bab iii kosmopolitanisme, gerakan intelektual, dan ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/bab 3.pdf ·...

30
BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN TRANSMISI KEILMUAN PADA MASA ABBASIYAH Transfer ilmu pengetahuan, asimilasi, dan penggabungan ilmu pengetahuan filsafat Yunani ke dalam dunia Muslim, memberi keunikan tersendiri bagi perjalanan sejarah peradaban Islam. Qadir memberikan alasannya, bahwa, hal tersebut jarang ditemui pada sejarah peradaban manusia. Namun, dalam perjalanan sejarah peradaban masyarakat Islam Abbasiyah, sebuah kebudayaan yang asing, diserap oleh masyarakat dan melengkapi dasar-dasar dari perkembangan intelektual dan pemahaman filosofinya. 1 Islam sangat menghargai para pemeluknya yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Keyakinan dalam Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu dan memasukkannya sebagai ibadah. 2 Maka, berbagai keilmuan yang mengandung unsur-unsur budaya asing tersebut, menjadi suatu kewajaran dan lumrah untuk dipelajari dan ditransmisikan oleh orang-orang Muslim melalui gerakan-gerakan intelektual yang diselenggarakan pada masa Abbasiyah. Keadaan dinasti yang stabil dan kondusif turut menyumbang berlangsungnya berbagai gerakan intelektual dan perkembangan intelektual. Hal ini sangat dipengaruhi oleh siklus Dinasti Abbasiyah yang berada dalam tahapan kesenangan dan kesentosaan, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun dalam teorinya. Tahap ini merupakan tahap puncak sebuah dinasti dalam 1 C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, 31. 2 Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, 53.

Upload: others

Post on 06-Jan-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

BAB III

KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN

TRANSMISI KEILMUAN PADA MASA ABBASIYAH

Transfer ilmu pengetahuan, asimilasi, dan penggabungan ilmu pengetahuan

filsafat Yunani ke dalam dunia Muslim, memberi keunikan tersendiri bagi

perjalanan sejarah peradaban Islam. Qadir memberikan alasannya, bahwa, hal

tersebut jarang ditemui pada sejarah peradaban manusia. Namun, dalam

perjalanan sejarah peradaban masyarakat Islam Abbasiyah, sebuah kebudayaan

yang asing, diserap oleh masyarakat dan melengkapi dasar-dasar dari

perkembangan intelektual dan pemahaman filosofinya.1

Islam sangat menghargai para pemeluknya yang menjunjung tinggi ilmu

pengetahuan. Keyakinan dalam Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu

dan memasukkannya sebagai ibadah.2 Maka, berbagai keilmuan yang

mengandung unsur-unsur budaya asing tersebut, menjadi suatu kewajaran dan

lumrah untuk dipelajari dan ditransmisikan oleh orang-orang Muslim melalui

gerakan-gerakan intelektual yang diselenggarakan pada masa Abbasiyah.

Keadaan dinasti yang stabil dan kondusif turut menyumbang berlangsungnya

berbagai gerakan intelektual dan perkembangan intelektual. Hal ini sangat

dipengaruhi oleh siklus Dinasti Abbasiyah yang berada dalam tahapan

kesenangan dan kesentosaan, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun dalam

teorinya. Tahap ini merupakan tahap puncak sebuah dinasti dalam

1 C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, 31.

2 Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, 53.

Page 2: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

48

mengembangkan kebudayaan, maka, berbagai gerakan intelektual dan transmisi

keilmuan diselenggarakan, demi terciptanya kebudayaan-kebudayaan baru.

Kosmopolitanisme masyarakat Islam Abbasiyah memberikan dampak bagi

berkembangnya ilmu pengetahuan, termasuk unsur-unsur pendukungnya.

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, budaya dari luar

yang diadopsi oleh Islam mengalami kulturkompleks, yang turut membawa unsur-

unsur budaya asing pendukung suatu budaya yang diasimilasi, salah satunya ialah

transmisi keilmuan.

