bab ii kajian pustaka a. kajian teori 1. pembelajaran...

17
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika a. Definisi Pembelajaran Matematika Pembelajaran adalah proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan sumber belajar, dan anak dengan pendidik (Daryanto, 2014:1). Sedangkan Darsono, 2000:24 (dalam Hamdani, 2011:23) pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari. Sehingga, pembelajaran adalah suatu usaha yang diberikan oleh guru kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan peserta didik lain untuk mengetahui suatu hal baru melalui perantara sumber belajar. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (Permendikbud No. 22 Tahun 2006). Selaras dengan yang disampaikan oleh Susanto (2013:185), matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dalam menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan dalam dunia kerja. Oleh karena itu, matematika adalah ilmu yang harus diberikan sejak tingkat dasar dan dikuasai oleh semua orang karena memiliki peran penting dalam kehidupan manusia terutama pada peserta didik.

Upload: hoangquynh

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Matematika

a. Definisi Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah proses interaksi antar anak dengan anak, anak dengan

sumber belajar, dan anak dengan pendidik (Daryanto, 2014:1). Sedangkan

Darsono, 2000:24 (dalam Hamdani, 2011:23) pembelajaran adalah cara guru

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar mengenal dan

memahami sesuatu yang sedang dipelajari. Sehingga, pembelajaran adalah

suatu usaha yang diberikan oleh guru kepada peserta didik untuk berinteraksi

dengan peserta didik lain untuk mengetahui suatu hal baru melalui perantara

sumber belajar.

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia (Permendikbud No. 22 Tahun 2006). Selaras

dengan yang disampaikan oleh Susanto (2013:185), matematika merupakan

salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir dalam

menyelesaikan permasalahan sehari-hari dan dalam dunia kerja. Oleh karena

itu, matematika adalah ilmu yang harus diberikan sejak tingkat dasar dan

dikuasai oleh semua orang karena memiliki peran penting dalam kehidupan

manusia terutama pada peserta didik.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

10

Pembelajaran matematika adalah usaha sadar guru untuk membentuk

watak, peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik serta

membantu siswa dalam belajar matematika agar tercipta komunikasi

matematika yang baik sehingga matematika itu lebih mudah dipelajari dan

lebih menarik (Soviawati, 2011:84). Pembelajaran matematika adalah proses

pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan

yang terencana sehingga siswa memperoleh kompetensi tentang bahan

matematika yang dipelajari (Soebinto, dkk, 2013:2). Sehingga, guru harus

mempunyai model pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa terhadap

pembelajaran matematika agar siswa senang terhadap matematika dan

medapatkan pengalaman yang optimal dari pembelajaran matematika. Dari

kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran matematika

adalah suatu usaha yang dilakukan dalam rangka untuk membantu siswa

dalam mempelajari matematika sebagai suatu hal yang menarik dan

menyenangkan.

Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa

bersama-sama menjadi pelaku agar terlaksana tujuan pembelajaran yang

diharapkan. Menurut Susanto, (2013:188) pembelajaran yang efektif adalah

pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa. Keefektifan pembelajaran dapat

dilihat dari segi proses dan segi hasil. Selaras dengan yang disampaikan

Wragg (dalam Susanto, 2013:188) pembelajaran yang efektif adalah

pembelajaran yang memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang

bermanfaat sesuai yang diinginkan. Pada hakekatnya pembelajaran

matematika tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari, sehingga keberhasilan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

11

pembelajaran matematika dapat dilihat apabila terjadi perubahan tingkah laku

pada diri peserta didik kearah yang berkaitan dengan matematika. Yang

sebelumnya tidak tahu menjadi tahu tentang konsep matematika.

b. Tujuan Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar

Mata pelajaran matematika memiliki tujuan agar siswa mampu

menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan pembelajaran

matematika dibedakan menjadi 2, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.

