substitusi tepung gandum dengan tepung garut
TRANSCRIPT
SUBSTITUSI TEPUNG GANDUM (Triticum aestivum) DENGAN TEPUNG GARUT (Maranta arundinaceae L)
PADA PEMBUATAN ROTI TAWAR
SKRIPSI
Disusun oleh:
YOVITA ROESSALINA WIJAYANTI
02/159475/TP/07726
JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2007
HALAMAN MOTTO
Segalanya akan indah pada waktuNYa. Just do the best and God bless
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan bagi: Bapa Yang Empunya segalaNya Bapak&Ibu, Eyang, Oma&Simbah Mbak Lani, Dimas, Dewi Syahda Bela Buana
Terimakasih Untuk……………..
Allah Bapa yang empunya segalanya, aku ada
hanya untuk menyembahMu... Ibuku, Maria Veronica Isnonik Setyowati dan Bapak
Yohanes Sunarto untuk didikan, kasih sayang, dan segala
yang terbaik selama hidupku, Bu’-Pak, kalian
kebanggaanku bersama Mbak Lani, adikku Dimas, dan Dewi.
Oma& Simbah untuk segala bantuan, dukungan & materi,
terlebih kasih sayang…Eyang untuk semua wejangan dan
teladan hidup yang selalu berarti.
Sahabat terbaikku, Syahda Bela Buana, untuk segala yang
kita jalani, perhatian, waktu, materi, dan kasih yang
tulus. Be, ayo kita bisa……..
Calon ipar-iparku, Mas Danang, dek Arya, dan dek Nia…
Keluarga Budhe Ning&Pakdhe untuk segala bantuannya..
Bulik-bulik dan Om-om semua, atas dorongan juga
perhatiannya.
Semua sepupuku…love u..love u…. Ari Indriyani, akhirnya Ri… Get success ya, karena
ajakanmu juga aku gabung di penelitian ini. Tanks Ri,
terutama untuk segala yang kita alami… My beloved best friend, Nining, Punky, Mia, Wulan,
Aning (Dargono), Rosa, untuk semua kesenangan, ceria,
tawa, tangis yang kita ungkapkan dan segala perasaan yang tak terungkap, luv u guys…..
Mas didik dan Mbak Dian dari UD langkah Bocah, untuk
semua informasi dan bantuannya serta segala pemecahan
masalah yang tulus………
Sahabatku Heru yang udah mantap di Jkt. Makasih ya Her
untuk semua kritikan (=<) semangat dan perhatiannya.
Teman-teman crew magang McDonals Drive Thru Sudirman,
Nyah Sum, Yudi, Pito, Heru, Erika, Alex, Arif, Mas Tyo,
Wulan, dan Tony. Kalian inspirasiku untuk selalu
tersenyum dan bersemangat. Teman-teman, aku berharap
kelak kita reuni lagi…
Teman-teman KMK, Woro, Mas Mekong, Mbak Imma, Mas
Pethul, Mas Joan, Mbak Betty, Aldi cs, Mas Ito, Mas
Lintang, Mas Bangjo, Mas Andre, dan semuanya. Bersama
kalian aku bertumbuh, maafkan kalau banyak janjiku yang
tak kupenuhi…
Teman-teman seangkatan 2002, semuanya, untuk motivasi,
“Semangat ya”, dan senyum yang memberi dorongan…
kasih Bapa yang dapat membalas…
Seluruh staf security yang selalu tersenyum dan rela
membantu, terutama saat-saat nge-lab dan juga pinjaman
sepedanya☺
Mbak Ji di Lab Rekayasa lt 1
Pak Rowi dan Bu Ika, Eyang Marilah, Nasya, Farhan, dan
Mbak Marni yang memberikan pondokan yang teduh, tenang,
damai, dan menyenangkan selama KKN-ku.
Teman-teman KKN Sub Unit Mendungan, Jimmy, Ari-imutz,
Ade, Ayu, Cheppy, Rina, Bapak-Ibu Rina-Afif, Teguh,
Sigit, dan Redik.
Semuanya yang belum disebutkan, kalian berarti juga
untuk kesuksesanku. God bless u all
Makasih, makasih, makasih ya……..
Makasih, makasih, makasih ya………..
Banyak cinta untuk semua………..
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Bapa yang Mahakasih atas segala berkatNya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Substitusi Tepung
Gandum (Triticum aestivum) dengan Tepung Garut (Maranta arundinaceae L)
pada Pembuatan Roti Tawar”. Penulis skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan bagian penelitian yang
dibiayai oleh RUSNAS Diversifikasi Pangan Pokok Tahun 2005.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, serta
dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir.Y. Marsono, MS selaku dosen pembimbing I sekaligus penguji
yang telah mempercayakan pengerjaan penelitian ini dan memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisannya.
2. Dr. Ir. Pudji Hastuti, MS selaku dosen pembimbing II sekaligus penguji yang
telah memberikan waktu, arahan, serta berbagai wacana.
3. Zaki Utama, STP, MP selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan
arahan untuk menyempurnakan skripsi ini.
4. Bapak & Ibu dosen terutama dari jurusan Teknologi Pangan dan Hasil
Pertanian atas curahan ilmu yang sangat berguna dalam mengevaluasi proses
produksi selama pelaksanaan kerja praktek.
5. Bagian Pengajaran,Pak Hardi&Pak Yadi atas bantuan dalam urusan akademik.
6. Seluruh Teknisi Laboratorium TPHP atas pinjaman alat, arahan, serta diskusi
dalam pengerjaan penelitian di laboratorium juga seluruh Staf Security.
7. Bagian Administrasi PAU UGM atas izin penggunaan alat di laboratorium
Rekayasa Pangan.
8. Seluruh Staf Perpustakaan Fakultas dan Universitas.
9. Mas Didik, Mbak Dian, dan Mbak Reni dari UD Langkah Bocah untuk
bantuannya dalam pengadaan umbi garut dan sharing pengetahuan dan
pengalamannya.
10. Keluarga, Bapak & Ibu, Eyang, Oma & Simbah, Mbak Lani, Dimas, dan dewi
untuk kasih sayang, dukungan, dan segala yang terbaik selama hidupku.
11. Sahabat setia, Syahda Bela Buana atas segala perhatian yang tulus.
12. Teman-teman penelitian, Ari Indriyani, Anugerah Catur Asih, Paramitha, dan
Bu Rossy untuk semua diskusi, kerjasama, serta suka duka yang telah kita
jalani. Satu lagi langkah yang kita lalui. Never give up and Lets’s go.
13. Nining dan Pungki untuk semangat dan pinjaman printer dan flash disknya.
14. Semua pihak yang belum dapat penulis sebut satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna mengingat
pengetahuan dan pengalaman penulis sangat terbatas. Namun penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Yogyakarta, Januari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………...i
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………….ii
HALAMAN MOTTO……………………………………………………………iii
HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………….iv
UCAPAN TERIMAKASIH………………………………………………………v
KATA PENGANTAR …………………………………………………………..vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………….xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………xii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………xiii
ABSTRAK………………………………………………………………………xiv
ABSTRACT……………………………………………………………………..xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………...1
B. Rumusan Permasalahan……………………………………………….3
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………...3
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………….4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Garut (Maranta arundinaceae L)……………………………………..5
B. Serat Pangan…………………………………………………………..7
C. Roti Tawar…………………………………………………………….8
D. Sifat Tekstural………………………………………………………..20
E. Hipotesis……………………………………………………………..21
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Bahan ………………………………………………………………..22
B. Alat…………………………………………………………………...22
C. Lokasi Penelitian……………………………………………………..23
ix
D. Pelaksanaan Penelitian……………………………………………….23
1. Penyusunan Formula……………………………………………..24
2. Pembuatan Roti Tawar…………………………………………...25
3. Evaluasi Aseptabilitas Produk…………………………………....25
4. Evaluasi Obyektif Produk………………………………………..27
E. Rancangan Percobaan………………………………………………..27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tepung Garut………………………………………………………...28
B. Roti Tawar
1. Tingkat Kesukaan Panelis………………………………………..29
2. Sifat Kimia……………………………………………………….32
a. Kadar Air…………………………………………………….33
b. Kadar Abu……………………………………………………34
c. Kadar Protein………………………………………………...35
d. Kadar Lemak…………………………………………………36
e. Kadar Gula Total……………………………………………..37
f. Kadar Total Pati……………………………………………...38
g. Kadar Serat Larut Air………………………………………...39
h. Kadar Serat Tidak Larut Air…………………………………40
3. Sifat Fisik………………………………………………………...42
a. Warna………………………………………………………...43
b. Tingkat Pengembangan………………………………………45
c. Homogenitas…………………………………………………45
d. Kekerasan……………………………………………………50
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………..52
B. Saran…………………………………………………………………52
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………53
LAMPIRAN……………………………………………………………………..56
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Proses Pembuatan Roti Tawar …………………….........................23
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian …………………………………………...24
Gambar 3.3 Pembuatan Roti Tawar dengan substitusi Tepung Garut secara Straight Dough Method ……………………………………26
Gambar 4.1 Ketampakan Roti Tawar yang Disubstitusi Tepung Garut 0% yang Diiris Melintang……………………………………………...46
Gambar 4.1 Ketampakan Roti Tawar yang Disubstitusi Tepung Garut 5% yang Diiris Melintang……………………………………………...47
Gambar 4.1 Ketampakan Roti Tawar yang Disubstitusi Tepung Garut 10% yang Diiris Melintang……………………………………………...48
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Tepung Garut…………………….........................6
Tabel 2.2. Syarat Mutu Roti Tawar………………….............................................9
Tabel 2.3. Komposisi Kimia Terigu Berprotein Tinggi………………………….12
Tabel 3.1. Proporsi Tepung Garut dan Terigu dalam Tepung Campuran………..24
Tabel 3.2. Formula Adonan Roti Tawar…………………………………………25
Tabel 4.1. Analisis Sifat Kimia Tepung Garut…………………………………..28
Tabel 4.2. Tingkat Kesukaan Panelis terhadap Roti Tawar yang Disubstitusi dengan Tepung Garut…………………………….29
Tabel 4.3. Analisis Sifat Kimia Roti Tawar……………………………………..33
Tabel 4.4. Analisis Sifat Fisik Roti Tawar……………………………………….42
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Metode Analisis Kimia
Lampiran 2. Metode Analisis Fisik
Lampiran 3. Borang Uji Kesukaan
Lampiran 4. Analisis Statistik Uji Kesukaan
Lampiran 5. Analisis Statistik Sifat Kimia Roti Tawar
Lampiran 6. Analisis Statistik Sifat Fisik Roti Tawar
Lampiran 7. Grafik Pengujian Tingkat Kekerasan Roti Tawar dengan Lloyd Universal Testing Machine
SUBSTITUSI TEPUNG GANDUM ( Triticum aestivum) DENGAN TEPUNG GARUT (Maranta arundinaceae L)
PADA PEMBUATAN ROTI TAWAR
Oleh: Yovita Roessalina Wijayanti
ABSTRAK
Prpgram diversifikasi bahan pangan lokal diharapkan dapat menurunkan impor tepung gandum. Tujuan dari penelitian ini adalah (i) untuk menentukan proporsi tepung garut yang disubstitusi pada tepung gandum dalam roti tawar yang masih dapat diterima panelis (ii) untuk mengevaluasi sifat kimia dan fisik roti tawar hasil substitusi tersebut.
Substitusi tepung dilakukan dari 0 sampai dengan 25%. Sifat fisik yang dievaluasi meliputi tingkat pengembangan, homogenitas, kekerasan, dan warna, sedangkan sifat kimia yang dianalisis meliputi analisis proksimat, gula, pati, dan serat pangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi sebanyak 10% masih dapat diterima panelis. Substitusi ini menurunkan tingkat pengembangan dan homogenitas tetapi meningkatkan kekerasan serta warna roti tawar menjadi buram. Kadar air, protein, lemak dan gula menurun tetapi kadar abu dan pati meningkat. Substitusi ini juga meningkatkan sekitar 1% kadar total serat pangan dalam roti tawar
Kata kunci: tepung garut, roti tawar, substitusi, serat pangan
xiv
SUBSTITUTION OF WHEAT (Triticum aestivum) FLOUR BY
ARROWROOT (Maranta arundinaceae L) FLOUR IN BREAD MAKING
By: Yovita Roessalina Wijayanti
ABSTRACT
Local food diversification program was expected to decrease wheat flour import. The objective of this study are (i) to determine the proportion of arrowroot flour to be substituted to wheat flour in bread which still acceptable for the panelist, (ii) to evaluate the chemical and physical properties of the best substitute bread.
Substitution of the flour was conducted from 0 to 25%. Physical properties including degree of development, homogeneity, toughness, also color and chemical properties proximate, sugar, starch, and dietary fiber were analyzed.
It was found that the substitution of 10% was still acceptable. This substitution decreased the degree of development and homogeneity compared to control bread (without substitution) but toughness was increased and the color of bread became dull. Moisture content, protein, fat, and sugar were decreased but ash and starch were increased. This substitution increased about 1% total dietary fiber content of the bread.
Key word: arrowroot flour, bread, substitution, dietary fiber
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kondisi masyarakat Indonesia yang tergantung pada bahan pangan
tertentu misalnya beras dan gandum dapat melemahkan ketahanan pangan
nasional. Satu kenyataan yang cukup mengkhawatirkan adalah pada periode
Januari-April 2005, terjadi lonjakan impor terigu menjadi 176 ribu ton dari semula
98 ribu ton pada tahun 2004 di periode yang sama, dan diperkirakan selama tahun
2005 sampai tahun 2006 akan menjadi dua kali lipat dibandingkan tahun 2004
(Anonim, 2005). Menghadapi hal tersebut, maka perlu pembangunan di bidang
pangan yang diarahkan pada upaya peningkatan swasembada pangan yang tidak
hanya berorientasi salah satunya pada bahan pangan gandum namun didukung
pula oleh jenis-jenis komoditi strategis lainnya, misal umbi-umbian, seperti
ganyong, ubi garut, ubi jalar, talas, dan singkong, serta pohon-pohon penghasil
pangan seperti sagu, sukun, dan aren. Dengan melakukan penggalian potensi
bahan pangan lokal melalui diversifikasi pangan, maka akan mendukung
ketahanan pangan nasional serta mengurangi ketergantungan masyarakat akan
terigu. Bahan pangan ini diharapkan dapat mensubstitusi terigu meskipun untuk
beberapa produk hanya dapat dilakukan substitusi secara parsial.
Kebutuhan masyarakat yang besar terhadap terigu memicu terjadinya
impor dengan jumlah yang cukup besar karena terigu sebagai bahan makanan
yang ideal untuk berbagai jenis makanan, seperti mie, kue, roti, dan pasta. Hal ini
terkait dengan komponen khas terigu yaitu gluten yang tidak dimiliki oleh tepung
non-terigu. Gluten merupakan jenis protein dan berada dalam terigu sekitar 80%
dari total protein terigu. Gluten terdiri atas gliadin dan globulin, yang berpengaruh
terhadap daya elastisitas dalam adonan serta kekenyalan makanan atau
menghasilkan sifat viskoelastis, sehingga adonan terigu dapat dibuat lembaran,
digiling, dan dibuat mengembang.
