bab ii hd

21
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Ginjal adalah salah satu organ utama system kemih atau urine yang bertu sebagai filtrasi (menyaring) dan membuang sampah metabolisme, berfungsi sebagaipengaturkeseimbangancairandan elektrolit, mengatur volume komposisi kimia dan detoksifikasi utama setelah hati. 2.1.1 Th!a"i Ginja# Pn$$anti 2.1.1.1 Definisi terapi ginjal pengganti dalah usaha untuk mengganti fungsi ginjal penderita yang telah menurun baik secara artificial atau buatan (dialysis) ataupu alamiah (transplantasi!cangkok ginjal), ("ukandar. 2##$). Dika artificial!buatan karena hanya mengambil alih fungsi eksokrin saja pengaturan cairan elektrolit serta ekresi sisa%sisa metaboli sedangkan fungsi endokrin dari ginjal yaitu pengaturan tekanan dara hematopoetik hormonal dan integritas tak dapat diambil alih

Upload: fisyal-hidatulloh

Post on 04-Oct-2015

229 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ds

TRANSCRIPT

29

BAB IIKAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS2.1 Kajian Pustaka

Ginjal adalah salah satu organ utama system kemih atau urine yang bertugas sebagai filtrasi (menyaring) dan membuang sampah metabolisme, berfungsi sebagai pengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengatur volume komposisi kimia dan detoksifikasi utama setelah hati.

2.1.1 Therapi Ginjal Pengganti

2.1.1.1 Definisi terapi ginjal pengganti

Adalah usaha untuk mengganti fungsi ginjal penderita yang telah menurun baik secara artificial atau buatan (dialysis) ataupun secara alamiah (transplantasi/cangkok ginjal), (Sukandar. 2008). Dikatakan artificial/buatan karena hanya mengambil alih fungsi eksokrin saja yaitu pengaturan cairan elektrolit serta ekresi sisa-sisa metabolisme protein sedangkan fungsi endokrin dari ginjal yaitu pengaturan tekanan darah, hematopoetik hormonal dan integritas tak dapat diambil alih2.1.1.2 Jenis Terapi Ginjal Pengganti

Terapi ginjal pengganti adalah usaha untuk mengganti fungsi ginjal penderita yang telah menurun, baik secara artificial atau buatan ataupun secara alamiah (Rusli, 2008). Jenis terapi ginjal pengganti antara lain:

1) Artificial/buatanDikatakan artificial karena hanya mengambil alih fungsi eksokrin. Terapi ginjal pengganti secara artificial antara lain: Hemodialisa: akut, rutin, dialisa: akut, continous Ambulatory Peritonial Dialisis, hemofiltrasi

2) Alamiah Dikatakan terapi ginjal yang paling mendekati faal ginjal normal

terapi ginjal alamiah terdiri dari: Cangkok donor hidup, cangkok dari donor jenazah.

Berdasarkan data statistic renal registry (IRR) tahun 2009 terapi ginjal pengganti paling banyak digunakan adalah hemodialisa1) Hemodialisa

Adalah suatu proses translokasi didalam plasma darah kedalam cairan dialisat melalui membran semi permiabel, akibat adanya perbedaan konsentrasi (Difusi dan konveksi), (Sukandar, 2008). Faktor yang menyebabkan ini terjadi adalah:a) Proses difusi

Terjadi karena adanya beda konsentrasi zat terlarut dalam darah dan dialisat, jadi disini terjadi aliran dari konsentrasi yang paling pekat ke yang kurang pekatb) Proses Ultrafiltrasi

Ialah proses perpindahan zat atau cairan yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan Hydrostatik di darah dan dialisat.

c) Proses konveksi

Ialah berpindahnya zat atau cairan karena adanya proses ultrafiltrasi

2) Proses Hemodialisa

Darah ditarik oleh pompa darah (Blood Pump) melalui blood acses ke dialyzer darah akan mengisi kompartemen darah, sedangkan dialisat akan dialirkan oleh mesin dialysis untuk mengisi kompartemen dialisat dari dialyzer. Kedua kompartemen ini dipisahkan oleh membrane semi permiabel, oleh mesin dialisis dapat diatur agar tekanan hidrostatis pada kompartemen kedua selalu lebih rendah dari kompartemen pertama. Dengan demikian translokasi pada proses hemodialisa akan terjadi dengan prinsip difusi dan konveksi, sedangkan translokasi solvent dengan ultrafiltrasi.

