bab ii tinjauan pustaka a. hakikat biologi sebagai sainseprints.uny.ac.id/55931/3/4. bab ii.pdf ·...
TRANSCRIPT
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Biologi sebagai Sains
Kata “ Sains” biasa diartikan dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal
dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam,
sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Sains secara harfiah dapat
disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam atau yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam (Bundu, 2006: 9). Carin & Sund (1989 : 4)
menyatakan bahwa Sains adalah suatu cara untuk mengenal alam semesta melalui
pengumpulan data dengan observasi dan melakukan eksperimen. National
Research Council (1996: 21) mengartikan Sains sebagai “a way of knowing that is
characterized by empirical criteria, logical argument, and skeptical review” atau
dengan kata lain Sains merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan yang
dicirikan dengan kriteria empiris, argumen logis, dan telaah skeptis.
Penggunaan kata Sains sebagai ganti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) perlu
dipertegas untuk membedakannya dari pengertian social science, educational
science, political science, dan penggunaan kata science yang lainnya. Ruang
lingkup Sains seperti yang ada di kurikulum pendidikan di Indonesia adalah Sains
(tingkat sekolah dasar), Sains Biologi, Sains Fisika, Sains Kimia, Sains Bumi dan
Antariksa (tingkat sekolah menengah) (Bundu, 2006: 9).
Carin & Sund (1989: 5) menyebutkan bahwa unsur-unsur Sains terdiri dari
tiga macam, yaitu proses Sains/metode ilmiah, produk ilmiah, dan sikap ilmiah.
Seperti yang dijelaskan sebagai berikut :
16
1. Proses Sains/metode ilmiah, merupakan cara-cara khusus dalam penyelidikan
atau pemecahan masalah. Seperti membuat hipotesis, merancang dan
melaksanakan percobaan, mengumpulkan dan menyusun data, mengukur dan
sebagainya
2. Produk ilmiah, meliputi fakta, prinsip, hukum, teori dan sebagainya (Carin &
Sund, 1989: 5). Bundu (2006: 11-12) menjelaskan mengenai produk Sains,
antara lain :
a. Fakta Sains. Fakta adalah pertanyaan dan pernyataan tentang benda yang
benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa yang betul-betul terjadi dan
dibuktikan secara obyektif
b. Konsep Sains. Konsep adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta
Sains yang saling berhubungan.
c. Prinsip Sains. Prinsip adalah generalisasi tentang hubungan diantara
konsep-konsep Sains.
d. Hukum Sains. Hukum Sains adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima
kebenarannya yang meskipun sifatnya tentatif tetapi mempunyai daya uji
yang kuat sehingga dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.
e. Teori Sains. Teori Sains sering disebut juga teori ilmiah merupakan
kerangka hubungan yang lebih luas antara fakta, konsep, prinsip, dan
hukum sehingga merupakan model, atau gambaran yang dibuat para
ilmuwan untuk menjelaskan gejala alam.
17
3. Sikap ilmiah ; meliputi kepercayaan, nilai-nilai, gagasan obyektif dan sifat jujur.
Serta sikap ilmiah lain dalam membuat suatu keputusan setelah memperoleh
data (Carin & Sund, 1989: 5).
Berikut dijelaskan dalam gambar mengenai keterkaitan antara penyelidikan,
produk, proses dan sikap ilmiah.
Gambar 1. Hubungan antara Investigasi, Sikap, Proses, dan Produk Ilmiah.
(Sumber: Carin & Sund, 1989: 6).
Gambar 1. menjelaskan bahwa hakikat Sains adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari fenomena alam melalui suatu proses yang disebut proses ilmiah.
Serangkaian proses ilmiah yang dilakukan secara sistematik untuk memecahkan
masalah atau memperoleh jawaban atas fenomena yang diamati disebut dengan
NEW INVESTIGATIONS
OF PHENOMENA IN
NATURE
SCIENTIFIC
PROCESESS
(NEW METHODS)
NEW
SCIENTIFIC
PRODUCTS
SCIENTIFIC
PROCESSES
ATTITUDE
Intense curiosity
Humility
Skepticism
Determination
Open mindedness etc.
METHODS
Identifying problems
Observing
Hypothesissing
Analysis
Inferring
Extrapolating
Synthesizing
Evaluating, etc
SCIENTIFIC
PRODUCTS
Facts
Concepts
Generalizations
Principles
Theories
Laws
INVESTIGATIONS OF
PHENOMENA IN
NATURE
Object
Events
Relationship etc
18
metode ilmiah. Metode ilmiah dibangun atas dasar sikap ilmiah seperti rasa ingin
tahu, berpikiran terbuka, dan lain-lain sehingga menghasilkan produk ilmiah berupa
fakta, konsep, teori, prinsip, dan hukum.
Biologi merupakan cabang atau bagian Sains (Subali, 2012: 8). Sebagai
bagian dari ilmu pengetahuan alam atau natural science, Biologi mempunyai
kesamaan dengan cabang atau disiplin lainnya dalam Sains, yaitu mempelajari
gejala alam, dan merupakan sekumpulan konsep-prinsip-teori (produk Sains), cara
kerja atau metode ilmiah (proses Sains), dan di dalamnya terkandung sejumlah nilai
dan sikap (Rustaman, 2010a: 2).
Siti Mariyam dan Sudjoko (2010: 4-11) menjelaskan karakteristik Biologi
sebagai berikut: (1) objeknya, objek Biologi adalah semua makhluk hidup; (2)
permasalahannya, permasalahan Biologi timbul karena adanya fenomena/gejala
yang ditunjukkan oleh makhluk hidup; (3) cara perolehannya (metodologi), melalui
proses Sains sebagai metode keilmuan Biologi; (4) produknya (hasilnya), hasilnya
berupa fakta-konsep-teori-prinsip-hukum; (5) kecenderungan (trend)
perkembangannya, perkembangan ilmu mengikuti kepada kebutuhan manusia dan
sesuai perkembangan jaman; dan (6) kemanfaatannya.
