bab ii
DESCRIPTION
karya ilmiah ini memuat tentang metabolit sekunder tumbuhanTRANSCRIPT
![Page 1: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendahuluan
Keanekaan dan jumlah struktur molekul yang dihasilkan oleh tumbuhan
banyak sekali, demikianlah juga laju kemajuan pengetahuan kita tentang hal tersebut
sampai saat ini. Dengan demikian masalah utama dalam penelitian fitokimia ialah
menyusun data yang ada mengenai setiap golongan senyawa khusus. Telah
diperkirakan, misalnya pada saat ini telah diketahui lebih dari 5500 alkaloid tumbuhan
dan perhatian ahli farmakalogi pada alkaloid naru sedemikian besar sehingga alkaloid
bar uterus ditemukan dan dipaparkan, mungkin laju temuan satu sehari.1
Kemajuan fitokimia telah sangat dibantu oleh perkembangan metode
penjaringan yang tepat dan teliti untuk menjaring tumbuhan sehingga dapat diperoleh
senyawa yang khas. Prosedur kromatografi telah menunjukan bahwa senyawa yang
mula-mula dikira langka ternyata tersebar hampir merata di dunia tumbuhan.
Walaupun istilah ‘tumbuhan’ digunakan disini unyuk menunjukan dunia
tumbuhan secara keseluruhan, ada penekanan lebih besar kepada tumbuhan tinggi,
sedangkan metode analisis mikroorganisme tidak dibahas khusus secara terperinci.
Secara kaidah umum, metode yang digunakan pada tumbuhan tinggi untuk
mengidentifikasi alkaloid, asam amino, kuinon, dan terpenoid dapat digunakan
langsung pada system mikroba. Pada kebanyakan kasus, isolasi jauh lebih mudah
karena senyawa pencemar seperti tannin dan klorofil biasanya tidak ada.2
B. Metode Ekstraksi dan Isolasi
1. Bahan tumbuhan
Idealnya, untuk analisis fitokimia, harus digunakan jaringan tumbuhan
segar. Beberapa menit setelah dikumpulkan, bahan tumbuhan itu harus
dicemplungkan ke dalam alcohol mendidih. Kadang-kadang tumbuhan yang di
telaah tidak tersedia dan bahan mungkin harus disediakan oleh seorang
pengumpul yang tinggal di benua lain. Dalam hal demikian, jaringan yang
diambil segar harus di simpan kering di dalam kantung olastik, dan biasanya
1 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 2.2 Ibid, h. 3.
3
![Page 2: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/2.jpg)
4
akan tetap dalam keadaan baik untuk dianalisis setelah beberapa hari dalam
perjalanan dengan pos udara.3
Cara lain, tumbuhan dapat dikeringkan sebelum diekstrasi. Bila ini
dilakukan, pengeringan tersebut harus dilakukan dalam keadaan terawasi
untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak. Bahan harus
dikeringkan secepat-cepatnya, tanpa menggunakan suhu tinggi, lebih baik
dengan aliran udara yang baik. Setelah betul-betul kering, tumbuhan dapat
disempan untu jangka waktu lama sebelum digunakan untuk analisis. Dan
memang demikianlah, analisis flavonoid, alkaloid, kuinon, dan terpenoid telah
dilakukan dengan berhasil pada herbarium yang telah disimpan beryahun-
tahun.4
Contoh pengguna bahan herbarium ialah analisis minyak atsiri yang
dilakukan pada contoh jenis daun menthe yang bahannya diperoleh dan
dikumpulkan asli linneaus yang dikumpulkan sebelum atahun 1800 (Harley
dan beli, 1967). Perubahan kuantitaif kandungan minyak atsiri, sesuai dengan
perjalanan waktu, dapat saja terjadi, baiak dalam jaringan daun maupun
jaringan buah. Kemungkinan seperti ini harus diperhatikan. Misalnya, Sanford
dan Heinz (1971) menemukan bahwa kandungan mirisitin dalam nuah pala,
myristica fragrans, naik perlahan-lahan pada penyimpangan, sementara
kandungan b-pinena yang lebih astiri menurun dengan berjalannya waktu.
Sebaliknya, flavonoid dan alkaloid dalam bahan herbarium sungguh mantap;
jadi, cuplikan daun strychnos nuxvomica yang dikumpulkan pada tahun 1675
tetap mengandun alkaloid 1-2% dari bobot (phillipson, 1982).
Pada tahap ini pencemaran tumbuhan yang ditelaah, oleh tumbuhan
lain, jelas harus diperhatikan. Satu hal penting, misalnya, kita harus
menggunakan tumbuhan yang tidak berpenyakit, yaitu yang tidak dijangkit
oleh infeksi virus, bakteria, atau jamur. Bukan saja hasil sintesis mikroba yang
mungkin terdeteksi, tetapi infeksi pun mungkin mengubah metabolisme
tumbuhan secara serius dan membentuk hasil yang tidak diharapkan, bahkan
mungkin dalam jumlah besar.
Pencemaran dapat juga terjadi sewaktu mengumpulkan tumbuhan
rendah. Bila jamur yang tumbuh secara parasit pada pohon dikumpulkan , 3 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 4.4 Ibid, h. 4-5..
![Page 3: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/3.jpg)
5
harus diperhatikan agar jaringan pohon terpisah dari cuplikan. Laporan
terdahulu (paris dkk., 1960) mengenai dijumpainya asam klorogenat, suatu
hasil tumbuhan tinggi yang khas, dalam dua jenis jamur, sudah (hampir) pasti
tidak benar; dan ini disebabkan oleh pencemaran. Analisis ulangan pada bahan
yang dibersihkan dengan hati-hati menunjuikan senyawa itu tidak ada
(harborne dan hora, tidak diterbitkan). Juga, lumut erring tumbuh bersekutu
erat dengan tumbuhan tinggi dan kadang-kadang sukar membebaskannya dari
cemaran seperti itu. Akhirnya, pada kasus tumbuhan tinggi, campuran
tumbuhan mungkin dikumpulkan akibat kesalahan. Dua jenis rumput yang
serupa benar dan tumbuh berdeampingan di lapangan mungkin dianggap
sama, atau suatu tumbuhan mungkin dikumpulkan tanpa disadari ada parasit
(seperti benalu cuscuta epithymum) tercampur dengannya.5
Pada analisis fitokimia, identioas botani tumbuhan harus dibuktikan
keasliannya pada tahap tertentu dalam pemeriksannya, dan ini harus dilakukan
oleh ahli yang diakui. Begitu banyak kesalahan identitas terjadi pada waktu
lampau sehingga penentuan identitas bahan merupakan hal yang penting bila
kita melaporkan senyawa baru dari suatu tumbuhan, tau senyawa yang sudah
dikenal tetapi dari sumber tumbuhan baru. Identitas bahan harus tidak dapat
diragukan lagi (misalnya suatu jenis yang dikumpulkan oleh ahli botani
lapangan di habitat yang memang merupakan tempat tumbuhanya) atau harus
ada kemungkinan bagi ahli taksonomi untuk menentukan identitasnya. Karena
alasan itu, sekarangan sudah menjadi kebiasaan umum pada penelitian
fitokimia untuk menyimpan contoh bukti tumbuhan yang diperiksa di
herbarium yang dikenal, sehingga bila diperlukan dapat diacukan kembali
kepadanya.6
2. Ekstraksi
Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan
kandungan bahan tumbuhan yang diekstrasi dan pada jenis senyawa yang
diisolasi, umumnya kita perlu ‘membunuh’ jaringan tumbuhan untuk
mencegah terjadinya oksidadi enzim atau hidrolisis. Mencemplungkan
jaringan daun segar atau bunga, bila perlu dipotong-potong, ke dalam etanol 5 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 5-6.6 Ibid, h. 6.
![Page 4: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/4.jpg)
6
mendidih adalah suatu cara yang baik untuk mencapai tujuan itu. Alkohol,
bagaimana pun juga adalah pelarut serba guna yang baik untuk ekstrasi
pendahuluan. Selanjutnya bahan dapat dimaserasi dlam suatu pelumat, lalu
disaring. Tetapi hal ini hanya betul-betul diperlukan bila kita Ingin
mengekstrasikan habis. Bila mengisolasi senyawa dari tumbuhan hijau,
keberhasilan ekstrasi dengan alkohol berkaitan langsung dengan seberapa jauh
klorofil tertarik oleh pelarut itu. Bila ampas jaringan, pada ekstraksi ulang,
sama sekali tak bewarna hijau lagi, dapat dianggap semua senyawa berbobot
molekul rendah telah terekstraksi.7
Prosedur klasik untuk memperoleh kandungan senyawa organik dari
jaringan tumbuhan kering (galih, biji kering, akar, daun) ialah dengan
mengekstraksi-sinambung serbuk bahan dengan alat soxhlet dengan
menggunakan sederetan pelarut secara berganti-ganti, mulai dengan eter
minyak bumi, dan kloroform (untuk memisahkan lipid dan terpenoid).
Kemudian digunakan alcohol dan etil asetat (untuk senyawa yang lebih polar).
Metode ini berguna bila kita bekerja dengan skala gram. Tetapi jarang sekali
kita mencapai pemisahan kandungan dengan sempurna, dan senyawa yang
sama mungkin saja terdapat (dalam perbandingan yang berbeda) dalam
beberapa fraksi.8
Ekstrak yang diperoleh dijernihkan dengan penyaringan menggunakan
‘celite’ dan pompa air , lalu dipekatkan dalam hampa. Sekarang hal ini
biasanya dilakukan dalam penguap putar yang akan memekat larutan menjadi
voloume kecil tanpa terjadi percikan pada suhu antara 30 dan 40C, ekstraksi
kandungan astiri dari tumbuhan memerlukan tindakan pencegahan khusus.
Pada prosedur ekstraksi terdapat jalan pintas yang daqpat dipelajari
dari pengalaman. Misalnya, bila mengisolasi kandungan dari jaringan daun,
yang larut dalam air, seharusnya lipid dihilangkan pada tahap dini sebelum
pemekatan, yaitu dengan mencuci ekstrak berulang-ulang dengan eter minyak
bumi. Kenyatannya, bila ekstrak etanol diupakan dengan penguap putar,
hampir semua klorofil dan lipid melekat pada dinding lalu. Dengan
keterampilan, pemekat dapat dilakukan tepat sampai suatu saat tertentu
7 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 6.8 Ibid, h. 6-7.
![Page 5: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/5.jpg)
7
sehingga larutan air yang pekat dapat dipipet hampir tanpa mengandung
cemaran lemak.
Ekstrak yang pekat mungkin mengkristal bila dibiarkan, bila hal ini
terjadi, ekstrak harus disaring dan keseragamnnya diuji dengan kromatagrafi
dengan menggunakan beberapa pengembang (lihat bagian berikut).
Bila terdapat senyawa tunggal kristal dapat dimurnikan dengan
pengkristalan kembali, dengan demikian bahan tersedia untuk analisis lebih
lanjut. Kebanyakan kristal tersebut berupa campuran sehingga perlu dilarutkan
kembali dalam pelarut yang sesuai dan kandungannya dipisahkan dengan cara
kromatografi. Banyak juga senyawa yang tetap berada dalam cairan induk, dan
ini pun harus difrasinisasi dengan kromatografi. Sebagai tindakan pencegahan
baku untuk mencegah kehilangan senyawa, ekstrak pekat harus disimpan
dalam lemari es dan ditambahi sesepora toluene untuk mencegah pertumbuhan
jamur.9
Bila kita menelaah profil fitokimia lengkap dari suatu jenis tumbuhan,
maka sebelum dikromatografi, ekstrak kasar perlu difraksinasi untuk
Daun atau bunga segar Homogenkan 5 menit dalam
MeOH—H2O (4:1) (10 X vol, atau bobot), saring
Ampas Filtrat Ekstraksi dengan Uapkan sampai 1/10 vol. (40°C) EtOAc (5X), saring Asamkan dengan H2SO4 2M Ekstraksi dengan C (3X)
Ampas Filtrat Ekstrak CHCl3 Lapisan air-asam Uapkan Keringkan, uapkan –basakan sampaiSerat pH 10 dengan(terutama poli- Ekstrak netral Ekstrak polar pertengahan NH4OH,Sakarida) (lemak, lilin) (terpenoid atau senyawa –ekstraksi dengan pisah dengan KLT fenol) KKt atau KLT CHCl3—MeOH pada silika atau KGC pada silika (3:1, 2X) dan CHCl3
Ekstrak lapisan air-basa CHCl3—MeOH uapkan, Keringkan, ektraksi uapkan dengan MeOH Ekstrak basa Ekstrak polar (kebanyakan alkaloid) ekstrak MeOH KLT pada silika atau- (alkaloid kuartener elektroforesis dan N-oksida)
9 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 7.