Transmisi keilmuan menjadi salah satu faktor penting dalam penyebaran

berbagai ilmu-ilmu yang berkembang di berbagai gerakan-gerakan intelektual

yang diselenggarakan pada masa Abbasiyah. Transmisi pengetahuan ini, tidak

kalah pentingnya dengan penemuan ilmu baru. Seandainya hasil pemikiran

Aristoteles, Galen, dan Ptolomius menghilang tanpa jejak dan tidak adanya rasa

humanisme dan kosmopolitanisme dari orang-orang Muslim, maka dunia menjadi

miskin, sebab seolah-olah ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh orang-

orang Muslim tersebut tidak pernah dihasilkan.3

Berbagai gerakan-gerakan intelektual yang diselenggarakan, berkembang

secara bebas, dan berimplikasi pada pemfusian ilmu-ilmu yang berserakan di

berbagai tempat yang berbentuk lokal menjadi satu kesatuan. Di samping itu,

adanya pembebasan ilmu-ilmu yang ada ini dari berbagai bentuk lokal, etnis,

mitologi, dan lain sebagainya kemudian membentuknya dalam skala universal.

3 Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 454.

Page 3: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

49

Islam juga menyajikan ilmu yang ada ini secara internasional, tanpa mengenal

batasan geografis.4

Transmisi keilmuan berarti sebuah proses pemindahan atau penyebaran

keilmuan dari satu tempat ke tempat yang lain, dan menjadi hal yang mendasar

dalam berkembangnya suatu keilmuan. Proses transmisi keilmuan ini

menjadikannya bersifat dinamis dan aktif.

Transmisi keilmuan tidak hanya melihat mengenai soal apa yang ditransmisi,

tetapi juga mengenai proses dan cara berlangsungnya transmisi. Ada empat

bidang dalam meneliti apa yang ditransmisi, yaitu unsur-unsur yang menyangkut

proses fisiologi, refleks-refleks, gerak-gerak, reaksi-reaksi, serta penyesuaian fisik

yang diperlukan untuk dapat bertahan dalam masyarakat dan kebudayaan, yang

kedua ialah sikap psikologi serta berbagai perasaan yang perlu untuk maksud

yang sama, yang ketiga ialah berbagai adat sosial yang perlu untuk berinteraksi

dan bergaul dalam masyarakat, dan yang terakhir ialah berbagai konsep, nilai

budaya, adat istiadat, dan pandangan umum dalam kebudayaan.5

Pengaruh politik Arab memang telah berkurang, akan tetapi prestis sosio-

religius dalam kehidupan sosial tetap ada dan menyisakan dampak bagi dinasti.6

Kalangan istana khalifah dan elit politik berperan dalam gerakan-gerakan

intelektual dalam bidang seni keislaman, arsitektur, filsafat, sains, dan bentuk-

bentuk kepustakaan Hellenistik dan Iranian ke dalam Bahasa Arab. Sedangkan

komunitas perkotaan yang heterogen, mengekspresikan sisi keagamaan, moral,

dan nilai-nilai sosial masyarakat Muslim perkotaan yang berperan dalam

4 Naqiyah Mukhtar, “Helenisasi atau Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Masa Klasik” Ibda’, Vol. 3,

No. 1, (Jan-Jun 2005), 122. 5 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi II, 229.

6 G. E. Von Grunebaum, Classical Islam, A History 600-1258, 80.

Page 4: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

50

pengembangan berbagai kepustakaan yang berkaitan dengan penafsiran Al-

Qur‟an, hukum, mistisisme, dan teologi.7

Eksistensi dan ekses dua kalangan pada awal periode Abbasiyah, tidak

menjadi suatu hambatan dalam penyelenggaraan gerakan-gerakan intelektual.

