bab ii tinjauan pustaka 2.1 air 2.1.1 definisi air

34
Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air 2.1.1 Definisi Air BerdasarkantPeraturannMenteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416 tahun 1990, bahwa : “air bersih adalah air dimana umumnya digunakan dalam keperluan sehari-hari sehari-hari dimana kualitas tersebut harus memenuhi persyaratan untuk kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak”. Air memiliki beberapa wujud dimana diantaranya adalah daberwujud padat (es), cair (air), dan gas (uap air). Air adalah satu – satunya zat yang dimana secara alami terdapat dipermukaan bumi dengan ketiga wujud tersebut. Air merupakan substansi kimia yang memiliki rumus kimia H20, satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air memiliki sifat tidak berwarna, tidak berasa dan juga tidak berbau pada kondisi standar (Allafa, 2008 dalam Putra, ). Air adalah salah satu kebutuhan esensial untuk manusia setelah udara untuk keperluan hidupnya. Manusia hanya bisa bertahan hidup selama kurang lebih tiga hari tanpa air. Hal mustahil jika manusia ingin membangun lingkungan hidup yang sehat dan bersih tanpa adanya persediaan air bersih. (Daud, 1999 dalam Radjab). Air bersih merupakan salah satu sumber daya yang pada umumnya dimanfaatkan manusia untuk dikonsumsi ataupun mendukung aktivitas dan kegiatan manusia lainnya. Menurut departemen kesehatan dalam mengkonsumsi air minum, ada syarat-syarat agar air tersebut dapat digunakan dimana diantaranya adalah air minum tidak boleh berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Air yang bersumber langsung dari alam dapat diminum langsung oleh manusia, namun terdapat resiko adanya kemungkinan air tersebut tercemar dan mengandung bakteri yang tidak baik untuk tubuh manusia seperti Escherichia coli ataupun zat-zat berbahaya lainnya.

Upload: others

Post on 05-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

2.1.1 Definisi Air

BerdasarkantPeraturannMenteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416 tahun

1990, bahwa : “air bersih adalah air dimana umumnya digunakan dalam

keperluan sehari-hari sehari-hari dimana kualitas tersebut harus memenuhi

persyaratan untuk kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak”.

Air memiliki beberapa wujud dimana diantaranya adalah daberwujud padat

(es), cair (air), dan gas (uap air). Air adalah satu – satunya zat yang dimana

secara alami terdapat dipermukaan bumi dengan ketiga wujud tersebut. Air

merupakan substansi kimia yang memiliki rumus kimia H20, satu molekul air

tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom

oksigen. Air memiliki sifat tidak berwarna, tidak berasa dan juga tidak berbau

pada kondisi standar (Allafa, 2008 dalam Putra, ).

Air adalah salah satu kebutuhan esensial untuk manusia setelah udara untuk

keperluan hidupnya. Manusia hanya bisa bertahan hidup selama kurang lebih

tiga hari tanpa air. Hal mustahil jika manusia ingin membangun lingkungan

hidup yang sehat dan bersih tanpa adanya persediaan air bersih. (Daud, 1999

dalam Radjab).

Air bersih merupakan salah satu sumber daya yang pada umumnya

dimanfaatkan manusia untuk dikonsumsi ataupun mendukung aktivitas dan

kegiatan manusia lainnya. Menurut departemen kesehatan dalam

mengkonsumsi air minum, ada syarat-syarat agar air tersebut dapat digunakan

dimana diantaranya adalah air minum tidak boleh berasa, tidak berbau, tidak

berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Air yang bersumber langsung

dari alam dapat diminum langsung oleh manusia, namun terdapat resiko

adanya kemungkinan air tersebut tercemar dan mengandung bakteri yang

tidak baik untuk tubuh manusia seperti Escherichia coli ataupun zat-zat

berbahaya lainnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 6

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1991 mendefenisikan air

bersih sediri sebagai berikut :

a. Pandangan dari sudut ilmiah, air bersih adalah air yang telah bebas dari

mineral, bahan kimia jasad renik

b. Pandangan dari sudut program, air bersih adalah air yang digunakan

untuk keperluan rumah tangga dan dapat diminum setelah masak.

2.1.2 Karakteristik Air

Menurut Effendi (2003), air memiliki karakteristiknya sendiri dimana hal

tersebut tidak dimiliki oleh senyawa kimia lainnya, karakter tersebut antara

lain adalah:

1. Saat kisaran suhu yang sesuai untuk kehidupan, yaitu 0o C (32o F) – 100o

C, wujud air adalah cair

2. Perubahan dari suhu air berlangsung cukup lambat sehingga dapat

disimpulkan bahwa air mempunyai karakter sebagai hot saver

(penyimpan panas) yang cukup baik.

3. Diperlukan suhu panas yang tinggi untuk proses penguapan air dimana

penguapan itu sendiri adalah proses perubahan air menjadi uap air.

4. Air merupakan pelarut yang sangat baik.

5. Air sendiri memiliki tegangan permukaan yang tinggi.

6. Air adalah satu-satunya senyawa yang merenggang ketika membeku

Bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainna, air bukanlah

merupakan hal yang baru, karena tidak satupun kehidupan yang ada di bumi

ini dapat berlangsung tanpa adanya air. Oleh sebab itu air dapat dikatakan

sebagai benda mutlak yang harus ada dalam kehidupan manusia. Tubuh

manusia mengandung 60%-70% aair dari seluruh berat badan, air di daerah

jaringan lemak terdapat kira-kira 90% (Soemirat, 2001).

Masyarakat selalu mempergunakan air untuk keperluan dalam

kehidupan sehari-hari, air juga digunakan untuk produksi pangan yang

meliputi perairan irigasi, pertanian, mengairi tanaman, kolam ikan dan untuk

minum ternak. Banyaknya pemakaian air ini tergantung pada kegiatan yang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 7

dilakukan setiap harinya, untuk rata-rata pemakaian air yang ada di Indonesia

adalah 100 liter/orang/hari dengan perincian sebagai berikut yaitu dimana 5

liter air digunakan untuk minum, 5 liter air untuk masak, 15 liter air untuk

mencuci, 30 liter air untuk mandi dan 45 liter air digunakan untuk jamban

(Wardhana, 2001).

2.1.3 Kualitas Air

2.1.3.1 Pengertian

Menurut PERMENKES No. 416 Tahun 1990 mengatakan bahwa

kualitas air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan

tertentu dari sumber-sumber air. Kriteria mutu air merupakan satu dasar

baku mutu air, di samping faktor-faktor lain. Baku mutu air adalah

persyaratan mutu air yang disiapkan oleh suatu negara atau daerah yang

bersangkutan.

Manusia memerlukan air tidak hanya dari segi kuantitasnya saja, tetapi

juga kualitasnya. Kalau ditinjau dari segi kuantitasnya saja, maka tidak akan

dapat memecahkan kebutuhan air bagi manusia. Menurut Syamsuri

(1993:13) kualitas air ditentukan oleh konsentrasi bahan kimia yang terlarut

di dalam air. Permasalahan kualitas air dapat di timbulkan oleh proses

alamiah maupun ulah manusia.

Sedangkan menurut Richard Lee (1990:28) ada beberapa parameter

kualitas air bersih seperti kaitanya dengan pengaruh terhadap erosi,

sedimentasi, suhu air, kimia, dan biologi. Suryani (1982:20) menyatakan

jika kualitas air tidak dipenuhi maka, air dapat menjadi penyebab timbulnya

penyakit. Air yang kotor sangat berbahaya bagi tubuh manusia. Bila air

sudah tercemar dengan bahan kimia, maka hampir dapat dipastikan berbagai

jenis organisme penyebab penyakit dapat ditentukan dalam air tersebut.

Kualitas air adalah karakteristik mutu yang dibutuhkan untuk pemanfaatan

tertentu dari sumber-sumber air.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 8

2.1.3.2 Standar Kualitas Air

Standart kualitas air dapat diartikan sebagai aturan-aturan dimana pada

umumnya disajikan dalam bentuk pernyataan ataupun angka yang

menunjukan syarat-syarat yang sangat perlu dipenuhi sehingga air itu tidak

akan menimbulkan gangguan-gangguan kesehatan serta gangguan teknis

dan gangguan lainnya dari segi estetika. Prasyarat dasar kualitas air minum

menyangkut empat aspek yaitu persyaratan biologis, persyaratan kimia,

persyaratan fisik, persyaratan radiologis.

Dalam menetukan kualitas air harus ada berpedoman pada baku mutu air

menurut PERMENKES No. 416/MENKES/PER/IX/1990 yang

menyebutkan bahwa baku mutu air adalah kadar zat atau bahan pencemar

yang terdapat dalam air untuk tetap berfungsi serta sesuai dengan golongan-

golongan dalam peruntukan air tersebut. Berdasarkan peruntukan air

tersebut maka air dibagi menjadi lima golongan yaitu:

Golongan A, yaitu golongan dimana air pada sumber air layak

digunakan atau dikonsumsi sebagai air minum secara langsung tanpa

adanya penjernihan ataupun pengolahan terlebih dahulu.

Golongan B, yaitu golongan dimana air layak diperuntukan sebagai

air baku untuk diolah menjadi air yang dapat diminum dan juga untuk

keperluan rumah tangga lainnya.

Golongan C, yaitu golongan dimana air layak diperuntukan sebagai

keperluan perikanan dan peternakan.

Golongan D, yaitu golongan dimana air layak digunakan sebagai

kepentingan pertanian dan juga layak digunakan untuk usaha

diperkotaan, industri, dan listrik tenaga air.

Golongan E, yaitu golongan dimana air yang tidak dapat digunakan

untuk keperluan pada peruntukan air golongan A, B, C, dan D.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 9

2.1.4 Sumber Air

Sumber air yang ada di bumi ini sangat amat banyak dan beragam. Namun,

jika ditijau dari asalnya, ada 4 (empat) jenis air yaitu air laut, air atmosfir (air

metereologik), air permukaan, dan air tanah (Sutrisno, 2004).

A. Air Laut

Air laut memiliki sifat yang asin dikarenakan air laut mengandung garam

atau NaCl didalamnya. Kadar garam atau NaCl yang ada di dalam air laut

tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.

B. Air Atmosfir/Air Meteriologik

Dalam kehidupan sehari-hari air atmosfir ataupun air meteriologik pada

umumnya dikenal sebagai air hujan. Air hujan dalam keadaan murni

merupakan air yang sangat bersih dan layak diolah untuk dijadikan air

minum, namun karena adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh

kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya maka air hujan yang

jernih tersebut kotor dan terkontaminasi. Disamping itu, air hujan memiliki

sifat agresif khusus pada pipa-pipa penyalur ataupun bak-bak reservoir,

sehingga hal tersebut dapat meningkatkan percepatan terjadinya karata

atau korosi. Selain itu, air hujan memiliki sifat kesadahan yang cuku tinggi

sehingga hal tersebut menyebabkan penggunaan berlebih terhadap

pemakaian sabun.

C. Air Permukaan

Air permukaan adalah salah satu sumber air yang cukup penting untuk

bahan baku air bersih (Chandra, 2006). Faktor-faktor yang perlu

diperhatikan adalah:

Kualitas air baku tersebut atau mutu,

Kuantitas dari ketersediaan air tersebut atau jumlahnya,

Keberlangsungan adanya air tersebut atau kontinuitas.

Air permukaan seringkali merupakan sumber air yang paling tercemar, baik

karena kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat-zat lainnya. Air permukaan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 10

meliputi: - Air Sungai: air ini memiliki derajat pengotoran yang tinggi

sekali. - Air Rawa: kebanyakan air rawa berwarna kuning coklat yang

disebabkan oleh adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya

asam humus yang larut dalam air.

D. Air Tanah

Menurut Chandra (2006) dalam buku Pengantar Kesehatan lingkungan,

pengertian air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai

permukaan bumi dan meresap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah.

Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan akan menembus

beberapa lapisan tanah dan menyebabkan terjadinya kesadahan pada air.

Ada dua jenis kesadahan, yaitu kesadahan tetap dan kesadahan sementara.

Kesadahan pada air ini akan menyebabkan air mengandung zat-zat mineral

dalam konsentrasi. Zat-zat mineral tersebut antara lain kalsium, magnesium,

dan logam berat seperti besi dan mangan.

Mata Air

Mata air merupakan jenis air dari tanah yang mampu muncul ataupun

dengan sendirinya ke atas permukaan tanah. Mata air yang berasal dari

tanah dalam tersebut, tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/

kuantitasnya sama dengan keadaan air dalam.

Gambar 2.1 Ilustrasi Siklus Air yang Ada di Bumi

(Sumber: http://training.inviro.co.id/)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 11

Berdasarkan keluarnya atau munculnya air ke atas permukaan tanah

maka mata air dapat dibedakan menjadi beberapa bagian seperti

berikut:

a. Mata air rembesan, merupakan mata air dimana air yang keluar

adalah dari lereng-lereng,

b. Umbul, merupakan mata air dimana air yang dikeluarkan ke atas

permukaan adalah dari suatu dataran.

Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal merupakan air yang dimana proses terjadinya

disebabkan oleh adanya proses daya resapan pada air dari permukaan

tanah. Lumpur-lumpur yang ada nantinya akan tertahan, begitu juga

dengan sebagian bakteri-bakteri, sehingga hasil akhirnya air tanah akan

lebih jernih namun lebih banyak mengandung zat kimia seperti garam-

garam yang terlarut karena air melalui lapisan-lapsan tanah yang

mengandung unsur-unsur kimia tertentu pada masing-masing lapisan

tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan.

Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung,

terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah

menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air

tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air

minum melaui sumur-sumur dangkal.

Air Tanah Dalam

Air tanah dalam dikenal juga dengan air artesis. Air ini terdapat diantara

dua lapisan kedap air. Lapisan diantara dua lapisan kedap air tersebut

disebut lapisan akuifer. Lapisan tersebut banyak menampung air. Jika

lapisan kedap air retak, secara alami air akan keluar ke permukaan. Air

yang memancar ke permukaan disebut mata air artesis.

Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal.

Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya

sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100 - 300 m) akan

didapatkan suatu lapis air.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 12

Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan

dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air

tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk

membantu pengeluaran air tanah dalam ini.

E. Air Hujan

Air hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dengan melewati

lapisan atmosfer. Dalam siklus hidrologinya hujan memiliki peranan

penting untuk kehidupan dan alam agar tetap asri. Pada dasarnya

kandungan air hujan berasal dari reaksi zat-zat yang ada di atmosfer

dengan butiran air yang melewatinya. Umumnya terdiri dari 99.9 persen

massa H2O dan sisanya adalah zat-zat yang ikut tercampur dengan air

hujan, berupa zat padat seperti daun-daun dan ranting pohon yang mudah

larut dan gas.

Kandungan air hujan sendiri tergantung pada kondisi geologi, jumlah

penduduk, dan aktifitas yang dilakukan oleh manusia di daerah tersebut.

Sehingga kandungan hujan akan berbeda-beda di setiap tempat. Misalnya,

di daerah laut terbuka sampai daerah dekat dengan pantai, air hujan akan

mengandung garam, CO2 dan bersifat asam. Sedangkan air hujan di darat

punya kandungan garam yang jauh lebih sedikit. Apalagi di kota-kota yang

padat penduduk, seperti Jakarta, kemungkinan kandungan air hujannya

berasal dari sisa-sisa polusi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Faculty of Physical Education and

Physiotherapy, Institute of Technology, Opole, Polandia, kandungan unsur

kimia di dalam air hujan dapat dijadikan sebuah indikator untuk

memonitor pencemaran lingkungan di suatu tempat. Unsur kimia dalam

air hujan juga dapat digunakan untuk menentukan pengaruh faktor

lingkungan pada tubuh manusia.

Jika hujan turun di lingkungan yang bersih, maka massa pengotor di dalam

air hujan pun juga sedikit, tetapi jika hujan turun di daerah yang

lingkungannya tidak bersih, maka akan terdapat banyak massa pengotor di

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 13

dalamnya. Pengecekan pH air hujan bisa menjadi salah satu cara, untuk

mengetahui kondisi lingkungan di sekitar Anda. Apabila nilai pH berada

di kisaran 6 – 7 maka air aman untuk dikonsumsi atau dipakai.

Selain dari kandungan zat-zat tersebut di atas, ternyata air hujan dapat

untuk di minum. Akan tetapi dengan satu syarat air hujan tersebut jatuh

langsung ke mulut anda ataupun memakai plastik dan wadah yang bersih

lainnya. Bila melalui perantara seperti seng, genteng dan perantara yang

lainnya, air hujan sudah jatuh tersebut tidak bisa lagi untuk di minum

karena sudah terkontaminasi dan tercemar. Air hujan yang terjadi pada

daerah yang berdekatan dengan laut akan sedikit terasa asin karena di

dalamnya mengandung garam serta CO2 dan bersifat asam. Kandungan air

hujan didaerah yang jauh dari laut pun akan mengandung garam namun

dalam jumlah yang lebih sedikit.

2.2 Sistem Plambing

Sistem plambing adalah sistem penyediaan air bersih dan sistem penyaluran

air buangan termasuk semua sambungan, alat-alat dan perlengkapannya yang

terpasang di dalam persil dan gedung (SNI 03-6481-2000). Jenis penggunaan

sistem plambing ini sangat tergantung pada kebutuhan dari bangunan yang

bersangkutan. Dalam hal ini, perencanaan dan perancangan sistem plambing

dibatasi pada pendistribusian dan penyediaan air bersih dan air panas, serta

penyaluran air buangan dan ven.

Plambing didefinisikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan

pelaksanaan pemasangan pipa dan peralatannya di dalam ataupun gedung yang

berdekatan serta bersangkutan dengan air buangan dan air bersih yang

dihubungkan dengan sistem kota atau sistem lain yang dibenarkan (SNI 03-

6481-2000). Adapun fungsi dari instalasi plambing adalah:

Memberikan ketersediaan air bersih ke tempat yang direncanakan atau

dituju dengan adanya tekanan yang cukup.

Membuang air kotor dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemarkan

bagian penting lainnya. Fungsi pertama dilaksanakan oleh sistem

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 14

penyediaan air bersih, dan yang kedua oleh sistem pembuangan

(Morimura dan Noerbambang, 1993).

Sistem plambing memerlukan peralatan yang mendukung terbentuknya

sistem plambing yang baik. Istilah peralatan plambing meliputi:

Peralatan untuk penyediaan air minum/air bersih

Peralatan untuk penyediaan air panas

Peralatan untuk pembuangan dan ven

Peralatan saniter (plumbing fixtures)

Dalam artian yang lebih luas, selain peralatan-peralatan tersebut di atas,

istilah peralatan plambing seringkali digunakan untuk mencakup:

Alat plambing adalah semua peralatan yang dipasang di dalam maupun di

luar gedung, untuk menyediakan (memasukkan) air panas atau air dingin, dan

untuk menerima (mengeluarkan) air buangan. Atau secara singkat dapat

dikatakan semua peralatan yang dipasang pada:

Ujung akhir pipa, untuk memasukan air.

Ujung awal pipa, untuk membuang air buangan.

2.2.1 Sistem Plambing Air Bersih

2.2.1.1 Sistem Penyediaan Air Bersih

Ada beberapa macam sistem pengadaan air bersih. Jika dikelompokkan,

sistem penyediaan air bersih terbagi menjadi 4 (empat), yaitu:

1. Sistem Sambungan Langsung

Pada sistem sambungan langsung ini, pipa distribusi yang ada di

dalam gedung disambungkan langsung dengan pipa utama untuk

penyediaan air bersih (contoh: pipa utama yang ada di bawah jadalan

dari Perusahaan Air Minum). Seperti contoh yang dapat dilihat dalam

Gambar 2.2. Karena adanya keterbatasan tekanan yang ada di dalam

pipa utama dan adanya batasan terhadap besarnya ukuran pipa cabang

dari pipa utama tersebut, maka sistem ini khususnya dapat

diaplikasikan pada perumahan-perumahan dan gedung-gedung

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 15

berukuran kecil dan rendah. Ukuran dari pipa cabang tersebut pada

umumnya ditetapkan oleh Perusahaan Air Minum.

Tangki pemanas air pada umumnya tidak disambung langsung pada

pipa distribusi, dan untuk sebagian daerah tidak diperbolehkan

memasang katup gelontor (flush valve).

Gambar 2.2 Sistem Sambungan Langsung

Sumber : Noerbambang dan Morimura, 2005

2. Sistem Tangki Atap

Jika sistem sambungan langsung tidak dapat diterapkan maka sistem

lain yang dapat digunakan adalah sistem tangki atap. Sistem ini banyak

digunakan terutama di daerah-daera di negara Amerika Serikat dan

Jepang.

Pada sistem tangki atap ini, air yang ada ditampung terlebih dahulu

di tangki bawah/ ground tank (tangki bawah disimpan di lantai terbawah

bangunan dan pada umumnya di bawah muka tanah), setelah itu air dari

gorund tank tersebut ditransfer dengan menggunakan pompa ke tangki

atas/ roof tank dimana pada umumnya dipasang di atas atap atau di lantai

tertinggi bangunan. Dari tangki ini air di distribusikan ke seluruh

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 16

bangunan. Berikut alasan-alasan mengapa sistem tangki atap banyak

digunakan.

a. Selama airnya digunakan, tekanan yang berubah pada alat plambing

hampir tidak memiliki arti. Tekanan yang berubah tersebut terjadi

hanya karena diakibatkan adanya perubahan muka air yang ada

didalam tangki atap.

b. Sistem pompa yang menaikkan/ mentransfer air yang ada ke tangki

atap berkerja dengan cara otomatis serta sistem kerja yang sangat

sederhana sehingga hal tersebut menyebakan kecilnya kemungkinan

timbulnya kesulitan. Pompa pada umumnya dihidupkan ataupun

dimatikan oleh alat pendeteksi muka air yang ada didalam tangki atap

tersebut.

c. Perawatan tangki atap/ roof tank ini cukup mudah jika dibandingkan

dengan tangki lain seperti tangki tekan.

Gambar 2.3 Sistem dengan Tangki Atap

Sumber : Noerbambang dan Morimura, 2005

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 17

Setiap tangki bawah/ ground tank serta tangki atap/ roof tank sangat

diwajibkan untuk dipasangkan alarm, hal tersebut dimaksudkan agar

alarm mampu mengeluarkan suara jika muka air tersebut rendah ataupun

penuh. Tanda suara (alarm) ini pada umumnya dipasangkan di ruangan

kontrol ataupun ruangan pengawasan instalasi-instalasi bangunan. Cara

berkerja alarm dapat di baca pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Cara Kerja Alarm Tangki Penuh dan Muka Air Rendah

Sumber : Noerbambang dan Morimura, 2005

3. Sistem Tangki Tekan

Seperti sistem tangki atap, pada sistem ini diterapkan dalam keadaan

jika sistem sambungan langsung tidak dapat digunakan.

Di negara Amerika Serikat dan Jepang sistem ini jarang diterapkan

pada bangunan umum, melainkan lebih cenderung untuk perumahan,

dan hanya dalam kasus yang istimewa diterapkan pada bangunan

pemakaian air besar (bangunan parkir bawah tanah, toserba, stasion,

gedung olahraga, dll).

Di Eropa tampaknya sistem tangki tekan banyak pula diterapkan

pada bangunan-bangunan umum selain perumahan. Hal ini bukan

disebabkan oleh alasan teknis melainkan lebih karena pilihan perancang

sistem instalasi plambingnya itu sendiri.

Prinsip kerja untuk sistem ini adalah air yang sudah ditampung pada

tangki bawah/ ground tank (sama seperi sistem roof tank), ditransfer ke

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 18

ke dalam suatu bejana (tangki) tertutup sehingga udara di dalamnya

tekomperesi menggunakan pompa. Air yang ada di dalam tangki itu

dialirkan kedalam sistem distribusi pada bangunan. Pompa tersebut

bekerja dengan cara otomatis yang sudah diatur oleh suatu alat

pendetektor tekanan pada pipa, yang dapat menutup ataupun membuka

saklar dari motor listrik penggerak pompa tersebut,setelah itu pompa

behenti berkerja jika tekanan yang ada pada tangki sudah mencapai

batas maksimum yang telah ditetapkan dan akan kerja kembali jika

tekanan sudah mencapai batas minimum yang sudah ditetapkan juga.

Daerah fluktuasi tekanan ini biasanya ditetapkan antara 1,0 sampai 1,5

kg/cm2. Daerah yang makin lebar biasanya baik bagi pompa karena

memberikan waktu lebih lama untuk berhenti, tetapi seringkali

menimbulkan efek yang negatif pada peralatan plambing.

Dalam sistem ini udara yang terkomperesi dapat menekan air ke

dalam sistem distribusi, setelah berulang kali mengambang dan juga

terkomperesi lama-kelamaan nantinya dapat berkurang, dikarenakan

larut didalam air ataupun ikut terbawa keluar tangki.

Gambar 2.4 Contoh Sistem Tangki Tekan

Sumber : Noerbambang dan Morimura, 2005

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 19

4. Sistem Tanpa Tangki (Booster System)

Untuk booster system ini tidak menggunakan tangki bawah, tangki

atap, tangki tekan, atapun tangki yang lainnya. Air ditransfer

menggunakan pompa secara langsung kepada sistem pendistribusian

yang ada pada bangunan dan juga pompa tersebut menghisap air

langsung dari pipa utama (misalnya: pipa utama Perusahaan Air

Minum). Di Eropa dan Amerika Serikat cara ini dapat dilakukan kalau

pipa masuk pompa diameternya 100 mm atau kurang. Sistem ini

sebenarnya dilarang Indonesia, baik oleh Perusahaan Air Minum

maupun pada pipa-pipa utama dalam pemukiman khusus (tidak untuk

umum).

2.2.1.2 Sistem Distribusi Air bersih

Pendistribusian air minum atau air bersih untuk konsumen/ masyarakat

dengan kualitas, kuantitas, dan juga tekanan yang baik membutuhkan sistem

perpipaan yang baik, reservoir, pompa dan dan peralatan yang lain. Metode

dari pendistribusian air tergantung pada kondisi topografi dari sumber air

dan posisi para konsumen berada. Menurut Howard, S.P., et.al (1985)

sistem pengaliran yang dipakai adalah sebagai berikut:

a. Cara Gravitasi

Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan

tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada

kondisi darurat,misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi.

Selama periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan

dalam reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan sebagai

cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian puncak,

maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.

b. Cara Pemompaan

Pada cara ini pompa digunakan untuk meningkatkan tekanan yang

diperlukan untuk mendistribusikan air dari reservoir distribusi ke

konsumen. Sistem ini digunakan jika elevasi antara sumber air atau

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 20

instalasi pengolahan dan daerah pelayanan tidak dapat memberikan

tekanan yang cukup.

c. Cara Gabungan

Pada cara gabungan, reservoir digunakan untuk mempertahankan

tekanan yang diperlukan selama periode pemakaian tinggi dan pada

kondisi darurat,misalnya saat terjadi kebakaran, atau tidak adanya energi.

Selama periode pemakaian rendah, sisa air dipompakan dan disimpan

dalam reservoir distribusi. Karena reservoir distribusi digunakan sebagai

cadangan air selama periode pemakaian tinggi atau pemakaian puncak,

maka pompa dapat dioperasikan pada kapasitas debit rata-rata.

2.2.1.3 Peralatan Penyediaan Air

1. Tangki Air Berdasarkan Jenis Material

Umumnya bahan bahan yang digunakan untuk tangki air adalah pelat

baja biasa dan baja tahan karat, kayu, FRP (fiberglass), dan beton

bertulang. Berikut adalah bahan-bahan untuk Tangki Air :

a. Tangki Air Pelat Baja

Tangki air pelat baja ini merupakan salah satu tangki air yang masih

sering digunakan. Alasan mengapa menggunakan tangki air pelat baja

dikarenakan pembuatannya relatif cukup mudah dan harganya tidak

terlalu mahal, selain itu bentuknya dapat dengan mudah disesuaikan

dengan bentuk dan ukuran tempat yang tersedia. Penguatan konstruksi

struktural tidak sulit dilakukan. Kekurangannnya hanya masalah

korosi yang apabila tidak ditanggulangi dari awal maka akan

menyebabkan kerusakan. Walaupun demikian kemajuan teknologi

dalam bidang pencegahan karat pada baja telah membuat tangki-

tangki baja pada masa kini lebih tahan lama.

b. Tangki Air Pelat Baja Tahan Karat

Pelat baja tahan karat jelas lebih baik dari pada baja biasa ditinjau

sebagai bahan tangki, dan juga penampilannya lebih baik.

Kekurangannya hanya harga pelat baja tahan karat sangat tinggi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 21

dibandingkan baja biasa. Adanya kesan bahwa pelat baja tahan karat

tidak perlu dirawat menyebabkan banyak kejadian di mana orang lupa

untuk sekedar memeriksa tangki air yag dibuat dari bahan ini.

Walaupun dinamakan tahan karat, tangki air dari pelat baja jenis ini

masih bisa berkarat karena beberapa sebab, yaitu:

Kualitas baja kurang baik

Kualitas pengelasan kurang baik

Konsentrai ion chlorine tinggi, jangka waktu lama

Kotoran dibiarkan menempel terlampau lama

Secara umum akan tampak gejala karat pada dinding tangki di daerah

batas muka air, karena di daerah ini dapat dikatakan air mengandung

oksigen terbanyak. Untuk mencegah gejala ini, air masuk ke dalam

tangki harus diusahakan agar tidak menempel pada dinding.

c. Tangki Air dari Kayu

Tangki air dari kayu biasanya dibuat dengan bentuk silindris atau

eliptis, dan jarang dibuat bentuk persegi karena biaya akan menjadi

mahal. Keuntungan menggunakan tangki air kayu adalah:

Ringan tapi masih cukup kuat dibanding dengan baja

Daya tahan terhadap air dan bahan kimia baik

Hambatan terhadap panas baik

Mudah dibuat untuk pemasangan di lapangan

Tidak perlu dicat tahan karat

Namun diantara keuntungan tersebut air dalam tangki semacam ini

sebaiknya sering dilakukan penggantian air dengan tujuan untuk

mencegah proses pembusukan kayu yang disebabkan oleh air yang

statis.

d. Tangki Air dari Beton Bertulang

Tangki air dari beton bertulang banyak ditempatkan di dasar lantai

(basement) sebuah gedung. Dibandingkan dengan bahan-bahan

lainnya, tangki dengan bahan beton bertulang akan lebih berat, dapat

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 22

timbul retak-retak, sulit membuat dan menjaga agar kedap air untuk

jangka waktu lama (memerlukan perawatan periodik).

e. Tangki Air FRP (Fiberglass Rainforced Plastic)

Fiberglass Rainforced Plastic (FRP) merupakan bahan tangki yang

baru digunakan sekitar tahun enam puluhan. Serat gelas dalam bahan

komposit ini berfungsi sebagai penguat struktural. Bahan plastik yang

banyak digunakan terutama unsaturated polyester resin. Kelebihan

dari bahan FRP terutama adalah :

Jauh lebih ringan jika dbandingkan dengan baja

Mudah dibentuk dan diwarnai

Tahan terhadap karat dan beberapa bahan kimia

Kurang merambatkan panas

Kelemahan dari bahan FRP yang perlu diperhatikan adalah:

Dibandingkan dengan baja, kekuatan mekanis lebih rendah

terutama terhadap tumbukan

Koefisien pemuaian termal besar

Akan terjadi gejala kelelahan (fatigue)

Dapat menumbuhkan algae

Kurang tahan terhadap alkali

Gejala kelelahan umumnya akan terjadi setelah tangki tersebut

digunakan untuk menampung air selama 3 sampai 4 tahun, dan ini

diduga sebagai kelemahan bahan. Gejala ini umumnya nampak

sebagai munculnya retakan mendadak pada dasar tangki.

2. Tipe-Tipe Tangki Air

a. Tangki Air di Bawah Tanah

Air yang ada pada jaringan pipa air minum kota didistribusikan

melalui katup bola/ ball valve dimana setelah itu ditampung didalam

tangki bawah tanah/ ground tank lalu setelah itu dipompakan ke dalam

jaringan-jaringan pipa penyediaan air yang ada pada gedung. Tangki

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 23

ini biasanya terbuat dari baja, beton bertulang, kayu, dan belakangan

muncul tangki dari bahan FRP (fiberglass).

Gambar 2.5 Skema Jalur Distribusi Air Bersih

b. Tangki Atap

Tangki ini mendapatkan air dari pompa yang menyedot/ menarik air

dari tangki bawah tanah/ ground tank. Tangki ini mempunyai fungsi

sebagai penyimpan air yang digunakan menjadi pemenuh kebutuhan

singkat dan juga dapat menstabilkan tekanan air sehubungan dengan

fluktuasi pemakaian air sehari-hari. Tangki ini biasanya terbuat dari

pelat baja, kayu, dan juga FRP (fiberglass).

c. Tangki Tekan

Tangki tekan biasanya terbuat dari baja dimana fungsinya adalah

sebagai penyimpan air yang memiliki tekanan tinggi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 24

3. Pompa Penyediaan Air

Pompa yang menyedot/ menarik air dari tangki bawah/ ground tank

lalu mengalirkan air tersebut ke tangki atas/ roof tank atau sering disebut

sebagai pompa angkat. Sedangkan pompa yang mengalirkan/

mentransfer air kedalam tangki tekan sering disebut pompa tekan.

Pompa untuk penyediaan air dapat diputar/ digerakkan oleh motor

listrik, motor bakar, turbin uap dan lain sebagainya. Pompa yang motor

listrik penggeraknya ikut dibenamkan dalam sumber air dinamakan

pompa submersible. Ditinjau dari arah sumbu pompa, ada yang dipasang

dengan sumbu vertikal ataupun sumbu horisontal.

2.2.1.4 Kebutuhan Air Bersih

Kebutuhan air sangat beragam yang diantaranya untuk minum, mandi,

masak dan lain sebagainya. Namun, menurut Linsley, R. K., dan Joseph, F.

(1991) senidiri, untuk memproyeksikan jumlah kebutuhan air bersih dapat

dilakukan berdasarkan perkiraan kebutuhan air untuk berbagai macam

tujuan ditambah perkiraan kehilangan air.

Dalam penaksiran laju aliran air bersih ada berbagai macam metode yang

digunakan baik itu dengan menggunakan metode berdasarkan jumlah

pemakai, berdasarkan unit beban alat plambing, berdasarkan jenis alat

saniter dan lain lain. Dalam kasus ini metode yang digunakan adalah metode

berdasarkan jenis alat saniter. Metode ini dipilih karena metode ini adalah

metode yang paling layak digunakan. Jika digunakan metode lain seperti

metode berdasarkan jumlah penghuni, pada bangunan apartemen ini belum

diketahui pasti berapa jumlah penghuni yang mengisi setiap unitnya di

Tower D Apartemen Grand Asia Afrika Residences.

Menurut Noerbambang, S.M., dan Takeo, M. (2005) pada bukunya yang

berjudul Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing, dalam metode

ini setiap jenis alat plambing sudah ditentukan kebutuhan air perharinya dan

berapa jumlah pemakaian. Tabel 2.2 di bawah ini menunjukkan jumlah

pemakaian dan kebutuhan air pada setiap alat saniter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 25

Tabel 2.2 Tabel Kebutuhan dan Jumlah Pemakaian Air pada Tiap Alat Saniter

Sumber : Noerbambang dan Morimura, 2005

Adapun langkah-langkah perhitungan kebutuhan air bersih dalam

gedung adalah sebagai berikut :

a) Perhitungan Jumlah Tiap Jenis Alat Saniter

b) Perhitungan Kebutuhan Air Setiap Jenis Alat Saniter

Penggunaan air = Pemakaian air (liter) x jumlah alat plambing x

penggunaan per jam

c) Jumlahkan seluruh kebutuhan air dari setiap alat saniter

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 26

Penggunaan air = Penggunaan air kloset + Penggunaan air

wastafel + Penggunaan air shower + ...... +......

d) Perhitungan faktor penggunaan serentak semua alat plambing (Qh)

Qh = Penggunaan air x 38%

e) Perhitungan penambahan air 20% untuk mengatasi kebocoran

Qhtotal = (100% + %tambahan pemakaian air) x Qh

f) Perhitungan kebutuhan air per hari (Qd)

Qd = Qhtotal x 10 jam

g) Kebutuhan air pada menit puncak

Qm-max = C2 x Qh

Dimana:

Qm-maks = Pemakaian air pada menit puncak (ℓ/detik)

C2 = Konstanta → berkisar antara 3,0 – 4,0

Hasil perhitungan yang diperoleh dari metode ini pada umumnya

digunakan sebagai acuan untuk menetapkan volume tangki bawah, tangki

atap, pompa, dan lainnya.

2.2.1.5 Pompa Air

Pompa merupakan suatu mesin hidrolik yang berfungsi untuk menaikkan

tinggi tekanan air, atau perangkat alat yang dapat mengisi reservoir air yang

letaknya berada di tempat yang lebih tinggi dari sumber air yang dipompa.

Ada beberapa tahapan dalam penentuan pemilihan jenis atau kapasitas

pompa yang akan digunakan. Berikut adalah tahapan penentuan kapasitas

pompa.

1. Penentuan asumsi nilai kecepatan pengaliran (v)

Pada umumnya nilai v ini berkisar antara 0,3 m/detik hingga 2,5 m/detik

2. Perhitungan debit pengaliran (Q)

3. Perhitungan diameter (D) untuk pipa air dari ground tank menuuju roof

tank

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 27

Dimana:

D = diameter pipa (m)

Q = debit air (m3/detik)

v = kecepatan pengaliran (m/detik)

Setelah diketahui berapa diameter pipa yang dbutuhkan maka hasil

perhitungan tersebut disamakan dengan ukuran atau diameter untuk pipa

yang ada pada umumnya di pasaran, maka setelah itu diameter pipa dapat

dipilih sesuai dengan diameter yang ada dipasaran yang mendekati hasil

perhitungan.

4. Perhitungan kecepatan pengaliran yang sebenarnya (vcek)

Setelah didapatkan diameter pipa yang dibutuhkan dalam perhitungan

sebelumnya maka hitung kembali kecepatan pengaliran menggunakan

diameter tersebut. Berikut adalah rumus yang dapat diguakan:

Dimana:

5. Perhitungan head statis (Hstatis)

Head statis dapat ditentukan dari :

Jarak antara muka air di dalam ground tank serta roof tank

Jarak muka air di dalam ground tank hingga titik tertinggi yang sudah

pernah dicapai oleh air tersebut.

Maka dapat ditentukan nilai head statis, namun nilai ini sangat

bergantung kepada jenis sistem pemipaan yang digunakan dalam

mengalirkan air dari ground tank menuju roof tank.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 28

6. Perhitungan head sistem (Hsistem)

Adapun untuk nilai Hf mayor dan Hf minor dapat diperhitungkan

menggunakan rumus di bawah ini :

a. Hf mayor, merupakan tekanan yang hilang dimana disebabkan oleh

gesekan terhadap dinding pipa.

Dimana:

Dengan:

C = 120 (pipa Galvanis)

Panjang pipa = dalam meter(m)

D = diameter(d) dalam cm

Q = debit dalam ℓ/detik

b. Hf minor, yaitu tekanan yang hilang akibat adanya aksesoris pipa

Head akibat belokan 90o

Dimana:

N = jumlah belokan

K = 0,3 (untuk belokan 90º)

2 (untuk check valve)

0,15 (untuk gate valve)

5,88 (untuk strainer)

7. Perhitungan head pompa (Hpompa)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 29

8. Menentukan pemilihan jenis pompa berdasarkam grafik tipe pompa

Setelah mengetahui nilai debit pengaliran (Q) dan head pompa (Hpompa),

maka selanjutnya adalah menentukan pompa yang sesuai dengan jenis

sitem yang digunakan. Pemilihan jenis pompa yang akan digunakan

dapat ditentukan berdasarkan grafik dari tipe pompa yang pada umumnya

dibuat oleh produsen pompa seperti pada gambar grafik berikut ini.

Gambar 2.6 Grafik Pompa Sentrifugal Merk Ebara

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 30

Nilai Q dan Hpompa yang sudah didapat, diplotkan pada grafik tersebut

sampai titik pertemuan antara Q dan Hpompa memotong salah satu grafik

pompa di atas.

9. Perhitungan daya pompa (Whp)

Daya pompa adalah energi secara efektif yang diterima oleh air dari

pompa per satuan waktu. Dibawah ini merupakan rumus yang bisa

digunakan dalam melakukan perhitungan daya pompa:

P = 𝜸𝒂.𝑸.𝒉𝒑

Dimana:

P = daya pompa (kW)

Q = debit pemompaan (m3/detik)

hp = head pompa

a = berat jenis air (kN/m3)

= efisiensi pompa (Tabel 2.4) Tabel 2.3 Efisiensi Pompa

Sumber : Noerbambang dan Morimura, 1993

2.2.1.6 Peraturan Penggunaan Pipa

Pemilihan diameter pipa dan kebutuhan pipa lainnya di Indonesia diatur

dalam SNI 03-6481-2000 dan SNI 03-7065-2005. Peraturan ini berfungsi

agar tidak ada kesalahan dalam perancangan. Tabel 2.4 berikut adalah

aturan yang menjelaskan kebutuhan ukuran pipa minimum untuk

penyediaan air alat plambing.

Laju Aliran (m3/min)

0.008 0.1 0.15 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.5 2 3

Efisiensi A (%) 32 37 44 48 54 57 59 60.5 63.5 65.5 68.5 70.5 73 74 73Efisiensi B (%) 26.3 30.3 36.2 39 44 46.7 48.4 49.6 52.1 53.7 56.2 57.8 59.9 60.7 59.9

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 31

Tabel 2.4 Ukuran Minimum Pipa Penyediaan Air Alat Plambing

Ukuran minimum

No. Alat Plambing (mm)

Air dingin

Air panas

1. Bak mandi 15 15

2. Bedpan washer 25 25

3. Bidet 15 15

4. Gabungan bak cuci dan dulang cuci pakaian

15 15

5. Unit dental atau peludahan 10 -

6. Bak cuci tangan untuk dokter gigi 15 15

7. Pancuran air minum 10 -

8. Bak cuci tangan 10 10

9. Bak cuci dapur 15 15

10. Bak cuci pakaian (1 atau 2 kompartemen)

15 15

11. Dus, setiap kepala 15 15

12. Service sink 15 15

13. Peturasan pedestal berkaki 25 -

14. Peturasan, wall lip 15 -

15. Peturasan, palung 20 -

16. Peturasan dengan tangki glontor 10 -

17. Bak cuci, bulat atau jamak (setiap kran)

15 15

18. Kloset dengan katup glontor 25 -

19. Kloset dengan tangki glontor 10 -

2.2.1.7 Alat Sanitasi

Alat saniter adalah alat yang berhubungan dengan sanitasi, yaitu alat atau

produk yang mengakomodasi berbagai kebutuhan akan sanitasi dan

kelengkapannya.

Debit air pada setiap alat-alat saniter besarnya berbeda-beda tergantung

dari ukuran, macam serta fungsi dari setiap alat-alat saniter tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 32

Sebagai pedoman dalam perencanaan besarnya debit air dapat dilihat dalam

Tabel 2.5. Tabel 2.5 Debit Alat Sanitasi

2.2.2 Sistem Plambing Air Kotor

2.2.2.1 Sistem Pengaliran Air Buangan

Menurut Noerbambang, S.M., dan Takeo, M. (2005) pada bukunya yang

berjudul Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing, sistem

pembuangan air umumnya dibagi menjadi beberapa klasifikasi menurut

jenis air buangan, cara membuang air, dan sifat-sifat lain dari lokasi dimana

saluran itu akan dipasang.

a. Klasifikasi sistem pembuangan berdasarkan macam jenis air buangan

diantaranya adalah:

Sistem Buangan Air Kotor

Sistem buangan pada air kotor yang dikumpulkan dari peturasan,

kloset, serta lainnya dalam suatu banguan dan di alirkan keluar.

Sistem Buangan Air Bekas

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 33

Sistem buangan air bekas dimana air bekas di dalam gedung

dikumpulkan dan dialirkan keluar.

Sistem Buangan Air Hujan

Sistem pembuangan dimana hanya air hujan dari atap bangunan yang

dikumpulkan dan dialirkan keluar.

Sistem Buangan Air Khusus

Sistem air buangan yang di disain khusus untuk jenis air buangan

khusus yang dimana jika ditinjau dari segi pencemaran lingkungan

adalah sangat berbahaya apabila air buangan khusus langsung

dimasukkan ke saluran pembuangan umum tanpa proses pengamanan

terlebih dahulu.

Sistem Buangan Air Dapur

Sistem pembuangan yang dilengkapi perangkap lemak untuk

pembuangan air dapur terutama yang mengandung banyak lemak.

b. Klasifikasi sistem buangan menurut cara pembuangannya:

Sistem Buangan Air Campuran

Sistem buangan air dengan cara semua jenis air buangan disatukan

pada satu jenis saluran yang sama dan dibuang dengan cara dialirkan

ke luar gedung tanpa mempertimbangkan jenis air buangan tersebut.

Sistem Buangan Air Terpisah

Sistem buangan air dengan cara mengumpulkan setiap jenis air

buangan lalu dibuang atau dialirkan ke luar gedung secara terpisah.

Sistem Buangan Tak Langsung

Sistem buangan air dengan cara menggabungkan setiap jenis air dari

beberapa gedung bertingkat yang ada pada satu kelompok dimana di

akhir gabungan tersebut dipasang pemecah aliran.

c. Klasifikasi sistem pembuangan menurut cara pengaliran:

Sistem Pembuangan dengan Cara Pengaliran Gravitasi

Dimana air buangan tersebut dialirkan secara gravitasi dari tempat

yang elevasnya lebih tinggi ke elevasi atau lantai yang letaknya lebih

rendah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 34

Sistem Pembuangan dengan cara Pengaliran Bertekanan

Dimana saluran umum letaknya lebih tinggi dari letak alat-alat

plambing, sehingga air buangan dikumpulkan lebih dahulu dalam

suatu bak penampung kemudian dipompakan ke luar ke dalam riol

gedung.

d. Klasifikasi sistem pembuangan menurut letaknya:

Sistem Pembuangan Gedung

Sistem pembuangan yang terletak dalam gedung, sampai jarak satu

meter dari dinding paling luar gedung tersebut.

Sistem Pembuangan di Luar Gedung atau Riol Gedung

Sistem pembuangan di luar gedung, di halaman, mulai satu meter dari

dinding paling luar gedung tersebut sampai ke riol umum

2.2.2.2 Menentukan Debit Air Buangan

Untuk dapat mengetahui banyaknya air limbah atau air kotor yang

dihasilkan oleh sebuah gedung maka harus mengetahui berapa banyak air

bersih yang dikonsumsi / dipakai oleh semua penghuninya. Dalam hal ini

dijelaskan bahwa air limbah atau air kotor yang dibuang melalui pipa

pembuangan harus digelontor air bersih yang besarnya sama atau lebih

besar dari air limbah / air kotornya. Hal tersebut dimaksudkan untuk :

Aliran dalam pipa dapat selalu lancar karena sedimentasi yang terjadi

dapat dihilangkan pada saat ada penggelontoran.

Dengan digelontor maka kepekatan air limbah akan berkurang.

Untuk menghitung debit air limbah / air kotornya dapat dilakukan dengan 2

metode:

1. Perhitungan berdasar debit air limbah domestik perkapita

Q = (Q air limbah domestik per kapita x jumlah penguni) + (Q air

gelontor)

Dimana :

Q = debit air kotor (m3/hari)

Q air gelontor = 1,25 x Q air limbah domestik (m3/hari)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 35

- 1,25 didapat dari perbandingan air limbah : air gelontor = 1:1,25

2. Perhitungan berdasarkan debit air bersih rata-rata.

Q = (Q air limbah domestik per kapita x jumlah penguni) + (Q air

gelontor)

Dimana :

Q = debit air kotor m3/jam

Q air limbah domestik = 0,75 x Q air bersih pada saat jam Puncak

Q air gelontor = 1,25 x Q air limbah domestik (m3/jam)

- 0,75 didapat dari debit air limbah domestik 0,6 s/d 0,75

- 1,25 didapat dari perbandingan air limbah : air gelontor = 1:1,25

2.3 Building Automation System (BAS)

Sistem Otomasi Bangunan atau Building Automation System (BAS) adalah

suatu sistem pengendalian dan pemantauan yang terpusat untuk seluruh

peralatan mekanik dan elektrik yang terdapat pada suatu gedung. BAS

diwujudkan sebagai sistem pengendalian dan pemantauan terpadu dari seluruh

utilitas yang tersebar dalam suatu bangunan ke dalam sebuah pusat kendali.

Building Automation System (BAS) merupakan sebuah pemrograman,

komputerisasi, dan intelligent network dari peralatan elektronik yang

memantau dan mengontrol sistem dalam sebuah gedung. Dalam konteks diatas,

BAS bukan hanya sekedar pengendalian utilitas secara otomatis namun lebih

jauh lagi yaitu mengintegrasikan pegoperasian berbagai utilitas bangunan

untuk mendapatkan optimalisasi fungsi, penghematan energi, keamanan dan

fungsi-fungsi operasi pemeliharaan utilitas bangunan secara menyeluruh.

Fungsi inti BAS adalah untuk menjaga iklim bangunan dalam jangkauan yang

sudah dispesifikasi, menyediakan kerja sistem berdasarkan jadwal pemakaian,

memonitor performa sistem dan kerusakan alat, dan menyediakan alarm

apabila terjadi malfungsi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 36

2.3.1 Bentuk Utilitas Bangunan

Utilitas bangunan merupakan salah satu kelengkapan dari fasilitas-fasilitas

yang ada pada bangunan ataupun gedung yang diperuntukkan sebagai

penunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan,

komunikasi dan mobilitas dalam bangunan. Bentuk-bentuk dari utilitas

bangunan yang dapat diintegrasikan pada sistem BAS antara lain sistem

HVAC, sistem catu daya bangunan (power-house dan jaringan distribusi energi

listrik), sistem penerangan, transportasi gedung (lift, escalator, conveyor) , fire

and alarm system ( hydrant, sprinkle dan alarm system), sistem keamanan

(access system, cctv, automatic locking system), sistem penyediaan dan

distribusi air bersih , sistem pengolahan air limbah (waste water treatment

plant), parking system, dan lain-lain.

2.3.2 Konfigurasi Sistem Kendali pada BAS

Arsitektur jaringan sistem otomasi bangunan dapat berupa jaringan dengan

konfigurasi yang kompleks. Namun secara fungsional arsitektur jaringan BAS

memiliki ciri yang khas yaitu terdiri atas beberapa tingkatan fungsi kendali.

Hirarki fungsional sistem kendali dalam sistem otomasi bangunan dapat dilihat

pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Hirarki Fungsi Otomasi

Dari Gambar 2.7 ditunjukan bahwa otomasi dapat dibagi menjadi tiga

lapisan berdasarkan pada tujuan aplikasinya. Berikut penjelasan dari ketiga

level tersebut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 37

1. Pada level pertama / field level terdapat proses pengukuran (process

measurement), umumnya terdiri atas perangkat-perangkat sensor, aktuator

dan unit-unit kontroler kecil lainnya. Perangkat-perangkat ini terhubung

pada secondary network. Untuk mengkomunikasikan antara field level ke

automation level mengunakan filed network. Tujuan dari jaringan ini

adalah menghubungkan aktuator, sesnor dan peralatan field level lainnya

dengan sebuah kontroler seperti PLC atau RTU yang berada di automation

level. Bentuk fisik hubungan antara field level dengan automation level

dibagi menjadi empat tipe yaitu hard wired, bus system, power line dan

wireless.

2. Pada level kedua / automation level terdapat automatic control. Unit-unit

kontroler yang digunakan pada level ini umumnya dibuat khusus untuk

keperluan otomasi. Pada otomasi bangunan biasanya menggunakan

perangkat Programmable Logic Controller/PLC dan untuk tingkatan

industri biasanya digunakan perangkat DCS. Pada level ini secondary

network dihubungkan dengan primary network. Fungsi dari seconadry

network adalah menghubungkan antara satu kontroler dengan kontroler

lainnya yang berada pada automation level.

3. Pada level ketiga / management level terdapat proses manajemen yang

terdiri dari semua peralatan yang mengatur dan memonitor setiap utilitas

yang terdapat pada sistem otomasi bangunan, serta berhubungan dengan

operator dan internet. Contoh perangkat yang terdapat pada management

layer adalah database dari aktifitas setiap utilitas, web server, panel

operator, CCS (central control station) dan server yang menejermahkan

pesan dari protocol komunikasi yang berbeda.

2.4 Estimasi Biaya

Estimasi biaya sangat memiliki peranan yang penting dalam

penyelenggaraan atau pelaksanaan proyek konstruksi. Pada tahap pertama ini,

estimasi biaya digunakan agar dapat mengetahui seberapa besar biaya yang

akan dikeluarkan untuk pembangunan suatu proyek, dan di tahapan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tugas Akhir

Jurusan Teknik Sipil – Politeknik Negeri Bandung Teknik Perawatan dan Perbaikan Gedung 38

selanjutnya, estimasi biaya ini juga berfungsi untuk merencanakan serta

mengendalikan sumber daya pada proyek seperti alat, tenaga kerja dan juga

material. Estimasi biaya tidak hanya digunakan untuk mengetahui ataupun

menentukan besarnya keuntungan yang nantinya akan diperoleh, melainkan

juga sangat diperlukan untuk kepentingan beberapa pihak yang terkait dalam

pelaksanaan suatu proyek konstruksi. Umumnya, estimasi biaya merupakan hal

pertama yang mampu memberikan indikasi khusus pada total biaya proyek

konstruksi. Total dari estimasi biaya proyek tersebut akan memberikan

informasi penting kepada pemilik, perencana, dan juga kontraktor. Pemilik

atau owner pada umumnya menggunakan estimasi biaya tersebut untuk

pedoman dalam menentukan kebijakan yang akan dipilih dalam pengelolaan,

pendanaan, dan juga nilai ekonomis proyek.

Estimasi biaya dalam proyek konstruksi pada umumnya disajikan dalam

bentuk Bill of Quantity (BoQ). Bill of Quantity ini sendiri berisikan beberapa

hal pokok yaitu diantaranya: kuantitas (volume dan unit), deskripsi pekerjaan,

serta harga satuan pekerjaan. Deskripsi pekerjaan dan volume (quantity) dapat

diperoleh melalui gambar dan spesifikasi proyek konstruksi. Sedangkan harga

satuan dapat ditentukan melalui harga biaya material, upah pekerjaan, biaya

alat dan juga sub-kontraktor. Setelah perhitungan volume serta penetapan

harga satuan pekerjaan selesai dilaksanakan makan proses berlanjut dengan

penyusunan semua jenis pekerjaan dalam sebuah format Rencana Anggaran

Biaya (RAB). Rencana Anggaran Biaya merupakan perhitungan kebutuhan

besarnya biaya yang diperlukan untuk biaya upah dan material atau bahan serta

biaya lannya yang juga berhubungan dengan hal-hal pelaksanaan pada proyek

tersebut. Anggarannbiayanmerupakan harga dari bangunan yang dihitung

dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat sesuai dengan standar yang berlaku.

Anggarannbiayanpadanbangunannyangnsamanakannberbedanuntuknmasing-

masingndaerahnkarena disebabkan oleh perbedaan harga bahan, harga upah,

dan harga tenaga kerja. Tujuan dari pembuatan RAB itu sendiri adalah untuk

memberikan gambaran pendekatan/perkiraan terhadap besarnya biaya.