bab ii tinjauan pustaka 2eprints.umm.ac.id/61045/3/bab ii.pdf · 2020. 4. 16. · 5 bab ii tinjauan...
TRANSCRIPT
-
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sampah
Menurut UU RI No.18 Tahun 2008, sampah merupakan suatu kegiatan
manusia dan atau proses alam yang menghasilkan sisa berbentuk padat.
Sedangkan menurut SNI 10-2454-2002, Sampah adalah limbah yang dianggap
tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan
melindungi investasi pembangunan yang bersifat padat terdiri dari bahan organik
dan bahan anorganik.
Adapun yang akan dibahas yaitu sampah rumah tangga. Menurut
Damanhuri dan Padmi (2010), Sampah rumah tangga yaitu sampah sehari-hari
yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, dan tinja bukan termasuk dalam
sampah rumah tangga.
2.2 Timbulan Sampah
Menurut SNI 19-2454-2002 timbulan sampah merupakan jumlah sampah
yang dihasilakan oleh masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita
perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan. Besaran timbulan sampah
dibedakan menjadi dua, yaitu berdasarkan komponen sumber sampah dan
berdasarkan klasifikasi kota. Pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 menunjukan besaran
timbulan sampah.
Tabel 2.1 Besaran timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Sumber
Sampah
No Komponen Sumber
Sampah
Satuan Volume (liter) Berat (Kg)
1 Rumah Permanen Per orang/hari 2,25 – 2,50 0,350 – 0,400
2 Rumah Semi Permanen Per orang/hari 2,00 – 2,25 0,300 – 0,350
3 Rumah non Permanen
Per orang/hari 1,75 – 2,00 0,250 – 0,300
4 Kantor Per pegawai/hari 0,50 – 0,75 0,025 – 0,100
5 Toko/Ruko Per petugas/hari 2,50 – 3,00 0,150 – 0,350
6 Sekolah Per murid/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,020
7 Jalan arteri sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,020 – 0,100
8 Jalan kolektor sekunder Per meter/hari 0,10 – 0,15 0,010 – 0,050
9 Jalan lokal Per meter/hari 0,05 – 0,1 0,005 – 0,025
10 Pasar Per meter2/hari 0,20 – 0,60 0,1 – 0,3
Sumber: SNI 19-3983-1995
-
6
Tabel 2.2 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota
No Klasifikasi Kota Volume
(L/Orang/Hari)
Berat
(Kg/Orang/Hari)
1 Kota Besar
(500.000-1.000.000 jiwa)
2,75 – 3,25 0,70 – 0,80
2 Kota Kecil
(20.000-100.000 jiwa)
2,50 – 2,75 0,625 – 0,70
Sumber: SNI 19-3983-1995
Menurut Damanhuri dan Padmi (2010) timbulan sampah dinyatakan sebagai
berikut:
- Satuan berat : kg/org/hari
- Satuan volume : L/org/hari
Di Indonesia biasanya menggunakan satuan volume. Tetapi dalam
penggunaan satuan volume ini dapat menimbulkan dalam interpretasi karna
terdapat faktor kompaksi yang harus diperhitungkan. Contohnya, ada 10 tempat
wadah air jika masing-masing wadah berisi 100 liter, ketika dituangkan kedalam
wadah yang lebih besar maka akan menjadi 1000 liter. Beda halnya dengan
sampah, jika ada 10 wadah yang berisikan sampah 100 liter, ketika sampah
tersebut dituangkan ke dalam wadah yang lebih besar maka sampah akan
mengalami kompaksi yang membuat volume sampah berkurang. Densitas sampah
itu adalah kompaksi. Setiap harinya rata-rata timbulan akan bervariasi. Perbedaan
variasi timbulan sampah disebabkan oleh:
- Jumlah masyarakat dan tingkat pertumbuhannya
- Tingkat biaya hidup: biaya hidup semakin tinggi, maka timbulan sampah yang
dihasilkan semakin besar
- Kondisi Musim: Jika musim panah timbulan sampah di Negara Barat akan
mencapai angka minimum
- Cara hidup dan mobilitas penduduk
- Kondisi Iklim: Jika musim dingin debu pembakaran alat pemanas semain
bertambah di Negara Barat
- Cara menangani sisa makanan.
Agar pelaksanaan secara efisien dan efektif, pengolahan sampah
ditentukan oleh elemen-elemen dengan banyaknya jumlah timbulan sampah
disuatu daerah. Elemen-elemen tersebut yaitu:
-
7
- Peralatan yang dipilih, contohnya tempat sampah, alat untuk pengumpulan,
dan pengangkutan
- Perencanaan untuk rute pengangkutan sampah
- Fasilitas yang dibutuhkan untuk daur ulang
- Luas area dan juga jenis TPS
Menurut Direktur Pengembangan PLP (2017) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi banyaknya timbulan dan komposisi sampah, antara lain adalah:
1. Kategori suatu kota
2. Sumber asli sampah
3. Jumlah masyarakat, timbulan sampah akan mengalami peningkatan jika
jumlah masyarakat juga meningkat
4. Keadaan sosial perekonomian, timbulan sampah akan mengalami peningkatan
jika keadaan perekonomian dan sosial seseorang meningkat
5. Majunya teknologi, maju teknologi pun juga akan mempengaruhi jumlah
sampah dan kualitas sampah yang dihasilkan
Untuk mengetahui jumlah timbulan sampah, metode pengukuran dan
pengambilan contoh timbulan sampah menggunakan SNI 19-3964-1994. Metode
ini digunakan karna pengukuran yang dilakukan secara langsung dari sumbernya
dan mengambil beberapa jumlah sempel yang akan diberlangsung selama 7 hari
secara berurut. Angka timbulan sampah dibawah ini dapat digunakan apabila
belum adanya pengamatan lapangan:
- Suatu timbulan sampah kota besar = 2 – 2,5 l/orang/hari atau 0,4 – 0,5
kg/orang/hari
- Suatu timbulan sampah kota kecil = 1,5 – 2 l/orang/hari atau 0,3 -0,4
kg/orang/hari
Untuk menentukan timbulan sampah maka diperlukan untuk mengetahui
beberapa hal yaitu, Proyeksi Jumlah Penduduk, Survei Pengambilan Sampel
Sampah pada Sumber Sampah, Densitas Sampah, Timbulan Sampah:
-
8
2.2.1 Proyeksi Jumlah Penduduk
Menurut Anjayani dan Haryanto (2009), Dalam merencanakan
pembangunan yang menyangkut dengan kesejahteraan rakyat membutuhkan data
jumlah penduduk pada waktu mendatang. Untuk mengetahui berapa jumlah
penduduk pada waktu yang akan datang dapat diperoleh dengan metode
matematika. Ada beberapa komponen yang mempengaruhi perubahan proyeksi
penduduk yaitu, kelahiran, kematian, dan migrasi menurut Turkiran (1992).
