bab ii kajian pustaka 2.1 kajian teori 2.1.1 matematika · 2017. 5. 3. · 8 bab ii . kajian...
TRANSCRIPT
-
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika
Matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian yang di pilih untuk
menumbuhkembangkan kemamuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta
berpadu pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Wahyudi dan
Kriswandani (2013:11). Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki
objek abstrak dan dibangun melalui proses yaitu kebenaran suatu konsep yang
diperoleh secara logis BNSP (2004:2).
Matematika merupakan tujuan yang abstrak yang bertumpu pada
kesepakatan dan pola yang deduktif Soedjadi (2012:1). Menurut James dan James
(dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) ”Matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan
satu sama dengan jumlah yang banyak dan terbagi dalam 3 bidang yaitu aljabar,
analisis dan geometri”. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Subarinah (dalam
Wahyudi dan Kriswandani 2013:10) bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan
yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya.
Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, srtuktur
konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Sependapat dengan
Johnson dan Rising (2012:3) matematika merupakan pola pikir, pola
mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi
memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara dedukif berdasarkan unsur yang tidak
didefinisikan.
Matematika merupakan tujuan yang abstrak. Sependapat dengan James dan
James (dalam Wahyudi dan Kriswandani 2013:3) dan Johnson dan Rising (2012:3)
dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai,
bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu dengan
-
9
yang lainnya dengan tujuan yang abstrak yang bertumpu pada kesepakatan dan pola
yang deduktif.
Matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan
mencari pengalaman tentang belajar matematika dalam batasan pengertian
pembelajaran yang dilakukan di sekolah, pembelajaran dimaksudkan sebagai proses
yang sengaja dirancang untuk siswa melakukan kegiatan belajar matematika di
sekolah Wahyudi dan Kriswandani (2013:13). Menurut Permendiknas No 22 Tahun
2006, mata pelajaran matematika SD bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: a). Memahami konsep Matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep secara akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah. b). Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. c). Memcahkan masalah yang
meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. d).
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk
menjelaskan keadaan atau masalah. e). Memiliki sikap menghargai kegunaan
Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
2.2 Belajar
Belajar merupakan sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu
Fudyartanto (dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni 2015:15). Belajar merupakan
aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya
melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengaalaman Baharuddin dan Esa Nur
Wahyuni (2015:14). Sependapat dengan Purwanto (2014:38-39) Belajar merupakan
proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan
perubahan dalam perilakunya. Menurut Winkel (dalam Purwanto 2011:39) belajar
-
10
merupakan suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif
untuk menghasilkan suatu perubahan pada diri seseorang yang menonjol baik dari
pengetahuan, keterampilan dan sikap. Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya Slameto (2003:2). Menurut Hilgrad dan Bower (dalam Baharuddin
dan Esa Nur Wahyuni 2015:15) belajar memiliki arti: 1). To gain knowledge,
compreshension, or mastery of trough experience or study, 2). To fix in the mind or
memory, memorize, 3). to acquire trough experience, 4). to become in forme of to
find out. Menurut definisi ini belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan
atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai
pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan.
Oemar Hamalik (2005:27) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan
melalui pengalaman (learning is defined as the modification or strengthening of
behavior through experiencing). Artinya belajar adalah suatu proses kegiatan dan
bukan suatu hasil yang hanya sekedar untuk gaya hidup saja. Dalam belajar bukan
hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni memahami, mengerti dan
menerapkannya didalam kehidupan. Dari beberapa pendapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan suatu proses usaha untuk memperoleh Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar seseorang yang menonjol atau ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti baik dari pengetahuan, keterampilan, sikap, pemahaman, kecakapan,
dan kebiasaan.
-
11
2.2.1 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan
biasanya ditunjukan dengan nilai tes yang diberikan guru Nasution (2006:36).
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjono (2002:3) hasil belajar adalah hasil yang
ditunjukan dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Pendapat yang sama juga menurut Oemar Hamalik bahwa hasil belajar
menunjukan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan
indikator adanya derajat perubahan. Dan menurut Arikunto (2006) mengungkapkan
pengertian belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan
belajar dan merupakan penilaian seseorang untuk mengetahui sejauh mana materi
yang sudah diterima. Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukan
dengan nilai tes yang diberikan guru yang berupa evaluasi hasil belajar.