Justru hal tersebut memicu terjadinya keragaman dan semaraknya perkembangan

keilmuan.8 Ditopang oleh watak kosmopolitanisme masyarakat Abbasiyah, proses

transmisi keilmuan yang berlangsung menjadi aktivitas yang mungkin dan sah-sah

saja untuk dilakukan.9 Sehingga, dapat dipastikan, dalam semaraknya berbagai

penyelenggaraan transmisi keilmuan, didapati kecenderungan yang berbeda-beda

antara penyelenggaraan gerakan intelektual yang dilakukan oleh kaum elit

kerajaan, maupun masyarakat perkotaan, baik dari tradisi keilmuannya maupun

orientasi pendidikan sebagai tujuan akhirnya. Apalagi, jika dihubungkan dengan

peta politik yang tengah menjadi pijakan seorang penguasa dalam menjalankan

pemerintahan. Akan banyak ditemui orientasi pendidikan khas yang menjadi

prioritas dan kepentingan politik seorang penguasa melalui lembaga-lembaga

pendidikan umum yang tersebar.10

Sebagaimana hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Usman dalam

tesisnya, dua status sosial pada masyarakat Abbasiyah, yaitu kaum elit kerajaan

dan masyarakat perkotaan, mempunyai orientasi pendidikan dan tujuan

pendidikan yang berbeda sama sekali. Jika masyarakat perkotaan concern untuk

mentransmisikan ilmu-ilmu agama dengan proses transmisi yang dilakukan secara

kolektif dan metode klasikal di lembaga-lembaga pendidikan Islam, maka,

7 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, 150.

8 Ibid., 133.

9 Abdurrahman Wahid, Islam Kosmopolitan, 11.

10 Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, 64.

Page 5: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

51

orientasi dan transmisi keilmuan yang diselenggarakan oleh kaum elit kerajaan

sangat kental dengan “rasa” Persia dan diajarkan secara privat dan pribadi dengan

mendatangkan dan di istana khalifah.11

Keadaan finansial

kerajaan memungkinkan hal itu dilakukan, mengingat, gaji mendatangkan

dan ke istana tidak murah.

Semaraknya gerakan-gerakan intelektual yang diselenggarakan di lembaga-

lembaga pendidikan Islam pada masa Abbasiyah, merupakan cermin dari

kosmopolitanisme masyarakat Islam masa Abbasiyah pada waktu itu.

Keberagaman tempat-tempat pendidikan dalam Islam yang variatif dan tidak

hanya identik dengan madrasah,12

merupakan representasi dari potret Dinasti

Abbasiyah yang secara total dalam upaya mengembangkan kajian intelektual.13

Berbagai gerakan-gerakan intelektual tersebut memunculkan macam-macam jenis

keilmuan, proses transmisi keilmuan, metode-metode belajar, dan tokoh-tokoh

intelektual Muslim yang memberikan kontribusi besar dalam dunia intelektual

Muslim, bahkan memberikan pengaruh besar terhadap renaissance Eropa pada

abad pertengahan.

Penyelenggaraan gerakan-gerakan intelektual dan kegiatan transmisi keilmuan

pada masa kejayaan intelektual di era Abbasiyah pertama, merupakan kajian

sejarah pendidikan Islam masa klasik, yang terbagi atas tiga rumpun, yaitu

rumpun adab (humaniora), rumpun ilmu-ilmu keagamaan, dan rumpun ilmu

pengetahuan asing, khususnya yang berasal dari Yunani.14

Oleh sebab itu,

pembahasan terkait kosmopolitanisme masyarakat Islam Abbasiyah dan transmisi

11

Usman, “Tradisi Keilmuan Kaum Elit Dinasti Abbasiyah”, 60-62. 12

Maksum, Madrasah: Sejarah dan Perkembangannya, 53. 13

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 80. 14

George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam, Terj.: A. Syamsu Rizal dan Nur Hidayah (Jakarta:

Serambi, 2005), 139.

Page 6: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

52

keilmuan, akan menitik beratkan pada pembahasan mengenai transmisi ilmu-ilmu

humaniora, falsafah, dan sains, sebagai representasi dan trademark bagi kalangan

istana, sekaligus transmisi ilmu agama sebagai ilmu-ilmu yang dikembangkan

oleh masyarakat perkotaan, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Lapidus pada

beberapa alinea sebelumnya.

A. Transmisi Ilmu-ilmu Humaniora

Kajian humaniora dalam peradaban Arab-Islam menjadi kajian keilmuan

cukup tua yang telah dikenal oleh masyarakat Arab, dan merupakan hal yang

tidak terpisahkan dalam perjalanan keilmuan Islam. Menurut Makdisi, kajian

humaniora pada masa Islam klasik seringkali dikaitkan dengan istilah ,

yang meliputi kajian filologi dan sastra.15

Pesatnya kajian humaniora pada masa Abbasiyah, khususnya Abbasiyah

pertama, secara tidak langsung merupakan imbas dari upaya Khalifah Al-

Makmun yang memberikan perhatiannya terhadap gerakan-gerakan

penerjemahan. Khalifah Al-Makmun menggelontorkan dana cukup besar bagi

gerakan penerjemahan dan kelangsungan kajian keilmuan di -.