Setelah terjadi proses hemodialisa dalam dialyzer, maka darah akan dialirkan kembali melalui blood acses (venous) ke dalam tubuh. Sedangkan cairan dialisat yang telah berisi zat-zat (Toxin) yang tertarik dari darah penderita akan dibuang oleh mesin dialysis. Untuk menghindari terjadinya pembekuan darah diluar tubuh (ektracorporeal ) maka diberi antikoagulan (Heparin)3) Indikasi Hemodialisa

a) Akut Renal FailureYaitu suatu keadaan gagal ginjal yang mengacu pada kehilangan fungsi ginjal yang tiba-tiba, beberapa jam sampai beberapa hari yang ditandai dengan: Hyperkalemia berat (kalium>7mg/l), Azotemia berat (Kreatinin > 10 mg/dl), Asidosis berat (Hco3 < 15 mg/dl), Overhydrasi yang tidak responsive terhadap terapi diuresikb) Cronik Renal Failure

Yaitu suatu kondisi dimana ginjal tidak mampu mengeluarkan sisa metabolic dan kelebihan air dari darah jika berkembang pada tahap akhir ginjal mengalami gangguan yang ireversibel (Rusli, 2008). Pada kondisi CRF ada dua indikasi hemodialisa yaitu: Indikasi medik (CCT < 5cc/menit, Gejala seperti ARF). Indikasi non medik (mampu melanjutkan selama tidak terbatas, kemungkinan untuk rehabilitasi, pengertian dan kerjasama keluarga tentang segala konsekuensi hemodialisa)4) Kontra Indikasi Hemodialisa

Dulu usia 50 tahun, sekarang dengan adanya pengetahuan lebih berkembang mengenai teknologi Hemodialisa batas umur lebih ditingkatkan, penyakit kardiovaskuler yang berat, keadaan umum yang terlalu buruk, adanya penyakit di luar ginjal yang tidak bisa disembuhkan misalnya carcinoma.5) Dosis Hemodialisa

Dalam menentukan dosis hemodialisa harus memperhatikan:TD (Time Dialisys), adalah waktu/lamanya hemodialisa, untuk mencapai efektifitas hemodialisa diperlukan tiap mingu > 12 jam, 3 kali selama 12 jam (120 menit), 2 kali selama 6 jam (360 menit), ID (Interdialitik Time), adalah waktu interval hemodialisa. Pasien berat /akut 3 kali seminggu waktu 2 jam. Pasien stabil 2 kali seminggu waktu 4 jam, QB (Blood Flow), adalah besarnya aliran darah ke dalam dializyer, besarnya 150-300 cc. QB makin besar, proses hemodialisa makin efektif tapi timbul komplikasi makin besar., K (Klirens Dializyer), adalah kemampuan dializyer untuk membersihkan darah dari cairan dan zat zat yang terlarut. Makin besar dializyer makin besar kemampuan untuk membersihkan darah, TMP (Trans Membrane Pressure), adalah besarnya perbedaan tekanan hydrostatic antara kompartemen dialisas dan kompartemen darah, UFR (Ultrafiltration Rate), adalah banyaknya cairan yang direncanakan ditarik dari tubuh penderita setiap jam. Target UFR adalah jumlah cairan/BB yang direncanakan di turunkan setelah HD.6) Penatalaksanaan hemodialisa

a) sarana perawatan sebelum hemodialisa terdiri dari: Listrik, air, saluran pembuangan, dialisat

b) Persipan alat: trolly yang didalamnya disusun alat-alat untuk hemodialisa yaitu: Dializyer, Blood Line, AV Vistula, Nacl 0,9%, Infus set, Spuit 3 cc, Kasa, Sarung tangan, Mangkok berisi Nacl, Duk steril, Obat obat heparin, Alcohol, Duk, Plester, formulir harian dialisa

c) Persiapan sirkulasi darah

Yaitu menyiapkan dializyer dan blood line pada mesin HD hal yang dilakukan dalam persiapan ini yaitu: Soaking yaitu melembabkan dializyer, Rinsing yaitu membilas dializyer, Priming yaitu mengisi sirkulasi pertama

d) Persiapan Pasien

Yang perlu disiapkan dari pasien yaitu: Persiapan mental, Inform Consent bagi pasien baru, Persiapan Fisik : timbang berat badan observasi tanda-tanda vital, observasi keadaan umum