Gagne (dalam Agus Suprijono, 2014:5) Hasil belajar merupakan kemampuan
yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran yang terdiri dari lima jenis
yaitu: 1). Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang, dimana kemampuan ini merupakan kemampuan melakukan aktifitas
kognitif. 2). Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mengungkapkan pengetahuan
dalam bentuk bahasa, baik lisan ataupun tertulis dan tidak memerlukan manipulasi
simbol, pemecahan masalah maupun penerapan. 3). Strategi kognitif yaitu kecakapan
menyalurkan dan mengarahkan kemampuan kognitifnya, 4). Keterampilan motorik
yaitu kemampuan siswa melakukan serangkaian gerak jasmani sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani. 5). Sikap yaitu kemampuan menerima dan menolak objek
berdasarkan penilaian terhadap objek-objek tersebut. Berdasarkan pendapat Gagne
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar sebagai kemampuan mengungkapkan
pengetahuan, mempresentasikan, kecakapan menyalur, melakukan gerak dan sikap
kita terhadap objek. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan hasil belajar
-
12
merupakan kemampuan yang di miliki siswa yang dapat ditunjukan berupa prestasi
belajar yang di dapatkan melalui interaksi tindak belajar mengajar.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2003:54-72)
dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor yang berasal dari dalam (intern) dan faktor
dari luar (ekstern). Faktor intern meliputi jasmaniah, psikologis, dan kelelahan.
Sedangkan faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut
Baharudin (2015:23-34) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar meliputi
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisiologis,
psikologis. Sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sosial dan instrumental.
Sependapat dengan Wina Sanjaya (2006:50-55) faktor yang mempengaruhi hasil
belajar adalah guru, siswa, sarana dan prasarana dan lingkungan. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa berasal dari dalam maupun luar siswa itu
sendiri yang meliputi jasmaniah, psikologis, kelelahan, keluarga, sekolah,
masyarakat, bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif,
Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada
kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Wina
Sanjaya (2006:50) karena setiap guru pasti akan memiliki pengalaman, pengetahuan,
kemampuan, gaya, dan bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang
menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran akan berbeda
dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pemberian bantuan
kepada peserta didik. Jadi, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan
bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of
learning). Dengan demikian, hasil belajar seseorang terletak di pundak guru. Oleh
karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas
atau kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran Wina Sanjaya (2006:50).
-
13
Faktor yang menonjol yaitu guru masih menggunakan pendekatan konvensional
dimana siswa menerima informasi secara pasif, belajar secara individu, pembelajaran
secara teoritis, interaksi antara siswa yang satu dengan yang lainnya masih kurang,
dalam kegiatan belajar pengetahuan dari guru ke siswa sehingga siswa pasif, peserta
didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru didepan kelas dan melaksanakan
tugas jika guru memberikan latihan soal-soal. Metode yang digunakan oleh guru saat
mengajar adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi dan metode
penugasan. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan konvensional merupakan
pembelajaran yang lebih banyak berpusat kepada guru dan siswa nya kebanyakan
pasif. Jadi pada proses pembelajaran saat melakukan tanya jawab kebanyakan siswa
pasif dikarena kan siswa tidak berani untuk mengeluarkan ide-ide dan itu dapat
mengakibatkan siswa merasa bosan sehingga dalam penelitian ini model yang
digunakan untuk mengarahkan siswa untuk dapat aktif dalam belajar adalah
menggunakan model Numbered Heads Together (NHT) dengan Think Pair Share
(TPS).
2.3 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial Trianto (2009:22). Menurut Aunurrahman (2014:146) bahwa model
pembelajaran dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para guru untuk merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Kata
kooperatif berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama yaitu dengan saling
membantu satu sama lain sebagai sebuah tim Jamal Ma’mur Asmani (2016:37).
-
14
Pembelajaran kooperatif merupakan pedoman pembelajaran. Sependapat
dengan para ahli Trianto (2009:22) dan Aunurrahman (2014:146) dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu perencanaan atau pola pedoman
pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu.
2.3.1 Model Pembelajaran Tipe Numbered Head Together (NHT)
Menurut Miftahul Huda (2014: 130) pada dasarnya NHT merupakan varian
dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaanya hampir sama dengan diskusi kelompok.
Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-
masing anggota diberi nomor. Setelah selesai guru memanggil nomor untuk
mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang
akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil.
Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat
dalam diskusi.
NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang
menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Menurut Slavin (dalam Mitfahul Huda 2014: 130) NHT yang
dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu
dalam diskusi kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan
diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan
dibentuknya kelompok koopertif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa
agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan
belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa,
yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
-
15
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan akademik. Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan
pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang
dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, dimana setiap kelompok masing-masing
mempunyai nomor, kemudian siswa yang mempunyai nomor tersebut akan dipanggil
secara acak oleh guru untuk menjawab pertanyaan.
2.3.2 Langkah-langkah Model Numbered Head Together (NHT)
Untuk melakukan pembelajaran NHT Miftahul Huda (2014: 138)
menjelaskan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok
diberi nomor.
2. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok
mengerjakannya
3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap
paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui
jawaban tersebut.
4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang
dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.
Sintaks pembelajaran numbered heads together menurut Kegan (dalam Ibrahim
2000: 28).
-
16
Tabel 1
Sintak Pembelajaran Model Numbered Head Together (NHT)
Fase-Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa
Fase 1
Penomoran
Guru membagi siswa menjadi beberapa
kelompok atau tim yang beranggotakan
3-5 orang dan memberi nomor siswa.
Setiap siswa dalam tim mempunyai
nomor yang berbeda-beda sesuai dengan
jumlah siswa dalam kelompok
Fase 2
Pengajuan
pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada
siswa sesuai dengan materi yang
sedang dipelajari yang bervariasi dari
yang spesifik hingga bersifat umum
dan dengan tingkat kesulitan yang
bervariasi.
Siswa menyimak dan menjawab
pertanyaan.
Fase 3
Berpikir
bersama
Guru memberikan bimbingan bagi
kelompok yang membutuhkan
Siswa berpikir bersama untuk
menemukan jawaban dan menjelaskan
jawaban kepada anggota dalam timnya
hingga semua anggota mengetahui
jawaban dari masing-masing pertanyaan.
Fase 4
Pemberian
jawaban
- Guru menyebutkan salah satu nomor.
- Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab
pertanyaan tersebut.
- Setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan
dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas.
- Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mangangkat
tangan dan berdiri untuk menjawab
pertanyaan.
Tabel 2
Pemetaan Model Numbered Head Together (NHT) berdasarkan
Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
No
Fase NHT
(Numbered Head
Together)
Langkah dalam standar proses
Pendahuluan
Kegiatan inti
Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi
1 Penomoran
2 Mengajukan
Pertanyaan
3 Berfikir bersama
4 Menjawab
-
17
Berdasarkan penjabaran sintaks Model Numbered Head Together (NHT)
dalam Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dan pemetaan
langkah-langkah model NHT menurut Trianto (2012:82), langkah selanjutnya akan
menyusun implementasi model Numbered Head Together (NHT) berdasarkan standar
proses. Langkah-langkah implementasi NHT berdasarkan Standar Proses yaitu: 1).
Pendahuluan (Penomoran dan Mengajukan Pertanyaan); 2). Elaborasi (Berfikir
bersama); 3). Konfirmasi (Menjawab) 4). Penutup (Menjawab). Berikut adalah tabel
implementasi model Numbered Head Together (NHT)
Tabel 3
Implementasi Model Numbered Head Together (NHT) Berdasarkan
Permendiknas No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses
Tahap Kegiatan
Pendahuluan - Memberikan apersepsi
- Menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan
- Menjelaskan langkah pembelajaran NHT
- Membagi siswa dalam kelompok kecil
- Memberikan nomor kepala kepada setiap anggota kelompok
Kegiatan Inti Eksplorasi
- Guru menyampaikan materi pelajaran
- Guru memberikan pertanyaan dalam masing-masing kelompok
- Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi
Elaborasi
- Siswa bersama kelompoknya mulai mendiskusikan apa yang telah mereka
dapatkan dari kegiatan membaca materi
- Siswa bersama kelompok berkerjasama untuk menjawab pertanyaan agar
menemukan jawaban yang dianggap paling tepat
- Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta
membantu siswa yang memerlukan
-
18
2.3.3 Implementasi Model Numbered Head Together (NHT)
Adapun implementasi yang dilakukan dalam penerapan model pembelajaran
Numbered Head Together (NHT) sebagai berikut:
1. Guru menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran
2. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat
nomor
3. Guru membagikan nomor kepada masing-masing siswa dan menggunakan nomor
tersebut sebagai kepala bernomor.
4. Guru memberikan arahan kepada siswa dan menjelaskan tujuan pembelajaran atau
kompetensi yang akan di capai.
5. Guru menyampaikan cakupan materi dan menjelaskan materi yang akan di
sampaikan
6. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
7. Guru memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk berdiskusi
memikirkan jawaban untuk soal yang telah di berikan.
8. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa yang nomor nya di pilih melakukan
presentasi tentang hasil kerja kelompoknya.
9. Guru melakukan kegiatan membuat kesimpulan bersama siswa.
Konfirmasi
- Guru memanggil salah satu nomor secara acak
- Siswa yang ditunjuk nomornya mengangkat tangan dan mempresentasikan
jawaban dari hasil diskusi kelompok
- Siswa dari kelompok lain menanggapi atau mengomentari hasil dari
kelompok yang presentasi
- Guru memberikan umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa
- Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan motivasi
siswa agar lebih berpartisipasi aktif lagi
Penutup - Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan tentang materi
- Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru sebagai proses
penilaian pembelajaran
- Melakukan kegiatan tindak lanjut
-
19
2.3.4 Kelebihan dan kelemahan model Numbered Head Together (NHT)
Keunggulan dari pembelajaran Numbered Head Together (NHT) ialah
sebagai berikut : a). Mempermudahkan dalam pembagian tugas, b). Memudahkan
siswa belajar melaksanakan tanggung jawan pribadinya, c). Meningkatkan semangat
kerja siswa, d). Siswa dapat saling berbagi ide-ide Anita Lie (2005:59). Sedangkan
kelemahan model ini adalah : a). Kurang cocok untuk jumlah siswa yang banyak
karena membutuhkan waktu yang lama dan b). tidak semua anggota kelompok
dipanggil oleh guru.
2.3.5 Model Pembelajaran Tipe Think Pair and Share (TPS)
Pembelajaran Kooperatif tipe Tipe Think Pair and Share (TPS) ini
merupakan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa untuk mendorong rasa ingin tahu, ingin melakukan, ingin maju.
Model pembelajaran ini lebih sederhana karena tidak menyita waktu yang lama untuk
mengatur tempat duduk ataupun mengelompokkan siswa (Asyhar, 2009).
Pembelajaran ini melatih siswa untuk berpendapat dan menghargai pendapat teman
Sa’dijah (dalam Adib, 2010). Strategi Think Pair and Share (TPS) atau berfikir
berpasangan berbagi adalah merupakan pembelajaran kooperatif yang dirancang
untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Model ini dapat memberikan siswa lebih
banyak waktu untuk berfikir, untuk saling merespon dan saling membantu Trianto
(2012:81). Pendapat ini sejalan dengan Isjoni (2013:112) bahwa Think Pair and
Share (TPS) ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama
dengan orang lain.
Think Pair and Share (TPS) ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan melatih siswa untuk
berpendapat dan menghargai pendapat teman yang lain.
-
20
2.3.6 Langkah-langkah Model Think Pair and Share (TPS)
Pembelajaran dengan tipe Think Pair and Share (TPS) terdiri dari tiga tahapan
utama yaitu Thinking (berfikir), Pairing (berpasangan), Sharing (berbagi), Agus
Suprijono (2015:110). Menurut Trianto (2012:81-82) bahwa langkah-langkah model
TPS ada tiga yaitu Berfikir (thinking), Berpasangan (pairing), dan Berbagi (Sharing).
Tahap pertama (pendahuluan) diawali dengan Thinking (berfikir), dimana guru
mengajukan pertanyaan terkait dengan pelajaran untuk difikirkan oleh siswa. Guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawabannya secara individu.
Tahap selanjutnya yaitu Pairing (berpasangan), pada tahap ini guru meminta siswa
untuk berpasang-pasangan. Guru memberikan kesempatan kepada pasangan-
pasangan tersebut untuk berdiskusi, dan diharapkan pada tahap ini dapat
memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan dengan pasangannya.
Tahap terakhir adalah Sharing (berbagi), dimana siswa secara individu memawakili
pasangan melaporkan hasil diskusinya pada pasangan seluruh kelas dan diharapkan
terjadi tanya jawab. Langkah-langkah model Think Pair and Share (TPS) dapat
dilihat pada pada penjelasan di bawah ini.
1. Guru mengajukan pertanyaan terkait dengan materi pelajaran kepada siswa,
kemudian guru memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa untuk
memikirkan jawaban atas pertanyaan yang diberikan tanpa bertanya kepada
teman.
2. Guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan. guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dan berfikir, dan diharapkan
siswa dapat memperdalam jawaban yang telah dipikirkan bersama
pasangannya.