Jumlah penduduk suatu hal yang penting dalam perhitungan jumlah
timbulan sampah. Menurut peraturan menteri pekerjaan umum (2007), untuk
mengetahui pertambahan jumlah masyarakat sampai diakhir tahun perencanaan
akan menggunakan metode aritmatik, geometrik, dan metode least squre.
- Metode aritmatik
Pn = Po + Ka. n (2.1)
Dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
Ka = angka pertambahan penduduk/tahun
n = periode waktu proyeksi
- Metode geometrik
Pn = Po (1+r) n (2.2)
Dimana: Pn = jumlah penduduk pada tahun ke-n
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar
r = laju pertambahan penduduk/tahun
n = periode waktu proyeksi
- Metode least square
Ŷ = a + Bx (2.3)
Dimana: Ŷ = nilai variabel berdasarkan garis regresi
X = variabel independen
a = konstanta
b = koefisien arah regresi linier
adapun persamaan a dan b adalah sebagai berikut:
a = Ʃ𝑌.Ʃ𝑋2 − Ʃ𝑋.Ʃ𝑌
𝑛.Ʃ𝑋2−(Ʃ𝑋)2 (2.4)
-
9
b = 𝑛.Ʃ𝑋.𝑌− Ʃ𝑋.Ʃ𝑌
𝑛.Ʃ𝑋2−(Ʃ𝑋)2 (2.5)
2.2.2 Survei Pengambilan Sampel Sampah pada Sumber Sampah
Pengambilan sampel sampah pada sumber sampah ini mengacu pada SNI
19-3964-1994 tentang bagaimana metode pengambilan sampel sampah dan
pengukuran sampel timbulan sampah. Penelitian pengambilan contoh sampah
yang akan dilakukan selama 7 hari berturut-turut di Kecamtan Plampang agar rata-
rata timbulan sampah akan dihasilkan dalam satuan l/hari/org atau kg/hari/org
dapat diketahui. Untuk pengambilan sampel sampah dilakukan di perumahan
secara acak stara dengan jumlah hasil dari perhitungan menggunakan rumus
sebagai berikut:
a. Jumlah sampel jiwa dan kepala keluarga (KK) dihitung menggunakan rumus
di bawah ini:
S = Cd √𝑃𝑠 (2.6)
Dimana: S = Jumlah contoh (jiwa)
Cd = Koefisien perumahan
Cd = kota besar/ metropolitan = 1
Cd = Kota sedang/ kota kecil = 0,5
Ps = Populasi (jiwa)
K = 𝑆
𝑁 (2.7)
Dimana: K = Jumlah contoh (KK)
N = Jumlah jiwa per keluarga
b. Jumlah sampel timbulan sampah dari perumahan
Contoh dari perumahan peermanen = (S1 x K) keluarga
Contoh dari perumahan semi permanen = (S2 x K) keluarga
Contoh dari perumahan non perumahan = (S3 x K) keluarga
Dimana:
S1 = Proporsi jumlah KK perumahan permanen dalam (25%)
S2 = Proporsi jumlah KK perumahan semi permanen dalam (30%)
S3 = Proporsi jumlah KK perumahan non permanen dalam (45%)
-
10
2.2.3 Densitas Sampah
Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011) densitas atau kompaksi
sampah merupakan berat sampel sampah dalam satuan kilogram dibagi dengan
volume sampel sampah (kg/m3). Densitas atau kompaksi sampah yang dihitung
adalah densitas sampah di kotak pengukuran sampel timbulan sampah.
= 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 (
𝑘𝑔
ℎ𝑎𝑟𝑖)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 (𝑜𝑟𝑔) (2.8)
Densitas atau kompaksi sampah akan dipengaruhi dengan cara
pengambilan dan pengangkutan yang digunakan. untuk kebutuhan desain
biasanya digunakan angka:
- Di wadah sampah rumah: 0,01 – 0,20 ton/m3
- Di gerobak sampah: 0,20 – 0,25 ton/m3
- Di truk terbuka: 0,30 – 0,40 ton/m3
- Di TPA dengan pemadaran konvensional= 0,50 – 0,60 ton/m3
2.2.4 Mengukur Timbulan Sampah
Timbulan sampah adalah jumlah sampah yang disebabkan oleh
masyarakat. Untuk mengetahui timbulan sampah dilakukan dengan cara
mengambil sampel data selama 7 hari sesuai dengan SNI 19-39-64-1994 tentang
bagaimana metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi
sampah perkotaan. Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011) Untuk
menghitung jumlah timbulan dapat dilakukan dengan pengukuran berat atau
volume atau kedua-duanya.
