bab ii ranitt

86
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang sebagai akibat dari gangguan fungsi otak secara intermiten oleh karena lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron otak secara paroksimal yang dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang. Sejumlah studi menunjukkan prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5 – 4 % atau 8,2 per 1.000 penduduk, sedang insidensinya mencapai 50 – 70 kasus per 100.000 penduduk. Jumlah penderita epilepsi di Indonesia diperkirakan mencapai 1,1 – 8,8 juta jiwa. Data rekam medik tahun 2009 di instalasi rawat jalan bagian saraf RSUP. Dr. Kariadi menunjukkan ada 110 kasus baru epilepsi dan 1279 kasus lama yang datang berobat. Epilepsi merupakan penyakit yang memerlukan terapi dalam jangka panjang, sehingga isu mengenai efek samping obat-obat epilepsi banyak mendapat perhatian peneliti salah satunya adalah fenitoin yang diperkirakan pertama kali menyebabkan hiperplasia ginggiva pada tahun 1938. Hiperplasia ginggiva adalah suatu pertumbuhan berlebih dari ginggiva (jaringan gusi) yang ditandai dengan gusi

Upload: james-ward

Post on 12-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

dfghjk

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Ranitt

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan

berulang sebagai akibat dari gangguan fungsi otak secara intermiten oleh karena

lepasnya muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron otak secara

paroksimal yang dapat disebabkan oleh berbagai etiologi. Angka kejadian epilepsi

masih tinggi terutama di negara berkembang. Sejumlah studi menunjukkan

prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5 – 4 % atau 8,2 per 1.000 penduduk, sedang

insidensinya mencapai 50 – 70 kasus per 100.000 penduduk. Jumlah penderita

epilepsi di Indonesia diperkirakan mencapai 1,1 – 8,8 juta jiwa. Data rekam medik

tahun 2009 di instalasi rawat jalan bagian saraf RSUP. Dr. Kariadi menunjukkan

ada 110 kasus baru epilepsi dan 1279 kasus lama yang datang berobat. Epilepsi

merupakan penyakit yang memerlukan terapi dalam jangka panjang, sehingga isu

mengenai efek samping obat-obat epilepsi banyak mendapat perhatian peneliti

salah satunya adalah fenitoin yang diperkirakan pertama kali menyebabkan

hiperplasia ginggiva pada tahun 1938.

Hiperplasia ginggiva adalah suatu pertumbuhan berlebih dari ginggiva (jaringan

gusi) yang ditandai dengan gusi yang membesar, terinflamasi dan mengalami

perdarahan. Gusi akan tampak berlobulasi akibat pembesaran papil, dan mahkota

gigi ditutupi sebagian oleh jaringan hiperplasia. Pasien mengalami kesulitan atau

terganggu dalam berinteraksi dengan orang lain, karena penampilan gusi dapat

menyebabkan pasien merasa tidak percaya diri. Selain itu, pembentukan kantung-

kantung jaringan ginggiva bisa mengganggu kesehatan mulut, dan memberikan

kontribusi bagi penyakit-penyakit periodontal.

Fenitoin merupakan calcium chanel blocker (CCB) yang banyak diresepkan untuk

pengobatan epilepsi umum maupun parsial. Fenitoin juga merupakan terapi lini

pertama untuk pengobatan epilepsi karena sifatnya yang amat potensial dan

ekonomis. Gejala akut akibat kelebihan dosis fenitoin oral antara lain: vertigo,

ataksia, tremor, penglihatan kabur, diplopia, nausea, hiperplasia ginggiva,

Page 2: Bab II Ranitt

dermatitis, dan purpura. Hiperplasia ginggiva merupakan efek samping yang

paling sering dijumpai. Gejala tersebut muncul pada hari ketiga sampai hari

kesepuluh dan dengan penurunan dosis dapat menghilang. Dalam sebuah literatur

dilaporkan prevalensi hiperplasia ginggiva akibat penggunaan obat fenitoin

diperkirakan sekitar 20%. Di era tahun 1980-1990, fenitoin yang menyebabkan

hiperplasia ginggiva sangat menarik perhatian banyak peneliti. Faktor apa saja

yang meningkatkan risiko terjadinya hiperplasia ginggiva pada penderita yang

rutin mengkonsumsi fenitoin sebagai terapi epilepsi menjadi salah satu topik riset

favorit terkait pemberian fenitoin. Berbagai parameter yang berhubungan dengan

kejadian hiperplasia ginggiva, faktor risiko, dan desain studi telah digunakan

untuk meneliti hal ini. Hasil studinya pun bervariasi satu sama lain, namun

sayangnya studi semacam ini jarang dilakukan dengan sampel Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana farmakoterapi obat ranitidin pada pasien epilepsi?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui farmakoterapi obat ranitidin pada pasien epilepsi

Page 3: Bab II Ranitt

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Epilepsi

2.1.1 Definisi

Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh

terjadinya serangan (seisure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked)

dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat

mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel sel otak, bersifat

sinkron dan berirama. Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik,

kognitif atau psikis. Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang

terjadi hanya sekali saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung

denoccasional provokes seizure misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia

(Prasad et al, 1999)

Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adaanya

bangkitan epitel berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang

terjadi olah karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara

paroksismal akibat berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi adalah menifestasi klinis

dari bangkitan serupa (streotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung

secara mendadak dan semetara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran,

disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan

disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Sindro epilepsi adalah

sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama sama meliputi

berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus, kronis (Pallgeno,

1996)

2.1.2 Etiologi

Kejang disebabkan oleh banyak faktor, faktor tersebut meliputi penyakit

serebrovaskuler (stroke iskemik atau stroke hemoragi), gangguan

neurodegeneratif, tumor, trauma kepala, gangguan metabolik, dan infeksi SSP

(sistem saraf pusat) . Beberapa faktor lainnya adalah gangguan tidur, stimulasi

Page 4: Bab II Ranitt

sensori atau emosi (stres) akan memicu terjadinya kejang. Perubahan hormon,

sepeti menstruasi, puberitas, atau kehamilan dapat meningkatkan frekuensi

terjadinya kejang. Penggunaan obat-obat yang menginduksi terjadinya kejang

seperti teofilin, fenotiazin dosis tinggi, antidepresan (terutama maprotilin atau

bupropion), dan kebiasaan minum alkohol dapat meningkatkan resiko kejang.

1. Idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai

predisposisi genetik. Kelainan genetika ini tidak selalu berarti diturunkan.

2. Kriptogenik : dicurigai terdapat faktor penyebab namun tidak dapat

ditemukan

3. Simptomatik : disebabkan oleh kelainan pada otak, kelainan kongenital,

tumor otak, gangguan peredaran darah otak, kelainan akibat proses

penuaan.

2.1.3 Klasifikasi Kejang

2.1.3.1 Berdasarkan penyebabnya

a) Epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya

b) Epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya

2.1.3.2 Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan

a) Epilepsi partial (lokal, fokal)

A. Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal

Dengan gejala motorik

a) Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh saja

b) Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai dari satu bagian tubuh dan

menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.

c) Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.

d) Postural : epilepsi disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap

tertentu

e) Disertai gangguan fonasi : epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau

pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu

Page 5: Bab II Ranitt

Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (epilepsi disertai

halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan

yang disertai vertigo).

a) Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.

b) Visual : terlihat cahaya

c) Auditoris : terdengar sesuatu

d) Olfaktoris : terhirup sesuatu

e) Gustatoris : terkecap sesuatu

f) Disertai vertigo

Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

a) Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau

bagian kalimat.

b) Demensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah

mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak

mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.

c) Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

d) Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.

e) Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih

besar.

f) Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,

melihat suatu fenomena tertentu, dll.

B. Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan kesadaran.

Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula

baik kemudian baru menurun. Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-

gejala seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.

Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan

sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali

seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara

tak menentu,Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun

sejak permulaan kesadaran.

-        Hanya dengan penurunan kesadaran

Page 6: Bab II Ranitt

-        Dengan automatisme

 C. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,

tonik, klonik).

Epilepsi parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Epilepsi parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.

Epilepsi parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu

berkembang menjadi bangkitan umum

1. Epilepsi umum

A. Petit mal/ Lena (absence)

Lena khas (tipical absence)

Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak

membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.

Biasanya epilepsi ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai

pada anak.

Dapat disertai dengan tanda-tanda :

1. Hanya penurunan kesadaran

2. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya

dijumpai pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya

bilateral.

3. Dengan komponen atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher,

lengan, tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.

4. Dengan komponen klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot

ekstremitas, leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan

menjadi melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.

5. Dengan automatisme

6. Dengan komponen autonom.

Lena tak khas (atipical absence)

Page 7: Bab II Ranitt

Dapat disertai:

1. Gangguan tonus yang lebih jelas.

2. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

B. Grand Mal

Grand Mal ini dibagi menjadi beberapa antara lain :

1. Mioklonik

Pada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat

atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.

Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur. 

2. Klonik

Pada epilepsi ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,

dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada

anak.

3. Tonik

Pada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku

pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai.

Epilepsi ini juga terjadi pada anak.

4. Tonik- klonik

Epilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan

nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang

mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh

badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang

kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan

napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika

kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula

pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur

Page 8: Bab II Ranitt

beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau

langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.

5. Atonik

Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien

terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Epilepsi ini terutama

sekali dijumpai pada anak.

2.1.4 PATOFISIOLOGI

Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih

dominan dan pada proses inhibisi. Perubahan perubahan di dalam eksitasiaferen,

disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel

opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal

insiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh

konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan

keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron (Prasad et al, 1999)

Lima buah elemen fisiologi sel dan neuron tertentu pada korteks serebri penting

dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:

a. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam

merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan

inaktivitas konduksi Ca2+ secara perlahan

b. Adanya koneksi eksitatonik rekuren (recurrent excitatory connection )

yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang membandingkan

dan menyebarkan aktivitas kejang

c. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel sel

piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus,

yang bisa dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas

kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian

memicu aktifitas penyebaran nonsinapik dan aktifitas elektik

d. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiiasi (termasuk juga merekrut

reson NMDA) menjadi ciri khas dan jaras sinaptik di korteks

Page 9: Bab II Ranitt

e. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor

rekumen dihasilkan dari frekuensi tingi peristiea aktifitas. Serangan

epilepsi akan muncul apabia sekelompok kecil neuron abnormal

mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenan dengan cetusan

potensial aksisecara tepat dan berulang ulang

Cetusan listrik abnormal ini kemudian membawa neuron-neuron yang terkait

di dalam proses. Secara klinis epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari

sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersama sama, membentuk suatu

badai aktivitas listrik didalam otak (Selzer&Dichter, 1992)

Badai listrik tadi menimbulkan bermacam0macam serangan epilepsi yang

berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang

terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil

dengan manifestasi yang sangat bervariasi (Prasad et al, 1999)

Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 kategori yaitu (Meliala,

1999)

a. Non Spesifik Profispossing (NPF) yang membedakan seseorang peka

tindaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang

sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis

rangsangan berbeda beda.

b. Specific epileptogenic Disturbances (SED)> kelainan epiletogenik ini

dapat diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas

timbulnya epilepriform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi

merupakan kerja sama SED dan NPF

c. Presipitating Factor (PF) merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan

epilepsi pada pasien penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai

ambang yang rendah. PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana

SED tidak ada.