Dewasa ini mulai dikembangkan beragam tepung dari umbi-umbian
hasil tanaman lokal yang keberadaannya melimpah di Indonesia yang berpotensi
sebagai sumber karbohidrat, seperti ubi jalar dan ubi garut. Garut (Maranta
arundinaceae L) atau arrowroot adalah salah satu umbi yang berpotensi menjadi
substituen terigu dalam pembuatan kue kering, mie, dan roti tawar (Karjono,
1998) apabila dibuat tepung terlebih dahulu.
Salah satu produk makanan yang dapat dibuat dengan substitusi terigu
menggunakan tepung dan pati garut adalah roti tawar. Dewasa ini, konsumsi roti
tawar makin popular, sehingga ketergantungan akan terigu melalui penggunaan
tepung garut sebagai substituen diharapkan dapat tercapai.
Pembuatan roti tawar memerlukan gluten untuk pembentukan sponge
(kesan berongga), sebab gluten akan memerangkap udara yang berada di dalam
adonan selama pemasakan dan mengukuhkan struktur tersebut. Gluten merupakan
jenis protein yang terdapat hanya di dalam terigu. Meskipun demikian, dapat
dilakukan substitusi terigu secara parsial dalam pembuatan adonan untuk produk
makanan ini, untuk mengurangi penggunaan terigu. Pemilihan garut dalam bentuk
tepung daripada pati disebabkan oleh kandungan serat tepung lebih tinggi karena
tepung diperoleh dengan mengiris tipis umbi kemudian mengeringkan dan
menggilingnya. Sedangkan pati garut diperoleh dengan ekstraksi sehingga
kemungkinan mengandung serat lebih sedikit daripada tepung garut.
B. Rumusan Permasalahan
Pada penelitian ini, akan dilakukan substitusi terigu secara parsial
dengan tepung garut dengan prosentase tertentu pada adonan pembuatan roti
tawar agar dihasilkan roti tawar yang masih disukai konsumen tetapi mempunyai
kandungan serat yang lebih tinggi daripada roti tawar yang terbuat dari terigu
tanpa substitusi dengan tepung garut. Namun permasalahan yang dihadapi dalam
substitusi terigu adalah tidak adanya komponen gluten yang dikandung di dalam
tepung garut. Oleh karena itu permasalahan yang akan dikaji melalui penelitian ini
adalah sampai seberapa banyak substitusi tepung garut dalam pembuatan roti
tawar dan bagaimana sifat roti tawar yang dihasilkan dengan substitusi sebagian
tepung gandum (terigu) dengan tepung garut.
C. Tujuan Penelitian
a. Menentukan seberapa banyak prosentase substitusi tepung garut pada
pembuatan roti tawar yang dapat diterima (acceptable).
b. Mengetahui pengaruh substitusi tepung garut pada sifat kimia (kadar air,
kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar gula total, dan kadar
total pati) roti tawar yang disubstitusi yang terpilih. Mengetahui perubahan
sifat fisik (warna, tingkat pengembangan, homogenitas, dan tingkat
kekerasan) pada roti tawar yang disubstitusi tepung garut yang terpilih.
c. Mengetahui kadar serat pangan roti tawar yang disubstitusi dengan tepung
garut yang acceptable.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini menambah pengetahuan tentang produk diversifiksi
pangan serta nilai gizi yang menyertainya. Selain itu informasi ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memanfaatkan tepung garut
sebagai substituen terigu dalam pembuatan roti tawar untuk meningkatkan
kandungan serat pangan di dalamnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Garut (Maranta arundinacea L)
Umbi garut (Maranta arundinacea L) atau arrowroot merupakan jenis
herba yang termasuk dalam familia Marantacea. Deskripsi dari tanaman ini yaitu
tegak, berumpun, dan merupakan tanaman tahunan. Tinggi tanaman mencapai
1,0–1,5 m, dengan batang berdaun dan mempunyai percabangan menggarpu.
Tanaman garut dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tumbuh baik pada lahan
dengan ketinggian mulai dari 0–900 dpl serta paling baik pada ketinggian 60–90
m dengan keadaan tanah lembab dan lingkungan terlindung di bawah pohon
tinggi, misalnya kelapa, sengon, jengkol, dan petai (Anonim,1998a).
Salah satu keuntungan tanaman garut adalah dengan sekali tanam, garut
dapat dipanen tiap tahun dengan rotasi 5–7 tahun. Masa panen umbi garut adalah
bulan Mei – Agustus. Cara pemanenan cukup dengan meninggalkan ujung-ujung
umbi di dalam tanah pada saat panen. Rhizoma garut berwarna putih, panjang
mencapai 20–40 cm, diameter 2–5 cm dan dibungkus oleh daun-daun yang
bersisik dan berwarna putih atau coklat muda (Anonim, 1998b).
Tepung garut diperoleh dari penepungan umbi garut. Umbi garut yang
baik dipanen jika tanaman tua, yaitu 10-11 bulan. Tanaman garut berpotensial
sebab produktivitasnya cukup tinggi, yaitu sekitar 12,5 – 31 ton/ha (Karjono,
1998). Umbi garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetika, lem, dan
minuman yang mengandung alkohol, penawar racun, serta bahan makanan kecil
(keripik) di perusahaan makanan (LIPI, 1980).
Tepung garut memiliki kandungan serat dalam karbohidrat yang cukup
tinggi. Tepung garut berwarna putih dan ketahanannya dapat mencapai 9 bulan
dengan kadar air kurang dari 18,5 %. Komposisi zat gizi dalam tepung garut dapat
dilihat dalam Tabel 2.1.
Tepung garut telah digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan
barbagai macam makanan tradisional seperti jenang dodol, cendol, dan kue
kering. Dalam jumlah terbatas, 15-20% dapat menjadi campuran terigu pada
pembuatan mie, dan 10-20% dalam pembuatan roti tawar (Karjono, 1998).
Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi dalam Tepung Garut
Kandungan Zat Jumlah (%, db)
Air Abu Protein Lemak Amilosa Serat Larut Air Serat Tidak Larut Air
11,9 0,58 0,14 0,84 25,94 5,03 8,74
Sumber: Marsono,et.al., 2005
Selain kandungan gizi yang dipaparkan dalam Tabel 2.1 tersebut, umbi
garut mempunyai keunggulan dalam hal nilai indeks glikemiknya. Menurut
Marsono (2002), indeks glikemik umbi garut adalah 14 sedangkan glukosa 100.
Hal ini memberikan informasi bahwa umbi garut dapat digunakan sebagai sumber
pangan yang memiliki nilai kecernaan rendah sehingga dapat digunakan sebagai
diet rendah kalori.
B. Serat Pangan
Menurut the American Association of Cereal Chemist (AACC, 2001),
serat pangan merupakan bagian tumbuhan yang dapat dimakan atau analog
dengan karbohidrat, yang tahan terhadap pencernaan dan absorpsi usus halus
manusia dan mengalami fermentasi sebagian atau seluruhnya di dalam usus besar.
Serat pangan meliputi polisakarida (waxes, cutin, suberin). Karbohidrat analog
yang dimaksud meliputi dekstrin tak tercena, pati resistern (resistant starch), dan
karbohidrat sintesis (polidekstrosa,metilselulosa,dan hidroksilpropilmetil
selulosa).
Berdasarkan kelarutannya serat dibagi dalam dua kategori, yaitu serat
yang tidak larut air (insoluble fiber) dan serat yang larut air (soluble fiber). Serat
tidak larut (insoluble fiber) secara kimiawi terutama terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, dan lignin, sedangkan serat larut air (soluble fiber) terdiri dari
pektin dan polisakarida lain misalnya gum. Serat larut air mempunyai sifat
membentuk larutan viskus, mempunyai kemampuan mengikat air besar tapi tidak
mampu mempertahankan air besar, dan mudah difermentasi. Sedangkan serat
tidak larut bersifat kurang viskus, kemampuan mengikat air lebih rendah tetapi
kemampuan mempertahankan air lebih besar, dan sulit difermentasi (BNF, 1990).
Selain itu, keduanya juga mempunyai efek fisiologis yang berbeda
(Marsono,1995). Efek fisiologis yang ditimbulkan berkaitan dengan sifat fisik dan
kimia serat pangan dan fraksi- fraksinya. Sifat-sifat spesifik serat pangan yang
berkaitan dengan efek fisiologisnya meliputi: fermentabilitas, kapasitas
pengikatan air, absorbsi molekul organik, viskositas, dan sifat penukaran ion.
Serat larut yang ditambahkan pada makanan dapat memberikan respon
penurunan postpandrial glukosa darah dan respon insulin, sehingga baik diberikan
bagi penderita Diabetes Melitus. Sedangkan serat tidak larut memberikan efek
fisiologis mudah menahan air sehingga menyebabkan feses meruah (bulky) dan
mudah dikeluarkan. Hal ini juga disebabkan oleh bertambahnya massa bakteri
dalam feses yang kaya serat, sebab serat merupakan substrat yang sangat baik
untuk pertumbuhan mikroflora di dalam kolon.
Serat pangan mempunyai kemampuan mengikat dan menahan air
dikarenakan polisakarida mempunyai residu gula dengan gugus polar. Pada
dasarnya, kedua jenis serat tetap berperan penting dalam melindungi tubuh dari
beragam penyakit dan membantu melancarkan pengeluaran feses. Di Indonesia
rekomendasi asupan serat pangan sebesar 10-13 gr/1000 kcal (Hardinsyah &
Victor Tambunan, 2004).
C. Roti Tawar
Roti tawar merupakan salah satu jenis makanan yang berbentuk sponge,
yaitu makanan yang sebagian besar vo lumenya tersusun dari gelembung-
gelembung gas. Produk ini terdiri dari gas sebagai fase diskontinyu dan zat padat
sebagai fase kontinyu (Matz, 1962). Berdasarkan bahan pengembang yang
digunakan, roti tawar termasuk dalam yeast raised goods, yaitu adonan yang
mengembang karena adanya karbondioksida yang dihasilkan dari proses
fermentasi gula oleh yeast. (Potter, 1978).
Pembuatan roti tawar perlu memperhatikan keseimbangan antara
pembentukan gas (gas production) dan kemampuan menahan gas (gas retention),
karena kedua hal tersebut mempengaruhi mutu roti tawar. Ada dua kriteria untuk
menilai mutu roti tawar, yaitu kriteria luar yang meliputi volume, warna kulit
(color of crust), keistimewaan bentuk (symetry of form), karakteristik kulit
(character of crust), dan hasil pemotongan, serta kriteria dalam yang meliputi
porositas (grain), warna daging roti (color of crumb), aroma, rasa, pengunyahan,
dan tekstur (Jacobs, 1951). Dari beberapa criteria tersebut yang paling umum
digunakan untuk menilai mutu roti tawar adalah volume (tingkat pengembangan),
porositas, tekstur, rasa, dan aroma. Volume, porositas, dan tekstur sangat
dipengaruhi oleh keseimbangan antara pembentukan gas dan kemampuan
menahan gas. Menurut SNI (1995), syarat mutu roti tawar ditampilkan dalam
Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Syarat Mutu roti Tawar
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Kenampakan Bau Rasa Kadar Air Kadar Abu Kadar NaCl Serangga
- - -
% b/b % b/b % b/b
-
normal, tidak berjamur normal normal
maksimal 40 maksimal 1
maksimal 2,5 tidak boleh ada
Sumber: SNI,1995 1. Komponen Penyusun Roti Tawar dan Fungsinya
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan roti tawar adalah terigu,
yeast dalam bentuk ragi instan, air, gula, garam, susu skim, dan shortening.
a. Terigu
Tepung gandum atau dalam perdagangan dikenal sebagai terigu
diperoleh dari hasil penggilingan biji gandum (Triticum aestivum). Kualitas
biji gandum akan sangat menentukan kualitas tepung yang dihasilkan. Terigu
digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam roti, karena
adanya tepung ini mempunyai sifat yang khas yaitu ketika dibasahi dan
diperlakukan secara mekanis akan membentuk adonan yang elastis dan mudah
direntangkan, dan membentuk lapisan film (Potter, 1978). Substansi yang ulet,
elastis dan mudah direntang, yang terbentuk apabila tepung gandum dicampur
dengan air atau cairan yang mengandung air tersebut disebut gluten (Sultan,
1981). Gluten merupakan jenis protein dan berada dalam terigu sekitar 80%
dari total protein terigu. Gluten terdiri atas gliadin dan globulin, yang
berpengaruh terhadap daya elastisitas dalam adonan serta kekenyalan
makanan atau menghasilkan sifat viskoelastis, sehingga adonan terigu dapat
dibuat lembaran, digiling, dan dibuat mengembang.
Pada pembuatan roti tawar, glutenin menentukan waktu
pencampuran dan pengembangan adonan, sedangkan gliadin menentukan
volume roti. Ketika dipanggang adonan membentuk struktur seperti spons
(spongy structure) dan struktut ini disukai oleh konsumen (Jacobs, 1951).
Terigu berfungsi untuk membentuk struktur karena gluten dapat
bereaksi komplek dengan karbohidrat. Pada umumnya standar tepung yang
digunakan didasarkan pada kadar air dan kadar gluten. Semakin banyak
glutennya, kecepatan absorpsi air semakin tinggi. Gluten sangat diperlukan
dalam pembuatan adonan roti tawar agar menghasilkan pengembangan
adonan. Berdasarkan kandungan proteinnya, tepung gandum dibedakan
menjadi 2, yaitu:
b. Shoft wheat, yaitu tepung gandum dengan kandungan protein rendah yang
disebut jenis weak flour, terbuat dari biji gandum dengan karakteristik luar
yang lunak dan mudah pecah. Jenis tepung ini mempunyai daya serap air
yang rendah sehingga sulit diaduk dan diragikan.
c. Hard wheat, yaitu tepung gandum yang mempunyai kandungan protein
tinggi terbuat dari biji gandum dengan karakteristik luar yang keras dan
tidak mudah pecah. Gandum ini mudah digiling dan menghasilkan tepung
dengan kandungan protein yang bermutu tinggi dan disebut strong flour.
Adonan hasil tepungnya mempunyai daya serap tinggi dan menghasilkan
adonan yang kuat, kenyal, dan mempunyai daya kembang yang baik.
Sifat adonan tergantung pada jenis tepung yang digunakan. Strong
flour mengandung protein yang dapat direntang lebih lebar sebelum sobek,
sedangkan weak flour mengandung protein pembentuk gluten lebih sedikit dan
film yang terbentuk lebih mudah sobek. Dalam pembuatan roti tawar
digunakan terigu jenis strong flour agar adonan yang dihasilkan mampu
mengembang lebih besar dan dapat menghasilkan roti tawar dengan volume
yang baik (Potter, 1978). Komposisi dari tepung terigu berprotein tinggi dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Pati merupakan penyusun terigu selain protein yang mempunyai
peranan penting di dalam produksi roti. Di dalam adonan, granula-granula pati
terdapat di antara lapisan- lapisan film gluten yang mengelilingi rongga-rongga
udara. Pada saat pemanggangan, pati mengalami gelatinisasi sehingga
menyebabkan struktur roti menjadi kokoh (tidak lembek). Pati juga digunakan
oleh yeast sebagai gula kompleks yang dipecah oleh enzim dari yeast dan
digunakan dalam proses fermentasi (Charley, 1982).