2.3 Komposisi Sampah
Menurut Direktur Pengembangan PLP (2011) Komposisi sampah
merupakan komponen-komponen sampah yang dimana membentuk kesatuan
dalam suatu porsentase (%). Sangatlah menentukan suatu komposisi sampah
dalam sistem penanganan yang dapat di lakukan terhadap sampah. Komposisi
sampah ini akan berbeda sesuai dengan sumber asli sampah, perbedaan kondisi
perekonomian serta perilaku masyarat yang bermacam-macam dan juga
bagaimana sampah ditangani di sumbernya. Tabel 2.3 menggambarkan sampel
-
11
komposisi sampah kota. Sedangkan Tabel 2.4 menggambarkan beberapa sampel
sumber dan komposisi sampahnya
Tabel 2.3 Komposisi Sampah Domestik
Kategori sampah % Berat % Volume
Kertas dan bahan-bahan kertas 32,98 62,61
Kayu/produk dari kayu 0,38 0,15
Plastik, kulit, dan produk karet 6,84 9,06
Kain dan produk tekstill 6,38 5,1
Gelas 16,06 5,31
Logam 10,74 9,12
Bahan batu, pasir 0,26 0,07
Sampah organik 26,38 8,58
Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2010
Tabel 2.4 Beberapa Contoh Sumber dan Komposisi Sampah
No Sumber Sampah Komposisi Sampah
1 Kantor Kertas
Karton
Plastik
Cartridge printer bekas
Sampah makanan
2 Rumah Sakit Kertas
Kapas bekas
Plastik (pembungkus spuit, spuit bekas)
Kaca (botol obat, pecahan kaca)
Logam (jarum suntik)
Perban bekas
Potongan jaringan tubuh
Sisa-sisa obat
Sampah makanan
3 Pasar Sampah organik mudah membusuk
Plasik
Kertas/karton
Kayu pengemas
Karet
Kain
4 Lapangan olahraga Kertas
Plastik
Sampah makanan
Potongan rumput
5 Lapangan terbuka Ranting/daun kering
Potongan rumput
6 Jalan & lapangan parkir Kertas
Plastik
Daun kering
7 Rumah tangga Sampah makanan
Kertas/karton
Plastik
Logam
Kain
Daun, ranting
8 Pembangunan gedung Pecahan bata
Pecahan beton
Pecahan genting
Kayu
Kertas
Platik
Sumber: Direktur Pengembangan PLP, 2011
Sumber asli sampah jika dilakukan penanganan akan dipengaruhi oleh
komposisi sampah. Contohnya jika suatu sumber asli sampah menghasilkan
-
12
jumlah sampah organik lebih banyak maka melakukan pemisahan sampah organik
dengan non organik akan lebih mudah untuk proses pengolahan serta proses
pengomposannya. Untuk mengetahui komposisi sampah dapat ditentukan
berdasarkan rumus berikut:
Komposisi sampah (%) = 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑘𝑔)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ𝑥 100% (2.10)
2.4 Karakteristik Sampah
Menurut Damanhuri dan Padmi (2010) selain karakteristik kimia dan fisik
sampah juga bisa ditampilkan dalam penganan sampah. Komponen-komponen
sampah membuat karakteristik yang sangat bervariasi. Setiap tempat atau daerah
memungkinkan jenis sampah yang berbeda dan memiliki sifat sampah yang
berbeda juga. Dan juga sampah kota di negara yang berkembang akan berbeda
susunannya dengan sampah kota di negara maju.
Berdasarkan sifat-sifat sampah maka karakteristik sampahpun kelompokkan
menjadi seperti berikut:
- Karakteristik fisika: densitas, kadar air, kadar volatil, kadar abu, nilai kalor,
distribusi ukuran
- Karakteristik kimia: sampah yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S dsb.
Tabel 2.5 merupakan contoh karakteristik sampah yang sering dimunculkan di
indonesia.
Tabel 2.5 Contoh Karakteristik Sampah
Komponen Kadar air (% berat
basah)
Kadar volatil (%
berat kering)
Kadar abu (%
berat kering)
Sisa makanan 88,33 88,09 11,91
Kertas tissu 5,03 99,69 0,31
Daun 34,64 96,92 3,08
Botol kaca 1,30 0,52 99,48
Botol/cup plastik 2,57 88,48 11,52
Karton 6,57 94,45 5,55
Kertas putih 50,65 80,00 20,00
Tekstil 3,41 86,32 13,68
Plastik macam-
macam
68,45 98,21 1,79
Sumber: Damanhuri dan Padmi, 2010
Bahan yang berasal dari kegiatan rumah tangga ini, baik di kota maupun
di desa akan pasti tidak lepas dari penggunaan yang berbahaya. Tetapi pada
-
13
dasarnya jika pemakain, penyimpanan dan pengelolaan sesuai ketentuan yang
berlaku tidak akan menimbulkan bahaya. Sebab itu pada kemasan barang tersebut
terdapat aturan untuk penyimpanan, contohnya jangan terpapar pada temperatur
tinggi atau hindari dari jangkauan oleh anak-anak. Beberapa barang berbahaya
dalam rumah tangga, yaitu:
a. Produk pembersih
- Bubuk penggosok abrasif: korosif
- Pembersih mengandung senyawa amunium dan turunannya: korosif
- Pengelantang: toksik, korosif
- Pembersih saluran air: korosif
- Pengkilap mebel: mudah terbakar
- Pembersih kaca: korosif (iritasi)
- Semir sepatu: mudah terbakar
- Pembersih toilet dan lantai: korosif
b. Perawatan badan
- Shampo (anti ketombe): toksik
- Penghilang cat kuku: toksik, mudah terbakar
- Minyak wangi: mudah terbakar
- Kosmetika: toksik
- Obat-obatan: toksik
c. Produk otomotif
- Cairan anti beku: toksik
- Oli: mudah terbakar
- Aki mobil: korosif
- Bensin, minyak tanah: mudah terbakar, toksik
d. Produk rumah tangga lain
- Cat: mudah terbakar, toksik
- Pelarut/ tiner: mudah terbakar
- Baterei: korosif dan toksik
- Khlorin kolam renang: korosif dan toksik
- Biosida anti insek: toksik, mudah terbakar
- Herbisida, pupuk: toksik
-
14
- Aerosol: mudah terbakar, mudah meledak
Pada Gambar 2.1 dapat dilihat contoh dari sampah-sampah berbahaya yang
berasal dari sampah rumah tangga.