3. Siswa secara individu mewakili pasangan melaporkan hasil diskusinya
kepada pasangan didepan kelas sebagai hasil diskusi kelompok mereka.
-
21
Tabel 4
Sintak Pembelajaran Model Think Pair and Share (TPS)
Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Fase 1
Berfikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan
yang dikait dengan materi pelajaran
Masing-masing siswa untuk
memikirkan jawaban atas
pertanyaan yang diberikan
tanpa bertanya kepada teman.
Fase 2
Berpasangan
(Pairing)
Guru meminta siswa untuk
berpasang-pasangan dan berdiskusi
Siswa memiliki pasangan dan
berdiskusi bersama
pasangannya.
Fase 3
Berbagi (Sharing)
Guru meminta pasangan-pasangan
untuk melaporkan hasil diskusinya
Siswa secara individu
mewakili pasangan
melaporkan hasil diskusinya
kepada pasangan didepan
kelas sebagai hasil diskusi
kelompok mereka.
Tabel 5
Pemetaan Model Think Pair and Share (TPS) berdasarkan Permendiknas
No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
No
Think Pair and
Share (TPS)
Langkah dalam standar proses
Pendahuluan
Kegiatan inti
Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi
1 Berfikir (Thinking)
2 Berpasangan
(Pairing)
3 Berbagi (Sharing)
4 Menyimpulkan
Berdasarkan penjabaran sintaks Model Think Pair and Share (TPS) dalam
Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses dan pemetaan langkah-
langkah model Think Pair and Share (TPS) menurut Trianto (2012:82), langkah
selanjutnya akan menyusun implementasi model Think Pair and Share (TPS)
berdasarkan standar proses. Langkah-langkah implementasi Think Pair and Share
-
22
(TPS) berdasarkan Standar Proses yaitu: 1). Pendahuluan [Berfikir (Thinking)]; 2).
Eksplorasi [Berfikir (Thinking)]; 3). Elaborasi [Berbagi (Sharing) dan berpasangan
(Pairing)]; 4). Konfirmasi [Berbagi (Sharing)]; 4). Penutup (Menyimpulkan).
Tabel 6
Implementasi Model Think Pair and Share (TPS) Berdasarkan
Permendiknas No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses
Langkah dalam
Standar Proses
Kegiatan guru
Pendahuluan 1. Memberikan apersepsi 2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan 3. Menjelaskan langkah pembelajaran TPS 4. Membagi siswa dalam kelompok kecil
Eksplorasi 1. Guru menyampaikan materi pelajaran 2. Guru memberikan pertanyaan dalam masing-masing kelompok 3. Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi
Elaborasi 1. Siswa bersama kelompoknya mulai mendiskusikan apa yang telah mereka dapatkan dari kegiatan membaca materi
2. Siswa bersama kelompok berkerjasama untuk menjawab pertanyaan agar menemukan jawaban yang dianggap paling tepat
3. Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta membantu siswa yang memerlukan
Konfirmasi 1. Guru memanggil salah satu nomor secara acak 2. Siswa yang ditunjuk nomornya mengangkat tangan dan
mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok
3. Siswa dari kelompok lain menanggapi atau mengomentari hasil dari kelompok yang presentasi
4. Guru memberikan umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa 5. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan
motivasi siswa agar lebih berpartisipasi aktif lagi
2.3.7 Implementasi model Think Pair and Share (TPS)
Pada dasarnya, model pembelajaran kooperatif tie TPS (Think Pair Share) dapat
di terapkan pada semua mata pelajaran. Menurut MMiftahul Huda (2012:136),
rosedur pelaksanaan model ini adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada para siswa.
-
23
2. Guru memberikan soal/pertanyaan kepada siswa. Siswa diminta untuk memikirkan
jawaban atas soal tersebut secara individu (Think).
3. Siswa kemudian diminta duduk dengan siswa lain untuk mendiskusikan jawaban
atas soal yang diberikan guru secara berpasangan (Pair).
4. Guru meminta pasangan siswa untuk membagikan/mempresentasikan hasil diskusi
di depan kelas (Share).
5. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.
Tahapan-tahapan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS
cukup sederhana, namun guru harus dapat menghindari kesalahan dalam kerja
kelompok. Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik,
berpasangan dengan siswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Adanya
kegiatan berpikir berpasangan-berbagi dalam model ini memberi banyak keuntungan.
Siswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena
adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat
meningkat.
