bab ii kajian pustaka 2.1.1. pembelajaran ipa di...

23
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Teori yang dikaji dalam penelitian ini diantaranya yaitu pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, model Problem Based Learning, dan hasil belajar dimana tiap-tiap teori akan dikaji secara lebih terperinci didalam pembahasan sebagai berikut. 2.1.1. Pembelajaran IPA di SD Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang penting untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan IPA merupakan ilmu yang membahas tentang fakta serta gejala alam. Sejalan dengan pentingnya IPA sebagai ilmu yang mempelajari fakta dan gejala alam, IPA juga berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya berupa penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (KTSP Standar Isi 2006). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar diharapkan dapat memberi berbagai pengalaman pada siswa dengan cara melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan, (Agus. S. Khalimah, 2010). Sehingga pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (KTSP Standar Isi 2006). Ilmu pengetahuan Alam diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Sehingga dengan adanya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD, siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD menekankan pada

Upload: dobao

Post on 02-Feb-2018

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Teori yang dikaji dalam penelitian ini diantaranya yaitu pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar, model Problem Based Learning, dan hasil

belajar dimana tiap-tiap teori akan dikaji secara lebih terperinci didalam

pembahasan sebagai berikut.

2.1.1. Pembelajaran IPA di SD

Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran yang penting untuk

dipelajari. Hal ini dikarenakan IPA merupakan ilmu yang membahas tentang fakta

serta gejala alam. Sejalan dengan pentingnya IPA sebagai ilmu yang mempelajari

fakta dan gejala alam, IPA juga berhubungan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya berupa penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan

suatu proses penemuan (KTSP Standar Isi 2006).

Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar diharapkan dapat memberi berbagai

pengalaman pada siswa dengan cara melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang

relevan, (Agus. S. Khalimah, 2010). Sehingga pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan

alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).

Ilmu pengetahuan Alam diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk

memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat

diidentifikasikan. Sehingga dengan adanya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

di SD, siswa dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap

ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.

Oleh karena itu pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD menekankan pada

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

7

pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan

pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah (KTSP Standar Isi 2006).

Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Pembelajaran IPA di sekolah selalu mengacu pada kurikulum IPA yang

berlaku di Indonesia sejak tahun 2006 yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan). Kurikulum ini diberlakukan agar tujuan pembelajaran IPA dapat

tercapai. Di dalam kurikulum IPA yang telah berlaku di Indonesia, tujuan

pembelajaran IPA telah diatur dalam Permendiknas RI nomor 22 Tahun 2006

yang meliputi : 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha

Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2)

Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat, dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3)

Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan

masyarakat. 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5) Meningkatkan

kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan

lingkungan alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Memperoleh bekal

pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan

pendidikan ke SMP/MTS.

Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SD

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, perlu ada materi yang

dibahas. Materi itu dibatasi oleh ruang lingkupnya yang tertera dalam

Permendiknas RI Nomor 22 tahun 2006 yang meliputi aspek- aspek sebagai

berikut : 1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan,

tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2) Benda/materi,

sifat-sifat dan kegunaannya meliputi benda cair, padat dan gas. 3) Energi dan

perubahannya meliputi gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat

sederhana. 4) Bumi dan alam semesta meliputi tanah, bumi, tata surya, dan benda-

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

8

benda langit lainnya. 5) Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang

merupakan penerapan konsep sains dan saling keterkaitannya dengan lingkungan,

teknologi dan masyarakat melalui pembuatan suatu karya teknologi sederhana

termasuk merancang dan membuat.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA

Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA dalam rangka untuk mencapai

Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan

melalui SK dan KD. BNSP telah melakukan penyusunan Standar Isi yang

kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 yang mencakup komponen :

1. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yangmencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai,diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan darisuatu materi yang diajarkan.

2. Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yangcakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan siswa untuk

membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang

difasilitasi oleh guru. Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa SDN 6

Depok, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model Problem

Based Learning pada mata pelajaran IPA tentang Sumber Daya Alam (SDA).

Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan

sebagai materi dalam pelaksanaan proposal penelitian kelas 4 semester II sebagai

berikut ini (KTSP 2006).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

9

Tabel 1Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)Kelas 4 Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

11. Memahami

hubungan antara

sumber daya

alam dengan

lingkungan,

teknologi, dan

masyarakat.

11.1. Menjelaskan hubungan antara sumber

daya alam dengan lingkungan.

11.2. Menjelaskan hubungan antara sumber

daya alam dengan teknologi yang

digunakan

11.3. Menjelaskan dampak pengambilan

bahan alam terhadap pelestarian

lingkungan.

(Permendiknas No.22 Tahun 2006)

2.1.2. Model Problem Based Learning

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu reformasi kurikulum

yang dapat menolong siswa untuk meningkatkan keterampilan baik pada aspek

kognitif, afektif maupun psikomotrotik. Problem Based Learning (PBL) pertama

kali dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Case Western Reserve pada

akhir tahun 1950-an, selanjutnya Problem Based Learning (PBL) dikembangkan

oleh Prof. Howard Barrows dalam pembelajaran ilmu medis di Fakultas

Kedokteran McMaster University Canada pada tahun 1968 (Taufiq, 2009:12).

Problem Based Learning (PBL) ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi

siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan

diterapkan dengan menggunakan model pemecahan masalah.

Ada beberapa definisi dan interpretasi Problem Based Learning (PBL)

yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu menurut

Dutch (1995) dalam Taufiq (2009:21), Problem Based Learning (PBL) adalah

model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”

bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata.

Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

10

analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based Learning (PBL)

mempersiapkan siswa untuk dapat berpikir kritis, analitis, dan untuk mencari

serta menggunakan sumber belajar yang sesuai. Problem Based Learning (PBL)

merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan kesempatan

pada siswa untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek,

menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi dalam

memecahkan masalah (Savery, 2006:12).

Menurut Dewey dalam Trianto (2011: 67) Problem Based Learning (PBL)

adalah interaksi antara stimulus dengan respon, merupakan hubungan antara dua

arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa

berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan

bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,

dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.

Arends (dalam Trianto, 2011:68) mengatakan bahwa Problem Based

Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa dihadapkan

pada masalah autentik (nyata) sehingga dengan adanya inovasi Problem Based

Learning (PBL) diharapkan siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri serta

menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi, memandirikan siswa, dan

meningkatkan kepercayaan dirinya.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL)

dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan

pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah nyata (real world) untuk

memulai pembelajaran dan merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif

yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat

belajar untuk berpikir kritis, analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara

berkelompok. Problem Based Learning (PBL) dirancang dengan menampilkan

masalah-masalah yang menuntut siswa untuk mengeksplor pengetahuannya agar

dapat memperoleh pengetahuan yang baru dari hasil penemuannya sendiri

sehingga siswa menjadi terbiasa dan mahir dalam memecahkan suatu masalah

yang sering terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

11

Arends (1997) dalam Trianto (2011:93) berpendapat bahwa Problem

Based Learning (PBL) memiliki karakteristik meliputi:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning dimulai dengan

pengajuan masalah, bukan mengorganisasikan materi di sekitar prinsip-

prinsip atau ketrampilan akademik tertentu. Masalah yang diajukan

berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk menghindari

jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi

terhadap masalah tersebut.

2. Fokus pada interdisiplin ilmu. Meskipun pembelajaran berbasis masalah

berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu

sosial), masalah yang dipilih harus benar-benar nyata agar dalam

pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik. Problem Based Learning mengharuskan siswa

melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap

masalah nyata.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah

menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya

nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian

masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut dapat berupa

laporan, model fisik, dan video. Karya nyata tersebut kemudian

didemosntrasikan kepada siswa yang lain.

5. Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang

bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara berkelompok.

Sedangkan menurut Barrows (1996) dalam Komalaningsih (2007:27)

menyatakan bahwa bahwa pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

memiliki karakteristik meliputi: (1) Pembelajaran berpusat pada siswa, (2)

Pembelajaran terjadi dalam kelompok kecil, (3) Pengajar merupakan fasilitator

atau pembimbing, masalah merupakan fokus dan stimulus pembelajaran, dan

informasi baru diperoleh melalui pembelajaran sendiri (self-directed learning).

Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2009: 22) karakteristik yang terdapat

dalam proses PBL adalah: (1) Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, (2)

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

12

Biasanya masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan

secara mengambang (ill-structured). (3) Masalah biasanya menuntut perspektif

majemuk (multiple perspektif). (4) Masalah membuat pembelajar tertantang untuk

mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru. (5) Sangat

mengutamakan belajar mandiri (self direct learning). (6) Memanfaatkan sumber

pengetahuan yang bervariasi tidak dari satu sumber saja. (7) Pembelajaran

kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pembelajar bekerja dalam kelompok,

berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching), dan melakukan presentasi. Dari

beberapa penjelasan mengenai karakteristik proses Problem Based Learning

(PBL) dapat disimpulkan bahwa tiga unsur yang esensial dalam proses Problem

Based Learning (PBL) yaitu adanya suatu permasalahan, pembelajaran berpusat

pada siswa, dan belajar dalam kelompok kecil.

Problem Based Learning (PBL) tidak dirancang untuk membantu guru

memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Menurut Arends dalam

Trianto (2011: 94-96) PBL memiliki tujuan untuk membantu siswa dalam

beberapa hal berikut ini: (1) mengembangkan kemampuan berpikir dan

keterampilan pemecahan masalah, (2) pemodelan peranan orang dewasa, artinya

pembelajaran berdasarkan masalah dapat mendorong terjadinya pengamatan dan

dialog antara siswa dengan narasumber sehingga secara bertahap siswa dapat

memahami peran orang yang diamati atau narasumber (ilmuwan, guru, dokter,

dan sebagainya), (3) pembelajar yang otonom dan mandiri.

Agar Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik, maka dalam

pelaksanaan kegiatan model Problem Based Learning diperlukan upaya

perencanaan yang benar-benar matang. Menurut Sugiyanto (2010, 156-159)

dalam merancang Problem Based Learning harus memperhatikan beberapa faktor,

yaitu:

a. Memutuskan sasaran dan tujuan

Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai tujuan-tujuan

seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi, memahami

peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pembelajar yang

mandiri.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

13

b. Merancang situasi bermasalah yang tepat

Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria penting,

yaitu: (1) Situasi yang autentik. Hal ini berarti masalah yang dipakai harus

dikaitkan dengan pengalaman nyata siswa. (2) Masalah tersebut semestinya

menciptakan misteri atau teka-teki.. (3) Masalah tersebut seharusnya bermakna

bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual. (4) Masalah

haruslah memiliki cakupan yang luas sehingga memberikan kesempatan bagi

guru untuk memenuhi tujuan instruksionalnya. (5) Masalah yang baik harus

mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistik

PBL mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan dan alat. Sebagian

beralokasi diruang kelas, sebagian lainnya di perpustakaan atau laboratorium

komputer dan sebagian diluar sekolah.

Dalam pelaksanaan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

dilakukan dengan tahap-tahap tertentu. Adapun beberapa tahapan pembelajaran

Problem Based Learning menurut beberapa ahli pendidikan, diantaranya yaitu

menurut Solso( dalam Wankat dan Oreovocz, 1995) dalam Wena (2011:56)

tahapan Problem Based Learning (PBL) adalah : (1) identifikasi permasalahan,

(2) representasi/penyajian permasalahan, (3) perencanaan pemecahan masalah, (4)

menerapkan/mengimplementasikan perencanaan pemecahan masalah, (5) menilai

perencanaan pemecahan masalah, (6) menilai hasil pemecahan masalah.

Menurut Endang (2011:221) menyatakan bahwa tahap-tahap pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) meliputi: (1) guru menjelaskan tujuan

pembelajaran kemudian memberi tugas atau masalah untuk dipecahkan . Masalah

yang dipecahkan adalah masalah yang memiliki jawaban kompleks atau luas, (2)

guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih

aktif dalam pemecahan masalah, (3) guru membantu siswa menyusun laporan

hasil pemecahan masalah yang sistematis, (4) guru membantu siswa untuk

melakukan evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk

menyelesaikan masalah.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

14

Proses Problem Based Learning (PBL) juga dideskripsikan oleh

Sugiyanto (2010:159) sebagai berikut: (1) orientasi permasalahan kepada siswa,

(2) mengorganisasikan siswa untuk mandiri, (3) membantu investigasi mandiri

dan kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil, (5)

menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dari beberapa uraian

mengenai tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning (PBL), maka dapat

disimpulkan bahwa tahap-tahap pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru, yaitu:

Tabel 2Tahap Pelaksanaan Problem Based Learning

No Fase Perilaku Guru

1. Orientasi

permasalahan kepada

siswa

Guru membahas tentang tujuan pembelajaran,

menyampaikan masalah, dan memotivasi siswa

untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

2. Mengorganisasikan

siswa untuk mandiri

Guru membentuk kelompok (@kelompok terdiri

dari 4-6 anggota), membantu mengidentifikasi

masalah dan mengorganisasi tugas siswa terkait

dengan permasalahannya

3. Membantu investigasi

mandiri dan kelompok

Guru memotivasi tiap kelompok untuk

mengumpulkan data, menyusun hipotesis,

melakukan penyelidikan, menyimpulkan

pemecahan masalah dan uji hasil dari pemecahan

masalah.

4. Mengembangkan dan

mempresentasikan

hasil

Guru membantu merencanakan dan menyiapkan

hasil investigasi yang telah dilakukan seperti

laporan, rekaman, video atau sebuah model (alat

peraga).

5. Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi

terhadap investigasinya dan proses-proses yang

mereka gunakan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

15

Menurut Smith dalam Amir (2010: 27), terdapat beberapa manfaat yang

akan diperoleh pembelajar apabila menerapkan Problem Based Learning

diantaranya yaitu: (1) Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya

terhadap materi ajar yang sedang dipelajari, (2) Meningkatkan fokus pada

pengetahuan yang relevan, (3) Mendorong untuk berfikir kritis dan kreatif, (4)

Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial, (5) Membangun

kecakapan belajar (life-long learning skills), (6) Memotivasi pembelajar.

Berdasarkan penjelasan Trianto (2011: 96-97) model Problem Based

Learning (PBL) memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model Problem

Based Learning (PBL) sebagai model pembelajaran adalah: (1) realistic dengan

kehidupan siswa, (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (3) memupuk sifat

inquiri siswa, (4) retensi konsep jadi kuat, dan (5) memupuk kemampuan problem

solving. Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning (PBL) antara lain:

(1) persiapan pembelajaran (alat, masalah, konsep) yang kompleks, (2) sulitnya

mencari masalah yang relevan, (3) sering terjadi miss-konsepsi, dan (4) konsumsi

waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan.

2.1.3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan

siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu,

berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil

belajar setelah dilakukan evaluasi. Pengertian hasil belajar itu sendiri menurut

Nana Sudjana (2010:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa

menerima pengalaman belajarnya. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan

kemampuan yang menurut Horwart Kinggsley dalam buku Nana Sudjana,

(2010:22) dibedakan menjadi tiga macam kemampuan (hasil belajar) yaitu: (1)

Keterampilan dan kebiasaan, (2) Pengetahuan dan pengarahan, (3) Sikap dan cita-

cita.

Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono, (2011:7) hasil

pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang

sama juga dikemukakan oleh Gagne dalam Agus Suprijono, (2011:5-6) bahwa

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

16

hasil belajar itu berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi

kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sedangkan Anni (2004:4) berpendapat

bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah

siswa mengalami aktivitas pembelajaran. Perolehan aspek–aspek perubahan

perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu

apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku

yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.

Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi

tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan

guru. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan perubahan perilaku yang ditunjukkan dengan bertambahnya

kemampuan baru yang dimiliki siswa seperti kecakapan, informasi, pengertian,

informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik,

dan sikap melalui pengalaman belajar yang diperoleh dari aktivitas belajar dan

proses pelaksanaannya dapat diukur dengan menggunakan teknik tes yang

diberikan oleh guru.

Cakupan evaluasi terkait dengan ranah hasil belajar dalam konteks KTSP

yang diberlakukan. Hal ini merupakan penjabaran dari Standar Isi dan Standar

Kompetensi Kelulusan. Didalamnya memuat kompetensi secara utuh yang

merefleksikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sesuai karakteristik

masing-masing mata pelajaran. Muatan dari Standar Isi adalah SK dan KD. Satu

SK terdiri dari beberapa KD dan setiap KD dijabarkan ke dalam indikator-

indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru

dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah. Indikator yang

dikembangkan tersebut merupakan acuan yang digunakan untuk menilai

pencapaian KD yang bersangkutan. Teknik penilaian yang digunakan harus

disesuaikan dengan karakteristik indikator, SK dan KD yang diajarkan oleh guru.

Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan beberapa

teknik penilaian, hal ini karena memuat domain kognitif, afektif, dan

psikomotorik. Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan pembelajaran mengikuti

pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Benyamin S. Bloom dalam

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

17

Agus Suprijono (2011:6-7) yang secara garis besar mengungkapkan tiga tujuan

pembelajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan

merupakan hasil belajar kemudian membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.

Dalam hubungannya dengan satuan pelajaran, ranah kognitif memegang

tempat utama terutama dalam tujuan pengajaran di SD. Menurut Mawardi

(2010:4) aspek kognitif dibedakan atas enam jenjang, diantaranya yaitu : (a)

Pengetahuan (knowledge), dalam jenjang ini siswa dituntut untuk dapat mengenali

atau mengetahui adanya suatu konsep, fakta atau istilah tanpa harus mengerti atau

dapat menggunakannya. (b) Pemahaman (comprehension), kemampuan ini

menuntut siswa untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui

apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa harus

menghubungkannya dengan hal-hal lain. (c) Penerapan (application), jenjang

kognitif yang menuntut kesanggupan menggunakan ide-ide umum, tata cara

ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, serta teori-teori dalam situasi yang baru

dan konkrit. (d) Analisis (analysis), tingkat kemampuan yang menuntut siswa

untuk dapat menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur

atau komponen pembentuknya. (e) Sintesis (synthesis), jenjang ini menuntut

seseorang untuk dapat menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara

menggabungkan berbagai faktor dan hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan,

rencana atau mekanisme. (f) Evaluasi (evaluation), jenjang yang menuntut siswa

untuk dapat menilai suatu situasi, keadaan, pernyataan, atau konsep berdasarkan

suatu kriteria tertentu. Hal penting dalam evaluasi adalah menciptakan kondisi

sedemikian rupa sehingga siswa mampu mengembangkan kriteria, standar atau

ukuran untuk mengevaluasi sesuatu.

Menurut Mawardi (2010:5) ranah afektif diartikan sebagai internalisasi

sikap yang menunjuk kearah pertumbuhan batiniah yang terjadi bila individu

menjadi sadar tentang nilai yang diterima dan kemudian mengambil sikap

sehingga kemudian menjadi bagian dari dirinya dalam membentuk nilai dan

menetukan tingkah lakunya. Jenjang kemampuan dalam ranah afektif yaitu : (a)

Menerima (receiving), maksudnya siswa diharapkan peka terhadap eksistensi

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

18

fenomena atau rangsangan tertentu. Kepekaan ini diawali dengan penyadaran

kemampuan untuk menerima dan memperhatikan. (b) Menjawab (responding),

maksudnya adalah siswa diharapkan tidak hanya peka pada suatu fenomena, tetapi

juga bereaksi terhadap salah satu cara. Penekanannya pada kemauan siswa untuk

menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. (c) Menilai (valuing),

siswa diharapkan dapat menilai suatu objek, fenomena atau tingkah laku tertentu

dengan cukup konsisten. (d) Organisasi (organitation), tingkat ini berhubungan

dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan masalah, membentuk

suatu sistem nilai.

Ranah psikomotor berkaitan dengan gerakan tubuh mulai dari yang

sederhana sampai yang kompleks. Perubahan gerakan tubuh ini merupakan

kemampuan-kemampuan motorik yang menggiatkan dan mengkoordinasikan

gerakan, terdiri dari: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual,

kemampuan fisik, gerakan terampil, dan gerakan indah dan kreatif.

Tingkat pencapaian hasil belajar siswa dapat diketahui setelah siswa

mengikuti proses pembelajaran. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Menurut Endang Poerwanti (2008) dalam Mawardi (2010:1),

pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk

memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga

hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Untuk menetapkan angka dalam

pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia

pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa

seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket.

Besarnya skor yang diperoleh dari hasil pengukuran akan memudahkan

pelaksanaan proses penilaian terhadap tingkat ketercapaian hasil belajar siswa.

Penilaian menurut Akhmad Sudrajat (2008) adalah penerapan berbagai

cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang

sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian

kemampuan) siswa. Penilaian hasil belajar merupakan aktivitas yang sangat

penting dalam proses pendidikan. Semua proses di lembaga pendidikan formal

pada akhirnya akan bermuara pada hasil belajar yang diwujudkan secara

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

19

kuantitatif berupa nilai. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil

belajar seorang siswa. Jadi penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

perubahan yang terjadi melalui kegiatan belajar mengajar.

Jenis penilaian selalu dikaitkan dengan fungsi dan tujuan penilaian. Ada

bermacam jenis penilaian menurut Mawardi (2010:11) yang secara garis besar

setidaknya dapat dibagi menjadi lima jenis, diantaranya yaitu : (a) Penilaian

Formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan,

tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pokok bahasan

tertentu. Informasi dari penilaian formatif dapat dipakai sebagai umpan balik

pengajar mengenai proses pembelajaran. (b) Penilaian Sumatif, yaitu penilaian

yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu, (caturwulan, semester atau

Tahun Pelajaran), tujuannya untuk melihat prestasi yang dicapai siswa selama

satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang

tertulis dalam raport dan penentuan kenaikan kelas. (c) Penilaian Diagnostik,

yakni penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemahan siswa dan faktor-faktor

yang diduga menjadi penyebabnya, dilakukan untuk keperluan pemberian

bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi

kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatarbelakangi kesulitan belajar yang

dialami siswa serta berbagai kondisi khusus siswa. (d) Penilaian Penempatan,

yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat,

minat dan kemampuannya, misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan

anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan. Aspek yang dinilai

meliputi bakat, minat, kesanggupan, kondisi fisik, kemampuan dasar,

keterampilan dan aspek khusus yang berhubungan dengan aspek pembelajaran. (e)

Penilaian Seleksi, yaitu penilaian yang ditujukan untuk menyaring atau memilih

orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat

dilakukan kapanpun saat diperlukan. Aspek yang dinilai dapat beranekaragam

disesuaikan dengan tujuan seleksi, sebab tujuannya adalah memilih calon untuk

posisi tertentu, karena itu analisis dari penilaian ini biasanya menggunakan

kriteria yang bersifat relatif atau berdasarkan norma kelompok.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

20

Objek yang dinilai dalam penilaian hasil belajar adalah hasil belajar siswa

itu sendiri. Untuk menilai sesuatu diperlukan alat penilaian yakni alat yang

digunakan untuk mempermudah proses penilaian. Alat penilaian yang digunakan

untuk mengukur hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu, teknik tes dan teknik

non tes. Penilaian dengan teknik tes merupakan serentetan pertanyaan atau latihan

atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,

intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok

(Suharsimi Arikunto, 2009: 32).

Menurut Mawardi (2010:19) teknik penilaian tes dapat dilakukan dengan

cara sebagai berikut: (1) Tes Essay, merupakan bentuk tes berupa soal-soal yang

masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut penguraian sebagai

jawabannya. (2) Tes Objektif, merupakan tes yang terdiri dari pertanyaan-

pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang harus dijawab atau dipilih dari

beberapa alternatif jawaban dengan cara menuliskannya, atau mengisi jawaban

pendek tanpa menguraikan. (3) Tes Menjodohkan (Matching Test), merupakan

bentuk tes menjodohkan yang mencakup dua kolom yang sejajar, dimana setiap

kata, jumlah atau simbol-simbol di satu kolom dengan kata, kalimat di kolom

yang lain. (4) Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice), merupakan tes yang menuntut

siswa untuk memilih satu alternatif jawaban yang paling tepat diantara beberapa

alternatif jawaban yang tersedia.

Teknik penilain non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah

afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada

aspek kognitif. Menurut Mawardi (2010: 25) teknik non tes meliputi: (1)

Pengamatan (Observation), merupakan suatu teknik yang dilakukan dengan

melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti. (2)

Wawancara (interview), merupakan suatu teknik penilaian dengan mengajukan

pertanyaan secara langsung kepada objek yang diteliti, jadi wawancara dilakukan

dengan tanya jawab secara sepihak (3) Angket, merupakan suatu teknik yang

dipergunakan untuk mengumpulkan informasi yang berupa data deskriptif. Teknik

ini biasanya berupa angket minat dan sikap (4) Daftar cocok (check list),

merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

21

bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang

dihasilkan dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif, tergantung format

yang dipergunakan. (5) Skala bertingkat (rating scale), merupakan sebuah daftar

yang hampir sama dengan daftar cek, akan tetapi aspek yang dicek ditempatkan

pada bentuk skala bertingkat. Skala menunjukkan suatu nilai yang berbentuk

angka. Angka-angka yang digunakan disusun secara bertingkat dari yang kecil ke

besar. (6) Portofolio, merupakan teknik penilaian dimana siswa menjabarkan

tugas atau karyanya dengan cara memberikan gambaran menyeluruh tentang apa

yang telah dipelajari dan dicapai siswa.

Penilaian hasil belajar tersebut sangat penting, selain sebagai catatan

keberhasilan siswa juga sebagai dokumen yang menggambarkan kemampuan

siswa sehingga saat mencari pekerjaan maupun melanjutkan pendidikan, siswa

akan menjadi jauh lebih berkembang dan mampu bersaing. Dari uraian di atas

maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian ini adalah besarnya

angka atau skor yang diperoleh dari skor tes (tes formatif) dan non tes (observasi

keaktifan siswa menyimak materi dan keaktifan siswa ketika belajar bersama baik

dalam diskusi maupun presentasi).

2.2. Kajian Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini adalah

“Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Metode Problem Based Learning (PBL)

Materi Gaya pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun

Pelajaran 2011/2012” oleh Annisa Septiana Mulyasari pada tahun 2011.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh

kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD N Begalon 1 Surakarta Tahun

Pelajaran 2011/2012. Hal ini terbukti dari pada kondisi awal sebelum

dilaksanakan tindakan nilai rata-rata siswa 28,89%, siklus I nilai rata-rata kelas

67,33% dengan persentase ketuntasan sebesar 53,33%, kemudian pada siklus II

nilai rata-rata kelas meningkat lagi menjadi 73,33% dengan persentase ketuntasan

sebesar 82,22%.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

22

Kelebihan dari penelitian yang dilakukan oleh Annisa Septiana Mulyasari

adalah peneliti menggunakan inovasi pembelajaran yang dapat menantang

kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan

baru bagi siswa, membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya

dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan dan membantu

siswa dalam menstransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah yang

sering terjadi di dunia nyata. Sehingga pembelajaran yang diterima siswa tidak

akan mudah terlupakan karena siswa mengalami dan menemukan sendiri

pengetahuan baru yang telah siswa dapatkan.

Beberapa kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh Annisa Septiana

Mulyasari diantaranya adalah ketika siswa tidak memiliki minat atau tidak

mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari terasa sulit untuk

dipecahkan, maka siswa akan merasa enggan untuk mencobanya. Apabila siswa

sudah enggan untuk mencobanya, maka siswa akan merasa kesulitan dalam

memahami pembelajaran yang diberikan. Kemudian hal ini akan berdampak pada

saat dilakukannya tahap evaluasi dimana siswa yang minat belajarnya kurang ini

akan memperoleh hasil belajar yang rendah pula. Oleh karena itu, diperlukan

adanya pengembangan penelitian tentang Problem Based Learning (PBL) lebih

lanjut agar dapat ditemukan solusi untuk mengatasi beberapa kelemahan yang

telah diuraikan tersebut.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Annisa Septiana Mulyasari

dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan model

Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 4.

Perbedaannya terletak pada pengukuran tingkat keberhasilan penelitian dimana

penelitian yang dilakukan oleh Annisa Septiana Mulyasari pengukuran tingkat

keberhasilannya menggunakan perbandingan perolehan skor rata-rata antar siklus,

sedangkan dalam penelitian ini pengukuran tingkat keberhasilannya menggunakan

perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar antar siklus.

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Linda Rachmawati dengan judul

“Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan pembelajaran

IPA Siswa Kelas 5 SDN Pringapus 2 Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek”

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

23

pada Tahun 2011/2012. Hasil penelitian Linda Rachmawati terhadap SDN

Pringapus 2 Kabupaten Trenggalek Kelas 5 menunjukkan peningkatan hasil

belajar pada mata pelajaran IPA. Hal ini ditandai dengan peningkatan skor

keberhasilan guru dalam penerapan model PBL pada siklus I yaitu 76,65 menjadi

93,3 pada siklus II. Aktivitas siswa meningkat dari 58,6 pada siklus I menjadi

71,4 pada siklus II. Dan hasil belajar siswa juga meningkat dari rata-rata 63,4

pada siklus I menjadi rata-rata 80,94 pada siklus II. Berdasarkan hasil penelitian

tersebut maka dapat dikatakan bahwa penggunaan model Problem Based

Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 SDN

Pringapus 2 Kabupaten Trenggalek.

Kelebihan dari penelitian yang dilakukan oleh Linda Rachmawati adalah

penggunaan pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan motivasi

dan aktivitas pembelajaran siswa, mengembangkan kemampuan siswa untuk

berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri

dengan pengetahuan baru, memberikan kesempatan bagi siswa untuk secara terus-

menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh Linda Rachmawati adalah terletak

pada subjek penelitian yang hanya berjumlah 12 siswa saja. Untuk itu, perlu

dilakukannya tindakan penelitian pengembangan yang menggunakan sampel

penelitian dengan jumlah yang relatif lebih banyak supaya dapat diketahui lebih

jelas pengaruh penggunaan pembelajaran Problem Based Learning terhadap

peningkatan hasil belajar siswa.

Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Linda Rachmawati dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan model Problem

Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar IPA dan melakukan observasi

terhadap aktivitas guru serta aktivitas siswa. Perbedaannya adalah penelitian yang

dilakukan oleh Linda Rachmawati menggunakan perbandingan skor rata-rata yang

diperoleh tiap siklus sebagai pengukur tingkat keberhasilan penerapan model

PBL, sedangkan dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan

perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar sebagai pengukur tingkat

keberhasilannya.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

24

Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Eni Wulandari dalam skripsinya

yang berjudul “Penerapan Model Problem Based Learning pada Pembelajaran

IPA Siswa Kelas 5 di SDN Mudal Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo

Tahun Pelajaran 2011/2012”. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dikatakan

bahwa penggunaan model Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil

belajar siswa pada mata pelajaran IPA Kelas 5 di SDN Mudal Kecamatan

Purworejo Kabupaten Purworejo. Hal ini didasarkan pada peningkatan rata-rata

nilai yang cukup signifikan dari 38,09% pada siklus I menjadi nilai rata-rata kelas

47,62% pada siklus II dan 73,02% pada siklus III. Kelebihan yang dilakukan oleh

Eni Wulandari adalah dengan adanya penggunaan Problem Based Learning akan

dapat memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna

memecahkan masalah dunia nyata. Sedangkan kelemahan penelitian yang

dilakukan oleh Eni Wulandari adalah terletak pada siswa yang kurang termotivasi

untuk belajar menjadikan enggan untuk berpikir kritis dan kreatif sehingga akan

kesulitan mengikuti proses kegiatan Problem Based Learning. Oleh karena itu,

diperlukan adanya pengembangan penelitian tentang Problem Based Learning

lebih lanjut agar dapat ditemukan solusi untuk mengatasi beberapa kelemahan

yang telah diuraikan tersebut. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Eni

Wulandari dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama

menggunakan model Problem Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar

IPA. Perbedaannya terletak pada pengukuran tingkat keberhasilan penelitian dan

subjek penelitian dimana penelitian yang dilakukan oleh Eni Wulandari

pengukuran tingkat keberhasilannya menggunakan perbandingan perolehan skor

rata-rata antar siklus dan subjek penelitian pada siswa kelas 5, sedangkan dalam

penelitian ini pengukuran tingkat keberhasilannya menggunakan perbandingan

persentase ketuntasan hasil belajar antar siklus dan subjek penelitian pada siswa

kelas 4.

2.3. Kerangka Pikir

Pembelajaran IPA yang berlangsung selama ini adalah pembelajaran yang

berpusat pada guru (teacher centered). Guru mendominasi seluruh waktu

pembelajaran dengan menyampaikan materi pelajaran IPA melalui ceramah tanpa

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

25

diselingi dengan tindakan yang mampu memotivasi siswa untuk belajar. Respon

siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan guru adalah hanya sekedar duduk

diam mendengarkan, mengantuk, sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan

merasa jenuh ketika pembelajaran. Padahal dalam karakteristik IPA itu sendiri,

pembelajaran IPA seharusnya tidak hanya berupa penguasaan pengetahuan seperti

fakta, konsep, atau prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan

dengan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan. Kondisi ini berimbas pada hasil

belajar siswa yang memperoleh hasil belajar dengan skor di bawah Kriteria

Ketuntasan Minimal yaitu 70.

Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif, agar kompetensi

yang diharapkan dalam KTSP 2006 dapat tercapai. Suatu pembelajaran akan

efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam

proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri atau memahami

sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu dengan terbiasa untuk selalu ingin tahu,

berpikir kritis, kreatif, dan analitis terhadap materi yang sedang dipelajari. Dari

beberapa masalah yang telah diuraikan di atas, maka perlu kiranya diterapkan

sebuah alternatif sebagai solusi pemecahan masalah yang selama ini sering terjadi

dalam kegiatan pembelajaran khususnya pada pembelajaran mata pelajaran IPA.

Alternatif pemecahan masalah yang sering terjadi ini dapat diatasi melalui

pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Dengan adanya sebuah penelitian, maka

akan membantu para guru khususnya dalam mencari solusi yang tepat untuk

meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan pembelajaran yang inovatif.

