bab ii landasan teori a. pengertian …eprints.ums.ac.id/12995/8/bab.2.3.4.pdf · contoh produksi...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Banyaknya pengertian mengenai arti perdagangan internasional dulu
sampai sekarang. Hal ini terjadi, karena pengertian selalu mengalami
perkembangan dan perubahan. Menurut filsafat ekonomi Merkantilisme
menyatakan bahwa cara yang terpenting bagi suatu negara untuk menjadi kaya
dan berkuasa adalah mengekspor lebih banyak daripada mengimpor. Selisihnya
akan diselesaikan dengan pemasukan-pemasukan memiliki emas, semakin kaya
dan berkuasa negara tersebut (Dominick, 1997: 23).
1. Perdagangan Berdasarkan Keunggulan Absolut
Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada
keunggulan absolut (Absolut advantage). Jika sebuah negara lebih efisien
daripada (atau memiliki keunggulan absout terhadap) negara lain dalam
memproduksi sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau
memiliki kerugian absolut) negara lain dalam memproduksi komoditi lainnya,
kedua negara dapat memperoleh keuntungan dengan cara-cara masing-
masing negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang
memiliki keunggulan absolut dan menukarkannya dengan komoditi lain yang
memiliki kerugian absolut. Adam Smith menjelaskan semua negara
memperoleh keuntungan dari perdagangan dan menyarankan untuk
menjalankan kebijakan Laisses-faire yaitu suatu kebijakan yaitu suatu
7
8
kebijakan yang menyarankan sesedikit mungkin intervensi pemerintah
terhadap perekonomian.
2. Perdagangan Berdasarkan Keunggulan Komparatif
Pada tahun 1817 David Richardo menerbitkan buku yang berjudul
Principle of Political Economy and Taxation, yang berisi tentang hukum
keunggulan komparatif, meskipun sebuah negara kurang efisien dibanding
(atau memiliki kerugian absolut) terhadap negara lain dalam memproduksi
kedua komoditi. Namun selisih tetap terdapat dasar untuk melakukan
perdagangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negara pertama harus
melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditi yang
memiliki kerugian absolut lebih kecil (ini merupakan komoditi dengan
keunggulan komparatif) dan menggimpor komoditi yang memiliki kerugian
absolut lebih besar (komoditi ini memiliki kerugian komparatif).
3. Teori Biaya Oportunitas
Menurut teori biaya oportunitas, biaya sebuah adalah jumlah komoditi
kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup
untuk memproduksi satu unit tambahan komoditi pertama. Di sini tak dibuat
asumsi bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor produksi atau bahwa
tenaga kerja bersifat homogen. Dan biaya atau nilai harga sebuah komoditi
satu-satunya tergantung pada atau dapat dinilai dari jumlah tenaga kerjanya.
Konsekuensinya, negara yang memiliki biaya oportunitas lebih rendah dalam
memproduksi sebuah komoditi akan memiliki keunggulan komparatif dalam
komoditi tersebut (dan memiliki kerugian komparatif dalam komoditi kedua).
9
4. Batas Kemungkinan produktif Biaya Konstan
Biaya oportunitas dapat digambarkan melalui kurva batas kemungkinan
produksi atau kurva transformasi. Batas kemungkinan produksi adalah sebuah
kurva yang memperlihatkan berbagai alternatif kombinasi dua komoditi yang
dapat diproduksi suatu negara dengan menggunakan sumber daya yang ada
dan dengan menggunakan teknologi yang dimilikinya.
Contoh produksi Gandum (dalam ton/tahun), dan kain (dalam juta
meter/tahun) bagi negara Amerika Serikat dan Inggris. Amerika Serikat dapat
memproduksi 180G dan 0K, 150 G dan 20K, atau 150 W dan 40K, sampai
ke0G dan 120K. Untuk setiap 30G yang dikorbankan Amerika, sejumlah
sumber daya diperoleh untuk memproduksi tambahan 20K. Artinya,
30G=20K (dalam oportunitas satu unit gandum di Amerika Serikat adalah 1G
= 2/3K dan tetap konstan. Di lain pihak, Inggris dapat meningkatkan
outputnya sebanyak 20K untuks setitap 10G yang dikorbankan. Dengan
demikian, biaya oportunitas gandum di Inggris adalah 1G = 2K dan tetap
konstan.
Daftar kemungkinan produksi Amerika Sertikat dan Inggris dalam grafik
kemungkinan produksi. Setiap titik pada garis batas tersebut menggambarkan
satu kombinasi gandum dan kain yang dapat diproduksi. Sebagai contoh pada
titik A, Amerika Sertika memproduksi 90G dan 60K. Pada titik A`, Inggris
memproduksi 40G dan 40K.
Titik-titik didalam atau dibawah batas kemungkinan produksi juga
merupakan titik yang mungkin untuk memproduksi, namun dengan cara yang
10
tidak efisien. Artinya, negara tersebut memiliki kelebihan (idle) sumber daya
dan/atau tidak menggunakan teknologi terbaik yang tersedia. Di lain pihak,
titik-titik diatas batas kemungkinan produksi tidak dapat diproduksi dengan
sumber daya dan teknologi yang dimiliki negara tersebut pada saat ini.
Kemiringan (slope) batas kemungkinan produksi yang menurun ke bawah
(downward) atau negatif menunjukkan bahwa jika Amerika Serikat dan
Inggris bermaksud memproduksi lebih ganyak gandum, mereka akan
mengorbankan produksi beberapa unit kainnya. Fakta bahwa batas
kemungkinan produksi kedua negara tersebut berbentuk garis lurus
menunjukkan bahwa biaya opurtuitas mereka adalah konstan. Artinya untuk
menambah produksi 1 unit gandum, Amerika Serikat harus mengorbankan
2/3K dan Inggris harus mengorbankan 2K, tanpa tergantung pada dari titik
mana garis batas kemungkinan produksi kedua negara tersebut dimulai.
Biaya opurtunitas yang konstan timbul ketika (1) sumber daya atau faktor
produksi bersifat subtitusi sempurna atau digunakan dalam proporsi yang
sama dalam memproduksi kedua komoditi, dan (2) semua unit dari faktor
yang sama bersifat homogen atau memiliki kualitas yang tepat sama. Dengan
demikian, karena setiap negara memindahkan sumber daya dari produksi kain
ke produksi gandum, negara tersebut tidak harus menggunakan sumber daya
yang semakin kurang sesuai untuk memproduksi gandum, tanpa melihat
berapapun gandum yang telah diprodusknya. Hal yang sama berlaku pula
dalam memproduksi lebih banyak kain. Jadi, kita mempunyai biaya konstan
11
dalam pengertian bahwa jumlah yang sama dari suatu komoditi harus
dikorbankan untuk memproduksi setiap tambahan unit komoditi lainnya.
Meskipun biaya opurnitas di setiap negara bersifat konstan, namun biaya
ini berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya sehingga
memberikan dasar terjadinya perdagangan.
Tabel 2.1 Daftar kemungkinan produksi untuk gandum dan kain
Di Amerika Serikat dan Inggris
Amerika Serikat Inggris Gandum Kain Gandum Kain
180 150 120 90 60 30 0
0 20 40 60 80 100 120
60 50 40 30 20 10 0
0 20 40 60 80 100 120
Grafik 2.1 Biaya oportunitas
Amerika Serikat
30 60 90 120 150 180 20 40 60 Gandum Gandum
Sumber: Dominick Salvatore, 1998:34
120 100 80 60 40 20 0
Kai
n
120 100 80 60 40 20 0
Kai
n
12
Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam
keluar wilayah Pabean suatu negara dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku (Djauhari Ahsjar, 2002: 1).
Dipandang dari sudut sifat-sifat ekspor, tingkat laju pertumbuhan ekonomi
sebagai akibat dari perkembangan ekspor akan menjadi bertambah tinggi
apabila berlaku keadaan-keadaan (Sadono Sukirno, 1985: 253) berikut:
1. Tingkat perkembangan ekspor bertambah tinggi.
2. Bertambah tinggi akibat dari kegiatan ekspor terhadap kesempatan kerja.
3. Bertambah sedikit pendapatan ekspor yang diterima oleh golongan
masyarakat yang memiliki kecenderungan batas mengimpor (marginal
propensity to import).
4. Makin lebih produktif penanaman modal yang dilakukan dan dibiayai
oleh tabungan dala sektor ekspor.
5. Makin leibh besar perkembangan ekspor yang diciptakan oleh
perkembangan teknologi dan bukan perluasan kegiatan tersebut.
6. Makin lebih erat hubungan kait mengkait diantara sektor ekspor dengan
sektor-sektor lain.
7. Makin lebih stabil pendapatan tarif ekspor yang tetap berada di dalam
negeri.
Faktor-faktor yang mempenaruhi ekspor adalah:
1. Jumlah produksi dalam negeri
2. Harga luar negeri
3. Harga dalam negeri
13
4. Harga valuta asing
5. Pendapatan nasional
Ketentuan ekspor adalah sebagai berikut:
1. Eksportir memiliki surat ijin usaha perdagangan
2. Eksportir wajib mengetahui barang yang dilarang diekspor oleh
pemerintah atau harus seijin pemerintah
3. Eksportir harus mengetahui ekspor barang ke suatu negara yang dilarang
oleh pemerintah.
Resiko-resiko eksportir:
1. Resiko transportasi / pengangkatan
- Pengangkutan barang menggunakan kapal laut/pesawat udara.
- Lamanya waktu pengangkutan, jarak dari satu negara ke negara lain.
- Berpindah tanganya barang dan penyimpanan di gudang,
menyebabkan resiko kerusakan dan kehilangan barang.
2. Resiko kredit atau non payment
Yang diperhatikan adalah pada saat pembukaan letter of credit, menuntut
dengan syarat pembukaan L/C irrevocable documentary letter of credit.
Untuk menghindari resiko ditipu, terlambat dibayar dan tidak dibayar.
3. Resiko mutu barang
Masing-masing pihak harus berpegang teguh pada sales contract yang
telah disepakati bersama, khususnya bagi eksportir dalam pengiriman
barang sesuai apa yang diminta pihak importir.
14
4. Resiko nilai tukar
Untuk harga ditetapkan dengan mata uang tertentu, dan yang ideal mata
uang standar dollar Amerika Serikat (US $). Biasnya eksportir berusaha
untuk melindungi dirinya terhadap nilai tukar ini dengan cara membeli
valuta asing dengan penyerahan kemudian (Forward/option contract),
yang dikenal dengan istilah hedging/swap.
5. Resiko hukum
Peraturan dan hukum di negara asing yang tentunya sulit kita ketahui,
yang mungkin saja merugikan pihak eksportir. Dan jika ada problem
dalam transaksi dagang, tentunya harus ada perwasitan internasional
(International Commercial Arbitration).
6. Resiko bonafiditas
Umumnya eksportir tidak dapat mengetahui secara pasti atau mengukur
tingkat kemampuan calon importir/buyer. Dan untuk mencegah resiko
jika terjadi wan prestasi dikemudian hari dapat dilakukan tindakan
preventif sebagai berikut:
a. Minta bantuan/referensi dari bank, atase perdagangan RI di KBRI.
b. Membuat kontrak dagang ekspor yang rapi, teliti dan memuat
ketentuan hukum, yang menyangkut keamanan pembayaran dan mutu
barang.
c. Mempergunakan syarat perdagangan sesuai incoterms secara tepat.
d. Dalam kontrak dagang memuat ketentuan tentang penalti serta proses
penyelesaian sengketa, apakah melalui cara amicable solution –
15
arbitrations atau melalui court (pengadilan) atau alternative dispute
solution (ADS).