Tabel 2.3. Komposisi Tepung Terigu Berprotein Tinggi
Komposisi Jumlah
Kadar Air
Protein
Karbohidrat
Lemak
14 %
min. 13 %
Min. 70 %
0,9 %
Sumber: Kemasan produk terigu “Kereta Kencana”
b. Yeast
Yeast terdiri dari sel-sel hidup dari Saccharomyces cerevisiae. Yeast
terdapat dalam dua bentuk, yaitu bentuk padat dan granula-granula kecil.
Yeast berperan untuk menghasilkan enzim-enzim yang mengkatalisa reaksi-
reaksi dalam fermentasi. Enzim-enzim yang dihasilkan oleh yeast selama
proses fermentasi adalah:
a. Invertase: mengubah sukrosa menjadi gula invert (glukosa dan fruktosa)
b. Maltase: Mengubah maltosa menjadi glukosa
c. Zimase: kompleks enzim yang dapat mengubah glukosa & fruktosa
menjadi CO2 dan alkohol.
Dengan adanya enzim-enzim tersebut, yeast mampu menggunakan substrat
glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa tetapi tidak mampu menggunakan
substrat gula dari susu atau laktosa (Charley, 1982). Pada proses fermentasi,
yeast menghasilkan gas karbondioksida sebagai salah satu hasil fermentasi
yang kemudian diperangkap oleh gluten dan akibatnya adonan roti
mengembang pada saat fermentasi (Sultan, 1981).
Kemampuan adonan untuk mengembang selama fermentasi
disebabkan karena yeast mengubah gula-gula sederhana dalam adonan
menjadi gas CO2, alkohol (etanol), dan asam-asam organik. Etanol dan asam
organik penting dalam memberikan aroma dan flavor pada roti (Matz, 1972).
c. Air
Fungsi air dalam pembuatan adonan adalah sebagai pelarut bahan-
bahan, gelatinisasi pati (Greenwood, 1979), membantu aktifitas yeast dan
enzim, serta membantu membentuk adonan. Banyaknya air yang ditambahkan
bergantung pada kemampuan tepung mengabsorbsi air dan sifat hasil akhir
yang dikehendaki. Air yang digunakan pada pembuatan roti tawar sebanyak
64-66 % (Jacobs, 1951).
Air terdiri dari molekul H2O yang berikatan satu sama lain dengan
ikatan hidrogen yang bersifat polar. Ikatan hidrogen ini tidak hanya mengikat
molekul-molekul air satu sama lain, tetapi dapat menyebabkan pembentukan
hidrat antara air dengan senyawa-senyawa lain yang mempunyai kutub
oksigen dan nitrogen. Sifat polar air tersebut melemahkan ikatan hidrogen
dalam komponen lain, sehingga mempercepat pencampuran dalam
pembentukan adonan (Auran dan Woods, 1973).
d. Gula
Gula berfungsi memberi rasa manis, menambah rasa lembut,
membantu proses penyebaran, juga pembentuk kulit roti tawar (Smith, 1972).
Terbentuknya kulit roti berwarna coklat dapat disebabkan oleh terjadinya
karamelisasi gula pada permukaan adonan. Warna coklat pada kulit roti juga
disebabkan oleh terjadinya reaksi antara gula reduksi dengan protein yang
disebut reaksi Maillard. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa berwarna
coklat yang disebut melanoidin.
Daya larut yang tinggi dari gula dan kemampuan mengikat air
merupakan sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan
pangan (Buckle, 1987). Menurut Fennema (1996) gula dapat membentuk
flavor melalui reaksi pencoklatan. Penggunaan gula halus atau tepung gula
bertujuan mempercepat pemerataan kenampakan.
Gula juga digunakan sebagai substrat yeast, untuk pertumbuhan
yeast maupun sebagai penyedia bahan yang dapat diubah menjadi gas pada
fermentasi. Gula dalam adonan juga dapat digunakan untuk mempertahankan
kelembaban, memperpanjang kesegaran roti, dan menambah nilai nutrisi
produk (Sultan, 1981).
e. Garam
Dalam pembuatan roti tawar, garam diperlukan dalam adonan untuk
memperbaiki flavor, memperkuat gluten, mengatur fermentasi, dan
menghambat mikrobia kontaminan. Dengan demikian penggunaan garam
mempunyai dua fungsi, yaitu untuk membuat roti yang dihasilkan memiliki
rasa lebih enak dan berfungsi dalam rheologi adonan dengan mendukung
fungsi gluten dalam membentuk adonan (Sultan, 1981).
f. Susu
Menurut Sultan (1981), susu berperan membentuk flavor spesifik
dan membantu terjadinya pencoklatan pada kulit roti tawar karena susu
mengandung gula reduksi yaitu laktosa. Laktosa ini merupakan gula kompleks
yang tidak langsung difermentasi dan selama pemanggangan akan mengalami
karamelisasi, sehingga terbentuk kulit yang kecoklatan.
g. Shortening
Lemak dalam adonan berfungsi melunakkan dan memberikan
kelembutan pada makanan, berperan juga sebagai pelumas dalam pencegahan
pengembangan protein yang berlebihan selama pembuatan adonan.
Mentega yang digunakan dapat berperan sebagai shortening yang
berperan menberi nilai gizi, kelembutan, rasa enak, flavor yang spesifik juga
berpengaruh pada tekstur yang dihasilkan. (Sultan, 1981). Lemak yang biasa
digunakan adalah lemak yang sudah dijenuhkan (hydrogenated fat) dan tanpa
rasa, seperti lemak tumbuhan atau margarin (US Wheat Associates, 1981).
Pada pembuatan roti tawar biasa digunakan lemak nabati (Sultan, 1981) untuk
meningkatkan eating quality.
2. Proses Pembuatan Roti Tawar
Proses pembuatan roti tawar melewati tiga proses utama, yaitu
pembuatan adonan, fermentasi, dan pemanggangan. Metode dalam pembuatan roti
tawar ada dua, yaitu Straight Dough Method dan Sponge and Dough Method.
Straight dough method dilakukan dengan mencampur semua bahan
dalam satu pelaksanaan dan diragikan (fermentasi dengan yeast) dan dipanggang,
sedangkan Sponge and Dough Method dikerjakan dengan melewati 2 tahap
pencampuran maupun fermentasi, yaitu tahap pertama mencampur sebagian
terigu, air, dan yeast dan diragikan hingga membentuk adonan mengembang yang
disebut sponge kemudian mencapur bahan-bahan yang lain bersama sponge
tersebut dan difermentasikan kembali.
a. Pencampuran
Dalam proses pencampuran adonan terjadi distribusi komponen-
komponen bahan secara seragam dan mendehidrasi partikel-partikel tepung
sehingga dihasilkan adonan yang mempunyai kadar air cukup. Selain itu,
pencampuran dapat membentuk gluten yang nantinya dapat menahan gas
(Scade, 1975 dalam Sulistyaningsih, 1986).
Menurut Charley (1982), ketika partikel-partikel tepung gandum
dibasahi dan kemudian diperlakukan secara mekanis, akan terbentuk massa
yang lekat dan mempunyai sifat viskoelastis yang disebut gluten. Air yang
diserap oleh protein dapat mencapai 200% dari beratnya, sedangkan pati akan
menyerap air kurang lebih 30% dari beratnya (Lowe, 1943). Kemampuan
tepung untuk mengikat air mempengaruhi sifat-sifat adonan. Tepung yang
mengikat sedikit air akan menghasilkan adonan yang tidak elastis dan kaku.
Pencampuran yang kurang akan menghasilkan adonan yang kurang
elastis, selain itu volume roti sangat kurang dan roti mudah runtuh (collapse)
pada saat mengembang sebelum pemanggangan, hal ini disebabkan
kemampuan gluten yang kurang dalam menahan gas dalam adonan.
Sedangkan pencampuran yang berlebihan akan merusak struktur gluten.
Adonan roti tawar yang terbentuk pada proses pencampuran harus bersifat
elastis dan ketika direntang dapat kembali seperti semula (Charley, 1982).
b. Fermentasi
Fermentasi merupakan proses perubahan suatu bahan (raw material)
menjadi bahan lain (produk) oleh mikrobia atau enzim yang dapat meliputi
reduksi, oksidasi, teransformasi, hidrolisis, polimerisasi, biosintesa komplek,
dan pembentukan sel. Proses fermentasi pada pembuatan roti tawar yaitu
membiarkan adonan yang diperoleh dari proses pencampuran selama waktu
tertentu untuk mendapatkan adonan yang mengembang dari CO2 yang
dihasilkan oleh yeast. Fermentasi adonan roti tawar akan mengubah
karbohidrat menajdi CO2 dan alkohol (Sultan, 1981).
Yeast terdiri dari sel-sel hidup dari Saccharomyces cerevisiae. Yeast
berperan untuk menghasilkan enzim-enzim yang mengkatalisa reaksi- reaksi
dalam fermentasi. Enzim-enzim yang dihasilkan adalah invertase, maltase, dan
zimase (Sultan, 1981). Enzim invertase akan mengubah sukrosa menjadi gula
invert (glukosa dan fruktosa), maltase akan mengubah maltosa menjadi
glukosa, sedangkan zimase merupakan komplek enzim yang dapat mengubah
glukosa menjadi fruktosa menjadi CO2 dan alkohol. Dengan demikian, yeast
mampu menggunakan substrat glukosa, fruktosa, sukrosa, dan maltosa tetapi
tidak mampu menggunakan substrat gula susu atau laktosa (Charley, 1982).
Menurut Pomeranz dan Shellenberger (1971), selain CO2 dan
alkohol, fermentasi juga menghasilkan asam-asam organik dalam jumlah kecil
yang dapat mempengaruhi flavor roti dan protein. Kenaikan asam akan
mengakibatkan adonan menjadi tidak terlalu lekat dan lebih elastis karena
sebagian protein yang larut akan menggumpal pada pH yang mendekati titik
isoelektris (Charley, 1982). Aktivitas enzim yang dihasilkan oleh yeast
menghasilkan asam organik terutama asam laktat dan asam asetat (Charley,
1982). Etanol dan asam organik akan memberikan aroma dan flavor pada roti
(Matz, 1972).
c. Pemanggangan
Pemanggangan akan menyebabkan kenaikan suhu. Dalam
pemanggangan terjadi pengembangan adonan, kehilangan air, pencoklatan
kulit, dan bentuk roti menjadi tetap (Haryadi, 2004).
Produksi gas oleh yeast berlanjut pada saat suhu adonan meningkat
pada awal pemanggangan. Pada saat semua adonan melebihi 430C, laju
pembentukan gas turun, dan akhirnya berhenti pada suhu 550C. Pada saat
permukan adonan secara cepat memanas dan kegiatan yeast berhenti,
konduktivitas panas pada adonan yang rendah (bagian tengah) berlanjut
menghasilkan gas karbondioksida beberapa lama setelah kerak (kulit)
terbentuk. Gaya yang ditimbulkan oleh bagian tengah yang mengembang
mengakibatkan pengembangan di bagian terbuka, misalnya ke atas dan ke
samping. Adonan juga dikembangkan karena tekanan uap dan gas yang
terperangkap. Pada pemanggangan, adonan mengalami kehilangan air
(dehidrasi), hal ini menyebabkan lapisan gluten (yang memerangkap dan
memisahkan gas satu sama lain dengan membentuk lapisan pelindung menjadi
seperti buih) menjadi tegar dan tekanan dalam gelembung gas merobek
lapisan pelindung, kamudian buih pada adonan berubah menjadi sponge
(sistem yang semua sel-sel terbuka dan saling berhubungan). Selain itu juga
terjadi reaksi Maillard yang terjadi mulai suhu 1500C dan menyebabkan kulit
roti berwarna coklat (oleh senyawa mellanoidin). Peristiwa yang juga terjadi
selama pemanggangan adalah pati mulai menggembung dan tergelatinisasi
pada suhu sekitar 600C sehingga lebih rentan terhadap serangan enzim a-
amilase yang secara alami terdapat dalam terigu, pada perombakan menjadi
dekstrin yang lengket dan maltosa dipacu pada kenaikan suhu (Haryadi,
2004). Sedangkan aktivitas enzim akan berhenti pada 700C. Protein akan
mengalami koagulasi ketika suhu mencapai 740C. Koagulasi merupakan
peristiwa yang terjadi karena denaturasi protein yang menyebabkan
pengembangan molekul protein membuka gugus reaktif yang ada pada rantai
polipeptida, selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif
yang sama atau yang berdekatan dimana bila ikatan yang terbentuk cukup
banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid. Apabila
ikatan- ikatan antara gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh
cairan, akan terbentuk gel, namun bila cairan terpisah dari protein yang
terkoagulasi tersebut, protein akan mangendap (Winarno, 2002).
D. Sifat Tekstural
Kualitas utama dari roti tawar ditentukan oleh teksturnya yang berpori
dan lembut (tender). Tekstur memberikan pengaruh yang besar terhadap citra
suatu produk makanan. Tekstur merupakan cara bagaimana berbagai unsur
komponen dan unsur struktur ditata dan digabung menjadi mikro dan
makrostruktur, dan bagaimana struktur ini mengalami perubahan bentuk dan
deformasi (deMan, 1997). Szczesniak (1963) mengelompokkan ciri-ciri tekstur ke
dalam tiga golongan utama, yaitu: ciri mekanis (meliputi kekerasan, kekohesifian,
viskonsitas, elastisitas, dan keadhesifan, serta tiga parameter sekunder yaitu
kerapuhan, kekunyahan, dan kegoman) ; ciri geometris (berkaitan dengan ukuran
partikel, bentuk, dan orientasi), dan ciri lain yang terutama berkaitan dengai air
dan lemak.
Sebagai salah satu makanan jenis roti yang berpori, kualitas utama roti
tawar dari parameter tekstural adalah kekerasan (kelunakan), sebab adanya lemak
dalam komposisi adonan akan menyebabkan sifat tender (lembut) dan struktur
berpori memberikan sifat lunak pada produk ketika dikunyah (dideformasi), selain
itu membatasi pengembangan adonan.
Tekstur makanan dievaluasi dengan uji menggunakan instrumentasi
mekanik (pengujian obyektif) dan dengan analisis secara penginderaan dengan
menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis (pengujian subyektif).
E. Hipotesis Penelitian
Penggunaan tepung garut sebagai substitusi parsial terigu pada pembuatan
roti tawar akan mengurangi kadar lemak dan kadar protein serta meningkatkan
kadar total pati dan kadar serat pangan, menurunkan tingkat pengembangan dan
homogenitas serta menaikkan tingkat kekerasan, serta berpengaruh terhadap
tingkat kesukaan atau penerimaan panelis terhadap parameter rasa, aroma, dan
tekstur dibandingkan dengan roti tawar yang terbuat dari terigu tanpa substitusi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bahan
Penelitian ini menggunakan bahan-bahan untuk pembuatan roti tawar
yaitu: tepung terigu tinggi protein merek ‘Kereta Kencana’ produksi PT Bogasari
Flour Mills, garam refined, susu bubuk skim, margarine ‘Blue Band’, dan yeast
merek ‘Fermipan’ yang diperoleh dari Toko Bahan Roti “Intisari”, Jl. Sentul,
Yogyakarta. Sedangkan tepung garut diperoleh dengan menepungkan umbi garut
yang diperoleh dari Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis merupakan bahan
dengan grade ‘teknis’, pro analys, dan GR yang diperoleh di laboratorium Kimia
dan Biokimia Pengolahan dan CV. Chem Mix, Mundu, Caturtunggal, Depok,
Sleman, dan enzim dipesan dari SIGMA, United States of America.
B. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5, yaitu:
peralatan untuk pembuatan tepung garut yang meliputi pisau, cabinet dryer,
pulvuriser, dan ayakan getar; peralatan untuk pembuatan roti tawar, yaitu: mixer
‘Miyako tipe SM-625’, spatula, loyang aluminium, plastic wrap merek ‘Bagus’,
oven, dan pisau; peralatan untuk keperluan analisis kimiawi; peralatan untuk
pengujian fisikawi meliputi Lloyd Universal Testing Machine tipe 1000s, digital
camera merek ‘Nikon tipe Coolpix 5600’ dan mistar; serta peralatan untuk
pengujian kesukaan (aseptabilitas produk).
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Uji Inderawi, Laboratorium
Kimia dan Biokimia Pengolahan, Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium
Rekayasa Proses di Fakultas Teknologi Pertanian serta Laboratorium Rekayasa
Pangan di Pusat Antar Universitas di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan
Laboratorium Tata Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.
D. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini diawali dengan pembuatan tepung garut dengan tahapan
yang disajikan dalam Gambar 3.1 dilanjutkan sesuai rancangan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.1. Proses pembuatan tepung garut
Pengupasan
Pencucian
Pengirisan
Pengeringan suhu 600C selama 2 hari atau sampai bahan dapat dipatahkan
Penggilingan
Umbi garut
Tepung garut
air air
Pengayakan 80 mesh
Gambar 3.2. Diagram alir penelitian
1. Penyusunan Formula
Penyusunan formula produk dengan variasi campuran terigu dan tepung
garut menggunakan variasi yang disusun sesuai Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Proporsi Tepung Garut dan Terigu dalam Tepung Campuran
Tepung terigu (%) 100 95 90 85 80 75
Tepung garut (%) 0 5 10 15 20 25
Campuran tepung tersebut kemudian digunakan dalam pembuatan roti
tawar berdasarkan formula yang diperoleh berdasarkan Job Ssheet Program
Studi Teknik Boga Universitas Negeri Yogyakarta (2006) yang diharapkan
Pembuatan roti tawar
Roti tawar yang acceptable
Pembuatan tepung garut
Umbi garut
• Analisis kimia • Formulasi roti tawar
Evaluasi aseptabilitas
• Pengujian sifat kimia • Pengujian sifat fisik
dapat mewakili formula roti tawar yang ada di pasaran. Formula tersebut
disusun dalam Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Formula Adonan Roti tawar
Bahan Jumlah (gr)
Tepung campuran
Susu skim
Shortening
Garam
Yeast (ragi)
Air
250
5
10
3,75
5,5
165
Sumber: Tata Boga UNY, 2006
2. Pembuatan Roti tawar
Pembuatan Roti tawar berdasarkan cara yang diperoleh dari Job Sheet
Program Studi Teknik Boga Universitas Negeri Yogyakarta (2006) seperti
yang ditampilkan dalam Gambar2.
3. Evaluasi Aseptabilitas Produk
Pengujian aseptabilitas atau kesukaan panelis terhadap produk roti tawar
dilakukan meliputi kesukaan secara menyeluruh, warna, rasa, aroma, dan
tekstur dengan metode hedonic test dengan skala 1 sebagai sangat tidak suka
sampai dengan 7 sebagai sangat suka (Kartika, et.al, 1988) menggunakan 20
panelis tidak terlatih tetapi merupakan konsumen roti tawar sebagai
perwakilan dari populasi konsumen. Dari pengujian ini akan diperoleh produk
yang diterima oleh panelis, atau memiliki nilai diatas netral.
Gambar 3.2. Pembuatan Roti Tawar dengan substitusi Tepung Garut dengan
Straight Dough Method.Tepung merupakan campuran Terigu dan Tepung
Garut sesuai perbandingan yang telah disusun
Roti Tawar
Pencampuran
Fermentasi I
Pengempisan
Pencetakan
Fermentasi II (‘Proofing’)
Pemanggangann
Tepung 250 g 165 Air g
waktu 10 menit
waktu 30 menit
waktu 90 menit
waktu 40 menit suhu 160-1700C
Yeast 5,5 g Garam 3,75 g Shortening 10 g Susu skim 5 g
Adonan
4. Evaluasi Obyektif Produk
Produk yang acceptable dievaluasi secara kimiawi dan fisikawi. Analisis
kimiawi merupakan analisis yang meliputi analisis kadar air dengan cara
termogravimetri (AOAC, 1970), analisis kadar lemak dan minyak dengan Soxhlet
(Woodman, 1941), analisis kadar protein (N-total) dengan Mikro-Kjeldahl
(AOAC, 1970), analisis kadar abu (AOAC, 1970), analisis kadar serat pangan
metode Multienzim (Asp.,et.al, 1983), analisis kadar gula total dengan
Spektrofotometri atau metode Nelson-Somogyi (AOAC, 1970), dan analisis kadar
total pati dengan metode direct acid hydrolysis (Sudarmadji,et.al, 1984).
Analisis fisikawi meliputi analisis sifat tekstural secara obyektif dengan
alat Lloyd Universal Testing Machine dan analisis tingkat pengembangan dengan
metode Rape Seed Displacement Test yang dimodifikasi menggunakan beras
sebagai pengganti rape seed.
E. Rancangan Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dengan 1 variable independen yaitu substitusi tepung garut yang terdiri atas 6
variasi prosentase substitusi, yaitu 0%; 5%; 10%; 15%; 20%; 25% terhadap total
berat tepung. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan ANOVA dan
dilanjutkan dengan Duncan Multiple Test Range, dengan tingkat konfidensi 95%
atau p< 0,05.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tepung Garut
Penepungan tepung garut memiliki rendemen tepung dengan ukuran 80
mesh sebanyak 8% dari bentuk awal berupa umbi. Potensi suatu bahan pangan
dapat diketahui dengan meneliti sifat kimianya. Sifat kimia suatu bahan pangan
akan berpengaruh terhadap karakteristik produk terutama dari aspek komposisi
senyawa kimia atau zat gizi yang dikandung. Hasil ana lisis sifat kimia tepung
garut ditampilkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Analisis Sifat Kimia Tepung Garut
Parameter Jumlah (%, db)
Kadar air (wb)
Abu
Protein
Lemak
Gula total
Total pati
Serat larut air (SLA)
Serat tidak larut air (STLA)
10,97 + 0,45
3,29 + 0,59
5,30 + 0,35
0,93 + 0,18
2,52 + 0,05
73,99 + 0,23
2,08
4,61
Dari hasil analisis tersebut terlihat bahwa tepung garut memiliki
komponen pati sebagai komposisi terbesar penyusunnya. Adanya pati akan
mendukung pembentukan adonan roti tawar. Marsono, et.al. (2005) dalam
laporannya menyatakan bahwa kadar air, abu, protein, lemak, amilosa, SLA, dan
STLA berturut-turut adalah 11,9; 0,58; 0,14; 0,84; 25,94; 5,03; dan 8,74. Dengan
demikian laporan tersebut memiliki perbedaan dengan hasil analisis pada Tabel
4.1. Perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan varietas garut dan umur
umbi garut yang digunakan dalam penelitian ini belum cukup umur atau dipanen
1-2 bulan lebih cepat dari umur tanam yang seharusnya yaitu 10 bulan.
B. Roti Tawar
Roti Tawar yang pada dasarnya terbuat dari terigu berprotein tinggi dan
kemudian disubstitusi secara parsial dengan tepung garut diuji tingkat kesukaan
panelis terhadapnya, dan sifat fisik, serta sifat kimianya. Ketiga pengujian tersebut
perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh substitusi parsial tepung
garut terhadap terigu dan potensi substitusi tersebut pada pembuatan roti tawar.
1. Tingkat Kesukaan Panelis
Tingkat aseptabilitas roti tawar yang disubstitusi dengan tepung garut
dapat diketahui dengan melakukan uji tingkat kesukaan terhadap produk tersebut.
Hasil pengujian dapat dilihat dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Tingkat Kesukaan Panelis terhadap
Roti Tawar yang Disubstitusi dengan Tepung Garut Parameter Kesukaan Substitusi
tepung garut, %
Keseluruhan Warna Tekstur Aroma Rasa
0% 6,05a 5,95a 6,15a 5,50a 6,05a
5% 5,65a 5,70a 5,80a 4,80a 5,30ab
10% 5,55a 5,45a 5,50a 4,70a 5,20b
15% 3,90b 3,05b 3,50b 3,70b 4,25c
20% 3,25b 2,65b 3,45b 3,45b 3,80c
25% 3,20b 2,60b 3,10b 3,40b 3,70c
Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda secara nyata (p < 0,05)
Nilai 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka
Dilihat dari hasil pengujian tersebut ternyata substitusi tepung garut
terhadap terigu pada pembuatan roti tawar dengan prosentase 5 % dan 10 % tidak
memberikan perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan roti tawar tanpa
substitusi yaitu pada parameter warna, tekstur, aroma, dan secara keseluruhan.
Sedangkan untuk parameter rasa, produk dengan prosentase substitusi 10%
berbeda nyata dengan produk roti tawar tanpa substitusi serta memiliki nilai
kesukaan lebih rendah.
Makin banyak penambahan tepung garut akan makin menurunkan tingkat
kesukaan panelis terhadap seluruh parameter sensoris yaitu warna, tekstur, aroma,
dan rasa serta secara keseluruhan. Untuk tingkat kesukaan secara keseluruhan,
nilai produk roti tawar tanpa substitusi tepung garut, substitusi 5%, dan 10%
berturut-turut makin menurun tetapi masih masuk range acceptable (Tabel 4.2)
dan ketiganya tidak berbeda secara nyata. Pengujian kesukaan panelis terhadap
roti tawar ini menghasilkan deskripsi produk yang disukai atau diterima yaitu
berwarna putih kekuningan, memiliki aroma khas terigu dengan sedikit kesan
beraroma susu, karena adanya skim sebagai komponen dalam formulanya dan
tekstur cukup lunak serta berasa tawar khas terigu.
Dari hasil analisis tingkat kesukaan panelis, diketahui bahwa dengan
substitusi tepung garut akan mengurangi kesukaan terhadap warna, hal ini
disebabkan pada umumnya roti tawar yang terbuat dari terigu jenis white flour
memiliki warna putih sehingga hasil produknya yaitu roti tawar juga memiliki
kenampakan hampir sama dengan terigu yaitu putih dengan kesan kekuningan
karena mengalami reaksi pencoklatan non enzimatis, yaitu karamelisasi dari gula
sederhana dan reaksi Maillard antara gula reduksi dan protein membentuk
senyawa coklat mellanoidin. Sedangkan dengan penggunaan tepung garut
menyebabkan penilaian kesukaan panelis menjadi lebih rendah dibanding yang
terbuat tanpa tepung garut, hal ini disebabkan pori-pori roti tawar dengan
substitusi tepung garut yang kurang homogen sehingga pemantulan cahaya tidak
sempurna dan kesan ini ditangkap oleh mata sebagai kuning pudar (buram).
Pengujian tekstur menunjukkan roti tawar tanpa penambahan tepung
garut memiliki nilai kesukaan yang paling tinggi dan makin menurun dengan
penambahan tepung garut. Hal ini berkaitan dengan kelunakan roti, dimana pada
umumnya konsumen menyukai roti tawar dengan kelunakan yang cukup.
Penggunaan tepung garut menyebabkan kekerasan meningkat sebagai akibat
pengembangan yang kurang baik atau menurunkan volume roti sehingga roti lebih
padat dan terasa lebih keras.
Aroma merupakan sensasi sensoris yang dialami oleh indera pembau
dimana dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap suatu produk
makanan. Roti tawar yang berada di pasaran memiliki aroma khas dengan sedikit
aroma susu sebab adanya komponen skim susu dalam formula pembuatannya.
Dari Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa penggunaan tepung garut dapat
menurunkan kesukaan panelis terhadap roti tawar. Tanpa substitusi tepung garut,
roti tawar memiliki nilai yang paling tinggi sedangkan makin besar prosentase
penggunaan tepung garut makin meenurunkan nilai. Hal ini disebabkan karena
tepung garut memiliki aroma khas tidak seperti terigu yang lebih tawar dibanding
tepung garut. Dengan demikian produk yang dihasilkan dengan penggunaan
tepung garut dipengaruhi olehnya dan aroma yang muncul yang ditangkap oleh
panelis kurang disukai.
Rasa merupakan sensasi yang terbentuk dari hasil perpaduan bahan
pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap oleh
alat inderawi pencecap. Dengan demikian rasa dipengaruhi oleh komposisi bahan
penyusun formula dalam bahan makanan. Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa makin
tinggi substitusi tepung garut yang digunakan pada roti tawar menyebabkan
penurunan tingkat kesukaan panelis. Setelah dilakukan analisis kimia (Tabel 4.3),
diketahui bahwa kandungan gula total dari roti tawar dengan substitusi tepung
garut 0% > 5% > 10% sehingga menyebabkan penilaian terhadap rasa berkurang.
Gula merupakan komponen bahan makanan yang mampu memberikan konstribusi
terhadap kesukaan konsumen terhadap rasa.
Selain itu, lemak juga berpengaruh terhadap rasa bahan makanan, sebab
lemak memberikan rasa gurih dan kepuasan dalam bahan makanan. Dilihat dari
Tabel 4.3 diketahui bahwa penggunaan tepung garut menyebabkan penurunan
kadar lemak pada roti tawar sehingga rasa gurih dan kepuasan terhadap roti tawar
juga berkurang akibatnya tingkat kesukaan panelis menurun.
2. Sifat Kimia
Setelah mengetahui sejauh mana substitusi dilakukan agar dapat disukai
oleh konsumen kemudian menganalisis sifat fisiknya, maka langkah selanjutnya
adalah melakukan analisis kimia untuk mengetahui pengaruh tepung garut yang
digunakan dalam menyebabkan perbedaan komposisi kimia produk yang
disubstitusi dengan tepung garut dan tanpa substitusi. Selain itu, dengan pengujian
kimia dapat diketahui potensi yang dimiliki oleh bahan makanan terutama dari sisi
asupan gizi bagi konsumen. Hasil analisis sifat kimia roti tawar disajikan dalam
Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Analisis Sifat Kimia Roti Tawar
Prosentase Substitusi Parameter
%, db 0% 5% 10%
Kadar Air (wb) 37,05 + 0,23 36,20 + 0,36 35,76 + 0,01
Abu 2,29 + 0,11 2,39 + 0,04 2,47 + 0,04
Protein 9,23 + 0,02 9,00 + 0,02 8,95 + 0,05
Lemak 3,33 + 0,45 2,00 + 0,01 1,97 + 0,01
Gula total 5,41 + 0,03 5,08 + 0,02 3,83 + 0,30
Total Pati 59,81 + 0,09 62,55 + 0,11 68,09 + 0,54
Serat Larut Air 2,35 3,13 3,21
Serat Tidak Larut Air 4,78 4,42 4,76
a. Kadar Air
Kandungan air dalam roti tawar akan berpengaruh terhadap tekstur
roti tawar atau dalam hal ini parameter yang digunakan adalah kekerasan roti
tawar. Hal ini dikarenakan ketika partikel-partikel tepung gandum dibasahi
dengan air yang cukup kemudian diperlakukan secara mekanis maka akan
terbentuk massa yang lekat dan mempunyai sifat viskoelastis yang disebut
gluten yang dapat membentuk struktur roti karena kemampuannya menahan
gas (Charley, 1982). Tepung yang mengikat sedikit air menyebabkan adonan
tidak elastis dan kaku.
