bab ii jkn.docx
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan
Kesehatan.
2.2 Prinsip Jaminan Kesehatan
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) berikut:
1. Prinsip kegotongroyongan
Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,
dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan
SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian,
melalui prinsip gotongroyong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah
nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama
adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang
dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya,
akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
![Page 2: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/2.jpg)
Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang
berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.
3. Prinsip protabilitas.
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat
tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Prinsip kepesertaan bersifat wajib.
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifa twajib bagi seluruh rakyat, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal,
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga
pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh
rakyat.
5. Prinsip dana amanat.
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan
penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta.
6. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial.
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.
2.2 Peserta Jaminan Kesehatan Nasional
Peserta jaminan kesehatan nasional terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu.
2. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak
mampu yang terdiri atas:
a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
Pegawai Negeri Sipil;
Anggota TNI
Anggota polri
![Page 3: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/3.jpg)
Pejabat Negara;
Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri;
Pegawai Swasta; dan
Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima
Upah.
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan
Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara
asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas:
Investor;
Pemberi Kerja;
Penerima Pensiun;
Veteran;
Perintis Kemerdekaan; dan
Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang
mampu membayar Iuran.
d. Penerima pensiun terdiri atas:
Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak
pensiun;
Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti
dengan hak pensiun;
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan
huruf c;
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun.
e. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:
Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan
Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan
kriteria:
![Page 4: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/4.jpg)
o tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri; dan
o belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (duapuluh
lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2.3 Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang bekerja
sama dengan BPJS Kesehatan berupa Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dan Fasilitas
Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama, dapat berupa:
a. puskesmas atau yang setara;
b. praktik dokter;
c. praktik dokter gigi;
d. klinik pratama atau yang setara; dan
e. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, antara lain:
a. klinik utama atau yang setara;
b. rumah sakit umum; dan
c. rumah sakit khusus.
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus
menyelenggarakan pelayanan kesehatan komprehensif.
Pelayanan kesehatan komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif, pelayanan kebidanan, dan Pelayanan Kesehatan Darurat Medis, termasuk
pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium sederhana dan pelayanan
kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan komprehensif bagi fasilitas Kesehatan
yang tidak memiliki sarana penunjang wajib membangun jejaring dengan sarana penunjang.
2.4 Kerja Sama Fasilitas Kesehatan Dengan Bpjs Kesehatan
Kerja sama Fasilitas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan dilakukan melalui perjanjian
kerjasama. Perjanjian kerja sama Fasilitas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan dilakukan
antara pimpinan atau pemilik Fasilitas Kesehatan yang berwenang dengan BPJS Kesehatan.
![Page 5: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/5.jpg)
Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku sekurang-kurangnya 1
(satu) tahun dan dapat diperpanjang kembali atas kesepakatan bersama. Untuk dapat
melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, fasilitas Kesehatan harus memenuhi
persyaratan. Selain ketentuan harus memenuhi persyaratan, BPJS Kesehatan dalam
melakukan kerja sama dengan Fasilitas Kesehatan juga harus mempertimbangkan kecukupan
antara jumlah Fasilitas Kesehatan dengan jumlah Peserta yang harus dilayani.
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama terdiri atas:
a. untuk praktik dokter atau dokter gigi harus memiliki:
1. Surat Ijin Praktik;
2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
3. perjanjian kerja sama dengan laboratorium, apotek, dan jejaring lainnya; dan
4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional.
b. untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi,
3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker, dan
4. Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
6. 4. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional.
c. untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin
Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;
3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
6. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional.
![Page 6: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/6.jpg)
d. untuk Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
4. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan; dan
5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional.
Persyaratan yang harus dipenuhi bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan
terdiri atas:
e. untuk klinik utama atau yang setara harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
4. perjanjian kerja sama dengan laboratorium, radiologi, dan jejaring lain jika
diperlukan; dan
5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional.
f. untuk rumah sakit harus memiliki:
1. Surat Ijin Operasional;
2. Surat Penetapan Kelas Rumah Sakit;
3. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik;
4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan;
5. perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan;
6. sertifikat akreditasi; dan
7. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional.
Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama dengan
praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
![Page 7: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/7.jpg)
Dalam rangka pemberian pelayanan kebidanan di suatu wilayah tertentu, BPJS Kesehatan
dapat bekerja sama dengan praktik bidan.
1. Persyaratan bagi praktik bidan dan/atau praktik perawat terdiri atas
2. Surat Ijin Praktik (SIP);
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
4. perjanjian kerja sama dengan dokter atau puskesmas pembinanya; dan
5. surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan
Kesehatan Nasional.