B. ARTI PENTING EKSPOR BAGI NEGARA BERKEMBANG
Meskipun angka-angka volume dan nilai ekspor negara-negara
berkembang secara keseluruhan merupakan indikator pola-pola perdagangan
yang sangat penting bagi semua negara-negara berkembang, tetapi angka-angka
agregat itu cenderung menutupi arti penting ekspor bagi kondisi dan kemantapan
perekonomian di masing-masing negara berkembang itu sendiri, yang tentu saja
berlainan satu sama lain. Secara umum, negara-negara maju. Negara-negara
besar memiliki tingkat ketergantungan terhadap perdagangan yang lebih rendah
dibandingkan negara-negara kecil, selain itu kita juga dapat mengetahui bahwa
negara-negara berkembang cenderung menyumbangkan bagian yang lebih besar
dari outputnya untuk ekspor dibandingkan negara-negara maju.
Lebih besarnya sumbangan ekspor negara-negara berkembang dalam
GDP kemungkinan dikarenakan oleh harga relatif jasa-jasa yang tidak
diperdangankan jauh lebih tinggi di negara-negara maju dibandingkan di negara-
negara berkembang di lain pihak, hal tersebut menekan bahwa negara-negara
berkembang pada umumnya lebih tergantung pada perdagangan dalam hubungan
ekonomi internasional, karena sebagian besar perdagangan yang dilakukan
adalah jual beli barang dan bukannya jasa, dimana perbedaan harga barang antar
negara terhitung kecil. Lebih lagi, ekspor barang negara-negara berkembang
kurang beragam dibandingkan ekspor negara-negara maju (Todaro, 2003: 13-14).
16
C. KEBIJAKSANAAN EKONOMI INTERNASIONAL
Dalam arti luas kebijakan ekonomi internasional adalah
tindakan/kebijakan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi komposisi, arah, serta bentuk dari pada perdagangan
dan pembayaran internasional. Tujuan perdagangan internasional dibidang
ekspor dikelompokkan menjadi dua macam yaitu:
1. Kebijakan ekspor di dalam negeri
a. Kebijakan perpajakan dalam bentuk pembebasan, keringanan
pengembalian pajak ataupun pengenaan pajak ekspor/PET untuk barang-
barang ekspor tertentu.
b. Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan
ekspor atas CPO.
c. Penetapan prosedur/tata laksana ekspor yang relatif mudah.
d. Pemberian subsidi ekspor, seperti pemberian sertifikat ekspor.
e. Pembentukan asosiasi eksportir.
f. Pembentukan kelembagaan seperti bounded warehouse (Kawasan Berikat
Nusantara), bounded island Batam, export processing zone dan lain-;ain.
g. Larangan/pembatasan ekspor.
2. Kebijakan ekspor di luar negeri
a. Pembentukan International Trade Promotion Centre (ITPC) di berbagai
negara, seperti di Jepang (Tokyo), Eropa, AS dan lain- lain.
b. Pemanfaatan general system of preferency atau GSP, yaitu fasilitas
keringanan bea masuk yang diberikan negara-negara industri untuk
17
barang manufaktur yang berasal dari negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia sebagai salah satu hasil UNCTAD.
c. Menjadi anggota Commodity Association of Procedure, seperti OPEC
dan lain- lain.
d. Menjadi anggota Commodity agreement between procedure and
consumer, seperti ICO (Iternational coffee organization), MFA
(Multifibre agreement) dan lain- lain.
Kebijakan perdagangan ineternasional di bidang impor dapat
dikempokkan menjadi dua macam kebijakan yaitu:
1. Kebijakan Tarrif Barrier
Kebijakan tarrif barrier atau TB bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:
a. Pembebasan bea masuk/tarif rendah adalah antara 0% - 5%: dikenakan
untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital,
alat-alat militer/pertahanan/kemanan, dan lain- lain.
b. Tarif sedang antara > 5% - 20%.
c. Tarif tinggi di atas 20%: dikenakan untuk barang-barang mewah dan
barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan
bukan barang kebutuhan pokok.
2. Kebijakan nontariff barrier
Kebijakan nontariff barrier (NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan
selain bea masuk yang dapat menimbulkan disorsi, sehingga mengurangi
potensi manfaat perdagangan inernasional. Secara garis besar NTB dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
18
a. Pembatasan spesifik (Spesific limitation).
b. Peraturan bea cukai
c. Goverment participation
d. Import charges
Sistem kuota, subsidi dan dumping
a. Kuota
Kuota adalah pembatasan jumlah fisik terhadap barang yang masuk
dalam suatu negara, ada 3 bentuk kuota yaitu negotiated atau bilateral
quota, tariffs quota dan mixing quota (Nopirin, 1999: 65):
1) Kuota impor terdiri dari:
a) Absolute atau unilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya
ditentukan sendiri oleh negara tanpa persetujuan dengan negara
lain.
b) Negotiated atau bilateral quota adalah kuota yang besar kecilnya
ditentukan berdasarkan perjanjian antara 2 orang/negara atau lebih
dari dua orang/negara.
c) Tariffs quota adalah gabungan antara tarif dan kuota. Untuk
barang tertentu, tambah barang impor masih diizinkan tetapi
dikenakan tarif yang lebih tinggi.
d) Mixing quota yakni membatasi penggunaan bahan mentah yang
diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang akhir.
Pembatasan ini untuk mendorong berkembangnya industri di
dalam negeri.
19
2) Dampak-dampak pemberlakuan kuota impor
Kuota impor dapat digunakan untuk melindungi sektor industri
kecil tertentu atau bisa juga untuk melindungi sektor pertanian dan
juga melindungi neraca pembayaran suatu negara.
b. Subsidi
Subsidi ekspor adalah pembayaran langsung atau pemberian
keringanan pajak dan bantuan subsidi kepada para eksportir nasional,
dan/atau pemberian pinjaman berbunga rendah kepada para pengimpor
asing dalam rangka memacu ekspor suatu negara.
c. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga dibawah
pasaran, atau penjualan suatu komoditi ke luar negeri dengan harga jauh
lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan domestiknya.
(Dominick Salvatore, 1997: 328)
D. Inflasi
Inflasi merupakan proses kenaikan harga barang-barang secara umum
yang berlaku terus-menerus. Hal ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam
barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin saja dapat terjadi
kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama periode tertentu.
Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang
cukup besar) bukan merupakan inflasi (nopirin, 1992: 25).
20
Di dalam teori kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi dua, yaitu
teori demand pull inflation dan cost push inflation. Disamping menggunakan
pendekatan teori kuantitas dalam menganalisis sumber-sumber penyebab inflasi
juga digunakan pendekatan struktur ekonomi, pendekatan moneter dan
pendekatan akuntansi (Khalwaty, 2000: 15).
1. Pendekatan teori kutantitas
a. Demand pull inflation
Demand pull inflation terjadi karena adanya kenaikan permintaan
agregatif dimana kondisi produksi telah berada pada kesempatan kerja
penuh (full employment). Kenaikan permintaan agregat dapat
b. Cost push inflation
Cost push inflation disebabkan karena tingkat penawaran lebih
rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Hal ini bisa terjadi
dikarenakan adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen
terpaksa mengurangi produksinya sampai pada batas tertentu. Penawaran
total akan terus menurun karena semakin mahalnya biaya produksi. Bila
keadaan ini terus berlangsung cukup lama maka akan terjadi inflasi.
E. PASAR VALUTA ASING
Kurs adalah perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang yang
berbeda di dalam pertukaran (Nopirin, 1999: 137). Fungsi pasar valuta asing
dalam membantu kelancaran lalu lintas pembayaran internasional adalah sebagai
berikut:
21
1. Mempermudah penukaran valuta asing serta pemindahan dana dari satu
negara ke negara lain. Proses penukaran atau pemindahan dana ini dapat
dilakukan dengan sistem “clearing” seperti halnya yang dilakukan oleh
bank-bank serta para pedagang.
2. Dalam transaksi internasional sering terdapat transaksi internasional yang
tidak perlu segera diselesaikan pembayaran dan atau penyerahan barangnya,
maka pasar valuta asing memberikan kemudahan untuk dilaksanakannya
perjanjian/kontrak jual beli dengan kredit.
3. Memungkinkan dilakukannya “hedging”.
Sifat kurs va luta asing sangat tergantung dari sifat pasar. Apabila transaksi
jual beli valuta asing dapat dilakukan secara bebas di pasar, maka kurs valuta
asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan
penawaran. Apabila pemerintah menjalankan kebijakan stabilitas kurs, tetapi
tidak dengan mempengaruhi transaksi swasta, maka kurs ini hanya akan
berubah-ubah di dalam batas yang kecil, meskipun batas-batas ini dapat
diubah dari waktu ke waktu. Pemerintah dapat juga menguasai sepenuhnya
transaksi valuta asing yang sistem semacam ini disebut dengan exchange
control. Dalam sistem moneter standar emas kurs valuta asing relatif tetap
atau hanya berubah-ubah dalam batas yang ditentukan oleh ongkos angkut
emas.
1. Sistem kurs yang berubah-ubah
Di dalam pasar bebas perubahan kurs tergantung pada beberapa
faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing.
22
Permintaan dan valuta asing diperlukan guna melakukan transaksi
pembayaran ke luar negeri (impor). Permintaan valuta asing diturunkan
dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Sedangkan
penawaran valuta asing berasal dari eksportir, yakni berasal dari kredit
neraca pembayaran internasional.
2. Sistem kurs yang stabil
Sistem kurs bebas seperti tersebut diatas sering menimbulkan
adanya tindakan spekulasi akibat ketidaktentuan didalam kurs valuta
asing. Oleh karena itu banyak negara yang kemudian menjalankan suatu
kebijakan untuk menstabilkan kurs. Pada dasarnya kurs yang stabil dapat
timbul secara:
a. Aktif, yakni pemerintah menyediakan dana untuk tujuan stabilitas
kurs (stabilization funds).
b. Pasif, yakni didalam suatu negara yang menggunakan sistem standar
emas.
? Stabilitas kurs
Kegiatan kurs dapat dijalankan dengan cara sebagai berikut:
apabila tendensi kurs valuta asing akan turun maka pemerintah
membeli valuta asing di pasar.
? Standar emas
Suatu negara dikatakan memakai standar emas apabila:
? Nilai mata uangnnya dijamin dengan nilai seberat emas
tertentu.
23
? Setiap orang boleh membuat serta melebur uang emas.
? Pemerintah sanggup membeli atau menjual emas dalam
jumlah yang tidak terbatas pada harga tertentu (yang sudah
ditetapkan pemerintah).
F. HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA
Hasil penelitian Heri Kristanto (2002) dengan judul “Pengaruh Valuta
Asing dan Volume Produksi Terhadap Ekspor Elektronik Indonesia dengan
menggunakan metode sebagai berikut:
Eks = ß0 + ß1 KVA + ß2 Q + ei
Dari hasil olah data dengan menggunakan analisis regresi linier berganda
diperoleh hasil sebagai berikut:
Eks = 525,336 + 0,558 KVA – 4,024 Q yang berarti bahwa kurs valuta asing
berpengaruh positif terhadap ekspor elektronik Indonesia dengan nilai koefisien
regresi sebesar 0,558 yang berarti bahwa apabila nilai-nilai kurs valutas asing
bertambah sebesar 1% maka jumlah ekspor elektronik juga naik sebesar 0,588%
dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Dari hasil uji t diperoleh nilai thitung untuk variabel adalah sebesar 6,059
sedangkan besarnya nilai ttabel dengan tingkat keyakinan 99% atau a = 0,01 dan
df = 14 sebesar 2,977 karena nilai thitung > ttabel maka Ho ditolak (Ha diterima),
yang menunjukkan bahwa kurs valuta asing berpengaruh signifikan terhadap
besarnya ekspor elektronik Indonesia.