Berikut adalah tujuan pembelajaran matematika secara umum:

Menurut Depdiknas (2001:9) dalam (Susanto, 2013:189),

kompetensi atau kemampuan umum pembelajaran matematika di

sekolah dasar yakni: (1) Melakukan operasional hitung

penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, beserta operasi

campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan. (2) Menentukan

sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bagun ruang sederhana,

termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume. (3)

Menentukan sifat simetris, kesebagunan, dan sistem koordinat. (4)

Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antar satuan, dan

penaksiran pengukuran. (5) Menentukan dan menafsiran data

sederhana, seperti: ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus,

megumpulkan dan menyajikan. (6) Memecahkan masalah,

melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan secara

matematika.

Tujuan pembelajaran secara khusus :

Tujuan khusus pembelajaran matematika yang terdapat pada

Depdiknas (2001:9) (dalam Susanto, 2013:189), adalah sebagai

berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antarkonse, dan mengaplikasikan konsep atau prosedur.

(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. (3) Memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan

menafsirkan solusi yang diperoleh. (4) Mengomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel,diagram, atau media lain untuk menjelaskan

keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai penggunaan

matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

12

2. Model Discovery Learning

a. Definisi Model Discovery Learning

Menurut pendapat Suprijono (dalam Wahyuningsih, dkk, 2013:53), model

pembelajaran dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk menyusun

kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.

Selaras dengan yang disampaikan (Daryanto, 2014:41), model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman

dalam merencanaka pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

Sehingga, setiap model pembelajaran yang digunakan mampu mengarahkan

guru dalam menyusun perangkat pembelajaran serta diharapkan mampu

membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.

Model discovery learning adalah sebuah model yang mengarahkan siswa

untuk dapat menemukan sendiri sesuatu melalui proses pembelajaran yang

dilakukan (Kosasih, 2014:83). Model ini melibatkan siswa secara langsung

untuk menemukan jawaban sendiri dalam proses belajar. Sebagaimana yang

disampaikan Hidayah, dkk (2016:67) prinsip model pembelajaran ini materi

atau bahan pelajaran yang akan disampaikan oleh guru tidakdisampaikan

dalam bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apayang

ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri

kemudianmengorganisasi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam bentuk

akhir. Dari kedua pendapat diatas, maka discovery learning adalah suatu

model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam

pembelajaran, siswa dituntut untuk meyelesaikan masalah yang telah

direkayasa oleh guru, sehingga pembelajaran akan berpusat pada siswa.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

13

b. Langkah-langkah Model Discovery Learning

Pembelajaran yang menggunakan discovery learning dapat meningkatkan

keterampilan berpikir siswa karena siswa dilatih untuk mengamati, menanya,

mencoba, menalar dan mengkomunikasikan melalui sintaksnya (Pratiwi,

2014:4).Model pembelajaran ini tidak serta merta guru memberikan perintah

kepada siswa untuk memecahkan masalah yang telah direkayasa. Menurut

Kosasih (2014:85) model discovery learning memiliki langkah-langkah

sistematis, yakni sebagai berikut:

a. Stimulation (Pembelajaran rangsangan)

Pada tahap ini siswa dihadapkan pada suatu yang menimbulkan

kebingungan, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi penyelesaian,

agar timbul keinginan siswa untuk menemukan sendiri. Disamping itu,

guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan menyampaikan tujuan

pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan.

b. Problem statement (Identifikasi masalah)

Pada tahap ini, guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mengidentifikasi masalah dengan merumuskan hipotesis, yakni pernyataan

sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan

c. Data collection (pengumpulan data)

Pada tahap ini, peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan

berbagai informasi yang relevan, membaca literature, mengamati objek,

dan melakukan percobaan, untuk menemukan jawaban atas hipotesis yang

telah dirusmuskan sebelumnya.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

14

d. Data processing (Pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data yang telah didapatkan

perserta didik baik melalui membaca maupun percobaan yang kemudian

disimpulkan.

e. Verification (Pembuktian)