2.3.8 Kelebihan dan kelemahan model Think Pair and Share (TPS)
Kelebihan model Think Pair and Share (TPS) yaitu dapat mendidik siswa untuk
berfikir dengan teliti dan tekun, mendidik siswa agar mampu menyelesaikan kesulitan
yang dihadapi secara individu maupun secara berkelompok serta mampu melatih
siswa agar percaya diri (Khodir, 2012). Kelebihan Think Pair and Share (TPS) yaitu
memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain,
mengoptimalkan partisipasi siswa, serta bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran
dan tingkatan kelas Miftahul Huda (2011:136).
Kekurangan model ini yaitu (Khodir, 2012), siswa yang pandai selalu
mendominasi pembelajaran. Susanto (2010) juga menyatakan bahwa apabila terdapat
pasangan-pasangan kelompok yang tidak memahami informasi sama sekali, siswa
diperlambat untuk menjelaskan informasi dari awal dan apabila terdapat pasangan
-
24
yang salah satu anggota nya malas, maka akan ada yang harus melakukan semua
pekerjaan yang diberikan
2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan model
pembelajaran kooperatif Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together
(NHT) dengan konvensional. Berikut beberapa penelitian yang membandingkan
model pembelajaran kooperatif dengan konvensiaonal.
Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Manuaba (2012) dengan judul
“Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar Dengan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair and Share (TPS) dan Konvensional Pada
Siswa Kelas VII SMP Mater Alma Materi Pokok Segitiga dan Segi empat”. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair and
Share (TPS) lebih efektif dan nilai hasil belajar lebih tinggi dibandingkan
pembelajaran dengan model konvensional.
Penelitian yang dilakukan oleh Mei Lane Tanjungsari (2013) melakukan
penelitian dalam bentuk eksperimen dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar
Matematika dengan Model kooperatif Learning Tipe Numbered Heads Together
(NHT) dan Think Pair Share (TPS). Penelitian ini dilakukan dikelas X-3 dan X-4
dimana kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dengan model kooperatif learning tipe
NHT dan kelas X-4 sebagai kelas kontrol dengan model kooperatif learning tipe TPS.
Hasil analisis nilai kemampuan awal menunjukan bahwa kedua kelas sebelum diberi
perlakuan mempunyai data yang berdistrbusi normal dan homogen. Hail observasi
menunjukan skor penilaian minimal 3, yang berarti guru mengajar dengan baik sesuai
dengan model pembelajaranyang ada. Hasil posttest dengan uji t menunjukan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar siswa menggunakan model kooperatif learning tipe
NHT dan TPS. Hasil ini ditunjukan dengan nilai sig.(2-tailed) pada equal variances
not assumed sebesar 0,000 < 0,05 yang dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan
hasil belajar matematika siswa yang signifikan. Nilai rata-rata kelas dengan model
cooverative learning tipe NHT sebesar 93,74, lebih tinggi dibandingkan nilai rata-rata
-
25
kelas dengan model kooperatif learning tipe TPS lebih baik (lebih efektif) dari model
kooperatif learning tipe TPS.
Penelitian Lia Lutfi Marwandari yang telah melakukan penelitian dengan judul
Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
(Numbered Head Together) Berbantuan Media Animasi pada Siswa Kelas 4 SD
Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun
Pelajaran 2012/2013. Program Studi S1 PGSD FKIP Universitas Kristen Satya
Wacana Salatiga. Pembimbing Wahyudi, S.Pd., M.Pd. Hasil penelitian yang
didapatkan menunjukan bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) Berbantuan Media Animasi pada Siswa Kelas 4 SD
Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun
Pelajaran 2012/2013. Hasil analisa data menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan
nilai rata-rata dari 64 pada pra siklus menjadi 75 pada siklus I dan 84 pada siklus II.
Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari 16 siswa atau 37% pada pra siklus
menjadi 31 siswa atau 72% pada siklus I dan 43 siswa atau 100% siswa tuntas pada
siklus II. Penelitian ini dianggap berhasil karena sudah mencapai indikator kinerja
yaitu 80% siswa tuntas belajar.
Penelitian Luthfiatul Khusna yang telah melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered head Together (NHT)
Dan Tipe Think Pair Share (TPS) Terhadap Hasil Belajar Kimia Dan Keterampilan
Kerja Sama”. Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain
the tatic group pretest-posttest design. Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa
tidak ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dan TPS terhadap hasil belajar kimia peserta didik. Hal ini didasarkan pada
hasil uji T nilai signifikan (2-tailed) sebesar 0,874 > 0,05. Artinya H0 diterima atau
tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap hasil belajar kimia peserta didik. Selain itu,
hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap keterampilan kerja sama
-
26
peserta didik. Hal ini didaarkan pada hasil uji T nilai signifikansi (2-tailed) sebesar
0,000 < 0,05. Artinya, H0 ditolak atau terdapat pengaruh yang signifikan pada
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS terhadap keterampilan
kerja sama peserta didik.