Hasil penelitian Yuni Prihadi Utomo (2000) dengan judul “Ekspor
Mendorong Pertumbuhan Atau Pertumbuhan Mendorong Ekspor” dengan
24
menggunakan uji stasioner, uji kausalitas granger dan uji kointegrasi. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa t hitung sebesar 1.5693 lebih kecil dari nilai kritis
t pada a = 0.10, yakni sebesar 3.2279; berarti GNP memiliki unit root atau tidak
stasioner. Dengan uji ADF. Pada uji ADF t tabel pada a = 0.10 sebesar 3.2279
maka tidak stasioner. Uji Engle-Granger menunjukkan bahwa baik dengan uji
stasioner DF maupun ADF – GNP dan EXP tidak terkointegrasi karena nilai t
hitung sebesar 1.2446 (DF) – GNP dan 1.5785 (ADF) lebih kecil dari nilai kritis
t pada a (0.10), yakni sebesar 3.1988 (DF) dan 3.2048 ADF. Pada kondisi GNP
dan EXP tidak stasioner dan tidak terkointegrasi. Uji dilanjutkan dengan
menstasionerkan GNP dan EXP menunjukkan bahwa GNPt – GNPt-1 maupun
EXPt – EXPt-1 adalah stasioner. GNPt – GNPt-1 stasioner pada a = 0.10;
sementara EXPt – EXPt-1 stasioner pada DF dengan a = 0.05.
G. HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan sebagai kerangka pemikiran dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Diduga ada pengaruh antara valas (dollar AS terhadap rupiah) terhadap
neraca perdagangan internasional Indonesia.
2. Diduga ada pengaruh yang positif antara ekspor non migas terhadap neraca
perdagangan internasional Indonesia.
3. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara impor non migas terhadap
neraca perdagangan internasional Indonesia.
4. Diduga ada pengaruh yang positif antara PDB terhadap neraca perdagangan
internasional Indonesia.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Model Analisis
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
persamaan simultan. Persamaan simultan adalah suatu model dimana variabel
dependen (Y) tidak saja ditentukan oleh variable independent (X), tetapi ada
variabel X yang justru ditentukan oleh U. Dalam persamaan simultan terdapat
satu atau lebih variabel tak bebas dalam satu persamaan. Satu ciri dari model
persamaan simultan adalah variabel dalam satu persamaan mungkin muncul
lebih dari satu kali sebagai variabel yang menjelaskan variabel lain. Variabel-
variabel yang ada dalam persamaan simultan dapat digolongkan dalam dua
tipe yaitu variabel endogen (endogenous variable) dan variabel-variabel yang
sudah diketahui nilainya (predetermined variable). Variabel endogen
diperlakukan sebagai variabel stokastik dan nilai-nilainya ditentukan dengan
memasukkan nilai variabel-variabel lain dalam model. Predetermined
variable diperlakukan sebagai variabel non-stokastik yang nilai-nilainya
sudah tertentu atau sudah ditetapkan. Umumnya notasi Y dipakai sebagai
simbol variabel endogen sedangkan notasi X sebagai predetermined variable
(Gujarati, 1995: 325). Variabel endogen adalah NE (ekspor bersih non migas)
dan INF (Inflasi) sedangkan yang menjadi variabel eksogen adalah kurs, JUB
dan PDB.
25
26
Fungsi nilai ekspor bersih non migas:
NE = a0 + a1 Kurs + a2 INF + a3 PDB + Ut
Fungsi inflasi:
INF = ß0 + ? 1 Kurst + ? 2 JUBt + NEt + vt
Kemudian persamaan diubah menjadi ke dalam bentuk logaritma
sehingga model menyajikan variabel-variabel endogen sebagai fungsi dari
variabel-variabel eksogen. Kedua hubungan tersebut ditulis dalam model
sebagai berikut :
Log NE = ? 0 + log ? 1Kurst + ? 2 INFt + ? 3 log PDBt + ut (1)
Log INF = ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ? 3 log NEt + vt (2)
Di mana:
NE = Nilai Eskpor bersih non migas
Kurs = Valas (Kurs dollar US terhadap rupiah)
INF = Inflasi
PDB = PDB Indonesia menurut harga yang berlaku
JUB = Jumlah uang beredar
? 1 - ? 3 = Nilai Koefisien regresi
? 0 = Konstanta
ut, vt = Gangguan stokastik
1. Estimasi Metode 2 SLS
Dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi simultan
dengan menerapkan metode 2 SLS (Two Stage Least Square). Dalam
penelitian ini persamaan struktural dapat di tulis sebagai berikut :
27
a. Tahap Satu
Untuk membuang korelasi yang nampak terjadi antara log NE
dan vt , mulailah dengan regresi log NE atas semua variabel yang
ditetapkan lebih dahulu dalam sistem keseluruhan, bukan hanya yang
dalam persamaan tadi. Dalam kasus sekarang ini, berarti meregresi log
NE atas log kurs, INF dan log PDB sebagai berikut:
Log NE = e PDB log ˆ inf ˆ kurs logˆ ˆt3210 ???????? (3)
Di mana et adalah residual OLS biasa. Dari persamaan diatas
mendapatkan.
Log EN?
= u PDB log ˆ inf ˆ kurs logˆ ˆt3210 ???????? (4)
Di mana Log EN?
adalah suatu taksiran dari nilai rata-rata NE
bersyarat atas log kurs, inf dan log PDB yang tetap. Persamaan 3
adalah persamaan regresi bentuk yang direduksi karena hanya variabel
eksogen atau yang ditetapkan lebih dahulu nampak pada sisi sebelah
kanan. Persamaan sekarang dapat dinyatakan sebagai
Log NE = Log EN?
+ et (5)
Yang menunjukkan bahwa NE stokastik terdiri dari 2 bagian: Log EN?
yang merupakan kombinasi linier dari log kurs, inf dan log PDB yang
non stokastik, dan suatu komponen random et. Dengan mengikuti teori
OLS, Log EN?
dan ut tidak berkorelasi.
b. Tahap Dua
Inf = ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ß3 (log EN?
+ et) + vt
28
= ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ß3 log EN?
+ (vt + ß3 et)
= ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ß3 log EN?
+ v *t (6)
di mana v*t = vt + ß1 + ß2 + ß3 et
Dengan membandingkan persamaan (6) dengan persamaan (2),
kita melihat bahwa keudanya sangat mirip dalam penampilan. Satu-
satunya perbedaan adalah bahwa log NE dapat diganti oleh log EN?
.
Keuntungan dari persamaan 6 dapat ditunjukkan bahwa meskipun log
NE dalam persamaan nilai ekspor non migas yang asli berkorelasi atau
nampaknya berkorelasi dengan unsur gangguan vt (yang menyebabkan
OLS menjadi tidak sesuai), log EN?
dalam persamaan (6) tak
berkorelasi dengan v *t secara asimtotik, yaitu dengan sampel besar
(atau lebih akurat, dengan meningkatnya ukuran sampel secara tak
terbatas). Sebagai hasilnya, OLS dapat diterapkan ke persamaan (6)
yang akan memberikan taksiran konsisten dari parameter nilai ekspor
bersih non migas.
Seperti prosedur dua tahap ini menunjukkan, ide dasar di
belakang 2SLS untuk memurnikan variabel yang menjelaskan
stokastik log NE dari pengaruh gangguan stokastik vt. Hal ini dicapai
dengan regresi bentuk yang direduksi log NE atau semua variabel
yang ditetapkan lebih dahulu dalam sistem (tahap 1) dengan
mendapatkan taksiran log EN?
dan menggantikan log NE dalam
persamaan asli dengan log EN?
yang ditaksir dan kemudian
29
menerapkan OLS untuk persamaan yang kemudian ditransformasikan
(tahap 2). Penaksir yang kemudian diperoleh adalah konsisten yaitu
penaksir tadi mengarah ke nilai sebenarnya dengan meningkatnya
ukuran sampel secara tak terbatas.
Untuk menggambarkan 2SLS lebih lanjut, kita memodifikasikan
model nilai ekspor non migas – inflasi sebagai berikut:
Log NE = ? 0 + log ? 1Kurst + ? 2 INFt + ? 3 log PDBt + ut (7)
INF = ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ? 3 log NEt + ? 5 logNEt-1
+ ? 6 inf t-1 + vt (8)
Di mana sebagai tambahan terhadap variabel yang telah
didefinisikan log NEt-1 = nilai ekspor non migas dalam periode waktu
sebelumnya dan inf = inflasi dalam periode sebelumnya. Kedua log
NE dan inf adalah ditetapkan lebih dahulu.
Dapat dengan segera diperiksa bahwa kedua persamaan (7) dan
(8) terlalu diidentifikasikan. Untuk menetapkan 2SLS, kita melangkah
maju sebagai berikut:
Dalam tahap 1 kita meregres variabel endogen atas semua
variabel yang ditetapkan lebih dahulu dalam sistem. Jadi
Log NE = e inf NE log PDB log ˆ inf ˆ kurs logˆ ˆ1t1-t1-t3210 ????????????
??(9)
Inf= e inf NE log NE log ˆ JUB log ˆ kurs logˆ ˆ2t1-t1-t3210 ????????????
??(10)
30
Dalam tahap 2 kita menggantikan log NE dan inf dalam persamaan (struktural)
asli dengan nilai taksirannya dari dua regresi tadi dan kemudian melakukan
regresi OLS sebagai berikut
Log NE = ? 0 + log ? 4 EN?
+ ? 1 log Kurst + ? 2 INFt + ? 3 log PDBt + u*1t (11)
Inf = ?0 + ?5 log fin?
+ ß1 log Kurst + ?2 log JUBt + ?3 logNEt-1 + ?4 inf t-1 + u*2t (12)
Di mana u dan u taksiran yang kemudian didapat akan konsisten.
B. Regresi OLS
Metode OLS mengasumsikan keberadaan suatu model garis regresi
yang disebut CLRM (Classical Linier Regression Model). Pada CLRM,
proses estimasi garis regresi dilakukan dengan cara meminimumkan
persamaan:
)ˆ.....ˆˆˆ( )1(212112
tnnttt XXYfu ?????? ???? (1)
Karena Yt, Xit, X2t hingga X(n-1)t diketahui (dari pengamatan) maka
pada dasarnya:
.)ˆ......ˆ,ˆ( 2112
nt Yfu ??? ???? (2)
Persamaan (2) memiliki implikasi bahwa proses minimasi pada
dasarnya merupakan proses mencoba-coba berbagai nilai
.)ˆ......ˆ,ˆ21 n??? ? sehingga ? 2
tu mencapai minimum. Secara matematis,
proses coba-coba ini bisa dilakukan melalui pendekatan matematik diferensial
atau dengan menggunakan pendekatan matrik (Gujarati, 1995: 52).
31
Untuk mendapatkan estimator garis regresi yang memiliki sifat BLUE
(Best Linier Unbiased Estimation). CLRM mensyaratkan dipenuhinya sepuluh
asumsi (Gujarati, 2003: 65-75), asumsi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Model regresi linier. Model regresi linier dalam parameternya, seperti
ditunjukkan oleh persamaan berikut ini.
Yi = ß1 + ß2 Xi + ui
Model regresi linier dalam parameter merupakan titik awal dari CLRM
2. Nilai-nilai X tetap pada persampelan ulang. Sampel-sampel ulang. Secara
teknis X dianggap tetap pada sampel-sampel ulang. Secara teknis X
diasumsikan sebaga nonstochastis.
Asumsi ini untuk membahas mengenai PRF (Population Regression
Function) tetapi sangat penting untuk memahami konsep mengenai “nilai-
nilai tetap dalam sampel ulang.