![Page 6: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/6.jpg)
8
Gambar 2.1 Cara umum ekstrasi jaringan tymbuhan segar dan fraksinisasi ke dalam golongan yang berlainan berdasarkan kepolaran
memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama yang
lainnya. Suatu prosedur berdasarkan perbedaan kepolaran yang dapat
digunakan pada tumbuhan yang mengandung alkaloid ditunjukan pada gambar
2.1. jumlah dan jenis senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi yang
berbeda sudah tentu berbeda, bergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu,
prosedur tersebut harus dimodifikasi bila kita menelaah senyawa labil.
C. Metode Pemisahan
1. Umum
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan
dengan menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau
gabungan teknik tersebut. Keempat teknik kromatografi itu adalah:
kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas
cair (KGC), dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).10
Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat
kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisah. KKt dapat digunakan
terutama bagi kandungan tumbuhan yang mudah larut dalam air, yaitu
karbohidrat, asam amino, basa asam nukleat, asam organik, dan senyawa
fenolat.
KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan
yang larut dalam lipid, yaitu lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana, dan
klorofil. Sebaliknya, teknik ketiga, yaitu KGC, penggunaan utamanya ialah
pada pemisahan senyawa atsiri, yaitu asam lemak, mono- dan seskuitepena,
hidrokarbon, dan senyawa belerang. Tetapi, keatsirian kandungan tumbuhan
yang bertitik didih tinggi dapat diperbesar dengan mengubahnya menjadi ester
dan/atau eter trimetil-silil sehingga hanya ada sedikit saja golongan yang sama
sekali tidak cocok untuk dipisahkan dengan cara KGC.
10 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 8-9.
![Page 7: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/7.jpg)
9
Cara lain, yaitu KCKT, dapat memisahkan kandungan yang
keatsiriannya kecil. KCKT adalah suatu metode yang menggabungkan
keefesienan kolom dan kecepatan analisis.11
2. Kromatografi kertas
Satu keuntungan utama KKt ialah kemudahan dan kesederhanaannya
pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang
berlaku sebagai medium pemisahan dan juga sebagai penyangga. Keuntungan
lain ialah keterulangan bilangan RF yang besar pada kertas sehingga
pengukuran RF merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan
senyawa tumbuhan baru. Memang, untuk senyawa antosianin yang tidak
mempunyai ciri fisika lain yang jelas, RF adalah sarana terpenting dalam
memaparkan dan membedakan pigmen yang satu dengan pigmen yang lain
(Harborne, 1967).12
Kromatografi pada kertas biasanya melibatkan kromatografi
pembagian atau penyerapan. Pada kromatografi pembagian, senyawa terbagi
dalam pelarut alkohol yang sebagian besar tidak bercampur dengan air
(misalnya n-butanol) dan dalam air. Campuran pelarut klasik yaitu n-butanol
—asam asetat—air (4 : 1: 5, lapisan atas) (disingkat BAA), memang dirancang
sebagai sarana untuk meningkatkan kadar air lapisan n-butanol dan dengan
demikian memperbaiki manfaat campuran pelarut tersebut. Memang, BAA
masih tetap dipakai secara luas sebagai pengembang umum untuk banyak
golongan kandungan tumbuhan. Sebaliknya, gaya serap merupakan salah satu
ciri utama KKt dalam pengembang air. Air murni ialah pengembang
kromatografi yang sungguh-sungguh serba guna dan dapat digunakan untuk
memisahkan purina dan pirimidina biasa, dan secara umum dapat dipakai juga
untuk senyawa fenol dan glikosida tumbuhan.13
Bilangan RF adalah jarak yang ditempuh senyawa pada kromatografi,
nisbi terhadap garis depan. Bilangan RF diperoleh dengan mengukur jarak
antara titik awal dan pusat bercak yang dihasilkan senyawa, dan jarak ini
kemudian dibagi dengan jarak antara titik awal dan garis depan (yaitu jarak
11 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 9.12 Ibid, h. 10.13 Ibid, h. 10-11.
![Page 8: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/8.jpg)
10
yang ditempuh cairan pengembang). Bilangan ini selalu berupa pecahan dan
terletak antara 0,01 dan 0,99.14
3. Kromatografi lapis tipis
Bila KLT dibandingkan KKt, kelebihan khas KLT ialah
keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan
oleh kenyataan bahwa di samping selulosa, sejumlah penyerap yang berbeda-
beda dapat disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain dan digunakan
untuk kromatografi. Walau pun silika gel paling banyak digunakan, lapisan
dapat pula dibuat dari aluminium oksida, ‘celite’, kalsium hidroksida, damar
penukar ion, magnesium fosfat, poliamida, ‘sephadex’, polivinil pirolidon,
selulosa, dan campuran dua bahan di atas atau lebih. Kecepatan KLT yang
lebih besar disebabkan oleh sifat penyerap yang lebih padat bila disaputkan
pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita menelaah senyawa labil.
Akhirnya, kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila diperlukan dapat
dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran μg.