Gambar 2.1 Contoh sampah B3 Rumah Tangga (Badan Penelitian dan
Pengembangan, 2010)
2.5 Pencemaran Sampah Terdapat Lingkungan
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2011) dalam dunia pekerja
pengelola kebersihan banyak yang mengalami bebagai masalah antara lain yaitu
prasaranan dan sarana yang tidak tersedia, SDM, peraturan, dan dana yang
memadai. Sehingga membuat pekerja tidak dapat memberikan pelayanan yang
baik sesuai dengan ketentuan teknis dan harapan masyarakat, dan juga dapat
berakibat terjadinya pencemaran lingkungan seperti pencemaran udara (bau),
pencemaran air, dan pencemaran tanah.
2.5.1 Pencemaran Udara
Menurut Sulistiyorini (2017) pencemaran udara yang disebabkan oleh
sampah yaitu menjadikan udara disekertirnya menjadi tidak segar yang akan
menimbulkan gangguan pernapasan. Menurut muslimah (2015) pencemaran
udara disebabkan oleh tumpukan sampah dalam jangka waktu lama tanpa ada
penanganan yang menghasilkan bau busuk.
Direktorat Pengembangan PLP (2011) mengatakan bau yang tidak sedap
berasal dari sampah yang menumpuk dan tidak segar yang memberikan dampak
-
15
buruk bagi kawasan disekitarnya terutama permukiman, tempat rekreasi,
perbelanjaan, dan lain-lain. Pembongkaran sampah dengan volume yang besar
dalam lokasi pengolahan berpotensi menimbulkan gangguan bau yang tidak
sedap. Selain itu sarana pengangkutan yang tidak tertutup berpotensi
menimbulkan masalah bau di sepanjang jalur yang dilalui, terutama akibat
tercecernya air lindi dari bak kendaraan pengangkut sampah.
Pembakan sampah juga juga sering terjadi sehingga menyebabkan gangguan bagi
lingkungan sekitarnya. Pembakaran sampah akan menghasilkan gas metan
menyebabkan api sulit dipadamkan sehingga asap yang dihasilkan akan sangat
mengganggu daerah sekitarnya.
2.5.2 Pencemaran Air
Menurut Sulistiyorini (2017) pencemaran air merupakan masalah yang
sulit dihindari, air yang tercemar tidak dapat dimanfaatkan bahkan dapat
membahayakan. Pencemaran air sering terjadi akibat dari kegiatan manusia
seperti kegiatan perindustrian dimana air limbah akan dibuang ke sungai maupun
laut. kegiatan manusia yang membuang sampah ke sungai atau laut dimana
sampah tersebut akan mengalami pembusukan yang membuat air menjadi keruh
dan berbau.
Sedangkan menurut Irianto (2015) pencemaran air dapat merupakan
masalah regional maupun lingkungan global dan sangat berhubungan dengan
pencemaran tanah maupun pencemaran udara. Pada saat hujan turun dengan
kondisi udara yang tercemar maka air hujan tersebut juga ikut tercemar. Adapun
bahan buangan yang dapat menimbulkan pencemaran air yaitu bahan buangan
padat, bahan buangan organik, bahan buangan anorganik, bahan buangan olahan
makanan, bahan buangan cairan berminyak, dan bahan buangan zat kimia.
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2011) timbulan sampah yang
terkena air hujan akan menghasilkan air lindi, dimana air lindi dapat mengalir ke
saluran ataupun tanah sekitarnya yang akan menyebabkan terjadinya pencemaran.
Lahan dengan kemiringan terdapat aliran air tanah cukup tinggi yang
memungkinkan akan terjadi pencemaran pada sumur penduduk yang memiliki
elevasi yang rendah. Karakteristik pencemaran air lindih yang sangat besar
-
16
mempengaruhi kondisi badan air, terutama air peermukaan yang mudah
mengalami kekurangan oksigen terlarut sehingga mematikan biota yanng ada.
2.5.3 Pencemaran Tanah
Menurut Muslimah (2015) tanah merupakan salah satu bagian terpenting
dalam menunjang kehidupan makhluk hidup, seperti tumbuhan ditanam kemudian
dimakan oleh hewan dan juga manusia memakan tumbuhan maupun hewan.
Ketika permukaan tanah tercemari suatu zat yang berbahaya, maka itu dapat
menguap tersapu air hujan dan bisa juga masuk meresap kedalam tanah. Timbulan
sampah dapat mengganggu tanah disekitar dikarenakan air lindir, bau, dan
estetika. Timbulan sampah yang menutupi permukaan tanah mengakibatkan tanah
tidak bisa di manfaatkan. Karena timbunan sampah ini dalam jangka waktu yang
lama mengakibatkan permukaan tanah menjadi rusak dan air lindi yang dihasilkan
akan meresap ke dalam tanah sehingga dapat mengganggu kualitas dari air tanah.
Direktorat Pengembangan PLP (2011) mengatakan membuang sampah
yang tidak dilakukan dengan baik misalnya membuang pada lahan kosong akan
menyebabkan lahan setempat mengalami pencemaran akibat tertumpuknya
sampah organik dan juga mungkin terdapat sampah berbahaya (B3). Ketika itu
terjadi akan membutuhkan waktu yang sangat lama sampai sampah terdegradasi
atau larut dari lokasi tersebut. Sepanjang waktu itu lahan tersebut berpotensi
menimbulkan pengaruh buruk terhadap lingkungan dan manusia disekitarnya.
2.6 Tempat Pengelohan Sampah Terpadu 3R
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017), TPST 3R merupakan
suatu tempat untuk mengolah sampah, yang diawali dengan mengumpulkan
sampah, memilah, menggunakan ulang, mengelolah kembali, dan pengolahan
yang akan dilakukan pada suatu daerah tertentu. Dalam pengolahan Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) 3R juga terdapat kegiatan mengelolah
sampah organik serta menjual barang lapak atau sampah non organik, bertujuan
untuk mengurangi banyaknya timbulan sampah.
-
17
2.6.1 Pengolahan Sampah 3R
UU No. 18 2008 menjelaskan pengelolaan sampah adalah suatu proses
dimana terdapat kegiatan yang menangani dan mengurangi sampah. Sedangkan
menurut Peraturan Menteri PU No. 21 2006 Tentang ketentuan serta rencana
nasional pengembangan sistem pengelolaan persampahan, sampah berasal dari
sumbernya akan di kurangi semaksimal mungkin dengan memakai sistem Reduce,
Reuse, dan Recycle (3R). berikut adalah konsep pengelolaan sampah dengan
sistem 3R Direktorat Pengembangan PLP (2014):
a. Reduce (Pengurangan Volume)
Reduce merupakan suatu upaya pengurangan timbulan sampah dilingkungan
sumber, bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan. Upaya untuk
pengurangan timbulan sampah disetiap sumbernya dapat dilakukan dengan cara
mengubah pola hidup konsumtif, yaitu merubah kebiasaan boros yang
menghasilkan banyak sampah menjadi hemat atau sedikit sampah.
b. Reuse (Penggunaan Kembali)
Reuse berarti penggunaan kembali bahan atau material agar tidak menjadi
sampah, seperti menggnakan kertas bolak balik, menggunakan botol minum yang
bisa di pakai berulang kali.
c. Recycle (Daur Ulang)
Recycle yaitu kegiatan daur ulang suatu bahan yang tidak digunakan lagi
menjadi suatu yang bermanfaat melalui proses pengelolaan. Seperti mengelolah
sisa kain perca menjadi selimu, kain lap, keset kaki. Mengelolah botol atau plastik
bekas menjadi biji plastik untuk di jadikan menjadi ember, hanger, pot, dan yang
lain.
Tujuan mengelolah sampah adalah untuk pengurangan serta pemanfaatan
sampah, dimulai dari sumber sampah sampai dengan sampah yang akan terbuang
ke TPA dapat di kurangi. Dalam teknik pengoperasian program 3R mulai dari
sumber asli sampah harus semaksimal mungkin sampai pemrosesan akhir, seperti
terlihat pada Gambar 2.2. serta pada Gambar 2.3 dapat dilihat skema dari contoh
produk hasil pengolahan yang diaplikasikan oleh 3R di lapangan dengan cara
pengelompokan, pemilihan dan pengolahan sesuai jenis sampah.
-
18
Gambar 2.2 Teknik Operasional Pengolahan Sampah kota (Badan
Penelitian dan Pengembangan, 2010)
Gambar 2.3 Skema contoh produk hasil pemilahan (Badan Penelitian dan
Pengembangan, 2010)
2.6.2 Pengolahan Sampah Organik
Sampah-sampah sisa makanan, dedaunan, buah, sayuran sisa merupakan
sampah organik domestik yang dihsilkan oleh aktivitas pemukiman. Sampah
organik dapat diolah menjadi kompos. Kompos merupakan sampah organik yang
-
19
telah melalui proses dekomposisi secara alami. Kompos yang berfungsi sebagai
peningkat kesuburan tanah dan menjaga kesehatan tanah. Fungsi lain dari kompos
yaitu kandungan bahan organik tanah menjadi meningkat sehingga bisa
memperbaiki struktur tanah dan kemampuan tanah meningkat untuk
mempertahankan kandungan air tanah (Sundari, 2009). Pada Gambar 2.4
merepukan proses dari pengolahan sampah organik menjadi kompos dan pada
Tabel 2.6 dapat dilihat spesifikasi kompos dari sampah organik domestik .
Gambar 2.4 Diagram alir kegiatan pengomposan sampah (Direktorat
Pengembangan PLP, 2014)
-
20
Tabel 2.6 Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik
No Parameter Satuan Min Max No Parameter Satuan Min Max
1 Kadar air % ̊C 50 17 Cobalt Mg/kg * 34
2 Temperatur Suhu air
tanah
18 Chromium Mg/kg * 210
3 Warna Kehitaman 19 Tembaga Mg/kg * 100
4 Bau Berbau
tanah
20 Merkuri Mg/kg * 0,8
5 Ukuran
partikel
Mm 0,55 25 21 Nikel Mg/kg * 62
6 Kemampuan
ikat air
% 58 22 Timbal Mg/kg * 150
7 Ph 6,8 7,49 23 Selenium Mg/kg * 2
8 Bahan asing % * 1,5 24 Seng (Zn) Mg/kg * 500
Unsur
makro
Unsur lain * 25,5
9 Bahan
organik
% 27 58 25 Calsium % * 0,6
10 Nitrogen % 0,4 26 Magnesium % * 2,0
11 Karbon % 9,8 32 27 Besi % * 2,2
12 Phospor % 0,1 28 Aluminium % 0,1
13 C/N rasio 10 20 29 Mangan %
14 Kalium % 0,2 * Bakteri
Unsur mikro 30 Fecal coli MPN/gr 1000
15 Arsen Mg/kg * 13 31 Salmonella
sp
MPN/4gr 3
16 Cadmium Mg/kg * 3
Keterangan: *Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum
Sumber: SNI 19-7030-2004
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2014) salah satu teknik
pengomposan yaitu teknik pengomposan dengan menggunakan metode lajur
terbuka (Open Windrow). Metode lajur terbuka (open windrow) ini merupakan
metode pengomposan skala kawasan dimana proses pengomposannya terbukti
paling mudah dilakukan dan diterapkan. Ada beberapa ketentuan kapasitas
pengomposan menggunakan metode open windrow, berikut adalah ketentuannya:
1. Ukuran tumpukan sampah maksimumnya adalah tinggi (T): 1,5 m, lebar (L):
1,75 m dan panjang (P): 2 m
2. Sampah organik yang bisa dikomposkan sekitar 60%-70%
3. Rumus volume setiap tumpukan sampah yaitu V=P x L x T (m3)
4. Rumus untuk total volume seluruh tumpukan yaitu A= n x V, dimana n
merupakan bayaknya tumpukan. Jarang minimal setiap tumpukan yang telah
diatur adalah 1,5 m. Adanya jarak tersebut agar pekerja bisa memantau suhu
dan mudah untuk membalik sampah.
-
21
5. 60 hari adalah kebutuhan minumum untuk pasokan sampah.
6. Pemasokan sampah perhari= P/60
7. Menghitung hasil dari produksi
Selama proses pengomposan bahan organik mengalami penyusutan sebesar
75%, maka banyaknya kompos diakhir adalah 25% dari banyaknya tumpukan
diawal
Berikut alur komposter secara Open Windrow:
1. Pemilahan sampah
Pemilahan sampah dilakukan agar sampah organik dan non organik terpisah.
2. Pencacahan
Pencacahan ini dilakukan agar sampah organik memiliki ukuran yang sama
agar proses pengomposan lebih mudah dikerjakan. Pada Gambar 2.4 Dapat
dilihat alat pencacah sampah.
Gambar 2.5 Beberapa Contoh Alat Pencacah Sampah (Direktorat PPLP,
2014)
3. Menumpuk bahan kompos
Diatas aerator bambu dilakukan penumpukan sampah organik yang dapat
dikomposkan, kemudian setiap ketebalan 30 cm lakukan penyiraman supaya
kelembapannya merata.
4. Mengukur temperatur serta kelembapan
Mengukur temperatur dilakukan dengan alat termometer alkohol.
Pengukuran ini dilakukan jika penumpukan telah berumur 2-4 hari untuk
memperoleh suhu tumpukan > 65̊C
-
22
Setelah itu, dilakukan pengukuran temperatur pada 5 lubang tiap
tumpukan pengukuran ini dilakukan setiap 2-4 hari. Untuk membuat 5
lubang dengan cara menusuk sisi-sisi tumpukan sebanyak lima kali di
tempat yang berbeda dan untuk mengetahui kedalaman dibutuhkan alat
bantu berupa kayu keras atau sebatang besi. kedalaman dari 5 lubang
tersebut yaitu 2/3 tinggi tebal dari tumpukan. cara pengukuran suhunya
dengan cara memasukan termometer kedalam lubang kemudian tutup
kembali lubang sampai yang kelihatan hanya tali yang mengikat
termometer. Cabut termometer dengan menarik talinya setelah 1-2 menit,
lalu bacalah dengan cepat suhu tersebut agar suhu lingkungan tidak
mempengaruhinya.
Pada saat pengukuran suhu tersebut dilakukan juga pengukuran
kelembapan tumpukan. Sekitar 50% kelembapan yang diinginkan.
Ambillah bagian dalam tumpukan kemudian diremas dengan kepalan
tangan, itulah cara untuk mengukur kelembapan.
- Apabila air rembesan cukup banyak mengalir pada sela-seka jari,
maka tumpukan terlalu lembab atau diatas > 50%
- Apabila air remasan tidak ada yang keluar dari sela-sela jari, maka
tumpukan itu terlalu kering atau kelembapan tumpukan di bawah
-
23
terowongan bambu, kemudian disusun menjadi tumpukan lagi pada
tempat semula. Pembalikan kompos secara tunggal adalah tumpukan
dibongkar kemudian langsung memindahkannya ketempat yang baru
di sebelahnya.
- Apabila kelembapan tumpukan diatas > 50% (basah), maka akan
dilakukan pembalikan pada tumpukan kompos tanpa melakukan
penyiraman
- Apabila kelembapan tumpukan rendah, maka lakukanlah penyiraman
pada saat pembalikan ataupun penyiraman diatas tumpukan secara
langsung.
5. Pengayakan kompos
Pengayakan kompos ini dilakukan agar dapat memisahkan kompos yang halus
dan kasar. Dapat dillihat Gambar 2.5 adalah gambar alat pengayak kompos
Gambar 2.6 Alat Pengayak Kompos (Direktorat PPLP, 2014)
6. Pengemasan kompos
Seletah proses pengomposan selesai maka hasil produk kompos di kemas dan
bisa pasarkan.
Pengomposan dipengeruhi beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan menurut Widarti, dkk
(2015), sebagai berikut:
a. Rasio C/N
Rasio organik karbon dengan nitrogen (C/N) adalah suatu aspek yang sangat
penting dari keseimbangan harga total. 30 bagian dari karbon untuk masing-
masing dari nitrogen dimanfaatkan untuk metabolisme hidup
mikroorganisme. Untuk menjadi CO2 membutuhkan 20 karbon untuk
dioksidasi dan 10 bagian lainnya di gunakan untuk mensintesis protoplasma.
b. Besarnya partikel
-
24
Peningkatan kontak antara mikroba dengan bahan membutuhkan permukaan
area yang lebih luas serta kegiatan dekomposisi akan lebih cepat berjalan.
Besarnya ruang antar bahan (porositas) dipengaruhi juga oleh ukuran partikel.
Memperkecil ukuran partiker agar dapat meningktakan luas permukaan.
c. Aerasi
Aerasi akan ditentuan oleh ruangan kosong dan kandungan air pada bahan
(kelembaban). Pada proses anaerob akan menghasilkan bau yang tidak sedap
jika proses aerasi terhambat. Agar proses aerasi tidak terhambat dilakukan
peningkatan dengan cara membalikan kompos agar udah mengalir didalam
tumpukan kompos.
d. Porositas
Porositas merupakan ruangan diantara sela-sela partikel yang berada dalam
tumpukan kompos. Pengukuran volume rongga dibandingkan dengan total
volume agar porositas dapat dihitung. Rongga tersebut akan berisi udara serta
air. Proses pengomposan akan menampung oksigen melalui udara. Pasokan
oksigen akan mengalami pengurangan jika rongga-rongga tersebut dipenuhi
oleh air dan proses pengomposan pu akan terganggu.
e. Kelembaban (Moisture content)
Untuk metabolisme mikroba dibutuhkan kelembapan yang optimal
berkirasan 40-60%. Aktivitas mikroba akan mengalami penurunan jika
kelembapan dibawah 40% dan akan mengalami penurunan yang lebih rendah
lagi jika kelembaban 15%. Volume udara berkurang, usur hara akan tercuci,
menurunnya aktivitas mikroba dan akan menimbulkan bau yang tidak sedap
pada saat fermentasi anaerobik jika kelembapan lebih besar dari 60%.
f. Suhu
Ketika suhu semakin tinggi maka konsumsi oksigen akan semakin banyak
serta proses dekomposisi oksigen akan semkin cepat. Pada tumpukan kompos
akan terjadi peningkatan suhu. Yang menunjukan aktivitas pengomposan
berjalan cepat dapat dilihat jika temperatur berkisar antara 30-60 ̊C. Mikroba-
mikroba akan terbunuh jika suhu melebihi 60 ̊C, mikroba yang bisa bertahan
hidup hanya mikroba thermofilik.
g. Tingkat keasaman (pH)
-
25
Pada prosses pengomposan optimal pH yang digunakan berkisar antara 6,5
sampai dengan 7,5. Perubahan bahan organik dan pH dari bahan organik itu
sendiri disebabkan oleh proses pengomposan. pH akan mendekati netral jika
kompos sudah mulai matang.
h. Kandungan unsur hara
Kandungan unsur hara yang berupa P dan K juga penting dalam proses
pengomposan dan kompos yang berasal dari peternakan juga terdapat unsur
tersebut. Dalam proses pengomposan unsur hara juga akan dimanfaatkan oleh
mikroba.
2. Mikroorganisme yang Efektif (EM4)
Menurut Yuniwati, dkk (2012), mikroorganisme yang efektif adalah larutan
yang didalamnya terdapat mikroorganisme fermentasi dan jumlahnya
sangat banyak, yang dapat bekerja secara efektif dalam fermentasi pokok
dipilih sekitar 80 genus serta mikroorganisme, yaitu bakteri fotosintetik,
Lactobacillis Sp, Saccharomyces Sp, Actinomycetes Sp, jamur yang
difermentasi. EM4 memiliki tingkat ph yang kurang dari 3,5, bentuknya
berupa cairan berwarna kuning kecoklatan berbau sedap. Tidak dapat
digunakan lagi jika ph nya melebihi 4.
EM4 mempunyai beberapa manfaat diantaranya yaitu:
a. Untuk perbaikan sifat kimia, sifat fisik, maupun sifat biologis tanah
b. Mempuyai unsur hara yang diperlukan oleh tanah, dengan cara
menyiramkannya ketanah
c. Bisa sebagai penyehat tanaman, produksi tanaman menjadi meningkat,
serta kestabilan tanaman bisa terjaga.
d. Sampah organik dan kotoran hewan akan menjadi cepat proses
pembuatan komposnya.
2.6.3 Alat Pengangkut Sampah
Untuk berjalannya TPST diperlukan alat pengangkut sampah yang akan
mengangkut sampah dari sumbernya. Pada Gambar 2.7, 2.8, dan 2.9 bisa dilihat
macam-macam alat pengangkut sampah:
-
26
Gambar 2.7 Gerobak Sampah tanpa Motor (Google)
Gambar 2.8 Gerobak Sampah dengan Motor (Google)
Gambar 2.9 Truk Sampah (Google)
2.7 Parameter Teknis Perencanaan TPST 3R
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) kriteria Tempat
Pengolahan Sampah (TPS) 3R adalah minimal berkapasitas 400 KK, luas minimal
200 m2 yang teridiri dari gapura untuk logo Pemerintah Kabupaten/ Kota dan
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Bangunan beratap, kantor,
-
27
unit pencurahan sampah tercampur, unit pemilahan sampah tercampur, unit
pengolahan sampah organik, unit pengolahan/penampungan sampah anorganik/
daur ulang, unit pengolahan/penampungan sampah residu, gudang/kontainer
penyimpanan kompos padat/cair/gas bio/sampah daur ulang/sampah residu,
gerobak/motor pengumpulan sampah.
2.7.1 Standart TPST 3R
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) standart TPST 3R, yaitu:
1. TPST minimal melayani 400 KK atau 1600 sampai 2000 jiwa dengan
penghasilan sampah 4- 6 m3 perhari
2. Sampah yang masuk adalam sampah yang masih tercampur dari sumber
aslinya tetapi lebik baik jika sampahnya telah dipisahkan
3. Kebutuhan lahan yang dibutuhkan minimal 200 m2
4. Minimal saran untuk pengambilan sampah menggunaka gerobak yang
berkapasitas 1 m3, dengan 3 kali ritasi per hari
5. Memiliki tempat untuk penampungan sampah, tempat untuk pemilihan
sampah, tempat pengolahan sampah organik, dan tempat pengolahan atau
penampungan sampah anorganik (daur ulang), dan tempat penampungan
residu sampah anorganik.
2.7.2 Kriteria Pemilihan Lokasi TPST
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) kriteria pemilihan lokasi TPST
sebagai berikut:
a. Kriteria Utama
Lahan yang akan dibangun TPST 3R berada dalam batas administrasi yang
sama dengan area palayanan TPST.
Kawasan yang mempunyai tingkat kerawanan sampah yang tinggi, sesuai
dengan SSK dan data dari BPS
Lahan tersebut dimiliki oleh pemerintah Kabupaten/Kota, fasilitas
umum/sosial, dan lahan milik desa
Minimal memiliki ukuran 200 m2
Penempatan lokasi TPST sedekat mungkin dari daerah pelayanan
-
28
b. Kriteria Pendukung
Berada di dalam kawasan masyarakat berpenghasilan rendah di daerah
perkotaan/semi-perkotaan, bebas banjir, ada akses jalan masuk, dan tidak jauh
dari jalan raya
Palayanan minimal 400 KK
Masyarakat bersedia membayar iuran pengolahan sampah
Sudah memiliki kelompok yang aktif di masyarakat seperti PKK, karang
taruna, atau pengelola kebersihan/sampah.