3. E (Ui/Xi) = 0
Asumsi ini menyatakan bahwa nilai yang diharapkan bersyarat dari Ui
tergantung pada nilai Xi tertentu adalah nol.
4. 0 Cov (ui, uj) = E [ui – E (ui)] [uj – E (uj)]
= E (ui - Ui)
= 0
Dimana i dan j dua pengamatan yang berbeda dan Cov adalah covarians
asumsi ini menyatakan bahwa penggunaan ui dan ui tidak berkorelasi
secara
32
teknis, asumsi ini dikenal sebagai asumsi tidak adanya korelasi berurutan
atau tidak ada otokorelasi.
5. Var (ui/Xi) = E [ui – E(u1)]²
= E (ui)² karena asumsi 1
= s ²
Asumsi ini menyatakan bahwa varian ui untuk tiap xi (yaitu varians
bersyarat untuk uj) adalah suatu kons tan positif yang sama dengan s²,
secara teknis asumsi ini menyatakan homokedastisitas atau varian sama
yang mempunyai arti bahwa populasi Y yang berhubungan dengan nilai X
mempunyai variasi yang sama atau penyebaran sama.
6. Cov (ui – Xi) = E [ui – E(uij)] [Xi – E(Xi)]
Asumsi ini menyatakan bahwa gangguan ui dan variabel yang menjelaskan
x tidak berkorelasi.
7. Jumlah observasi n harus lebih besar dari jumlah parameter yang
diestimasikan atau jumlah observasi n harus lebih besar dari jumlah
variabel-variabel penjelas.
8. Variabilitas pada nilai X. Nilai X pada sampel diberikan tidak harus sama.
Secara teknis variabel X harus berupa bilangan positif yang terbatas.
9. Model regresi dispesifikasikan dengan benar. Sebagai alternatifnya, tidak
ada bias spesifikasi atau kesalahan dalam model X yang digunakan dalam
analisis empiris.
33
10. Tidak ada multikolinieritas sempurna, yaitu tidak ada hubungan
lingkungan yang sempurna diantara variabel-variabel penjelas.
Dari sepuluh asumsi diatas, hanya lima saja yang biasa diuji dalam
penelitian yang menggunakan analisis regresi, asumsi terseut yaitu
multikolinieritas, heteroskedastisitas dan otokorelasi, normalitas ut dan uji
spesifikasi model.
C. Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan
asumsi klasik. Pengujian ini meliputi multikolinieritas, heteroskedastisitas,
dan autokorelasi.
1. Uji multikolinieritas
Masalah multikolinieritas muncul jika terdapat hubungan yang
sempurna atau pasti di antara beberapa variabel atau semua variabel
independen dalam model. Dalam kasus terdapat multikolinieritas yang
serius, koefisien regresi tidak lagi menunjukkan pengaruh murni dari
variabel independen dalam model. Ada beberapa metode untuk menguji
keberadaan multikolinieritas, disini akan digunakan uji Klein.
Uji Klein meliputi langkah- langkah sebagai berikut: (Arief, 1993: 26-7):
a. Regres model lengkap, dapatkan nilai R²
b. Regres masing-masing variabel independen terhadap seluruh variabel
independen lainnya, dapatkan nilai R²i. Regres ini disebut auxilary
regression.
34
c. Apabila terdapat R²i > R² berarti terdapat masalah multikolinieritas
yang serius.
2. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila variasi ut tidak konstan atau
berubah-ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel independen
(Gujarati, 1995: 61). Konsekuensi dari keberadaan heteroskedastisitas
adalah metode regresi OLS akan menghasilkan estimator yang bias untuk
nilai variasi ut dan dengan demikian variasi dari koefisien regresi.
Akibatnya uji t, uji F dan estimasi nilai variabel dependen menjadi tidak
valid (Gujarati, 1995: Johnston dan DiNardo, 1997 : 166-7).
Uji korelasi Rank Spearman memiliki tahapan sebagai berikut
(Gujarati, 1995 : 372-3) :
a. Regres model lengkap dan dapatkan residualnya
b. Dengan mengabaikan tanda dari ut yang berarti mendapatkan nilai
absolut ut, dapatkan nilai korelasi Rank Spearman antara nilai absolut
ini dengan setiap variabel independen dalam model dengan rumus :
rs = 1 – 6 ???
?
???
?
??
)1( 2
2
nn
d i
rs adalah koefisien korelasi Rank Spearman, di selisih ranking dan n
adalah banyaknya data atau pengamatan.
35
c. Apabila terdapat nilai korelasi Rank Spearman yang signifikan maka
hipotesis terdapatnya heteroskedastisitas diterima. Nilai korelasi Rank
Spearman signifikan apabila thitung untuk nilai korelasi Rank Spearman
yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
21
2
rs
nrst
?
??
Apabila nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel pada t (a/2;n-2), atau lebih
besar dari –t (a/2;n-2) maka simpulannya tidak ada
heteroskedastisitas.
3. Otokorelasi
Otokorelasi terjadi apabila nilai va riabel masa lalu memiliki
pengaruh terhadap nilai variabel masa kini, atau masa datang. Konsekuensi
dari keberadaan otokorelasi adalah metode regresi OLS akan
menghasilkan estimasi yang terlalu rendah untuk nilai variasi ut dan
karenanya menghasilkan estimasi yang terlalu tinggi untuk R2. bahkan
ketika estimasi nilai variasi ut tidak terlalu rendah, maka estimasi dari nilai
variasi dari koefisien regresi mungkin akan terlalu rendah dan karenanya
akan signifikan dari uji t dan uji F tidak valid lagi atau menghasilkan
konklusi yang menyesatkan (Gujarati, 1995 : 411, Johnston dan DiNardo,
1997: 185-7). Penelitian ini uji autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson
Mekanisme tes Durbin-Watson adalah sebagai berikut, dengan
mengasumsikan bahwa yang mendasari tes dipenuhi:
a. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residual;
36
b. Menghitungo d dengan rumus (Gujarati, 2003: 467);
? ?
?
??
?
?
???
?nt
tt
nt
ttt
u
uud
1
2
2
21
Keterangan:
d : banyaknya observasi adalah n – 1:
c. Untuk ukuran sampel tertentu dan benyaknya variabel yang
menjelaskan tertentu, dapatkan nilai dl dan du;
d. Ikuti cara pembuatan keputusan berikut ini untuk acuan yang lebih
mudah.
Durbin – Watson tes: aturan keputusan Hipotesis tidak berlaku Keputusan Jika Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
Menolak Tidak ada keputusan Menolak Tidak ada keputusan Tidak menolak
0<d<dL dL?d?dU 4–dL<d<4 4-dU ?d?4-dL dU<d<4-dU
Gambar 3.1 Grafik statistik Durbin – Watson
D. Uji Kebaikan Model
1. Uji F (Uji eksistensi model)
Uji ini digunakan untuk menguji apakah seluruh variabel independen
mempengaruhi variabel dependen.
Menolak Ho bukti
Autokorela
Daerah tidak ada keputusan
Tidak menolak Ho atau
Ho* atau kedua-duanya
Daerah tidak ada keputusan
Menolak Ho* bukti
autokorelas
f(d)
0 4-d1 2 4-dU d1 dU 4
37
Dalam hal ini langkah- langkah pengujiannya sebagai berikut :
(1) Ho = ß1 = ß2 = ….. ßn = 0 (model tidak eksis ).
Ho = ß1 ? ß2 ? ….. ßn ? 0 (model eksis ).
(2) Menentukan tingkat signifikansi (a).
(3) Menentukan kriteria pengujian dua arah.
Gambar 3.2
Uji F
Dimana :
Ho diterima apabila Fhitung = F(a : k-1 = n-k)
Ho ditolak apabila Fhitung > F(a : k-1 = n-k)
(4) Nilai Fhitung
k))/(NR(11)/(KR
F2
2
hitung ???
?
Keterangan :
R2 = Koefisien determinasi
K = Jumlah koefisien regresi
N = Jumlah data
(5) Kesimpulan
Nilai Ftabel yang diperoleh dibandingkan dengan nilai Fhitung. Apabila
Fhitung > Ftabel, maka Ho ditolak, artinya bersama-sama variabel
independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (persamaan
F(a;k-1;n-k)
H0 diterima
Ho ditolak
38
model penelitian cukup eksis untuk digunakan). Jika Fhitung = Ftabel
maka Ho diterima, artinya secara bersama-sama variabel independen
tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen (persamaan model
penelitian kurang eksis digunakan).
2. Interpretasi R2
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketepatan model
yang baik dalam analisis regresi. Yang ditunjukkan oleh besarnya antara 0
dan 1 (0 ? R2 ? 1). Perhitungan koefisien determinasi 0 berarti variasi dari
variabel independent tidak menjelaskan variasi dari variabel dependen.
Apabila koefisien mendekati 1, berarti variasi dari variabel independent
semakin dapat menjelaskan variasi dari variabel dependen.
Perhitungan koefisien determinasi (R²)
? ???
?TSSESS
YYYY
Ri
22
)()ˆ(
Dimana :
ESS = Explain Sum Square
TSS = Total Sum Square
Nilai R2 terletak antara 0 dan 1, jika R2 semakin mendekati 1 berarti
variabel independen secara bersama-sama semakin menjelaskan variabel
dependen,
39
sebaliknya R2 semakin mendekati 0 maka variabel independen secara
bersama-sama semakin tidak menjelaskan variabel dependen.
E. Uji Validitas Pengaruh
1. Uji t
Uji ini digunakan untuk menguji ada tidaknya pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam hal ini
digunakan langkah- langkah pengujian sebagai berikut :
(1) Ho : ßi = 0 (tidak ada pengaruh signifikan dari variabel independen
ke i terhadap variabel dependen)
Ho : ßi ? 0 (ada pengaruh signifikan dari masing-masing variabel
independen ke i terhadap variabel dependen)
(2) Menentukan tingkat signifikansi (a)
(3) Menentukan kriteria pengujian dua arah
Gambar 3.3 Uji t
Dimana :
Ho ditolak
Ho diterima
t (a/2;n-k)
Ho ditolak
-t (a/2,n-k)
40
Ho diterima apabila –t (a/2; n-k) = thitung = t (a/2;n-k)
Ho ditolak apabila thitung > t(a/2; n-k) atau thitung < -t (a/2; n-k)
Keterangan :
n : Banyaknya data k : Jumlah parameter
(4) Nilai thitung
? ?iSEi
th?
??
Keterangan : th = Nilai thitung ßi = Koefisien regresi SE (ßi) = Standar error dalam koefisien regresi
(5) Kesimpulan
Nilai ttabel yang diperoleh dibandingkan dengan nilai thitung. Apabila
thitung > ttabel atau thitung < -ttabel maka Ho ditolak, berarti masing-
masing veriabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel
dependen.
F. Data dan Sumber Data
1. Definisi Operasional Variabel
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah variabel
dependen dan variabel independen.
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian adalah nilai
ekspor bersih non migas. Ekspor adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa
41
dari Indonesia untuk dikirim ke luar negeri baik itu ekspor selain minyak
dan gas bumi yang besarnya diukur dalam milyar rupiah per tahun.
Inflasi (INF) adalah suatu keadaan umum dimana harga-harga umum
meningkat secara terus menerus. Inflasi yang digunakan dalam penelitian
ini besarnya diukur dalam persen per tahun.
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian terdiri dari:
a. Jumlah uang beredar
Dalam artian sempit jumlah uang beredar didefinisikan sebagai M1
yang merupakan jumlah uang kartal yang beredar di luar Bank
Indonesia, bank-bank umum dan uang giral yang terdiri dari saldo dan
rekening koran. M2 atau jumlah uang beredar dalam artian luas atau
likuiditas perekonomian terdiri dari M1 ditambah dengan uang kuasi.
