bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. pembelajaran...
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
a. Definisi Pembelajaran Matematika
Pembelajaran adalah proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan
sumber belajar, dan anak dengan pendidik (Daryanto, 2014:1). Sedangkan
Darsono, 2000:24 (dalam Hamdani, 2011:23) pembelajaran adalah cara guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar mengenal dan
memahami sesuatu yang sedang dipelajari. Sehingga, pembelajaran adalah
suatu usaha yang diberikan oleh guru kepada peserta didik untuk berinteraksi
dengan peserta didik lain untuk mengetahui suatu hal baru melalui perantara
sumber belajar.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia (Permendikbud No. 22 Tahun 2006). Selaras
dengan yang disampaikan oleh Susanto (2013:185), matematika merupakan
salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dalam
menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan dalam dunia kerja. Oleh karena
itu, matematika adalah ilmu yang harus diberikan sejak tingkat dasar dan
dikuasai oleh semua orang karena memiliki peran penting dalam kehidupan
manusia terutama pada peserta didik.
10
Pembelajaran matematika adalah usaha sadar guru untuk membentuk
watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik serta
membantu siswa dalam belajar matematika agar tercipta komunikasi
matematika yang baik sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari dan
lebih menarik (Soviawati, 2011:84). Pembelajaran matematika adalah proses
pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan
yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang dipelajari (Soebinto, dkk, 2013:2). Sehingga, guru harus
mempunyai model pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa terhadap
pembelajaran matematika agar siswa senang terhadap matematika dan
medapatkan pengalaman yang optimal dari pembelajaran matematika. Dari
kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran matematika
adalah suatu usaha yang dilakukan dalam rangka untuk membantu siswa
dalam mempelajari matematika sebagai suatu hal yang menarik dan
menyenangkan.
Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa
bersama-sama menjadi pelaku agar terlaksana tujuan pembelajaran yang
diharapkan. Menurut Susanto, (2013:188) pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa. Keefektifan pembelajaran dapat
dilihat dari segi proses dan segi hasil. Selaras dengan yang disampaikan
Wragg (dalam Susanto, 2013:188) pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang
bermanfaat sesuai yang diinginkan. Pada hakekatnya pembelajaran
matematika tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, sehingga keberhasilan
11
pembelajaran matematika dapat dilihat apabila terjadi perubahan tingkah laku
pada diri peserta didik kearah yang berkaitan dengan matematika. Yang
sebelumnya tidak tahu menjadi tahu tentang konsep matematika.
b. Tujuan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar
Mata pelajaran matematika memiliki tujuan agar siswa mampu
menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran
matematika dibedakan menjadi 2, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Berikut adalah tujuan pembelajaran matematika secara umum:
Menurut Depdiknas (2001:9) dalam (Susanto, 2013:189),
kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran matematika di
sekolah dasar yakni: (1) Melakukan operasional hitung
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, beserta operasi
campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan. (2) Menentukan
sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bagun ruang sederhana,
termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume. (3)
Menentukan sifat simetris, kesebagunan, dan sistem koordinat. (4)
Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antar satuan, dan
penaksiran pengukuran. (5) Menentukan dan menafsiran data
sederhana, seperti: ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus,
megumpulkan dan menyajikan. (6) Memecahkan masalah,
melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan secara
matematika.
Tujuan pembelajaran secara khusus :
Tujuan khusus pembelajaran matematika yang terdapat pada
Depdiknas (2001:9) (dalam Susanto, 2013:189), adalah sebagai
berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonse, dan mengaplikasikan konsep atau prosedur.
(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan
dengan simbol, tabel,diagram, atau media lain untuk menjelaskan
keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai penggunaan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
12
2. Model Discovery Learning
a. Definisi Model Discovery Learning
Menurut pendapat Suprijono (dalam Wahyuningsih, dkk, 2013:53), model
pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk menyusun
kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Selaras dengan yang disampaikan (Daryanto, 2014:41), model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanaka pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.
Sehingga, setiap model pembelajaran yang digunakan mampu mengarahkan
guru dalam menyusun perangkat pembelajaran serta diharapkan mampu
membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.
Model discovery learning adalah sebuah model yang mengarahkan siswa
untuk dapat menemukan sendiri sesuatu melalui proses pembelajaran yang
dilakukan (Kosasih, 2014:83). Model ini melibatkan siswa secara langsung
untuk menemukan jawaban sendiri dalam proses belajar. Sebagaimana yang
disampaikan Hidayah, dkk (2016:67) prinsip model pembelajaran ini materi
atau bahan pelajaran yang akan disampaikan oleh guru tidakdisampaikan
dalam bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apayang
ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri
kemudianmengorganisasi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam bentuk
akhir. Dari kedua pendapat diatas, maka discovery learning adalah suatu
model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam
pembelajaran, siswa dituntut untuk meyelesaikan masalah yang telah
direkayasa oleh guru, sehingga pembelajaran akan berpusat pada siswa.
13
b. Langkah-langkah Model Discovery Learning
Pembelajaran yang menggunakan discovery learning dapat meningkatkan
keterampilan berpikir siswa karena siswa dilatih untuk mengamati, menanya,
mencoba, menalar dan mengkomunikasikan melalui sintaksnya (Pratiwi,
2014:4).Model pembelajaran ini tidak serta merta guru memberikan perintah
kepada siswa untuk memecahkan masalah yang telah direkayasa. Menurut
Kosasih (2014:85) model discovery learning memiliki langkah-langkah
sistematis, yakni sebagai berikut:
a. Stimulation (Pembelajaran rangsangan)
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada suatu yang menimbulkan
kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi penyelesaian,
agar timbul keinginan siswa untuk menemukan sendiri. Disamping itu,
guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan tujuan
pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan.
b. Problem statement (Identifikasi masalah)
Pada tahap ini, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi masalah dengan merumuskan hipotesis, yakni pernyataan
sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan
c. Data collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek,
dan melakukan percobaan, untuk menemukan jawaban atas hipotesis yang
telah dirusmuskan sebelumnya.
14
d. Data processing (Pengolahan data)
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data yang telah didapatkan
perserta didik baik melalui membaca maupun percobaan yang kemudian
disimpulkan.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini, peserta didik melakukan pembuktian benar atau tidaknya
hipotesis yang dirumuskan sebelumnya dengan temuannya.
f. Generalization (Menarik kesimpulan)
Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah menyimpulkan atau menarik
kesimpulan yang dapat dijadikan konsep dengan memperhatikan hasil
pembuktian sebelumnya.
c. Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan yang
mengikuti. Kelebihan dari model discovery learning. Seperti yang
disampaikan oleh Rismayani (2013:10), bahwa dengan menerapkan sintaks
pembelajaran discovery learning tersebut maka:
(1) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi
atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal
dalam jiwa siswa tersebut, (2) Dapat membangkitkan kegairahan
belajar pada siswa. Teknik ini mampu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan
kemampuannya masing-masing, (3) Mampu mengarahkan cara
siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk
belajar lebih giat, (4) Membantu siswa untuk memperkuat dan
menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses
penemuan sendiri (5) Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada
guru.
15
Akan tetapi ada kelemahan yang dimiliki model pembelajaran discovery
learning, sebagaimana yang disebutkan oleh Rohani, dkk (2015:7) bahwa
model ini memiliki kekurangan yakni:
1) Model tersebut kurang efisien untuk mengajar siswa yang banyak,
saat kegiatan diskusi.
2) Siswa yang kurang pandai mengalami kesulitan dalam berpikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep.
3. Media Benda Nyata
a. Pengertian Media Benda Nyata
Media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang
mengandung materi instruksional di lingkungan siswa, yang dapat
merangsang siswa untuk belajar (Hamdani, 2011:243).Selaras dengan yang
disampaikan Gagne dalam (Kosasih, 2014:49), media adalah berbagai jenis
komponen dalam lingkunga siswa yang dapat merangsanya untuk belajar. Dari
kedua pendapat diatas, maka media adalah segala sesuatu yang ada di
lingkungan siswa yang dapat digunakan dalam pembelajaran dan merangsang
siswa untuk mempelajarinya.
Media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau
informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud
pengajaran (Hamdani, 2011:243). Sanjaya (2008) dalam Hamdani 2011:244
mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi perangkat keras yang
dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan.
Sehingga, media pembelajaran adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk
menyampikan pesan atau informasi kepada penerima (siswa).
16
Benda nyata atau benda sesungguhnya merupakan suatu obyek yang dapat
memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajari
berbagai hal terutama yang menyangkut keterampilan tertentu (Ibrahim,dkk,
2003:129) dalam Madechan, 2008:41. Menurut Asyar, 2011:54 (dalam
Lestari, 2014:2) menjelaskan bahwa media realia adalah benda yang dapat
dilihat, di dengar atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan
pengalaman langsung kepada mereka. Dari kedua pendapat tersebut, maka
bedia benda nyata adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan
informasi kepada peserta didik dengan melibatkan peserta didik secara
langsung.
Sebagaimana yang disampaikan Budiarti, dkk (2013:3) yang menyebutkan
bahwa media benda konkrit (nyata) dapat membantu peserta didik berfikir
secara konkrit menuju pada tahap berfikir secara abstrak. Maka dari itu, untuk
dapat menuntun siswa berfikir abstrak, maka harus digunakan media yang
bersifat konkrit atau nyata yang ada disekitar siswa. Dengan beberapa tahapan,
nantinya siswa mampu untuk diajak berfikir abstrak. Oleh karena itu media
yang digunakan dalam pembelajaran matematika haruslah bersifat konkrit,
terutama untuk siswa kelas rendah.
Selaras dengan pendapat Bruner (dalam Buto, 2010:61), perkembangan
konitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya
melihat kondisi lingkungan. Yang pertama tahap enaktif, yaitu tahap dimana
seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam usahanya memahami
lingkungan, tahap ini lebih didominasi pada usia anak 5 sampai 7 tahun,
misalkan seorang anak secara enaktif mengetahui bagaimana mengendarai
17
sepeda motor, yang kedua tahap ikonik yaitu tahap dimana seseorang melihat
dunia melalui gambar-gambar dari visualisasi verbal, misalkan pada
pengenalan konsep piramida dll, dan yang ketiga tahap simbolik yaitu dahap
dimana gagasan-gagasan abstrak banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika,
misalkan pada pengenalan timbangan melalui permainan jungkak-jungkik.
b. Kelebihan dan kekurangan Media Benda Nyata
Setiap media pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan,
kelebihan media benda nyata menurut Sumantri dan Permana (2001) (dalam
Restuti, 2016:3) yaitu:
Kelebihan media benda nyata adalah sebagai berikut: (1) Memberi
pengalaman yang sangat berharga karena langsung dalam dunia
sebenarnya. (2) Memiliki ingatan yang tahan lama dan sulit
dilupakan. (3) Pengalaman nyata dapat membentuk sikap mental
dan emosional yang positif terhadap hidup dan kehidupan. (4)
Benda konkret dapat dikumpulkan dan dicari. (5) Benda konkret
dapat dikoleksi orang.
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 176) (dalam
Heriyanto, 2014:24),kelemahan media benda konkrit antara lain:
Kelemahan media benda nyata adalah sebagai berikut: (1)
Memerlukan tambahan anggaran biaya pendidikan. (2)
Memerlukan ruang dan tempat yang memadai jika media tersebut
berukuran besar. (3) Apabila media yang diperlukan sulit didapat
ditempat tersebut, maka akan menghambat proses pembelajaran.
(4) Baik guru atau siswa harus mampu menggunakan media
pembelajaran tersebut.
4. Model Discovery Learning berbantuan Media Benda Nyata
Model discovery leraning adalah pembelajaran penemuan yang melibatkan
siswa secara langsung dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang
telah direkayasa oleh guru dengan media benda nyata sebagai penunjang.
18
Langkah-langkah pembelajaran model discovery learning menurut
Kosasih (2014:85), yakni:
Tabel 2.1 Sintaks model discovery learning berbatuan media benda nyata Langkah-langkah Tindakan Guru
Stimulation (Pemberian
rangsangan)
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai.
Guru menyampaikan materi tentang materi pecahan yang
menimbulkan rasa penasaran siswa untuk menemukan
jawabannya, misalnya dengan soal:
Kelompok A memiliki 1 buah apel, kelompok tersebut
beranggotakan 4 orang siswa. Bagaimana caranya agar
setiap anggota mendapatkan bagian buah apel?
Problem statement
(Identifikasi masalah)
Guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi masalah
untuk menemukan jawaban sementara. Siswa melakukan
identifikasi sebagai berikut:
Satu buah apel dapat dibagi menjadi 4 bagian sama besar,
sehingga semua anggota mendapatkan bagian yang sama.
Data collection
(Pengumpulan Data)
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dalam rangka
menjawab pertanyaan atau hipotesis sebelumnya. peserta
didik melakukan percobaan pembagian buah berdasarkan
kemampuan awal yang dilmiliki.
Data processing
(pengolahan
data)
Siswa mengolah data atau informasi yang telah diperoleh
siswa melalui pengamatan. Peserta didik menuliskan
jawaban atas pertanyaan berdasarkan percobaan yang telah
dilakukannya.
Apakah semua anggota kelompok mendapatkan bagian
buah yang sama besar? Mengapa?
Verivication (pembuktian) Guru bersama peserta didik melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk mengetahui benar tidaknya jawaban hipotesis
yang telah dituliskan sebelumnya dari hasil temuan
alternative.
Generalization (Menarik
kesimpulan)
Guru meminta siswa membuat kesimpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua masalah
yang sama dengan memerhatikan hasil pembuktian.
5. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil belajar
Hasil belajar menurut Gunawan, 2013:153 (dalam Selvia,2015:173-174)
adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh
suatu mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai test atau angka
nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Sudjana (2013:3)
penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil
19
belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Oleh karena itu, hasil
belajar adalah pemberian nilai oleh guruterhadap proses dan hasil
pembelajaran yang telah dilakukan oleh siswa baik hasil belajar kognitif,
afektif, maupun psikomotor. Menurut BSNP (dalam Arifin, 2013:52),
penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang prestasi atau kinerja pesereta didik dan efektifitas proses
pembelajaran.
BSNP mengemukakan prinsip-prinsip umum penilaian hasil belajar
sebagai berikut: (1) Mendidik, artinya proses penilaian hasil belajar
harus mampu memberikan sumbangan positif pada peningkatan
pencapaian hasil belajar peserta didik, dimana hasil penilaian harus
dapat memberikan umpan balik dan motivasi kepada peserta didik
untuk lebih giat belajar. (2) Terbuka atau transparan, artinya bahwa
prosedur penilaian, kriteria penilaian ataupun dasar pengambilan
keputusan harus disampaikan secara transparan dan diketahui oleh
pihak-pihak terkait secara obyektif. (3) Menyeluruh, artinya
penilaian hasil belajar yang dilakukan harus meliputi berbagai
aspek kompetensi yang akan dinilai yang terdiri dari ranah
pengetahuan kognitif, keterampilan psikomotor, sikap, dan nilai
afektif yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
(4) Terpadu dengan pembelajaran, artinya bahwa dalam melakukan
penilaian kegiatan pembelajaran harus mempertimbangkan
kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga penilaian tidak hanya
dilakukan setelahsiswa menyelesaikan pokok bahasan tertentu,
tetapi juga dalam proses pembelajaran. (5) Obyektif, artinya proses
penilaian yang dilakukan harus meminimalkan pengaruh-pengaruh
atau pertimbangan subyektif dari penilai. (6) Sistematis, yaitu
penilaian harus dilakukan secara terencana dan bertahap serta
berkelanjutan untuk dapat memperoleh gambaran tentang
perkembangan belajar siswa. (7) Berkesinambungan, yaitu evaluasi
harus dilakukan secara terus menerus sepanjang rentang waktu
pembelajaran. (8) Adil, mengandung pengertian bahwa dalam
proses penilaian tidak ada siswa yang diuntungkan atau dirugikan
berdasarkan latar belakang sosial ekonomi, agama, budaya, bahasa,
suku bangsa, warna kulit, dan gender. (9) Pelaksanaan penilaian
menggunakan acuan kriteria yaitu menggunakan kriteria tertentu
dalam menentukan kelulusan yang telah ditetapkan sebelumnya.
20
b. Macam-macam Hasil Belajar
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar
dari Bloom (dalam Sudjana, 2013:22) membagi hasil belajar ke dalam 3 ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
6 aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Masih menurut Bloom (dalam Sudjana, 2013:22-
28), tipe-tipe hasil belajar ranah kognitif adalah sebagai berikut:
a)Pengetahuan, tipe hasil belajar pengetahuan adalah tipe hasil
belajar dengan mengingat, seperti definisi-definisi, rumus,
nama-nama kota, nama-nama tokoh,dll. Tipe hasil belajar
pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Akan tetapi tipe
ini menjadi prasarat untuk pemahaman. b)Pemahaman, tipe hasil
belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan adalah pemahaman.
Hafal adalah prasarat bagi pemahaman. Pemahaman dibedakan
menjadi 3 kategori, yakni: Tingkat terendah adalah pemahaman
terjemahan, dimulai dari terjemahan arti yang sebenarnya,
misalnya dari bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia.
Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni
menghubungkan kejadian dahulu dengan yang diketahui
berikutnya. c) Aplikasi, tipe hasil belajar aplikasi adalah
penggunaan abstraksi pada situasi konkrit atau situasi khusus.
Abstraksi tersebut bisa berupa teori maupun ide-ide. d) Analisis,
tipe belajar analisis adalah usaha memilah suatu integritas
menjadi unsur-unsur atau bagian sehingga susunannya menjadi
jelas. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai
pemahaman yang komprehensif untuk memahami beberapa hal.
e) Sintesis, berfikir berdasarkan pengetahuan hafalan, berfikir
pemahaman, berfikir aplikasi, dan berfikir analisis dipandang
sebagai befikir konvergen (berpusat). Dalam berfikir konvergen,
pemecahan masalah sudah diketahui berdasarkan yang sudah
dikenalnya. Sedangkan sisntesis adalah berfikir secara devergen
(menyebar/luas). Dalam berfikir devergen pemecahan masalah
21
belum dapat dipastikan, sehingga hal ini menjadikan orang lebih
kreatif dalam pemecahan masalah. f) Evaluasi, tipe belajar
evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,
pemecahan, dll. Dilihat dari beberapa segi tersebut, maka
evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.
2. Ranah Afektif
Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2013:29-30),Ranah afektif berkenaan
dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai
tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar,
menghargai guru, dan hubungan sosialnya.
Beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar menurut
Bloom, yakni: a) Reciving/attending adalah semacam kepekaan
dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa
dalam bentuk masalah. b) Responding atau jawaban adalah reaksi
yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari
luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi dalam menjawab stimulus
yang datang dari luar kepada dirinya. c) Valuing atau penilaian,
yakni berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau
stimulus. d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam
suatu sistem organisasi. Yang termasuk organisasi salah satunya
ialah konsep tentang nilai. e) Karakteristik nilai atau internalisasi
nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya.
3. Ranah Psikomotor
Menurut Bloom, hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk
ketrampilan dan kemampuan bertindak individu (Sudjana, 2013:30-31).
Ada 6 tingkatan ketrampilan, yakni: a) Gerakan refleks
(ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar). b) Ketrampilan pada
gerakan-gerakan dasar. c) Kemampuan perceptual, termasuk di
dalamnya membedakan visual, auditif, motoris,dll. d) Kemmapuan
di bidang fisik, misalnya bkekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.
e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sedehana sampai
22
pada ketrampilan yag kompleks. f) Kemampuan yag berkenaan
dengan komunikasi.
c. Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut pendapat Wasliman (2007:158) dalam Susanto 2013:12, hasil
belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara
berbagai factor yang memengaruhi, baik faktir internal maupun factor
eksternal.
Menurut Wasliman, factor eksternal dan internal tersebut adalah
sebagai berikut: 1) Faktor internal: faktor internal merupakan factor
yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi
kemampuan belajarnya. Factor internal ini meliputi: keceedasan,
minat, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan ketekunan. 2)
Faktor eksternal: faktor yang berasal dari luar diri peserta didik
yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat. Keadaan kelluarga berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya,
pertengkaran suami istri, serta perhatian yag kurang dari orangtua
berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitan
dengan judul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi
Jaring-jaring Balok Dan Kubus Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV
SDN Citumenggung 2 Kecamatan Bojong Kabupaten Pandeglang yang
disusun oleh Mega Selvia Wida Rahmawati. Berdasarkan hasil penelitian
berupa observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi dapat disimpulkan adanya
peningkatan kualitas pembelajaran (proses maupun hasil) dalam pemahaman
materi pokok jarring-jaring balok dan kubus dengan menggunakan model
discovery learning dalam pelajaran matematika pada siswa kelas IV SDN
23
Citumenggung 2 Kecamatan Bojong Kabupaten Pandeglang. Nilai matematika
pada prasiklus memiliki nilai rata-rata 51,10 sedagkan nilai KKM sekolah
adalah 60, dengan nilai persentase ketuntasan 31,25% dari 32 siswa. Pada
siklus I didapatkan nilai rata-rata 69,53 dengan presentase ketuntasan 75,00%.
Dan hasil yag diperoleh setelah siklus II adalah 80,31% dengan presentase
ketuntasan 90,62%.
Penelitian lain yang relevan denga penelitian ini adalah Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Metode
Discovery Learning Pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 02 Sejaruk
Paramyang disusun Halomoan Hasugian, Budiman Tampubolon, dan K.Y.
Margiati. Berdasarkan hasil penelitian berupa observasi, wawancara, tes, dan
dokumentasi dapat disimpulkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran
(proses maupun hasil) dalam pemahaman materi membuat denah letak benda
dengan menggunakan model discovery learning dalam pelajaran matematika
pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 02 Sejaruk Param. Dengan jumlah
siswa sebayak 15 siswa, nilai matematika pada siklus I didapatkan nilai 62,00
dengan nilai KKM 65. Dan pada siklus II didapatkan nilai 82,20.
Kedua penelitian diatas relevan dengan penelitian ini, karena dalam
penelitian tersebut sama-sama menggunakan model discovery learning. Akan
tetapi, terdapat perbedaan dalam penelitian, perbedaannnya adalah dalam
penelitian ini model discovery learning dikolaborasi dengan media benda
nyata, sehingga terbentuk model pembelajaran yang inovatif. Sedangkan
persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meningkatkan hasil belajar
siswa dalam menemukan konsep yang telah ada. Penelitian-penelitian tersebut
24
dijadikan referensi dalam penelitian ini untuk menambah wawasan peneliti.
Penerapan model discovery learning berbantuan media benda nyata dalam
penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk menemukan konsep
yang telah ada dengan terlibat langsung dalam pembelajaran dengan media
benda nyata.
25
C. Kerangka Pikir
Fakta
Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika, khususnya materi pecahan
Solusi
Hasil
Meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan
Penyebab
1. Siswa kurang tertarik mengikuti pembelajaran
Matematika khususnya materi pecahan
2. Guru masih menggunakan metode ceramah dan
diskusi dalam pembelajaran.
3. Guru tidak menggunakan media dalam pemelajaran
matematika.
4. Tidak ada kegiatan pembelajaran yang melibatkan
siswa secara langsung karena pembelajaran
berpusat pada guru.
5. Siswa kurang aktif bertanya ketika pembelajaran
berlangsung.
6. Ketika guru bertanya kepada siswa hanya satu dua
siswa yang bisa menjawab dengan benar.
Penerapan Model Discovery
Learning
(Melibatkan siswa dalam
menemukan konsep pecahan)
Media BendaNyata
(Membantu siswa belajar dari
benda konkrit menjadi
berfikir abstrak.)
1. Siswa dapat terlibat langsung dalam pembelajaran.
2. Siswa menjadi lebih aktif.
3. Siswa dapat memahami konsep pecahan berdasarkan kegiatan
yang telah dilakukannya sendiri.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir