bab ii

Upload: christopher-wilder

Post on 09-Mar-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

caseeee

TRANSCRIPT

BAB IIPENDAHULUAN

Leukemia adalah neoplasma ganas yang paling sering diderita pada masa anak-anak, yaitu sekitar 41 persen dari seluruh keganasan yang terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun. Pada tahun 2000, kurang lebih 3600 anak didiagnosis menderita leukemia di United States, dengan insiden per tahunnya adalah 4,1 kasus baru per 100.000 anak usia kurang dari 15 tahun. Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan jenis yang paling banyak yang terjadi pada seluruh kasus leukemia pada anak-anak, yaitu sekitar 75 persen. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus kanker baru di seluruh Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta. Umumnya, pasien kanker anak datang setelah masuk stadium lanjut yang sulit untuk disembuhkan. Sebanyak 70% merupakan penderita leukemia atau kanker darah. Pada tahun 2006 jumlah penderita leukemia rawat inap di Rumah Sakit di Indonesia sebanyak 2.513 orang. Insiden puncak LLA pada anak di United State terjadi pada usia 2 dan 6 tahun pada orang kulit putih. Leukemia limfoblastik akut pada anak terjadi lebih banyak pada anak laki-laki dari pada perempuan. Telah dilaporkan di United State dan seluruh dunia bahwa terdapat variasi geografi mengenai insidens, tingkat dan subtipe leukemia. Prognosis bagi anak dengan LLA meningkat secara dramatis dalam empat dekade terakhir karena penggunaan yang optimal dari agen antileukemia dan adanya penemuan baru dalam terapi LLA. LLA pada anak merupakan keganasan yang paling dapat diterapi, yaitu mencapai 80 persen.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1.IDENTIFIKASINama: EBEUmur / Tanggal Lahir: 7 tahun 5 bulan / 06 Juni 2008Jenis kelamin: Laki-lakiBerat Badan: 14 kgTinggi Badan: cmAgama: IslamAlamat: Pedamaran, Ogan Komering IlirSuku Bangsa: SumateraMRS: 11 November 2015, Pukul 20.36 WIB

2.2.ANAMNESA(Alloanamnesis dengan orang tua penderita 19 November 2015, Pukul 15.00 WIB)Keluhan Utama: PucatKeluhan Tambahan: Gusi berdarahRiwayat Perjalanan PenyakitSejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, perut penderita terlihat membesar, tidak ada mual dan muntah, tidak ada buang air besar (BAB) cair, tidak ada demam, tidak ada sesak napas, penderita lalu dibawa berobat ke bidan dan dikatakan perut kembungSejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, perut terlihat semakin membesar, tidak ada mual dan muntah, buang air besar (BAK) normal, buang air besar normal, ada demam tidak terlalu tinggi, nafsu makan menurun, penderita dibawa berobat ke puskesmas dan diberi obat sirup (?)Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, perut terlihat semakin membesar, ada BAB cair, frekuensi > 5x / hari, cair, ampas, tidak ada lendir dan darah, banyaknya gelas belimbing, ada demam tinggi, ada pucat, penderita lalu dibawa ke dokter Sp.A di Belitang dan dikatakan mengalami kanker darah.2 hari SMRS, perut penderita semakin membesar, masih pucat, ada demam, penderita lalu berobat ke RS Prabumulih, penderita dirawat selama 1 hari, dicek darah didapatkan hasil Hb 8,9, Trombosit 24.000, lalu penderita dirujuk ke RSMH

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.Riwayat pucat sebelumnya disangkal.Riwayat Penyakit Dalam KeluargaRiwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.

Pedegree

Keterangan: Ayah sehat Ibu sehat Anak sakit

Riwayat Kehamilan dan KelahiranMasa kehamilan: 38 mingguPartus: SpontanDitolong oleh: BidanHPHT: 19 Januari 2013Berat badan lahir: 3000 gramPanjang badan lahir: (lupa)Keadaan saat lahir: Langsung menangisRiwayat injeksi vit.K: adaRiwayat ibu demam: tidak adaRiwayat KPD: ada (1 hari)Riwayat ketuban hijau, kental, bau : tidak ada