Hal ini dimaksudkan agar siswadapat merasa tertantang dan tertarik mengikuti

kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dapat lebih memahami pembelajaran

yang diberikan karena siswa mengalami atau menemukan sendiri pengetahuan

yang mereka pelajari.

Pembelajaran inovatif yang digunakan untuk penelitian upaya meningkatkan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA adalah model Problem Based

Learning. Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang

menghadapkan siswa pada masalah nyata (real world) untuk memulai

pembelajaran dan merupakan salah satu modeli pembelajaran inovatif yang dapat

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

26

memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat belajar untuk

berpikir kritis, kreatif, dan analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara

berkelompok.

Model Problem Based Learning memiliki tahap-tahap pembelajaran yang

diantaranya meliputi : orientasi tentang masalah, mengorganisasikan siswa untuk

mandiri, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan dan

mempresentasikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah. Jadi, model Problem Based Learning ini sesuai dengan karakteristik IPA

karena sama-sama bertujuan agar para siswa terbiasa melakukan sebuah

penemuan secara ilmiah. Dari kebiasaan menemukan inilah, yang pada akhirnya

membuat rasa keingintahuan siswa menjadi semakin meningkat, dan tingkat

kemampuan berpikir kritis, kreatif, analitis siswa juga menjadi semakin terasah,

sehingga mengakibatkan siswa menjadi semakin terampil dan tidak merasa

kesulitan dalam menghadapi atau memecahkan suatu permasalahan baik dalam

bentuk tes formatif sebagai tahap awal ataupun permasalahan yang lebih

kompleks seperti permasalahan yang sering terjadi dikehidupan sehari-hari siswa.

Alasan yang melatarbelakangi pemilihan materi Sumber Daya Alam (SDA)

untuk penerapan model Problem Based Learning dalam penelitian ini adalah

karena dalam materi SDA banyak terdapat masalah-masalah yang sangat

berkaitan erat dengan situasi kehidupan nyata siswa. Hal ini sesuai dengan

karakteristik model Problem Based Learning yang diawali dengan pengajuan

masalah nyata (autentic) sebagai awal pembelajarannya untuk dicari solusi

pemecahan masalahnya.

Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan

jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok yang dijadikan

sebagai permasalahan, maka kerangka pemikiran sebaiknya dilukiskan dalam

sebuah gambar skema agar penelitian mempunyai gambaran yang jelas dalam

melakukan sebuah penelitian. Adapun skema itu adalah sebagai berikut.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

27

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir mengenai Peningkatan Hasil Belajar IPA tentangSumber Daya Alam (SDA) melalui Model Problem Based Learningpada Kelas 4 SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten GroboganSemester II Tahun 2012/2013

IndikatorPengukuran

Tersusunnya kesimpulan mengenaisolusi untuk mengatasi

permasalahan tentang SDA diIndonesia. Misalnya menghemat

penggunaan SDA sebijak mungkin.renewable.

Teridentifikasinya masalahyang berkaitan dengan SDA

di Indonesia

Adanya data yang berkaitandengan SDA di Indonesia

Terumuskannya hipotesistentang solusi untuk

mengatasi permasalahanyang berkaitan SDA di

Indonesia.

Adanya hasil survei untukmembuktikan bahwa menghemat

penggunaan SDA sebijak mungkindapat mengatasi terjadinya

permasalahan yang berkaitandengan SDA di Indonesia.

Adanya hasil penyelidikanmengenai permasalahan

tentang SDA di Indonesia.

Mengidentifikasi masalahyang berkaitan dengan SDA

di Indonesia

Mengumpulkan data yangberkaitan dengan SDA di

Indonesia

Menyusun hipotesis untukmengatasi permasalahan

tentang SDA di Indonesia

Melakukan penyelidikanmengenai permasalahan

tentang SDA di Indonesia

Menyimpulkan solusialternatif untuk mengatasi

permasalahan tentang SDA diIndonesia.

Melakukan pengujian hasil(solusi) pemecahan masalahdalam mengatasi terjadinya

permasalahan tentang SDA diIndonesia.

Terbentuk kelompok(@kelompok 4-6 siswa)

Mengorganisasikansiswa untuk mandiri

Membantu investigasimandiri dan kelompok

Mengembangkan danmempresentasikan

hasil

Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalah

Menyimak materi

Hasil belajar IPAtentang SDA

meningkat di atasKKM.

PenilaianProses

PenilaianHasil

Tes Formatif

70,82% hasil belajarIPA tentang SDA masihdibawah KKM yaitu 70.

PembelajaranKonvensional (TeacherCenter) tentang SDA.

ModelPBL

Orientasi tentangmasalah

Penyampaian tujuan pembelajaran danpemberian masalah.

Belajar bersama-samabaik dalam diskusiataupun presentasi

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1. Pembelajaran IPA di SDrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3773/3/T1... · pendidikan ke SMP/MTS. Ruang Lingkup Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

28

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang diuraikan di atas,

maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut:

“Pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA

tentang Sumber Daya Alam siswa kelas 4 SD Negeri 6 Depok Kecamatan Toroh

Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2012/2013".