Deteksi senyawa pada pelat KLT biasanya dilakukan dengan
penyemprotan dan karena permukaan pelat lebih sempit (20x20cm), maka
penyemprotannya merupakan prosedur yang nisbi sederhana. Satu
keuntungannya bila dibandingkan dengan KKt ialah pelat kaca dapat
disemprot dengan asam sulfat pekat, yaitu pereaksi pendeteksi steroid dan
lipid yang berguna.15
4. Kromatografi gas cair
Kromatografi gas merupakan metode diamis untuk pemisaha dan
deteksi untuk seyawa-seyawa yang mudah meguap dalam satu campuran. Pada
prinsipnya KG meerupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Pemisahan pada kromatografigas didasarkan pada titik didih
suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara
solute dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solute 14 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 11.15 Ibid, h. 14.
![Page 9: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/9.jpg)
11
dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detector. Penggunaan suhu yang
meningkat (biasanya pada kisaran 50-350oC) bertujuan untuk menjamin
bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi.16 Ada dua
jenis KG yaitu kromatografi gas-cair (KGC) dan kromatografi gas-padat
(KGP), namun yang akan dibahas di sini adalah KGC yakni kromatografi gas
dengan fase diamnya berupa cairan.
KGC mempunyai empat bagian utama:
a. Kolom berupa pipa kecil yang panjang (3m x 1mm), merupakan tempat
terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat fase diam.
Ada dua jenis kolom yakni kolom kemas dan kolom kapiler. kolom
kemas memiliki resolusi yang lebih rendah dibanding kolom kapiler,
selain itu kolom kapiler memiliki diameter dalam yang lebih kecil
yakni 0.1-0,53 mm sedangkan kolom kemas diameter dalamnya adalah
2-4 mm. semakin sempit diameter kolom, maka efisiensi pemisahan
kolom semakin besar atau puncak kromatogram yang dihasilkan
semakin tajam, oleh karena itu kolom kapiler lebih disukai daripada
kolom kemas.
b. Pemanas disediakan untuk memanaskan kolom secara meningkat,
mulai dari 50 sampai 350oC dengan laju baku. Bila perlu, suhu dapat
dipertahankan sampai batas tertinggi. Suhu ditempat masuk
dikendalikan secara terpisah sehingga cuplikan dapat diuapkan dengan
cepat ketika diteruskan ke kolom.17
c. Aliran Gas terdiri atas gas pembawa yang bersifat lembam seperti
nitrogen dan argon. Pemisahan senyawa dalam kolom bergantung pada
pengaliran gas ini melalui kolom.
d. Detektor berfungsi untuk mengukur senyawa ketika senyawa itu
dialirkan melewati kolom. Detector merupakan perangkat yang
diletakan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak yang membawa
komponen hasil pembawa.
16 Ibnu Gholib Gandjar dan Abdul Rohman, Kimia Farmasi Analisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), h. 420.17 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 15.
![Page 10: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/10.jpg)
12
Hasil Kromatografi Gas-cair dinyatakan dengan volume retensi Rv
(volume gas pembawa yang diperlukan untuk mengelusi suatu komponen dari
kolom) atau dinyatakan dengan waktu retensi Rt (waktu yang diperlukan
untuk mengelusi komponen dari kolom). Perubahan utama dalam KGC
ialah sifat fase diam dalam kolom dan suhu kerja. Keduanya diubah-ubah
menurut kepolaran dan keatsirian senyawa yang dipisahkan. Umumnya suatu
golongan senyawa dibuat turunannya secara rutin (terutama menjadi eter
trimetilsilil) sebelum dikromatografi gas, karena dengan demikian
memungkinkan pemisahan pada suhu yang lebih rendah.
Data yang dihasilkan KGC berupa: data kualitatif dan kuantitatif
(karena luas daerah di bawah puncak pada kromatogram berbanding lurus
dengan konsentrasi). Adapun rumus untuk menghitung luas puncak adalah
sebagai berikut:18
a. Tinggi puncak x lebar puncak pada setengah tinggi = 94% luas puncak
(berlaku untuk puncak simetris).
b. Luas puncak setara dengan luas segi tiga yang terbentuk oleh kedua
garis singgung yang ditarik melalui titik infleksi.
5. Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
Pada KCKT fase diamnya terikat pada polimer berpori yang terdapat
dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase gerak cair
mengalir akibat tekanan yang besar. Keguanaan utama KCKT ialah untuk
pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis;
analisis ketidakmurnian; analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap;
penentuan molekul-molekul netral, ionic, maupun zwitter ion; isolasi dan
pemurnian senyawa; pemisahan senyawa-senyawa yang strukturnya hamper
sama; pemisahan senyawa-senyawa sekelumit, dalam jumlah banyak, dan
dalam skala proses industri.
Perbedaan KCKT dengan KGC adalah dilakukan pada suhu kamar,
sehingga penataan ulang susunan senyawa yang mungkin dapat terjadi ketika
pemanasan dapat dihindari. Tetapi dimungkinkan juga pengendalian pada
KCKT menguntungkan pada pemisahan kritis sehingga sehingga
18 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 17.
![Page 11: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/11.jpg)
13
memungkinkan selubung yang dikendalikan dengan thermostat.19 Kolom pada
KCKT biasanya terbuat dari silica, kolom ini biasanya sangat peka terhadap
cemaran. Dengan demikian ekstrak tumbuhan perlu dimurnikan dan disaring
sebelum disuntikan ke dalam pangkal kolom.
Keterbatasan metode KCKT adalah identifikasi senyawa, kecuali jika
KCKT dihubungkan dengan spektrofotometer masa (MS). Keterbatasan
lainnya ialah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit
diperoleh.20
Pemisahan dengan KCKT modern menggunakan kolom siap pakai,
tetapi kebanyakan pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan kolom
partikel silica mikropori (untuk senyawa nonpolar) atau kolom fase balik,
yaitu fase ikat C18 (untuk senyawa polar).
D. Metode Identifikasi
1. Umum
Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu
diisolasi dan dimurnikan, pertama-tama harus ditentukan golongannya,
kemudian ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. sebelunya
keseragaman senyawa harus diperiksa, artinya senyawa harus membentuk
bercak tunggal dalam beberapa sistem KLT dan/atau KKt.21
Golongan Senyawa bisanya ditentukan dengan uji warna, penentuan
kelarutan, bilangan Rf, dan ciri spectrum UV, uji biokimia dapat bermanfaat
juga: adanya glukosida dapat dipastikan dengan hidrolisis yang menggunakan
B-glukosidase; adanya glukosa dan sebagainya. Untuk senyawa pengatur
tumbuh, uji biologi merupakan bagian identifikasi yang penting.
