bab ii dasar teori

13
BAB II DASAR TEORI 2.1. Tujuan Pengukuran Ilmu Ukur Tanah merupakan ilmu dan seni menentukan letak dari titik di atas dan di bawah permukaan bumi. Dalam pengertian yang lebih umum, Ilmu Ukur Tanah merupakan suatu ilmu yang dianggap sebagai disiplin yang meliputi semua metode untuk pengumpulan dan pengolahan informasi tentang bumi dan lingkungan fisis. Dengan adanya Ilmu Ukur Tanah ini, kita dapat mengetahui secara jelas dan pasti mengenai beda tinggi suatu daerah. Tujuan dari Ilmu Ukur Tanah adalah untuk mendapatkan hasil-hasil pengukuran yang pasti, yang selama ini dipakai untuk keperluan perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan jalan raya, sistem-sistem sambungan cepat (jalan kereta api), bangunan, jembatan, terowongan, saluran irigasi, bendungan, pengkaplingan tanah-tanah perkotaan, dan lain-lain. Dari semua penjelasan di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa Ilmu Ukur Tanah merupakan cabang ilmu Geodesi yang mempunyai peran yang sangat penting, yaitu untuk mempelajari cara membuat peta dari suatu wilayah, menentukan beda tingga dari suatu tempat, dan sebagainya. Selain itu, pengukuran tanah merupakan proses awal dari berbagai kegiatan pembangunan, dan 4

Upload: andreanbudhihartanto

Post on 25-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

konstruksi

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Dasar Teori

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Tujuan Pengukuran

Ilmu Ukur Tanah merupakan ilmu dan seni menentukan letak dari titik di

atas dan di bawah permukaan bumi. Dalam pengertian yang lebih umum, Ilmu

Ukur Tanah merupakan suatu ilmu yang dianggap sebagai disiplin yang meliputi

semua metode untuk pengumpulan dan pengolahan informasi tentang bumi dan

lingkungan fisis. Dengan adanya Ilmu Ukur Tanah ini, kita dapat mengetahui

secara jelas dan pasti mengenai beda tinggi suatu daerah.

Tujuan dari Ilmu Ukur Tanah adalah untuk mendapatkan hasil-hasil

pengukuran yang pasti, yang selama ini dipakai untuk keperluan perencanaan,

pembangunan dan pemeliharaan jalan raya, sistem-sistem sambungan cepat (jalan

kereta api), bangunan, jembatan, terowongan, saluran irigasi, bendungan,

pengkaplingan tanah-tanah perkotaan, dan lain-lain.

Dari semua penjelasan di atas, maka dapat kami simpulkan bahwa Ilmu

Ukur Tanah merupakan cabang ilmu Geodesi yang mempunyai peran yang sangat

penting, yaitu untuk mempelajari cara membuat peta dari suatu wilayah,

menentukan beda tingga dari suatu tempat, dan sebagainya. Selain itu, pengukuran

tanah merupakan proses awal dari berbagai kegiatan pembangunan, dan secara

otomatis dengan adanya kesalahan pengukuran, maka pembangunan tidak akan

dapat berjalan dengan baik, karena akan mengalami berbagai macam hambatan.

2.2. Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran adalah Theodolit,

waterpass, mistar, paku payung (diganti dengan solasi ban hitam), dan meteran.

Alat-alat ini saling berhubungan. Apabila salah satu alat ini tidak ada, kegiatan

pengukuran tanah akan terhambat.

2.2.1. Theodolit

4

Page 2: Bab II Dasar Teori

Alat ini sangat diperlukan dalam suatu pengukuran. Tanpa alat ini,

pengukur akan kesulitan dalam mengukur suatu daerah secara pasti. Dengan

menggunakan alat ini, kita akan mendapatkan hasil pengukuran dengan tingkat

ketelitian yang tinggi. Alat ukur Theodolit dapat dipakai untuk pengukuran

langsung guna membuat peta poligon dan peta situasi, dari pengukuran tersebut

akan diperoleh hasil yang berupa sudut horizontal dan jarak. Theodolit dapat

dibagi menjadi dua kategori dasar, antara lain:

a. Theodolit Reiterasi

Suatu jenis instrumen tanpa ulang yang tidak mempunyai gesekan bawah.

Yang dibaca lebih baik disebut “arah” daripada sudut. Setelah dibuat bidikan pada

sebuah titik, arah garis dibaca pada lingkaran. Pengamatan ke titik berikutnya

menghasilkan arah baru sehingga sudut antara dua garis adalah arah kedua

dikurangi angka pertama.

