bab ii karya gw
DESCRIPTION
sekripsiTRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Neoplasia
Neoplasia secara harafiah berarti “pertumbuhan baru”. Secara
definitive berarti pertumbuhan abnormal massa dari jaringan yang
yang berlebih dan tidak terkoordinasi dengan jaringan normal dan
menetap dengan pertumbuhan berlebih meskipun stimulus untuk
berhenti telah diberikan. (Kumar et al, 2007).
Ada dua karakteristik yang dikatakan sebagai kanker, yaitu:
pertumbuhan sel yang tidak teregulasi, dan invasi
jaringan/metastasis. Kanker adalah sinonim dari neoplasia yang
ganas dan merupakan penyakit genetik. Fenotip yang maligna
seringkali bermutasi di beberapa gen yang berbeda yang meregulasi
proliferasi sel, perbaikan DNA, motilitas, kemampuan sel bertahan
hidup, invasi, dan angiogenesis. Kanker yang disebabkan oleh
mutasi sering mengaktivasi sinyal jalur transduksi yang mengarah
pada proliferasi sel yang menyimpang dan gangguan dalam
diferensiasi jaringan. Sel normal mempunyai mekanisme proteksi
yang mengarah pada perbaikan DNA yang rusak yang terjadi selama
proses sintesis DNA dan mitosis sebagai respon terhadap mutagen
lingkungan; jalur perbaikan ini sering berlangsung tidak normal
pada sel kanker. Ketika sel normal mengalami terlalu banyak
kerusakan, sel-sel tersebut mengaktivasi jalur apoptosis untuk
mencegah kerusakan organ. Jalur apoptosis ini juga biasanya
berubah pada sel kanker, yang mengakibatkan sel yang seharusnya
mati tetap hidup (Kasper et al. , 2008).
Selama dekade terakhir, teori mutasi somatic tentang kanker
telah berevolusi menjadi bukti bahwa malfungsi epigenetik
mempunyai peranan penting dalam perkembangan kanker. Konsep
epigenetik menggambarkan kondisi stabil mitosis dan perubahan
aktivitas gen yang tidak melibatkan perubahan urutan DNA primer,
sehingga menyediakan informasi lapis dua terhadap blueprint genom
yang murni. Mekanisme epigenetic mengkoordinasikan proses
biologis yang krusial, seperti kromosom-X, pencetakan genom,
variasi karena perbedaan posisi, memprogram ulang genom selama
diferensiasi dan perkembangan, atau tergganggunya RNA yang
memyebabkan posttranscriptional gene silencing (Veeck, J., &
Esteller, M., 2010).
Sel kanker mampu hidup pada kondisi yang minim oksigen dan
nutrisi yang sedikit. Fenotip sel kanker memiliki karakteristik
khas dimana mampu memfasilitasi invasi dan metastasis, seperti
kemampuan untuk menembus membrane basal, migrasi ke matrix
ekstraseluler dan menuju kompartemen vaskular, dan membentuk
pembuluh darah baru untuk membantu kolonisasi (Kasper et al. ,
2008).
2. Kanker Payudara
Kanker payudara adalah pertumbuhan dari sel-sel yang ganas
pada duktus atau lobules dari payudara yang menyebar melalui
sistem limfatik maupun via darah. Menurut American society,
kanker payudara merupakan penyebab utama kanker pada wanita.
(Hurst, M., 2008).
Seorang wanita yang hidup sampe umur 90 tahun, mempunyai 1:8
untuk terkena kanker payudara. Pada tahun 2007, diperkirakan
178,480 wanita terdiagnosa kanker payudara yang invasif, 62,030
kanker insitu, dan lebih dari 40,000 wanita meninggal karena
penyakit ini (Kumar, 2007).
Banyak factor resiko yang turut andil dalam kanker payudara,
antara lain : umur, menarche pertama, umur saat melahirkan
pertama kali, keluarga yang pernah terkena kanker payudara, ras,
paparan estrogen, densitas payudara, paparan radiasi, diet,
obesitas, olahraga, menyusui, dan tembakau (Kumar, 2007). Namun
secara epidemiologi, faktor resiko keturunan memegang proporsi
yang terbesar, yaitu sekitar 20%. Hal ini memperlihatkan adanya
kaitan patogenesis yang sangat jelas terhadap gen-gen tertentu
(deVita et al., 2008).
Mutasi germline pada gen-gen suppressor tumor dapat
menyebabkan kurang lebih setengah dari kanker yang diwariskan.
Gen-gen suppressor tumor tersebut antara lain : (1) gen
suppressor tumor yang berkaitan dengan pewarisan sindrom kanker
yang jarang, misalnya p53, (2) BRCA1 dan BRCA2, serta (3) gen-gen
tambahan dengan risiko kecil hingga menengah, misalnya CHEK2,
BRIP1, PLAB2, NBS1, RAD50, dan gen reparasi mismatch MSH2 dan
MLH. Banyak penelitian mengungkapkan bahwa kontribusi utama yang
berkaitan dengan risiko kanker payudara adalah metabolisme hormon
steroid, gen yang terlibat dalam kontrol siklus sel, dan jalur
sinyal sel. Kanker payudara sporadis memperlihatkan mekanisme
epigenetik dalam menonaktifkan beberapa gen reparasi DNA yang
penting, salah satunya p53 (DeVita et al., 2008).