Jumlah uang beredar yang besarnya diukur dalam satuan juta rupiah
per tahun tahun 1985 – 2000.
b. Kurs rupiah terhadap dollar AS exchange rate (Kurs) adalah
perbandingan nilai atau harga antara dua mata uang yang berbeda.
Kurs valuta asing yang digunakan dalam penelitian ini adalah kurs
dollar AS terhadap rupiah yang besarnya diukur dalam rupiah per
tahun.
c. PDB
Produk domesik bruto adalah penghitungan pendapatan nasional
dengan menggunakan konsep kewilayahan yang dilakukan dengan cara
menghitung besarnya nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan
42
oleh seluruh warga yang ada di wilayah tersebut, baik kegiatan
produksi warga sendiri atau warga asing yang perubahannya menurut
harga yang berlaku dan diukur dalam satuan rupiah per tahun.
2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
sedangkan data tersebut diperoleh dari Biro Pusat Statistik dan Nota
Keuangan dan RAPBN. Data tersebut meliputi jumlah uang beredar,
inflasi, kurs rupiah terhadap dollar AS dan PDB.
43
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum Penelitian
Indonesia terletak antara 6°08` Lintang Utara dan 11° 15` Lintang Selatan
dan antara 94° 45` Bujur Timur dan 141° 05` Bujur Barat. Negara kesatuan yang
berbentuk Republik ini pada tahun 1999 dibagi menjadi 26 propinsi (sejak Timor
timur tidak lagi merupakan wilayah Indonesia), terdiri dari 268 kabupaten, 73
kotamadya, 4.049 kecamatan dan 69.050 desa.
Indonesia merupakan Negara bahari dengan luas lautnya sekitar 7,9 juta
km² (termasuk daerah keseluruhan. Daratan Indonesia yang mempunyai luas lebih
dari 1,9 juta km², mempunyai puluhan atau mungkin ratusan gunung api dan
sungai. Sehubungan dengan letak Negara Indonesia yang dikelilingi beberapa
samudera, serta banyak terdapat gunung berapi yang masih aktif, menyebabkan
Indonesia sering dilanda gempa.
Di Indonesia hanya dikenal dua musim, yaitu musim kemarau dan
penghujan. Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal dari
Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim
kemarau. Sebaliknya pada Bulan Desember sampai dengan Maret arus angin
banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan samudera Pasifik terjadi
musim hujan. Keadaan seperti itu berganti setaip setengah tahun setelah melewati
masa peralihan pada bulan April-Mei dan Oktober – November (BPS, 2000: 3).
43
44
Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan
sebagaimana tertuang dalam GBHN. Pembangunan yang dilaksanakan adalah
dalam rangka membentuk manusia Indonesia seutuhnya dari seluruh masyarakat
Indonesia. Untuk itu pemerintah telah melaksanakan berbagai usaha dalam rangka
memecahkan masalah kependudukan. Usaha-usaha yang mengarah pada
pemerataan penyebaran penduduk telah dilakukan dengan cara memindahkan
penduduk Pulau Jawa ke Luar Pulau Jawa melalui program transmigrasi. Selain
itu dengan mulai diberlakukannya otonomi daerah, diharapkan dapat mengurangi
perpindahan peduduk terutama ke propinsi-propinsi di Pulau Jawa. Usaha untuk
menekan laju pertumbuhan penduduk telah dilakukan pemerintah melalui
program Keluarga Berencana yang dimulai awal tahun 1970-an.
1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar pada bulan Maret 2001 mengalami kenaikan
sebesar 19,02 persen dibanding bulan Maret 2000 atau secara rata-rata dalam
satu tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 1,60 persen per bulan.
Kenaikan terbesar selama dua belas bulan terakhir yaitu pada bulan April
2000 sampai dengan Maret 2001 terjadi pada bulan Desember 2000 sebesar
14,86 persen. Untuk bulan Maret 2001, komposisi uang kartal dan uang giral
adalah 41 dan 59 persen (Indikator Ekonomi, 2001: 3).
45
Tabel 4.1 Jumlah Uang Beredar Dalam Milyar Rupiah
Tahun Jub Tahun Jub 1980 7337,6 1990 77257,53 1981 9576,57 1991 95604,72 1982 10880,85 1992 117316,6 1983 14654,5 1993 145310,5 1984 17512,57 1994 172807,7 1985 23886,92 1995 21815 1986 27447,54 1996 278000 1987 33600,94 1997 402280 1988 41914,81 1998 221738 1989 58220,5 1999 68824
2000 100823 Sumber: Biro Pusat Statistik
2. Perkembangan Kurs dollar AS terhadap rupiah
Kurs dollar AS terhadap rupiah pada saat krisis moneter kurs rupiah
terus melemah terutama dengan dollar AS. Melemahnya kurs rupiah
disebabkan faktor dari dalam maupun dari luar negeri. Perkembangan dari
kurs dollar AS terhadap rupiah adalah pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Kurs dollar AS terhadap rupiah
Dalam Rupiah
Tahun kurs Tahun kurs 1980 626,99 1990 1842,81 1981 631,76 1991 1950,32 1982 661,42 1992 2029,92 1983 909,26 1993 2087,1 1984 1025,94 1994 2160,75 1985 1110,58 1995 2248,61 1986 1282,56 1996 2342,3 1987 1643,85 1997 2909,38 1988 1685,7 1998 10013,6 1989 1770,06 1999 7855,15
2000 8421,77 Sumber: Biro Pusat Statistik
46
3. Inflasi
Januari 2002 ditandai dengan inflasi 1,99 persen. Angka tersebut lebih
tinggi dari inflasi Januari 2001, sebesar 0,33 persen. Angka pada bulan
Januari ini terutama karena meningkatnya kelompok bahan makanan dan
makanan jadi masing-masing 2,74 persen dan 2,77 persen. Inflasi tertinggi
pada saat krisis moneter yaitu sekitar pertengahan tahun 1997 yang besarnya
inflasi 11,050% dan pada tahun 1998 inflasi sebesar 58% dan pada tahun 1999
inflasi menurun sebesar 20,7%.
Tabel 4.3 Inflasi menurut indek harga konsumen
Dalam persen per tahun
Tahun Inf Tahun Inf 1980 15,97 1990 9,52 1981 7,09 1991 9,52 1982 9,69 1992 4,94 1983 11,46 1993 9,77 1984 8,76 1994 9,24 1985 4,31 1995 8,64 1986 8,83 1996 6,47 1987 8,9 1997 11,05 1988 5,47 1998 58 1989 0,5 1999 20,7
2000 3,8 Sumber: Biro Pusat Statistik
4. Perkembangan PDB
Sebagian sektor mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 1998
perekonomian Indonesia mengalami kontraksi lebih dari 10%. Baru pada
tahun 1999 perekonomian Indonesia mulai membaik dengan pertumbuhan
sedikit 0%. PDB atas dasar harga yang berlaku tahun 1998 merosot dari 202,1
47
miliar dollar Amerika Serikat dan tahun 1999 membaik sedikit yaitu menjadi
141,0 milliar dollar Amerika Serikat.
Tabel 4.4. PDB menurut harga yang berlaku
Dalam milliar rupiah
Tahun PDB Tahun PDB 1980 45445,7 1990 195597,2 1981 54027 1991 227450,2 1982 59633 1992 259884,5 1983 73697,6 1993 302017,8 1984 85914,4 1994 382219,7 1985 96997 1995 452380,9 1986 102683 1996 532568 1987 124817 1997 627695,5 1988 142104,8 1998 955753,5 1989 167184,7 1999 1109980
2000 1290684 Sumber: Biro Pusat Statistik
5. Ekspor non migas
Tabel 4.5 Ekspor non migas Indonesia
Dalam juta US
Tahun Eskpor Tahun Eskpor 1980 6168,8 1990 14604,2 1981 4501,3 1991 18247,5 1982 3929 1992 23296,1 1983 5005,2 1993 27077,2 1984 5869,7 1994 30359,8 1985 5868,9 1995 34953,6 1986 6528,4 1996 38093 1987 8579,6 1997 41821,1 1988 11536,9 1998 40975,5 1989 13480,1 1999 38873,2
2000 47757,4 Sumber: Biro Pusat Statistik
48
B. Analisa Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
persamaan simultan. Persamaan simultan adalah suatu model dimana variabel
dependen (Y) tidak saja ditentukan oleh variable independent (X), tetapi ada
variabel X yang justru ditentukan oleh U. Dalam persamaan simultan terdapat
satu atau lebih variabel tak bebas dalam satu persamaan. Satu ciri dari model
persamaan simultan adalah variabel dalam satu persamaan mungkin muncul lebih
dari satu kali sebagai variabel yang menjelaskan variabel lain. Variabel-variabel
yang ada dalam persamaan simultan dapat digolongkan dalam dua tipe yaitu
variabel endogen (endogenous variable) dan variabel-variabel yang sudah
diketahui nilainya (predetermined variable). Variabel endogen diperlakukan
sebagai variabel stokastik dan nilai-nilainya ditentukan dengan memasukkan nilai
variabel-variabel lain dalam model. Predetermined variable diperlakukan sebagai
variabel non-stokastik yang nilai-nilainya sudah tertentu atau sudah ditetapkan.
Umumnya notasi Y dipakai sebagai simbol variabel endogen sedangkan notasi X
sebagai predetermined variable (Gujarati, 1995: 325). Variabel endogen adalah
NE (ekspor bersih non migas) dan INF (Inflasi) sedangkan yang menjadi variabel
eksogen adalah kurs, JUB dan PDB.
Fungsi nilai ekspor bersih non migas:
NE = a0 + a1 Kurs + a2 INF + a3 PDB + Ut
Fungsi inflasi:
INF = ß0 + ? 1 Kurst + ? 2 JUBt + NEt + vt
49
Kemudian persamaan diubah menjadi ke dalam bentuk logaritma
sehingga model menyajikan variabel-variabel endogen sebagai fungsi dari
variabel-variabel eksogen. Kedua hubungan tersebut ditulis dalam model
sebagai berikut :
Log NE = ? 0 + log ? 1Kurst + ? 2 INFt + ? 3 log PDBt + ut (1)
INF = ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ? 3 log NEt + vt (2)
Di mana: NE = Nilai Eskpor bersih non migas Kurs = Valas (Kurs dollar US terhadap rupiah) INF = Inflasi PDB = PDB Indonesia menurut harga yang berlaku JUB = Jumlah uang beredar ? 1 - ? 3 = Nilai Koefisien regresi ? 0 = Konstanta ut, vt = Gangguan stokastik
1. Estimasi Metode 2 SLS
Dalam penelitian ini menggunakan persamaan regresi simultan dengan
menerapkan metode 2 SLS (Two Stage Least Square). Dalam penelitian ini
persamaan struktural dapat di tulis sebagai berikut :
a. Tahap Satu
Untuk membuang korelasi yang nampak terjadi antara log NE dan
vt , mulailah dengan regresi log NE atas semua variabel yang ditetapkan
lebih dahulu dalam sistem keseluruhan, bukan hanya yang dalam
persamaan tadi. Dalam kasus sekarang ini, berarti meregresi log NE atas
log kurs, INF dan log PDB sebagai berikut:
Log NE = e PDB log ˆ inf ˆ kurs logˆ ˆt3210 ???????? (3)
50
Di mana et adalah residual OLS biasa. Dari persamaan diatas
mendapatkan.
Log EN?
