bab ii ( final )
TRANSCRIPT
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 8
BAB II
DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG
2.1 Sistem Struktur Bangunan tinggi
Pada dasarnya sistem struktur pada suatu bangunan merupakan
penggabungan berbagai elemen struktur secara tiga dimensi, yang cukup
rumit. Fungsi utama dari sistem struktur adalah untuk memikul secara
aman dan efektif kombinasi beban yang bekerja pada bangunan itu
sendiri, serta menyalurkannya ke tanah melalui fondasi. Beban-beban yang
bekerja pada bangunan terdiri dari beban vertikal dan beban horizontal.
Sistem struktur dalam proses perancangannya selalu menghadapi
beberapa kendala, diantaranya : persyaratan arsitektural, sistem mekanikal
dan elektrikal serta faktor ekonomi. Dalam sistem struktur beton bertulang
selalu ada komponen yang dapat dikelompokan dalam sistem yang
berfungsi untuk menahan gaya gravitasi dan sistem untuk menahan gaya
lateral.
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 9
Gambar 2.1 Sistem Struktur Bangunan Tinggi
2.1.1 Sistem Penahan Gaya Gravitasi
Beban gravitasi merupakan beban yang berasal dari beban mati
struktur dan beban hidup yang besarnya disesuaikan dengan
kebutuhan dan kriteria desain dan fungsi dari bangunan itu sendiri.
Struktur lantai merupakan salah satu bagian terbesar dari struktur
bangunan, sehingga pemilihannnya perlu dipertimbangkan secara
seksama, diantaranya :
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 10
a. Pertimbangan terhadap berat sendiri lantai semakin ringan
material struktur lantai semakin berkurang dimensi kolom dan
fondasinya serta makin dimungkinkan menggunakan bentang
yang lebih besar.
b. Kapasitas lantai untuk memikul beban pada saat pekerjaan
konstruksi.
c. Dapat menyediakan tempat/ruang bagi saluran utilitas yang
diperlukan.
d. Memenuhi persyaratan bagi ketahanan api
e. Memungkinkan bagi kesinambungan pekerjaan konstruksi, jika
pelaksanaan pembangunannya membutuhkan waktu yang
panjang.
f. Dapat mengurangi penggunaan alat bantu pekerjaan dalam
pembuatan pelat lantai.
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 11
Gambar 2.2 Struktur Lantai
Sistem struktur lantai biasanya merupakan kombinasi dari
pelat dengan balok induk (girder) atau balok anak (beam) yang
ketebalannya tergantung pada bentang, beban dan kondisi
tumpuannya.
Pada Struktur bangunan gedung, pelat lantai selain
berfungsi sebagai penahan beban gravitasi juga berfungsi sebagai
diagframa pengikat elemen-elemen vertical penahan beban lateral.
Sebagai diagframa, pelat lantai berperan dalam mendistribusikan
bebna lateral gempa yang diterima struktur ke elemen-elemen
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 12
vertikal penahan beban lateral. Distribusi yang terjadi pada
dasarnya dipengaruhi oleh kekakuan yang dimiliki elemen
diagframa. Bila diagframa bersifat kaku maka beban lateral gempa
akan terdistribusi ke elemen-elemen vertikal secara proporsional,
sebanding dengan kekakuannya. Bila diagframa bersifat fleksibel
maka beban lateral gempa akan tersalurkan ke elemen vertikal
sesuai dengan tributari bebannya.
Ada beberapa sistem struktur pelat lantai :
Pelat satu arah (one way slab) ditumpu oleh balok anak
yang ditempatkan sejajar dengan yang lainnya, dan perhitungan
pelat dapat dianggap sebagai balok tipis yang ditumpu oleh banyak
tumpuan.
Pelat rusuk satu arah (one way rib/joist slab) ditumpu oleh
anak balok yang jarak satu dengan yang lainnya sangat berdekatan,
sehingga secara virtual hampir sama dengan pelat satu arah.
Pelat yang keempat sisinya ditumpu oleh balok dengan
rasio perbandingan bentang panjang/ bentang pendek 2, disebut
pelat dua arah (two way slab)1. Perhitungan pelat lantai ini dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan dua arah (diatur dalam
SNI 03-2487-2002 pasal 11.5.2).