Oleh sebab itu, karya-karya bahasa dan sastra berkembang pesat dan mencapai

kematangan pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun. Kematangan

dalam hal sastra dan kebahasaan, melahirkan lembaga , yang memotori

gerakan-gerakan humanisme.16

Sekaligus, adanya perhatian yang diberikan

terhadap Bahasa Arab klasik, usaha sungguh-sungguh untuk mengumpulkan

kosa katanya yang begitu luas, dan menelusuri kata-kata asing dan kata-kata

langka yang terdapat dalam puisi Arab kuno, Al-Qur‟an dan hadis-hadis Nabi

15

Ibid., 85. 16

Marshall Hodgson, the Venture of Islam 2, 473.

Page 7: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

53

pada akhirnya memicu lahirnya cabang-cabang pengetahuan dalam kajian

adab, diantaranya:

1. Filologi, yaitu tata bahasa dan ilmu tentang makna („, ,

).

2. Syair atau puisi, termasuk di dalamnya ilmu „ (kajian menarik

tentang metrik dalam puisi) dan ilmu (kajian tentang rima atau

bunyi akhir sebuah puisi).

3. Retorika (, , , ) seperti yang

diterapkan dalam ilmu persuratan () dan penulisan pidato

().

4. Sejarah (, ), meliputi kajian terhadap silsilah orang Arab

terdahulu („), kisah peperangan, adat kebiasaan dan

sejarah suku mereka (). Tradisi penulisan ini

memunculkan berbagai genre penulisan sejarah, seperti catatan harian

(), catatan tahunan (), catatan peristiwa

().

5. Filsafat moral („), termasuk peribahasa dan ungkapan

tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk

para pejabat, baik di pemerintah maupun pejabat agama seperti

sekretaris, hakim, menteri, dan sebagainya.17

Kajian ilmu humaniora terus menemui perkembangannya dan

memposisikan diri sebagai kajian keilmuan yang pokok dalam peradaban

Arab-Islam. Maka, tidak mengherankan jika pada masa kejayaan intelektual

17

Ibid., 184-185.

Page 8: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

54

masa Abbasiyah, kajian humaniora mendapat perhatian yang cukup besar

dengan ditransmisikannya ilmu-ilmu humaniora tersebut di berbagai lembaga-

lembaga pendidikan Islam, seperti , masjid, perpustakaan, klub

, rumah-rumah, dan toko buku.

Transmisi ilmu-ilmu humaniora tidak bisa dilepaskan dari lembaga

pendidikan dasar, . ialah institusi yang telah ada sejak abad

pertama Islam. Di awal kemunculannya, secara khusus mengajarkan

ilmu-ilmu agama, membaca, dan menulis. Namun, kemudian muncul

yang mengajarkan kajian humaniora atau sejak abad ke 8.

mengajarkan pengetahuan umum, khususnya bidang humaniora disamping

ilmu-ilmu agama. Hal ini terjadi akibat adanya persentuhan antara Islam

dengan warisan budaya Hellenisme, sehingga banyak membawa perubahan

dalam bidang kurikulum pendidikan Islam.18

Sekolah mengajarkan ilmu nahwu dan ilmu Al-Qur‟an yang terbagi

dalam beberapa jenjang, yaitu tingkatan dasar, menengah, dan tingkat ahli

yang secara khusus mengajarkan kepandaian menulis. Selain sebagai lembaga

pendidikan dasar dan menengah, juga dikenal dengan fungsinya

sebagai perguruan tinggi, tempat alumninya dapat melanjutkan pendidikannya

secara otodidak, mengabdi kepada seorang guru, atau hidup di tengah-tengah

masyarakat, sambil mengumpulkan bahan-bahan sejarah dan leksikografi serta

memperkaya pengetahuan mereka dengan syair dan prosa Arab klasik.

Misalnya, yang dilakukan oleh penyair abad ke 10, Sayduk, setelah

menyelesaikan studi nya di Basrah, Sayduk kemudian tinggal

18

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: dari Abad Pertengahan Hingga Masa Klasik (Jakarta:

Grafindo, 2010), 34.

Page 9: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

55

bersama dengan suku-suku Badui di (padang pasir Arab) selama

sepuluh tahun, guna memperdalam pengetahuan Bahasa Arab klasik.

