bab ii
DESCRIPTION
latar belakangTRANSCRIPT
-
3
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
2.1 Umum
Materi yang akan dibahas berdasarkan referensi yang digunakan dan
peraturan mengenai teknologi beton, yaitu:
Teori beton
Beton mutu tinggi
Bahan penyusun beton
Material subtitusi agregat kasar (inovasi)
Bahan tambahan (admixture)
Mix design
2.2 Teori Beton
Menurut Mulyono (2003), beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya
yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat
halus, air dan bahan tambah (admixture atau additivie). Kekuatan konstruksi beton
sangat berpengeruh terhadap jenis material yang digunakan. Beton memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yaitu:
Kelebihan
Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan keperluan konstruksi.
Mampu memikul beban yang berat.
Tahan terhadap temperature yang tinggi dan biayai pemilaharaan yang kecil.
Kekurangan
Bentuk yang sudah dibentuk sulit diubah.
Pelaksanaan pekerjaannya membutuhkan ketelitian yang tinggi dan berat.
Daya pantul surve yang besar.
-
4
2.3 Beton Mutu Tinggi
Beton mutu tinggi adalah suatu bahan yang dibuat dari campuran beton
(semen, agregat, air) dan penambahan zat aditif sesuai dengan perbandingan
sedemikian rupa sehingga bahan itu merupakan satu kesatuan yang dapat membentuk
kekuatan beton yang lebih tinggi. Upaya untuk mendapatkan beton mutu tinggi yaitu
dengan meningkatkan mutu material pembentuknya, misalnya kekerasan agregat,
kehalusan butir semen, dan dengan pemberian bahan tambah. Menurut SNI 03-6468-
2000 beton mutu tinggi merupakan beton yang memiliki kekuatan tekan di atas 40 -
80 Mpa.
2.4 Bahan Penyusun Beton Mutu Tinggi
Beton adalah suatu elemen struktur yang memiliki karakteristik yang terdiri
dari beberapa bahan penyusun seperti berikut :
2.4.1 Semen Portland
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang
bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau
lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan
tambahan lainnya (SNI-15-2049-2004).
Komposisi kimia semen portland pada umumnya terdiri dari CaO, SiO2,
Al2O3 dan FeO3, yang merupakan oksida dominan. Sedangkan oksida lain yang
jumlahnya hanya beberapa persen dari berat semen adalah MgO, SO3, Na2O dan
K2O. Keempat oksida utama tersebut diatas didalam semen berupa senyawa C3S,
C2S, C3A dan C4AF, dengan mempunyai perbandingan tertentu pada setiap produk
semen, tergantung pada komposisi bahan bakunya.
Menurut SNI 15-2049-2004, semen portland dapat dibedakan atas beberapa
jenis yaitu :
-
5
a. Jenis I yaitu, semen portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada
jenis-jenis lain.
b. Jenis II yaitu, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
c. Jenis III yaitu, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
d. Jenis IV yaitu, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
e. Jenis V yaitu, semen portland yang dalam penggunaanya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat.
Persyaratan kimia dan fisika semen portland harus memenuhi persyaratan
seperti yang tertera pada tabel 2.3 di bawah ini.
Tabel 2.1 Syarat kimia utama
No
Uraian
Jenis sement porland
I II III IV V
1 SiO2, minimum - 20,0 b,c) - - -
2 Al2O3, maksimum - 6,0 - - -
3 3 Fe2O3, maksimum - 6,0 b,c) - 6,5 -
4 MgO, maksimum 6,0 6,0 6,0 6,0 6,0
5 SO3, maksimum
Jika C3A 8,0
Jika C3A > 8,0
3,0
3,5
3,0
d)
3,5
4,5
2,3
d)
2,3
d)
6 Hilang pijar, maksimum 5,0 3,0 3,0 2,5 3,0
7 Bagian tak larut,
maksimum
3,0 1,5 1,5 1,5 1,5
8 C3S, maksimum - - - 35 b) -
9 C2S, minimum - - - 40 b) -
10 C3A , maksimum - 8,0 1,5 7 b) 5 b)
11 C4AF + 2 C3A atau - - - - 25 c)
-
6
C4AF + C2F, maksimum
Sumber: SNI 15-2049-2004
Tabel 2.2 Syarat fisika semen Portland
No Uraian Jenis Semen Portland
1 Kehalusan: Uji permeabilitas udara, m2/kg Dengan alat : Turbidimeter, min Blaine, min
160 280
160 280
160 280
160 280
160 280
2 Kekekalan : Pemuaian dengan autoclave, maks %
0,80
0,80
0,80
0,80
0,80
3 Kuat tekan: Umur 1 hari, kg/cm2, minimum Umur 3 hari, kg/cm2, minimum Umur 7 hari, kg/cm2, minimum Umur 28 hari, kg/cm2, minimum
-
125
200 280
-
100 70 a) 175 120a) -
120 240
- -
- -
70
170
-
80
150
210 4 Waktu pengikatan (metode
alternatif) dengan alat: Gillmore - Awal, menit, minimal - Akhir, menit, maksimum Vicat - Awal, menit, minimal - Akhir, menit, maksimum
60 600
45 375
60 600
45 375
60 600
45
375
60 600
45 375
60 600
45 375
Sumber: SNI 15-2049-2004
1. Pengujian kehalusan semen
Untuk kehalusan semen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di
bawah ini:
F100
% ..(1)
F200
% ..(2)
-
7
Keterangan:
W1 = Berat Saringan No 100
W2= Berat saringan No 200
W3= Berat sampel semen
W4= Berat saringan No 100 + Berat semen
W5= Berat saringan No 200 + Berat semen
2. Pengujian berat jenis semen
Berat jenis semen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
Berat Jenis Semen
(). (3)
Keterangan:
V1 = Pembacaan Skala Awal
V2 = Pembacaan Skala Akhir
( d) = Berat isi air pada suhu 40C
2.4.2 Agregat Kasar
Agregat kasar dapat diartikan sebagai kerikil yang utuh, kerikil pecah atau
sebagian terdiri dari kerikil pecah dengan kombinasi kerikil utuh dengan kerikil
pecah yang berukuran >4,75-70 mm.