Riwayat MakanASI: 0 3 bulanSusu Formula: 3 bulan sekarang, frekuensi 8x/hariBubur Susu: 6 - 12 bulan, frekuensi 3x/hariBubur Saring: 12 - 18 bulan, frekuensi 3x/hari Nasi Tim: 18 - 21 bulan, frekuensi 3x/hariNasi Biasa: 21 bulan - sekarang frek 3x/hariDaging: 12 bulan - sekaragTempe: 21 bulan - sekarangTahu: 21 bulan - sekarangSayuran: 12 bulan - sekarangBuah: Sejak usia 18 bulan frek 2x/hariLain-lain: -Kesan: kurang baikKualitas: Cukup

Riwayat ImunisasiIMUNISASI DASAR

UmurUmurUmur

BCG

DPT 1DPT 2DPT 3

HEPATITIS B 1HEPATITIS B 2HEPATITIS B 3

Hib 1Hib 2-Hib 3-

POLIO 1POLIO 2POLIO 3

CAMPAK

Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap.

Riwayat KeluargaPerkawinan: PertamaUmur: 2 tahunPendidikan: (ibu SMA, ayah SMA)Pekerjaan orang tua: ayah petani dan ibu IRTPenyakit yang pernah diderita: tidak ada

Riwayat PerkembanganMengangkat kepala: 3 bulanTengkurap: 6 bulanMerangkak: 9 bulanDuduk: 8 bulanBerdiri: 12 bulanBerjalan: 18 bulanKesan: Perkembangan motorik kasar baik.

2.3.PEMERIKSAAN FISIKPEMERIKSAAN FISIK UMUM (Tanggal Pemeriksaan: 3 Agustus 2015, Pukul 14.00 WIB)Keadaan Umum: Tampak sakit sedangKesadaran: Kompos MentisBB: 10 Kg PB: 81 cmEdema (- /-), sianosis (-/-), dispnue (-/-), anemia (-/-), ikterus (- /-), dismorfik (-/-)Suhu: 36,9 OC Respirasi: 28 x/menit Tipe Pernapasan: ThorakoabdominalTekanan Darah: 90/60 mmHgNadi: 108 x/ menit, Isi/kualitas: Cukup Regularitas: RegulerCRT: 2

Status Gizi BB/U: 0 SD (-2) SD TB/U: 0 SD (-2) SD BB/TB: 0 SD (-1) SD Kesan: Gizi baik

Keadaan Spesifik KepalaBentuk: Normosefali, simetris, UUB cekung (-)Rambut: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut. Mata: Cekung (-/-), Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).Hidung: Sekret (-), napas cuping hidung (-), deformitas (-).Telinga: Sekret (-).Mulut: Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-).Tenggorokan: Faring hiperemis (-)Leher: Pembesaran KGB (-).

Thorak Paru-paru Inspeksi: Statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi -/- Auskultasi: Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-). Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paruJantung Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat Auskultasi: HR: 108 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-) Palpasi: Thrill tidak teraba Perkusi: Redup, batas jantung dalam batas normal

Abdomen Inspeksi: Cembung Auskultasi: Bising usus (+) normal, 6 x/menit Palpasi : Lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 jari bawah processus xiphoideus dan lien teraba di S3, nyeri tekan (-) Perkusi: Timpani, shifting dullness (-)

Lipat paha: Pembesaran KGB (-), eritema perianal (-), prolaps ani (-) Ekstremitas: Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-) Genitalia: Normal.

Pemeriksaan Neurologis Fungsi motorikPemeriksaanTungkai KananTungkai KiriLengan Kanan Lengan Kiri

GerakanLuasLuasLuasLuas

Kekuatan+5+5+5+5

TonusEutoniEutoniEutoniEutoni

Klonus--

Reflek fisiologis+ normal+ normal+ normal+ normal

Reflek patologis----

Fungsi sensorik: Dalam batas normal Fungsi nervi craniales: Dalam batas normal GRM: Kaku kuduk tidak ada

2.4.PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 28 Juli 2015Jenis PemeriksaanHasil

HEMATOLOGIHemoglobinEritrositLeukositHematokritTrombositMCVMCHMCHCLEDRetikulositKIMIA KLINIKHATIBilirubin totalBilirubin direkBilirubin indirekSGOTSGPTProtein TotalAlbuminGlobulinGINJALUreumAsam UratKreatininELEKTROLITKalsiumNatriumKaliumKloridaIMUNOSEROLOGICRP

GAMBARAN DARAH TEPIEritrositLeukositTrombosit

Kesan

Saran7,9 g/dL3.260.000/mm337.100/mm326 %27.000/uL80,7 fL24 pg30 g/dL2 mm/jam4,4 %