7) Perawatan selama HD/On HD

Mempersiapkan sarana hubungan sirkulasi dilakukan dengan salah satu cara berikut ini: Dengan interval AV Shunt/Fistulla, dengan femoral, dengan sub clavia, menghubungkan sarana sirkulasi dengan mesin (Mulai HD)

8) Pengamatan selama hemodialisa

a) Observasi pasien terdiri dari: Keadaan umum, tanda-tanda vital, posisi, adanya perdarahan, keluhan.b) Observasi Mesin: QB, QD, temperatur, conductivity, tekanan vena, TMP, kebocoran, sambungan-sambungan, Pengisian sambungan dialisa meliputi: Nama, umur, ruangan, tanda-tanda vital, lama HD, jenis dializyer, jenis dialisat, dosis heparin, obat-obatan yang diberikan, selama HD, keluhan keluhan selama hemodialisa

9) Fase pemulihan sesudah hemodialisa

Fase pemulihan yang harus diawasi (Sukarjono, 2009): Adanya hypertensi, Perdarahan bekas akses, Penekanan bekas akses femoral 10 menit, atau lebih lama sampai 20 menit kemudian tekan dengan bantal pasir, Hemostasis bekas tusukan dirawat untuk mencegah perdarahan infeksi local.2.1.2. Akses Vaskulair untuk Hemodialisa

2.1.2.1 Pengertian

Askses vaskulair adalah istilah dari bahasa inggris yang berarti jalan untuk memudahkn mengeluarkan darah yang diperlukan dari pembuluhnya dalam kasus gagal ginjal menahun (Yuwono, 2007).2.1.2.2 Opeasi anastomisis (Penggabungan) arteri dengan vena (AV Shunt) atau pembuatan akses vaskulair

Operasi anastomisis arteri dengan vena adalah salah satu Vaskulair Akses yang sering dikerjakan pada gagal ginjal kronik tingkat akhir (End Stade Cronic Renal Deseases), seringkali disebut arterio venous shunt (AV Shunt) atau arterio Venous fistula (AV Fistula) atau disebut juga operasi Brescia Cinimo, biasanya opeasi ini dilakukan pada lengan bawah pada lengan yang tidak dominan (biasanya lengan kiri) . komplikasi dari tindakan anastomisis adalah bertambahnya tekanan vena tangan sehingga memungkinkan pembengkakan tangan dan apabila kondisi klien dalam kecemasan yang konstan akan menyebabkan bekas akses saat hemodialisa sulit berhenti perdarahannya (Yuwono, 2007)

2.1.2.3 Masa terbaik untuk pemasangan shunt

Masa yang terbaik untuk melakukan operasi adalah AV shunt adalah pada masa awal setelah klien dinyatakan menderita gagal ginjal menahun tingkat akhir (End Stage Renal Failure). Keuntungannya adalah memudahkan ahli bedah dalam melakukan pekerjaan di akhir jaringan. Untuk menemukan pembuluh yang baik diperlukan bagi anastomisis yaitu karena pembuluh vena tersebut belum terkena trauma tusukan jarum untuk keperluan inpus atau dialysis2.1.2.4 Masa terbaik untuk mulai menggunakan AV Shunt

Penyembuhan anastomisis pembuluh darah mulai terjadi bila lapisan endothelium pada tunika lusina sudah tumbuh merata menutupi permukaan luka pada anastomisis yaitu pada akhir minggu ke 2 pasca bedah. Lapian endothelium tersebut akan tumbuh dari sisi arteri dan sisi vena sehingga endothelium akan bertemu pada jenis anastomisis.