Selain , kegiatan transmisi ilmu-ilmu humaniora dilakukan di

lembaga pendidikan Islam tertua, yaitu masjid. Di samping berfungsi sebagai

lembaga pengajaran ilmu-ilmu agama, masjid juga digunakan untuk

mengajarkan kajian-kajian , seperti leksikografi, syair, sejarah, silsilah,

dan kajian lainnya. Pada abad ke 8, para guru sering mengajar dua

bidang keilmuan ini sekaligus. Al-Maqdîsî menemukan berbagai macam

atau lingkaran-lingkaran pendidikan di Palestina, Suriah, Mesir, dan

Faris. Al-Maqdîsî melihat sekelompok pelajar yang berkumpul mengitari

seorang guru (), juga lingkaran para pembaca Al-Qur‟an dan karya sastra

di masjid-masjid. Sedangkan Ibnu Hawqal menyatakan, bahwa dirinya pernah

menjumpai lingkaran-lingkaran belajar serupa di kota Sijistan. Materi yang

disampaikan tidak hanya materi keagamaan, akan tetapi juga linguistik dan

puisi.19

Yûnus Ibn Habîb, merupakan guru dari sejumlah ulama, seperti Sîbawayh,

Al-Kisâ‟î dan Al-Farrâ‟, yang mengajar nahwu di Masjid Basrah. Kelompok

belajarnya sering dipenuhi oleh para sastrawan dan orang-orang Arab yang

dianggap sebagai penutur asli Bahasa Arab klasik. Di masjid Manshûr

Baghdad, Ibn Al-Syajarî, mengajarkan nahwu di tempat yang sebelumnya

dipakai oleh Tsa‟lab.

Di Masjid Basrah, ada beberapa lingkar studi (), diantaranya

adalah Khalîl Ibnu Ahmad yang mengkaji pelajaran tata bahasa, puisi,

19

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 519.

Page 10: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

56

dan (ilmu tentang ritme dalam puisi). digunakan sebagai

metode untuk belajar dan menghafal bahan-bahan kajian , serta

memeliharanya agar tetap segar dalam ingatan. Selain sebagai cara bersama

untuk mendapatkan pengetahuan, juga digunakan sebagai cara

untuk menguji pengetahuan seorang pelamar yang ingin menduduki suatu

jabatan. Misalnya dalam pengangkatan tutor yang dilakukan Khalifah Al-

Mahdî untuk mengangkat Al-Kisâ‟î sebagai tutor anaknya, Hârûn.

Istilah merujuk pada beberapa arti, salah satunya ialah diskusi

ilmiah. Dalam suatu beberapa orang terlibat di dalam suatu

percakapan tentang suatu tema atau pelajaran tertentu. Mereka saling bertukar

pendapat dan pengetahuan, agar setiap cendekia yang terlibat memperoleh

manfaat, begitu pula orang-orang yang hadir untuk mendengarkan saja.

Selain itu, keberadaan perpustakaan menjadi tempat vital dalam transmisi

ilmu-ilmu humaniora yang diselenggarakan pada masa Dinasti Abbasiyah.

Perpustakaan dengan segala jenisnya, dikenal dengan beberapa nama, yaitu

(rumah), (rumah), dan (gudang), yang digabungkan dengan

kata (pengetahuan), (kebijaksanaan), dan (buku)

menyediakan berbagai macam buku-buku sastra yang dibutuhkan oleh pecinta

ilmu humaniora. Kegiatan transmisinya dilakukan dengan melakukan

sejumlah penelitian, memecahkan masalah, maupun menganalisis karya-karya

sastra.

Selanjutnya, tempat diselenggarakannya kegiatan transmisi ilmu-ilmu

humaniora ialah klub-klub atau . Terbentuknya klub-klub

atau , dilatar belakangi dari kegiatan lingkar-lingkar sastra

Page 11: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

57

yang ada di dalam masjid, kemudian lambat laun membentuk pusat-pusat

pendidikan di rumah-rumah dan klub-klub atau . Klub-

klub dikelola oleh para intelektual yang bidang keahlian mereka tidak

termasuk dalam kurikulum pendidikan resmi, seperti kedokteran dan filsafat.