Identifikasi senyawa secara lengkap dapat dilakukan dengan
pengukuran sifat atau ciri lain yang kemudian dibandingkan dengan pustaka
yang ada. Sifat yang diukur biasanya ialah titik didih, titik leleh, putaran optic
(untuk senyawa optik) dan Rf atau RRt (pada kondisi baku), namun data
mengenai senyawa tumbuhan ialah ciri spektrumnya (UV. IM, RMI, dan SM),
biasanya senyawa yang pernah diketahui dapat diidentifikasi berdasarkan data
19 Ibid, h.19.20 Op.cit., h.379.21 Op.cit., h.20.
![Page 12: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/12.jpg)
14
diatas. Untuk identifikasi akhir harus dilakukan pembandingan langsung
dengan senyawa yang autentik. Apabila tidak ada senyawa autentik,
pembandingan seksama dengan data pustaka sudah cukup untuk identifikasi.
Jika ditemukan senyawa baru, pemastian identitas sebaiknya dilakukan dengan
penguraian kimia atau dengan mensintesis senyawa tersebut.
2. Spektroskopi UV dan spektrum tampak
Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan
yang sangat encer dengan pembanding blanko pelarut menggunakan
spektrofotometer. Untuk senyawa tak warna diukur pada panjang gelombang
200-400 nm sedangkan untuk senyawa berwana diukur pada panjang
gelombang 200-700 nm. Pengukuran spectrum sangat penting untuk
identifikasi kandungan tumbuhan, yakni untuk menentukan eluat dari kolom
kromatografi sewaktu pemurnian dan untuk mendeteksi golongan senyawa
tertentu, misalnya poliasetilena, pada waktu penjaringan ekstrak kasar
tumbuhan.
Pelarut yang paling banyak digunakan untuk spektroskopi ialah etanol
95% karena kebanyakan senyawa larut dalam pelarut tersebut. pelarut lain
yang sering digunakan ialah air, methanol, heksana, eter minyak bumi, dan
eter. Pelarut seperti kloroform dan piridina umumnya harus dihindari karena
menyerap kuat di daerah 200-260 nm; tetapi sangat cocok untuk mengukur
spektrum pigmen tumbuhan seperti karotenoid, di daerah spectrum tampak.
Bila zat diisolasi sebagai senyawa berbentuk Kristal dan bobot
molekulnya diketahui atau dapat ditentukan, maka intensitas serapan pada
panjang gelombang maksimal dinyatakan sebagai log ∈, dengan ∈ =A/Cl (A=
absorbansi, C= konsentrasi dalam g mol/l, l= panjang alur sel dalam cm,
biasanya 1). Untuk senyawa yang baik konsentrasi maupun bobot molekulnya
tidak diketahui, maka harus digunakan bilangan absorbansi.22
Pemurnian suatu zat harus dilakukan sebelum kita melakukan analisis
spektrum. Kandungan tumbuhan yang menunjukkan ciri serapan yang khas
harus diulangi pemurniannya sampai ciri tersebut stabil.
22 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 21.
![Page 13: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/13.jpg)
15
Penggunaan spektrum dengan tujuan identifikasi dapat ditingkatkan
dengan pengukuran berulang dalam larutan netral, jangka pH yang berbeda-
beda, atau dengan menambahkan garam anorganik tertentu.
Nilai spektrum UV dan Spektrum sinar tampak dan panjang
gelombang maksimal pada senyawa yang belum dikenal akan menjadi
masalah tersendiri dalam penggunaan spektrum UV-Vis. Bila suatu senyawa
menunjukan pita serapan tunggal antara 250 - 260 nm, senyawa itu mungkin
salah satu dari sejumlah senyawa (misalnya aromatic dan sebagainya). Tetapi,
bila senyawa itu menunjukkan tiga puncak yang jelas di daerah 400-500 nm
dengan sedikit serapan di daerah lain, sudah hamper dapat dipastikan senyawa
tersebut karotenoid. Di samping itu, pengukuran spektrum dalam dua atau tiga
pelarut lain, dan membandingkannya dengan data pustaka, dapat menunjukkan
identitas karotenoid tersebut.
Spektrum serapan mempunyai nilai khusus pada telaah pigmen
tumbuhan dan demikian juga pewarna tumbuhan yang larut dalam air maupun
yang yang larut dalam lipid (tabel 2.1)
Tabel 2.1 sifat spektrum golongan pigmen tumbuhan
Golongan pigmen Jangka spektrum Vis
(nm)*
Jangka UV
Kloropil (hijau) 640-660 dan 430-470 Penyerapan UV
pendek yang kuat
disebabkan oleh
ikatan protein
Fikobilin (merah dan
biru)
615-650 atau 540-570
Sitokrom (kuning) 545-605 (pita
tambahan kadang-
kadang pada 415-440)
Antosiain (merah
senduduk atau merah)
475-550 ±275
Betasianin (merah
senduduk)
530-554 250-270
Karotenoid (kuning atau
jingga)
400-500 (satu puncak
utama dengan dua
puncak tambahan atau
-
![Page 14: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/14.jpg)
16
infleksi)
Antrakuinon (kuning) 420-460 3-4 puncak kuat
antara 220 dan 290
Khalkon dan auron
(kuning)
365-430 240-260
Flavonol kuning
(kuning)
365-390 250-270
*semua harga merupakan perkiraan; harga sebenarnya beragam, tergantung
pada pelarut yang dipakai, pH, dan keadaan fisi pigmen.