Saat ini, perkembangan teori somatisasi mempunyai peran yang
sama pentingnya dengan gangguan fungsi epigenetic dalam
perkembangan kanker. Perubahan aktivitas gen tanpa pergeseran
susunan DNA primer dan stablinya mitosi merupakan konsep dari
epigenetic. Sedangkan mekanisme dari epigenetik adalah mengatur
jalannya prose biologis seperti pencetakan gen, pencatatan efek
posisi, penyusunan kembali genom selama diferensiasi dan
perkembangan, inaktivasi kromoosom X,atau interferensi RNA yang
menyebabkan posttranscriptional gene silencing. Jikalau terjadi
kesalahan pada salah satu mekanisme ini, maka akan terjadi
ketidakseimbangan pada sistem tubuh manusia, termasuk
perkembangan payudara (Veeck & Esteller, 2010).
3. Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr & Perry)
Cengkeh merupakan tanaman asli Indonesia dan merupakan
komoditas ekspor yang sangat potensial. Cengkeh, yang mempunyai
nama lain Eugenia caryophyllata Thunb.; Caryophyllus aromaticus
L; Jambosa caryophyllus N. D. Z.; Syzygium aromaticum (L.)
(Merr&Perry) tumbuh alami di Pulau Maluku dan mampu beradaptasi
dengan baik pada kondisi basah tropis (Gunawan et al. 2001).
Cengkeh banyak digunakan dalam berbagai industri seperti
industri makanan, minuman dan rokok kretek. Tumbuhan ini sudah
sejak lama digunakan dalam pengobatan sehari – hari. Minyak
cengkeh mempunyai efek farmakologi sebagai stimulan, anestetik
lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodic
(Perry dan Metzger, 1990). Sejak zaman Dinasti Han 220 – 206 SM
cengkeh di samping sebagai rempah juga digunakan sebagai pewangi
mulut. Di Ayurdevic India dilaporkan bahwa sudah sejak lama
pengobatan menggunakan cengkeh dan kapolaga yang dikunyah dengan
dibungkus daun sirih untuk memperbaiki pencernaan. Selain itu
dilaporkan pula bahwa di Eropa sejak abad 14 campuran ekstrak
cengkeh dan kapolaga telah digunakan sebagai obat anti plaque
(karang gigi). Di Portugal bunga cengkeh yang masih hijau diambil
cairannya dan dipakai untuk obat jantung di samping sebagai
pewangi. Bahkan beberapa dokter menyarankan penggunaan cengkeh
untuk meningkatkan pencernaan karena percaya bahwa cengkeh dapat
memperkuat kerja perut, hati dan jantung (Rosengarten .1969).
salah satu jurnal menyatakan bahwa pada abad ke 18 di Maluku
cengkeh digunakan untuk menyembuhkan luka. Pengobatan tradisional
di Indonesia menggunakan cengkeh untuk sakit perut dengan cara
mengunyah bunga cengkeh tersebut dan untuk sakit mata dengan
meneteskan air perendaman bunga cengkeh. Di samping itu cengkeh
digunakan sebagai pembangkit nafsu makan, menyembuhkan kolik atau
diberikan pada wanita yang baru melahirkan dalam bentuk ramuan
dengan bahan bahan obat lainnya (Rumphius .1941).
Penggunaan minyak cengkeh dalam bentuk balsam sudah banyak
digunakan di Indonesia dan karena sifatnya sebagai analgesik,
balsam yang dihasilkan dapat dipakai untuk mengurangi rasa sakit
karena reumatik. Di samping itu minyak cengkeh dapat dipakai
sebagai bahan aktif atau pembuatan obat kumur karena sifatnya
sebagai antibakteri. Hasil penelitian menunjukan bahwa formula
obat kumur yang dihasilkan dapat menghambat tumbuhnya bakteri
Streptococcucs mutans dan Streptococcus viridians yang dapat
menyebabkan terjadinya plaque gigi. Senyawa eugenol sebagai hasil
isolasi dari minyak cengkeh sudah biasa digunakan untuk obat
sakit gigi dan bahan campuran untuk menambal gigi (Nurdjannah et
al., 2004).
4. Uji Sitotoksisitas Pada Kultur Sel Kanker Payudara MCF-7 dan
T47D
Cell line secara luas digunakan dalam banyak aspek
penelitian laboratorium dan sebagai model in vitro pada
penelitian kanker. Cell line mempunyai beberapa keuntungan
seperti mudah untuk dikendalikan dan menunjukkan replikasi diri
yang tidak terbatas. Selain itu, cell line menampilkan derajat
yang relative tinggi dalam homogenitas dan mudah untuk digantikan
dengan stok yang telah dibekukan jika terkena kontaminasi
(Burdall et al, 2003).
Kegunaan cell line, salah satunya MCF-7 sebagai alat
investigasi menyebabkan adopsi di laboratorium di seluruh dunia
dan dalam beberapa dekade digunakan dalam laboratorium independen
untuk memfasilitasi evolusi MCF-7.
MCF-7 berasal dari Yayasan Kanker Michigan (MCF-Michigan
Cancer Foundation) pada tahun 1973, diperoleh dari efusi pleura,
dan merupakan cell line kanker payudara yang paling sering
digunakan di dunia dan merupakan adenokarsinoma dengan reseptor
estrogen postif. Mayoritas cell line kanker payudara tidak
berasal dari tumor payudara primer, melainkan dari metastasis
tumor, terutama aspirat atau efusi pleura. Sejumlah cell line
lainnya yang biasa digunakan sebagai model kanker payudara yaitu
BT20, MDA-MB 231, MDA-MB 435,MDA-MB 468, SkBr3, T47D, ZR75.1
(Burdall et al., 2003).
Penggunaan cell line memang memiliki beberapa manfaat yaitu
mudah untuk dikendalikan serta mewakili sumber replikasi diri
yang tak terbatas serta dapat tumbuh dalam jumlah yang tanpa
batas. Selain itu cell line memberikan derajat homogenitas yang
tinggi dan mudah diganti dengan stok yang telah dibekukan jika
terjadi kontaminasi. Namun kerugian cell line adalah
kerentanannya terhadap penimpangan fenotip dan genotip selama
pengkulturan yang dilakukan terus menerus (Burdall et al., 2003).
Sel MCF-7 dan T47D memiliki sensitifitas yang sama terhadap
isoflavon. Mereka memiliki IC50 yang kurang lebih sama dan sama-
sama menghasilkan metabolit termetilasi dan terhidroksilasi yang
merupakan bentuk aktif dari isoflavon pada sel kanker payudara
manusia. Hal ini menunjukkan pentingnya mengetahui proses
metabolisme isoflavon untuk mengenali mekanisme aksinya (Paterson
et al., 1998).
Apoptosis sel secara morfologis diartikan terjadinya
pengerutan sel, penggembungan membran, kondensasi kromatin dan
pembentukan badan apoptotik. Saat proses berlangsung, terjadi
perubahan fungsi mitokondria, sebagai fase efektor dari jaras
apoptosis. Pelepasan protein mitokondria sitokrom C, berkurangnya
potensial transmembran mitokondria, dan aktivasi aspek kaskade
kaspase merupakan aktivitas-aktivitas yang muncul sebagai proses
kematian sel pada apoptosis sel MCF-7 dan T47D (Mooney et al.,
2002).
B. Landasan Teori
Penelitian dalam rangka penemuan obat antikanker masih terus
dikembangkan dikarenakan tingginya kebutuhan akan obat antikanker
yang selektif dan murah (Meiyanto et al., 2008). Sekarang ini,
terjadi peningkatan resistensi sel-sel kanker terhadap obat
antikanker yang konvensional bagi banyak penderita kanker (Kumala
et al., 2009). Efikasi dari obat-obat kemoterapi mngalami
penurunan disebabkan oleh adanya mekanisme multi drug resistance.
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji potensi
ekstrak bahan alam terhadap proses sitotoksisitas cell line
kanker payudara, MCF7 dan T47D, salah satunya yaitu flavanoid
yang dapat disintesis dari eugenol yang merupakan komponen utama
dari minyak cengkeh. Eugenol ditemukan dapat menginduksi
apoptosis pada sel mast, sel melanoma, serta sel leukemia. Diduga
senyawa 7-3,4’-trihidroksiisoflavon mempunyai aktivitas
sitotoksik terhadap cell line MCF-7 dan T47D dikarenakan senyawa
ini merupakan sintesis dari eugenolyang diisolasi dari minyak
daun cengkeh.
C. Hipotesis
Senyawa 7-3,4’-trihidroksiisoflavon yang disintesis dari
ekstraksi eugenol minyak daun cengkeh mempunyai aktivitas
sitotoksik terhadap cell line kanker payudara, MCF-7 dan T47D.
D. Kerangka Teori
mempunyai mempunyai
disintesis dari diduga memiliki
Gambar 1. Kerangka teori
E. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka konsep
Variabel Bebas:
Konsentrasi Larutan Senyawa 7-
3,4’-trihidroksiisoflav
on
Variabel Tergantung:
Aktivitas Sitotoksik terhadap Cell Line MCF-7 dan T47D yang Ditunjukkan dengan
Nilai IC50
Variabel Pengganggu Terkendali:
Jumlah Sel MCF-7 dan T47D
Suhu Inkubasi 370 C dengan 5% CO2
Eugenol
Senyawa 7-3,4’-trihidroksiisoflavon
Aktivitas Sitotoksik
terhadap Cell Line