Pada tahap ini, peserta didik melakukan pembuktian benar atau tidaknya

hipotesis yang dirumuskan sebelumnya dengan temuannya.

f. Generalization (Menarik kesimpulan)

Pada tahap ini, hal yang dilakukan adalah menyimpulkan atau menarik

kesimpulan yang dapat dijadikan konsep dengan memperhatikan hasil

pembuktian sebelumnya.

c. Kelebihan dan Kelemahan Model Discovery Learning

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan yang

mengikuti. Kelebihan dari model discovery learning. Seperti yang

disampaikan oleh Rismayani (2013:10), bahwa dengan menerapkan sintaks

pembelajaran discovery learning tersebut maka:

(1) Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi

atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal

dalam jiwa siswa tersebut, (2) Dapat membangkitkan kegairahan

belajar pada siswa. Teknik ini mampu memberikan kesempatan

kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan

kemampuannya masing-masing, (3) Mampu mengarahkan cara

siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk

belajar lebih giat, (4) Membantu siswa untuk memperkuat dan

menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses

penemuan sendiri (5) Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada

guru.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

15

Akan tetapi ada kelemahan yang dimiliki model pembelajaran discovery

learning, sebagaimana yang disebutkan oleh Rohani, dkk (2015:7) bahwa

model ini memiliki kekurangan yakni:

1) Model tersebut kurang efisien untuk mengajar siswa yang banyak,

saat kegiatan diskusi.

2) Siswa yang kurang pandai mengalami kesulitan dalam berpikir atau

mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep.

3. Media Benda Nyata

a. Pengertian Media Benda Nyata

Media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang

mengandung materi instruksional di lingkungan siswa, yang dapat

merangsang siswa untuk belajar (Hamdani, 2011:243).Selaras dengan yang

disampaikan Gagne dalam (Kosasih, 2014:49), media adalah berbagai jenis

komponen dalam lingkunga siswa yang dapat merangsanya untuk belajar. Dari

kedua pendapat diatas, maka media adalah segala sesuatu yang ada di

lingkungan siswa yang dapat digunakan dalam pembelajaran dan merangsang

siswa untuk mempelajarinya.

Media pembelajaran adalah media yang membawa pesan-pesan atau

informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud

pengajaran (Hamdani, 2011:243). Sanjaya (2008) dalam Hamdani 2011:244

mengemukakan bahwa media pembelajaran meliputi perangkat keras yang

dapat mengantarkan pesan dan perangkat lunak yang mengandung pesan.

Sehingga, media pembelajaran adalah sebuah alat yang dapat digunakan untuk

menyampikan pesan atau informasi kepada penerima (siswa).

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

16

Benda nyata atau benda sesungguhnya merupakan suatu obyek yang dapat

memberikan rangsangan yang amat penting bagi siswa dalam mempelajari

berbagai hal terutama yang menyangkut keterampilan tertentu (Ibrahim,dkk,

2003:129) dalam Madechan, 2008:41. Menurut Asyar, 2011:54 (dalam

Lestari, 2014:2) menjelaskan bahwa media realia adalah benda yang dapat

dilihat, di dengar atau dialami oleh peserta didik sehingga memberikan

pengalaman langsung kepada mereka. Dari kedua pendapat tersebut, maka

bedia benda nyata adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan

informasi kepada peserta didik dengan melibatkan peserta didik secara

langsung.

Sebagaimana yang disampaikan Budiarti, dkk (2013:3) yang menyebutkan

bahwa media benda konkrit (nyata) dapat membantu peserta didik berfikir

secara konkrit menuju pada tahap berfikir secara abstrak. Maka dari itu, untuk

dapat menuntun siswa berfikir abstrak, maka harus digunakan media yang

bersifat konkrit atau nyata yang ada disekitar siswa. Dengan beberapa tahapan,

nantinya siswa mampu untuk diajak berfikir abstrak. Oleh karena itu media

yang digunakan dalam pembelajaran matematika haruslah bersifat konkrit,

terutama untuk siswa kelas rendah.