1,65 mg/dL0,8 mg/dL0,85 mg/dL49 U/dL17 U/dL5,5 g/dL3,2 g/dL2,3 g/dL

22 mg/dL8,6 mg/dL0,26 mg/dL

7,8 mg/dL133 mEq/L4,2 mEq/L115 mEq/L

15 mg/L

mikrositik, hipokromjumlah meningkat, blast 12%jumlah menurun, penyebaran merata, bentuk normalobservasi bisitopeni dan ditemukannya blast 12%BMP

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 30 Juli 2015Jenis PemeriksaanHasil

URINALISISWarnaKejernihanBerat JenispHProteinGlukosaKetonDarahBilirubinUrobilinogenNitritLekosit EsteraseSedimen Urine: Epitel Lekosit Eritrosit Silinder Kristal Bakteri Mukus JamurKuningJernih1,0256,0negatifnegatifnegatifnegatifnegatif1 EU/dLpositifnegatif

negatif0-1 / LPB0-1 / LPBnegatifnegatifPositif +++negatifnegatif

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 4 Agustus 2015Jenis PemeriksaanHasil

HEMATOLOGIHemoglobinEritrositLeukositHematokritTrombositHitung Jenis Leukosit Basofil Eosinofil Netrofil Limfosit Monosit10,4 g/dL4.140.000/mm339.900/mm333 %41.000/uL

0 %0 %35 %34 %31 %

Hasil Pemeriksaan Kultur Urin dan Resistensi AntibiotikaNama Kuman: E. ColiAntibiotik Resisten:C. Trimoxazole, Chloramphenicol. Cefotaxim, Gentamycin

2.5.DAFTAR MASALAH Hepatosplenomegali Pucat (perbaikan) Demam (perbaikan)

2.6.DIAGNOSIS BANDING Bisitopenia e.c susp Leukemia Limfositik Akut Bisitopenia e.c susp Leukemia Myelositik Akut

2.7.DIAGNOSIS KERJABisitopenia e.c. susp Leukemia Limfositik Akut

2.8.PENATALAKSANAANa. Pemeriksaan AnjuranCek darah rutin lengkap, darah perifer lengkap, kimia klinik, CRP

b. Terapi ( Suportif Simptomatis-Kausatif) Non Farmakologis Menginformasikan kondisi penderita kepada orang tua. Mengedukasi keluarga untuk mengompres anak jika demam Makan dan minum seperti biasa.

Farmakologis Ampisilin 3 x 250 mg Gentamisin 2 x 30 mg Paracetamol 3 x 120 mg (bila temperatur > 38,5oC

c. Diet Makan biasa

d. Monitoring Tanda vital (TD, N, RR, T, SpO2) Demam Perdarahan

e. EdukasiMengedukasi keluarga untuk memberikan obat secara teratur kepada penderita.

f. Prognosis Qua ad vitam : dubia ad bonam Qua ad functionam : dubia ad bonam Qua ad sanationam : dubia ad bonam

2.9.Follow UpTanggalKeterangan

4 Agustus 15Pkl 07.00Hari perawatan ke-7

S : demam (-)

O : Status GeneralisKU: sakit sedangSens : kompos mentisTD :90/60 mmHgN : 108 x/mRR : 26 x/mT : 36,8 CStatus KlinisKepala : Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).Abdomen : cembung, lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 jari bawah processus xiphoideus dan lien teraba di S3, nyeri tekan (-)Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-).

A : Bisitopenia e.c susp Keganasan + T. ISK

P : Ampicilin 3 x 250 mg (hari ke-7) Gentamisin 2 x 30 mg (harike-7) Paracetamol 3 x 120 mg (jika temperatur > 38,5C)

5 Agustus 15Pkl. 07.00Hari perawatan ke-8S : demam (-), perdarahan (-)

O : Status GeneralisKU: sakit sedangSens : kompos mentisTD : 90/60 mmHgN : 102 x/mRR : 24 x/mT : 36,8 CStatus KlinisKepala : Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 jari bawah processus xiphoideus dan lien teraba di S3, nyeri tekan (-)Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-).

Hasil Lab (4 Agustus 2015 pkl. 23.30)Hb: 10,4, Leukosit : 39.900, Hematokrit 33, Trombosit 41.000, Diff Count 0/0/35/34/31A : Bisitopenia e.c susp Keganasan + Leukositosis + T. ISK

P : Ampicilin 3 x 250 mg (hari ke-8) Gentamisin 2 x 30 mg (harike-8) Paracetamol 3 x 120 mg (jika temperatur > 38,5C) Menunggu hasil kultur urin

6 Agustus 15Pkl. 07.00Hari perawatan ke-9S : demam (-)

O : Status GeneralisKU: sakit sedangSens : kompos mentisTD :80/50 mmHgN : 108 x/mRR : 26 x/mT : 36,7 CStatus KlinisKepala : Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 jari bawah processus xiphoideus dan lien teraba di S3, nyeri tekan (-)Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-).

A : Bisitopenia e.c susp Keganasan + leukositosis + T. ISK

P : Ampicilin 3 x 250 mg (hari ke-9) Gentamisin 2 x 30 mg (harike-9) Paracetamol 3 x 120 mg (jika temperatur > 38,5C) menunggu hasil kultur urine observasi febris

7 Agustus 1507.00 WIBHari perawatan ke-10S : demam (-)

O : Status GeneralisKU: sakit sedangSens : kompos mentisTD :90/60 mmHgN : 106 x/mRR : 26 x/mT : 36,8 CStatus KlinisKepala : Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).Abdomen : cembung, lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 jari bawah processus xiphoideus dan lien teraba di S3, nyeri tekan (-)Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-).

A : Bisitopenia e.c susp Keganasan + leukositosis + ISK (hasil kultur urin = E. Coli)

P : Ampicilin 3 x 250 mg (hari ke-10) Gentamisin 2 x 30 mg (harike-10) Konsul bagian Nefrologi Kurva suhu tiap 6 jam

8 Agustus 1507.00 WIBHari perawatan ke-11S : demam (-) sesak napas (+)

O : Status GeneralisKU: sakit sedangSens : kompos mentisTD :80/50 mmHgN : 110 x/mRR : 32 x/mT : 36,8 CStatus KlinisKepala : Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-).Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (+). intercostal minimalCor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).Abdomen : cembung, lemas, hepar teraba 3 cm di bawah arcus costae dan 3 jari bawah processus xiphoideus dan lien teraba di S3, nyeri tekan (-)Ekstremitas : edema (-), akral dingin (-).

A : Bisitopenia e.c susp Keganasan + ISK + Hepatosplenomegali

P : Amikasin 2 x 7,5 mg (hari ke-1) Paracetamol 3 x 120 mg (jika temperatur > 38,5C)

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1. DefinisiLeukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor limfoid atau sel progenitor limfoid di sum-sum tulang disertai dengan anemia, febris, perdarahan dan infiltrasi sel ganas ke organ lain. Lebih dari 80 % kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B, sisanya merupakan bentuk leukemia sel T (adult T cell leukemia, ATL). Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih dari 30% sel blas dalam sum-sum tulang pada saat manifestasi klinis.

3.2. EpidemiologiLeukemia akut pada masa anak-anak merupakan 30-40% dari keganasan. Insidens rata-rata 4 - 4,5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun. Di negara berkembang 83% LLA, 17% LMA, lebih tinggi pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam.