1 Jimmy S.Juwana : Sistem Bangunan TinggiTugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 13
Dua jenis berikutnya adalah pelat dua arah yang tidak
ditumpu langsung oleh kolom tanpa penebalan disekitar kolom
atau kepala kolom (coloumn capital), sehingga beban vertikal
langsung dipikul oleh kolom dari segala arah. Sedangkan jenis
kedua, pada puncak kolom terdapat penebalan pelat lantai dan atau
kepala kolom, sehingga dapat memikul gaya geser atau momen
lentur yang lebih besar.
Pelat wafel adalah pelat 2 arah yang ditumpu oleh rusuk
dua arah. Pelat ini memberikan kekakuan yang cukup besar,
sehingga dapat memikul beban vertikal atau dapat digunakan untuk
bentang lantai yang lebih besar.
2.1.2 Sistem Penahan Gaya Lateral
Hal yang penting pada struktur bangunan tinggi adalah
stabilitas dan kemampuannya untuk menahan gaya lateral, baik
yang disebabkan oleh angin atau gempa bumi. Beban angin lebih
terkait pada dimensi ketinggian sedangkan beban gempa lebih
terkait pada massa bangunan.
Kolom bangunan tinggi perlu diperkokoh dengan sistem
pengaku untuk dapat menahan gaya lateral, agar deformasi yang
terjadi akibat gaya horizontal tidak melampaui ketentuan yang
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 14
disyaratkan (P Δ Effect) dan batasan simpangan struktur ini diatur
dalam SNI 03-1726-2002 pasal 8.
Pengaku gaya lateral yang lazim digunakan pada struktur
bangunan adalah portal daktail penahan momen dan dinding geser
atau bresing. Portal penahan momen terdiri dari komponen
horizontal berupa balok dan komponen vertikal berupa kolom yang
dihubungkan secara kaku (rigid joint ). Kekakuan portal tergantung
pada dimensi balok dan kolom, serta proporsi terhadap jarak lantai
ke lantai dan jarak kolom ke kolom.
Dinding geser (shearwall) didefinisikan sebagai komponen
struktur vertikal yang relatif sangat kaku.
Bresing (braced frame) terdiri dari balok dan kolom yang
ditambahkan pengaku diagonal. Adanya pengaku diagonal ini
berpengaruh pada fleksibilitas perpanjangan/perpendekan lantai
dimana pengaku tersebut ditempatkan. Bresing biasanya banyak
digunakan pada bangunan tinggi yang menggunakan struktur baja.
Jenis bresing yang sering digunakan, diantaranya adalah pengaku
diagonal tunggal/ganda. Pada bangunan tinggi sering digunakan
gabungan antara portal penahan momen dengan dinding geser,
terutama pada bangunan tinggi yang dibangun di daerah yang
rawan gempa bumi. Penggabungan antara portal dan dinding geser
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 15
sangat popular, terutama bagi bangunan tinggi dengan material
beton bertulang. Hal ini dapat memberikan hasil yang baik untuk
memperoleh daktilitas dan kekakuan sistem struktur.
Penempatan dinding geser dapat dilakukan pada sisi luar
bangunan atau pada pusat bangunan. Dinding geser yang
ditempatkan pada bagian dalam bangunan biasa disebut dengan inti
struktural (structural core).
Gambar 2.3 Perilaku Sistem Gabungan Penahan Gaya Lateral
2.2 Pembebanan pada Bangunan
2.2.1 Beban Mati (dead load )
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 16
Beban mati adalah berat dari semua bagian dari suatu
bangunan yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan,
mesin-mesin serta peralatan tetap (fixed equipment) yang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bangunan itu
(perlengkapan/ peralatan bangunan) menurut Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983.
2.2.2 Beban Hidup ( live load )
Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat
penghunian atau penggunaan suatu bangunan, dan didalamnya
terbentuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang
yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak
merupakan bagian yang terpisahkan dari bangunan yang dapat
diganti selama masih hidup dari bangunan itu, sehingga
mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap
bangunan tersebut. Khusus untuk atap yang dianggap beban hidup
termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan
maupun akibat tekanan jatuh butiran air. Beban angin dan beban
gempa bukan termasuk dari beban hidup.