Theodolit Reiterasi mempunyai sumbu vertikal tunggal karenanya tidak

dapat mengukur sudut dengan metode repetisi. Theodolit ini mempunyai gerakan

orientasi lingkaran untuk membuat pemasangan kasar lingkaran horizontal pada

kedudukan sembarang yang diinginkan. Theodolit ini terdiri dari tiga bagian,

yaitu:

1. Dudukan alat.

Terdiri dari landasan statip, sekrup, penyetel, tribach. Terhadap bagian ini,

alat ini dapat berputar dengan sumbu vertikal alat, dengan bola dan soket antara

landasan statip dan tribach itu.

2. Teropong.

Bagian terpenting dalam alat ukur sipat datar yaitu teropong lengkap

dengan lensa dan pengatur fokusnya. Teropong ini dilengkapi dengan sekumpulan

alat optik dan pengatur fokus untuk memperjelas bayangan, reticule dengan

benang diafragma yang perlu bagi penempatan bayangan sesuai posisi yang

diinginkan.

3. Nivo

Berfungsi agar alat tegak lurus pada garis gravitasi dan untuk mendatarkan

teropong pada jurusan target bidik.

b. Theodolit Repetisi

5

Page 3: Bab II Dasar Teori

Instrumen yang dipergunakan dalam praktikum ini yang didapat secara

berulang kali. Theodolit ini dilengkapi dengan sumbu tegak rangkap (serupa

dengan transit Amerika tetapi umumnya berbentuk silinder) atau sebuah pengunci

repetisi sehingga sudut-sudut dapat diulang beberapa kali dan langsung

ditambahkan pada instrumen.

2.2.2. Mistar

Mistar berfungsi untuk membantu pengukuran. Dengan mistar, kita dapat

mengetahui jarak antar titik poligon dan jarak ke titik detail. Penempatan mistar

harus tegak lurus sehingga pembacaan jaraknya sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya. Apabila peletakkan mistar miring, pembacaan jaraknya tidak sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya. Pembacaan melalui Theodolit dilakukan

dengan bantuan benang diafragma yang mempunyai ketelitian hanya sampai

satuan centimeter. Untuk pembacaan lebih kecil dari centimeter dapat dilakukan

estimasi yang menyebabkan ketidaktepatan dan diperlukan control di lapangan.

Pengontrolan dilakukan dengan memasukkan angka-angka pembacaan dalam

rumus:

Pengukuran jarak mendatar diperoleh dengan memasukkan angka-angka hasil

pembacaan dalam rumus:

di mana: BA = batas atas

BB = batas bawah

BT = batas tengah

2.2.3. Paku Payung

Paku payung berguna sebagai penanda titik poligon, sehingga pada saat

pindah ke titik yang baru kita tidak kesulitan mencari titik awal berdirinya

Theodolit. Dalam praktikum yang kami lakukan, paku payung ini diganti dengan

solasi ban hitam.

2.2.4. Lensa

6

Jarak (D) = (BA – BB) x 100 cm

Page 4: Bab II Dasar Teori

Berdasarkan bentuknya, lensa dapat dibedakan menjadi beberapa bagian,

antara lain:

a. Jika kelengkungannya menghadap ke muka disebut lensa konkaf.

b. Jika hanya satu muka yang melengkung dan muka lainnya datar,

disebut plano-konkaf.

c. Jika satu muka cekung dan muka lainnya datar disebut plano-konveks.

d. Jika muka pertama konveks dan muka lainnya konkaf, lensa itu disebut

konkaf-konveks.

Keempat jenis lensa ini dipasang didalam teropong alat ukur dengan

masing-masing fungsi, seperti lensa konkaf ganda berfungsi untuk menyebarkan

sinar yang melalui teropong tersebut, dan dua buah plano-konkaf yang saling

bertolak belakang akan menghasilkan perbesaran bayangan. Apabila sinar masuk

melalui sumbu lensa, berkas sinar tersebut bebas dari pengaruh refleksi dan

reflaksi.

2.3. Penyetelan Alat Theodolit

Agar mendapatkan data-data pengukuran yang teliti, alat Theodolit harus

dalam keadaan yang memenuhi syarat untuk pengukuran, yaitu :

1. Sumbu ke-1 harus tegak lurus. Dalam pembuatan garis jurusan, nivo

dibuat tegak lurus dengan gambar ke-1. Untuk membuat sumbu ke-1 tegak

lurus diperlukan nivo. Nivo ini dapat dibuat dalam keadaan mendatar dengan

memutar sekrup penyetel. Setelah garis jurusan nivo benar-benar datar, secara

otomatis sumbu ke-1 akan tegak lurus.

2. Sumbu ke-2 harus datar. Apabila sumbu ke-2 tidak mendatar, dapat

diperbaiki dengan memutar sekrup penyetel.

3. Garis pembidik harus tegak lurus sumbu ke-1.

4. Kesalahan indeks pada skala lingkaran tegak lurus harus sama dengan

nol.

7

Page 5: Bab II Dasar Teori

2.4. Cara Penggunaan Alat

Setelah Theodolit disetel di titik pertama, Theodolit dibidikkan ke arah

Benchmark untuk mencari arah jurusan. Benchmark di sini dijadikan sebagai

azimuth (penunjuk arah utara). Kemudian sekrup penyetel arah horizontal bawah

dikencangkan dan alat disipatkan ke detail yang dituju seperti ujung lapangan,

batas rumah, tepi pagar, tiang listrik, dll. Lalu dibaca arah horizontal dan benang

pada teropong (batas atas, batas bawah, dan batas tengah) untuk mencari jarak dan

arah poligon pertama ke poligon berikutnya.

2.5. Sudut Horisontal dan Sudut Vertikal

Sudut horisontal diukur dengan Theodolit menggunakan pengunci atas dan

pengunci bawah, serta sekrup penggerak halus, pengunci lingkaran vertikal dan

sekrup penggerak halus dipakai untuk membawa obyek yang dibidik ke pusat

bidang pemandangan. Pengunci bawah hanya dipakai untuk bidikan belakang,

sedangkan pengunci atas mengatur piringan menjadi nol atau sembarang sudut

yang diinginkan. Pengunci alat dan sekrup penggerak halus dipakai untuk

mengatur tepat 0o (sembarang harga yang diinginkan) pada piringan sebelum

membidik sepanjang garis acuan dan memperoleh gerakan geser antara piringan-

piringan pada bidikan kedelapan. Prosedur untuk mengukur sudut horizontal,

antara lain:

1. Memasang alat pada titik poligon dan datarkan, kemudian

kendorkan kedua gerakan piringan.

2. Mengatur lingkaran agar terbaca mendekati nol dengan jalan

memegang piringan atas sambil memutar piringan bawah dengan memberi

tekanan di bagian bawahnya, kemudian pengunci atas dikunci sehinga

piringan atas dan bawah terikat satu sama lain.

3. Menempatkan tanda petunjuk nonius tepat pada pembacaan nol

memakai sekrup penggerak halus atas (dalam hal ini dipakai putaran searah

jarum jam) untuk penetapan akhir sekrup penggerak halus.

4. Pembidikan titik poligon sebelumnya lewat teropong dan

menempatkan benang silang vertikal pada rambu ukur dengan memutar alat

memakai kedua tangan pada tepi piringan (bukan pada teropong).

8

Page 6: Bab II Dasar Teori

5. Pengunci bawah dikunci sehingga piringan bawah sekarang

terikat pada socket.

6. Menempatkan benang silang tepat pada sasaran dengan jalan

memutar sekrup penggerak halus bawah. Kedua gerakan sekarang terkunci

satu sama lain, piringan terbaca nol dan teropong ke arah titik sebelumnya.

7. Pengunci atas dikendorkan dan piringan diputar sehingga benang

vertikal tepat pada titik detail yang dituju, setelah itu pengunci atas diketatkan.

8. Menempatkan benang vertikal tepat pada rambu ukur dengan

memutar sekrup gerak halus lalu dibaca sudut pada piringan.

Sudut vertikal adalah selisih antara dua garis berpotongan di bidang

vertikal. Untuk mengukur sudut vertikal dengan Theodolit, alat dipasang pada

titiknya dan didatarkan dengan cermat, gelembung pada tabung nivo harus tetap

seimbang apabila teropong dikunci pada kedudukan horizontal dan diputar 360o

mengelilingi sumbu satu. Benang silang horizontal ditempatkan mendekati titik

yang akan diukur sudut vertikalnya, dan teropong dikunci. Pembidikan tepat

diperoleh memakai sekrup penggerak halus lingkaran vertikal. Khusus dalam

praktik pengukuran ini, pembacaan sudut vertikal selalu 90o atau tegak lurus

sumbu ke-2.