Air yang dicampurkan dalam adonan juga akan diserap oleh pati dari
tepung garut maupun terigu dan digunakan untuk pemasakan pati sampai
mengalami gelatinisasi. Setelah pemanggangan, pati akan mengalami
retrogradasi. Menurut deMan (1997), fraksi rantai lurus pati atau amilosa
mengalami gelatinisasi selama proses pemanggangan akibatnya memberikan
struktur roti yang kukuh dan roti menjadi lunak karena keberadaan pori-pori
yang dikelilingi oleh pati yang tergelatinisasi.
Kadar air dipengaruhi oleh adanya gugus –OH yang mampu
mengikat air dimana sebagian besar gugus –OH dimiliki oleh protein dan
senyawa karbohidrat.
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa substitusi tepung garut akan
menurunkan kadar air roti tawar yang dihasilkan. Makin tinggi substitusi
tepung garut akan menurunkan kadar air roti tawar. Hal ini disebabkan kadar
protein tepung garut lebih rendah dan kadar pati lebih tinggi dari terigu
sehingga kemampuan menahan air rendah dimana protein mampu menyerap
200% dari beratnya sedangkan pati hanya 30% (Lowe, 1943) sehingga air
banyak yang menguap selama proses pemanggangan. Di samping sebab
tersebut, dilihat dari komposisinya, tepung garut memiliki kadar air yang lebih
rendah dari terigu sehingga juga berpengaruh terhadap komposisi produk roti
tawar terutama dari parameter kadar air.
b. Kadar Abu
Abu merupakan residu anorganik setelah bahan dibakar suhu tinggi
(diabukan). Pada umumnya, abu terdiri dari senyawa natrium (Na), kalium
(K), kalsium (Ca), dan silikat (Si). Semua pati komersial yang berasal dari
serealia dan umbi-umbian mengandung sejumlah kecil garam anorganik yang
dapat berasal dari bahan itu sendiri atau dari air selama pengolahan.
Dari Tabel 4.3 diketahui bahwa substitusi tepung garut pada
pembuatan roti tawar menyebabkan peningkatan kadar abu dibandingkan roti
tawar yang seluruhnya terbuat dari terigu. Hal ini dikarenakan tepung garut
menyumbang kadar abu lebih tinggi dibandingkan terigu sehingga jumlahnya
pada produk roti tawar yang disubstitusi bertambah dengan makin besarnya
substitusi meskipun relatif tidak terlalu besar sampai prosentase substitusi
tepung garut 10%.
Dari hasil analisis ini juga dapat diketahui bahwa pelaksanaan proses
pembuatan tepung garut kurang baik sehingga mengandung residu anorganik
(abu) lebih tinggi dibandingkan dengan terigu sebagai produk yang telah
mengalami proses pemutihan dan purifikasi dalam proses pengolahannya.
c. Kadar Protein
Protein yang terkandung dalam roti tawar dipengaruhi oleh jenis
tepung yang digunakan dan penambahan susu skim (non fat skim milk).
Tepung yang digunakan untuk pembuatan roti tawar adalah jenis hard wheat
yaitu berprotein tinggi dengan kandungan gluten cukup tinggi untuk
pengembangan. Skim yang digunakan dalam adonan selain menyumbang
laktosa untuk pencoklatan kulit roti juga akan menyumbang sejumlah protein
dalam roti.
Dari hasil analisis yang disajikan pada Tabel 4.3 diketahui bahwa
kadar protein roti tawar dengan substitusi tepung garut 0%, 5%, dan 10%
masing-masing makin menurun. Ketiganya tidak memiliki perbedaan yang
mencolok karena tepung garut yang digunakan dalam penelitian ini
mengandung protein sekitar 5,30 %. Sedangkan terigu memiliki jumlah
protein yang jauh lebih tinggi tetapi karena komponen terbesarnya adalah
gluten maka ketika proses pembentukan adonan maka gluten keluar dari
protein, sehingga jumlah protein dari roti tawar yang terbuat dari 100% terigu
yang tertera hampir sama dengan yang disubstitusi dengan tepung garut.
d. Kadar Lemak
Kandungan lemak pada roti tawar terutama dipengaruhi oleh
shortening yang digunakan dalam adonan, yaitu sekitar 4%. Shortening
merupakan lemak padat yang mempunyai titik cair, sifat plastis, dan
kestabilan tertentu yang diperoleh dengan cara mencampur dua atau lebih
lemak atau dengan cara hidrogenasi. Shortening akan memberikan tekstur
lunak pada roti tawar dengan memberikan fungsi memperpendek struktur
yang dibentuk oleh massa dari protein yaitu gluten yang menyebabkan roti
memiliki kerangka dan berpori, sehingga roti tidak kaku tetapi lunak oleh sifat
plastis dari shortening.
Jumlah lemak pada roti tawar dengan substitusi tepung garut 0%, 5%,
dan 10 % makin menurun (Tabel 4.3). Dapat dilihat bahwa penggunaan
tepung garut sebagai substituen parsial terigu cukup banyak mengurangi kadar
lemak roti tawar yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan tepung garut
mengandung lemak dalam jumlah yang sangat kecil yaitu sejumlah 0,93 %.
e. Kadar Gula Total
Yang termasuk gula total adalah gula monosakarida dan disakarida.
Adanya gula akan memberikan tekstur yang lunak pada roti sebab gula akan
berkompetisi dengan protein pada saat pencampuran adonan dalam menyerap
air sehingga pembentukan gluten menjadi berkurang, di sisi lain gluten
mempunyai fungsi dalam ketegaran struktur roti. Hal tersebut mengakibatkan
ketegaran roti berkurang dan tekstur menjadi lunak. Selain itu, penggunaan
susu skim menyumbang laktosa yang merupakan gula disakarida yang terdiri
atas galaktosa dan glukosa. Laktosa tidak digunakan oleh yeast sebagai
substrat dan bersama protein mengalami reaksi Maillard menyebabkan kulit
roti berwarna coklat (senyawa mellanoidin) (Sultan, 1981). Gula dalam bentuk
glukosa juga digunakan oleh yeast dalam proses fermentasi sebagai sumber
energi yang akan menghasilkan CO2 yang akan mengisi adonan sehingga
mengembang serta etanol yang akan menguap saat pemanggangan .
Dari hasil analisis yang disajikan pada Tabel 4.3 diketahui kadar gula
total roti tawar dengan substitusi tepung garut 0%, 5%, dan 10% masing-
masing memiliki kecenderungan makin menurun. Dengan demikian makin
tinggi jumlah penggunaan tepung garut sebagai substituen terigu mampu
mengurangi kadar gula total secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh kadar
pati yang tinggi dalam tepung garut yaitu 73,99% sedangkan kadar gulanya
37
rendah yaitu 2,52% dan ketika menjadi roti tawar, gula telah digunakan pada
proses fermentasi, karamelisasi dan reaksi Maillard yang terutama pada
bagian kulit sehingga hanya meninggalkan sedikit kadar gula pada produk.
f. Kadar Total Pati
Pati adalah bagian dari karbohidrat yang merupakan homopolimer
glukosa dengan ikatan α- glikosidik. (Winarno, 2002). Pati merupakan bagian
terbesar dalam umbi dan serealia dan merupakan komponen terbesar dalam
bahan makanan yang dipanggang. Pati menyediakan body dalam proses
pemanggangan dan merupakan sebagai substrat bagi yeast untuk melakukan
fermentasi menghasilkan CO2 dan alkohol.
Pati berinteraksi dengan protein menyerap air dalam pembentukan
adonan. Pada saat pemanggangan, air yang terdapat dalam gluten akan
berpindah ke pati yang dalam proses pemanggangan mengalami gelatinisasi.
Proses tersebut menyebabkan adonan roti yang dipanggang memiliki struktur
yang kokoh (Amendola,et.al, 1992). Selain itu, tepung mengandung amilase
yang oleh adanya air merubah pati menjadi maltosa pada saat pencampuran
adonan. Kemudian enzim maltase yang dikeluarkan oleh yeast memecah
maltosa menjadi glukosa yang kemudian digunakan dalam proses fermentasi
dan menghasilkan CO2 dan etanol (Gaman, 1981).
Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa kandungan total pati dalam roti
tawar yang disubstitusi tepung garut sebanyak 0%, 5%, dan 10% masing-
masing makin meningkat. Makin besar substitusi tepung garut akan
menyebabkan peningkatan kandungan total pati. Hal tersebut terjadi karena
tepung garut memiliki kandungan total pati yang besar yaitu 73,99 %
sedangkan terigu kurang dari 70% (berdasarkan informasi kemasan produk),
sehingga ketika digunakan sebagai substituen parsial, produk roti tawar
memiliki kandungan pati yang juga tinggi dibanding roti tawar yang tidak
disubstitusi tepung garut. Dalam adonan, granula-granula pati berada diantara
lapisan- lapisan film gluten yang mengelilingi rongga udara, dan kemudian
mengalami gelatinisasi mengakibatkan struktur roti menjadi kukuh, akibatnya
bila terlalu banyak pati, roti menjadi keras.
g. Kadar Serat Larut Air (SLA)
Serat larut air (soluble fiber) terdiri dari pektin dan polisakarida lain
misalnya gum. Serat larut air mempunyai sifat membentuk larutan viskus,
mempunyai kemampuan mengikat air besar tapi tidak mampu
mempertahankan air besar, dan mudah difermentasi (BNF, 1990). Serat larut
air merupakan bagian dari serat pangan yang tidak rusak oleh aktivitas enzim
pencernaan.
Dari Tabel 4.3 disajikan hasil analisis kandungan serat larut air untuk
roti tawar dengan substitusi 0%, 5%, dan 10% berturut-turut memiliki
kecenderungan dalam peningkatan kadar serat larut air (SLA), hal ini
disebabkan oleh peggunaan tepung garut, dimana kandungan SLA tepung
garut sebesar 1,86% (Tabel 4.1). Kandungan SLA garut lebih kecil
dibandingkan STLA nya, hal ini terlihat dari struktur umbi garut yang
berserabut yang menandakan komponen yang tidak larut air lebih tinggi dari
pada yang larut air.
h. Kadar Serat Tidak Larut Air (STLA)
Serat tidak larut (insoluble fiber) secara kimiawi terutama terdiri dari
selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat tidak larut bersifat kurang viskus,
kemampuan mengikat air lebih rendah tetapi kemampuan mempertahankan air
lebih besar, dan sulit difermentasi (BNF, 1990).
Dari Tabel 4.3 disajikan hasil analisis kandungan serat tidak larut air
(STLA) untuk roti tawar dengan substitusi 0%, 5%, dan 10% berturut-turut
adalah 4,78%; 4,42%; 4,76%. Dari data tersebut terlihat bahwa penambahan
tepung garut menyebabkan penurunan jumlah STLA namun kemudian
meningkat kembali dengan makin besarnya penambahan atau kadar STLA roti
tawar substitusi 0% > 10% > 5%. Hal ini disebabkan adanya peristiwa
retrogradasi pati yaitu pemanasan kembali serta pendinginan pati yang telah
mengalami gelatinisasi sehingga menyebabkan perubahan struktur pati yang
mengarah pada terbentuknya kristal baru yang tidak larut dan disebut pati
resisten (resistant starch) (Marsono, 2004). Dengan demikian sebagian pati
dalam roti tawar mengalami retrogradasi.
Menurut Winarno (2002) suhu gelatinisasi dapat tergantung pada
konsentrasi pati, makin kental larutan suhu tersebut makin lambat tercapai.
Namun makin tinggi konsentrasi menyebabkan kekentalan justru berkurang.
Roti tawar dari 100% terigu memiliki kadar pati lebih rendah daripada yang
disubtitusi tepung garut (Tabel 4.3) sehingga suhu gelatinisasi patinya lebih
cepat tercapai yang menyebabkan pati lebih banyak yang mengalami
gelatinisasi dengan demikian jumlah yang mengalami retrogradasi juga lebih
banyak dan ikut tertera saat analisis serat tidak larut air. Pati resisten adalah
salah satu karbohidrat analog dan termasuk dietary fiber (AACC, 2001).
Meskipun dari data hasil analisis tersebut terlihat bahwa STLA
menurun dengan penambahan tepung garut namun secara keseluruhan,
kandungan serat pangan roti tawar yang disubstitusi tepung garut 0%, 5%, dan
10% masing-masing adalah 7,13%; 7,55%; dan 7,97%. Dengan demikian
penambahan tepung garut menyebabkan kenaikan kandungan serat pangan
meskipun dalam jumlah yang tidak besar atau kurang dari 1%. Selain
penggunaan tepung garut sebagai substituen, peningkatan kadar serat pangan
juga didukung adanya peristiwa retrogradasi yang mendorong terbentuknya
pati resisten.
Dari hasil analisis tersebut, ternyata diperoleh baik untuk SLA
maupun STLA pada roti tawar tanpa substitusi maupun dengan subtitusi
tepung garut sebanyak 5% dan 10% tidak memiliki perbedaan yang jauh. Hal
ini disebabkan menurut Gene (2001) diketahui bahwa kadar serat pangan
terigu (white-all purpose) untuk SLA sebanyak 1,60% sedangkan untuk STLA
sebesar 1,10 % jadi terigu sendiri sudah mengandung total serat pangan
sebesar 2,70% sehingga penggunaan tepung garut sebagai substituen yang
sebesar 5% dan 10% belum mampu memberikan hasil peningkatan kadar serat
pangan yang besar. Namun jika diperhitungkan sebagai salah satu alternatif
substitusi terigu, tepung garut cukup berpotensi sebab untuk produk yang
memerlukan pengembangan misalnya roti tawar, substitusi dapat dilakukan
hingga 10% sehingga diperkirakan untuk produk yang tidak memerlukan
pengembangan, misalnya cookies dapat dilakukan substitusi yang lebih besar
lagi. Dengan demikian fenomena peningkatan impor terigu dapat diatasi salah
satunya dengan pemanfaatan umbi garut yang diolah menjadi tepung garut.