2.2.3 Beban Angin ( wind load )
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada
bangunan, atau bangunan yang disebabkan oleh selisih dalam
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 17
tekanan udara.tekanan tiup harus diambil minimum 2,5 kN/m2.
Dan tepi laut sejauh 5 km dari tepi pantai harus diambil minimum
40 kg / m2 2.
Jika ada kemungkinan kecepatan angin mengakibatkan
tekanan tiup yang lebih besar, maka tekanan tiup harus dihitung
menurut rumus :
P= v2
16 (kN/m2)
Dimana : v adalah kecepatan angin dalam m/det
2.2.4 Beban Gempa (seismic load )
Beban gempa adalah semua beban statik maupun dinamik
dan beban – beban yang bekerja pada bangunan atau bagian
bangunan yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat
gempa itu. Ketika pengaruh gempa pada struktur bangunan
ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan
dengan beban gempa disini adalah gaya- gaya di dalam struktur
tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu.
Setiap struktur bangunan, menurut Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung ( SNI 03-1726-2002) ,
2 Jimmy S.Juwana : Sistem Bangunan TinggiTugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 18
harus direncanakan untuk menahan suatu beban geser akibat
gempa dalam arah-arah yang ditentukan menurut rumus.
V=C I WtR
Dimana : C = Koefisien gempa dasar
I = Faktor keutamaan
R = Faktor reduksi gempa
Wt = Berat bangunan total
a. Koefisien Gempa Dasar
Koefisien gempa dasar harus ditentukan dari gambar di
dalam SNI 03-1726-2002 untuk memperoleh wilayah gempa.
Dengan memakai waktu getar alami (T) struktur seperti
ditentukan.
b. Faktor Keutamaan
Waktu ulang dari kerusakan struktur gedung akibat gempa
akan diperpanjang dengan pemakaian suatu faktor keutamaan
yang nilainya lebih besar dari 1,0. Suatu faktor yang lebih besar
harus dipakai pada bangunan rumah sakit yang menjadi pusat
pelayanan utama yang penting bagi usaha penyelamatan setelah
gempa terjadi gedung-gedung monumental, dan bangunan yang
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 19
mendatangkan bahaya luar biasa kepada khalayak umum
(seperti reaktor nuklir).
Faktor keutamaan untuk jenis bangunan dapat dilihat pada tabel
1 SNI 03-1726-2002.
c. Faktor Daktilitas Struktur
Faktor daktilitas maksimum (µm), faktor reduksi gempa
minimum (Rm) dan faktor tahanan lebih struktur (f) dan
tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan komponen
struktur gedung dapat dilihat pada tabel 3 pasal 4.3.6 SNI 03-
1726-2002.
d. Beban Geser Akibat Gempa
Beban geser akibat gempa (V), selanjutnya harus dibagikan
sepanjang tinggi bangunan menjadi beban-beban horizontal
terpusat (gaya gempa tingkat Fi) yang mempunyai titik tangkap
pada masing-masing taraf lantai tingkat menurut rumus :
Fi= Wihi
∑Wi hi.V
Dimana: hi adalah ketinggian lantai sampai taraf I diukur
dari dasar bangunan (meter)
Wi adalah massa lantai pada taraf i (kN)
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 20
2.3 Gempa Bumi
2.3.1 Pengertian gempa bumi
Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak
dapat dihindari dan tidak dapat diramalkan kapan terjadinya dan
berapa besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta
maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu yang
relatif singkat.