3.3. EtiologiPenyebab leukemia masih belum diketahui, namun predisposisi genetik maupun faktor - faktor lingkungan kelihatannya memainkan peranan. Jarang ditemukan leukemia familial, tetapi kelihatannya terdapat insidensi leukemia lebih tinggi dari saudara kandung anak-anak yang terserang, dengan insidensi meningkat sampai 20 % pada anak kembar monozigot (identik). Individu dengan sindrom down, mempunyai insiden leukimia yang meningkat dua puluh kali lipat.Studi faktor lingkungan difokuskan pada paparan in utero dan pasca natal. Moskow melakukan studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan maternal terhadap pestisida dan produk minyak bumi. Terdapat peningkatan risiko leukemia pada keturunannya. Penggunaan marijuana maternal juga menunjukkan hubungan yang signifikan. Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di Hiroshima dan Nagasaki sesudah ledakan bom atom. Meskipun demikian, paparan radiasi dosis tinggi in utero tidak mengarah pada peningkatan insiden leukemia, demikan juga halnya dengan radiasi dosis rendah. Namun hal ini masih merupakan perdebatan.Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi leukemia pada anak - anak adalah peranan infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander 1993). Ia mempercayai ada 2 langkah mutasi pada sistem imun. Pertama selama kehamilan atau awal masa bayi dan kedua selama tahun pertama kehidupan sebagai konsekuensi dari respon terhadap infeksi pada umumnya.Beberapa kondisi perinatal merupakan risiko terjadinya leukemia pada anak, seperti yang dilaporkan oleh Cnattingius (1995). Faktor-faktor tersebut adalah penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplemen oksigen, asfiksia, berat badan lahir > 4500 gram dan hipertensi saat hamil.3.4. PatofisiologiKelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya termasuk asal mula gugus sel (clonal), kelainan proliferasi, kelainan sitogenetik dan morfologi, kegagalan diferensiasi, petanda sel dan perbedaan biokimia terhadap sel normal. Terdapat bukti kuat bahwa leukemia akut dimulai dari sel tunggal yang berproliferasi secara klonal sampai mencapai sejumlah populasi sel yang dapat terdeteksi. Walaupun penyebab dari leukemia pada manusia belum diketahui secara pasti, tetapi pada penelitian mengenai proses leukemogenesis pada binatang percobaan ditemukan bahwa penyebabnya (agent) mempunyai kemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA dan kemampuan ini meningkat bila terdapat suatu kondisi genetik tertentu seperti translokasi, amplifikasi, dan mutasi onkogen seluler. Pengamatan ini menguatkan anggapan bahwa leukemia dimulai dari suatu mutasi somatik yang mengakibatkan terbentuknya gugus (clone) abnormal. Penelitian yang dilakukan pada leukimia limfoblastik akut menunjukan bahwa sebagian besar LLA mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan bahwa populasi leukimia itu berasal dari sel tunggal. Akibat terbentuknya populasi sel leukemia yang makin lama makin banyak serta akibat infiltrasi sel leukemia ke dalam organ tubuh akan menimbulkan dampak yang buruk bagi produksi sel normal dan bagi fisiologi tubuh. Kegagalan hematopoesis normal merupakan akibat yang besar pada patofisiologi leukemia akut, walaupun demikian patogenesisnya masih sangat sedikit diketahui. Kematian pada pasien leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan sum-sum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel leukemia tersebut ke organ tubuh pasien.

3.5. KlasifikasiKlasifikasi LLA secara morfologik menurut French-American-British (FAB) : a.L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, anak inti umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.

Gambar 1. LLA tipe L1b.L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.

Gambar 2. LLA tipe L2c.L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.

Gambar 3. LLA tipe L3

Klasifikasi imunofenotip pada LLA : Prekursor ALL-B : CD19, CD22, sitoplasma dan TdT+ LLA-T yang memperlihatkan adanya antigen sel T (misal CD3, CD7) LLA-B yang memperlihatkan adanya imunoglobulin permukaan dan TdT-LLA-B biasanya sesuai dengan tipe morfologi L3, sedangkan tipe prekursor B atau T mungkin L1 atau L2 dan secara morfologi tidak dapat dibedakan.

3.6. Manifestasi KlinisKira-kira 66% anak dengan LLA mempunyai gejala dan tanda penyakitnya kurang dari 4 minggu pada waktu diagnosis. Gejala pertama biasanya nonspesifik dan meliputi anoreksia, iritabel dan letargi. Mungkin ada riwayat infeksi virus atau eksantem dan penderita seperti tidak mengalami kesembuhan sempurna. Kegagalan sumsum tulang yang progresif sehingga timbul anemia, perdarahan (trombositopenia), dan demam (neutropenia, keganasan). Gambaran ini biasanya mendorong pemeriksaan ke arah diagnosis.Pada pemeriksaan inisial, umumnya penderita, dan lebih kurang 50% menunjukkan ptekie atau perdarahan mukosa. Sekitar 25% demam, yang mungkin diswbabkan oleh suatu sebab spesifik seperti infeksi saluran nafas atau otitis media. Limfadenopati biasanya nyata dan splenomegali (biasanya kurang dari 6 cm di bawah arkus kosta) dijumpai pada lebih kurang 66%. Hepatomegali kurang lazim. Kira-kira 25% ada nyeri tulang yang nyata dan artralgia yang disebabkan oleh infiltrasi leukemia pada tulang perikondrial atau sendi atau oleh ekspansi rongga sum-sum tulang akibat sel leukemia. Jarang, ada gejala kenaikan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala dan muntah. yang menunjukkan keterlibatan selaput otak. Anak dengan LLA sel T umumnya dari kelompok umur lebih tua dan lelaki lebih banyak; 66% menunjukkan massa mediastinum anterior.3.7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan hematologik : 1. Pada periksaan darah lengkap didapatkan anemia normositik normokrom, trombositopenia, jumlah leukosit total dapat menurun, normal atau meningkat.2. Pada pemeriksaan sediaan apus darah biasanya memperlihatkan adanya sel blas dalam jumlah yang bervariasi. Sumsum tulang : hiperseluler dengan blas leukemik > 30% Foto roentgen thorax untuk mengetahui adanya massa mediastinum (pembesaran timus/KGB mediastinum) Kimia darah : asam urat dapat meningkat, laktat dehidrogenase serum meningkat. Cairan cerebrospinal untuk memperkirakan apakah ada leukemia meningeal yang terdiri dari : Adanya sel darah putih > 5/mm Identifikasi sel blast pada pemeriksaan sitosentrifugal Uji fungsi hati dan ginjal sebelum memulai terapi.