3. Sifat Fisik
Sifat fisik produk makanan menjadi perhatian produsen, sebab secara
langsung dapat dilihat oleh konsumen sehingga pengolahan diarahkan untuk
menghasilkan produk dengan sifat fisik yang baik. Sifat fisik roti tawar yang
diukur meliputi tingkat pengembangan, warna, homogenitas pori-pori, dan tekstur
dengan parameter kekerasan menggunakan instrumen pengujian fisik untuk
menganalisis profil secara obyektif. Hasil analisis sifat fisik roti tawar disajikan
dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Hasil Analisis Sifat Fisik Roti Tawar
Prosentase Substitusi Parameter
0% 5% 10%
a. Warna *
“Yellowish
white”
Warna lebih
muda dari
substitusi 10%
“Dull Yellow”
b. Tingkat Pengembangan (%)
549 % 533,94 % 522 %
c. Homogenitas pori-pori (keseragaman ukuran pori)
Pori-pori merata
dengan ukuran
dominan 0,1 cm
dan sedikit pori
berukuran 0,45 cm
baik pada bagian
tepi maupun
Pada bagian tepi:
merata dengan φ
pori + 0,1-0,22 cm
Bagian tengah:
φ pori lebih
bervariasi antara
0,1 – 0,58 cm
Pada bagian tepi:
kurang merata
dengan φ pori +
0,1 – 0,49 cm
Bagian tengah:
φ pori lebih
bervariasi antara
bagian tengah roti
tawar
Untuk keseluruhan
sebaran pori-pori
kurang merata
dibandingkan
dengan substitusi
0% dan makin
ketengah pori-pori
makin besar
0,1 – 0,62 cm
Untuk keseluruhan
sebaran pori-pori
tidak merata
dibandingkan
dengan substitusi
0% dan 5% serta
makin ketengah
pori-pori makin
besar
range ukuran pori 0,1 – 0,45 cm 0,1 – 0,58 cm 0,1 – 0,62 cm
d. Kekerasan (Fmax dalam N)
1,18 1,87 2,26
* Sumber: Wanscher,I,et.al, 1984
a. Warna
Warna merupakan salah satu profil visual yang menjadi kesan pertama
konsumen dalam menilai bahan makanan. Warna didefinisikan sebagai sifat
cahaya yaitu energi yang dipancarkan oleh benda yang terkena cahaya yang dapat
diamati manusia melalui kesan visual yang timbul dari rangsangan pada retina
mata (Kartika, 1988). Umumnya, warna roti tawar yang disukai adalah yang
terang dan cerah.
Penamaan warna roti tawar yang ditampilakan pada Tabel 4.4 ditentukan
berdasarkan Kamus Warna (Wanscher,I.,et.al, 1984) dan diperoleh warna untuk
roti tawar yang disubstitusi tepung garut 0% adalah yellowish white, yaitu nama
nama yang diberikan pada sampel yang memiliki warna putih dengan sedikit
warna kuning atau seperti milk white (putih susu). Warna ini tidak putih mutlak
tetapi ada kesan kuning padanya. Adanya kesan kuning karena tepung terigu
Lanjutan Tabel 4.4
mengalami proses pemanggangan yang menyebabkan reaksi karamelisasi gula
tepung dan reaksi Maillard antara gula dan protein memunculkan pigmen coklat
(mellanoidin). Karena kandungan gula yang tidak tinggi maka jumlah pigmen
coklat yang terbentuk sangat rendah dan ditangkap sebagai warna kuning.
Roti tawar yang disubstitusi tepung garut 10% memiliki warna dull
yellow atau kuning pudar, warna ini berada pada tempat yang sama dengan kuning
keabuan, yaitu warna kuningnya juga mengandung warna abu-abu sedikit dan
tidak dominan. Pori-pori roti tawar ini tidak merata dibandingkan roti tawar tanpa
substitusi tepung garut menyebabkan pemantulan cahaya tidak beraturan. Selain
itu, bertambahnya substitusi tepung garut menyebabkan ukuran pori roti tawar
makin besar dan juga makin variatif ukurannya sehingga cahaya yang
mengenainya lebih banyak yang diserap dan pemantulannya menurun kemudian
ditangkap mata seagai warna yang berkurang terang (cahaya)nya dan terlihat
sebagai kuning pudar. Sedangkan untuk roti tawar dengan substitusi 5 % tidak
memiliki kecocokan dengan warna yang terdapat dalam kamus warna. Dari hasil
pengamatan diperoleh bahwa roti yang disubstitusi sebesar 5% memiliki
kecenderungan berada di antara keduanya, yaitu berwarna putih kekuningan
dengan sedikit buram dengan taraf buram (pudar) masih rendah dibanding yang
roti tawar yang disubstitusi sebanyak 10%. Hal ini juga dipengaruhi oleh
ketidakmerataan pori-porinya meskipun masih lebih baik daripada roti tawar yang
disubstitusi tepung garut sebanyak 10%, akibatnya warna produk ini berada
diantara roti tawar yang disubstitusi 0% dan 10%.
b. Tingkat Pengembangan
Tingkat pengembangan erat kaitannya dengan kemampuan adonan dalam
membentuk dan menahan gas yang dihasilkan selama fermentasi. Komponen
terigu yang terpenting adalah gluten, yaitu massa yang terdiri atas gliadin dan
globulin, yang berpengaruh terhadap daya elastisitas dalam adonan serta
kekenyalan makanan atau menghasilkan sifat viskoelastis, sehingga adonan terigu
dapat mengembang. Elastisitas gluten dapat menahan gas dan menyebabkan
pengembangan yang diinginkan.
Dilihat dari Tabel 4.4 tingkat pengembangan roti tawar dengan substitusi
tepung garut 0%, 5%, dan 10% makin menurun. Hal ini disebabkan karena tepung
garut tidak mengandung gluten, sehingga substitusi parsial terigu dengan tepung
garut akan menurunkan kemampuan kadar gluten yang berakibat pada
menurunnya kemampuan baik dalam pembentukan maupun penahanan gas
sehingga tingkat pengembangan menurun sebanding dengan penambahannya.
c. Homogenitas
Homogenitas berkaitan dengan pori-pori yang dimiliki oleh roti tawar.
Homogenitas merupakan keseragaman pori-pori dalam roti tawar. Pengujian ini
dapat mewakili penilaian mutu roti tawar dilihat dari kenampakan irisannya. Roti
tawar yang memiliki homogenitas tinggi adalah jika pori-pori yang dimiliki
seragam dalam ukuran dan memiliki pori-pori yang tidak besar, serta merata pada
setiap bagian roti, yaitu daging roti dan kulit roti Homogenitas ini juga berkaitan
dengan kemampuan pengembangan roti tawar atau kemampuan adonan dalam
menahan gas sampai pemanggangan produk.
Keterangan : ukuran pori-pori:
w = 0,1 cm x = 0,42 cm
y = 0,45 cm z = 0,3 cm
Kenampakan Pori-pori Roti Tawar Tanpa Substitusi Tepung Garut
x
y
x
x
x
z w
Gambar 4.1. Ketampakan Roti Tawar yang Disubstitusi Tepung Garut 0% Yang Diirisan Melintang
10,7 cm
Keterangan : ukuran pori-pori:
v = 0,22 cm w = 0,1 cm x = 0,42 cm
y = 0,58 cm z = 0,36 cm
x
y
x
x
z
w
v
Gambar 4.2. Ketampakan Roti Tawar yang Disubstitusi Tepung Garut 5% yang Diiris Melintang
10,7 cm
Keterangan : ukuran pori-pori:
v =m 0,22 cm w = 0,1 cm x = 0,49 cm
y = 0,62 cm z = 0,36 cm
x
y
x
z
w
v
Gambar 4.3. Ketampakan Roti Tawar yang Disubstitusi Tepung Garut 10% yang Diiris Melintang
10,7 cm
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis homogenitas adalah
pemerataan dan ukuran pori-pori roti. Dari hasil analisis dengan pengamatan
irisan roti tawar yang ditampilkan oleh Gambar 4.1; Gambar 4.2; dan Gambar 4.3,
terlihat homogenitas roti tawar tanpa substitusi, dengan substitusi tepung garut
0%, dan substitusi 10% mempunyai kecenderungan homogenitas yang menurun.
Dimana untuk roti tawar tanpa substitusi tepung garut memiliki ukuran pori-pori
dominan 0,1 cm baik pada bagian tepi maupun bagian tengah serta sedikit pori
berukuran 0,45 cm. Roti tawar dengan substitusi 5% memiliki ukuran pori 0,1 –
0,58 cm pada bagian tepi dengan variasi ukuran pori < 0,1 cm sampai 0,22 cm.
Kemudian pada bagian tengah, pori-pori lebih tidak merata dibandingkan yang
tanpa substitusi, dengan ukuran pori 0,1– 0,58 cm. Roti yang disubstitusi tepung
garut sampai 10% memiliki ukuran pori 0,1–0,62 cm dan memiliki kecenderungan
pori-pori baik pada bagian tepi maupun tengah lebih tidak merata dibandingkan
yang tanpa subtitusi maupun yang disubstitusi serta ada kecenderungan roti yang
ada di bagian bawah (dalam loyang) kurang mengembang atau berpori lebih kecil
namun bagian atasnya berpori tidak merata.
Dengan demikian makin tinggi substitusi tepung garut akan menurunkan
homogenitas roti tawar baik pada bagian tepi maupun bagian tengah roti, dimana
terlihat bahwa pada roti tawar dengan substitusi 5% dan 10% relatif tidak berbeda
pada bagian tengah tetapi berbeda pada bagian tepi. Sedangkan roti tawar tanpa
substitusi memiliki homogentas terbaik sebab ukuran pori tidak terlalu berbeda
dan merata baik pada bagian tepi maupun tengah.
Pori-pori merupakan lubang kecil yang terbentuk karena gas CO2 yang
dihasilkan oleh yeast pada proses fermentasi serta udara dan terperangkap
didalamnya. Gas ini ditahan oleh gluten yang bersifat elastis sehingga saat
pemanggangan terbentuk adonan yang mengembang karena struktur kokoh oleh
adanya pati (pembentuk body). Penurunan homogenitas yang terjadi tersebut
disebabkan oleh kadar gluten dan pati. Penurunan kemampuan adonan menahan
gas yang terutama dipengaruhi kadar gluten sehingga pengembangan yang makin
tidak baik, akibatnya pori-pori tidak merata atau homogenitas pori menurun.
Selain itu, apabila kadar pati meningkat tanpa diimbangi dengan kadar gluten,
maka granula pati yang berada diantara film gluten yang menahan gas saling
berikatan dan makin tebal akibatnya elastisitas gluten terbebani oleh pati yang
tergelatinisasi dan menyebabkan adonan menjadi kukuh saat pemanggangan
sehingga pengembangan tidak maksimal dan pori-pori tidak merata.
d. Kekerasan
Kekerasan merupakan salah satu sifat fisik yang termasuk dalam atribut
tekstur yang penting dalam penilaian bahan makanan. Tekstur merupakan sifat
bahan yang dapat dideteksi melalui mata, kulit, dan sensor dalam mulut (Matz,
1962). Szczesniak (1963) mengelompokkan parameter tekstur menjadi kekerasan,
kohesivitas, viskositas, elastisitas, dan adhesivitas. Sifat tekstural roti tawar yang
menonjol adalah lunak yang termasuk dalam parameter kekerasan.
Dalam bahan makanan, tingkat kekerasan ditentukan sebagai gaya yang
diperlukan untuk menekan bahan dengan gigi pengunyah untuk menghasilkan
perubahan bentuk (Brennan, 1984). Pengukuran tingkat kekerasan roti tawar
menggunakan Lloyd Universal Testing Machine yang akan menunjukkan L (load)
dengan satuan Newton (N) yang merupakan gaya yang diperlukan untuk menekan
atau memberi beban bahan sehingga bahan mengalami deformasi. Bertambah
besarnya nilai load maka bahan dapat diartikan makin keras. Dari hasil
pengukuran yang disajikan pada Tabel 4.4 diketahui bahwa besar gaya yang
diperlukan untuk mendeformasi masing-masing roti tawar dengan substitusi 0%,
5%, dan 10% makin meningkat. Dapat diamati bahwa makin besar substitusi,
maka gaya yang diperlukan untuk mendeformasi roti tawar makin besar.
Perbedaan tingkat kekerasan dipengaruhi oleh volume roti tawar, kadar
air, dan shortening. Volume roti tawar yang baik memiliki pengembangan yang
diinginkan karena gas yang cukup yang dihasilkan selama fermentasi dan ditahan
oleh gluten. Gluten menyebabkan adonan menjadi elastis dan mampu membentuk
struktur roti dengan menahan gas. Adanya pori-pori dalam roti tawar
menyebabkan tekstur menjadi lunak. Pengaruh kadar air adalah makin tinggi
kadar air, tekstur roti makin lunak, dimana kemampuan mengikat air ditentukan
oleh gugus –OH yang dimiliki oleh protein dan karbohidrat. Sedangkan
shortening dapat memperbaiki tekstur, volume, dan kenampakan produk.
Dengan demikian, makin tinggi penambahan tepung garut meningkatkan
tingkat kekerasan sebab terjadi penurunan volume roti karena tingkat
pengembangan yang menurun dan disebabkan kadar gluten yang berkurang
sehingga gas yang dapat ditahan menurun. Selain itu kadar protein tepung garut
rendah sehingga kemampuan mengikat air berkurang, dan mengakibatkan kadar
air pada bahan berkurang, akibatnya kekerasan roti meningkat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Substitusi tepung garut maksimal 10% pada pembuatan roti tawar secara
straight dough method menghasilkan roti tawar yang masih acceptable
atau dapat diterima panelis.
2. Ditinjau sifat kimianya, bertambahnya prosentase substitusi tepung garut
menyebabkan penurunan kadar air, kadar protein, kadar lemak dan gula
total, serta meningkatkan kadar abu, total pati, dan kadar serat pangan.
Ditinjau sifat fisiknya, roti tawar yang disubstitusi parsial dengan tepung
garut mengalami perubahan warna, pengembangan, dan kekerasan. Warna
roti tawar dari yang semula putih kekuningan menjadi kuning pudar.
Tingkat pengembangan mengalami penurunan dan kekerasan roti
meningkat dengan bertambahnya prosentase substitusi tepung garut.
Sedangkan homogenitas roti tawar tidak banyak mengalami perubahan.
3. Substitusi tepung garut dapat sedikit meningkatkan kadar serat pangan
pada roti tawar. Kandungan total serat pangan pada roti tawar dengan
substitusi 0%, 5%, dan 10% berturut-turut adalah 7,13%; 7,55%; 7,97%.
B. Saran
Perlu dilakukan pengembangan penelitian yang mampu meningkatkan
penambahan tepung garut agar makin meningkatkan kandungan serat pangan
tetapi memiliki sifat fisik yang masih disukai atau dapat diterima konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC, 1970, Official Methods of Analysis. Associaton of Official Analitical
Chemists. Washington DC.
AACC, 2001. Approved Methods of the American Association Cereal Chemists. AACC. St. Paul.
Amendola, Joseph; dan Donald Lundberg, 1992, Understanding Baking. 2nd ed. Van Nostrand Reinhold. Orlando.
Anonim, 1998a, Terigu Mahal, Garut Tawarkan Diri. Trubus 343-Th XXIX. Juni 1998.
Anonim, 1998b, Mengembangkan Industri Pengolahan Garut. Sinar Tani 21 Oktober 1998.
Anonim. 2005, Pemerintah Diminta Segera Bertindak: Aptindo Pertanyakan Lonjakan Impor Terigu. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/.htm
Asp, N.G., Johansson, Halmer, dan Siljestrom, 1983. Rapid Enzimatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber, J.Agr. Food chem, 31: 476-482.