2.1.2.5 Cara akses vaskulair pembuluh vena pada AV Shunt yang tersumbat atau aneurisma

Pada keadaan dimana aliran pada vena oleh suatu keadaan tertentu (misalnya akibat penusukan yang sering dilakukan pada tempat yang sama atau hipotensi) mengalami penyumbatan, tetapi pada daerah anastomisis masih teraba getaran, maka dapat diupayakan penusukan, jangan pada puncak anastomisis atau pada lapisan yang tipis

2.1.2.6 Komplikasi pemasangan AV Shunt

1) Trombosis pada awal pasca bedah

2) Trombosis yang terbentuk kemudian

3) Aneurisma vena

4) Fenomena arterial steal

Steal (Aliran darah arteri terhenti) menyebabkan dingin pada perabaan tangan, nyeri dan kesemutan, otot lemah pada jari-jari tangan di bagian distal dari luka operasi AV Shunt

5) Hipertensi vena

6) Infeksi

2.1.3. Hubungan antara kecemasan klien dengan fase pemulihan akses vaskulair post hemodialisa

Menurut Sukandar (2007) salah satu problem klinis klien dialysis adalah hipertensi yang disebabkan oleh klien tidak patuh, obat anti hipertensi tidak adequate, interaksi obat, pseudo resistance, hipertensi sekunder dan kecemasan klien yang konstan. Akibat dari kecemasan akan menyebabkan stimulus pada simpatis jika simpatis tersetimulus akan meyebabkan sekresi adrenalin pada pembuluh darah dan mengakibatkan vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga menaikan tekanan darah termasuk peningkatan tekanan pada vena tempat akses vaskulair maka akan menyebabkan bekas akses lama berhenti perdarahannya, (Yuwono, 2007)2.1.4 Pengertian Kecemasan

Anxity (cemas) adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan yang disertai dengan gejala fisiologis (Tomb, 2004). kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan,ia memperingatkan akan bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan, 1999). kecemasan merupakan penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seseorang sedang mengalami berbagai ketegangan atau tekanan-tekanan atau ketegangan (Stress) seperti perasaan Frustasi dan pertentangan batin (Tomb, 2004).

Berdasarakan dari beberapa pengertian kecemasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu respon emosional yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran yang bersumber dari adanya suatu ancaman atau pikiran yang tidak jelas, spesifik, dan tidak teridentifikasi yang mengancam individu sehingga individu tersebut mengambil tindakan untuk mengatasinya.

Disamping itu kecemasan yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain (Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000: dalam Suryani 2006)2.1.5 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart dan Sudde (2001), kecemasan dapat digolongkan dalam beberapa tingkat kecemasan yaitu:

2.1.5.1 Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

2.1.5.2 Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal penting pada saat itu dan mengesampingkan hal lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

2.1.5.3 Kecemasan Berat

Kecemasan ini sangat mempengaruhi lahan persepsi seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terperinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Individu tak mampu berfikir lagi membutuhkan banyak pengarahan atau tuntutan.

2.1.5.4 Kecemasan Sangat Berat

Pada tingkat ini lahan persepsi sudah tertanggu sehingga individu sudah tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberikan pengarahan atau tuntunan serta terjadinya peningkatan aktifitas motorik, menurunkan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Pada tingkat ini tidak sejalan dengan kehidupan, jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan yang sangat, bahkan kematian.2.1.6 Alat ukur Kecemasan

Kecemasan seseorang dapat diukur dengan instrument Hamilton Anxiety Rating Scale ( HARS ), Analog Anxiety Scale, Zung Self Rating Anxiety Scale ( ZSAS ), dan Trait Anxiety Inventory Form Z 1 ( STAI Form Z-1 ) ( Kaplan & Saddock, 1998 ).

Instrumen HARS terdiri dari 14 butir pernyataan yang menunjukan gejala gejala kecemasan, yang meliputi Perasaan cemas, Ketegangan, Ketakutan, Gangguan tidur, Gangguan kecerdasan, Perasaan depresi, Gejala somatik, Gejala sensorik, Gejala kardiovaskular, Gejala pernapasan, Gejala gastrointestinal, Gejala urogenitalia, Gejala vegetative / otonom dan perilaku pada saat wawancara, dan digolongkan kedalam 4 tingkat kecemasan yaitu tidak ada kecemasan, cemas ringan, cemas sedang dan cemas berat atau panik.