3.8. DiagnosisGejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal dan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya. Cara ini dapat mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya memerlukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika dan biologi molekuler.Kriteria Diagnosis : Anamnesis Pucat, lemah, lesu Panas badan atau infeksi berulang/menetap Perdarahan Pemeriksaan Fisik Limfadenopati Hepatosplenomegali LaboratoriumDarah : anemia, granulositopenia, trombositopenia dan limfoblast > 30%Sum-sum tulang : selularitas meningkat didominasi oleh limfoblastPungsi lumbal : pemeriksaan sitologik didapatkan limfoblast.

3.9. Diagnosis BandingDiagnosis banding meliputi LMA, anemia aplastik, infiltrasi sum-sum tulang oleh keganasan lain (misalnya rhabdomiosarkoma, neuroblastoma, dan sarkoma Ewing), infeksi mononukleosis infeksiosa, artritis rematoid juvenilis serta purpura trombositopenia imun.3.10. TerapiPenanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain : Pemberian tranfusi darah/trombosit Pemberian antibiotik Pemberian obat untuk meningkatkan granulosit Obat anti jamur Pemberian nutrisi yang baik Pendekatan aspek psikososialTerapi kuratif atau spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemianya berupa kemoterapi yang meliputi induksi remisi, profilaksis susunan saraf pusat dan rumatan.Klasifikasi risiko normal atau risiko tinggi, menentukan protokol kemoterapi. Saat ini di Indonesia sudah ada 2 protokol pengobatan yang lazim digunakan untuk pasien LLA yaitu protokol Nasional (Jakarta) dan protokol WK -ALL 2000. Klasifikasi risiko pada LLA didasarkan pada faktor prognostik. a. Terapi Induksi Remisi Tujuan dari terapi induksi remisi adalah mencapai remisi komplit hematologik (haematologic complete remission/CR), yaitu eradikasi sel leukemia yang dapat dideteksi secara morfologi dalam darah dan sum - sum tulang dan kembalinya hematopoesis normal. Keadaan ini didefinisikan sebagai jumlah sel blas yang < 5 % dalam sumsum tulang dan bentuk eritroid, mieloid dan elemen megakariotik normal, remisi komplit juga meliputi hitung darah tepi yang normal, tidak ada blas, jumlah leukosit >3000/uL, jumlah granulosit 2000 /ul, trombosit > 100.000/uL dan Hb >12 g/dl. Selain itu, pada cairan serebrospinal harus bebas dari blas dan organomegali menjadi hilang.Terapi induksi berlangsung selama 4 - 6 minggu dengan dasar 3 - 4 obat yang berbeda (dexamethason, vinkristin, L-aspaginase, dan atau antrasiklin). Kemungkinan hasil yang dapat dicapai adalah remisi komplit, remisi partial, atau gagal. Terapi utama induksi remisi adalah prednison dan vinkristin, namun biasanya terdiri dari prednison, vinkristin dan antrasiklin (pada umumnya daunorubisin) dan L-asparaginase. Tambahan obat seperti siklofosfamid, sitarabin dosis konvensional atau tinggi, merkaptopurin dapat diberikan pada beberapa regimen.Terapi dengan prednison dan vinkristin menghasilkan CR pada sekitar 50% pasien LLA denovo. Penambahan antrasiklin memperbaiki CR menjadi 70-85 %. Daunorubisin biasanya diberikan seminggu sekali, tetapi beberapa penelitian memberikan dosis intensifikasi (30 60 mg/m2 2 - 3 hari). Dosis intensifikasi berhubungan dengan mortalitas yang tinggi, sehingga diperlukan terapi supportif intensif dan pemberian faktor pertumbuhan (granulocyte colony - stimulating factor/GSCF). GSCF tidak memperbaiki CR tapi mempersingkat lama neutropenia 5 - 6 hari dan menurunkan insiden infeksi. b. Terapi Intensifikasi atau Konsolidasi Setelah tercapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi (early intensification) yang bertujuan mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten obat. Terapi ini juga dilakukan 6 bulan kemudian (late intensification). Studi Cancer and Leukemia Group B menunjukkan durasi remisi dan kelangsungan hidup yang lebih baik pada pasien LLA yang mencapai remisi dan mendapat 2 kali terapi intensifikasi (early dan late intensification) daripada pasien yang tidak mendapat terapi intensifikasi. Berbagai dosis mielosupresi dari obat yang berbeda diberikan. c. Profilaksis SSP Profilaksis SSP sangat penting dalam terapi LLA. Sekitar 50 75 % pasien LLA yang tidak mendapat terapi profilaksis ini akan mengalami relaps pada SSP. Profilaksis SSP dapat terjadi dari kombinasi kemoterapi intratekal, radiasi kranial dan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti metotreksat dan sitarabin dosis tinggi. Pemberian ketiga kombinasi terapi ini ternyata tidak memberikan hasil yang superior, sedangkan kemoterapi intratekal saja atau kemoterapi sistemik dosis tinggi saja tidak memberikan proteksi SSP yang baik. Kemoterapi intratekal dengan radiasi kranial (antara 1800 - 2400 gGy) memberikan angka relaps SSP yang sama dengan kemoterapi intratekal ditambah dengan kemoterapi sistemik dosis tinggi tanpa radiasi kranial yaitu antara 0 - 11%.d. Pemeliharaan Jangka Panjang Terapi ini terdiri dari 6-merkaptopurin tiap hari dan metotreksat seminggu sekali selama 2-3 tahun. Pada LLA anak terapi ini memperpanjang disease - free survivle, sedangkan pada dewasa angka relaps tetap tinggi.Lamanya terapi rumatan ini pada kebanyakan studi adalah 2 - 2 tahun dan tidak ada keuntungan jika perawatan sampai 3 tahun. Dosis sitostatika secara individual dipantau dengan melihat leukosit dan atau monitor konsentrasi obat selama terapi rumatanInfeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama). Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (10 5 10 6) immunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dikerjakan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Coryne bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukimia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukimia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukimia dapat sembuh sempurna.