Menurut ‘teori pelat tektonik’, para ahli geologi
mengasumsikan bahwa dunia terdiri dari beberapa lempengan
yang mengambang . Dimana masing-masing lempengan tersebut
bergerak pada arah yang berlainan sehingga tabrakan/tumbukan
antra dua atau lebih dari lempengan tersebut tdak dapat
dihindari, dimana lempeng yang kuat akan melengkung keatas,
itulah peristiwa terjadinya pegunungan sedangkan lempeng
yang lemah akan melengkung kebawah sehingga membentuk
palung laut. Pada peristiwa tabrakan/tumbukan tersebut akan
terjadinya gesekan antara dua atau lebih lempengan yang
mengakibatkan adanya pelepasan energi yang besar sekali, yang
berpengaruh pada daerah-daerah yang lemah pada lempengan
tersebut3. Bila daerah lemah berada di daerah puncak, akan
terjadi letusan gunung api yang diawali dengan adanya gempa
3 www.wikipedia.orgTugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 21
vulkanik. Pada daerah di bawah, bila terjadi patahan pada
lempengan, akan terjadi peristiwa gempa tektonik.
2.3.2 Filosofi Bangunan Tahan Gempa
Adapun filosofi yang harus diterapkan dalam
mengindentifikasi bangunan tahan gempa adalah :
1. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh
mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural
(dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah,
dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan
balok retak, fondasi amblas, dsb).
2. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami
kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi
komponen struktural tidak boleh rusak.
3. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami
kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun
komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni
bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh
masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk
keluar/mengungsi ketempat aman.
2.3.3 Pembagian Jalur Gempa Bumi di Dunia
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 22
Di dunia ini, berdasarkan hasil pencatatan tentang gempa-
gempa tektonik yang terjadi, terdapat 3 (tiga) Jalur Gempa
Bumi, dimana Indonesia dilalui oleh 2 (dua) jalur tersebut
1. Jalur Sirkum Pasific (Circum Pacific Belt)
Antara lain melalui daerah-daerah Chili, Equador,
Caribia, Amerika Tengah, Mexico, California,
Columbia, Alaska, Jepang, Taiwan, Philipina,
Indonesia (Sulawesi Utara, Irian), Selandia Baru, dan
negara-negara Polinesia.
2. Jalur Trans Asia (Trans Asiatic Belt)
Antara lain melalui daerah-daerah Azores,
Mediterania, Maroko,Portugal, Italia, Rumania,
Turki, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Myanmar,
Indonesia (Bukit Barisan, Lepas pantai selatan P.
Jawa, Kep. Sunda Kecil, Maluku).
3. Jalur Laut Atlantic (Mid-Atlantic Oceanic Belt)
Antara lain melalui Splitbergen, Iceland dan
Atlantik Selatan.
2.3.4 Peta Gempa Indonesia
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 23
Sesuai SNI 03-1726-2002 wilayah gempa Indonesia
dikategorikan dalam 6 wilayah gempa seperti yang dimuat pada
gambar 1 SNI 03 -1726-2002, dimana wilayah gempa 1 dan 2
adalah wilayah dengan resiko kegempaan rendah. Wilayah gempa
3 dan 4 adalah wilayah dengan resiko kegempaan sedang dan
wilayah gempa 5 dan 6 adalah wilayah dengan resiko kegempaan
tinggi. Gambar tersebut disusun berdasarkan atas 10 %
kemungkinan gerak tanah oleh gempa rencana dilampaui dalam
periode 50 tahun, yang identik dengan periode ulang rata-rata 500
tahun.
Wilayah gempa ini diklasifikasikan berdasarkan nilai
Percepatan Puncak Efektif Batuan Dasar di masing-masing
wilayah, dan dinyatakan dalam konstanta gravitasi (g). Seperti
yang tertera pada SNI 03-1726-2002 gambar 1, wilayah gempa 1
adalah wilayah kegempaan paling rendah dengan Percepatan
Puncak Efektif Batuan Dasar 0,03 g, sedangkan wilayah 6 gempa
menyandang wilayah kegempaan tinggi dengan Percepatan Puncak
Efektif Batuan Dasar = 0,30 g.