2.6. Poligon

Ada beberapa cara menentukan koordinat polar, antara lain:

1. Cara poligon

2. Perpotongan ke depan dan ke belakang

3. Jaring segitiga dan rangkaian segitiga

4. Trianggulasi dan trileterasi

5. Dopller satelit positioning

6. Trianggulasi foto udara

Pengerjaan praktikum ini menggunakan cara poligon. Poligon dapat dibuat

apabila diketahui sudut dan jarak antar titik. Setelah itu diperoleh koordinat tiap

titik tersebut hingga dapat menghasilkan sebuah peta. Koordinat suatu titik

bergantung pada koordinat titik sebelumnya karena pada poligon tiap titik tidak

berhubungan satu sama lain. Apabila koordinat suatu titik salah, peta yang

9

Page 7: Bab II Dasar Teori

dihasilkan juga akan salah karena tidak sesuai dengan keadaa asli di lapangan.

Selain itu, harus diketahui besar sudut jurusan tiap titik karena sangat berguna

dalam menentukan arah titik di lapangan.

2.7. Detail

Titik-titik detail sangat penting dalam pembuatan peta situasi. Semakin

sedikit titik detail yang disipat, semakain jelek peta situasinya. Sebaliknya,

semakin banyak titik detail yang disipat, semakin baik pula peta yang dihasilkan

karena semakin mendekati keadaan asli di lapangan.

2.8. Peta Situasi

Peta situasi adalah peta yang menggambarkan situasi sebenarnya yang ada

di lapangan. Untuk membuat peta situasi, sipatan yang dilakukan adalah seluruh

bagian di lapangan yang dapat dijangkau. Langkah-langkah yang harus diambil

dalam pembuatan peta situasi adalah:

1. Meninjau lokasi yang akan dibuat peta situasinya.

2. Menentukan titik tetap (Benchmark) berupa dua titik tetap awal dan dua

titik tetap akhir. Sebaiknya, titik tetap awal dikaitkan dengan titik tetap

lainnya.

3. Menentukan system pengukuran yang tepat, misalnya:

a. Poligon terbuka cocok untuk lokasi memanjang, seperti jalan

raya dan saluran air.

b. Poligon tertutup cocok untuk lokasi berbentuk empat persegi

panjang atau berbentuk segi banyak.

2.9. Profil Melintang

Profil melintang harus dibuat tegak lurus pada sumbu proyek dan pada

tempat-tempat penting. Jarak antara profil melintang pada garis proyek

melengkung dibuat lebih kecil daripada garis proyek yang lurus. Profil melintang

dibuat dengan 50 meter ke kiri dan kanan proyek. Pada profil melintang yang

disipat adalah titik-titik sepanjang lebar jalan, yaitu berem luar, berem dalam, got

dalam, dan bagian-bagian jalan.

10

Page 8: Bab II Dasar Teori

Pada profil melintang, pembacaan benang diafragma yang tepat mengenai

angka pada mistar pada tiap titik mempunyai kesamaan nilai sudutnya, berbeda

dengan profil memanjang yang mana tiap sudutnya berbeda di setiap titik.

2.10. Ketinggian Bangunan

Tinggi suatu bangunan dapat diketahui dengan pengukuran yang dilakukan

menggunakan Theodolit, di mana sudut horizontalnya menunjuk 0, sedangkan

sudut vertikal yang terbentuk menunjukkan sudut yang dibentuk oleh alat tehadap

tinggi bangunan.

2.11.Rumus-rumus

Untuk menghitung data dari hasil pengukuran, maka digunakan rumus-

rumus sebagai berikut:

Jarak (D) = 100 x (BA – BB)

Selisih pembacaan = Jumlah sudut pembacaan – {(n+2) x 180}……sudut luar

Jumlah sudut pembacaan – {(n–2) x 180}……sudut dalam

Koreksi sudut = selisih pembacaan / (n)

Sudut terkoreksi = sudut terbaca + koreksi sudut

Sudut jurusan = (sudut terkoreksi – 180) + sudut jurusan sebelumnya

BT =

Jarak horizontal = jarak (D)

X = jarak horizontal x sin(sudut jurusan)

Y = jarak horizontal x cos(sudut jurusan)

Koreksi X =

Koreksi Y =

X terkoreksi = X + koreksi X

Y terkoreksi = Y + koreksi Y

Koordinat X = X poligon sebelumnya + X terkoreksi

Koordinat Y = Y poligon sebelumnya + Y terkoreksi

Beda tinggi = TGB – BT

11