PROTOKOL LLA RESIKO STANDAR/RENDAH (SR)

PROTOKOL LLA RESIKO TINGGI (HR)

3.11. Prognosis Anak dengan resiko biasa LLA mempunyai kemungkinan 85% untuk hidup sedangkan yang resiko tinggi mempunyai kemungkinan 75%.Faktor prognostik LLA :Berdasarkan faktor prognostik maka pasien dapat digolongkan kedalam kelompok risiko biasa dan risiko tinggi. Para ahli telah melakukan penelitian dan pembuktian faktor prognostik itu ada hubungannya dengan in vitro drug resistance.1. Jumlah leukosit awal, merupakan faktor prognosis yang bermakna tinggi.Pasien dengan jumlah leukosit > 50.000 ul mempunyai prognosis yang buruk2. Umur saat diagnosis Umur < 18 bulan atau > 10 tahun prognosis buruk3. Fenotip imunologis dari limfoblas.Leukemia sel B dengan antibodi kappa dan lamda pada permukaan blas diketahui mempunyai prognosis yang buruk. Leukemia sel T juga mempunyai prognosis yang jelek, dan diperlakukan sebagai resiko tinggi.4. Jenis kelamin Anak perempuan lebih baik dari anak laki-laki5. Respon terhadap terapi dapat diukur dari jumlah sel blas di darah tepi sesudah 1 minggu terapi prednisone dimulai. Adanya sisa sel blas pada sumsum tulang pada induksi hari ke 7 atau 14 menunjukkan prognosis buruk.6. Kelainan jumlah kromosom juga mempengaruhi prognosis. LLA hiperploid (>50 kromosom) mempunyai prognosis baik. LLA Hipodiploid memiliki prognosis intermediet. Translokasi t(9;22) atau t(4;11) berhubungan dengan prognosis buruk.