Selaras dengan pendapat Bruner (dalam Buto, 2010:61), perkembangan

konitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya

melihat kondisi lingkungan. Yang pertama tahap enaktif, yaitu tahap dimana

seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam usahanya memahami

lingkungan, tahap ini lebih didominasi pada usia anak 5 sampai 7 tahun,

misalkan seorang anak secara enaktif mengetahui bagaimana mengendarai

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

17

sepeda motor, yang kedua tahap ikonik yaitu tahap dimana seseorang melihat

dunia melalui gambar-gambar dari visualisasi verbal, misalkan pada

pengenalan konsep piramida dll, dan yang ketiga tahap simbolik yaitu dahap

dimana gagasan-gagasan abstrak banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika,

misalkan pada pengenalan timbangan melalui permainan jungkak-jungkik.

b. Kelebihan dan kekurangan Media Benda Nyata

Setiap media pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan,

kelebihan media benda nyata menurut Sumantri dan Permana (2001) (dalam

Restuti, 2016:3) yaitu:

Kelebihan media benda nyata adalah sebagai berikut: (1) Memberi

pengalaman yang sangat berharga karena langsung dalam dunia

sebenarnya. (2) Memiliki ingatan yang tahan lama dan sulit

dilupakan. (3) Pengalaman nyata dapat membentuk sikap mental

dan emosional yang positif terhadap hidup dan kehidupan. (4)

Benda konkret dapat dikumpulkan dan dicari. (5) Benda konkret

dapat dikoleksi orang.

Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 176) (dalam

Heriyanto, 2014:24),kelemahan media benda konkrit antara lain:

Kelemahan media benda nyata adalah sebagai berikut: (1)

Memerlukan tambahan anggaran biaya pendidikan. (2)

Memerlukan ruang dan tempat yang memadai jika media tersebut

berukuran besar. (3) Apabila media yang diperlukan sulit didapat

ditempat tersebut, maka akan menghambat proses pembelajaran.

(4) Baik guru atau siswa harus mampu menggunakan media

pembelajaran tersebut.

4. Model Discovery Learning berbantuan Media Benda Nyata

Model discovery leraning adalah pembelajaran penemuan yang melibatkan

siswa secara langsung dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang

telah direkayasa oleh guru dengan media benda nyata sebagai penunjang.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

18

Langkah-langkah pembelajaran model discovery learning menurut

Kosasih (2014:85), yakni:

Tabel 2.1 Sintaks model discovery learning berbatuan media benda nyata Langkah-langkah Tindakan Guru

Stimulation (Pemberian

rangsangan)

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai.

Guru menyampaikan materi tentang materi pecahan yang

menimbulkan rasa penasaran siswa untuk menemukan

jawabannya, misalnya dengan soal:

Kelompok A memiliki 1 buah apel, kelompok tersebut

beranggotakan 4 orang siswa. Bagaimana caranya agar

setiap anggota mendapatkan bagian buah apel?

Problem statement

(Identifikasi masalah)

Guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi masalah

untuk menemukan jawaban sementara. Siswa melakukan

identifikasi sebagai berikut:

Satu buah apel dapat dibagi menjadi 4 bagian sama besar,

sehingga semua anggota mendapatkan bagian yang sama.

Data collection

(Pengumpulan Data)

Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengumpulkan informasi yang relevan dalam rangka

menjawab pertanyaan atau hipotesis sebelumnya. peserta

didik melakukan percobaan pembagian buah berdasarkan

kemampuan awal yang dilmiliki.

Data processing

(pengolahan

data)

Siswa mengolah data atau informasi yang telah diperoleh

siswa melalui pengamatan. Peserta didik menuliskan

jawaban atas pertanyaan berdasarkan percobaan yang telah

dilakukannya.

Apakah semua anggota kelompok mendapatkan bagian

buah yang sama besar? Mengapa?

Verivication (pembuktian) Guru bersama peserta didik melakukan pemeriksaan secara

cermat untuk mengetahui benar tidaknya jawaban hipotesis

yang telah dituliskan sebelumnya dari hasil temuan

alternative.