Hipotesis secara seluler dan molekuler yag banyak dianut sekarang

adalah :

Page 10: Bab II Ranitt

Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium

dan ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion

kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel

(intraseluler) dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi.

Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump) sel hidup mendorong ion

natrium keluar sel, bila natrium memasuki sel, keadaan ini sama halnya

dengan ion kalsium.

Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dala otak

yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari

impuls. Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron

di otak secara serentak, secara teori sinkronisasai ini dapat terjadi

(Widiastuti, 2001)

1. Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter GABA dan

Glisin) kurang optimal hingga fungsi jaringan impuls epileptik secara

berlebihan juga

2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat dan

Aspartat) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik

berlebihan juga.

Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antra lain konsentrasi

GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang

menderita epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh

GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSPs= inhibitory

post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis

mengatakan bahwa aktifitas epileptik disebabkan oleh hilang atau

kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmiter

inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak

sederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa

perubahan pada slaah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak

lengkap yang akan menambah rangsangan (Budiarto,1999)

Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan

keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan

Page 11: Bab II Ranitt

herediter, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin.

Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau

meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila

ada rangsagan yang memadai. Daerah yang rendah terhadap kerusakan

bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap

seranga kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka

serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan

kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita

epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus.

Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial,

fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokapus dan

merupakan tempat asal epilepsi dapatan (joesoef, 1997)

2.1.5 Penatalaksanaan Terapi

Terapi epilepsi bertujuan untuk tercapainya kualitas hidup optimal

bagi penderita. Harapan pengobatan bagi penderita epilepsi ialah agar

terhindar dari bangkitan kejang, bahkan dapat mencapai keadaan bebas

kejang.

Epilepsi adalah suatu kondisi pada saat seseorang mengalami

kejang berulang yang disebabkan oleh gangguan pada susunan saraf pusat.

Kata epilepsi berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti

“serangan”. Serangan ini disebabkan oleh lepasnya muatan listrik

abnormal dari sel-sel saraf otak secara berlebihan, berulang, dan berkala.

Walaupun demikian, tidak semua kejang merupakan epilepsi.

Epilepsi sering kali menakutkan bagi penderita dan juga

keluarganya. Terlebih lagi karena epilepsi memiliki banyak konsekuensi

dari segi sosio ekonomi, antara lain timbulnya rasa malu dalam pergaulan

sosial, hilangnya izin mengemudi, perubahan dalam pekerjaan, dan lain

sebagainya. Oleh sebab itu penatalaksanaan yang tepat harus mencakup

banyak hal, tidak hanya pengobatan, tetapi juga edukasi bagi penderita dan

Page 12: Bab II Ranitt

keluarganya serta konseling terhadap dampak emosional dan sosial yang

mungkin ditimbulkan.

Hal yang memprihatinkan dari penderita epilepsi adalah tidak dapat

diprediksinya kapan kejang akan terjadi. Kejang dapat terjadi di mana saja

dan kapan saja bahkan saat sedang beraktivitas, tidur, bekerja, mengemudi,

atau dalam lingkungan sosial, sehingga dapat membahayakan si penderita.

Sering kali kejang yang tidak terkontrol berisiko melukai atau

menimbulkan trauma bila terjadi di lokasi yang berbahaya.

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu :

a. Memastikan apakah kejadian yang bersifat menunjukkan bangkitan

epilepsi atau bukan epilepsi

b. Apabila benar bangkitan epilepsi, maka tentukan termasuk jenis

bangkitan apa

c. Pastikan epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi, dan

tentukan etiologinya

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas anamnesis dan pemeriksaan

klinis dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demukian,

bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka

epilepsi ( klinis ) sudah dapat ditegakkan antara lain yaitu :

Page 13: Bab II Ranitt

a. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh,

karena pemeriksa hampir tidak pernah menyaksikan serangan yang

dialami penderita. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi

sebelum, selama dan sesudah serangan ( meliputi gejala dan lamanya

serangan ) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan

kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang

trauma kepala denagn kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis,

gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat- obatan tertentu

Anamnesi ( auto dan aloanamnesis ), meliputi :

1. Pola atau bentuk serangan

2. Lama serangan

3. Gejala sebelum, selama dan pasca serangan

4. Frekuensi serangan

5. Faktor pencetus

6. Ada atau tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

7. Usia saat serangan terjadinya pertama

8. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

9. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

10.Riwayat penyakit epilepsi dalm keluarga

b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda –tanda dari gangguan yang berhubungan

dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,

gangguan kongenital, dan gangguan neurologik fokal atau difus.

Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan

dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan.

Pada anak- anak pemeriksa harus memperhatikan adanya

keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antar

anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak

unilateral.

c. Pemeriksaan penunjang

Page 14: Bab II Ranitt

1. Elektro ensefalografi ( EEG )

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi

dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering

dilakukan untuk menegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan

fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural

di otak, sedangakan adanya kelainan umum pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau

metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal

a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang

sama di kedua hemisfer otak.

b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih

lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.

c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak

normal, misalnya gelombang tajam, paku ( spike ), paku-

ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul

secara paroksimal.

Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang

khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG

hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku

ombak 3 siklus per detik ( 3 spd ), epilepsi mioklonik mempunyai

gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku

majemuk yang timbul secara serentak ( sinkron ).

1. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang

penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan

ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video

EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan

EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali

gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat

bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui

secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi

Page 15: Bab II Ranitt

refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan

prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuro imaging

bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG.

Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitif dan

secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk

membandingkan hipokampus kanan dan kiri ( Foldvary &

Wyllie.,1999 ).

2.2 Konsep Teori Hematuria

2.2.1 Definisi

Hematuri adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atas sel

darah merah dalam urin. Secara klinis, hematuri dapat dikelompokkan menjadi:

Hematuri makroskopis (gross hematuria) adalah suatu keadaan urin bercampur

darah dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Keadaan ini dapat terjadi bila 1

liter urin bercampur dengan 1 ml darah. Hematuri mikroskopis yaitu hematuri

yang hanya dapat diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi.

2.2.2 Etiologi

Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam

sistem urogenitalia atau kelianan yang berada di luar urogenitalia. Kelainan yang

berasal dari sistem urogenitalia antara lain:

Infeksi/inflamasi, antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis,

sistitis, dan uretritis

Tumor jinak/tumor ganas, antara lain tumor Wilm, tumor Grawitz, tumor

pielum,

tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat, dan hiperplasia prostat jinak.

Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain kista ginjal dan ren

mobilis

Trauma yang mencederai sistem urogenitalia Batu saluran kemih

Page 16: Bab II Ranitt

2.2.3 Klasifikasi Hematuria

Ada 3 tipe hematuria, yaitu:

Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.

Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing

yang membuat pembuluh darah kecil melebar.

Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal ini

kemungkinan akibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ seperti

ureter atau ginjal.

2.2.4 Patofisiologi

Patofisiologi hematuria tergantung pada tempat anatomi pada traktus

urinarius dimana kehilangan darah terjadi. Pemisahan konvensional telah

dilakukan antara perdarahan glomerular dan ekstraglomerular, memisahkan

penyakit nefrologi dan urologi.

Darah yang berasal dari nefron diistilahkan hematuria glomerular nefronal.

Sel darah merah dapat masuk ke ruang urinari dari glomerulus atau, jarang

dari tubulus renalis. Gangguan barier filtrasi glomerulus dapat disebabkan

abnormalitas turunan atau didapat pada struktur dan integritas dinding

kapiler glomerulus. Sel darah merah ini dapat terjebak pada mukoprotein

tamm-horsfall dan akan bermanifestasi sebagai silinder sel darah merah

pada urin. Temuan silinder pada urin merupakan masalah signifikan pada

tingkat glomerular. Meskipun demikian, pada penyakit nefron, silinder

dapat tidak ditemukan dan hanya ditemukan sel darah merah terisolasi.

Adanya proteinuri membantu menunjang perkiraan bahwa kehilangan darah

berasal dari glomerulus.

Hematuria tanpa proteinuria atau silinder diistilahkan sebagai hematuria

terisolasi (isolated hematuria). Meskipun beberapa penyakit glomerular

dapat mengakibatkan hematuria terisolasi, penemuan ini lebih konsisten

pada perdarahan ekstraglomerular. Setiap yang mengganggu epitelium

Page 17: Bab II Ranitt

seperti iritasi, inflamasi, atau invasi, dapat mengakibatkan adanya sel darah

normal pada urin. Gangguan lain termasuk keganasan, batu ginjal, trauma,

infeksi, dan medikasi. Juga, penyebab kehilangan darah non glomerular,

seperti tumor ginjal, kista ginjal, infark dan malformasi arteri-vena, dapat

menyebabkan hilangnya darah masuk kedalam ruang urinari.

2.2.5 Penatalaksanaan

Karena hematuria hanya merupakan salah satu gejala berbagai penyakit,

maka penatalaksanaannya ditujukan kepada penyakit primernya. Hematuri

sendiri tidak memerlukan pengobatan khusus. Meskipun demikian setiap

kasus dengan hematuri sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk menetapkan

etiologi. Bila hematuri ternyata hanya merupakan gejala satu-satunya,

(hematuri monosimtomatik), tidak memerlukan tindakan khusus selain

istirahat saat serangan karena keadaan ini.

(http://www.akfar.theresiana.ac.id/component/content/article/16-dosen-

menulis/119-hematuria)

2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan per-rektal atau vaginal.

Hal ini berguna untuk memeriksa keberadaan tumor dengan ukuran

yang cukup besar. Pemeriksaan palpasi bimanual sangat berguna untuk

menentukan infiltrasi. Palpasi bimanual dikerjakan dengan narkose umum

(supaya otot buli-buli relaks) pada saat sebelum dan sesudah reseksi tumor

TUR Buli.4,7

Sistoskopi (atau disebut juga sistouretroskopi)

Suatu pemeriksaan yang mana alat ini dimasukkan sepanjang uratra

untuk memeriksa kandung kemih dan traktus urinarius untuk melihat

adanya suatu abnormalitas struktural atau obstruksi , seperti tumor atau

batu. Contoh jaringan kandung kemih (biopsi) dapat diambil melalui

sistoskop untuk kemudian diperiksa dengan menggunakan mikroskop.

Intavenous pyelogram (IVP)

Page 18: Bab II Ranitt

Pemeriksaan ini berguna untuk memeriksa ginjal, ureter, dan kandung

kemih, mendeteksi adanya tumor, abnormalitas, batu, dan mengetahui

obstrusi janie lainnya. Pemeriksaan IVP dapat mendeteksi adanya tumor

buli berupa fillin deffect. Didapatkannya hidroureter atau hidronefrosis

merupakan salah satu tanda tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau

muara ureter.

2.3 Tinjauan Tentang Obat

2.3.1 Fenitoin

1) Uraian Obat :

a) Nama generik : Phenytoin kapsul 100 mg; 300 mg

b) Kelas farmakologi : Hydantoin derivative

c) Kelas terapi : Antiepilepsi dan antikonvulsi

d) Nama Dagang :

1. Dilantin®, tablet 50 mg; kapsul 100 mg; cairan injeksi

50mg/ml

2. Ikaphen®, kapsul 100 mg; injeksi 50 mg/ml.

3. Kutoin-100®, kapsul 100 mg; ampul 100 mg/2 ml

4. Movileps®, tablet 50 mg; kapsul 100 mg

5. Phenilep® , kapsul 100 mg

6. Phenytoin Ikapharmindo®, kapsul 100 mg; ampul 200 mg/2

ml

7. Zentropil®, kapsul 100 mg

2) Farmakodinamik

Farmakodinamiknya ialah dengan mengubah konduktansi

Na+,K+ dan Ca+,potensial membran dan konsentrasi asam amino

dan neurotransmiter norepinefrin, asetilkolin dan asam gama

aminobutirat (GABA).

Penelitian pada neuron dalam kultur sel menunjukkan bahwa

fenitoin memblokadae pelepasan berulang potensial aksi

frekuensi tinggi yang bertahan lama. Efek ini terlihat pada

konsentrasi terapeutik yang relevan.

Page 19: Bab II Ranitt

Sebagai tambahan, fenitoin secara paradoks menyebabkan eksitasi

pada beberapa saraf serebral. Reduksi permeabilitas kalsium,

disertai inhibisi influks kalsium di sepanjang membran sel, dapat

menjelaskan kemampuan fenitoin dalam menghambat berbagai

proses sekresi yang dipicu kalsium, termasuk pelepasan hormon

dan neurotransmiter. Rekaman potensial eksitatoris dan

inhibitoris pascasinaptik menunjukkan bahwa fenitoin

menurunkan pelepasan glutamat di sinaps dan meningkatkan

pelepasan GABA. Pada konsentrasi terapeutik, kerja utama

fenitoin adalah untuk memblokade kanal natrium dan

menghambat pembentukan potensial aksi berulang yang cepat

3) Farmakokinetik

Absorbsi fenitoin sangat bergantung pada formulasi bentuk dosis.

Ukuran partikel dan zat aditif mempengaruhi laju dan jumlah

absorbsi. Absorbsi natrium fenitoin dari saluran cerna pada

sebagian besar pasien hampir sempurna, meskipun waktu untuk

mencapai puncak berkisar antara 3-12 jam. Absorbsi setelah

suntikan intramuskular tidak dapat diperkirakan, dan dapat terjadi

pengendapan obat dalam otot; cara pemberian ini tidak dapat

dianjurkan untuk fenitoin. Sebaliknya, fosfenitoin, fosfat

prekursor fenitoin yang lebih mudah larut, diabsorbsi dengan baik

setelah pemberian intramuskular.

Fenitoin terikat sangat erat dengan protein plasma. Kadar plasma

total menurun jika persentase fenitoin yang terikat menurun,

seperti pada uremia atau hipoalbuminemia, namun hubungan

kadar obat bebas dengan keadaan klinis tetap tidak jelas.

Konsentrasi obat dalam cairan serebrospinal sebanding dengan

kadar obat bebas dalam plasma. Fenitoin dapat menumpuk di

otak, hati, otot, dan lemak.

Fenitoin dimetabolisasi menjadi metabolit inaktif yang disekresi

melalui urine. Hanya sebagian kecil fenitoin yang dikeluarkan

tanpa mengalami perubahan.

Page 20: Bab II Ranitt

Eliminasi fenitoin bergantung pada dosisnya. Pada kadar darah

yang sangat rendah, metabolisme fenitoin mengikuti prinsip

kinetik orde pertama. Akan tetapi, seiring meningkatnya kadar

darah fenitoin dalam rentang terapeutik, kapasitas maksimum hati

untuk memetabolisme fenitoin mulai tercapai. Peningkatan dosis

lebih lanjut, walaupun relatif kecil, dapat menghasilkan

perubahan yang sangat besar dalam konsentrasi fenitoin. Dalam

keadaan demikian, waktu paruh obat meningkat tajam, kadar

plasma yang stabil tidak akan diperoleh (karena kadar plasma

akan meningkat), dan pasien akan cepat memperlihatkan tanda-

tanda toksikasi.

Waktu paruh fenitoin berkisar antara 12-36 jam, rata-rata 24 jam

pada sebagian besar pasien dalam terapi fenitoin kadar rendah

atau menengah. Banyak waktu paruh yang lebih lama terlihat

pada konsentrasi yang lebih tinggi. Pada kadar fenitoin dalam

darah yang rendah, dibutuhkan 5-7 hari untuk mencapai kadar

darah yang stabil pada setiap perubahan dosis, pada kadar yang

lebih tinggi, waktu yang dibutuhkan dapat mencapai 4-6 minggu

sebelum kadar darah stabil.

4) Indikasi

Terapi pada semua jenis epilepsi, kecuali prtitmal; status

epileptikus

5) Kontraindikasi

Pasien dengan sejarah hipersensitif terhadap fenitoin atau produk

hidantoin lain dan hipersensitiv terhadap fenitoin atau hidantoin

lain, komponen sediaan obat, kehamilan

6) Perhatian

1) Bila diperlukan pengurangan dosis, penghentian pengobatan

harus dilakukan bertahap.

2) Pada kasus terjadi alergi atau reaksi hipersensitifitas,

kemungkinan diperlukan terapi alternatif yang bukan dari

golongan hidantoin.

Page 21: Bab II Ranitt

3) Hati-hati penggunaan pada penderita gangguan fungsi hati,

usia lanjut.

4) Fenitoin dapat meningkatkan kadar glukosa pada pasien

diabetes.

5) Fenitoin tidak diindikasikan untuk kejang yang disebabkan

oleh hipoglikemia atau kasus-kasus lain yang belum pasti.

6) Osteomalasia telah dihubungkan dengan terapi fenitoin dan

disebabkan pengaruh fenitoin terhadap metabolisme vitamin

D.

7) Penderita harus diobservasi bila terjadi tanda-tanda adanya

depresi pernafasan.

8) Fenitoin tidak efek untuk kejang petit mal. Jika terjadi

campuran antara kejang tonik-kronik (grand mal) dan kejang

petit mati, pengobatan harus dilakukan dengan obat

kombinasi.

9) Fenitoin harus dihentikan jika timbul ruam kulit

10) Pada penggunaan jangka panjang, harus dilakukan

pemeriksaan darah secara kontinu.

11) Tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan

menyusui.

12) Pasien diingatkan pentingnya menjaga kebersihan gigi untuk

mengurangi berkurangnya hiperplasia gusi dan

komplikasinya.

7) Efek samping obat

a. Susunan Saraf pusat: manifestasi paling sering yang

berhubungan dengan terapi fenitoin dengan SSP biasanya

tergantung dosis. Efek samping ini berupa nistagmus, ataksia,

banyak bicara, koordinasi menurun dan konfusi mental,

pusing, susah tidur, gelisah, kejang motorik dan sakit kepala.

b. Saluran cerna: mual, muntah dan konstipasi.

Page 22: Bab II Ranitt

c. Kulit: kelainan dermatologik berupa ruam kulit

skarlatimiform atau morbiliform kadang-kadang disrtai

dengan demam. Bentuk lebih serius dapat berupa dermatitis

eksfoliativ, lupus eritematosus, sindroma Stevens-Johnson

dan nekrolisis epidermal toksik.

d. Sistem hemopoetik: efek samping yang dapat bersifat fatal ini

kadang-kadang dilaporkan terjadi. Hal ini dapat berupa

trombositopenia leukopenia, granulositopenia,

agranulositosis, pansitopenia dengan atau tanpa supresi

sumsum tulang.

e. Jaringan penunjang: muka menjadi kasar, bibir melebar,

hiperplasia gusi, hipertrikosis dan penyakit peyroni.

f. Kardiovaskular: periarterisis nodosa.

g. Imunologik: sindroma sensitifitas, lupus eritromatosus

sistemik dan kelainan immunoglobulin.

8) Dosis

Kadar plasma terapeutik fenitoin pada sebagian besar pasien

berkisar antara 10 dan 20 mcg/ml. Dosis beban (loading dose)

dapat diberikan per oral atau intravena, pemberian fosfenitoin

merupakan metode pilihan pada status epileptikus konvulsif (akan

dibahas kemudian). Ketika memulai terapi oral, dosis dewasa

biasanya adalah 300 mg/hari, tanpa memperhatikan berat badan

pasien. Dosis ini mungkin bisa diterima oleh beberapa pasien,

tetapi dosis ini sering hanya menimbulkan kadar darah stabil

dibawah 10 mcg/ml, yang merupakan kadar terapeutik minimum

untuk sebagian besar pasien. Jika kejang berlanjut, biasanya

diperlukan dosis yang lebih tinggi untuk mencapai kadar plasma

dalam batas atas rentang terapeutik. Karena kinetik obat ini

bergantung pada dosis, beberapa keracunan dapat terjadi hanya

Page 23: Bab II Ranitt

dengan peningkatan dosis yang kecil. Peningkatan dosis fenitoin

tiap kalinya hanya dapat dilakukan sebesar 25-30 mg pada

dewasa, dan perlu waktu yang cukup untuk mencapai keadaan

yang stabil yang baru sebelum dilakukan penambahan dosis

berikutnya. Kesalahan klinis yang biasa terjadi adalah

meningkatkan dosis langsung dari 300 mg/hari ke 400 mg/hari,

keracunan biasanya terjadi pada waktu-waktu berbeda setelahnya.

Pada anak, dosis 5 mg/kg/hari perlu diikuti dengan penyesuaian

setelah kadar stabil tercapai.

Dua jenis natrium fenitoin oral yang terdapat di Amerika, berbeda

hanya dalam laju pelarutannya, yang satu diabsorbsi cepat dan

yang lain diabsorbsi lebih lambat. Hanya formulasi lepas-lambat,

kerja berkepanjanganlah yang dapat diberikan dalam dosis

tunggal, dan perlu hati-hati jika berganti merek (lihat preparat

yang tersedia). Meskipun beberapa pasien yang diberi fenitoin

dalam jangka panjang telah terbukti mempunyai kadar darah

rendah karena absorbsi sedikit atau metabolisme cepat, penyebab

tersering terjadinya kadar darah rendah tersebut adalah kurangnya

kepatuhan pasien. Namun fosfenitoin tersedia untuk penggunaan

intravena atau intramuskular dan menggantikan natrium fenitoin

intravena yakni bentuk obat yang lebih sulit larut.

9) Teknik Pemberian

Oral : dosis awal 3-4 mg/kg/hari atau 150-300 mg/hari, dosis

tunggal atau terbagi 2 kali sehari. Dapat dinaikkan bertahap.

Dosis lazim : 300 - 400 mg/hari, maksimal 600 mg/hari. ANAK :

5 - 8 mg/kg/hari, dosis tunggal/terbagi 2 kali sehari. Status

epileptikus : i.v. lambat atau infus, 15 mg/kg, kecepatan maksimal

50 mg/menit (loading dose). Dosis pemeliharaan sekitar 100 mg

diberikan sesudahnya, interval 6-8 jam. Monitor kadar plasma.

Pengurangan dosis berdasar berat badan.(IONI p.153).

10) Teknik penyimpanan dan stabilitas

Page 24: Bab II Ranitt

Sediaan fenitoin tablet dan suspensi oral harus disimpan dalam

wadah yang tertutup rapat pada temperatur ruang tidak lebih dari

30°C. Sediaan fenitoin lepas lambat harus terhindar dari cahaya

dan kelembaban. Sediaan fenitoin suspensi oral tidak boleh

dibekukan dan terhindar dari cahaya. Fenitoin injeksi harus

disimpan pada suhu 15 - 30°C dan tidak boleh dibekukan.

Endapan dapat timbul jika injeksi fenitoin didinginkan atau

dibekukan, tetapi dapat melarut kembali pada temperatur kamar.

Injeksi fenitoin tidak boleh digunakan jika larutan tidak jernih

atau terdapat endapan, tetapi larutan injeksi fenitoin kadang

berwarna sedikit kekuningan yang tidak mempengaruhi

efektivitas obat. Endapan dari fenitoin bebas timbul pada pH <=

11,5. (AHFS p.2136).

11) Monitoring evaluasi

Perlu dilakukakn monitoring terhadap Tekanan darah, kadar

fenitoin dalam darah, fungsi hati

12) Health education

Kocok terlebih dahulu jika menggunakan obat dengan bentuk

sediaan suspensi oral. Jangan mengganti sediaan obat atau dosis

tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter, jangan sampai

lupa minum obat, ;Obat ini dapat menyebabkan kantuk, sakit

kepala, ataksia, dan hilangnya koordinasi; obat ini diminum

setelah atau bersama dengan makanan, jangan memecah atau

membuka kapsul dari obat. (Lexy-comp p.940)

13) Interaksi obat

1) Obat-obat yang dapat meningkatkan kadar fenitoin yaitu:

asupan alkohol akut, amiodaron, kloramfenikol,

klordiazepoksid, diazepam, dikumarol, disulfiram, estrogen,

H2-antagonis, halotan, isoniazid, metilfenidat, fenotiazin,

fenilbutazon, salisilat, suksinimid, sulfonamid, tolbutamid,

trazodan.

Page 25: Bab II Ranitt

2) Obat-obat yang dapat menurunkan kadar fenitoin yaitu:

karbamazepin, penggunaan alkohol kronis, reserpin dan

sukralfat.

3) Obat-obat yang dapat meningkatkan atau menurunkan kadar

fenitoin yaitu: Fenobarbital, natrium valproat dan asam

valproat.

4) Meskipun bukan interaksi obat yang sebenarnya,

antidepressam trisiklik dapat menyebabkab kejang pada

pasien yang peka, karena itu dosis fenitoin perlu disesuaikan.

5) Obat-obat yang khasiatnya terganggu oleh fenitoin yaitu:

kortikosteroid, antikoagulan, kumarin, digitoksin, estrogen,

furosemid, kontrasepsi oral, kuinidin, rifampisin, teofilin,

vitamin D.

14) Over dosis obat

1. Dosis letal pada orang dewasa diperkirakan 2 sampai 5 gram.

Gejala awal yang terjadi: nistagmus, ataksia dan disartria.

2. Tanda-tanda lain adalah: tremor, hiperfleksia, letargi, banyak

bicara, mual, muntah.

3. Kemudian menjadi koma, pupil tidak beraksi dan tekanan

darah menurun. Kematian terjadi akibat depresi pernafasan

dan depresi sirkulatori. Penatalaksanaannya bersifat non-

spesifik yaitu dengan bantuan pernafasan atau hemodialisis.

4. Lethal dose pada anak-anak tidak diketahui.

2.3.2 Ranitidin

1. Uraian Obat

a) Nama generik : Ranitidin

b) Kelas farmakologi : Antagonis Histamin 2 (AH2)

c) Kelas terapi : Antasida dan antiulkus

Page 26: Bab II Ranitt

d) Obat bermerk : Acran, Aldin, Anitid, Chopintac,

Conranin, Fordin, Gastridin, Hexar, Radin, Rancus, Ranilex.

Ranin, Ranivel, Ranticid, Rantin, Ratan, Ratinal, Renatac,

Scanarin, Tricker, Tyran, Ulceranin, Wiacid, Xeradin, Zantac,

Zantadin, Zantifac

2. Farmakodinamik

Ranitidine adalah antihistamin penghambat reseptor H2

(AH2). Rangsangan reseptor H akan merangsang sekresi asam

lambung. Dalam menghambat reseptor H2 ranitidine berkerja

cepat, spesifik dan rebersible melalui pengurangan volume dan

kadar ion hidrogen cairan lambung. Ranitidine juga meningkatkan

penghambatan sekresi asam lambung akibat  perangsangan obat

muskarinik atau gastrin.

3. Farmakokinetik

a. Per oral : Absorbsi baik

b. C max : 1-3 jam

c. Eliminasi : 25% utuh

d. T1/2 = 2,5-3jam

e. Mempunyai cincin furan

4. Indikasi

Ranitidine digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan

deudenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam

lambung patologis seperti pada sindroma zollinger ellison,

hipersekresi pasca bedah.

1) Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk tukak

lambung, tukak duodenum, tukak ringan aktif

2) Terapi jangka pendek dan pemeliharaan untuk refluks

gastroesofagus dan esofagitis erosif.

3) Terapi jangka pendek dan pemeliharaan kondisi hipersekresi

patologis.

Page 27: Bab II Ranitt

4) Sebagai bagian regimen multiterapi eradikasi H. pylori untuk

mengurangi risiko kekambuhan tukak.

5) Meringankan heartburn, acid indigestion, dan lambung asam.

5. Kontraindikasi

a. Dikenal hipersensitivitas terhadap ranitidin atau bahan dalam

formulasi

b. Jangan gunakan untuk pengobatan sendiri jika kesulitan

c. Jangan gunakan untuk pengobatan sendiri dengan obat lain

yang menurunkan sekresi asam lambung.

d. Jangan gunakan untuk pengobatan sendiri jika kesulitan atau

sakit terjadi ketika menelan makanan, jika mengalami muntah

darah, atau jika melewati berdarah atau feses menghitam.

Sebaliknya, konsultasikan dokter karena manifestasi tersebut

dapat mengindikasikan adanya kondisi serius yang

memerlukan pengobatan alternatif.

6. Perhatian

a) Umum : pada penderita yang memberikan symptomatic

response terhadap ranitidin, tidak menghalangi timbulnya

keganasan lambung.

b) Karena ranitidin diekskresi terutama melalui ginjal, dosis

ranitidin harus disesuaikan pada penderita gangguan fungsi

ginjal.

c) Hati-hati pemberian ranitidin pada gangguan fungsi hati karena

ranitidin dimetabolisme di hati.

d) Hindarkan pemberian ranitidin pada penderita dengan riwayat

porfiria akut.

e) Hati-hati penggunaan ranitidin pada wanita menyusui.

f) Khasiat dan keamanan penggunaan ranitidin pada anak-anak

belum terbukti.

g) Waktu penyembuhan dan efek samping ranitidin pada usia

lanjut tidak sama dengan penderita usia dewasa.

Page 28: Bab II Ranitt

h) Pemberian ranitidin pada wanita hamil hanya jika benar-benar

sangat dibutuhkan.

7. Efek samping obat

Terbatas dan tidak berbahaya: aritmia, vaskulitis, pusing,

halusinasi, sakit kepala, confusion, mengantuk, vertigo, eritema

multiforme, kemerahan, pankreatitis, anemia haemolitic acquired,

agranulositosis, anemia aplastik, granulositopenia, leukopenia,

trombositopenia, pansitopenia, gagal hati, anafilaksis, reaksi

hipersensitivitas

8. Dosis

Dosis standar yaitu 2 kali sehari 150 mg atau 300 mg pada malam

hari sebelum tidur.

a) Menghilangkan gejala-gejala ketidakmampuan mencerna asam

& rasa panas pada ulu hati : 1-2 tablet/hari, maksimum 4

tablet/hari.

b) Ulkus lambung jinak & ulkus duodenum : 2 kali sehari 150

mg. Pemeliharaan : 150 mg sebelum tidur malam.

c) Refluks esofagitis : 2 kali sehari 150 mg atau 300 mg sebelum

tidur malam.

d) Sindroma Zollinger-Ellison : diawali dengan 150 mg 3 kali

sehari dan dapat ditingkatkan sampai 6 gram/hari.

e) Dispepsia kronis : 2 kali sehari 150 mg.

f) Mencegah perdarahan karena ulserasi akibat sters atau ulserasi

peptikum : 3 kali sehari 50 mg.

g) Sindroma Mendelson : 50 mg 60 menit sebelum induksi

anestesi umum.

h) Ulkus peptikum pada anak-anak : 2 kali sehari 2-4 mg/kg berat

badan.

9. Cara pemberian

a) Terapi oral Dewasa : tukak lambung, deudenum dan refluks

esofagitis, sehari 2 kali 1 tablet atau dosis tunggal 2 tablet

Page 29: Bab II Ranitt

menjelang tidur malam, selama 4-8 minggu. Untuk

hipersekresi patologis sefari 2-3 kali 1 tablet. Bila keadaan

parah dosis dapat ditingkatkan sampai 6 tablet pada malam

hari. Pada penderita ganguan fungsi ginjal dan klirens kreatinin

kurang dari 50mg/menit, dosis sehari 1 tablet.  

b) Terapi parenteral Diberikan i.m atau i.v atau infus secara

perlahan atau intermiten untuk penderita rawat inap dengan

kondisi hipersekretori patologik atau tukak usus duabelas jari

yang tidak sembuh-sembuh, atau bila terapi oral tidak

memungkinkan. Dosis dewasa : Injeksi i.m atau i.v intermiten :

50mg setiap 6 – 8 jam. Jika diperlukan, obat dapat diberikan

lebih sering, dosis tidak boleh melebihi 400mg sehari. Jika

ranitidine diberikan secara infus, 150mg ranitidine diinfuskan

dengan kecepatan 6,25mg/jam selama lebih ari 24 jam pada

penderita dengan sindrom.

10. Teknik penyimpanan dan stabilitas

Dari sudut pandang mikrobiologi pandang , harus digunakan

segera ; namun , infus disiapkan dapat disimpan di 20-80C dan

diresapi ( pada suhu kamar ) dalam waktu 24 jam .

11. Monitoring Obat

1. Mengukur fungsi ginjal

2. Tanda tanda Infeksi

3. Observasi vital sign

4. Memantau pemberian obat

12. Health education

Perhatian pasien untuk menghindari mengemudi dan kegiatan

berbahaya lainnya sampai efek Obat konsentrasi dan kewaspadaan

yang dikenal.

Beritahu pasien bahwa merokok dapat menurunkan

efek obat.

Sebagai tepat, meninjau semua penting lainnya dan

mengancam nyawa reaksi merugikan dan interaksi,

Page 30: Bab II Ranitt

terutama yang terkait dengan tes, herbal, dan perilaku

disebutkan di atas.

13. Interaksi Obat

1) Mengikat lemah ke hati sistem CYP isoenzim di vitro.

2) Afinitas untuk sistem isoenzim CYP adalah sekitar 10% dari

cimetidine; penghambatan sistem isoenzim CYP adalah 2,4

kali lebih kecil dari cimetidine.

3) Tidak menghambat isoenzim CYP pada dosis yang

direkomendasikan.

4) Kemungkinan minimal menghambat metabolisme hepatik

beberapa obat, atau mempengaruhi bioavailabilitas oleh

mekanisme lain (misalnya, penyerapan tergantung pH, diubah

volume distribusi)

14. Over dosis obat

Gejala-gejala overdosis antara lain, pernah dilaporkan :

hipotensi, cara berjalan yang tidak normal.

Penanganan overdosis :

1. Induksi dengan cara dimuntahkan atau bilas lambung.

2. Untuk serangan : dengan cara pemberian diazepam injeksi i.v.

3. Untuk bradikardia : dengan cara pemberian atropin.

4. Untuk aritmia : dengan cara pemberian lidokain.

2.3.3 Metamizol

1) Uraian Obat

a. Nama generik :

b. Kelas farmakologi :

c. Kelas terapi :

d. Nama Dagang :

2) Farmakodinamik

Page 31: Bab II Ranitt

3) Farmakokinetik

4) Indikasi

Dapat meringankan rasa sakit terutama nyeri kolik dan sakit setelah

operasi.

5) Kontraindikasi

1. Penderita hipersensitif terhadap metamizol Na

2. Wanita hamil dan menyusui

3. Penderita dengan TD sistolik <100 mmHg

4. Bayi dibawah 3 bulan atau dengan BB < 5 kg

6) Perhatian

1. Tidak untuk mengobati sakit otot pada gejala-gejala flu dan

tidak untuk mengobati rematik, lumbago, sakit punggung,

sindroma bahu lengan

2. Dapat menimbulkan agranulositosis yangberakibat fatal maka

sebaiknya tidak digunakan dalam jangka panjang

3. Pada penderita yang mengalami gangguan pembentukan darah

atau kelainan darah, gangguan fungsi hati dan ginjal

4. Pada pemakaian jangka lama dapat menimbulkan sindrom

neuropatik yang akan berangsur hilang bila penggunaan

dihentikan

7) Efek samping obat

1. Reaksi hipersensitifitas: reaksi pada kulit misalnya kemerahan

2. Agranulositosis

8) Dosis

Dewasa: 1 tablet. Jika sakit timbul, berikutnya 1 tablet tiap 6-8

jam, maksimum 4 tablet sehari

Dewasa: 500 mg injeksi jika sakit timbul, berikutnya 500 mg

tiap 6-8 jam, maksimal 3 kali sehari diringkas diberikan secara

injeksi i.m atau i.v

9) Cara pemberian

10) Teknik penyimpanan dan stabilitas

11) Monitoring

Page 32: Bab II Ranitt

12) Health education

13) Interaksi

Bila metamizol Na diberikan bersamaan dengan chlorpramazine

dapat mengakibatkan hipotermia

14) Overdosis

2.3.4 Cernevit

1) Uraian Obat

a. Nama generik :

b. Kelas farmakologi :

c. Kelas terapi :

d. Nama Dagang :

2) Farmakodinamik

3) Farmakokinetik

4) Indikasi

Sebagai multivitamin harian dengan dosis maintenance

untuk dewasa dan anak di atas 11 tahun yang menerima nutrisi

parenteral. Juga diindikasikan dalam situasi lain di mana pemberian

intravena diperlukan, seperti operasi, luka bakar luas, patah tulang

dan trauma lain, penyakit infeksi berat dan koma yang memicu

keadaan stress dengan peningkatan kebutuhan metabolik dan

nutrisi jaringan berkurang.

5) Kontraindikasi

Untuk pasien hipervitaminosis atau hipersensitif pada salah satu

bahan aktif termasuk hipersensitif terhadap tiamin (vit B1)

6) Perhatian

Peringatan reaksi anafilaktik mungkin terjadi. Reaksi alergi ringan

seperti bersin atau asma ringan adalah tanda peringatan bahwa

pemberian selanjutnya dapat mengakibatkan syok anafilaktik.

Kehamilan dan Menyusui Penggunaan Cernevit belum diteliti pada

kehamilan.

Page 33: Bab II Ranitt

Telah diketahui bahwa vitamin diekskresikan dalam air susu ibu

sehingga produk ini juga tidak diberikan untuk wanita menyusui.

Cernevit tidak mengandung vitamin K. Jika vitamin ini diperlukan

maka harus diberikan secara terpisah. Cernevit tidak diberikan

secara langsung, pemberian intravena tanpa pengenceran dapat

mengakibatkan pusing, pingsan, dan kemungkinan iritasi jaringan.

Kebutuhan vitamin harian harus dihitung untuk mencegah over

dosis dan efek toksik, terutama vitamin A dan D pada pasien anak.

Pada pasien yang akan menerima nutrisi parenteral total dalam

jangka waktu lama, kadar vitamin A, C, D dan asam folat dalam

darah harus dikontrol.

7) Efek samping obat

Reaksi alergi dapat terjadi setelah pemberian tiamin dan komponen

B kompleks lain secara intravena. Sangat jarang dilaporkan reaksi

anafilaktoid pada pemberian tiamin dosis besar IV. Akan tetapi

resiko ini dapat diabaikan bila tiamin diberikan bersama dengan

kelompok vitamin B yang lain. Dilaporkan reaksi sebagai berikut,

walaupun sangat jarang:

• Kulit                                      : Ruam, eritema, gatal

• Sistem saraf pusat           : Sakit kepala, pusing, kekakuan otot,

cemas

• Oftalmik                               : Diplopia

• Alergi                                   : Urtikaria, edema periorbital.

Individu yang rentan terhadap nicotinamide dapat mengalami

kemerahan, gatal atau rasa terbakar di kulit setelah pemberian

infus.

8) Dosis

Dewasa dan anak-anak di atas 11 tahun dapat diberikan 1

vial per hari. Mula-mula harus ditambahkan 5 mL air untuk injeksi

ke dalam vial dan dikocok perlahan untuk melarutkan lyophilised

powder. Larutan ini kemudian dapat diberikan melalui intravena

Page 34: Bab II Ranitt

secara perlahan atau dengan infus dalam isotonic saline atau larutan

glukosa.

9) Cara pemberian

10) Teknik penyimpanan dan stabilitas

11) Monitoring

12) Health education

13) Interaksi

Fenitoin, fenobarbital, levodopa

14) Overdosis

2.3.5 Alprazolam

1) Uraian Obat

a. Nama generik : Alprazolam

b. Kelas farmakologi : -

c. Kelas terapi : Psikofarma

d. Nama Dagang : -

2) Farmakodinamik

3) Farmakokinetik

4) Indikasi

5) Kontraindikasi

Hipersensitif terhadap alprazolam atau komponen-komponen lain

dalam sediaan, kemungkinan sensitivitas silang dengan

benzodiazepin lain, glaukoma sudut sempit, penggunaan bersama

ketokenazol dan itrakenazol, kehamilan.

6) Perhatian

Selama menggunakan obat ini dilarang mengendarai kendaraan

bermotor atau mengoperasikan mesin. Hati-hati bila diberikan pada

wanita hamil dan menyusui, gangguan fungsi ginjal dan hati,

riwayat penyalahgunaan obat dan atau alkohol, penderita kelainan

kepribadian yang nyata. Keamanan penggunaan pada anak-anak

dibawah 18 tahun belum diketahui dengan pasti. Gejala kelebihan

dosis alprazolam adalah mengantuk, konfusi, gangguan koordinasi,

Page 35: Bab II Ranitt

penurunan refleks dan koma. Penanganan saat terjadi kelebihan

dosis :

- Penderita dirangsang untuk muntah dan lakukan pengosongan

lambung.

- Penderita dirawat intensif dengan terapi simtomatis dan

suportif untuk memelihara fungsi kardiovaskular, pernapasan dan

keseimbangan elektrolit.

7) Efek samping obat

> 10% ;SSP : depresi, mengantuk, disartria (gangguan berbicara),

lelah, sakit kepala, hiperresponsif, kepala terasa ringan, gangguan

ingatan, sedasi; Metabolisme-endokrin : penurunan libido,

gangguan menstruasi; Saluran cerna : peningkatan/penurunan

selera makan, penurunan salivasi, penurunan/peningkatan berat

badan, mulut kering (xerostomia).; 1-10%; Kardiovaskuler :

hipotensi; SSP : gangguan koordinasi, akatisia (tidak bisa duduk

tenang), gangguan konsentrasi, bingung, kehilangan perasaan

terhadap realitas, disorientasi, disinhibisi, pusing,

hipersomnia(tidur terus), mimpi buruk, vertigo.

8) Dosis

9) Cara pemberian

10) Teknik penyimpanan dan stabilitas

Simpan dalam suhu kamar 200-250C, hindari lembab, tutup rapat

botol dan buang kapas yang ada di dalam botol.

11) Monitoring

Status pernafasan dan kardiovaskuler

12) Health education

Obat ini untuk mengatasi kecemasan. Katakan ke dokter bila

pernah alergi dengan obat ini atau dengan obat atau makanan lain.

Gunakan obat sesuai anjuran dokter. Kadang obat ini harus

digunakan beberapa minggu sebelum efek penuh dicapai. ;Bila lupa

meminum obat ini yang aturan pakainya satu tablet pada malam

hari, jangan meminumnya pagi hari kecuali setelah berkonsultasi

Page 36: Bab II Ranitt

dengan dokter. ;Bila digunakan lebih dari satu dosis/tablet per hari,

segera minum obat bila lupa, tetapi bila sudah dekat dengan waktu

minum kedua, tinggalkan dosis pertama dan mulai dengan dosis

reguler. Jangan hentikan minum obat tanpa berkonsultasi dengan

dokter. ;Konsultasikan dengan dokter bila memakan obat lain. Bila

merasakan reaksi yang tidak menyenangkan/menggangu karena

memakan obat ini konsultasikan dengan dokter. Simpan obat ini

jauh dari jangkauan anak-anak.

13) Interaksi

Antifungi golongan azol, siprofloksasin, klaritromisin, diklofenak,

doksisiklin, eritromisin, isoniasid, nikardipin, propofol, protease

inhibitor, kuinidin, verapamil meningkatkan efek alprazolam.

Kontraindikasi dengan itrakenazol dan ketokenazol. ;Menguatkan

efek depresi SSP analgetik narkotik, etanol, barbiturat, antidepresan

siklik, antihistamin, hipnotik-sedatif. ;Alprazolam dapat

meningkatkan efek amfetamin, beta bloker tertentu,

dekstrometorfan, fluoksetin, lidokain, paroksetin, risperidon,

ritonavir, antidepresan trisiklik dan substrat CYP2D6

lainnya. ;Alprazolam meningkatkan konsentrasi plasma imipramin

dan desipiramin. Aminoglutetimid, karbamasepin, nafsilin,

nevirapin, fenobarbital, fenitoin menurunkan efek alprazolam.

14) Overdosis

2.3.6 Doksisiklin

1) Uraian Obat

a. Nama generik : Doksisiklin

b. Kelas farmakologi : tetrasiklin

c. Kelas terapi : Anti Infeksi

d. Nama Dagang : Merbentyl (Florizel), Merbentyl (Florizel)

2) Farmakodinamik

Page 37: Bab II Ranitt

Antibiotik golongan tetrasiklin.

3) Farmakokinetik

Obat ini sangat-larut dalam lemak dan mudah menembus cairan

serebrospinal, otak, mata, dan prostat. Paruh independen dari ginjal

atau hati fungsi. Obat diekskresikan dalam bentuk tidak aktif dalam

lumen usus dan dieliminasi dalam feses.

4) Indikasi

Infeksi yang disebabkan oleh organisme yang tidak biasa, termasuk

Mycoplasma, Chlamydia, dan Rickettsia organisme

5) Kontraindikasi

Kontraindikasi pada hipersensitivitas terhadap obat, tetrasiklin

lainnya, atau bisulfites (dengan beberapa produk). Gunakan hati-

hati pada penyakit ginjal, hati penurunan nilai, diabetes nefrogenik

insipidus, cachexia, hamil atau menyusui pasien, dan anak-anak

muda dari usia 8 tahun.

6) Perhatian

Tindakan pencegahan standar berlaku.

7) Efek samping obat

Mual muntah, diare, dysphagia, iritasi esophagus, anoreksia ,

flushing dan tinnitus. ;Efek samping yang jarang terjadi

hepatotoksisitas, pancreatitis, gangguan darah, fotosensitivitas dan

reaksi hipersensitivitas (termasuk rash, exfoliativ dermatitis,

sindrom Stevens-Johnson, urticaria, angioedema, anaphylaxis,

pericarditis).;Sakit kepala dan gangguan penglihatan menunjukkan

hipertensi intrakranial (pengobatan dihentikan)

8) Dosis

Orang dewasa dan anak dengan berat badan lebih dari 45 kg (99

lb): 200 mg I.V. sekali sehari; atau 100 mg I.V. q 12 jam pada hari

pertama, diikuti oleh 100 sampai 200 mg I.V. sekali sehari; atau 50

sampai 100 mg I.V. q 12 jam Anak dengan berat badan 45 kg atau

kurang: 4,4 mg / kg I.V. sekali sehari; atau 2,2 mg / kg I.V. q 12

Page 38: Bab II Ranitt

jam pada hari pertama, diikuti oleh 2,2-4,4 mg / kg I.V. sekali

sehari; atau 1,1 sampai 2.2 mg / kg I.V. q 12 jam

9) Cara pemberian

Melalui IV dengan dosis yang telah ditentukan.

10) Teknik penyimpanan dan stabilitas

Ketika diencerkan dengan larutan selain Solusi Laktat Ringer atau

dextrose 5% dalam larutan Ringer laktat, obat dapat disimpan

hingga 72 jam sebelum infus.

11) Monitoring

2 Monitor untuk reaksi hipersensitivitas, termasuk anafilaksis.

Dipersiapkan untuk campur tangan tepat.

1. Memantau profil hati, CBC, dan nitrogen urea darah (BUN)

dan peningkatan kreatinin.

2. Kaji hiperkoagulabilitas pada pasien penerima warfarin secara

bersamaan.

3. Memantau toksisitas digoxin pada pasien penerima digoxin

bersamaan.

12) Health education

Beritahu pasien untuk segera melaporkan nyeri menelan, sakit

perut, mudah memar atau perdarahan, dan tanda-tanda dan

gejala hipersensitivitas (seperti ruam).

Anjurkan pasien untuk menghindari penggunaan alkohol.

Stres pentingnya kebersihan mulut yang baik.

Katakan obat pasien dapat mengubah warna urin.

Anjurkan pasien wanita untuk memberitahu resep jika dia

hamil.

Sebagai tepat, meninjau semua penting lainnya dan

mengancam nyawa reaksi merugikan dan interaksi, terutama

yang terkait dengan obat-obatan, tes, dan perilaku disebutkan

di atas.

13) Interaksi

Page 39: Bab II Ranitt

Obat-obat. Barbiturat, carbamazepine, kontrasepsi hormonal

mengandung estrogen, fenitoin, rifampisin: penurunan khasiat

doxycycline Metoksiflurana: peningkatan nefrotoksisitas Penisilin:

penurunan aktivitas penisilin Warfarin: ditingkatkan efek warfarin

Tes narkoba-diagnostik. Alkali fosfatase, alanin aminotransferase,

amilase, aspartat aminotransferase, bilirubin, BUN, eosinofil:

meningkat Hemoglobin, neutrofil, trombosit, putih sel darah:

menurun Urine katekolamin: elevasi palsu

Obat-perilaku. Penggunaan alkohol: menurun efek anti-infeksi

Paparan sinar matahari: peningkatan risiko fotosensitifitas.

14) Overdosis

b. Dalam overdosis, mengharapkan perpanjangan Efek farmakologis

dan merugikan reaksi.

c. Hentikan obat; memberikan gejala dan terapi suportif. Dialisis

tidak memiliki manfaat.

2.3.7 Nistatin

1) Uraian Obat

a. Nama generik : Nistatin

b. Kelas farmakologi : -

c. Kelas terapi : Anti Infeksi

d. Nama Dagang : Candistin

2) Farmakodinamik

Tidak ada.

3) Farmakokinetik

Setelah pemberian per oral, nystatin hanya sedikit diab-sorpsi dari

saluran cerna. Hada dbsis yang dianjurkan, tidak akan terdeteksi

dalam darah. Hampir seluruhnya diekskresi melalui feses dalam

bentuk tidak diubah.

4) Indikasi

Pengobatan kandidiasis pada rongga mulut.

5) Kontraindikasi

Page 40: Bab II Ranitt

Hipersensitivitas terhadap nistatin atau komponen lain dalam

sediaan

6) Perhatian

Dianjurkan untuk melakukan KOH smear, kulturatau metoda

diagnosa lainnya untuk menegakkan diagnosa kandidiasis dan

bukannya infeksi karena patogen lainnya.

- Walaupun sudah terjadi perbaikan gejala pada awal pengobatan,

pengobatan harus tetap diteruskan sesuai dosis yang dianjurkan.

- Jangan digunakan untuk pengobatan mikosis sistemik.

- Hentikan pengobatan bila terjadi iritasi atau sensitisasi.

- Pemberian pada wanita hamil dilakukan dengan mem-

pertimbangkan manfaatdan resikonya terhadap janin.

- Hati-hati bila diberikan pada wanita menyusui.

7) Efek samping obat

Mual, muntah, diare pada dosis tinggi ; sensitisasi dan iritasi oral ;

rash (termasuk urtikaria) dan jarang terjadi sindrom Stevens-

Johnson.

8) Dosis

Bayi

Dosis yang dianjurkan adalah 4 X 1 -2 ml sehari. Dalam studi

klinis terbatas pada bayi prematur dan bayi dengan berat badan

kurang, disebutkan bahwa dosis 4 X 1 ml sehari sudah efektif.

Anak dan dewasa

4 X 1-6 ml diteteskan ke dalam mulut dan ditahan untuk beberapa

waktu sebelum ditelan. Pemberian pada bayi dan anak-anak : 1/2

dosis diteteskan pada masing-masing sisi mulut. Pengobatan

sebaiknya dilanjutkan hingga 48 'jam sete-lah gejala-gejala

menghilang dan kurtur normal kembali. Bila keluhan dan gejala

memburuk atau menetap (hingga 14 hari setelah pengobatan),

penderita harus direevaluasi dan dipertimbangkan untuk diberikan

pengobatan alternatif.

Page 41: Bab II Ranitt

9) Cara pemberian

Per Oral sesuai dengan dosis yang ditentukan.

10) Teknik penyimpanan dan stabilitas

Sediaan nistatin dapat menjadi rusak oleh panas, cahaya,

kelembaban atau udara. Nistatin suspensi oral dan tablet harus

disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, tidak tembus

cahaya. ;Tablet oral dan suspensi oral : simpan pada suhu kamar

yang terkontrol 150C hingga 250C.;Paparan tablet terhadap suhu

lebih dari 400C dan penyimpanan suspensi oral pada suhu dingin

harus dihindari. ;Serbuk nistatin harus disimpan dalam wadah

tertutup rapat, kedap cahaya dan disimpan pada suhu 2 -

80C;Penyiapan suspensi oral nistatin yang tidak mengandung

pengawet, harus segera digunakan sesudah pencampuran. ;Sediaan

melalui vagina : simpan dalam refrigerator ; lindungi dari

temperatur ekstrim, udara lembab dan cahaya

11) Monitoring

12) Health education

Jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung dari beberapa

faktor, seperti kondisi pasien, umur dan berat badan. Bila anda

mempunyai pertanyaan yang berkaitan dengan jumlah dan/

frekwensi pemakaian obat tanyakan pada dokter atau

apoteker. ;Hati-hati membaca informasi yang berkaitan dengan

obat ini dan ulangi membaca setiap kali anda menerima resep

legi. ;Gunakan obat ini secara tepat seperti petunjuk yang tertera

dalam resep.;Sediaan suspensi : kocok dengan baik sebelum

digunakan. Minum sediaan tersebut dan tahanlah di mulut selama

mungkin (beberapa menit) sebelum ditelan.;Hentikan penggunaan

obat dan hubungi dokter jika terjadi iritasi. ;Jangan menghentikan

pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi dengan dokter ;Jangan

menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa memberitahu

dokter yang merawat. Ini termasuk sediaan herbal atau suplemen

makanan yang lain;Kondisi medis awal pasien harus diceritakan

Page 42: Bab II Ranitt

pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat ini. ;Jangan

menggunakan obat melebihi jumlah yang telah diresepkan, kecuali

atas anjuran dokter.;Jika pasien lupa minum obat, segera mungkin

minum obat setelah ingat. Jika terlewat beberapa jam dan telah

mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat

dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari dokter atau

apoteker ;Jika lebih dari satu kali dosis terlewat, hubungi dokter

atau apoteker. ;Obat ini hanya digunakan oleh pasien yang

mendapat resep. Jangan diberikan pada orang lain.

13) Interaksi

14) Overdosis

Dosis oral lebih dari 5.000.000 IU sehari dapat menye-babkan mual

dan gangguan gastrointestinal.

2.3.8 Asam traneksamat

1) Uraian Obat

a. Nama generik : Traneksamat

b. Kelas farmakologi : -

c. Kelas terapi : Obat yang mempengaruhi darah

d. Nama Dagang : -

2) Farmakodinamik

Tidak ada.

3) Farmakokinetik

Diabsorpsi secara baik per oral dan juga dapatdiberikan IV. Obat

ini diekskresi dengan cepat melalui urin, sebagian besar dalam

bentuk asal. Kadar puncak setelah pemberian per oral dicapai

kurang lebih 2 jam setelah dosis tunggal.

4) Indikasi

Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, neoplasma tertentu,

komplikasi pada persalinan dan berbagai prosedur operasi termasuk

operasi kandung kemih, prostatektomi atau serviks. Hemofilia

pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angiodema herediter

Page 43: Bab II Ranitt

5) Kontraindikasi

a. Penderita yang hipersensitif pada asam tranexamat

b. Penderita perdarahan subarakhnoid

c. Penderita dengan riwayat tromboembolik

d. Pasien dengan pembekuan intravaskular aktif

e. Penderita buta warna

6) Perhatian

a. Hati – hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal

karena resiko akumulasi

b. Hati – hati jika diberikan pada penderita hematuria

c. Hati – hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui

d. Penyuntikan secara intravena harus dilakukan dengan perlahan –

lahan (10ml/1-2 menit)

e. Hati – hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi

trombosis

f. Hati – hati pemberian pada anak – anak

7) Efek samping obat

a. Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) akan

hilang bila dosis dikurangi

b. Reaksi hipotensi dan pusing dapat terjadi pada pemberian

intravena yang cepat. Pemberian dilakukan dengan kecepatan

tidak lebih dari 1 ml/menit

8) Dosis

a. Dosis oral : 1-1.5 gram (atau 15-25 mg/kg) 2 sampai 4 kali

sehari. 

b. Dosis injeksi intravena perlahan : 0.5 -1 g (atau 10 mg/kg) 3 kali

sehari.

c. Dosis infus lanjutan : 25-50 mg/kg setiap hari.

Page 44: Bab II Ranitt

d. Dosis anak : 25 kg/mg melalui oral atau 10 mg/kg melalui intra

vena setiap 2 atau 3 kali sehari.

9) Cara pemberian

Per oral sesuai dengan dosis dan aturan atau advis dokter.

10) Teknik penyimpanan dan stabilitas

Simpan pada suhu kamar (maks. 30°C), terlindung dari cahaya.

11) Monitoring

a. mengukur TD : Selama injeksi, timbul gejala selama pemberian infus

b. mengukur frekuensi ginjal mdan hati secara berkala

c. mengobservasi adanya perdarahan selama terapi

(Gray,Alistair dkk.2011.Injactable Drug

Guide.London:Pharmaceutical press (page 839)).

d. Memantau pasien untuk perdarahan.

e. Memantau fungsi ginjal; Obat diekskresikan terutama oleh

ginjal.

12) Health education

a. Informasikan kepada px bahwa obat pasti memiliki efek pada seluruh tubuh

b. Meyakinkan px bahwa akan dimonitoring melalui observasi ketat dan beberapa pemeriksaan

c. Instruksikan px untuk melaporkan segera tanda dan gejala seperti nyeri betis, sesak dan perdarahan hebat

d. Informasikan kepada px tentang pemeriksaan darah selama terapi (Schull, Patricia Dwyer., 2009).

13) Interaksi

14) Overdosis

Page 45: Bab II Ranitt

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Profil penderita

3.1.1 Data Pasien

Nama : Tn. R

Umur/BB : 38 tahun

Alamat : Surabaya

IRD : 12/11/2011 (23.27)

KRS : 20/11/2011

KU : kejang

Status penyakit : Kesadaran menurun

Diagnosa Awal : Status Epilepsi

Diagnosa klinis :

Penurunan Kesadaran

Status general tonik klonik seizure

Diagnosa topis : cortex D et S

Diagnosa Etiologi : Status epilepsy ec putus obat

Diagnosa Sekunder : Hematuria ec rupture parsial

Keluhan Utama :

Px kejang 1 hari SMRS, kejang 3x kejang seluruh tubuh, tangan dan kaki menjadi kaku, bibir tergigit, kejang diawali dengan rasa sakit di kepala belakang dan pandangan gelap. Kejang > 5 menit. Ngompol (+). Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Pasien sudah lama seperti ini

Riwayat Penyakit Dahulu :

Page 46: Bab II Ranitt

Pasien rujukan RS Katolik Surabaya dengan keluhan/ diagnosis gangguan Mental Organik DD Schizofrenia (halusinasi (+))

Sakit seperti ini sejak SD, lama tidak kambuh 5 tahun yang lalu MRS di neuro RSDS dengan keluhan sama, hasil EEG, CT scan dikatakan tidak ada kelainan. Tidak pernah kontrol (Riwayaat epilepsy 5 tahun yang lalu, tidak kontrol).

HT (-), DM (-), stroke (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat Pengobatan :

Obat lupa Vit otak dan obat penenang (dokter umum)

Merokok/alkohol : +/+

Pemeriksaan fisik IRD

1. TD: 110/60 mmHg; N: 80; RR: 25; T:37oC

2. Kepala dan wajah: AIC (-)D(+)

3. Thorax: SIS2 tunggal, m (-); v/v; th (+)(+)

4. Abdomen BU (+), soefl (+), H/L dbn

5. Pemeriksaan neurologis: GCS:114 MS (-)

6. Ekstremitas/ muskuloskeleton; odeme (-), HKM, CRT <2 detik

3.1.2 Hasil pemeriksaan penunjang :

No. Tanggal Jenis pemeriksaan Hasil

12/11 Foto Thx Cardio dan pulmo dbn

12/11 CT Scan Kepala Tak tampak kelainan

14/11 15/11 Kultur air kemih Kultur aerob, tidak ada

pertumbuhan kuman

14/11 21/11 Kultur darah Tidak ada pertumbuhan

kuman aerob dan anaerob

3.1.3 Lembar Konsultasi :

Tanggal Bagian/Devisi Hasil Saran

Page 47: Bab II Ranitt

15/11 Kulit Bibir pecah, pus,

selaput putih +

radang, susp

Candidiasis Oris + sek

infeksi

Siclidon 2x100mg

Nistatin sol drop

3x2cc (dioles di bibir

dalam yang

putih/memerah)

Luka dikompres PZ

16/11 Urologi Susp rupture uretra

iantrogenik (rupture

parsial)

Evaluasi miksi, bila

retesi uretrogrin

Bila tidak retesi

observasi

3.1.4 Data Laboratorium

3.1.4.1 Hematologi

DATA LAB DATA NORMALTgl (Nov 2011)

13 14

WBC 4,5-10,5x 103/mm3 14,5 9,55

LYM 20,5-51,1% 9,8

MONO 1,7-9,3% 1,3

RBC 3,9-5,0.106/ L 4,91 5,01

Hb 11-18 g/dl 15 14,4

Hct 35-60% 43,7 43,1

PLT 150-450x 103/mm3 218 235

LED <20/menit 55

3.1.4.2 Kimia Darah

DATA LAB DATA NORMALTgl (Nov 2011)

Page 48: Bab II Ranitt

12 13

GDA 40-121 mg/dl 126

SGOT/ <38 U/I 52

SGPT <41 U/I 35

Alb 3,5-5 mg/dl 4,65

BUN 10-20 mg/dl 11 11,6

Scr O,5-1,2mg/dl 1,01

HIV Rapid Test-

stik

Non reaktif (-)/ non reaktif

3.1.4.3 Elektrolit

DATA LAB DATA NORMAL 12/11

K 3,5-5 mmol/L 3,8

Na 135-145 mmol/L 141

Cl 95-108 mmol/L 106

3.1.4.4 Urine

LAB NORMAL 14/11

SG 1,010-1,009 1,009

Ph 4,5-7,5 7

LEU (-)/ul 100

Nitrogen (-) (-)

Protein (-) mg/dl (-)

Glu (-) mg/dl Norm

KET (-) (-)

UBG (-) Norm

BIL (-) (-)

ERY (-)/ul 250

Colour Yellow P. Yell

Clarity Clear Clear

Page 49: Bab II Ranitt

Erytrosit (mikros) 0-2/Lp Banyak

Leukosit (mikros) 0-5/Lp 8-10

Epitel (mikros) Sedikit 0-1

Kristal (mikros) (-) (-)

Silinder (mikros) (-) Granular (+)

Mikros bakteri (-) (-)

3.1.4.5 Gas Darah (BDA)

DATA LAB DATA NORMAL 12/11

Ph 7,35-7,45 mmHg 7,26

pCO2 35-45 mmHg 24

pO2 80-107 mmol/l 110

HCO3 21-25 mmol/l 10,8

TCO2 11,5

Beecf -3,5 - +2,0 -16,3

SO2 % 97

Temp 37Oc 37

AaDO2 mmHg 9

3.1.5 Data Klinik

DATA

KLINIK

13/11 14/11 15/11 16/11 17/11 18/11 19/11 20/1

1

AICD (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

GCS 456 456 456 456 456 456 456 456

TD 110/60 100/60 110/70 140/80 110/80 120/80 120/80 100/6

0

N (x/’) 80 84 80 100 84 88 84 80

RR (x/’) 18 20 20 24 22 24 20 24

T (oC) 36,4 37,4 36,6 37 36,4 36,2 36,8 36,6

Page 50: Bab II Ranitt

CK 2600 1200 1300 Aff

Luka

dibibir

+ + + +

Hematuri + + + +

BAB + +

3.2 Asuhan Keperawatan

3.2.1 Asuhan Keperawatan Epilepsy

1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan pneumonia

(Doengoes,2002) adalah sebagai berikut:

1. Riwayat perjalanan penyakit

a. Pola Aktivitas/ istirahat

Subjektif : kelemahan, kelelahan, insomnia.

Objektif : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

b. Pola Sirkulasi

Subjektif : riwayat adanya gangguan jantung kronis.

Objektif : takikardia, penampilan kemerehan atau pucat.

c. Integritas Ego

Subjektif : banyaknya stressor, masalah financial

d. Pola Nutrisi

Subjektif : kehilangan nafsu makan, mual/ muntah, riwayat diabetes

mellitus.

Objektif : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering

dengan turgor buruk, penampilan kekeksia (malnutrisi).

e. Neurosensori

Subjektif : sakit kepala daerah frontal (influenza)

Objektif : perubahan mental (bingung, somnolen)

f. Nyeri/ Kenyamanan

Sujektif :sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk:

nyeri dada substernal (influenza), mialgia, atralgia.

Page 51: Bab II Ranitt

Objektif : melindungi area yang sakit(pasien umumnya tidur pada

sisi yang sakit untuk membatasi gerakan

g. Pernapasan

Subjektif : riwayat adanya / ISK kronis, PPOM, merokok sigaret,

takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot

aksesori, pelebarab nasal.

Objektif : sputum : merah muda, berkarat, atau purulen

Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi

Fremitus : taktil dan vocal bertahap meningkat

dengan konsolidasi.

Bunyi napas : menurun atau tak ada di atas area yang

terlibat, atau napas bronchial.

Warna : pucat atau sianosis bibir/kuku.

h. Keamanan

Subjektif : riwayat gangguan sistem imun, misal: SLE, AIDS,

penggunaan steroid atau kemote

rapi, institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38,5-

39,60 C).

Objektif : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan

mungkin ada pada kasus rubella dan varisela

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan apnea

2. Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output, takikardia

3. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus organ sensori

persepsi

4. Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai penyakit

5. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan sigma

buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat

6. Resiko cedera b.d aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan

keseimbangan)

7. Resiko penurunan perfusi serebral b.d penurunan suplai oksigen ke otak

Page 52: Bab II Ranitt

8. Resiko tinggi terhadap penghentian pernafasan berhubungan dengan

perubahan kesadaran

9. Resiko tinggi terhadap bersihan jalan napas b.d kerusakan

neuromuskuler, obstruksi trakeobronkial, kerusakan persepsi atau

kognitif

3. Rencana Keperawatan

a. Potensial kecelakaan sehubungandengan penurunan kesadaran,

kelemahan fisik, gerak otot tonik klonik.

b. Potensial terjadi sumbatan jalan nafas sehubungan dengan

obstruksi tracheo bronkhial, gangguan persepsi dan neuro muskuler.

c. Gangguan konsep diri sehubungan dengan stigma sosial, salah

persepsi dari lingkungan sosial.

d. Gangguan mekanisme koping (koping tidak efektif) sehubungan

dengan terdiagnose epilepsi dan keterikatan dengan obat.

e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit (epilepsi) dan

pengobatannya sehubungan dengan mis interpretasi dan kurang

informasi.

4. Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi perawatan,

diantaranya:

1. Jalan nafas kembali efektif

2. Tidak terjadi cedera

3. Mempertahan kan kontrol kejang

a. Mengikuti program pengobatan dan mengidentifikasi bahaya obat

b. Mengidentifikasi bahaya obat

c. Dapat menghindari faktor atau situasi yang dapat menimbulakn

kejang

d. Mengikuti gaya hidup hemat

4. Meningkatnya penyesuaian psikososial dengan mendiskusikan perasaan

5. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang epilepsi

6. Bebas dari kejang dan komplikasi status epileptikus

Page 53: Bab II Ranitt

3.2.2 Asuhan Keperawatan Hematuria

1. Pengkajian

Tanda dan gejala gangguan/penyakit pada sistem perkemihan dapat dilihat

atau ditanyakan langsung pada pasien, yang meliputi:

Frekwensi buang berkemih (miksi):

Poliuri (sering miksi)

Oliguri (jumlah urine yang keluar kurang dari normal, minimal

urine keluar kurang lebih 400 cc)

Stranguri (miksi sering tetapi sedikit-sedikit, lambat dan sakit).

Urgensi (pasien berkeinginan untuk miksi, tetapi tidak terkontrol

untuk keluar).

Nokturi (pasien terbangun tengah malam untuk miksi).

Pasien mengalami keraguan/kesukaran saat memulai untuk miksi.

Intermiten (pasien mengalami tempo berhenti arcs urinenya selama miksi).

Urine keluar secara menetes atau tidak memancar).

lnkontinen urine (urine keluar dengan sendirinya tanpa disadari).

Kelainan miksi:

Disuri (adanya rasa sakit sewaktu miksi)

Adanya rasa papas sewaktu miksi

Hematuri (adanya darah yang keluar bercampur dengan urine).

Page 54: Bab II Ranitt

Piuri (adanya nanah dalam urine, keadaan ini diketahui melalui

pemeriksaan mikroskopis, disebabkan tidak semua urine menjadi keruh

karena mengandung nanah.

Lituri (urine keluar bersama bate kecil sewaktu miksi)

Selain hal-hal di atas, dalam pengkajian pasien harus termasuk : 1)

identitas pasien; 2) riwayat kesehatan umum meliputi berbagai

gangguan/penyakit yang lalu, yang berhubungan atau yang dapat

mempengaruhi penyakit perkemihan, riwayat kesehatan keluarga, dan

riwayat kesehatan pasien; 3) riwayat kesehatan sekarang meliputi

keluhan/gangguan yang berhubung¬

an dengan gangguan/penyakit yang dirasakan saat ini.

2. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

2) Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan mekanisme

pertahanan primer

3) Resiko cedera berhubungan dengan penurunan Hb

4) Cemas berhubungan dengan krisis situasional

3. Rencana Tindakan

Diagnosa 1

a. Kaji tingkat nyeri PQRST

b. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)

c. Berikan klien posisi yang nyaman

d. Anjurkan klien agar melakukan aktivitas seperti duduk, jalan atau

miring ke kanan dan ke kiri

e. Libatkan keluarga untuk dapat memberikan tindakan nyaman ; massase

punggung

Page 55: Bab II Ranitt

f. Kolaborasi pemberian analgesik

Diagnosa 2

a. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan. Pengunjung juga dianjurkan

melakukan hal yang sama

b. Jaga personal higiene klien dengan baik

c. Monitor temperatur

d. Hindari / batasi prosedur invasi f dan jaga aseptik prosedur

e. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antibiotik bila

diindikasikan

Diagnosa 3

a. Cek laboratorium untuk kadar Hb

b. Kelola tranfusi darah sesuai dengan golongan darahnya

c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy obat

d. Anjurkan klien makan makanan tinggi zat besi

Diagnosa 4

a. Tentukan pengamatan klien sebelumnya terhadap penyakit yang

dideritanya

b. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat

c. Jelaskan pengobatan, dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan

diri dalam pengobatan

d. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman

e. Pertahankan kontak dengan klien, bicara & sentuhlah dengan wajar

4. Evaluasi

S :

- Klien mengatakan terasa nyeri saat BAK, skala nyeri 6

- Klien mengeluh kalau nyerinya belum berkurang

- Klien mengatakan takut nanti bagaimana keadaanya kalau tidak segera

sembuh

- Klien mengatakan pasrah akan dilakukan apa saja yang penting segera

sembuh

Page 56: Bab II Ranitt

O :

- Klien terlihat tegang, meringis menahan sakit

- Klien cemas, gelisah

- Suara gemetaran

- TD : 130/80 mmHg

- N : 90 kali/menit

- RR : 24 kali/menit

- S : 37 ºC

- Klien terlihat lebih rileks setelah napas dalam

- Klien terlihat dapat tertidur saat diantar sampai bangsal

- Hb : 8,7 g/dL

- WBC : 14,4 103/µL

A : tujuan tercapai sebagian

P : modifikasi intervensi selanjutnya di bangsal