Auran, L.W. dan A.E. Woods, 1973. Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc. Westport. Connecticut.
Brennan,J.G., 1984. Texture Preception and Measurement, dalam J.R. Piggot. Sensory Analysis of Food, Elsevier Applied Science Publisher. London and New York.
British Nutrition Foundation (BNF), 1990. Complex Carbohydrates in Foods. The report of the British Nutrition Foundation’s Task Force, Chapman and Hall, London.
Buckle, K.A.; R.A. Edwards; G.H. Fleet; dan M. Wootton, 1987. Kimia Pangan. Penerbit UI-Press. Jakarta.
Charley, Helen, 1982. Food Science. 2nd ed.John Willey and Sons, New York.
DeMan, John M., 1997. Kimia Makanan. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB.Bandung.
Fennema, O.R., 1996. Food Chemistry. 3rd ed/ Revised and Expanded, Dept. Food Science, University of Wincosin, Madison, Wincosin.
Gaman, P.M dan K.B. Sherrington, 1981. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. 2nd ed. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gene A.Spiller, 2001. Dietary Fiber in Human Nutrition. CRC Press. New York.
Greenwood, C.T., 1979. Principle of Food Science. Part I. Food Chemistry. Marcell Dekker Inc. New York.
Haryadi, 2004. Teknologi Legum, Serealia, dan Umbi-umbian. Handout Matakuliah. Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Hardinsyah & Victor Tambunan. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Program dan Abstrak Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta 17-19 Mei 2004.
Jacobs, Morris B., 1951. The Chemistry and Technology of Food and Food Product, vol.2. Interscience Publisher, New York.
Karjono, 1998, Umbi-umbi Potensial Penghasil Tepung. Trubus 347-Th XXIX-Oktober.
Kartika, Bambang; Pudji Hastuti; dan Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
LIPI, 1980. Umbi-umbian. PN Balai Pustaka, Jakarta.
Lowe, B., 1943. Experimental Cookery. John Wiley and Sons Inc., New York.
Marsono, Y. 1995. Fermentation of Dietary Fibre in thew Human Large Intestine: A review. Indonesian Food and Nutr. Progress.2: 48-53.
Marsono, Y. 1996. “Dietary Fibre” Dalam Makanan dan Minuman Fungsional. Kursus Singkat Makanan Fungsional 8-9 Juli, Yogyakarta.
Marsono, Y.,2002. Indek Glisemik Umbi-umbian. Agritech 22 (1):13-16.
Marsono, Y., 2004. Serat Pangan dalam Perspektif Ilmu Gizi. Pidato Pengukuhan Guru Besar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Marsono, Y., P.Wiyono, dan Zaki Utama, 2005. Indek Glikemik Prodfuk Olahan Garut (Maranta arundinaceae L) dan Uji Sifat Fungsionalnya pada Model Hewan Coba. Laporan RUSNAS Diversifikasi Oangan Pokok Tahun 2005. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Matz, S.A., 1962. Food Texture. The AVI Publishing Co.Inc.Westport, Connecticut.
Matz, S.A., 1972. Bakery Technology and Engineering. Second Edition, The AVI Publishing Co, Inc, Westport, Connecticut.
Pomeranz, J. dan J.A. Shellenberger, 1971. Bread Science and Technology, The AVI Publishing Co, Inc, Westport, Connecticut.
Potter, Norman N., 1978. Food Science. 3rd ed. The AVI Publishing Co. Inc., Westport, Connecticut.
Standar Nasional Indonesia (SNI).01-3840-1995. Syarat Mutu Roti Tawar. Dewan Standar Nasional. Jakarta.
Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Smith, W.H., 1972. Biscuit, Crackers and Cookies. Technology, Production and Management. Applied Science Publisher, London.
Sulistyaningsih, Retno Hadiyati, 1986. Penilaian Sifat Fisik dan Inderawi Roti Tawar yang Dibuat dengan Penambahan Tepung Gude (Cajanus cajan L.Mill Sp.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM. Yogyakarta.
Sultan, W.J., 1981. Practical baking. 3rd ed.,revised. The AVI Publishing Company Inc, Westport, Connecticut.
Szczesniak, A.S., 1963. Classification of Textural Characteristics dalam J.Food Sci., vol 28. p.385-389.
Tata Boga Universitas Negeri Yogyakarta. 2006. Patiseri. Job Sheet. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
U.S. Wheat Association, 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan, Jakarta.
Wanscher, I., Johan Henrik. 1984. Methuen Handbook of Color. Methuen.London.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
Woodman, A.G,. 1941. Food Analysis. 4th ed. McGraw Hill Book Company Inc.
New York.
Lampiran
A. Pengukuran Sifat Kimia Roti Tawar
1. Pengukuran Kadar Serat Pangan,metode multi enzim (Asp et.al., 1983)
− Sampel digiling halus (0,33 mm)
− kika kadar lemak 6-8% maka diekstrak lemaknya terlebih dahulu menggunakan
40 petroleum eter per gram sampel
− diaduk selama 15 menit pada suhu ruang
− Pelarut diambil dengan pipet
− Sampel dikeringkan pada suhu ruang
− diambil sampel (1+ 0,1 gr) dan dimasukkan dalam labu Erlenmeyer
− ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6,0 dan dicampur rata
− ditambahkan 0,1 ml α-amilase (Termamyl 120 L) dan labu ditutup dengan
aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang (suhu 800C) selama
15 menit.
− didinginkan dan ditambah 20 ml air destilat
− pH diatur menjadi 1,5 dengan HCl dan elektroda dibersihkan dengan beberapa ml
air
− ditambahkan 0,1 gr pepsin dan ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi
dengan penangas air bergoyang (suhu 400C) selama 60 menit
− ditambahkan 20 ml air destilat dan diatur pH menjadi 6,8 dengan NaOH,
kemudian elektroda dibersihkan dengan 5 ml air
− ditambahkan 0,1 gr pankreatin kemudian labu ditutup dengan aluminium foil dan
diinkubasi dalam penangas air bergoyang (suhu 400C) selama 60 menit, serta pH
diatur menjadi 4,5 dengan HCl
− disaring dengan crucible porositas 2 yang diberi 0,5 gr celite
− dicuci dengan 2 x 10 ml air destilat
− diperoleh residu dan filtrat. Residu merupakan insoluble fiber dan filtrat
merupakan soluble fiber, kemudian masing-masing diberi perlakuan:
Residu (Insoluble fiber)
− dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton
− crucible dikeringkan pada suhu 1050C sampai berat tetap
− didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D1)
− diabukan pada suhu 5500C selama + 5 jam
− didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I1)
Filtrat (Soluble fiber)
− dicuci dengan air sampai 100 ml
− ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (600C)
− dibiarkan presipitasi selama 1 jam (waktu boleh diperpendek)
− disaring dengan crucible porositas 2 yang diberi 0,5 gr celite
− dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78; 2 x 10 ml etanol 95% ; dan 2
x 10 ml aseton
− kemudian filter gelas dikeringkan dalam oven dengan suhu 1050C sampai
berat tetap
− didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2)
− lalu diabukan pada suhu 5500C selama + 5 jam
− didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I2)
Kemudian dilakukan juga perhitungan nilai serat blanko dengan menggunakan
prosedur seperti diatas tetapi tanpa menggunakan sampel. Nilai blanko ini harus
diperiksa secara berkala dan enzim yang digunakan berasal dari batch baru. Kadar
serat makanan diperoleh dengan menggunakan rumus:
(1) Kadar serat makanan tidak la rut = D1 – I1 – B1 x 100 % W
(2) Kadar serat makanan larut = D2 – I2 – B2 x 100 % W
Kadar serat makanan total = (1) + (2)
Dimana : W = berat sampel (gram) D = berat setelah pengeringan (gram)
I = berat setelah pengabuan (gram)
B = berat blanko bebas pengabuan (gram)
2. Penentuan kadar air, metode termogravimetri (AOAC,1970)
- 1-2 gram bahan yang telah dihaluskan dimasukkan dalam botol timbang yang
telah diketahui beratnya.
- Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105oC selama 3 jam.
Didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Dipanaskan lagi dalam oven 30
menit, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang ; perlakuan ini diulangi sampai
tercapai berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg)
- Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan
- Kadar air dihitung dengan rumus : Ka (Wb) = (Wm / (Wm +Wd) ) x 100%
3. Penentuan kadar lemak dan minyak dengan Soxhlet (Woodman,1941)
- ditimbang dengan teliti 2 gram bahan yang telah dihaluskan (sebaiknya yang
urang dan lewat 40 mesh) dan dimasukkan dalam tabung yang telah diketahui
beratnya
- dialirkan air pendingin melalui kondensor
- dipasang tabung ekstraksi pada alat destilasi soxhlet dengan pelarut petroleum
ether secukupnya selama 4 jam. Setelah residu dalam tabung ekstraksi diaduk,
ekstraksi dilanjutkan lagi selama 2 jam dengan pelarut yang sama.
- Diteruskan pengeringan dalam oven 100oC sampai berat konstan
- Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak dan minyak
4. Analisis Protein dengan Penentuan N total, cara Mikro -Kjeldahl
- ditimbang 30-40 mg sampel, lalu dimasukkan dalam labu kjeldahl.
- Diambil 1 gram katalisator, 2,5 ml asam sulfat pekat dimasukkan dalam labu
kjeldahl yang berisi sampel.
- Didestruksi selama 40 menit atau sampai sampel menjadi jernih, kemudian
didinginkan.
- Setelah dingin dimasukkan kedalam labu destilat dan cuci labu kjeldahl beberapa
kali dengan aquadest kemudian ditambahkan 8 ml Natrium thiosulfat.
- Kemudian dilakukan destilasi, destilat ditampung sebanyak 70-100 ml dalam
erlenmeyer yang berisi 5 ml asam borak, 3 tetes metil merah ditambah
bromoktesol.
- Larutan yang diperoleh dititrasi dengan 0,02 N HCl
- Dihitung total N atau persen protein dalam sampel
- Perhitungan jumlah total N,yaitu:
%N Total = ts x N HCl x 14,008/mg sampel x 100%
5. Analisis Karbohidrat (Sudarmadji, dkk, 1984)
- dikerjakan dengan metode by different
- bahan (100%) diasumsikan terdiri dari air, lemak, protein, dan karbohidrat
- kadar karbohidrat sebagai hasil pengurangan 100% - (kadar air+lemak+protein)%
- zat-zat yang lain baik vitamin maupun mineral tidak diperhitungkan karena
sebagai trace element
6. Penentuan Kadar Abu (AOAC, 1984)
- 2-10 gram bahan ditimbang dalam kurs porselen yang kering dan telah diketahui
beratnya kemudian dipijarkan dalam muffle sampai diperoleh abu berwarna
keputih-putihan
- kurs dan abu dimasukkan kedalam eksikator dan ditimbang berat abu setelah
dingin
6. Penentuan Gula Total dengan Metode Nelson-Somogyi (AOAC, 1984)
- Ditimbang bahan yang sudah dihaluskan sebanyak 3 gram
- dilarutkan dalam 25 ml aquadest
- dimasukkan dalam labu takar 200 ml kemudian diencerkan sampai 200 ml dan
disaring
- filtrat ditampung dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai batas
- diambil 15 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi
- ditambah 6 ml HCl 25% kemudian dipanaskan pada suhu 700C selama 10 menit
lalu didinginkan
- dimasukkan filter dalam labu takar 250 ml dan diencerkan sampai batas lalu
diambil 15 ml dan dimasukkan dalam tabung reaksi
- ditambahkan 2 tetes indikaator PP, kemudian dititrasi dengan NaOH 1 N sampai
merah muda lalu dicatat NaOH yang diperlukan
- diambil 15 ml sampel yang telah dititrasi dan dimasukkan dalam labu takar 100
ml dan diencerkan sampai batas
- diambil 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml
Nelson C lalu dipanaskan selama 20 menit pada suhu air mendidih lalu
didinginkan
- ditambahkan 1 ml arsenomolibdat lalu divortex
- ditambahkan 7 ml aquadest lalu divortex
- ditera absorbansinya pada α 540 nm (dinyatakan sebagai x)
- Gula total = x . Faktor pengenceran/ mg sampel x 100%
7. Penentuan Total Pati (Cara direct acid hydrolysis, Sudarmadji, dkk, 1984)
- ditimbang 2-5 gr sampel berupa bahan padat yang telah dihaluskan
- ditambah 50 ml aquadest dan diaduk selama 1 jam
- suspensi disaring denagn kertas saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume
filtrat mencapai 250 ml. Filtrat ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan
dibuang
- residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke Erlenmeyer dengan
pencucian 200 ml aquadest
- ditambah 20 ml HCl + 25 % (berat jenis 1,125), lalu ditutup dengan pendingin
balik dan dipanaskan pada penangas air mendidih selama 2,5 jam
- Didinginkan dan dinetralkan dengan larutan NaOH 45% dan diencerkan sampai
volume 500 ml
- Disaring
- Diambil 1 ml larutan tersebut dan diperlakukan seperti pada pembuatan kurva
standar glukosa
- Berat pati = 0,9 x Berat glukosa yang diperoleh
B. Pengukuran Sifat Fisik Roti tawar secara Obyektif
1. Pengujian tekstur (obyektif) dengan Lloyd Universal Testing Machine
- Roti tawar diletakkan diatas tempat sampel yang berupa lempengan logam, tepat
di bagian tengah
- setelah saklar instrument dihidupkan program dijalankan dengan langkah-langkah
berikut :
auto return on
auto zero on
cycle on
count 1
upper cycle limit 500.0 mm
lower cycle limit 0,000 mm
mode compression
extensometer remote, range 25,00 mm
test speed 10,00 mm/min
inch speed 10,00 mm/min
width 10,00 mm
dept 10,00 mm
gauge length 10,00 mm
- kemudian tekan enter
- puncak pada grafik (Fmax) merupakan tenaga yang digunakan untuk menekan
Roti tawar (nilai kekerasan dari Roti tawar)
Keterangan :
- Upper cycle limit merupakan jarak kedalaman penekanan
- Inch Speede merupakan kecepatan pada waktu sebelum pengujian dimulai untuk
mempercepat atau memperlambat pada waktu penekanan sehingga permukaan
sensor penekan dan permukaan sampel hanya bersinggungan sebelum ada beban
- Test Speed merupakan kecepatan pada saat pengujian
- Width, depth (ketebalan) dan Gauge length merupakan ukuran sampel
2. Tingkat Pengembangan (Matz, 1962)
- Diukur volume adonan sebelum fermentasi dengan metode rape seed
displacement test
- Diukur volume adonan sebelum fermentasi dengan metode rape seed
displacement test
- Tingkat pengembangan (%) merupakan perbandingan roti (setelah
pemanggangan) dan adonan sebelum fermentasi:
Volume roti x 100% Volume adonan
BORANG UJI KESUKAAN
Nama : Usia : th:
Jenis Kelamin Tanggal Pengisian :
Pekerjaan : Tanda tangan :
Sebelum Saudara menilai kesukaan Saudara terhadap produk-produk di hadapan saudara ini, mohon
menjawab pertanyaan berikut dengan melingkari jawaban sesuai yang Saudara alami:
1. Apakah Saudara pernah mengkonsumsi roti tawar?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah Saudara penggemar roti tawar?
a. Ya b. Tidak
3. Seberapa sering Saudara mengkonsumsi roti tawar?
a. Setiap hari b. Setiap ……….(diisi sesuai keadaan) hari sekali b. Setiap minggu d. Tidak tentu
4. Kapan terakhir Saudara mengkonsumsi Roti Tawar?
……………………………
Selanjutnya, di hadapan Saudara terdapat enam (6) sampel Roti Tawar (bukan roti manis). Saudara
diminta untuk menilai tingkat kesukaan Saudara akan sampel tersebut berdasarkan atribut sensoris yang meliputi
warna daging roti, warna kulit roti, kelunakan daging roti, kerenyahan kulit roti, aroma, dan rasa, serta penilaian
secara keseluruhan (overall) dengan melingkari jawaban yang dipilih (*). Setelah itu, mohon Saudara memberi
komentar pada tempat yang tersedia.