Dalam menetapkan pilihan Fasilitas Kesehatan, BPJS Kesehatan melakukan seleksi
dan kredensialing dengan menggunakan kriteria teknis yang meliputi:
1. sumber daya manusia;
2. kelengkapan sarana dan prasarana;
3. lingkup pelayanan; dan
4. komitmen pelayanan.
2.5 Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta
Setiap Peserta berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.
Pelayanan kesehatan bagi Peserta yang dijamin oleh BPJS Kesehatan terdiri atas:
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
2. Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, yang terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan tingkat kedua (spesialistik); dan
b. pelayanan kesehatan tingkat ketiga (subspesialistik);
3. pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri
Pelayanan kesehatan bagi Peserta dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis dimulai dari Fasilitas Kesehatan tingkat pertama. Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama bagi Peserta diselenggarakan oleh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat
Peserta terdaftar.
Dalam hal Peserta memerlukan Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas
indikasi medis, Fasilitas Kesehatan tingkat pertama harus merujuk ke Fasilitas Kesehatan
rujukan tingkat lanjutan terdekat sesuai dengan Sistem Rujukan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan
atas rujukan dari Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
![Page 8: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/8.jpg)
hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat
pertama. dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan
kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama merupakan pelayanan kesehatan non spesialistik
yang meliputi:
a. administrasi pelayanan;
b. pelayanan promotif dan preventif;
c. pemeriksaan,
d. pengobatan, dan
e. konsultasi medis;
f. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
g. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
h. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis;
i. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
j. Rawat Inap Tingkat Pertama sesuai dengan indikasi medis
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 untuk
pelayanan medis mencakup:
kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama;
a. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan rujukan;
b. kasus medis rujuk balik;
c. pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat pertama;
d. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh bidan atau
dokter; dan
e. rehabilitasi medik dasar.
2.7 Pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional.
2.7.1 Iuran
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh
Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan
2.7.2 Pembayara Iuran
bagi peserta pbi, iuran dibayar oleh pemerintah, bagi peserta pekerja penerima upah,
iurannya dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja. bagi peserta pekerja bukan penerima upah
dan peserta bukan pekerja iuran dibayar oleh peserta yang bersangkutan. besarnya iuran
![Page 9: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/9.jpg)
jaminan kesehatan nasional ditetapkan melalui peraturan presiden dan ditinjau ulang secara
berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak.
Setiap Peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari
upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima
upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan
iuran peserta yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan
kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila
tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya.
Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua
persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja. Peserta
Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib membayar iuran JKN pada
setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS
Kesehatan. Pembayaran iuran JKN dapat dilakukan diawal.
BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau
Upah Peserta. Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS
Kesehatan memberitahukan secara tertulis kepada Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kekurangan
pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan berikutnya.
2.7.3 Pembayaran Fasilitas Kesehatan.
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama dengan
Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan membayar
dengan sistem paket INA CBG’s. Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua
Fasilitas Kesehatan dapat dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak
memungkinkan pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk
melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil guna. Semua Fasilitas
Kesehatan meskipun tidak menjalin kerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib melayani
pasien dalam keadaan gawat darurat, setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien
dapat dipindahkan, maka fasilitas kesehatan tersebut wajib merujuk ke fasilitas kesehatan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan akan membayar kepada fasilitas
kesehatan yang tidak menjalin kerjasama setelah memberikan pelayanan gawat darurat setara
dengan tarif yang berlaku di wilayah tersebut.
![Page 10: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/10.jpg)
2.7.4 Pertanggung Jawaban BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada
Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran
pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS
Kesehatan dan asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar
tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran
pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang
diberikan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang bersifat non
medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan kelas perawatan yang lebih
tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan
tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan
biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iuran
biaya (additional charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib
menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan
keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember). Laporan yang telah
diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN
paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya.
Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa
elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran
luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya.
2.8 Pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional
Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa
pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non medis).
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan
kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkatpertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan
kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna
memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan
![Page 11: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/11.jpg)
kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau
penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan untuk
biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja
sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan rekredensialing.
2.9 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis
berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans.
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan medis.
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai
pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan
HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi
bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk
imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat
yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b. Pelayanan di luar Fasilitas
Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS; c. Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General
checkup, pengobatan alternatif; e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan
impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit
yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.
![Page 12: BAB II JKN.docx](https://reader036.vdocuments.pub/reader036/viewer/2022082821/55cf94e1550346f57ba50d70/html5/thumbnails/12.jpg)