Berdasarkan uraian di atas, hakikat Biologi sebagai Sains terdiri atas produk
ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Biologi merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari permasalahan berupa gejala dan fenomena makhluk hidup melalui
serangkaian langkah ilmiah yang berlandaskan sikap ilmiah sehingga menghasilkan
produk yang bermanfaat bagi manusia.
19
B. Hakikat Pembelajaran Biologi
Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan tertentu ( Chalil &
Latuconsina, 2008: 1-2). Pembelajaran merupakan usaha sengaja dan terarah yang
bertujuan agar orang lain dapat memperoleh pengalaman bermakna. Kegiatan
pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui interaksi antarsiswa, siswa dengan guru,
lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi
dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada siswa. Pengalaman
belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai siswa (BSNP, 2006: 16-17)
Proses pembelajaran dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu raw input (peserta
didik), environmental input (faktor lingkungan), dan instrumental input (sarana dan
prasarana) (Sugihartono, dkk, 2012: 157). Ketiga faktor tersebut saling berinteraksi
dalam proses pembelajaran. Hasil interaksi tersebut akan ditunjukkan pada output
atau siswa sebagai hasil dari proses pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, interaksi
faktor-faktor tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut :
→
Gambar 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Pembelajaran
Sumber : Sugihartono, dkk, 2012: 157)
Masukan Instrumental
Masukan Utama
Lingkungan
Hasil Luaran Proses Pembelajaran
20
Gambar 2. menjelaskan bahwa membelajarakan metode ilmiah dalam
pembelajaran Biologi terdapat pada masukan instrumental yaitu kurikulum.
Komponen masukan instrumental lainnya yaitu guru, sumber belajar, media,
metode, dan sarana prasarana pembelajaran. Komponen instrumental sangat
mendukung komponen masukan mentah yaitu peserta didik. Pembelajaran Biologi
merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan persoalan belajar yang telah
direncanakan sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pembelajaran sehingga
menghasilkan luaran yang diinginkan. Biologi berperan sebagai alat untuk
mencapai tujuan tersebut. Pembelajaran Biologi seharusnya memberi pelajaran
kepada subjek belajar untuk melakukan interaksi dengan objek belajar secara
mandiri, sehingga dapat mengeksplorasi dan menemukan konsep.
Pembelajaran Biologi yang sesuai dengan hakikat Biologi sebagai bagian
dari Sains yaitu menggunakan metode ilmiah dalam menemukan konsep, karena
pada dasarnya membelajarkan Biologi tidak hanya mengajarkan peserta didik
mengenai produk Biologi (konsep, teori, hukum, prinsip) melainkan sikap ilmiah
dan proses ilmiahnya pula.
Biologi merupakan bagian dari Sains, sehingga secara otomatis pelaksanaan
pembelajaran Biologi mengikuti hakikat Sains itu sendiri yaitu membelajarkan
sikap, proses, dan produk ilmiah. Ketika Biologi mejadi sebuah mata pelajaran,
maka ketiga aspek tersebut secara otomatis juga terkandung di dalam mata
pelajaran Biologi (Djohar, 2000 : 2). Sebagai konsekuensinya, di dalam proses
pembelajaran Biologi, ketiga aspek tersebut, baik itu sikap, proses maupun sikap
ilmiah harus diajarkan kepada peserta didik.
21
C. Tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum
2013
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP, 2006:
8). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional
yang disusun oleh dan dilaksankan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP
terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan dan silabus.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mencantumkan bahwa
pengajaran ilmu pengetahuan perlu melibatkan kegiatan yang dilakukan oleh siswa
dengan mengembangkan pemahaman siswa melalui gagasan ilmiah (BSNP, 2006:
167). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 halaman 451
menuntut agar Pembelajaran Biologi sebagi bidang IPA dilakukan secara ilmiah.
Pada lampiran tersebut dinyatakan :
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu
(inquiry) tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
sebagai penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu
proses penemuan. Pendidikan IPA di sekolah menengah diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk
mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang dirinya sendiri dan
alam sekitar.
Biologi sebagai salah satu bidang IPA menyediakan berbagai
pengalaman belajar untuk memahami konsep dan proses Sains.
Keterampilan proses ini meliputi keterampilan mengamati, mengajukan
22
hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara baik dan benar dengan
selalu mempertimbangkan keamanan dan keselamatan kerja, mengajukan
pertanyaan, menggolongkan dan menafsirkan data, serta
mengkomunikasikan hasil temuan secara lisan atau tertulis, menggali dan
memilah informasi faktual yang relevan untuk menguji gagasan-gagasan
atau memecahkan masalah sehari-hari. Mata pelajaran Biologi
dikembangkan melalui kemampuan berpikir analitis, induktif, dan
deduktif untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa
alam sekitar (BSNP, 2006: 484).
Kurikulum 2013 mempunyai prinsip yang sama dengan KTSP yaitu
menuntut agar pembelajaran Biologi dilakukan secara ilmiah. Hal tersebut tertuang
pada lampiran Permendiknas Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah mengenai karakteristik pembelajaran yang
tertuang pada Bab II menyatakan bahwa :
Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait
erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar
Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran
pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka
konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan
dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi.
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran
mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi
tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda.
Sikap diperoleh melalui aktivitas“ menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas“
mengingat,memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas“ mengamati,
menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik
kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta
mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat
pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata
pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu
diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning). Untuk mendorong kemampuan peserta didik
untuk menghasilkan karya kontekstual, baik individual maupun kelompok
maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based learning)
(Depdikbud, 2013: 3).
23
Lampiran permendiknas diatas menegaskan bahwa pada kurikulum 2013 sasaran
pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Selain itu, dalam lampiran permendiknas tersebut juga menguraikan
bahwa metode ilmiah dapat diwujudkan melalui pendekatan discovery dan
pendekatan inquiry.
Pembelajaran Sains menyajikan perpaduan antara pengalaman proses Sains
dan pemahaman produk Sains dalam bentuk hands on activity, sehingga diharapkan
akan lebih mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran
Biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.
D. Metode Ilmiah
Menurut Towle (1989 : 16-31), metode ilmiah merupakan suatu rangkaian
proses ilmiah yang tersusun dalam suatu urutan tertentu dan digunakan untuk
memecahkan masalah. Rangkaian Proses ilmiah tersebut menurut Carin & Sund
(1989 : 11) meliputi : (1) State problem (2) suggest hypothesis, (3) experiment, (4)
observe, (5) collect and analyze data, (6) reexperiment to verify data, (7) draw
conclusion from data. Proses ilmiah merupakan tumpuan proses pembelajaran yang
melibatkan berbagai ketrampilan proses Sains/KPS (Bambang Subali, 2013: 8).
Bryce, et al (1990: 2) memaparkan bahwa KPS mencakup KPS dasar (basic process
skill) yang terdiri dari ketrampilan dasar (basic skill) dan ketrampilan
mengolah/memproses (process skill) serta ketrampilan menginvestigasi
(investigation skill) secara terintegrasi.
24
1. Ketrampilan dasar (basic skill), meliputi lima subaspek yaitu : ketrampilan
melakukan pengamatan, ketrampilan mencatat data, ketrampilan melakukan
pengukuran, ketrampilan mengimplementasikan prosedur, dan ketrampilan
mengikuti intruksi.
2. Ketrampilan memroses meliputi tiga subaspek yaitu : ketrampilan
memprediksi, ketrampilan menginferensi, dan kerampilan menyeleksi berbagai
cara atau prosedur.
3. Ketrampilan investigasi meliputi tiga subaspek yaitu : merencanakan
investigasi, melaksanakan investigasi, dan melaporkan hasil investigasi (Subali,
2013: 12).
Menurut Rambuda & Fraser (2004: 11), ketrampilan dasar diterapkan
khususnya pada Sekolah Dasar (SD), karena merupakan kemampuan kognitif dasar.
Kemampuan ini harus dikuasai oleh peserta didik sebelum mempelajari dan
menguasai ketrampilan lanjutan yaitu ketrampilan terintegrasi. Ketrampilan-
ketrampilan dasar saling bergantung satu sama lain. Ini berati bahwa peneliti bisa
menampilkan dan mengaplikasikan lebih dari satu ketrampilan di dalam suatu
aktivitas ilmiah. Contohnya, untuk mengukur suatu area habitat, peserta didik bisa
memulai dengan mengamati habitat lalu mengukur dimensi dan mengomunikasikan
dimensi tersebut menggunakan simbol. Setelah itu, peserta didik menghitung luas
area tersebut. Peserta didik dalam kasus tersebut terlibat dalam ketrampilan
mengamati, mengukur dan menghitung. Ketrampilan dasar meliputi ketrampilan
mengamati, menginferensi, mengukur, mengomuikasikan, meglasifikasikan, dan
memprediksi (Padilla, 1990).
25
Menurut Rambuda dan Fraser (2004: 11), Ketrampilan terintegrasi
digunakan untuk memecahkan masalah atau untuk melakukan eksperimen.
Ketrampilan terintegrasi(integrrated skill) merupakan kombinasi dari ketrampilan
dasar(bassic skill) yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan dan
fleksibilitas peserta didik dalam merancang penyelidikan dalam proses
pembelajaran atau digunakan untuk menginvestigasi suatu fenomena. Ketrampilan
terintegrasi(integrrated skill) meliputi: mengontrol variabel, menyusun definisi
operasional, menafsirkan data, menyusun hipotesis, melakukan percobaan dan
menyusun model.
Berdasarkan uraian diatas, keterampilan proses sains dasar terdiri dari
keterampilan dasar dan keterampilan memroses. Dalam rangka memecahkan
masalah maka perlu adanya integrasi antara keterampilan-ketrampilan dasar dan
memroses, ketrampilan tersebut disebut dengan keterampilan terintegrasi.
26
Gambar 3. menunjukkan keterampilan proses sains dasar dan terintegrasi.
Keterampilan mengobservasi, menyimpulkan, menglasifikasi, memprediksi,
mengukur, dan mengkomunikasikan termasuk dalam keterampilan proses sains
dasar yang biasa digunakan oleh seseorang dalam melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan sains. Tahap selanjutnya setelah seseorang menguasai
keterampilan proses sains dasar yaitu menguasai keterampilan proses sains
terintegrasi, keterampilan tersebut didasari oleh keterampilan-keterampilan proses
sains dasar. Keterampilan proses sains terintegrasi seperti mengkontruksi hipotesis,
mengidentifikasi variabel, mendefinisikan variabel, mengambil dan mengolah data,
mengkontruksi tabel data, mengkontruksi grafik, mendeskripsikan hubungan,
mendesain investigasi, menganalisis investigasi, dan eksperimen. Keterampilan
Gambar 3. Keterampilan Proses Sains Dasar dan Terintegrasi
(Sumber : Rezba et al, 2007: 5)
Merancang investigasi
Menganalisis investigasi
Mengonstruksi hipotesis
Mengumpulkan
& mengorganisasi
data
Mendefinisikan variabel
secara operasional
Mendeskripsikan hubungan
antarvariabel
Mengonstruksi tabel
Mengonstruksi grafik
Mengkomunikasikan
Mengamati
Melakukan eksperimen
Mengidentifikasi variabel
Memprediksi Mengukur
Mengklasifikasi Menyimpulkan
27
proses sains terintegrasi dilakukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
ilmiah dalam kegiatan observasi.
Penjabaran dari masing-masing ketrampilan diatas adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Ketrampilan dasar dan terintegrasi proses Sains
Basic process skills Description
Observing Use of fife senses to derive characteristic of
living organism
Inferring Explanation of observations and data
Measuring Using standard and non standard measures
to describe dimensions
Communicating Using words or symbols to describe an
action, object or event
Classifying Sorting, grouping and arranging based
similarities and differences
Predicting Starting the outcome of a future event based
on a pattern of evidence
Integrated Process skills Description
Controlling variables Identifying varriables, keeping variables
constant and manipulating
Defining operationally Stating how to measure a variable in an
experiment
Formulating hypotheses Stating the expected outcome of an
experiment
Interpretating data Organizing, concluding from data and
making sense of data
Experimenting Testing by following procedures to produce
verifiable result
Formulating models Creating a mental or physical model of a
process or event.
Sumber : Diadaptasi dari American Association for the Advancement of
Science (Richard & Francis, 2013: 715)
Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian
spesisfik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah
merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau
gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan
pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method
28
of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi,
empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena
itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data
melalui observasi atau eksperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis,
kemudian memformulasi dan menguji hipotesis (Kemendikbud, 2014 : 32).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah
merupakan serangkaian proses yang dilakukan secara sistematis untuk
memecahkan masalah guna menemukan konsep. Belajar metode ilmiah dimulai
dari yang dasar yaitu mempelajari keterampilan proses sains dasar (keterampilan
dasar dan keterampilan memroses). Setelah menguasai keterampilan, tahap
selanjutnya adalah mempelajari keterampilan terintegrasi. Keterampilan ini
didasari oleh keterampilan dasar dan apabila dilakukan secara sistematis dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitar.
E. Aktualisasi Pembelajaran Metode Ilmiah pada Peserta Didik
Pembelajaran metode ilmiah adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada
pendekatan penemuan (inquiry), sehingga peserta didik dituntut untuk menggali
sendiri fakta-fakta yang akan dirumuskan menjadi sebuah konsep.
Pembelajaran disebut ilmiah apabila memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Subtansi atau materi berdasar pada fakta, sehingga dapat dijelaskan secara logis
2. Mendorong peserta didik berpikir kritis, analitis dan tepat dalam menganalisis,
mengidentifikasi dan memecahkan permasalahan serta mengaplikasikan
subtansi atau materi pembelajaran.
29
3. Mendorong peserta didik untuk mampu memahami dan mengembangkan pola
pikir rasional dan objektif dalam merespon subtansi pembelajaran.
4. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
5. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik
sistem penyajiannya (Depdikbud, 2013: 2-3)
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi Aktualisasi Pembelajaran Metode
Ilmiah.
1. Jenjang Kelas
Guru perlu memahami bahwa semua siswa memiliki kebutuhan meskipun
intensitas kebutuhan siswa bervariasi antara satu siswa dengan yang lain.
Kebutuhan siswa juga bervariasi sesuai dengan tahap perkembangannya sehingga
hal ini menentukan bagaimana siswa dalam tahapan akan belajar dan berkembang
sesuai dengan kemampuannya. Perkembangan siswa sangat mempengaruhi proses
pembelajaran di kelas. Strategi pembelajaran yang efektif harus memperhitungkan
usia dan tahap perkembangan siswa.
Piaget membagi perkembangan kognisi anak-anak dan remaja menjadi
empat tahap : sensorimotor, praoperasi, operasi konkret, dan operasi formal.
Masing-masing tahap ditandai oleh kemunculan kemampuan intelektual baru.
Kemampuan intelektual baru tersebut memungkinkan orang memahami dunia ini
dengan cara yang makin rumit (Slavin, 2011 : 45).
30
a. Tahap Sensorimotor (saat lahir hingga 2 tahun)
Pencapaian utama pada tahap ini adalah pembentukan konsep “keajekan
objek” dan kemajuan bertahap dari perilaku refleks ke perilaku yang diarahkan
tujuan.
b. Tahap Praoperasi (2 hingga 7 tahun)
Pencapaian utama pada tahap ini adalah perkembangan kemampuan
menggunakan simbol untuk melambangkan objek di dunia. Pemikiran masih
bersifat egosentris dan terpusat.
c. Siswa sekolah dasar (7 hingga 11 tahun)
Menurut teori piaget (Slavin, 2011 : 55) memasuki tahap operasi konkret.
Pencapaian utama ada tahap ini adalah perbaikan kemampuan berfikir logis.
Kemampuan baru meliputi penggunaan pengoperasian yang dapat dibalik.
Pemikiran tidak terpusat, dan pemecahan masalah kurang dibatasi oleh
egosentrisme.
Menurut Slavin (2011: 51) anak-anak pada tahap ini dapat membentuk
konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah, tetapi hanya sejauh jika
mereka melibatkan objek dan situasi yang sudah tidak asing lagi. Salah satu yang
dipelajari anak selama tahap operasional konkret adalah pengurutan, mengurutkan
atau menggolongkan objek sesuai dengan kriteria atau dimensi tertentu. Begitu
kemampuan ini diperoleh, anak akan menguasai kemampuan menyimpulkan
hubungan antara dua objek berdasarkan pengetahuan tentang hubungannya masing-
masing dengan objek ketiga.
31
Anak-anak dari pemikiran egosentris ke pemikiran yang tidak terpusat atau
yang objektif. Pemikiran yang tidak terpusat memungkinkan anak-anak melihat
bahwa orang lain dapat mempunyai persepsi yang berbeda dari mereka.
Kemampuan terakhir yang diperoleh anak selama tahap operasi konkret adalah
penyertaan ke kelompok, tidak lagi terbatas pada penalaran tentang hubungan
bagian dengan bagian. Sekarang, hubungan bagian dengan keseluruhan juga dapat
dihadapi. Perubahan ini tidak terjadi pada saat yang sama. Sebaliknya perubahan
ini tejadi secara perlahan-lahan selama tahap operasi konkret (Slavin, 2011 : 51)
d. Tahap Operasi formal ( 11 tahun hingga dewasa)
Pencapaian utama pada tahap ini adalah pemikiran abstrak dan semata-mata
simbolik dimungkinkan. Masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan
eksperimentasi sitematik (Slavin, 2011: 45). Hal ini menunjukkan bahwa peserta
didik pada tahap ini mampu melakukan penyelidikan/menginvestigasi suatu
fenomena untuk memecahkan masalah.
Menurut Collette & Chiappetta (1994: 50), anak-anak pada fase operasional
formal memiliki karakteristik mampu berpikir abstrak, mampu bernalar, berpikir
secara proporsional, mampu mengidentifikasi dan mengontrol variabel-variabel,
berpikir deduktif dan menguji hipotesis. Henslin (2007: 70) menambahkan, anak
pada fase operasional formal tidak hanya berpikir “sesuatu terjadi sedemikian rupa”
tetapi sudah mampu berpikir sampai pada “mengapa sesuatu dapat terjadi
sedemikian rupa”. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik sudah mampu
melakukan analisis mengenai penyebab yang mendasari suatu kejadian. Jika
metode ilmiah dibelajarkan untuk menemukan konsep Sains, tentu peserta didik
32
sudah tidak kesulitan dalam praktiknya karena peserta didik sudah mampu
melakukan hipotesis, menalar suatu kejadian, dan menarik kesimpulan. Hal ini akan
mendukung terlaksananya pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang
diharapkan.
Perbedaan jenjang kelas peserta didik akan menentukan karakteristik materi
dan pengalaman peserta didik yang bersangkutan. Menurut Dunlosky et al (2013:
4-6) efektifiitas suatu teknik pembelajaran dipengaruhi oleh karakteristik peserta
didik, yakni mencakup usia, kemampuan, pengetahuan yang diperoleh pada jenjang
sebelumnya. Lebih lanjut Dunlosky et al (2013: 4-6) menjelaskan bahwa materi
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas teknik
pembelajaran.
Mata pelajaran Biologi di SMA dengan KTSP 2006 diajarkan pada jenjang
kelas X, XI IPA, dan XII IPA. BSNP (2006: 15-174) menjalaskan karakteristik
masing-masing jenjang kelas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Jenjang Kelas X
Mata pelajaran Biologi pada jenjang kelas X diajarkan selama dua jam
pelajaran untuk setiap minggu. Standar Kompetensi (SK) yang berkaitan dengan
pembelajaran metode ilmiah terdapat pada SK 1. “Memahami Hakikat Biologi
sebagai Ilmu”. Pada SK ini, guru biologi dituntut untuk mengajarkan metode ilmiah
sebagai proses untuk menemukan produk-produk biologi kepada peserta didik. SK
2. “Memahami prinsip-prinsip pengelompokan makhluk hidup “dengan KD 2.4
Mendeskripsikan ciri-ciri dan jenis-jenis jamur berdasarkan hasil pengamatan,
percobaan, dan kajian literatur serta peranannya bagi kehidupan.
33
2. Jenjang kelas XI IPA
Jenjang kelas XI IPA merupakan jenjang kelas kedua di SMA untuk program
IPA. Alokasi waktu untuk mata pelajaran Biologi pada jenjang ini empat jam
pelajaran untuk setiap minggu. Ditinjau dari segi SK, tidak ada SK yang langsung
terkait dengan pembelajaran metode ilmiah. Sebagian besar materi pelajaran
Biologi pada jenjang kelas XI IPA ialah mengenai struktur fungsi berbagai unit
kehidupan dari sel hingga organ atau berhubungan dengan fisiologi manusia. Subali
(2012: 12) menjelaskan bahwa ketika merumuskan SK dan KD, guru dapat
memperkaya hasil belajar dengan memasukkan proses Sains di dalamnya, agar
lebih komprehensif. Artinya, pembelajaran metode ilmiah tetap bisa dilaksanakan
dengan menerapkan metode ilmiah pada pokok bahasan yang relevan.
3. Jenjang kelas XII IPA
Jenjang kelas XII IPA merupakan jenjang kelas tertinggi di SMA. Ditinjau
dari segi alokasi waktu untuk mata pelajaran Biologi, jenjang kelas ini memiliki
kesamaan dengan jenjang kelas XI IPA. Perbedaan yang ditemukan pada jenjang
ini adalah adanya Ujian Nasional (UN). Subali (2012: 6) memaparkan bahwa UN
dipandang sebagai penguji berisiko tinggi (high-stake test). Ditinjau dari segi SK,
terdapat SK yang secara eksplisit menuntut dilakukannya pembelajaran metode
ilmiah, yaitu SK.1 Melakukan Percobaan Pertumbuhan dan Perkembangan Pada
Tumbuhan. SK tersebut dijabarkan menjadi 3 kompetensi dasar: (1) Merencanakan
percobaan pengaruh luar terhadap pertumbuhan tumbuhan; (2) Melaksanakan
percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan tumbuhan; (3)
34
Mengkomunikasikan hasil percobaan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan
tumbuhan.
Mata pelajaran Biologi di SMA dengan Kurikulum 2013 diajarkan pada
semua jenjang kelas mulai dari X MIPA, XI MIPA, dan XII MIPA. Berdasarkan
Standar Proses Kurikulum 2013 yang ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 103
Tahun 2014 menuangkan metode ilmiah dalam Pendekatan Saintifik yang meliputi
lima pengalaman belajar mulai dari mengamati (observing), menanya
(questioning), mengumpulkan informasi/mencoba (experimenting),
menalar/mengasosiasi (associating), dan mengkomunikasikan (communicating).
Pengalaman belajar tersebut melekat pada setiap materi pelajaran yang tertuang
dalam Kompetensi Inti 4 (Ketrampilan) yang kemudian diturunkan menjadi KD
(Kompetensi Dasar). Artinya, pada semua jenjang kelas guru dituntut untuk
menerapkan metode ilmiah dalam setiap materi pelajaran biologi. Alokasi waktu
mata pelajaran Biologi pada jenjang kelas X MIPA tiga jam untuk setiap minggu,
pada jenjang kelas XI dan XII diajarkan selama empat jam pelajaran setiap minggu.
Berkaitan dengan pembelajaran biologi proses Sains yang diajarkan pada
jenjang Sekolah Menengah sudah berbeda dari proses Sains yang diajarkan pada
jenjang Sekolah Dasar. Berdasarkan Elementary School Curriculum Guide (Bundu,
2006: 48-49), dikemukaan bahwa ada lima ketrampilan proses yang harus dikuasai
siswa kelas 1-3 dan ditambahkan tujuh ketrampilan proses untuk dikuasai siswa
kelas 4-6. Di bawah ini merupakan aspek ketrampilan dasar dan ketrampilan
proses/mengolah yang harus dikuasai oleh peserta didik pada masing-masing
jenjang yang ditempuh.
35
Tabel 2. Ketrampilan Proses Sains yang Harus Dikuasai Peserta Didik
Sumber : Elementary School Curriculum Guide Vancouver, BC, Canada
(Bundu, 2006: 49)
Ketrampilan dasar yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD) menjadi modal
untuk mempelajari ketrampilan proses menengah pada jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP) yang berupa ketrampilan mengolah/memroses, yakni ketrampilan
berinferensi dan ketrampilan memilih prosedur. Pada jenjang Sekolah Menengah
Atas (SMA) diharapkan peserta didik dapat menguasai ketrampilan proses Sains
lanjut atau terintegrasi berupa ketrampilan berinvestigasi (Subali, 2013: 2).
Metode ilmiah dapat diwujudkan dengan menerapkan pembelajaran berbasis
penyelidikan (Inquiry/discovery). National Research Council (2000: 6-8) membagi
kemampuan dan pemahaman dalam melakukan penyelidikan ilmiah pada jenjang
kelas I-IV, V-VII, dan IX-XII.
Ketrampilan Proses
Sains
Kelas
1 2 3 4 5 6
Observasi X X X X X X
Klasifikasi X X X X X X
Kuantifikasi X X X X X X
Komunikasi X X X X X X
Inferensi X X X X X X
Prediksi X X X
Interpretasi X X
Menyusun hipotesis X X
Mengontrol variabel X X X
Eksperimen X X X
Memformulasikan model X
36
Tabel 3. Kemampuan Penyelidikan Ilmiah yang Diharapkan pada Jenjang
Kelas I-IV
Kemampuan Dasar Pemahaman Dasar Ask a question about object, organisme,
and events in the environment
Scientific investigations involve asking and
answering a question and comparing the
answer with what scientist already know
about the world
Plan and conduct a simple investigation Scientists use different kinds of investigations
depending on the questions they are trying to
answer.
Employ simple equipment and tools to
gather data and extend the sense
Simple instruments, such as magnifiers,
thermometers, and rulers, provide more
information than scientists obtain using only
their senses.
Use data to construct a reasonable and
explanation
Scientists develop explanations using
observations (evidence) and what they
already know about the world (scientific
knowledge
Communicate investigation and
explanantion
Scientists make the results of their
investigations public; they describe the
investigations in ways that enable others to
repeat the investigations.
Scientists review and ask questions about the
results of other scientists’ work.
Tabel 4. Kemampuan Penyelidikan Ilmiah yang Diharapkan pada Jenjang
Kelas V-VII
Kemampuan Dasar Pemahaman Dasar Identify question that can be answered
through scientific investigation
Different kinds of questions suggest different
kinds of scientific investigations
Design and conduct a scientific
investigation
Current scientific knowledge and
understanding guide scientific investigations
Use appropriate tools and techniques to
gather, analyze, and interprete data
Mathematics is important in all aspects of
scientific inquiry.
Develop description, explanation,
prediction, and models using evidence
Technology used to gather data enhances
accuracy and allows scientists to analyze and
quantify results of investigations.
Think critically and logically to make the
relationship between evidence and
explanation
Scientific explanations emphasize evidence,
have logically consistent arguments, and use
scientific principles, models, and theories.
Recognize and analyze alternative
explanation and predictions
Science advances through legitimate
skepticism.
Communicate scientific procedur and
explanation
Use the mathematics all aspect of scientific
inquiry
Scientific investigations sometimes result in
new ideas and phenomena for study, generate
new methods or procedures for an
investigation, or develop new technologies to
improve the collection of data.