Warna Daging Roti
Kode Sampel Nilai
546 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
237 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
814 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
673 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
701 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
495 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
Komentar: ………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Warna Kulit Roti
Kode Sampel Nilai
546 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
237 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
814 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
673 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
701 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
495 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
Komentar: ………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Kelunakan Daging Roti
Kode Sampel Nilai
546 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
237 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
814 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
673 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
701 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
495 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
Komentar: ………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Kerenyahan Kulit Roti
Kode Sampel Nilai
546 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
237 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
814 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
673 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
701 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
495 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
Komentar: ………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Aroma
Kode Sampel Nilai
546 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
237 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
814 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
673 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
701 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
495 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
Komentar: ………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Rasa
Kode Sampel Nilai
546 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
237 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
814 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
673 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
701 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
495 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
Komentar: ………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
Keseluruhan (overall)
Kode Sampel Nilai
546 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
237 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
814 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
673 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
701 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
495 Sangat suka/ suka/ agak suka/ netral/ agak tidak suka/ tidak suka/ sangat tidak suka *)
Komentar: ………………………………………………………………………………………………………
….…………………………………………………………………………………………………….
Saran keseluruhan: ……………………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………………………….
Terimakasih atas bantuan Anda. Regard’s.
☺
Oneway Hasil Pengujian Kesukaan Descriptives
20 6.0500 .94451 .21120 5.6080 6.4920 4.00 7.0020 5.6500 .98809 .22094 5.1876 6.1124 3.00 7.0020 5.5500 .99868 .22331 5.0826 6.0174 3.00 7.00
20 3.9000 1.25237 .28004 3.3139 4.4861 2.00 6.0020 3.2500 .96655 .21613 2.7976 3.7024 2.00 5.0020 3.2000 1.50787 .33717 2.4943 3.9057 1.00 6.00
120 4.6000 1.62129 .14800 4.3069 4.8931 1.00 7.00
20 5.9500 1.31689 .29447 5.3337 6.5663 2.00 7.0020 5.7000 .97872 .21885 5.2419 6.1581 3.00 7.0020 5.4500 1.09904 .24575 4.9356 5.9644 3.00 7.0020 3.0500 1.23438 .27601 2.4723 3.6277 2.00 5.00
20 2.6500 1.13671 .25418 2.1180 3.1820 1.00 5.0020 2.6000 1.53554 .34336 1.8813 3.3187 1.00 6.00
120 4.2333 1.91295 .17463 3.8876 4.5791 1.00 7.0020 6.1500 .67082 .15000 5.8360 6.4640 5.00 7.00
20 5.8000 1.36111 .30435 5.1630 6.4370 3.00 7.0020 5.5000 1.00000 .22361 5.0320 5.9680 3.00 7.0020 3.5000 1.14708 .25649 2.9632 4.0368 2.00 6.0020 3.4500 1.14593 .25624 2.9137 3.9863 2.00 6.0020 3.1000 1.51831 .33950 2.3894 3.8106 1.00 6.00
120 4.5833 1.70310 .15547 4.2755 4.8912 1.00 7.0020 5.5000 1.19208 .26656 4.9421 6.0579 3.00 7.0020 4.8000 1.67332 .37417 4.0169 5.5831 2.00 7.0020 4.7000 1.78001 .39802 3.8669 5.5331 2.00 7.00
20 3.7000 1.45458 .32525 3.0192 4.3808 2.00 6.0020 3.4500 1.23438 .27601 2.8723 4.0277 2.00 6.0020 3.4000 1.63514 .36563 2.6347 4.1653 1.00 6.00
120 4.2583 1.67781 .15316 3.9551 4.5616 1.00 7.00
20 6.0500 .68633 .15347 5.7288 6.3712 5.00 7.0020 5.3000 1.41793 .31706 4.6364 5.9636 2.00 7.0020 5.2000 1.15166 .25752 4.6610 5.7390 3.00 7.0020 3.8000 1.28145 .28654 3.2003 4.3997 2.00 6.00
20 4.2500 1.37171 .30672 3.6080 4.8920 2.00 6.0020 3.7000 1.52523 .34105 2.9862 4.4138 2.00 7.00
120 4.7167 1.51288 .13811 4.4432 4.9901 2.00 7.00
.00
.05
.10
.15
.20
.25
Total.00.05.10
.15
.20
.25Total
.00
.05
.10
.15
.20
.25Total.00.05
.10
.15
.20
.25
Total.00.05.10
.15
.20
.25Total
SELURUH
WARNA
TEKSTUR
AROMA
RASA
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
167.600 5 33.520 26.317 .000145.200 114 1.274312.800 119263.067 5 52.613 34.791 .000172.400 114 1.512435.467 119188.667 5 37.733 27.486 .000156.500 114 1.373345.167 119
74.642 5 14.928 6.537 .000260.350 114 2.284334.992 119
88.867 5 17.773 11.042 .000183.500 114 1.610272.367 119
Between GroupsWithin GroupsTotalBetween GroupsWithin GroupsTotalBetween GroupsWithin GroupsTotalBetween GroupsWithin GroupsTotalBetween GroupsWithin GroupsTotal
SELURUH
WARNA
TEKSTUR
AROMA
RASA
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
WARNA
Duncana
20 2.600020 2.650020 3.050020 5.450020 5.700020 5.9500
.280 .229
PROSENT.25.20.15.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.a.
TEKSTUR
Duncana
20 3.100020 3.450020 3.500020 5.500020 5.800020 6.1500
.313 .100
PROSENT.25.20.15.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.a.
AROMA
Duncana
20 3.400020 3.450020 3.700020 4.700020 4.800020 5.5000
.559 .117
PROSENT.25.20.15.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.a.
RASA
Duncana
20 3.700020 3.800020 4.250020 5.200020 5.3000 5.300020 6.0500
.200 .804 .064
PROSENT.25.15.20.10.05.00Sig.
N 1 2 3Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.a.
SELURUH
Duncana
20 3.200020 3.250020 3.900020 5.550020 5.650020 6.0500
.065 .190
PROSENT.25.20.15.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 20.000.a.
Descriptives untuk Tepung Garut
Descriptive Statistics
2 10.6557 11.2948 10.975250 .45191192 2.8700 3.7100 3.290000 .59396972 5.0541 5.5459 5.300000 .34775512 .8020 1.0650 .933500 .18596912 2.4917 2.5568 2.524250 .04603272 73.8242 74.1558 73.990000 .23447662
K.AIRK.ABUPROTEINLEMAKGULAPATIValid N (listwise)
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Oneway untuk Roti Tawar
Descriptives
K.AIR
2 37.050000 .2330624 .1648000 34.956017 39.143983 36.8852 37.21482 36.200000 .3630286 .2567000 32.938317 39.461683 35.9433 36.45672 35.760000 .0057983 .0041000 35.707905 35.812095 35.7559 35.76416 36.336667 .6174585 .2520764 35.688684 36.984650 35.7559 37.2148
.00
.05
.10Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
K.AIR
1,720 2 ,860 13,861 ,031,186 3 ,062
1,906 5
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
K.AIR
Duncana
2 35.7600002 36.2000002 37.050000
,175 1,000
PRODUK.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.a.
Oneway untuk Roti Tawar
Descriptives
K.ABU
2 2.301300 .1088944 .0770000 1.322922 3.279678 2.2243 2.37832 2.382400 .0442649 .0313000 1.984696 2.780104 2.3511 2.41372 2.470000 .0394566 .0279000 2.115497 2.824503 2.4421 2.49796 2.384567 .0936461 .0382309 2.286291 2.482842 2.2243 2.4979
.00
.05
.10Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
K.ABU
,028 2 ,014 2,778 ,208,015 3 ,005,044 5
Between Groups
Within GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
K.ABU
Duncana
2 2.3013002 2.3824002 2.470000
,100
PRODUK.00.05.10Sig.
N 1
Subsetfor alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.a.
Oneway untuk Roti Tawar
Descriptives
PROTEIN
2 9.230000 .0222032 .0157000 9.030513 9.429487 9.2143 9.24572 8.997250 .0215668 .0152500 8.803480 9.191020 8.9820 9.01252 8.950000 .0509117 .0360000 8.492577 9.407423 8.9140 8.98606 9.059083 .1366896 .0558033 8.915636 9.202530 8.9140 9.2457
.00
.05
.10Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
PROTEIN
,090 2 ,045 37,972 ,007,004 3 ,001,093 5
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
PROTEIN
Duncana
2 8.9500002 8.9972502 9.230000
,263 1,000
PRODUK.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.a.
Oneway untuk Roti Tawar
Descriptives
LEMAK
2 3.333750 .4461137 .3154500 -.674422 7.341922 3.0183 3.64922 2.000000 .0131522 .0093000 1.881832 2.118168 1.9907 2.00932 1.970200 .0121622 .0086000 1.860927 2.079473 1.9616 1.97886 2.434650 .7246197 .2958248 1.674208 3.195092 1.9616 3.6492
.00
.05
.10Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
LEMAK
2,426 2 1,213 18,256 ,021,199 3 ,066
2,625 5
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
LEMAK
Duncana
2 1.9702002 2.0000002 3.333750
,915 1,000
PRODUK.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.a.
Oneway untuk Roti Tawar
Descriptives
GULA
2 3.410000 .0318198 .0225000 3.124110 3.695890 3.3875 3.43252 3.250000 .0175362 .0124000 3.092443 3.407557 3.2376 3.26242 2.450000 .2974091 .2103000 -.222115 5.122115 2.2397 2.66036 3.036667 .4791462 .1956106 2.533834 3.539500 2.2397 3.4325
.00
.05
.10Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
GULA
1,058 2 ,529 17,680 ,022,090 3 ,030
1,148 5
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
GULA
Duncana
2 2.4500002 3.2500002 3.410000
1,000 ,423
PRODUK.10.05.00Sig.
N 1 2Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.a.
Oneway untuk Roti Tawar
Descriptives
PATI
2 59.813800 .0944695 .0668000 58.965026 60.662574 59.7470 59.88062 62.544900 .1070560 .0757000 61.583040 63.506760 62.4692 62.62062 68.092650 .5427045 .3837500 63.216644 72.968656 67.7089 68.47646 63.483783 3.7815017 1.5437916 59.515341 67.452226 59.7470 68.4764
.00
.05
.10Total
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval forMean
Minimum Maximum
ANOVA
PATI
71,184 2 35,592 339,064 ,000,315 3 ,105
71,499 5
Between GroupsWithin GroupsTotal
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Post Hoc Tests Homogeneous Subsets
PATI
Duncana
2 59.8138002 62.5449002 68.092650
1,000 1,000 1,000
PRODUK.00.05.10Sig.
N 1 2 3Subset for alpha = .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.a.
HASIL PENGUJIAN TINGKAT KEKERASAN
dengan Llyod Universal Testing Machine Type 1000s
Sampel: Roti Tawar yang Disubtitusi Tepung Garut 5%
auto return on
auto zero on
cycle on
count 2
upper cycle limit 8.000 mm
lower cycle limit 6.000 mm
mode compression
extensometer internal
test speed 60,00 /min
inch speed 10,00 m/min
width 11,00 mm
dept 15,00 mm
gauge length 11,00 mm
F ¬L
max max
(N) (min)
1,866786 0,069444
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
-0,1 0 0,1 0,2 0,3
Time (min)
Load (N)
HASIL PENGUJIAN TINGKAT KEKERASAN dengan Llyod Universal Testing Machine Type 1000s
Sampel: Roti Tawar Tanpa Subtitusi Tepung Garut
auto return on
auto zero on
cycle on
count 2
upper cycle limit 8.000 mm
lower cycle limit 6.000 mm
mode compression
extensometer internal
test speed 60,00 /min
inch speed 10,00 m/min
width 11,00 mm
dept 15,00 mm
F ¬L
max max
(N) (min)
1,179023 0,092014
0
0,5
1
1,5
0,1 0,2 0,3
Time (min)
Load (N)
HASIL PENGUJIAN TINGKAT KEKERASAN dengan Llyod Universal Testing Machine Type 1000s
Sampel: Roti Tawar yang Disubtitusi Tepung Garut 10%
auto return on
auto zero on
cycle on
count 2
upper cycle limit 8.000 mm
lower cycle limit 6.000 mm
mode compression
extensometer internal
test speed 60,00 /min
inch speed 10,00 m/min
width 11,00 mm
dept 15,00 mm
F ¬L
max max
(N) (min)
2,259794 0,133681
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
-0,1 0 0,1 0,2 0,3
Time (min)
Lo
ad (N
)
Oneway
Descriptives 95% confidence interval for
Mean N Mean Std.
Deviation Std. Error
Minimum
Maximum
tk.keras .00 .05 .10 Total
2 2 2 6
1.175000 1.880000 2.255000 1.770000
.0070711
.0141421
.0070711
.4905099
.0050000
.0100000
.0050000
.2002498
1.111469 1.752938 2.191469 1.255241
1.238531 2.007062 2.318531 2.284759
1.1700 1.8700 2.2500 1.1700
1.1800 1.8900 2.2600 2.2600
kembang .00 .05 .10 Total
2 2 2 6
546.0000 532.4700 520.5000 532.9900
4.2426407 2.0788939 2.1213203 11.643736
3.000000 1.470000 1.500000 4.7535355
507.881 386 513.7918879 501.440693 520.770648
584.118614 551.148121 539.559307 545.209352
543.000 531.000 519.000 519.000
549.000 533.940 522.000 549.000
ANOVA Sum of
Squares df Mean
Square FSig. Sig.
tk keras Between Groups Within groups Total
1.203 .000 1.203
2 3 5
.601
.000 6013.500
.000
kembang Between groups Within groups Total
651.061 26.822 677.883
2 3 5
325.531 8.941
36.410 .008
Post Hoc Test
Tk.keras (tingkat kekerasan) Duncana
Subset for alpha =.05 Produk N 1 2 3
.00
.05
.10 Sig.
2 2 5 2
1.175000
1.000
1.880000
1.000
2.255000
1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.
Kembang (Tingkat Pengembangan)
Duncana Subset for alpha =.05 Produk N
1 2 3 .00 .05 .10 Sig.
2 2 5 2
520.5000
1.000
532.4700
1.000
546.0000
1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.