= u PDB log ˆ inf ˆ kurs logˆ ˆt3210 ???????? (4)
Di mana Log EN?
adalah suatu taksiran dari nilai rata-rata NE bersyarat
atas log kurs, inf dan log PDB yang tetap. Persamaan 3 adalah persamaan
regresi bentuk yang direduksi karena hanya variabel eksogen atau yang
ditetapkan lebih dahulu nampak pada sisi sebelah kanan. Persamaan
sekarang dapat dinyatakan sebagai
Log NE = Log EN?
+ et (5)
Yang menunjukkan bahwa NE stokastik terdiri dari 2 bagian: Log EN?
yang merupakan kombinasi linier dari log kurs, inf dan log PDB yang non
stokastik, dan suatu komponen random et. Dengan mengikuti teori OLS,
Log EN?
dan ut tidak berkorelasi.
b. Tahap Dua
Inf = ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ß3 (log EN?
+ et) + vt
= ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ß3 log EN?
+ (vt + ß3 et)
= ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ß3 log EN?
+ v *t (6)
di mana v*t = vt + ß1 + ß2 + ß3 et
Dengan membandingkan persamaan (6) dengan persamaan (2), kita
melihat bahwa keudanya sangat mirip dalam penampilan. Satu-satunya
perbedaan adalah bahwa log NE dapat diganti oleh log EN?
. Keuntungan
dari persamaan 6 dapat ditunjukkan bahwa meskipun log NE dalam
51
persamaan nilai ekspor non migas yang asli berkorelasi atau nampaknya
berkorelasi dengan unsur gangguan vt (yang menyebabkan OLS menjadi
tidak sesuai), log EN?
dalam persamaan (6) tak berkorelasi dengan v*t
secara asimtotik, yaitu dengan sampel besar (atau lebih akurat, dengan
meningkatnya ukuran sampel secara tak terbatas). Sebagai hasilnya, OLS
dapat diterapkan ke persamaan (6) yang akan memberikan taksiran
konsisten dari parameter nilai ekspor bersih non migas.
Seperti prosedur dua tahap ini menunjukkan, ide dasar di belakang
2SLS untuk memurnikan variabel yang menjelaskan stokastik log NE dari
pengaruh gangguan stokastik vt. Hal ini dicapai dengan regresi bentuk
yang direduksi log NE atau semua variabel yang ditetapkan lebih dahulu
dalam sistem (tahap 1) dengan mendapatkan taksiran log EN?
dan
menggantikan log NE dalam persamaan asli dengan log EN?
yang ditaksir
dan kemudian menerapkan OLS untuk persamaan yang kemudian
ditransformasikan (tahap 2). Penaksir yang kemudian diperoleh adalah
konsisten yaitu penaksir tadi mengarah ke nilai sebenarnya dengan
meningkatnya ukuran sampel secara tak terbatas.
Untuk menggambarkan 2SLS lebih lanjut, kita memodifikasikan
model nilai ekspor non migas – inflasi sebagai berikut:
Log NE = ? 0 + log ? 1Kurst + ? 2 INFt + ? 3 log PDBt + ut (7)
INF = ? 0 + ? 1log Kurst + ? 2 log JUBt + ? 3 log NEt + ? 5 logNEt-1
+ ? 6 inf t-1 + vt (8)
52
Di mana sebagai tambahan terhadap variabel yang telah
didefinisikan log NEt-1 = nilai ekspor non migas dalam periode waktu
sebelumnya dan inf = inflasi dalam periode sebelumnya. Kedua log NE
dan inf adalah ditetapkan lebih dahulu.
Dapat dengan segera diperiksa bahwa kedua persamaan (7) dan (8)
terlalu diidentifikasikan. Untuk menetapkan 2SLS, kita melangkah maju
sebagai berikut:
Dalam tahap 1 kita meregres variabel endogen atas semua variabel
yang ditetapkan lebih dahulu dalam sistem. Jadi
Log NE = e inf NE log PDB log ˆ inf ˆ kurs logˆ ˆ1t1-t1-t3210 ????????????
??(9)
Inf= e inf NE log NE log ˆ JUB log ˆ kurs logˆ ˆ2t1-t1-t3210 ????????????
??(10)
Dalam tahap 2 kita menggantikan log NE dan inf dalam persamaan (struktural) asli
dengan nilai taksirannya dari dua regresi tadi dan kemudian melakukan regresi OLS
sebagai berikut
Log NE = ? 0 + log ? 4 EN?
+ ? 1 log Kurst + ? 2 INFt + ? 3 log PDBt + u*1t (11)
Inf = ?0 + ?5 log fin?
+ ß1 log Kurst + ?2 log JUBt + ?3 logNEt-1 + ?4 inf t-1 + u*2t (12)
Di mana u dan u taksiran yang kemudian didapat akan konsisten.
C. Hasil Analisa Data
Model regresi linier berganda dengan metode simultan dengan
menggunakan SPSS 11.00 diperoleh hasil sebagai berikut:
53
Tabel 4.6 Hasil Analisis Model Simultan
Variabel Koefisien
Regresi thitung Probabilitas
Konstanta -12,092 -0,908 0,380 Ekspor non migas yang diprediksi 5,158 0,277 0,786 Kurs 14,362 2,000 0,067 Jumlah uang beredar -0,623 -0,130 0,899 Ekspor non migas -35,859 -1,729 0,107 Ekspor non migas tahun lalu 25,878 1,392 0,187 Inflasi tahun lalu -0,213 -0,688 0,504
Sumber : Pengolahan Data Sekunder
Hasil analisis regresi tersebut bila ditulis dalam bentuk persamaan linier
menjadi:
Inf = -12,092 + 5,158 + log14,362Kurst – log 0,623 JUBt – log 35,859 NE + log
25,878 NEt-1 – 0,213
(-0,908) (0,277) (2,000) (-0,130) (-1,729)
(1,392) (-0,688)
D. Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan
asumsi klasik. Pengujian ini meliputi uji multikolinieritas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
a. Multikolinearitas
Masalah multikolinieritas muncul jika terdapat hubungan sempurna atau
pasti diantara beberapa variabel atau semua variabel independen dalam model.
Untuk menguji ada dan tidaknya masalah multikolieritas dalam model
penelitian ini menggunakan uji Klein.
54
Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinieritas Inflasi
Variabel VIF Keterangan Ekspor non migas yang diprediksi 39,967 Ada multikolinieritas Kurs 5,184 Tidak ada multikolinieritas Jumlah uang beredar 4,893 Tidak ada multikolinieritas Ekspor non migas 56,170 Ada multikolinieritas Ekspor non migas tahun lalu 43,092 Ada multikoliniearitas Inflasi tahun lalu 2,156 Tidak ada multikolinieritas
Sumber: Hasil Olah Data
Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang terjadi
multikolinearitas adalah ekspor non migas yang prediksi, ekspor non migas,
ekspor non migas tahun lalu terjadi multikolinieritas sedangkan variabel kurs,
jumlah uang beredar dan inflasi tahun lalu tidak terjadi multikolinieritas.
Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas Eskpor non migas
Variabel VIF Keterangan Inflasi yang diprediksi 4,152 Tidak ada multikolinieritas Kurs 28,103 Ada multikolinieritas Inflasi 18,454 Ada multikolinieritas PDB 1,211 Tidak ada multikolinieritas
Sumber: Data Primer Diolah
Berdasarkan hasil di atas dapat disimpulkan bahwa variabel yang terjadi
multikolinearitas adalah kurs dan inflasi sedangkan variable inflasi yang
diprediksi dan PDB tidak terjadi multikolinieritas.
b. Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi apabila variasi ut tidak konstan atau berubah-
ubah seiring dengan berubahnya nilai variabel independen (Gujarati, 1995:
61). Dalam penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh
heteroskedastisitas digunakan metode rank spearman. Dengan langkah
sebagai berikut:
55
a) Formulasi
Ho = tidak ada masalah heteroskedastisitas
Ha = ada masalah heteroskedastisitas
b) Penentuan tingkat signifikan (a) 5%
c) Kriteria pengujian
Gambar 4.1 Daerah kritis heteroskedastisitas (uji rank spearman)
Ho diterima bila -2,093 = 2,093
Ho ditolak bila statistik t < -2,048 atau statistik > 2,093
d) Statistik t (t-hitung) masing-masing nilai korelasi rank spearman ekspor
bersih non migas adalah sebagai berikut:
- thitung kurs = 2)321,0(1
221321,0
??
??= -0,121
- thitung inflasi = 2)019,0(1
221019,0
??
??= -0,083
- thitung PDB = 2)312,0(1
221312,0
??
??= -1,4361
- thitung Taksiran Inf = 2)105,0(1
221105,0
??
??= -0,460
Sedangkan untuk inflasi adalah sebagai berikut
Ho ditolak
Ho diterima
Ho ditolak
-t0,05/2(21-2) = 2,093 -t0,05/2(21-2) = 2,093
56
- thitung inf_1 = 2408,01
221408,0
?
? = 1,949
- thitung ekspor yang diprediksi = 2289,01
221289,0
?
?= 1,315
- thitung kurs = 2277,01
221277,0
?
?= 1,256
- thitung JUB = 2183,01
221183,0
?
?= 0,812
- thitung NE = 2265,01
221265,0
?
?=1,198
- thitung NE_1 = 2245,01
221242,0
?
?=1,089
- thitung inf_1 = 2408,01
221408,0
?
?= 1,951
- thitung ekspor yang diprediksi = 2289,01
221289,0
?
?=1,317
e) Kesimpulan dengan membandingkan antara ttabel sebesar 2,093 dengan
thitung masing-masing nilai korelasi rank spearman maka Ho diterima,
kesimpulannya adalah tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
c. Autokorelasi
Autokorelasi terjadi apabila nilai variabel masa lalu memiliki pengaruh
terhadap nilai variabel masa kini, atau masa datang. Untuk mengetahui ada
dan tidaknya autokorelasi digunakan uji Durbin-Watson. Langkah pengujian
57
ini adalah dengan membandingkan besarnya nilai batas lebih tinggi (dU) dan
nilai batas lebih rendah (dL).
Dari hasil regresi dengan program SPSS for windows diperoleh nilai D-W
test untuk ekspor non migas sebesar 1,193. Dengan demikian sampel
observasi 21 dan 4 variabel penjelas, nilai kritis D-W pada tingkat signifikan
95%(? =0,05) diketahui dL= 0,718 dan dU =1,554 maka nilai 4-dL = 3,282
dan 4-dU = 2,446. Karena nilai Durbin-Watson berada pada daerah tidak ada
keputusan. Untuk lebih jelasnya posisi Durbin-Watson dapat dilihat dalam
gambar 4.4
Gambar 4.2. Distribusi Durbin –Watson Test
Dari hasil regresi dengan program SPSS for windows diperoleh nilai D-W
test untuk inflasi sebesar 1,783. Dengan demikian sampel observasi 21 dan 6
variabel penjelas, nilai kritis D-W pada tingkat signifikan 95%(? =0,05)
diketahui dL= 0,552 dan dU =1,881 maka nilai 4-dL = 3,448 dan 4-dU = 2,119.
Karena nilai Durbin-Watson berada pada daerah tidak ada keputusan. Untuk
lebih jelasnya posisi Durbin-Watson dapat dilihat dalam gambar 4.5
Daerah tidak ada keputusan
Menerima Ho atau Ho* atau kedua-duanya
Daerah tidak ada keputusan
Menolak Ho* bukti Autokorelasi Negatif
Menolak Ho bukti Autokorelasi positif
0 dL DW dU 2 4-dU 4-dL 4 0,718 1,193 1,554 2,446 3,282
f(d
58
Gambar 4.3. Distribusi Durbin –Watson Test
E. Uji Kebaikan Model
1. Uji Secara Keseluruhan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji apakah model yang digunakan eksis
atau tidak. Langkah-langkah uji F adalah sebagai berikut:
Ho = ß1 = ß2 = ….. ßn = 0 (model tidak eksis).