2.7.3 Perencanaan TPST
Untuk perencanaan desain TPST 3R akan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Telah mendapatkan hasil dari perhitungan luasan lahan masing-masing (lahan
pemilahan sampah, lahan pengomposan sampah organik, gudang, mesin, dan
lain-lain);
2. Telah melakukan pertemuan dengan masyarakat dan mendapatkan
kesepakatan dengan masyarakat tentang rencana pembangunan TPST
tersebut dan peralatan teknologi yang akan diterapkan;
3. Hasil kesepakatan untuk penentuan posisi masing-masing ruanngan dalam
bangunan TPST 3R (tempat pemilahan, alat penggilingan, mesin-mesin,
tempat komposting, dll);
4. Untuk pondasi dilakukan perhitungan beban dan mengetahui jenis tanah
disuatu daerah;
5. Perencanaan arsitektural bangunan TPST 3R harus disesuaikan dengan
desain arsitektur bangunan setempat;
6. Menentukan bangunan apa saja yang akan dibuat (bangunan rangka baja,
bangunan beton bertulang, bangunan konstruksi kayu, dan lain-lain);
7. Menentukan alat-alat yang digunakan.
Untuk mendesain suatu bangunan harus mengetahui luas bangunan, dalam
menghitung luas bangunan di butuh data-data yang mendukung seperti volume
total sampah, volume sampah organik, densitas sampah, dan lain-lain. Untuk
menghitung berapa luas bangunan yang akan di bangun menggunakan rumus:
-
29
Untuk area seperti area pemilihan, area penampungan sampah organik dan
barang lapak dan lain-lain, yaitu:
Luas = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ (𝑚3)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 (𝑚) (2.13)
Untuk area perkantoran, toilet, musholah
Luas = panjang rencana x lebar rencana (2.14)
2.7.4 Tahapan Perencanaan TPST 3R
Menurut Penyelenggaran Prasarana dan Sarana (2013) tentang Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
merencanakan TPST 3R:
a. Analisa kesetimbangan material (Material balance analysis)
1) Mengetahui jumlah sampah yang masuk ke dalam lokasi tempat
pengolahan sampah
2) Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui proses pengolahan yang
akan diaplikasikan dan menentukanprakiraan luas lahan serta mengetahui
peralatan yang akan dibutuhkan.
b. Identifikasi seluruh kemungkinan pemanfaatan material
Mengetahui karakteristik sampah dan pemanfaatannya untuk dibuat diagram
alir material balance.
c. Perhitungan akumulasi sampah
Menentukan dan menghitung jumlah akumulasi dari sampah, berapa sampah
yang akan ditangani TPST dan laju akumulasi dengan penetapan waktu
pengoperasian dari TPST.
d. Layout dan desain
Merupakan tata letak lokasi perencanaan TPST agar mempermudah
pelaksanaan pekerjaan
-
30
2.7.5 Fasilitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu 3R
Menurut Penyelenggaran Prasarana dan Sarana (2013) tentang Tempat
Pengolahan Sampah Terpadu, fasilitasnya terdapat di Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu (TPST) 3R terdiri dari:
a. Fasilitas Pre Processing
Fasilitas ini merupakan tahap awal pemisahan sampah, mengetahui janis sampah
yang masuk, meliputi prose:
1. Penimbangan
2. Penerimaan dan penyimpanan
b. Fasilitas pemilahan
Fasilitas ini dilakukan secara manual maupun mekanis, secara manual dilakukan
oleh tenaga kerja, sedangkan dengan bantuan peralatan, seperti alat untuk
memisahkan berdasarkan ukuran (trommel screen, reciprocossing screen, disc
screen), dengankan untuk memisahan sampah berdasarkan berat jenisnya dapat
menggunakan pemisahan inerasi, air classifier, dan flotation.
e. Fasilitas Pengolahan Sampah Secara Fisik
Fasilitas ini dilakukan untuk menangani sampah sesuai dengan jenis dan ukuran
material sampah. Peralatan yang digunakan anatara lian: hammer mill dan shear
shredder).
f. Fasilitas pengolahan lain
Merupakan fasilitas yang di gunakan untuk mengolah sampah seperti komposting,
biogas, pirolisis, gasifikasi, insenerasi, dan lain-lain.
2.7.6 Spesifikasi Teknis Bangunan
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) gambar-gambar harus
disesuaikan dengan spesifikasi yang merupakan pelengkap, yang harus
disesuaikan dengan konstruksi adalah pekerjaan yang mencakup suplai dan
instalasi peralatan. Material lokal dipertimbangkan lebih utama, pertimbangan
yang utama dalam perencanaan kegiatan TPS 3R adalah spesifikasi pelaksanaan
jenis pekerjaan dan material yang digunakan.
1. Spesifikasi bangunan struktural utama
a. Struktur pondasi
-
31
b. Struktur dinding
c. Rangka utama
d. Atap seng sebagai penutup
2. Struktur baja
a. Tiang kolom utama bangunan
Tiang kolom menggunakan Profil baja WF, Software STAAD Pro digunakan
untuk menganalisis strukttur bangunan. Tiang kolom biasanya memiliki
tinggi 4 meter.
b. Kuda-kuda bangunan baja
Kuda-kuda juga terbuat dari profil baja WF, dan menggunakan software
STAAD Pro untuk menganalisis. Untuk sambungan bangunan baja
menggunakan sambungan baut dan las.
c. Gording
Gording terbuat dari profil baja chanel C, menggunakan sambungan las untuk
menyambungkan gording dengan plat siku dan kuda-kuda.
d. Pengaku
Disetiap konstruksi memiliki pangaku pada joint.
e. Dimensi elemen struktur baja
Untuk menentukan dimensi elemen setiap struktur baja berdasarkan
pembebanan gempa dan angin.
2.8 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan TPST
Menurut Direktorat Pengembangan PLP (2017) untuk mengetahui
Rencana Anggaran Biaya suatu bangunan diperlukan Upah tenaga kerja, harga
bahan atau material, analisa harga satuan pekerjaan, volume pekerjaan. Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat di Gambar 2.1.
-
32
Gambar 2.10 Skema Pelaksanaan Perhitungan Anggaran Biaya (Direktorat
PPLP, 2014)
Keterangan:
1. Upah tenaga kerja akan sesuai dengan keahlian masing-masing selama 8 jam
kerja perhari.
2. Harga upah tenaga kerja dan bahan atau material tergantung daerah atau lokasi
pembangunan
3. Analisa harga satuan pekerjaan adalah perhitungan untuk mendapatkan harga
satuan pekerjaan
4. Harga satuan pekerjaan adalah jumlah harga bahan dan upah yang telah
dihitung
5. Volume setiap pekerjaan dihitung berdasarkan gambar yang telah di desain
6. Rencana anggaran biaya merupakan perhitungan agar mengetahui seberapa
besar biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu bangunan.