37
Tabel 5. Kemampuan Penyelidikan Ilmiah yang Diharapkan pada Jenjang
Kelas IX-XII
Kemampuan Dasar Pemahaman Dasar
Identify questions and concepts that
guide scientific investigations.
Scientists usually inquire about how
physical, living, or designed systems
function.
Design and conduct scientific
investigations
Scientists conduct investigations for a
wide variety of reasons.
Use technology and mathematics to
improve investigations and
communications
Scientists rely on technology to enhance
the gathering and manipulation of data.
Recognize and analyze alternative
explanations and models.
Scientific explanations must adhere to
criteria such as: a proposed explanation
must be logically consistent; it must
abide by the rules of evidence; it must be
open to questions an possible
modification; and it must be based on
historical and current scientific
knowledge.
Formulate and revise scientific
explanations and models using logic
and evidence
Mathematics is essential in scientific
inquiry.
Communicate and defend a scientific
argument
Results of scientific inquiry -- new
knowledge and methods -- emerge from
different types of investigations and
public communication among scientists.
National Research Council (2000: 10) menjelaskan bahwa kemampuan
untuk setiap jenjang ke jenjang berikutnya sangat mirip tetapi menjadi lebih
kompleks seiring dengan semakin meningkatnya jenjang kelas dari TK ( Taman
Kanak-Kanak) hingga SMA (Sekolah Menengah Atas) dan sesuai dengan
perkembangan kognitif dari peserta didik. Standar mengenai kemampuan dan
pemahaman penyelidikan tersebut bisa jadi sama, meskipun demikian pengajaran
untuk jenjang kelas yang berbeda akan berbeda pula menyesuaikan dengan
kemampuan maupun ketertarikan peserta didik pada usia yang berbeda (National
Research Council, 1996: 29).
38
2. Gaya Mengajar Guru
Gaya mengajar guru umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu pengajaran
langsung dan tidak langsung. Pengajaran langsung mengacu pada gaya pengajaran
menerangkan, guru menggunakan lebih banyak cara ceramah mengenai informasi
tertentu kepada para siswanya. Cara mengajar seperti ini disebut teacher centered
atau berpusat pada kontrol guru. Para guru dengan cara pengajaran langsung
cenderung untuk (1) membentuk tujuan akademis yang pasti, (2) menggunakan
materi yang terstruktur, dan bertahap, (3) menentukan rencana aktivitas para siswa,
(4) mengawasi dan memeriksa kemajuan para siswa terhadap tujuan dan
memberikan mereka umpan balik korektif, dan (5) menyediakan waktu yang cukup
untuk belajar materi yang telah dipersiapkan (Cruickshank, 2014: 10).
Pengajaran tidak langsung merupakan cara mengajar yang mengeluarkan hal-
hal yang dimiliki siswa atau student centered. Cara mengajar tidak langsung
berpusat pada siswa, pada pembelajaran ini siswa didorong untuk berpikir terhadap
suatu permasalahan, sehingga siswa dibiasakan untuk berpikir kreatif mengenai
pemecahan suatu masalah (Cruickshank, 2014: 10).
3. Potensi Belajar Peserta Didik
Setiap siswa memiliki perbedaan dalam potensi belajar dan dalam melakukan
banyak hal. Siswa bisa jadi memiliki potensi tinggi pada suatu bidang, namun dapat
memiliki potensi rendah pada bidang lain. Potensi terdistribusi secara normal di
dalam suatu populasi sama halnya dengan karakteristik manusia lainnya. Salah satu
cara untuk mengetahui potensi siswa adalah melalui observasi di dalam kelas atau
menggunakan tes kepada anak (Cruickshank, 2014: 89-90). Dengan mengetahui
39
potensi siswa, guru diharapkan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang
dapat diterima oleh siswa dengan keberagaman potensinya, sehingga pembelajaran
yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
4. Sarana dan Prasarana
Salah satu yang penting dalam penunjang keberhasilan seorang siswa dalam
kegiatan belajar mengajar adalah adanya kelengkapan sarana dan prasarana
penunjang kegiatan belajar mengajar yang dapat dimanfaatkan oleh siswa. Oleh
karena itu, dalam upaya mencapai hasil yang maksimal dalam pendidikan, guru
dalam penyampaian mata pelajarannya senantiasa menggunakan berbagai sarana
dan prasarana serta senantiasa memberikan dorongan kepada setiap siswa agar
siswa mampu meningkatkan kemampuan belajarnya (Legiwati, 2016: 295)
Semakin terampil guru memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran,
maka semakin efektif dalam pencapaian tujuan. Guru yang baik adalah guru yang
mampu memilih sarana dan prasarana yang paling tepat untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian dalam pelaksanaan pembelajaran siswa akan lebih mampu
menguasai ketrampilan seperti yang ditargetkan dalam RPP yang telah dibuat. Hal
ini dikarenakan keberhasilan seorang guru di dalam mendidik siswanya, bukan
hanya bergantung pada kepribadiannya yang menawan. Seorang guru memang
tidak terpancang sarana dan prasarana yang telah ada, tetapi seorang guru harus
mampu merancang kebutuhan sarana dan prasarana untuk kepentingan
pembelajaran, disini kreativitas seorang guru sangat diperlukan untuk mencari atau
mengembangkan alternatif-alternatif baru sesuai dengan kondisi individual guru
serta lingkungan sekolah yang dimiliki. Penggunaan sarana dan prasarana yang
40
tepat, disertai dengan kondisi kelas yang mendukung pembelajaran, siswa akan
memiliki dorongan untuk mengikuti pembelajaran di kelas (Legiwati, 2016: 295-
296).