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 24
Gambar 2.4 Peta Wilayah Gempa Indonesia 2002
Namun pada saat ini telah diterbitkan Peta hazard gempa
Indonesia 2010 yang meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan
respon spektra percepatan di batuan dasar (SB) untuk perioda
pendek 0.2 detik (Ss) dan untuk perioda 1.0 detik (S1) dengan
redaman 5% mewakili tiga level hazard gempa yaitu 500, 1000 dan
2500 tahun atau memiliki kemungkinan terlampaui 10% dalam 50
tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50 tahun. Definisi
batuan dasar SB adalah lapisan batuan di bawah permukaan tanah
yang memiliki memiliki kecepatan rambat gelombang geser (Vs)
mencapai 750 m/detik dan tidak ada lapisan batuan lain di
bawahnya yang memiliki nilai kecepatan rambat gelombang geser
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 25
yang kurang dari itu. Dengan demikian untuk suatu lokasi tinjauan,
PGA, SS, dan S1 di batuan dasar yang dibutuhkan untuk
perencanaan dapat diperoleh4
Perbedaan peta gempa baru dan peta gempa lama
Secara umum terdapat perbedaan mendasar antara peta zonasi
gempa Indonesia sebelumnya dan yang terbaru, bahwa peta tahun
2010 ini memiliki periode ulang gempa mencakup 2500 tahun.
Tetapi periode periode gempa 500 tahun dan 1000 tahun juga ada,
tinggal tergantung kebutuhan penggunaan peta. Kalau jembatan
bentang ada yang didesain hingga periode ulang gempa 1000
tahun. Sedangkan peta yang lama (tahun 2002) hanya mencakup
periode ulang gempa 500 tahun.
Kalau dulu hanya percepatan maksimum di batuan dasar tetapi
sekarang percepatan maksimum dan respon spektra di batuan
dasar. Respon spektra hubungannya dengan kandungan frekuensi,
jadi dengan adanya respon spektra sudah mencerminkan
kandungan frekuensi goyangan gelombang gempa di batuan dasar.
ini terutama dibutuhkan untuk perencanaan gedung.
Sekarang untuk satu periode ulang yang sama peta bisa digunakan
untuk semua jenis bangunan seperti gedung / infrastruktur jalan,
bendungan dan jembatan. Sedangkan peta terdahulu hanya
4 Buku Penggunaan Peta Indonesia 2010Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 26
memiliki 1 jenis periode ulang saja yaitu 500 tahun, tetapi petanya
dibeda-bedakan berdasarkan jenis bangunan yaitu untuk gedung
dan infrastruktur.
Peta terbaru yang dihasilkan ada 9 buah, yaitu masing-masing 3
peta untuk periode ulang 500, 1000, dan 2500 tahun. Masing-
masing 3 itu terdiri dari percepatan maksimum, respon spektra 0,2
detik dan respon spektra 1 detik. Akibatnya cara perhitungan
struktur bangunan untuk menghadapi gempa juga turut berubah.
Sama seperti sistem sebelumnya, peta terbaru ini hanya
memberikan zonasi gempa di batuan dasar, sedangkan bangunan
ada di atas permukaan tanah. Karenanya kedalaman batuan dasar
dan jenis tanah yang berlapis-lapis mempengaruhi kekuatan gempa
yang mengguncang suatu bangunan pada suatu wilayah. Untuk
keperluan perhitungan dikeluarkan faktor koreksi tanah untuk
mendapatkan nilai besaran gempa di permukaan tanah. Segera
setelah diluncurkan peta zonasi gempa ini akan ditetapkan dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) yang juga termasuk di dalamnya
penetapan faktor koreksi tadi dan juga terkait material bangunan
tahan gempa. Tetapi peta zonasi gempa ini belum daoat diterapkan
seutuhnya sebagai acuan perancangan gedung terbaru karena masih
banyak yang dikoreksi didalamnya5.
5 Sannga Pramana Wicaksana : Blog teknik sipilTugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 27
Gambar 2.5 Contoh Peta Wilayah Gempa Indonesia 2010 untuk probabilitas 10% dalam 50 tahun
2.3.5 Pengukuran Kekuatan Gempa Bumi
Terdapat 2 (dua) besaran yang biasa dipakai untuk mengukur
kekuatan gempa bumi :
1. Magnitude (M)
Yaitu suatu ukuran dari besarnya energi yang dilepaskan
oleh Sumber Gempa (hypocenter). Skala yang biasa
dipakai adalah skala Magnitude dari Richter.