3. Spektroskopi inframerah (IM)
Senyawa tumbuhan dapat diidentifikasi dengan IM dalam bentuk
larutan, bentuk gerusan dalam minyak nuyol, atau bentuk padat yang dicampur
dengan kalium bromide. Pada cara terakhir, tablet atau cakram tipis dibuat dari
serbuk yang mengandung kira-kira 1 mg bahan dan 10-100 mg kalium
bromide dalam kondisi tanpa air, dibuat dengan menggunakan cetakan atau
pengempa. Jangka pengukuran mulai dari 4000 sampai 667cm-1 (atau 2,5
sampai 1,5 μm), pencatatan spektum memerlukan waktu sekitar 3 menit.
Tabel 2.2 frekuensi inframerah khas beberapa golongan senyawa alam
Golongan senyawa Letak kira-kira pita khas * di atas 1200 cm-1
Alkana 2940 (K), 2860 (M), 1455 (K), 1380 (M)
Alkena 3050 (L-M), 1850 (L), 1650 (L-M), 1410 (L)
Senyawa aromatic 3050 (L-M), 2100-1700 (L), 1600, 1580, 1500
(L-M)
Asetilena 3310 (M), 2225 (L), 2150 (L-M), 1300 (L)
Alkohol dan fenol 3610 (L-M), 3600-2400 (lebar), 1410 (M)
Aldehida dan keton 2750 (L), 2680 (L), 1820-1650 (K), 1420 (L-M)
Ester dan lakton 1820-1680 (K)
Asam karboksilat 3520 (L), 3400-2500 (lebar M), 1760 (K), 1710
![Page 15: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/15.jpg)
17
(K)
Amina 3500 (M), 3400 (M), 3400-3100 (berubah-ubah),
1610 (M)
Sianida 2225 (L-K)
Isosianat 2270 (SK)
*Agar sederhana pita di daerah sidik jari dihilangkan. Data diambil dari
Brand dan Eglinton (1965) dalam J.B Harborne 1987. K=kuat, L=Lemah,
M=medium, SK=sangat kuat.
IM merupakan cara paling sederhana dan sering digunakan sebagai alat
“pembuat sidi jari”. Kerumitan spectrum IM sangat cocok untuk tujuan
tersebut, dan perbandingan yang demikian itu sangat penting pada identifikasi
lengkap berbagai jenis kandungan tumbuhan. Spektroskopi IM dapat juga
memberi sumbangan yang berguna bagi penentuan struktur bila dijumpai
senyawa baru dalam tumbuhan. Walaupun banyak daftar mengenai struktur
kimia dengan puncak serapan IM, penafsiran sebenarnya dari suatu spectrum
yang rumit mungkin saja sukar, dan untuk itu diperlukan banyak pengalaman.
Tetapi, pada beberapa golongan senyawa, penafsirannya merupakan hal yang
nisbi sederhana.
4. Spektroskopi massa (SM)
Kehadiran SM (1960) membawa pengaruh besar dalam penelitian
biokimia mengenai bahan alam dan telah meringankan beban fitokimiawan
dalam banyak hal. Hal ini dikarenakan dengan SM kita dapat menentukan
bobot molekul dengan tepat, kemampuannya menghasilkan pola fragmentasi
rumit yang sering khas bagi suatu senyawa sehingga dapat mengidentifikasi
suatu senyawa.
Pada dasarnya SM adalah penguraian sesepora senyawa organic dan
pengukuran pola fragmentasi menurut massanya. Uap cuplikan berdifusi ke
dalam sistem spectrometer masa yang bertekanan rendah, lalu diionkan
dengan energy yang cukup untuk memutus ikatan kimia. Ion bermuatan positif
yang terbentuk dipercepat dalam medan magnet yang menyebarkan ion
tersebut dan memungkinkan pengukuran kelimpahan nisbi ion yang
mempunyai nisbah massa terhadap muatan tertentu. Rekaman kelimpahan ion
![Page 16: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/16.jpg)
18
terhadap merupakan grafik spectrum massa yang terdiri atas sederetan garis
yang intensitasnya berbeda-beda pada satuan massa yang berlainan.23
Sebagian kecil dari senyawa induk tahan terhadap proses penguapan
dan akan direkam sebagai puncak ion molekul atau ion induk. Lalu, massa ion
induk dan ion lainnya dapat diukur dengan sangat tepat (sampai 0,0001 satuan
massa). Ketepatannya sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan rumus
molekul secara tepat.
Alat SM dan RMI lebih mahal dan lebih canggih sehingga dalam
analisis menggunakan alat ini fitokimiawan tidak menggunakannya secara
sendiri melainkan menyerahkan kepada orang yang sudah ahli menggunakan
SM dan RMI. Dalam SM, senyawa yang terlalu sukar diuapkan dirubah
menjadi eter trimestilsilil, ester metil, atau turunan yang serupa. SM sering
kali digabung dengan KGC sehingga dapat diperoleh identifikasi kualitatif dan
kuantitatif secara bersamaan walaupun strukturnya rumit, yang mungkin
terdapat bersama-sama dalam ekstrak tumbuhan.
5. Spektroskopi resonansi magnet inti (RMI)
RMI digunakan untuk menentukan struktur senyawa organik dengan
mengukur momen magnet atom hidrogennya. Spektrum RMI tidak dapat
memberikan keterangan langsung mengenai sifat kerangka karbon molekul
tersebut.
Larutan cuplikan dalam pelarut lembam titempatkan diantara dua
kutub magnet yang kuat, dan proton mengalami geseran kimia yang berlainan
sesuai dengan lingkungan molekulnya di dalam molekul. Pelarut yang
digunakan untuk RMI harus lembam dan tanpa proton. Oleh karena itu kita
hanya menggunakan karbontetraklorida, deuteron kloroform, deuterium
oksida, deuterium oksida, deuteroaseton, atau dimetilsulfoksida terdeuterasi.
Senyawa polar seringkali hanya larut sedikit atau tidak larut dalam pelarut
yang ada, dan untuk pengukuran harus dirubah dulu menjadi eter trimetilsilil.
Kelebihan RMI dibanding Mi ialah cuplikan dapat diperoleh kembali
setelah pengukuran, dan dapat digunakan lagi untuk pengukuran yang lain.
23 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 27-28.