Ho = ß1 ? ß2 ? ….. ßn ? 0 (model eksis).
Uji F ekspor Fhitung sebesar 97,586 dan Ftabel pada a = 0,01 maka
diperoleh F(0;01; 4;16) = 4,77. Jelas nilai Fhitung lebih besar dari F tabel, jadi Ho
ditolak (model eksis).
Gambar 4.4 Uji F
Ho ditolak
4,77
H0 diterima
97,586
Daerah tidak ada keputusan
Menerima Ho atau Ho* atau kedua-duanya
Daerah tidak ada keputusan
Menolak Ho* bukti Autokorelasi Negatif
Menolak Ho bukti Autokorelasi positif
0 dL DW dU 2 4-dU 4-dL 4 0,552 1,783 1,881 2,119 3,448
f(d
59
Uji F inflasi Fhitung sebesar 1,446 dan Ftabel pada a = 0,05 maka
diperoleh F(0;01; 6;13) = 4,62. Jelas nilai Fhitung lebih kecil dari F tabel, jadi Ho
diterima (model tidak eksis).
Gambar 4.5 Uji F
Ho ditolak
2. Koefisien Determinasi (R²)
R² menyatakan proporsi total variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh variabel independen. Nilai R² ekspor sebesar 0,961, dimana terletak
antara 0 dan 1. Jadi, koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa variasi
dari variabel ekspor dapat dijelaskan oleh kurs, inflasi, PDB dan inflasi yang
prediksi sebesar 96,1% dan sisanya sebesar 3,9% dijelaskan oleh variabel lain
di luar model.
R² inflasi sebesar 0,400, dimana terletak antara 0 dan 1. Jadi, koefisien
determinasi (R²) menunjukkan bahwa variasi dari variabel inflasi dapat
dijelaskan oleh kurs, ekspor yang prediksi, ekspor, jumlah uang beredar,
ekspor ekspor periode sebelumnya, inflasi periode sebelumnya sebesar 4,00%
dan sisanya sebesar 60,00% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
4,62
H0 diterima
1,446
60
F. Uji Validitas Pengaruh
Ekspor
Uji t-test digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel
penjelas (independen) secara sendiri-sendiri berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Hipotesis yang digunakan adalah:
Ho : ßi = 0 (variabel independen ke i tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen)
Ho : ßi ? 0 (variabel independen ke i memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen)
1) Variabel kurs (Log kurs)
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung adalah -0,191
sedangkan nilai t tabel dengan ? = 0,1 t(0,05; 17;4) adalah -1,740. Jadi thitung > ttabel.
Maka Ho diterima, berarti kurs tidak berpengaruh terhadap ekspor bersih non
migas di Indonesia.
Gambar 4.6
Uji t variabel kurs
2) Variabel inflasi (inf)
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung 0,435
sedangkan nilai t tabel dengan ? = 0,1 t(0,05; 17;4) adalah 1,740. Jadi thitung < ttabel.
-0,191 1,740
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,740
61
2,898 5,345
H0 diterima
H0 ditolak
-2,898
Maka Ho diterima, berarti inflasi tidak berpengaruh terhadap ekspor non
mgias di Indonesia
Gambar 4.7
Uji t variabel inflasi
3) Variabel PDB (log PDB)
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung 5,345
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,01 t(0,005; 17;4) adalah 2,898. Jadi thitung > ttabel.
Maka Ho ditolak, berarti PDB berpengaruh signifikan terhadap ekspor non
migas di Indonesia.
Gambar 4.8
Uji t variabel PDB
4) Variabel inflasi yang prediksi ( fin?
)
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung -2,286
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,05 t(0,05; 17;4) adalah -2,110. Jadi thitung < -ttabel.
Maka Ho ditolak berarti inflasi yang prediksi berpengaruh signifikan terhadap
ekspor non migas Indonesia.
0,435 1,740
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,740
H0 ditolak
62
Gambar 4.9
Uji t variabel inflasi yang prediksi
Inflasi
1) Variabel ekspor non migas yang prediksi ( EN?
)
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung 0,277
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,1 t(0,05; 13;6) adalah 1,771. Jadi thitung < ttabel.
Maka Ho diterima, berarti ekspor non migas yang prediksi tidak berpengaruh
terhadap inflasi.
Gambar 4.10
Uji t variabel ekspor non migas yang diprediksi
2) Variabel kurs
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung 2,000
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,1 t(0,05; 13;6) adalah 1,771. Jadi thitung > ttabel.
Maka Ho ditolak, berarti kurs berpengaruh terhadap inflasi.
-2,286 2,110
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-2,110
-0,277 1,771
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,771
63
Gambar 4.11
Uji t variabel inflasi
3) Variabel jumlah uang beredar
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung -0,130
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,1 t(0,005; 13;6) adalah 1,771. Jadi thitung > -ttabel.
Maka Ho diterima, berarti jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap
inflasi.
Gambar 4.12
Uji t variabel jumlah uang beredar
4) Variablel ekspor
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung -1,729
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,1 t(0,05; 13;6) adalah 1,771. Jadi thitung > -ttabel.
Maka Ho diterima, berarti ekspor non migas tidak berpengaruh terhadap
inflasi.
1,771 2,000
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,771
-0,130 1,771
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,771
64
Gambar 4.13
Uji t variabel ekspor non migas
5) Variablel ekspor tahun lalu
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung 1,392
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,1 t(0,05; 13;6) adalah 1,771. Jadi thitung < ttabel.
Maka Ho diterima, berarti ekspor non migas tahun lalu tidak berpengaruh
terhadap inflasi.
Gambar 4.14
Uji t variabel ekspor non migas
6) Variabel inflasi tahun lalu
Dari hasil regresi diketahui bahwa besarnya nilai thitung -0,688
sedangkan nilai ttabel dengan ? = 0,1 t(0,05; 13;6) adalah 1,771. Jadi thitung < -ttabel.
Maka Ho diterima, berarti inflasi tahun lalu tidak berpengaruh terhadap
inflasi.
Gambar 4.15
Uji t variabel inflasi tahun lalu
-1,729 1,771
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,771
1,392 1,771
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,771
-0,688 1,771
H0 diterima
H0 ditolak H0 ditolak
-1,771
65
G. Interpretasi Ekonomi
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan SPSS versi 11.00
diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Uji t untuk inflasi variabel yang berpengaruh terhadap inflasi adalah kurs
rupiah terhadap dollar AS pada tingkat a = 10%.
2. Untuk uji F diketahui model tidak eksis.
3. Uji asumsi klasik uji multikolinieritas yang terjadai masalah multikolinieritas
adalah nilai ekspor non migas yang diprediksi, ekspor, ekspor non migas tahun
lalu sedangkan variabel jumlah uang beredar, kurs rupiah terhadap dollar AS
dan inflasi tahun lalu tidak terjadi multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas, uji autokorelasi nilai DW berada pada daerah
tidak ada keputusan.
4. Uji t untuk ekspor non migas variabel yang berpengaruh adalah inflasi yang
diprediksi signifikan pada a = 5% dan PDB signifikan pada a = 1%.
5. Uji F model eksis
6. Uji asumsi klasik uji multikolinieritas variabel yang terjadai multikolinieritas
adalah kurs rupiah terhadap dollar AS dan inflasi sedangkan variabel inflasi
yang prediksi dan PDB terjadi multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas tidak
terjadi heteroskedastisitas dan uji autokorelasi nilai DW berada pada daerah
tidak ada keputusan.
66
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Uji t untuk inflasi variabel yang berpengaruh terhadap inflasi adalah kurs
rupiah terhadap dollar AS pada tingkat a = 10%.
2. Untuk uji F diketahui model tidak eksis.
3. Uji asumsi klasik uji multikolinieritas yang terjadai masalah multikolinieritas
adalah nilai ekspor non migas yang diprediksi, ekspor, ekspor non migas tahun
lalu sedangkan variabel jumlah uang beredar, kurs rupiah terhadap dollar AS
dan inflasi tahun lalu tidak terjadi multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas
tidak terjadi heteroskedastisitas, uji autokorelasi nilai DW berada pada daerah
tidak ada keputusan.
4. Uji t untuk ekspor non migas variabel yang berpengaruh adalah inflasi yang
diprediksi signifikan pada a = 5% dan PDB signifikan pada a = 1%.
5. Uji F model eksis
6. Uji asumsi klasik uji multikolinieritas variabel yang terjadai multikolinieritas
adalah kurs rupiah terhadap dollar AS dan inflasi sedangkan variabel inflasi
yang prediksi dan PDB terjadi multikolinieritas. Uji heteroskedastisitas tidak
terjadi heteroskedastisitas dan uji autokorelasi nilai DW berada pada daerah
tidak ada keputusan.
66
67
B. Saran-saran
Berdasarkan penelitian ini maka penulis akan memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke luar negeri maka pemerintah
hendaknya mengambil kebijakan meningkatkan kualitas dan mutu barang-
barang ekspor sehingga tidak kalah saingan dengan barang-barang atau produk
dari negara lain.
2. Produk yang memiliki ekspor tinggi sebaiknya terus ditingkatkan dan juga
mencari alternatif barang-barang lain yang masih dapat diekspor.
3. Untuk menstabilkan jumlah uang beredar dan juga menurunkan inflasi maka
pemerintah melakukan kebijakan fiskal dan moneter dan mengawasi kebijakan
ini secara sungguh-sungguh.
data
08/02/2007 9:39:11 1/3
tahun jub inf kurs pdb logjub logkurs logpdb
1 1980 7337,60 15,97 626,99 45445,70 3,87 2,80 4,662 1981 9576,57 7,09 631,76 54027,00 3,98 2,80 4,733 1982 10880,85 9,69 661,42 59633,00 4,04 2,82 4,784 1983 14654,50 11,46 909,26 73697,60 4,17 2,96 4,875 1984 17512,57 8,76 1025,94 85914,40 4,24 3,01 4,936 1985 23886,92 4,31 1110,58 96997,00 4,38 3,05 4,997 1986 27447,54 8,83 1282,56 102683,0 4,44 3,11 5,018 1987 33600,94 8,90 1643,85 124817,0 4,53 3,22 5,109 1988 41914,81 5,47 1685,70 142104,8 4,62 3,23 5,15
10 1989 58220,50 ,50 1770,06 167184,7 4,77 3,25 5,2211 1990 77257,53 9,52 1842,81 195597,2 4,89 3,27 5,2912 1991 95604,72 9,52 1950,32 227450,2 4,98 3,29 5,3613 1992 117316,6 4,94 2029,92 259884,5 5,07 3,31 5,4114 1993 145310,5 9,77 2087,10 302017,8 5,16 3,32 5,4815 1994 172807,7 9,24 2160,75 382219,7 5,24 3,33 5,5816 1995 21815,00 8,64 2248,61 452380,9 4,34 3,35 5,6617 1996 278000,0 6,47 2342,30 532568,0 5,44 3,37 5,7318 1997 402280,0 11,05 2909,38 627695,5 5,60 3,46 5,8019 1998 221738,0 20,70 10013,60 955753,5 5,35 4,00 5,9820 1999 68824,00 20,70 7855,15 1109980 4,84 3,90 6,0521 2000 100823,0 3,80 8421,77 1290684 5,00 3,93 6,11
data
08/02/2007 9:39:13 2/3
logne logne_1 inf_1 nec res_1 absres_1 infc res_2
1 3,79 . . 3,61628 ,17392 ,17 8,12259 7,847412 3,65 3,79 15,97 3,70491 -,05157 ,05 7,96120 -,871203 3,59 3,65 7,09 3,74683 -,15255 ,15 8,04789 1,642114 3,70 3,59 9,69 3,78223 -,08281 ,08 8,77896 2,681045 3,77 3,70 11,46 3,83395 -,06533 ,07 8,92198 -,161986 3,77 3,77 8,76 3,87837 -,10981 ,11 8,80126 -4,49137 3,81 3,77 4,31 3,87441 -,05960 ,06 9,12773 -,297738 3,93 3,81 8,83 3,91778 ,01568 ,02 9,68994 -,789949 4,06 3,93 8,90 3,98012 ,08197 ,08 9,29696 -3,8270
10 4,13 4,06 5,47 4,05386 ,07583 ,08 8,93141 -8,431411 4,16 4,13 ,50 4,12946 ,03502 ,04 8,64196 ,8780412 4,26 4,16 9,52 4,19603 ,06517 ,07 8,43414 1,0858613 4,37 4,26 9,52 4,25643 ,11086 ,11 8,15698 -3,217014 4,43 4,37 4,94 4,33069 ,10192 ,10 7,87287 1,8971315 4,48 4,43 9,77 4,44767 ,03463 ,03 7,69717 1,5428316 4,54 4,48 9,24 4,52765 ,01584 ,02 10,74772 -2,107717 4,58 4,54 8,64 4,60425 -,02340 ,02 7,20834 -,7383418 4,62 4,58 6,47 4,63973 -,01834 ,02 7,51016 3,5398419 4,61 4,62 11,05 4,56341 ,04911 ,05 13,44476 7,2552420 4,59 4,61 20,70 4,70257 -,11292 ,11 14,16142 6,5385821 4,68 4,59 20,70 4,76264 -,08360 ,08 13,77455 -9,9745
data
08/02/2007 9:39:13 3/3
absres_2 res_3 absres3 res_4 absres4
1 7,85 ,18135 ,18 . .2 ,87 -,01896 ,02 -1,3423 1,343 1,64 -,11942 ,12 ,31898 ,324 2,68 -,06768 ,07 5,85520 5,865 ,16 -,04912 ,05 2,32168 2,326 4,49 -,09542 ,10 -5,1369 5,147 ,30 -,06388 ,06 -,74647 ,758 ,79 ,00252 ,00 1,62917 1,639 3,83 ,06661 ,07 -,66290 ,66
10 8,43 ,06040 ,06 -7,8652 7,8711 ,88 ,00153 ,00 -,97254 ,9712 1,09 ,02731 ,03 2,88113 2,8813 3,22 ,07472 ,07 -,90370 ,9014 1,90 ,05669 ,06 2,04772 2,0515 1,54 ,00162 ,00 1,86718 1,8716 2,11 ,12406 ,12 ,84144 ,8417 ,74 -,05326 ,05 -1,6621 1,6618 3,54 -,07199 ,07 1,50692 1,5119 7,26 ,00784 ,01 3,28968 3,2920 6,54 -,05326 ,05 5,23830 5,2421 9,97 -,01166 ,01 -8,5053 8,51
Regression stage 1 Variables Entered/Removedb
LOGPDB,Inflasi,LOGKURS
a . Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: LOGNEb.
Model Summaryb
,974a ,948 ,939 ,09339 ,834Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), LOGPDB, Inflasi, LOGKURSa.
Dependent Variable: LOGNEb.
ANOVAb
2,690 3 ,897 102,822 ,000a
,148 17 ,0092,839 20
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), LOGPDB, Inflasi, LOGKURSa.
Dependent Variable: LOGNEb.
Coefficientsa
-,529 ,281 -1,882 ,077-,563 ,211 -,508 -2,667 ,016,000 ,005 ,003 ,043 ,966
1,228 ,158 1,444 7,773 ,000
(Constant)LOGKURSInflasiLOGPDB
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: LOGNEa.
Residuals Statisticsa
3,6163 4,7626 4,1690 ,36676 21-,1526 ,1739 ,0000 ,08610 21-1,507 1,619 ,000 1,000 21-1,634 1,862 ,000 ,922 21
Predicted ValueResidualStd. Predicted ValueStd. Residual
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: LOGNEa.
Regression stage 1 Variables Entered/Removedb
LOGNE,LOGJUB,LOGKURS
a . Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Inflasib.
Model Summaryb
,411a ,169 ,022 4,90827 1,491Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), LOGNE, LOGJUB, LOGKURSa.
Dependent Variable: Inflasib.
ANOVAb
83,331 3 27,777 1,153 ,356a
409,549 17 24,091492,880 20
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), LOGNE, LOGJUB, LOGKURSa.
Dependent Variable: Inflasib.
Coefficientsa
-,238 12,194 -,020 ,9859,439 6,479 ,646 1,457 ,163
-3,307 4,084 -,338 -,810 ,429-1,388 7,600 -,105 -,183 ,857
(Constant)LOGKURSLOGJUBLOGNE
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Inflasia.
Residuals Statisticsa
7,2083 14,1614 9,3014 2,04121 21-9,9745 7,8474 ,0000 4,52520 21
-1,025 2,381 ,000 1,000 21-2,032 1,599 ,000 ,922 21
Predicted ValueResidualStd. Predicted ValueStd. Residual
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: Inflasia.
Regression stage 2 Variables Entered/Removedb
Taksiraninf, Inflasi,LOGPDB,LOGKURS
a. Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: LOGNEb.
Model Summaryb
,980a ,961 ,951 ,08358 1,193Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), Taksiran inf, Inflasi, LOGPDB, LOGKURSa.
Dependent Variable: LOGNEb.
ANOVAb
2,727 4 ,682 97,586 ,000a
,112 16 ,0072,839 20
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Taksiran inf, Inflasi, LOGPDB, LOGKURSa.
Dependent Variable: LOGNEb.
Coefficientsa
-,429 ,255 -1,679 ,113-,056 ,292 -,050 -,191 ,851 ,036 28,103,002 ,004 ,024 ,435 ,669 ,825 1,211,969 ,181 1,139 5,345 ,000 ,054 18,454
-,043 ,019 -,231 -2,286 ,036 ,241 4,152
(Constant)LOGKURSInflasiLOGPDBTaksiran inf
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: LOGNEa.
Collinearity Diagnosticsa
4,813 1,000 ,00 ,00 ,01 ,00 ,00,160 5,478 ,00 ,00 ,89 ,00 ,00,023 14,564 ,05 ,00 ,10 ,00 ,33,004 35,431 ,65 ,02 ,00 ,02 ,17,000 163,793 ,29 ,98 ,01 ,98 ,49
Dimension12345
Model1
EigenvalueCondition
Index (Constant) LOGKURS Inflasi LOGPDB Taksiran infVariance Proportions
Dependent Variable: LOGNEa.
Residuals Statisticsa
3,6089 4,6934 4,1690 ,36924 21-,1194 ,1813 ,0000 ,07476 21-1,517 1,420 ,000 1,000 21-1,429 2,170 ,000 ,894 21
Predicted ValueResidualStd. Predicted ValueStd. Residual
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: LOGNEa.
Nonparametric Correlations Correlations
1,000 ,062 ,996** ,210 -,321. ,790 ,000 ,360 ,156
21 21 21 21 21,062 1,000 ,038 -,089 -,019,790 . ,871 ,701 ,933
21 21 21 21 21,996** ,038 1,000 ,214 -,312,000 ,871 . ,351 ,169
21 21 21 21 21,210 -,089 ,214 1,000 -,105,360 ,701 ,351 . ,650
21 21 21 21 21-,321 -,019 -,312 -,105 1,000,156 ,933 ,169 ,650 .
21 21 21 21 21
Correlation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)N
LOGKURS
Inflasi
LOGPDB
Taksiran inf
ABSRES3
Spearman's rhoLOGKURS Inflasi LOGPDB Taksiran inf ABSRES3
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Regression stage 2 Variables Entered/Removedb
INF_1,LOGJUB,LOGKURS,LOGNE_1,taksiranNe,LOGNE
a
. Enter
Model1
VariablesEntered
VariablesRemoved Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Inflasib.
Model Summaryb
,633a ,400 ,124 4,53672 1,802Model1
R R SquareAdjustedR Square
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
Predictors: (Constant), INF_1, LOGJUB, LOGKURS, LOGNE_1,taksiran Ne, LOGNE
a.
Dependent Variable: Inflasib.
ANOVAb
178,623 6 29,771 1,446 ,270a
267,564 13 20,582446,187 19
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), INF_1, LOGJUB, LOGKURS, LOGNE_1, taksiran Ne,LOGNE
a.
Dependent Variable: Inflasib.
Coefficientsa
-12,092 13,311 -,908 ,3805,158 18,632 ,376 ,277 ,786 ,025 39,967
14,362 7,180 ,978 2,000 ,067 ,193 5,184-,623 4,790 -,062 -,130 ,899 ,204 4,893
-35,859 20,739 -2,783 -1,729 ,107 ,018 56,17025,878 18,593 1,962 1,392 ,187 ,023 43,092
-,213 ,310 -,217 -,688 ,504 ,464 2,156
(Constant)taksiran NeLOGKURSLOGJUBLOGNELOGNE_1INF_1
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig. Tolerance VIFCollinearity Statistics
Dependent Variable: Inflasia.
Collinearity Diagnosticsa
6,821 1,000 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00,169 6,349 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,00 ,48,006 33,667 ,79 ,00 ,01 ,02 ,00 ,00 ,00,002 63,407 ,00 ,00 ,53 ,57 ,00 ,00 ,39,001 70,516 ,02 ,02 ,41 ,36 ,01 ,02 ,02,000 235,623 ,10 ,80 ,03 ,01 ,00 ,57 ,02
9,267E-05 271,312 ,08 ,19 ,02 ,04 ,98 ,41 ,09
Dimension1234567
Model1
EigenvalueCondition
Index (Constant)taksiran Ne LOGKURS LOGJUB LOGNE LOGNE_1 INF_1Variance Proportions
Dependent Variable: Inflasia.
Residuals Statisticsa
5,6048 17,4103 8,9680 3,06614 20-8,5053 5,8552 ,0000 3,75264 20
-1,097 2,753 ,000 1,000 20-1,875 1,291 ,000 ,827 20
Predicted ValueResidualStd. Predicted ValueStd. Residual
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: Inflasia.
Nonparametric Correlations Correlations
1,000 ,847** ,971** ,973** ,175 ,986** ,277. ,000 ,000 ,000 ,462 ,000 ,238
21 21 21 20 20 21 20,847** 1,000 ,831** ,789** -,109 ,835** ,183
,000 . ,000 ,000 ,647 ,000 ,43921 21 21 20 20 21 20
,971** ,831** 1,000 ,965** ,173 ,968** ,265,000 ,000 . ,000 ,466 ,000 ,259
21 21 21 20 20 21 20,973** ,789** ,965** 1,000 ,236 ,959** ,242,000 ,000 ,000 . ,316 ,000 ,304
20 20 20 20 20 20 20,175 -,109 ,173 ,236 1,000 ,164 ,408,462 ,647 ,466 ,316 . ,490 ,074
20 20 20 20 20 20 20,986** ,835** ,968** ,959** ,164 1,000 ,289,000 ,000 ,000 ,000 ,490 . ,217
21 21 21 20 20 21 20,277 ,183 ,265 ,242 ,408 ,289 1,000
,238 ,439 ,259 ,304 ,074 ,217 .20 20 20 20 20 20 20
Correlation CoefficientSig. (2-tailed)
NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)
NCorrelation CoefficientSig. (2-tailed)N
LOGKURS
LOGJUB
LOGNE
LOGNE_1
INF_1
taksiran Ne
ABSRES4
Spearman's rhoLOGKURS LOGJUB LOGNE LOGNE_1 INF_1 taksiran Ne ABSRES4
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.