Generalization (Menarik

kesimpulan)

Guru meminta siswa membuat kesimpulan yang dapat

dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua masalah

yang sama dengan memerhatikan hasil pembuktian.

5. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil belajar

Hasil belajar menurut Gunawan, 2013:153 (dalam Selvia,2015:173-174)

adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh

suatu mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai test atau angka

nilai yang diberikan oleh guru. Sedangkan menurut Sudjana (2013:3)

penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

19

belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Oleh karena itu, hasil

belajar adalah pemberian nilai oleh guruterhadap proses dan hasil

pembelajaran yang telah dilakukan oleh siswa baik hasil belajar kognitif,

afektif, maupun psikomotor. Menurut BSNP (dalam Arifin, 2013:52),

penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi

tentang prestasi atau kinerja pesereta didik dan efektifitas proses

pembelajaran.

BSNP mengemukakan prinsip-prinsip umum penilaian hasil belajar

sebagai berikut: (1) Mendidik, artinya proses penilaian hasil belajar

harus mampu memberikan sumbangan positif pada peningkatan

pencapaian hasil belajar peserta didik, dimana hasil penilaian harus

dapat memberikan umpan balik dan motivasi kepada peserta didik

untuk lebih giat belajar. (2) Terbuka atau transparan, artinya bahwa

prosedur penilaian, kriteria penilaian ataupun dasar pengambilan

keputusan harus disampaikan secara transparan dan diketahui oleh

pihak-pihak terkait secara obyektif. (3) Menyeluruh, artinya

penilaian hasil belajar yang dilakukan harus meliputi berbagai

aspek kompetensi yang akan dinilai yang terdiri dari ranah

pengetahuan kognitif, keterampilan psikomotor, sikap, dan nilai

afektif yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.

(4) Terpadu dengan pembelajaran, artinya bahwa dalam melakukan

penilaian kegiatan pembelajaran harus mempertimbangkan

kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga penilaian tidak hanya

dilakukan setelahsiswa menyelesaikan pokok bahasan tertentu,

tetapi juga dalam proses pembelajaran. (5) Obyektif, artinya proses

penilaian yang dilakukan harus meminimalkan pengaruh-pengaruh

atau pertimbangan subyektif dari penilai. (6) Sistematis, yaitu

penilaian harus dilakukan secara terencana dan bertahap serta

berkelanjutan untuk dapat memperoleh gambaran tentang

perkembangan belajar siswa. (7) Berkesinambungan, yaitu evaluasi

harus dilakukan secara terus menerus sepanjang rentang waktu

pembelajaran. (8) Adil, mengandung pengertian bahwa dalam

proses penilaian tidak ada siswa yang diuntungkan atau dirugikan

berdasarkan latar belakang sosial ekonomi, agama, budaya, bahasa,

suku bangsa, warna kulit, dan gender. (9) Pelaksanaan penilaian

menggunakan acuan kriteria yaitu menggunakan kriteria tertentu

dalam menentukan kelulusan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

20

b. Macam-macam Hasil Belajar

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan

kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar

dari Bloom (dalam Sudjana, 2013:22) membagi hasil belajar ke dalam 3 ranah,

yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

6 aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,

sintesis, dan evaluasi. Masih menurut Bloom (dalam Sudjana, 2013:22-

28), tipe-tipe hasil belajar ranah kognitif adalah sebagai berikut:

a)Pengetahuan, tipe hasil belajar pengetahuan adalah tipe hasil

belajar dengan mengingat, seperti definisi-definisi, rumus,

nama-nama kota, nama-nama tokoh,dll. Tipe hasil belajar

pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah. Akan tetapi tipe

ini menjadi prasarat untuk pemahaman. b)Pemahaman, tipe hasil

belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan adalah pemahaman.