![Page 17: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/17.jpg)
19
6. Kriteria untuk identifikasi fitokimia
Suatu senyawa baik yang sudah dikenal maupun senyawa baru dapat
diidentifikasi berdasarkan perbandingan kromatografi dan spectrum dengan
senyawa asli. Cuplikan asli dapat diperoleh di toko-toko kimia, dengan cara
isolasi ulang dari sumber yang telah diketahui, atau meminta kepada peneliti
awal yang pertama kali mengisolasi dan memaparkannya.
Perbandingan kromatografi harus didasarkan pada ko-kromatografi
senyawa dengan senyawa asli, tanpa pemisahan paling sedikit dalam empat
sistem. Bila KLT merupakan dasar utama pembandingan, jelas ada
keuntungan bila digunakan penjerap yang berlainan (misalnya selulosa dan
silica gel) di samping pengembang yang berlainan pada satu jenis penjerap
(tabel 4.3). bila mungkin, kita harus membandingkan senyawa tak dikenal itu
dengan senyawa pembanding dengan menggunakan tiga kriteria kromatografi
yang jelas. Kriteria itu misalnya waktu retensi pada KGC, KCKT dan Rf pada
KLT; atau Rf pada KKt, KLT dan pergerakan nisbi pada elektroforesis.
Demikian juga untuk pembanding spectrum harus digunakan dua cara atau
lebih. Idealnya semua spectrum UV, IM, dan RMI- 1H harus dibandingkan.24
Tabel 2.3 jenis kriteria yang diperluakan untuk mengidentifikasi kandungan kimia tumbuhan yang telah dikenal. Identifikasi eter7-metil-6-hidroksiluteolin dalam daun Crocus minimus
Kriteria Sifat yang tercatat
Sifat kimia Serbuk kuning, tl 245-6o
Rumus molekul dengan SM Ion molekul yang ditentukan pada
316, 0574 C16H12O7 seharusnya 316,
0582
Pola Pemecahan Ion pecahan karena demetilasi pada
301, 0344 (C15H9O7 seharusnya 301,
0345), dsb.
Sifat Spektrum UV (dan pergeseran
karena penambahan basa dsb.)
Maksima pada 254, 273, 346 nm
dsb.
Warna pada kelat KLT Kuning dengan cahaya matahari
cokelat tua dengan sinar UV±NH3
24 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 34.
![Page 18: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/18.jpg)
20
KLT pada selulosa Rf 0,73 dengan n-BuOH-HOAc-
H2O (4:1:5)
Rf 0,59 dengan HOAc 50%
Rf 0,67 dengan CHCl3- HOAc-H2O
(90:45:6)
KLT pada poliamida Rf 0,36 dengan C6H6-MeCOEt-
MeOH (4:3:3)
Pengubahan kimia Demetelasi dengan piridinium
klorida menjadi 6-hidroksiluteolin
Pada senyawa tumbuhan biasanya digunakan kromatografi dan
spektrum. Untuk meyakinkan senyawa yang didapat/diidentifikasi, dapat
dikakukan dengan pengubahan kimia dengan menjadikannya senyawa yang
sudah dikenal.
E. Analisis Hasil
1. Analisis Kualitatif
Banyak analisis tumbuhan yang dicurahkan pada isolasi dan
identifikasi kandungan sekunder dalam jenis tumbuhan khusus atau
sekelompok jenis tumbuhan, dengan harapan ditemukan beberapa kandungan
yang strukturnya baru atau tidak biasa. Tetapi, perlu kita ketahui bahwa
banyak dari komponen yang mudah diisolasi itu merupakan senyawa yang
biasa dijumpai atau terdapat umum dalam tumbuhan. Sukrosa mungkin
mengkristal dari pekatan ekstrak air tumbuhan dan sitosterol dari fraksi
fitosterol. Komponen yang lebih menarik sering kali berupa komponen yang
kadarnya lebih rendah.25
Bila diperoleh senyawa yang strukturnya jelas-jelas baru, haruslah
diperiksa dengan teliti apakah senyawa tersebut memang belum pernah
dilaporkan. Harus pula diteliti dalam berbagai pustaka yang ada (misalnya
ensiklopedi terpenoid yang baru, Glasby, 1982), tetapi, di samping itu,
diperlukan juga penelusuran Chemical abstract secara tuntas.
25 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 35-36.
![Page 19: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/19.jpg)
21
Alasan lain melakukan analisis fitokimia ialah untuk menentukan ciri
senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat, yang
ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar bila diuji dengan sistem biologi.
Dalam hal ini kita harus memantau cara ekstraksi dan pemisahan pada setiap
tahap, yaitu untuk melacak senyawa aktif tersebut sewaktu dimurnikan.
Kadang-kadang keaktifan hilang selama proses fraksinasi akibat
ketidakmantapan senyawa itu, dan akhirnya mungkin saja diperoleh senyawa
berupa kristal tetapi tanpa keaktifan seperti yang ditunjukkan oleh ekstrak
asal. Kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa aktif selama proses
isolasi dan pencirian harus selalu tertanam dalam ingatan.26
2. Analisis Kuantitatif
Penentuan kuantitas komponen yang ada dalam ekstrak tumbuhan
sama pentingnya dengan penentuan kualitatif ekstrak tumbuhan tersebut. Pada
pendekatan yang paling sederhana data kuantitatif dapat diperoleh dengan
menimbang banyaknya bahan tumbuhan yang digunakan semula (seandainya
jaringan kering) dan banyaknya hasil yang diperoleh. Hasil demikian, yang
berupa persentase dari keseluruhan, merupakan angka minimum karena
adanya bahan yang hilang selama pemurnian tidaklah terelakkan. Besarnya
kehilangan dapat diperkirakan dengan menambahkan senyawa murni yang
diketahui bobotnya ke dalam ekstrak kasar, lalu pemurnian diulangi dan
banyaknya senyawa yang diperoleh kembali ditentukan. Bila kita
mengekstraksi jaringan segar, diperlukan faktor konversi (kebanyakan daun
tumbuhan mengandung air 90%) untuk menyatakan hasil sebagai persentase
bobot kering.
Pengukuran kuantitatif dapat juga dilakukan pada serbuk kering bahan
tumbuhan untuk menentukan kadar total gula, nitrogen, protein, fenol, tanin,
dan sebagainya. Beberapa cara yang dapat digunakan akan dibicarakan dalam
bab-bab berikut. Cara tersebut mungkin saja tidak lepas dari kesalahan karena
gangguan dari komponen lain. Apakah penentuan kuantitatif yang demikian
itu mempunyai nilai dari segi, misalnya saja, banyaknya ‘pemangsaan’ yang
diderita organ tumbuhan tertentu, masih memerlukan penilaian.27
26 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 36.27 Ibid, h. 37.
![Page 20: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/20.jpg)
22
F. Penggunaan
1. Umum
Sekarang prosedur fitokimia telah mempunyai peranan yang mapan
dalam semua cabang ilmu tumbuhan, walau pun sebelumnya tidaklah selalu
demikian. Meski pun cara ini sudah jelas penting dalam semua telaah kimia
dan biokimia, penggunaannya dalam lingkungan biologi yang lebih ketat baru
dalam dua dua dasa warsa terakhir ini saja. Dalam disiplin yang tampaknya
jauh dari laboratorium kimia pun, seperti sistematika, fitogeografi, ekologi,
dan paleobotani, cara fitokimia telah menjadi penting untuk memecahkan jenis
masalah tertentu. Tidak dapat diragukan lagi, cara fitokimia ini akan makin
banyak digunakan dalam semua bidang tersebut di masa mendatang.28
2. Fisiologi tumbuhan
Sumbangan utama telaah fotokimia kepada fisiologi tumbuhan yang
tak dapat diragukan lagi ialah pada penentuan struktur, asal-usul biosintesis,
dan ragam kerja hormon tumbuhan alam. Sebagai hasil kerja sama yang terus
menerus antara fisiologiwan dan fitokimiawan selama bertahun-tahun
belakangan ini sekarang telah dikenal lima golongan pengatur tumbuhan:
auksin, sitokinin, absisin, giberelin, dan etilena.29
3. Patologi tumbuhan
Cara fitokimia penting bagi patologiwan, terutama untuk menentukan
ciri atau sifat kimia dari fitoksin (hasil sintesis mikroba yang terbentuk dalam
tumbuhan tinggi bila tumbuhan tersebut diserang bakteria atau fungi) dan
fitoaleksin (hasil metabolisme tumbuhan tinggi yang dibentuk sebagai
jawaban terhadap serangan mikroba). Berbagai jenis struktur kimia yang
berlainan terlibat dalam kedua hal tersebut. Fitotoksin yang paling dikenal
ialah likomarasmin dan asam fusarat, yaitu turunan asam amino yang
merupakan senyawa pelayu pada tomat. Toksin lain yang telah diisolasi ialah
glikopeptida, naftokuinon, atau seskuiterpenoid (Durbin, 1981). Secara kimia
28 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 38.29 Ibid, h. 38.
![Page 21: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/21.jpg)
23
beberapa fitotoksin labil sehingga diperlukan tindakan pencegahan khusus
selama isolasi dan identifikasinya.30
4. Ekologi tumbuhan
Dua bidang penelitian ekologi yang mementingkan kandungan
tumbuhan sekunder ialah antaraksi tumbuhan-hewan dan antarkasi tumbuhan-
tumbuhan. Masalah analitik pada kedua bidang tersebut sulit karena jumlah
bahan biologi yang tersedia bagi fitokimiawan sangat terbatas. Misalnya,
dalam mengikuti nasib senyawa sekunder pada peristiwa pemakanan daun
oleh serangga diperlukan telaah berbagai organ serangga untuk memeriksa
tempat penyimpanan senyawa tersebut; telaah demikian itu sering kali rumit
dan makan banyak waktu.31
5. Paleobotani
Fitokimia baru belakangan ini saja digunakan untuk menelaah
tumbuhan fosil, namun tak dapat disangsikanlagi bahwa peranannya akan
meningkat, misalnya dalam menguji berbagai hipotesis mengenai asal-usul
awal tumbuhan darat. Beberapa hasil fitokimia yang telah dicapai sekarang
antara lain identifikasi pigmen klorofil yang telah terurai sebagian dalam
endapan lignit yang berumur 50 juta tahun, identifikasi karbohidrat dalam
tumbuhan zaman paleozoikum yang berumur 250-400 juta tahun, dan
identifikasi hidrokarbon dalam Equisetum yang hidup pada zaman triasikum,
berumur 200 juta tahun (Chaloner dan allen, 1970).32
6. Genetika tumbuhan
Pada masa lampau sumbangan fitokimia kepada genetika tumbuhan
tinggi ialah sebagai sarana untuk mengidentifikasi antosianin, flavon, dan
pigmen karotenoid yang terdapat dalam genotipe warna yang berbeda pada
tumbuhan kebun. Hasilnya telah menunjukkan bahwa pengaruh biokimia gen
ini mempunyai dasar yang sederhana dan telah menunjukkan kemungkinan
alur pembuatan pigmen dalam organisme tersebut (Alston, 1964). Senyawa
30 Ibid, h. 39.31 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 40.32 Ibid, h. 40-41.
![Page 22: BAB II](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022062304/55cf99f8550346d0339fef4b/html5/thumbnails/22.jpg)
24
keturunan lainnya dalam tumbuhan (alkaloid, terpena, dan sebagainya) telah
berhasil dipetakan juga dengan telaah fitokimia.33
7. Sistematika tumbuhan
Salah satu bidang yang paling cepat berkembang dalam fitokimia pada
saat ini ialah disiplin hibrida antara kimia taksonomi, yang dikenal sebagai
sistematika biokimia atau kemotaksonomi. Pada dasarnya, kemotaksonomi
ialah telaah kimia dalam kelompok tumbuhan yang terbatas, terutama
mengenai kandungan sekundernya, dan juga makromolekul serta penggunaan
data yang diperoleh untuk menggolongkan tumbuhan (Harborne dan Tunner,
1984).34
33 Ibid, h. 41.34 J.B. Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), h. 41.