2. Intensitas Gempa ( MMI )
Yaitu besar kecilnya getaran permukaan di tempat
bangunan berada. Skala Intensitas dibuat berdasarkan
pengamatan manusia terhadap derajat kerusakan yang
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 28
ditimbulkan oleh gempa terhadap bangunan. Skala
Intensitas yang biasa digunakan adalah Skala Intensitas
dari Mercalli yang telah dimodifikasi.
2.4 Sistem Struktur Bangunan
Sistem struktur suatu gedung adalah sistem yang dibentuk oleh
komponen struktur gedung berupa balok, kolom, pelat dan dinding geser
yang disusun sedemikian rupa sehingga masing-masing komponen
mempunyai peran yang berbeda untuk menahan beban-beban yang ada.
Sistem struktur yang direncanakan akan mempengaruhi perencanaan
struktur gedung. Dalam hal ini berkaitan dengan beban gempa yang akan
direncanakan bekerja pada struktur gedung tersebut.
Sistem struktur utama yang tercantum dalam SNI 03-1726-2002 tabel 3
antara lain :
1. Sistem Dinding Penumpu
2. Sistem Rangka Gedung
3. Sistem Rangka Pemikul Momen ( SRPM )
4. Sistem Ganda
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 29
Gambar 2.6 Sistem Struktur
2.4.1 Struktur Sistem Ganda (dual system structure)
Struktur Sistem Ganda adalah salah satu sistem struktur
yang beban gravitasinya dipikul sepenuhnya oleh rangka ruang
(space Frame), sedangkan beban lateralnya dipikul bersama-sama
oleh rangka ruang dan dinding geser (shearwall). Menurut SNI 03-
1726-2002 pasal 5.2.3 Rangka ruang sekurang-kurangnya memikul
25 % dari beban lateralnya dan sisanya dipikul oleh struktur
dinding geser.
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 30
Pada beberapa kasus sebenarnya tanpa dinding geser,
struktur rangka sudah mencukupi untuk menanggung beban
gravitasi pada struktur. Sedangkan untuk ketahanan terhadap beban
lateralnya aksi lentur dari komponen sudah cukup memadai untuk
menanggungnya.
Tetapi ketika beban lateral yang dihasilkan jauh lebih besar
dibanding beban gravitasinya, maka sistem struktur dinding
dibutuhkan untuk menahan gaya lateral. Sistem struktur tersebut
memungkinkan rangka menanggung beban gravitasi dan beban
lateral oleh dinding geser.
Dalam beberapa bangunan tahan gempa, seluruh beban
gempa akan ditanggung oleh rangka dan dinding geser. Ini disebut
sistem ganda (dual system) dimana dinding geser dan rangka
dirancang untuk menahan gaya lateral yang besarnya sebanding
dengan kekakuan relatif mereka, mempertimbangkan interaksi
antara dinding geser dan rangka disemua lantai.
Interaksi mereka sendiri diatur oleh kekakuan lantai yang
bersifat sebagai efek diagframa. Ketika lantai mempunyai
kekakuan penuh lantai tersebut menghubungkan kedua komponen
struktur tersebut. Defleksi lateral pada lantai tidak perlu
dikuatirkan terutama pada setengah tinggi struktur kebawah karena
Tugas Akhir
BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN GEDUNG 31
dinding geser bekerja penuh menahan gaya lateral. Namun pada
kondisi setengah tinggi struktur keatas keadaan akan berubah
karena pada kondisi tersebut kedua komponen struktur
berdeformasi secara terpisah, pada keadaan tersebut rangka
cenderung menahan gaya lateral lebih besar dibanding gaya lateral
yang direncanakan akibat dinding geser di daerah bagian atas
gedung terkena momen negatif.
Jika rangka memikul gaya geser rencana kurang dari 10 %
dari total gaya rencana maka sistem struktur dianggap struktur
dinding geser saja bukan struktur sistem ganda.
Untuk dual system, daktilitas struktur merunut pada kekauan
struktur komponen rangka dan dinding geser. Bila kinerja mereka
dikombinasikan, kapasitas kekakuan harus dibatasi karena sendi
plastis hanya diizinkan didasar dinding dan di sambungan (joint)
dinding geser.
Tugas Akhir