Hafal adalah prasarat bagi pemahaman. Pemahaman dibedakan

menjadi 3 kategori, yakni: Tingkat terendah adalah pemahaman

terjemahan, dimulai dari terjemahan arti yang sebenarnya,

misalnya dari bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia.

Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni

menghubungkan kejadian dahulu dengan yang diketahui

berikutnya. c) Aplikasi, tipe hasil belajar aplikasi adalah

penggunaan abstraksi pada situasi konkrit atau situasi khusus.

Abstraksi tersebut bisa berupa teori maupun ide-ide. d) Analisis,

tipe belajar analisis adalah usaha memilah suatu integritas

menjadi unsur-unsur atau bagian sehingga susunannya menjadi

jelas. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai

pemahaman yang komprehensif untuk memahami beberapa hal.

e) Sintesis, berfikir berdasarkan pengetahuan hafalan, berfikir

pemahaman, berfikir aplikasi, dan berfikir analisis dipandang

sebagai befikir konvergen (berpusat). Dalam berfikir konvergen,

pemecahan masalah sudah diketahui berdasarkan yang sudah

dikenalnya. Sedangkan sisntesis adalah berfikir secara devergen

(menyebar/luas). Dalam berfikir devergen pemecahan masalah

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

21

belum dapat dipastikan, sehingga hal ini menjadikan orang lebih

kreatif dalam pemecahan masalah. f) Evaluasi, tipe belajar

evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang

mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja,

pemecahan, dll. Dilihat dari beberapa segi tersebut, maka

evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau standar tertentu.

2. Ranah Afektif

Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2013:29-30),Ranah afektif berkenaan

dengan sikap dan nilai. Hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai

tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar,

menghargai guru, dan hubungan sosialnya.

Beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar menurut

Bloom, yakni: a) Reciving/attending adalah semacam kepekaan

dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa

dalam bentuk masalah. b) Responding atau jawaban adalah reaksi

yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulus yang datang dari

luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi dalam menjawab stimulus

yang datang dari luar kepada dirinya. c) Valuing atau penilaian,

yakni berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau

stimulus. d) Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam

suatu sistem organisasi. Yang termasuk organisasi salah satunya

ialah konsep tentang nilai. e) Karakteristik nilai atau internalisasi

nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki

seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah

lakunya.

3. Ranah Psikomotor

Menurut Bloom, hasil belajar psikomotor tampak dalam bentuk

ketrampilan dan kemampuan bertindak individu (Sudjana, 2013:30-31).

Ada 6 tingkatan ketrampilan, yakni: a) Gerakan refleks

(ketrampilan pada gerakan yang tidak sadar). b) Ketrampilan pada

gerakan-gerakan dasar. c) Kemampuan perceptual, termasuk di

dalamnya membedakan visual, auditif, motoris,dll. d) Kemmapuan

di bidang fisik, misalnya bkekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari ketrampilan sedehana sampai

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

22

pada ketrampilan yag kompleks. f) Kemampuan yag berkenaan

dengan komunikasi.

c. Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut pendapat Wasliman (2007:158) dalam Susanto 2013:12, hasil

belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara

berbagai factor yang memengaruhi, baik faktir internal maupun factor

eksternal.

Menurut Wasliman, factor eksternal dan internal tersebut adalah

sebagai berikut: 1) Faktor internal: faktor internal merupakan factor

yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi

kemampuan belajarnya. Factor internal ini meliputi: keceedasan,

minat, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan ketekunan. 2)