Hamilton Anxiety Rating Scale merupakan alat yang dikembangkan untuk mengukur keadaan kecemasan secara kuantitatif. Batasan keadaan kecemasan adalah suatu pengalaman manusia universal berbentuk respon emosional yang tidak menyenangkan, ditandai oleh perasaan takut dan kuatir terhadap ancaman bahaya yang tidak teridentifikasikan dan bersumber pada konflik-konflik didalam diri sendiri, disertai gejala gejala fisik disebabkan rangsangan system syaraf simpatik. Berdasarkan analisis statistik, HARS mampu membedakan dengan jelas penderita kecemasan dengan diagnosa lain dan juga hubungan antara pernyataan dengan total skor yang didapat adalah bermakna.2.1.7Respon Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart and Sunden (2001), bahwa respon individu terhadap kecemasan meliputi respon fisiologis, perilaku, kognitif dan afektif.

2.1.7.1 Respon Fisiologis

Respon fisiologis ini mencakup hal hal sebagai berikut :

1) Sistem Sirkulasi

Respon berupa palpitasi, jantung berdebar, meningkatnya tekanan darah, rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun dan denyut nadi menurun.2) Sistem pernapasan

Respon berupa napas cepat dan dangkal, napas pendek, tekanan pada dada, pembengkakan pada tenggorokan, sensasi tercekik dan terengah engah.

3) Sistem persyarafan

Respon berupa refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip kedip, insomnia, tremor, rigiditas,gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah dan gerakan janggal.

4) Sistem pencernaan

Respon berupa kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen, mual dan diare.

5)Sistem perkemihan

Respon berupa sering berkemih ataupun tidak dapat menahan kencing.

6) Kulit

Respon berupa wajah kemerahan, rasa panas dan dingin pada kulit, berkeringat setempat (telapak tangan), wajah pucat dan berkeringat seluruh tubuh.

2.1.7.2 Respon Perilaku

Respon perilaku meliputi gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang terkoordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari masalah.

2.1.7.3 Respon Kognitif

Respon kognitif meliputi perhatian terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berfikir, bidang persepsi menurun, kreatifitas menurun, produktifitas menurun, bingung, sangat waspada, kehilangan objektifitas, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian.

2.1.7.4 Respon Afektif

Respon afektif meliputi kondisi gelisah, tidak sabar, tegang, nervous, mudah terganggu, ketakutan, tremor dan gugup.

2.1.8Respon Fisiologis Kecemasan Berdasarkan Tingkat Kecemasan

Menurut Cook and Fontain (1999), respon fisiologis kecemasan yang timbul tergantung pada besarnya tingkat dan lamanya kecemasan. Karakteristik fisiologis kecemasan adalah :

2.1.8.1 Respon Fisiologis Tingkat Kecemasan Ringan

Respon fisiologis pada tingkat kecemasan ringan yaitu sebagai berikut: kemungkinan napas pendek, meningkatnya irama jantung dan tekanan darah, gejala yang ringan pada lambung, ekspresi muka seperti gugup, bibir gemetar.

2.1.8.2 Respon Fisiologis Tingkat Kecemasan Sedang

Respon fisiologis pada tingkat kecemasan sedang yaitu sebagai berikut : Napas sering memendek, denyut jantung meningkat kemungkinan karena kontraksi premature, meningkatnya tekanan darah, mulut kering, gangguan pada lambung, anoreksia, diare atau konstipasi, ekspresi wajah menakutkan.

2.1.8.3 Respon Fisiologis Tingkat Kecemasan Berat dan Panik

Respon fisiologis pada tingkat kecemasan berat yaitu sebagai berikut: napas memendek, rasa tercekik atau tersumbat, hipotensi, pusing, nyeri dada atau tertekan, palpitasi, nausea, agitasi, koordinasi motorik kurang, gerak tubuh involunter, tubuh bergetar, ekspresi wajah menakutkan.2.1.9Penatalaksanaan Kecemasan

Penatalaksanaan kecemasan dilakukan dengan menekankan prinsip bahwa penderita dilihat sebagai manusia seutuhnya (holistic), baik dari segi psikis, organobiologis, maupun dari interpersonalnya sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan hidup (biopsikososial). Menurut Stuart and Sunden (1998), penatalaksanaan keperawatan pada pasien cemas dibagi menjadi dua, yaitu Penatalaksanaan dalam Kecemasan Tingkat Berat dan Sangat Berat