Agregat kasar yang digunakan berdasarkan ketentuan SNI 03-2834-1993
tentang Mutu dan Cara Uji Agregat Beton Mutu Tinggi, jika untuk membuat beton
berkekuatan sampai 75 MPa, ukuran nominal yang dipakai adalah 10 mm sampai 15
mm, jika digunakan untuk beton berkekuatan lebih besar dari pada 75 MPa. Secara
umum, untuk rasio air bahan bersifat semen W/(c+p) agregat yang ukuran
maksimumnya lebih kecil akan menghasilkan kekuatan beton yang lebih tinggi.
Tabel 2.3 Persyaratan batas-batas susunan besar butir agregat kasar (Batu pecah)
Ukuran Mata Ayakan (mm)
Persentase berat bagian yang lewat ayakan
Ukuran nominal agregat (mm)
38-4,76 19,0-4,76 9,6-4,76
-
8
38,1 95-100 100 - 19,0 37-70 95-100 100 9,52 10-40 30-60 50-85 4,76 0-5 0-10 0-10
Sumber: SNI 03-2834-1993
2.4.3 Agregat Halus
Agregat halus yaitu berupa batu-batuan kecil yang berdiameter 4,75. Agregat
halus merupakan pengisi berupa pasir yang mempunyai BJ 1400 kg/m. Agregat halus
yang baik harus bebas bahan organik, lempung, partikel yang lebih kecil, atau bahan-
bahan lain yang dapat merusak campuran. Variasi ukuran dalam suatu campuran
harus mempunyai gradasi yang baik.
SK.SNI T-15-1991-03 memberikan syarat-syarat untuk agregat halus yang
diadopsi dari Bristish Standar di ingris. Agregat halus dikelompokkan dalam empat
zona (daerah) seperti pada tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.4 Pengelompokkan agregat halus dalam empat zona (daerah)
Ukuran Saringan (mm)
Prosentase lolos saringan
Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4 10,00
4,80 2,40 1,20
0,60 0,30 0,15
100 90-100 60-95 30-70 15-34 5-20 0-10
100 90-100 75-100 55-90 35-59 8-30 0-10
100 90-100 85-100 75-100 60-79 12-40 0-10
100 95-100 95-100 90-100 80-100 15-50 0-15
Sumber: SK. SNI T-5-1990-03 Keterangan:
Daerah I : Pasir Kasar
Daerah II : Pasir agak kasar
Daerah III : Pasir agak halus
Daerah IV : Pasir halus
-
9
Menurut Orchard (1979), agregat halus (pasir) yang baik mempunyai berat
jenis lebih besar dari pada 2,6. Menurut Troxell yang dikutip oleh Rahman (1993),
menyatakan bahwa pasir yang baik mempunyai berat jenis 2,0 2,6. dan besarnya
absorbsi untuk pasir 0% 2%.
Berat jenis pasir dalam keadaan jenuh kering permukaan dihtung dengan
persamaan:
Bj. SSD =
() (9)
Keterangan:
1. Berat (B) piknometer + kaca yang berisi air (gr)
2. Berat (C) piknometer + pelat kaca + benda uji dan air (gr)
3. Berat (D) benda uji kondisi jenuh kering permukaan(gr)
4. Berat () isi air pada suhu 40C(gr)
Berat jenis pasir dala keadaan kering oven dapat dihitung dengan persamaan:
Bj. OD =
() (10)
Keterangan:
1. Berat (A) benda uji kering oven (gr)
2. Berat (B) piknometer + kaca yang berisi air (gr)
3. Berat (C) piknometer + pelat kaca + benda uji dan air (gr)
4. Berat (D) benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gr)
5. Berat () isi air pada suhu 40C
Untuk penyerapan air pada pasir dapat dihitung dengan persamaan:
Wa =
%100xA
AD
(11)
Keterangan:
1. Berat (A) benda uji kering oven (gr)
2. Berat (D) benda uji kondisi jenuh kering permukaan (gr)
3. Wa adalah penyerapan air.
-
10
2.5 Material Subtitusi Sebagian Agragat Kasar (Inovasi)
Anonim (2013), batu bata klingker merupakan batu bata yang mengalami
kelebihan suhu dalam proses pembakaran dan akan terdistorsi sehingga membuatnya
menjadi tidak menarik untuk digunakan dalam pekerjaan konstruksi. Batu bata
klingker dibuat dari bahan dasar yang sama seperti batu bata merah, antara lain
terdiri dari : lempung, sekam padi dan air, dibakar cukup tinggi sampai berwarna
merah kehitaman hingga tidak dapat hancur lagi apabila direndam dalam air. Sifat
batu bata tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh.
Pada umumnya batu bata di Indonesia memiliki ukuran yang bervariasi,
menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia ukuran standard batu bata
merah yaitu : panjang 240 mm, lebar 115 mm, tebal 52 mm. Namun beda halnya
dengan batu bata klingker, batu bata klingker tidak memiliki ukuran yang sama
dengan batu bata merah. Karena terdistorsi, bentuk dan ukurannya mengalami
perubahan, seperti : sisinya tidak bersudut, banyak retakan dan permukaanya tidak
rata seperti diperlihatkan pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Batu bata klingker dan pecahan batu bata klingker.
2.6 Bahan Tambahan (admixture)
Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan yang
ditambahkan kedalam campuran adukan beton selama pengadukan, dengan tujuan
untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. Pemberian bahan tambah pada adukan
beton bertujuan untuk memperlambat waktu pengikatan, mempercepat pengerasan,
menambah encer adukan, menambah daktilitas (mengurangi sifat getas), mengurangi
-
11
retak-retak pengerasan, mengurangi panas hidrasi, menambah kekedapan, menambah
keawetan (Tjokrodimuljo, 2007).
Dalam penambahan pada beton ini menggunakan superplastizer jenis
Sikament NN produk PT. Sika Indonesia, diharapkan dapat mengurangi jumlah air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 1%-2% atau lebih. Pengurangan kadar air dalam bahan ini lebih tinggi,
bertujuan agar kekuatan beton yang dihasilkan lebih tinggi dengan air yang sedikit
tetapi tingkat kemudahan pengerjaannya lebih tinggi. Dosis yang disarankan adalah
sekitar 1%-2% dari berat semen penggunaannya disesuaikan dengan standart
ASTM.C.494 type F (Water Reducing High Range Admixtures)
Silica Fume (SF). ASTM.C.1240, 1995. 637-642, untuk jenis silica fume
mengunakan jenis Sica Fume produk PT. Sika Indonesia. Disini pengaruh SF adalah
untuk memperbaiki struktur pori yang mengakibatkan pengurangan permeabilitas
berpengaruh pada sifat mekanis dan ketahanan penggunanya disesuaikan dengan
standart.
Penggunaan silca fume selalu bersamaan dengan High Range Water Reducer
(Superplasticizer). Karena adanya penggunaan air pada bahan beton dan adanya
bahan silika fume yang mengisi pori-pori serta berfifat pozzolan ini, maka
mengakibatkan beton menjadi kedap, awet, dan berkekutan tinggi. Bila beton
dianggap terdiri dari batu pecah sebagai frame atau rangka dan pasta semen sebagi
matriks pengisinya.
Mengenai pasta semen dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah tengah dan
daerah transisi (transition zone), yaitu batas antara agregat dengan pasta. Daerah
tengah biasanya cukup kuat, tetapi daerah transisi sering terjadi bleeding atau
kebanyakan air sehingga kadang-kadang lemah dibanding dengan daerah tengah.
Dengan adanya silica fume daerah agregat matriks transisi lebih padat dan kuat
sehingga hubungan antara semen pasta dan agregat menjadi lebih kompak, agregat
dan pasta merupakan kesatuan struktur komposit yang cukup solid dan kuat
(Rosemberg dan Gaidis).
-
12
2.7 Mix Design
Metode yang digunakan dalam perancangan beton adalah metode ACI
(American Concrete Institute) Method, yang mensyaratkan suatu campuran
perancangan beton dengan mempertimbangkan sisi ekonomisnya dengan
memperhatikan ketersediaan bahan-bahan dilapangan, kemudahan pekerjaan, serta
keawetan dan kekuatan pekerjaan beton. Cara ACI melihat bahwa dengan ukuran
agregat tertentu, jumlah air perkubik akan menentukan tingkat konsistensi dari
campuran beton yang pada akhirnya akan mempengaruhi peleksanaan pekerjaan
(workability).