BAB IVANALISA KASUS

Diagnosis bisitopenia e.c susp Leukemia Limfositik Akut ditegakkan berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa didapatkan keluhan tampak pucat dan demam yang lama.Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme. Dari anamnesis, gejala tersebut dapat berupa pucat, lemas, demam. Dari literatur awalnya LLA memiliki gejala yang tidak spesifik dan relatif singkat, yaitu sekitar 66%. Gejala yang tampak merupakan akibat dari infiltrasi sel leukemia pada sumsum atau organ di tubuh maupun akibat dari penurunan produksi dari sumsum tulang. Gejala yang timbul akibat infiltrasi sel-sel muda pada sumsum tulang yaitu anorexia, lemas, irritable, sedangkan tanda yang dapat timbul anemia, trombositopenia, dan neutropenia. Manifestasi klinis lain yang biasa didapatkan adalah demam yang sifatnya ringan dan intermiten. Demam ini dapat disertai atau tanpa adanya infeksi, dan dapat disebabkan karena terjadinya neutropenia sehingga pasien memiliki resiko tinggi terhadap infeksi. Manifestasi klinis lain yang bisa didapat namun tidak spesifik adalah berat badan yang menurun.Pada pemeriksaan fisik ditemukan didapatkan pasien sadar, tanda vital dalam batas normal, pasien tampak anemis, dan pembesaran hepar dan lienBerdasarkan literature, tanda pada pemeriksaan fisik pada pasien yang dicurigai penderita leukemia adalah tampak anemis dan menunjukan adanya tanda-tanda perdarahan seperti petechie, epistaksis atau perdarahan gusi. Manifestasi ini disebabkan oleh turunnya jumlah trombosis pada pasien leukemia karena gagalnya fungsi hematopoiesis. Limfadenopati dan splenomegali biasanya ditemukan. Limfadenopati dapat terjadi secara lokal atau general pada daerah servical, aksila, dan inguinal. Limfadenopati ini juga dapat terjadi bilateral sekunder akibat infiltrasi sel-sel leukemia. Hepatomegali juga bisa di dapatkan akibat infiltrasi sel leukemia, namun jarang. Pasien yang mengeluh nyeri sendi dapat ditemukan adanya pembengkakkan sendi atau efusi pada pemeriksaan fisik.Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah rutin, urinalisa, elektrolit, fungsi hepar dan fungsi ginjal, hapusan darah tepi, kultur darah dan kultur urin, pemeriksaan cairan serebrospinal, dan bone marrow punction. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan adanya kadar hemoglobin yang rendah, leukosit yang tinggi, dan trombositopenia. Hal ini sesuai dengan penderita yang mengalami kegagalan fungsi sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darahnya terganggu. Pemeriksaan elektrolit memiliki peran yang sangat penting terutama pada pasien yang telah mendapat kemoterapi. Pada kasus ini kadar elektrolit natrium, kalium, chloride dan kalsium dalam batas normal. Hapusan darah tepi yang dilakukan pada pasien mendapatkan hasil peningkatan jumlah sel leukosit dengan blast 69%. Hasil ini memberikan kesan adanya gambaran leukemia akut suspek LLA. Diagnosis leukemia limfoblastik akut dapat diperkuat dengan pemeriksaan hapusan darah tepi dimana hasil pemeriksaan menunjukkan adanya populasi homogen limfoblast pada sel sumsum tulang yang lebih dari 25%, namun diagnosis leukemia tidak dapat ditegakkan dengan hasil pemeriksaan hapusan darah tepi saja.Pemeriksaan bone marrow punction diperlukan untuk memastikan jenis keganasan yang terjadi pada pasien ini.Terapi LLA pada pasien ini berdasarkan Indonesian Protocol A.L.L HR 2006. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini selama dirawat terdiri dari terapi spesifik dan terapi suportif. Rencana terapi spesifik yang diberikan pada pasien ini adalah methotrexate, vincristine, dan daunorubicin. Methotrexate diberikan secara intrathecal 12 mg, Vincristine 1,1 mg diberikan intravena, Daunorubicin 22 mg diberikan intravena dan prednison per oral dengan dosis 60mg/m2 43,8 mg/hari prednison tablet 3-3-3. Terapi suportif pada kasus ini berupa makan biasa tinggi karbohidrat dan tinggi protein 1400 kkal, cefotaxim 2 x 425 mg IV, paracetamol 175 mg diberikan jika suhu aksila >38,50C. Anemia yang berat dapat diatasi dengan memberikan transfusi PRC dan dapat juga diberikan trombosit konsentrat pada trombositopenia.