Penelitian Tri Sugiarto (2012) yang melakukan penelitian dalam bentuk
eksperimen dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa yang
Diajarkan dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Head Together (NHT) dan Model Pembelajaran Konvensional Kelas VIII di SMP
Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil Penelitian Menunjukan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar matematika antarasiswa yang diajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)
dan model pembelajaran konvensional.
Penelitian Rahmawan dan Pramukantoro yang melakukan penelitian dalam
bentuk eksperimen dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Menerapkan Dasar-
Dasar Kelistrikan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
and Share (TPS) dan tipe Numbered Head Together (NHT) di SMK Negeri 03
Jombang”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
Penelitian Noviana Dini Rahmawati (2011) yang melakukan penelitian dalam
bentuk skripsi eksperimen dengan judul Eksperimentasi Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)
pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Ditinjau Dari Aktivitas
Belajar Siswa SMP Negeri SE-Kabupaten Grobogan. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah: 1. Model Pembelajaran TPS menghasilkan prestasi belajar matematika yang
lebih baik dibandingkan dengan menggunakan model NHT. 2. Prestasi belajar
matematika pada siswa beraktivitas tinggi lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang beraktivitas rendah, prestasi belajar matematika pada siswa beraktivitas sedang
lebih baik dibandingkan dengan siswa beraktivitas rendah, prestasi belajar
-
27
matematika pada siswa beraktivitas tinggi sama baiknya dibandingkan dengan siswa
beraktivitas sedang. 3. Pada masing-masing kategori aktivitas (rendah, sedang dan
tinggi), model pembelajaran TGT memberikan Prestasi belajar matematika yang
lebih baik dari pada model pembelajaran NHT. 4. Pada masing-masing model
pembelajaran Think Pair and Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT)
prestasi belajar siswa beraktivitas tinggi lebih baik dari pada prestasi belajar siswa
beraktivitas rendah dan prestasi belajar siswa beraktivitas sedang samabaiknya
dibandingkan dengan siswa beraktifitas tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Bayu Adi Wibowo (2015). Melakukan penelitian
yang berjudul pengaruh model problem based learning (PBL) terhadap kemampuan
berfikir kritis matematika siswa kelas IV SD Negeri Kebumen 01 dan SD Negeri
Kebumen 03 Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil penelitian dan
analisis data, disimpulkan dengan perhitungan menggunakan uji-t pada hasil posttest
kelompok eksperimen dan posttest kelompok kontrol, diperoleh hasil nilai t adalah
2,163 dengan signifikansi 0,036 < 0,05 maka Ho ditolak, hal ini berarti terdapat
perbedaan nilai rata-rata antara siswa yang diajar dengan menggunakan model
Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran konvensional. Dengan
melihat rata-rata kedua kelas dimana kelas eksperimen rata-ratanya lebih tinggi yaitu
72,01, sedangkan kelas kontrol yang rata-ratanya hanya 59,35, disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika antara siswa yang diajar
dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dengan model
pembelajaran konvensional kelas IV SDN Kebumen 01 dan kelas 4 SDN Kebumen
03.
-
28
2.5 Kerangka Pikir
Kerangka Pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai hal yang
penting. Artinya sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang
lainnya, sebuah pemahaman yang melandasi pemahaman-pemahaman yang lainnya,
sebuah pemahaman yang aling mendasar dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran
suatu bentuk proses dari keseluruhan penelitian yang dilakukan. Hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya di tunjukan
dengan nilai tes yang diberikan guru. Dengan adanya hasil belajar kita dapat melihat
seberapa jauh dan seberapa besar siswa memahami materi yang telah kita berikan.
Untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal suasana pembelajaran harus di
kondisikan sedemikian rupa agar tercipta nya pembelajaran yang menarik.