5. Kefavoritan Sekolah
Secara etimologi favorit adalah yang disukai, yang dikagumi, atau yang
digemari. Favorit tidaknya suatu sekolah di masyarakat dapat dilihat dari beberapa
indikasi antara lain : (1) tingginya minat masyarakat untuk memasuki sekolah
tersebut sehingga jumlah pendaftar lebih banyak dari jumlah yang diterima; (2)
Tingginya Nilai Akhir Nasional (UAN) siswa yang diterima di sekolah tersebut; (3)
sekolah tersebut banyak mengukir prestasi baik siswa maupun gurunya; (4) para
lulusannya banyak diterima di sekolah yang negeri (Pangastuti, 2015: 65-66).
Penelitian ini melihat kefavoritan sekolah berdasarkan tingginya Nilai Akhir
Nasional (UAN) siswa yang di sekolah yang di kabupaten Bantul.
Istilah sekolah favorit banyak digunakan oleh masyarakat untuk menilai
kualitas sekolah, namun dalam kajian para ahli lebih banyak digunkan istilah
“sekolah unggul”, “sekolah baik”, dan “sekolah efaktif”. Menurut Depdiknas
(Nodyawati, 2011: 45-46), ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi sehingga
suatu sekolah dapat dikatakan sekolah unggul, yaitu sebagai berikut :
a. Kepemimpinan kepala sekolah yang profesional
Kepala sekolah seharusnya memiliki kemampuan pemahaman yang lebih
menonjol. Peran kepala sekolah yang efektif dan profesional dapat mengangkat
nama sekolah dan dapat memperbaiki prestasi akademik sekolah tersebut.
b. Guru-guru yang tangguh dan profesional
41
Guru memegang peranan penting dalam kegiatan sekolah karena berhadapan
langsung dengan peserta didik.
c. Memiliki tujuan filosofis yang jelas.
Tujuan filosofis diwujudkan dalam bentuk visi dan misi seluruh kegiatan
sekolah.
d. Lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.
Lingkungan yang kondusif bukan hanya ruang kelas dengan berbagai fasilitas.
Yang terpenting adalah dapat memberikan dimensi pemahaman secara
menyeluruh bagi peserta didik.
e. Jaringan organisasi yang baik.
Organisasi yang baik dan solid, baik organisasi guru dan orang tua akan
menambah wawasan dan kemampuan tiap anggotanya untuk belajar dan terus
berkembang.
f. Kurikulum yang jelas
g. Evaluasi belajar yang baik.
Bila kurikulum sudah tertata rapi dan jelas, maka dapat terindentifikasi dan
dapat terukur target pencapaian pembelajaran sehingga evaluasi belajar yang
diadakan mampu mempetakan kemampuan peserta didik.
h. Partisipasi orang tua peserta didik yang aktif dalam kegiatan sekolah.
Di sekolah unggulan manapun selalu melibatkan orang tua dalam kegiatannya.
Contoh kontribusi yang paling minimal adalah memberikan pengawasan secara
sukarela kepada peserta didik pada saat jam istirahat.
42
G. Penelitian Relevan
1. Research by Richard & Francis (2013) about Science Process Skill in the
Kenya Certificate of Secondary Education Biology Practical Examinations.
The results revealed a high percentage of basic science process skills at
73.73% compared to the integrated science process skills at 26.27%.
2. Penelitian oleh Prima Siti Nurhidayah (2014) mengenai Implementasi
Pembelajaran Bilogi Berbasis Inkuiri Oleh Guru Biologi SMA Negeri di
Kabupaten Bantul ditinjau dari Jenjang Kelas Peserta Didik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa guru Biologi SMA Negeri di Kabupaten Bantul telah
mengimplemntasikan pembelajaran berbasis inkuiri dengan frekuensi dan
tingkat kesulitan yang beragam. Ditemukan presentase tertinggi guru Biologi
SMA Negeri di Kabupaten Bantul memiliki persepsi hampir selalu
mengimplementasikan pembelajaran Biologi berbasis inkuiri.
3. Penelitian oleh Khim Yatul Nguzum (2015) mengenai Persepsi Guru Biologi
SMA Negeri di Kabupaten Bantul Terhadap Implementasi Metode Ilmiah
dalam Matap Pelajaran Biologi Ditinjau Berdasarkan Jenjang Kelas. Hasil
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan persepsi guru biologi SMA
Negeri di Kabupaten Bantul terhadap implementasi metode ilmiah dan
penggunaan metode observasi dan/atau eksperimen. Kedua kelompok guru
(kelas X dan XI IPA) lebih baik mengimplementasikan metode ilmiah
dengan contoh daripada tanpa contoh dan lebih sering menggunakan metode
observasi dalam mengimplementasikan metode ilmiah pada mata pelajaran
biologi.
43
H. Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian
Perbedaan KD
Perbedaan Alokasi
Waktu Mata Pelajaran
Biologi
Peristiwa-peristiwa
Khusus seperti UN
Perbedaan Karakteristik Setiap Jenjang Kelas
Perbedaan pengalaman
belajar
Proses Pembelajaran Metode Ilmiah pada mata
pelajaran Biologi
Kelas X/X
IPA
Kelas
XI IPA
Kelas
XII IPA
Perbedaan Karakteristik
Materi
Variabel bebas :
Jenjang Kelas yang
diampu
Tuntutan Kurikulum
Pembelajaran biologi
(Proses Ilmiah) KTSP
2006 dan kurikulum
2013
Tuntutan Hakikat
Biologi “science as
inquiry”
Belum terdapat
panduan operasional
membelajarkan metode
illmiah
Aktualisasi Pembelajaran metode ilmiah beserta
penialaiannya berdasarkan jenjang kelas yang diampu
guru
Variabel pengganggu :
Kefavoritan Sekolah