- Faktor Genetik
- Faktor Lingkungan
- Faktor Hormonal
-
18
Keterangan :
= variabel yang diteliti = hubungan yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti = hubungan tidak diteliti
C. Hipotesis
Terdapat perbedaan tingkat kecemasan pada perawat profesional dengan
perawat vokasional di Rumah Sakit Umum Kumala Siwi Kudus.