Pembelajaran yang menarik dapat diciptakan melalui penerapan berbagai model
pembelajaran. Salah satu nya adalah melalui model pembelajaran kooperatif. Dalam
model ini siswa akan belajar secara kelompok. Salah satu nya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share), model ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara berasangan dengan siswa lain yang
memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan pasangan dalam kelompok ini akan
menimbulkan saling ketergantungan di dalamnya. Peran aktif siswa dalam
pembelajaran sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Kerja
sama menjadi suatu hal yang penting dalam pembelajaran ini agar tujuan dapat
tercapai dan peranan siswa dalam kelompoknya yaitu rasa tanggung jawab yang
mendorong siswa untuk belajar.
Dalam penerapan model TPS (Think Pair Share), siswa berusaha
mengeksplorasi kemampuan dirinya dengan berfikir (Think) sendiri atas soal yang
telah diberikan guru sebelum bekerja sama dalam kelompok. Kemudian guru
mengorganisasikan siswa kedalam bentuk kelompok agar berpasangan (Pair) dengan
siswa lainnya untuk mendiskusikan hasil pemikiran nya supaya terjadi proses
interaksi antara siswa yang satu dengan yang lain. Masing-masing siswa dalam
-
29
pasangan harus bekerja sama untuk mendapatkan hasil kerja sama yang baik. Dan
langkah yang terakhir adalah siswa harus membagi (Share) hasil diskusi dan kerja
sama yang telah dilakukan. Berbeda dengan penerapan model kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT), dalam model pembelajaran ini semua siswa harus
aktif dalam kelompok supaya mampu menjawab pertanyaan guru apabila nomor yang
mendapat giliran menjawab. Apabila siswa data menjawab dengan benar maka
kelompok akan mendapat nilai tambah, sebaliknya apabila siswa tidak dapat
menjawab dengan benar maka kelompok juga tidak mendapat nilai tambah. Dengan
demikian diharapkan siswa saling membantu dalam bekerja sama dalam suatu
kelompok, siswa yang mampu akan membantu temannya yang kurang mampu. Pada
model Numbered Head Together (NHT) ini berbeda dengan langkah-langkah yang
ada pada model Think Pair Share (TPS), adapun langkah-langkah model Numbered
Head Together (NHT) sebagai berikut: Pada tahap Penomoran guru membagi siswa
ke dalam kelompok beranggotakan 3-5 siswa dan kepada setiap anggota kelompok
diberi nomor 1-5 sesuai jumlah anggota dalam setiap kelompok. Kemudian guru
mengajukan pertanyaan atau tugas kepada siswa dan siswa diberi kesempatan untuk
memikirkan jawaban untuk soal yang diberikan. Guru mendampingi siswa saat
melalkukan kegiatan kerja sama, diskusi dalam kelompok dan menjawab pertanyaan
jika ada yang bertanya saat melakukan diskusi. Kemudian guru mengundi atau
memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang memiliki nomor tersebut
mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang telah diberikan untuk seluruh
kelas.
-
30
Gambar 1 Kerangka Pikir Model NHT dan TPS
(Kondisi Awal)
Kegiatan Belajar
Mengajar dengan guru
kelas
Kelas Eksperimen 1
Model NHT
Kelas Eksperimen 2
Model TPS
Pretest
Uji Validitas
dan Reliabilitas
1. Membagikan siswa dalam kelompok
2. Memberikan kartu nomor
3. Mengajukan pertanyaan
4. Siswa melakukan diskusi (proses berfikir)
5. Menjawab pertanyaan
6. Mempresentasikan hasil kerja kelompok
1. Mengajukan pertanyaan
2. Meminta siswa untuk berfikir secara
individu
3. Siswa diminta secara berpasang-pasangan
dan berfikir dengan pasangannya
4. Siswa melakukan diskusi
5. Memberi kesempatan untuk bertanya
6. Melaporkan hasil diskusinya
Perbedaan Hasil
Belajar Kelas
Eksperimen 1 dan
Kelas Ekserimen 2
Posstest
Uji Validitas
dan Reliabilitas
Hasil belajar
Perbedaan Hasil
Belajar Kelas
Eksperimen 1 dan
Kelas Ekserimen 2
Perbedaan Hasil
Belajar Kelas
Eksperimen 1 dan
Kelas Ekserimen 2
Hasil belajar
-
31
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berfikir yang
diuraikan diatas maka hipotesis atau dugaan sementara dalam penelitian ini adalah
terdapat perbedaan hasil belajar matematika menggunakan model pembelajaran Tipe
Think Pair and Share (TPS) dengan Numbered Head Together (NHT) dalam
pembelajaran matematika pokok bahasan pecahan siswa kelas IV SD Negeri
Kuowinangun 08 dan Kutowinangun 09 Semester II.