Prioritas dari tujuan keperawatan harus ditujukan untuk menurunkan kecemasan berat dan sangat berat pasien dan pelaksanaan keperawatan yang berhubungan harus supportif dan protektif, yang meliputi : Perkuat ide bahwa kesehatan fisik berhubungan dengan kesehatan emosional dan bahkan area ini akan membutuhkan penggalian dimasa depan, kurangi stimulus lingkungan, batasi interaksi pasien dengan pasien lain untuk meminimalkan aspek menularnya ansietas, identifikasi dan modifikasi situasi yang bagi pasien dapat membangkitkan ansietas, libatkan keluarga dan system pendukung lainnya sebanyak mungkin

2.1.9.1 Penatalaksanaan dalam Kecemasan Tingkat Ringan dan Sedang

Saat kecemasan keluarga pasien menurun sampai tingkat ringan atau sedang, perawat dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan reedukatif atau berorientasi pada pikiran. Intervensi ini melibatkan keluarga pasien dalam pemecahan masalah yang meliputi: Bantu pasien dalam mengidentifikasi dan menguraikan perasaan yang mendasari, Gali bagaimana klien menurunkan kecemasannya dimasa lalu dan tindakan apa yang digunakan untuk menurunkannya, ajarkan pasien untuk relaksasi untuk meningkatkan kendali diri serta mengurangi stress, libatkan orang terdekat sebagai sumber dan dukungan social dalam membantu pasien belajar tentang respon koping yang baru.2.2 Kerangka Pemikiran

Kecemasan adalah pengalaman manusia yang universal, suatu respon emosional yang tidak menyenangkan, penuh kekhawatiran, suatu rasa takut yang tak terekpresikan dan tak terarah karena sumber ancaman atau pikiran sesuatau yang akan datang tidak jelas dan tidak teridentifikasi ( Kaplan 2002)

Pasien yang menjalani terapi hemodialisa mengalami stressor yang komplek dan menahun sejak didiagnosa penyakit hingga akhir kehidupan menyebabkan gangguan mental emosional dan mempengaruhi kualitas hidup. Dapat mempengaruhi medical outcome, peningkatan resiko hospitalisasi, bunuh diri, sebagai respon ketidak pastian masa depan dan ketakutan akan kematian.

Dampak dari kecemasan bisa secara fisik, emosi, perilaku yang dialami oleh klien. Dampak kecemasan secara perilaku antara lain bingung, gaduh, gelisah, halusinasi, minta pulang paksa, sakit untuk mengambil keputusan dan sulit untuk bekerjasama dengan petugas (Hasrini, 2008)

Sedangkan dampak kecemasan terhadap fisiologi tubuh diantaranya menyebabkan stimulus pada simpatis (Tomb, 2008) jika stimulus pada simpatis maka akan merangsang sekresi adrenalin pada pembuluh darah dan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat (Guyton, 2000).

Dampak dari tekanan darah yang meningkat akan mempengaruhi fase pemulihan post hemodialisa. Fase pemulihan post hemodialisa memerlukan waktu 30 menit. Hal ini berhubungan dengan perbaikan status hemodinamik, jika tekanan darah post hemodialisa meningkat maka bekas akses perdarahannya lama berhenti, sampai ada yang memerlukan tambahan waktu observasi fase pemulihan (Suhendro, 2008)

Secara ringkas kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam bagan dibawah iniBagan Kerangka Pemikiran

Keterangan:

= Tidak Diteliti

= Diteliti

Sumber: Guyton 20042.1.3 Hipotesa Penelitian

Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

Ho: Tidak ada hubungan antara tingkat kecemasan klien yang menjalani hemodialisa dengan fase pemulihan setelah hemodialisa Ha: Ada hubungan antara tingkat kecemasan klien yang menjalani hemodialisa dengan fase pemulihan setelah hemodialisa Observasi

post hemodialisa

Observasi

fase pemulihan

Tekanan darah

Hemodinamik

Fase Pemulihan

Observasi kondisi Kecemasan

Cemas

Tidak cemas