Faktor eksternal: faktor yang berasal dari luar diri peserta didik

yang memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan

masyarakat. Keadaan kelluarga berpengaruh terhadap hasil belajar

siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya,

pertengkaran suami istri, serta perhatian yag kurang dari orangtua

berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitan

dengan judul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pada Materi

Jaring-jaring Balok Dan Kubus Melalui Metode Discovery Learning Kelas IV

SDN Citumenggung 2 Kecamatan Bojong Kabupaten Pandeglang yang

disusun oleh Mega Selvia Wida Rahmawati. Berdasarkan hasil penelitian

berupa observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi dapat disimpulkan adanya

peningkatan kualitas pembelajaran (proses maupun hasil) dalam pemahaman

materi pokok jarring-jaring balok dan kubus dengan menggunakan model

discovery learning dalam pelajaran matematika pada siswa kelas IV SDN

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

23

Citumenggung 2 Kecamatan Bojong Kabupaten Pandeglang. Nilai matematika

pada prasiklus memiliki nilai rata-rata 51,10 sedagkan nilai KKM sekolah

adalah 60, dengan nilai persentase ketuntasan 31,25% dari 32 siswa. Pada

siklus I didapatkan nilai rata-rata 69,53 dengan presentase ketuntasan 75,00%.

Dan hasil yag diperoleh setelah siklus II adalah 80,31% dengan presentase

ketuntasan 90,62%.

Penelitian lain yang relevan denga penelitian ini adalah Meningkatkan

Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Metode

Discovery Learning Pada Anak Kelas VI Sekolah Dasar Negeri 02 Sejaruk

Paramyang disusun Halomoan Hasugian, Budiman Tampubolon, dan K.Y.

Margiati. Berdasarkan hasil penelitian berupa observasi, wawancara, tes, dan

dokumentasi dapat disimpulkan adanya peningkatan kualitas pembelajaran

(proses maupun hasil) dalam pemahaman materi membuat denah letak benda

dengan menggunakan model discovery learning dalam pelajaran matematika

pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 02 Sejaruk Param. Dengan jumlah

siswa sebayak 15 siswa, nilai matematika pada siklus I didapatkan nilai 62,00

dengan nilai KKM 65. Dan pada siklus II didapatkan nilai 82,20.

Kedua penelitian diatas relevan dengan penelitian ini, karena dalam

penelitian tersebut sama-sama menggunakan model discovery learning. Akan

tetapi, terdapat perbedaan dalam penelitian, perbedaannnya adalah dalam

penelitian ini model discovery learning dikolaborasi dengan media benda

nyata, sehingga terbentuk model pembelajaran yang inovatif. Sedangkan

persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meningkatkan hasil belajar

siswa dalam menemukan konsep yang telah ada. Penelitian-penelitian tersebut

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

24

dijadikan referensi dalam penelitian ini untuk menambah wawasan peneliti.

Penerapan model discovery learning berbantuan media benda nyata dalam

penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk menemukan konsep

yang telah ada dengan terlibat langsung dalam pembelajaran dengan media

benda nyata.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran ...eprints.umm.ac.id/35516/3/jiptummpp-gdl-fingkicynt-48323-3-3.babii.pdf · Problem statement (Identifikasi masalah) Pada tahap

25

C. Kerangka Pikir

Fakta

Rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran

matematika, khususnya materi pecahan

Solusi

Hasil

Meningkatkan hasil belajar matematika materi pecahan

Penyebab

1. Siswa kurang tertarik mengikuti pembelajaran

Matematika khususnya materi pecahan

2. Guru masih menggunakan metode ceramah dan

diskusi dalam pembelajaran.

3. Guru tidak menggunakan media dalam pemelajaran

matematika.

4. Tidak ada kegiatan pembelajaran yang melibatkan

siswa secara langsung karena pembelajaran

berpusat pada guru.

5. Siswa kurang aktif bertanya ketika pembelajaran

berlangsung.

6. Ketika guru bertanya kepada siswa hanya satu dua

siswa yang bisa menjawab dengan benar.

Penerapan Model Discovery

Learning

(Melibatkan siswa dalam

menemukan konsep pecahan)

Media BendaNyata

(Membantu siswa belajar dari

benda konkrit menjadi

berfikir abstrak.)

1. Siswa dapat terlibat langsung dalam pembelajaran.

2. Siswa menjadi lebih aktif.

3. Siswa dapat memahami konsep pecahan berdasarkan kegiatan

yang telah dilakukannya sendiri.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir