bab ii tinjauan pustaka - unimusdigilib.unimus.ac.id/files//disk1/110/jtptunimus-gdl...1. anatomi a....

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002) Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memory yang bersifat sementara (Hudak and gallo, 1996) Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995). Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang. B. Anatomi Otak & Fisiologi

Upload: others

Post on 24-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pengertian

    Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai

    mengakibatkan akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral

    yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)

    Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang suatu

    kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memory yang bersifat sementara (Hudak and gallo,

    1996)

    Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di

    atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga

    disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5

    tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak

    pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).

    Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan

    perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga

    mengakibatkan renjatan berupa kejang.

    B. Anatomi Otak & Fisiologi

  • 1. Anatomi

    a. Otak

    Gambar : 1

    Otak adalah suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat

    komputer dari semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak di dalam

    rongga tengkorak (Kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

    Bagian-bagian otak :

    1) Hipotalamus merupakan bagian ujung depan diesenfalon yang terletak di bawah

    sulkus hipotalamik dan di depan nucleus interpundenkuler hipotalamus terbagi

    dalam berbagai inti dan daerah inti. Terletak pada anterior dan inferior talamus

    berfungsi mengontrol dan mengatur sistem syaraf autonom juga bekerja dengan

    hipofisis untuk mempertahankan keeimbangan cairan, mempertahankan

    pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan vasokontriksi atau vasodilatasi dan

    mempengaruhi sekresi hormonal dengan kelenjar hipofisis, juga sebagai pusat

    lapar dan mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku

    agresif dan seksual dan pusat respon emosional.

  • 2) Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas

    primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima semua impuls

    memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

    3) Traktus Spinotalamus (serabut-serabut segera menyilang kesisi yang berlawanan

    dan masuk ke medulla spinulis dan naik). Bagian ini bertugas mengirim impuls

    nyeri dan temperatur ke talamus dan kortek serebri.

    4) Kelenjar Hipofisis dianggap sebagai masker kelenjar karena sejumlah hormon-

    hormon dan fungsinya diatur oleh kelenjar ini. Hipofisis merupakan bagian otak

    yang tiga kali lebih sering timbul tumor pada orang dewasa.

    5) Hipotesis Termostatik : mengajukan bahwa suhu tubuh diatas titik tersebut akan

    menghambat nafsu makan.

    6) Mekanisme Aferen : empat hipotesis utama tentang mekanisme aferen yang

    terlibat dalam pengaturan masukan makanan telah diajukan, dan keempat hipotesis

    itu tidak ada hubunganya satu dengan yang lain.

    2. Fisiologi

    Hipotalamus mempunyai fungsi sebagai pengaturan suhu tubuh dan untuk

    mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh.

    a. Pirogen Endogen

    Demam yang ditimbulkan oleh Sitokin mungkin disebabkan oleh pelepasan

    prostaglandin lokal di hipotalamus. Penyuntikan prostaglandin kedalam hipotalamus

    menyebabkan demam. Selain itu efek antipiretik aspirin bekerja langsung pada

    hipotalamus, dan aspirin menghambat sintesis prostaglandin.

  • b. Pengaturan Suhu

    Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot, asimilasi makanan, dan oleh

    semua proses vital yang berperan dalam metabolisme basal. Panas dikeluarkan dari

    tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran) dan penguapan air disaluran nafas dan

    kulit. Keseimbangan pembentukan pengeluaran panas menentukan suhu tubuh, karena

    kecepatan reaksi-reaksi kimia bervariasi sesuai dengan suhu dank arena sistem enzim

    dalam tubuh memiliki rentang suhu normal yang sempit agar berfungsi optimal, fungsi

    tubuh normal bergantung pada suhu yang relatif konstan (Price Sylvia A : 1995)

    C. Etiologi

    Kejang dapat disebabkan oleh berbagai patologis termasuk tumor otak , truma, bekuan

    darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit dan gejala putus alcohol dan

    gangguan metabolic, uremia, overhidrasi, toksik subcutan, sabagian kejang merupakan

    idiopatuk ( tidak diketahui etiologinya )

    1. Intrakranial

    Asfiksia : Ensefalitis, hipoksia iskemik

    Trauma (perdarahan) : Perdarahan sub araknoid, sub dural atau intra ventricular

    Infeksi : Bakteri virus dan parasit

    Kelainan bawaan : Disgenesis, korteks serebri

    2. Ekstra cranial

    Gangguan metabolic :Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesimia, gangguan elektrolit

    (Na dan K)

    Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat

  • Kelainan yang diturunkan: Gangguan metabolism asam amino, ketergantungan dan

    kekurangan asam amino

    3. Idiopatik

    Kejang neonates, fanciliel benigna, kejang hari ke 5

    (Lumbang Tebing, 1997)

    D. Klasifikasi Kejang

    Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai

    dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang

    mioklonik.

    a. Kejang Tonik

    Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah

    dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal

    berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau

    pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi

    atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang

    tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang

    disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus

    b. Kejang Klonik

    Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal

    dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 –

    3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak

  • diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat

    trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.

    c. Kejang Mioklonik

    Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau

    keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai

    reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan

    hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.(Lumbang Tebing,

    1997)

    A. Patofisiologi

    Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi

    yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah

    glaukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan peraataraan

    fungsi paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak

    adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

    Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan

    permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui

    dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (NA+) dan

    elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron

    tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya.

    Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan

    yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial

  • membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada

    permukaan sel.

    Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya :

    1. perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

    2. rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari

    sekitarnya.

    3. perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

    Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal

    10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun

    sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang dewasa yang

    hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan

    dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium

    maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik.

    Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke

    membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah

    kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi

    rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.

    Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 380C sedangkan

    pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C atau lebih.

    Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering

    terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu

    diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung

    singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada

  • kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,

    meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya

    terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob,

    hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat

    disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak

    meningkat

    Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron

    otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran

    darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul

    edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial

    lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi

    “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang

    demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi

    epilepsi.(FKUI, 2007).

    B. Manifestasi Klinik

    1. Kejang parsial ( fokal, lokal )

    a. Kejang parsial sederhana :

    Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :

    1) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi Tanda atau gejala

    otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.

    2) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan

    ajtuh dari udara, parestesia.

  • 3) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

    4) Kejang tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.

    b. parsial kompleks

    1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

    simpleks

    2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan

    bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan

    gerakan tangan lainnya.

    3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

    2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )

    a. Kejang absens

    1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas

    2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik

    3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

    b. Kejang mioklonik

    1) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara

    mendadak.

    2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan

    keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

    3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok

    4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

  • c. Kejang tonik klonik

    1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot

    ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit

    2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih

    3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.

    4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

    d. Kejang atonik

    1) Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata

    turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

    2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

    C. Komplikasi

    Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada orang tua,

    sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka panjang, kejang demam tidak

    mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi

    Epilepsy pada anak di artikan sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil

    kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang demam dapat

    menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu sendiri kejang pertama kadang

    di alami oleh anak dengan epilepsy pada saat mereka mengalami demam. Namun begitu

    antara 95 – 98 % anak yang mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy

  • Komplikasi yang paloing umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam

    berulang. Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam kembali.

    Sekitar 33% anka akan mengalami kejang berulang jika mereka demam kembali resiko

    terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika :

    1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak terlalu tinggi

    2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit

    3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya

    Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari

    faktor:

    1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga

    2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang

    demam.

    3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

    Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia. Semakin

    muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar kemungkinan mengalami

    kejang berulang

    D. Pemeriksaan Penunjang

    1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari

    kejang.

  • 2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk

    mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

    3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan

    lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah

    otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT

    4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi kejang yang

    membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann

    darah dalam otak

    5. Uji laboratorium

    a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler

    b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit

    c. Panel elektrolit

    d. Skrining toksik dari serum dan urin

    e. GDA

    f. Kadar kalsium darah

    g. Kadar natrium darah

    h. Kadar magnesium darah

    E. Penatalaksanaan

    1. Pengobatan fase akut

  • Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang

    mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus di perhatikan adalah

    sebagai berikut

    a. Anak harus di baringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan

    terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

    b. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut sianak seperti sendok atau

    penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan nafas.

    c. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

    d. Sebagian besar kejang berlangsung singkat & dan tidak memerlukan penanganan

    khusus.

    e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa ke fasilitas

    kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk di bawa ke fasilitas

    kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang

    menyatakan bahwa penanganan lebih baik di lakukan secepat mungkin tanpa

    menyatakan batasan menit.

    f. Setelah kejang berakhir ( jika < 10 menit ), anak perlu di bawa menemui dokter

    untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kakakuan leher, muntah-muntah

    yang berat,atau anak terus tampak lemas.

    Jika anak di bawa kefasilitas kesehatan , penanganan yang akan di lakukan

    selain point-point di atas adalah sebagai berikut :

    1. Memastikan jalan nafas anak tidak tersumbat

  • 2. Pemberian oksigen melalui face mask

    3. Pemberian diazepam 0.5 mg / kg berat badan per rectal

    (melalui) atau jika terpasang selang infuse 0.2 mg / kg per infuse

    4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernafasan

    Berikut ini table dosis diazepam yang di berikan :

    Usia Dosis IV

    (infuse) (0,2

    mg/kg)

    Dosis per rectal

    ( 0.5 mg / kg )

    < 1 tahun 1-2 mg 2.5 – 5 mg

    1 – 5 tahun 3 mg 7.5 Mg

    5-10 tahun 5 mg 10 mg

    >10 tahun 5-10 mg 10 – 15 mg

    Jika kejang masih berlanjut :

    1. Pemberian diazepam 0.2 mg / kg per infuse diulangi. Jika belum terpasang selang

    infuse 0.5 mg / kg per rectal

    2. Pengawasan tanda – tanda depresi pernapasan .

    3. Pemberian fenobarbital 20 – 30 mg / kg per infuse dalam 30 menit atau fenitoin 15 –

    40 mg / kg per infuse dalam 30 menit .

    4. Pemberian Fenitoin hendaknya di sertai dengan monitor EKG (rekam jantung)

  • Jika kejang masih berlajut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif

    dengan thiopentone, dan alat bantu pernafasan

    F. Pengkajian

    Pengkajian Fokus

    1. Aktifitas dan istirahat

    Gejala : keletihan,kelemahan umum,keterbatasan dalam

    beraktivitas atau bekerja yang di timbulkan oleh diri

    sendiri atau orang terdekat atau pemberi asuhan

    kesehatan atau orang lain.

    Tanda : perubahan tonus atau kekuatan otot, gerakan involunter

    atau kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

    2. Sirkulasi

    Gejala : Ikfal,hiperfensi,peningkatan nadi,sianosis

    Postiktal : tanda-tanda fital normal atau depresi dengan penurunan

    nadi dan pernafasan.

    3. Eliminasi

    Gejala : inkontinensia episodic

  • Tanda : a. Iktal adalah peningkatan tekanan kandung kemih tonus

    spingfer

    b. postikal adalah otot relaksasi yang mengakibatkan

    inkontinensia ( baik urin atau Fekal ).

    4. Makanan dan Cairan

    Gejala : sensivitas terhadap makanan , mual atau muntah yang

    berhubungan efektifitas kejang.

    Tanda : kerusakan jaringan atau gigi ( cidera selama kejang)

    5. Nyeri atau kenyamanan

    Gejala : sakit kepala, nyeri otot, atau punggung, nyeri abdominal

    Tanda : tingkah laku yang berhati-hati, perubahan pada tonus

    otot, tingkah laku distraksi atau gelisah

    . 6. Pernafasan

    Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun atau

    cepat peningkatan sekresi mucus.

    7. keamanan

    Gejala : riwayat terjatuh atau trauma, fraktur

    Tanda : trauma pada jaringan lunak atau ekimosis penurunan

    kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh.

    Tumbuh Kembang Anak

  • Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus, perkembangan motorik

    kasar, perkembangan bahasa, dan perkembangan perilaku/adaptasi sosial.

    a. Perkembangan Motorik Halus

    Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut.

    1) Usia 1-4 bulan

    Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal seperti

    memegang suatu objek, mengikuti objek dari sisi, mencoba memegang dan

    memasukkan benda ke dalam mulut, memegang benda tapi terlepas,

    memerhatikan tangan dan kaki, memegang benda dengan kedua tangan, serta

    menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar.

    b. Perkembangan Motorik Kasar

    Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut :

    1) Usia 1-4 bulan

    Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan

    mengangkat kepala saat tengkurap, mencoba duduk sebentar dengan ditopang,

    mampu duduk dengan kepala tegak, jatuh terduduk di pangkuan ketika disokong

    pada posisi berdiri,

    kontrol kepala sempurna, mengangkat kepala sambil berbaring telentang,

    berguling dari telentang ke miring, posisi lengan dan tungkai kurang fleksi, dan

    berusaha merangkak.

    c. Perkembangan Bahasa

    Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap tahap usia anak.

    1) Usia 1-4 bulan

    Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya kemampuan bersuara

    dan tersenyum, mengucapkan huruf hidup, berseloteh, mengucapkan kata “

    ooh/aah”, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksi dengan

    mengoceh.

    d. Perkembangan Perilaku /Adaptasi Sosial

    Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah sebagai berikut :

  • 1) Usia 1-4 bulan

    Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan kemampuan

    mengamati tangannya; tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak

    tersenyum ; mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, dan

    kontak; tersenyum pada wajah manusia ; waktu tidur dalam sehari lebih sedikit

    daripada waktu terjaga ; membentuk siklus tidur bangun; menangis bila terjadi

    sesuatu yang aneh ; membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal ;

    senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya ; serta terdiam bila ada orang yang

    tak dikenal (asing). (Wong,2000).

  • G. Pathways Keperawatan

    Exogenous Pyrogene

    Sel host inflamasi

    Pusat termoregulator

    Meningkatkan thermostat

    Perubahan fisiologi & tingkah laku

    Anorexia proses peradangan suhu

    Evaporasi (keringat )

    Gangguan pemenuhan cairan

    Dehidrasi

    Kejang

    cemas

    Resiko kekurangannutrisi

    Demam/hipertermi

    Resiko cidera

    Mengubahkeseimbanganmembrane sel

    neuron

    Melepaskanmuatan listrik

    yang besar

    Mengubahkeseimbanganmembrane sel

    neuron

    Melepaskan muatanlistrik yang besar

    Kurang pengetahuan

    Resiko Terjadikerusakan sel otak

    Defisit volumecairan

  • H. Diagnosa Keperawatan

    Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

    1. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

    2. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan ( dehidrasi)

    3. Risiko terjadi kerusakn sel otak berhubungan dengn kejang

    4. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan kejang

    5. Risiko kurang nutrisi berhubungan dengan anoreksia

    6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi

    I. Fokus Intervensi dan Rasional

    1. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

    Tujuan : Yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan

    hipertermi tidak terjadi

    Kriteria Hasil : suhu tubuh normal ( 360c – 370c), klien bebas dari demam(

    Efendi,1995)

    Interverensi Rasional

    a. Beri kompres hangat a. Dapat membantu mengurangi

    demam

    b. Beri dan anjurkan klien banyak

    minum

    akan I b. Semakin banyak minum akan dapat

    memb antu menurunkan demam

    Beri ke c. anjurkan klien istirahat dengan tirah c. Istirahat yang baik akan dapat

    sedikit membantu penyembuhan

    d. Anjurkan klien untuk memakai

    pakaian tipis dan menyerap keringat

    d. Pakaian yang tipis akan

    memudahkan sirkulasi dalam dan

    luar tubuh

    e. Ciptakan suasana yang nyaman(atur

    ventilasi)

    e. Suhu ruangan harus diubah

    untuk mempertahankan suhu

    mendekati normal

  • f. Awasi suhu tubuh

    g.Kolaborasi pemberian obat anti

    mikroba, antipiretik dan pemberian

    cairan perenteral

    f. Suhu tubuh 38,9oc -41,1oc

    menunjukkan proses penyakit

    infeksius akut, pada demam dapat

    membantu dalam diagnosis

    g. Digunakan untuk mengurangi

    demam dengan aksi sentralnya

    pada hipotalamus, meskipun

    demam mungkin dapat berguna

    dalam membatasi pertumbuhan

    organisme dan meningkatkan

    autodestruksi dari sel –sel yang

    terinfeksi.

    2. Devisit volume cairan berhubungan dengan output berlebihan ( dehidrasi )

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit voleme cairan tidak terjadi

    Kriteria Hasil : menunjukkan keseimbangan cairan, tanda-tanda vital dalam batas normal

    Interverensi Rasional

    a. kaji perubahan tanda-tanda

    vital

    a. peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatnya

    laju metabolic dan kehilangan cairan melalui evaporasi

    b. kaji turgor kelembapan

    membrane mukosa

    ( bibir dan lidah )

    akan I b. Indikator langsung keadekuatan voleme cairan

    ,meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena

    napas mulut dan oksigen tambahan.

    cairan,

    c. catat laporan mual atau

    muntah

    c. adanya gejala ini menurunkan masukan oral

    d. pantau masukan dan haluaran d. memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan

    dan kebutuhan pengganti

    e. tekankan cairan sedikitnya

    2500 ml/hari atau sesuai

    kondisi individual

    e. pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko

    dehidrasi

    3.Risiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejng ( Ngastiyah, 1997, hal:236)

  • Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi kerusakan sel otak, tidak

    terjadi komplikasi

    Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda kejang, peredaran darah lancar, suplai oksigen lancar,

    tidak ada tanda-tanda apnue

    Intervensi Rasional

    a. Bila terjadi kejang, tidurkan pasien

    ditempat yang rata, miringkan

    kepala

    a. Diharapkan sistem pernpasan tidak

    terjadi gangguan ataupun sumbatan

    b. Pasang sudip lidah b. Agar lidah tidak tergigit atau lidah

    menutup jalan napas

    c. Longgarkan pakaian yang mengikat c. Proses inspirasi dan ekspirasi

    dapat maksimal dan dapat

    memberikan rasa nyaman pada

    pasien

    d. Isap lendir sesuai indikasi d. Melonggarkan pernapasan dan

    mencegah terjadinya aspirasi

    e. Berikan oksigen e. Diharapkan dapat memenuhi

    kebutuhan oksigen diseluruh

    jaringan

    f. Kolaborasi dengan dokter untuk

    pemberian obat anti kejang

    f. Diharapkan dapat mempercepat

    proses penyembuhan dan juga

    dengan memantau efek samping

    secara dini jika timbul efek

    samping

    4.Risiko injuri berhubungan dengan kejang (suriadi,2001,hal:52)

    Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko injuri tidak terjadi

  • Kriteria hasil: Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan

    keamanan lingkungan

    Intervensi Rasional

    a. Hindarkan anak dari benda-benda

    yang membahayakan

    a. Tindakan ini dapat membantu

    menurunkan injuri

    b. Gunakan alat pengaman b.dapat melindungi klien dari bahaya

    injuri

    c. Bila terjadi kejang, pasang sudip

    lidah

    c Agar lidah tidak tergigit atau lidah

    menutup jalan napas.

    d. Kolaborasi pemberian obat anti

    kejang

    d. Diharapkan dapat mempercepat

    proses penyembuhan dan juga

    dengan memantau efek samping

    secara dini jika timbul efek

    samping

    5. Risiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia

    ( carpenito, 1999, hal:259)

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan risiko kekurangan nutrisi tidak

    terjadi

    Kriteria hasil : menunjukkan peningkatan nafsu makan, mempertahankan atau

    meningkatkan berat badan

    Intervensi Rasional

    a. Identifikasi faktor penyebab mual atau

    muntah

    a. Pilihan intervensi tergantung pada

    penyebab masalah

    b. Auskultasi bunyi usus. Observasi

    atau palpasi distensi abdomen

    b. Bunyi usus mungkin menurun atau

    tidak ada bila proses infeksi berat

    atau memanjang. Distensi abdomen

    terjadi sebagai akibaat menelan

    udara

    c. Pertahankan atau tingkatkan oral c. Kondisi mulut yang baik dapat

  • higien meningkatkan nafsu makan

    d. Berikan porsi kecil tapi sering d. tindakan ini dapat meningkatkan

    masukan meskipun nafsu makan

    mungkin lambat untuk kembali

    e. Ukur berat badan dasar e. adanya kondisi kronis . rendahnya

    tahanan terhadap infeksi

    6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges,1999)

    Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan, pengetahuan keluarga meningkat.

    Kriteria hasil : - Keluarga mengerti proses penyakit kejang demam

    - Keluarga kooperatif

    - Keluarga berperan serta dalam proses perawatan klien

    Intervensi Rasional

    a. Kaji tingkat pendidikan

    klien/keluarga

    a. Mempengaruhi proses terhadap penerimaan

    materi pengetahuan

    b. Kaji tingkat pengetahuan

    keluarga/klien

    b. Menentukan pilihan intervensi yang tepat dalam

    penyampaian

    c. Lakukan pendidikan

    kesehatan tentang kejang

    demam pada keluarga klien

    c. Memberikan informasi yang adekuat,

    meningkatkan peran serta keluarga dalam

    perawatan klien

    d. Beri kesempatan keluarga

    untuk bertanya

    d. Mengetahui sejauh mana intervensi berhasil

    dilakukan

    e. Libatkan keluarga dalam

    setiap tindakan pada klien

    e. Masalah kesehatan kesehatan pada anak

    melibatkan peranan orangtua mempersiapkan

    perawatan klien ketika dirumah