Pendiri klub yang pertama adalah para dokter yang merangkap

sebagai budayawan. Hal ini lumrah terjadi, dikarenakan posisi sebagai

ilmu yang dapat dijalani secara amatir, artinya, profesi sebagai budayawan

tidak menjadi penghidupan utama, melainkan ada profesi lain yang menjadi

penghidupan utamanya, seperti dokter, teolog, maupun pegawai pemerintahan.

Yûsuf Ibn Ibrâhîm menemukan sejumlah kelompok-kelompok studi di

kota Baghdad yang dikelola oleh dokter, teolog kalam, atau seorang filsuf.

Salah satu lingkar studi yang cukup terkenal ialah kelompok ()

milik dokter Yuhâna Ibn Masawayh, yang keadaan studi nya

digambarkan oleh Yûsuf Ibn Ibrâhîm sebagai kelompok yang paling maju.

Kelompok studi milik Yuhâna Ibn Masawayh menjadi tempat pertemuan

sejumlah ahli dari berbagai kajian .

Yuhâna Ibn Masawayh merupakan seorang dokter dari Jundishapur,

tempat sekolah kedokteran tertua berdiri. Beberapa karyanya telah

diterjemahkan ke dalam bahasa asing, dan beliau juga melakukan sejumlah

penerjemahan beberapa karya Yunani pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid

dan Al-Makmun. Bahkan, Khalifah Al-Makmun mengutus Yuhâna Ibn

Masawayh ke Bizantium untuk mencari karya-karya Yunani dan

membawanya ke Baghdad.20

Selain itu, sebagai etalase dalam

20

George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam, 103.

Page 12: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

58

mempertunjukkan kehebatan para ahli sastra, penguasa pada masa

kekhalifahan Abbasiyah pertama, sering menyelenggarakan berbagai kontes

puisi, debat keagamaan dan konferensi pendidikan.21

ahli nahwu di Baghdad lebih mendekati sebuah akademi. Di tempat

itu, para intelektual yang sekaligus berperan sebagai budayawan

mendiskusikan karya-karya mereka dan menambah pengetahuan dalam

berbagai bidang. Salah satunya ialah (akademi ahli

nahwu) yang berdiri pada abad ke 3-4 Hijriyah. Akademi ini sering

mengundang Ibnu Kaysân dan Zajjâj untuk ikut berdiskusi. Ibnu Hubayrah,

perdana menteri khalifah dinasti Abbasiyah yang bermazhab Hanbalî, yaitu

Al-Nâshir, memiliki sebuah terbuka bagi para intelektual dalam bidang

agama dan . Salah satu anggotanya ialah seorang dokter yang merangkap

sekaligus menjadi seorang budayawan, yang bernama Abû Ja‟far Al-Dzahah.

Tempat kajian adab lainnya ialah di rumah-rumah. Rumah atau tempat

tinggal sering digunakan sebagai tempat belajar, khususnya ketika tidak

tersedia lembaga pendidikan resmi yang mengajarkan disiplin ilmu tertentu.

Terutama, kajian-kajian yang menjadi tempat pertemuan rutin berbagai

kelompok kajian .

Ibnu Thufayl pernah berkata kepada pelindungnya, Ahmad Ibnu Thûlun,

bahwa dirinya mempunyai seorang anak laki-laki yang diajari berbagai cabang

ilmu humaniora di rumahnya sendiri. Sastrawan yang juga ahli nahwu, Al-

Nuhhâs, dikatakan tidak pernah melewatkan satu pertemuan pun yang

21

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 519.

Page 13: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

59

diselenggarakan setiap Jum‟at di rumah seorang yang juga seorang

teolog dan sastrawan, Ibnu Al-Haddâd.

Juzajani, seorang murid dari filsuf Ibnu Sînâ, menceritakan perihal

gurunya yang menjadikan rumah pribadinya sebagai sekolah filsafat dan

kedokteran pada malam hari. Juzajani sering diminta untuk membaca buku

filsafat, Al-Syifâ‟, karya gurunya, dan seorang murid lainnya membacakan

buku kedokteran Al-Qânûn di hadapan murid-murid yang lain. Setelah

pelajaran selesai, mereka menyantap makanan dan minuman sambil

menikmati lagu dari para biduan. Lebih lanjut, ia menyatakan perkuliahan itu

dilakukan pada malam hari, karena di siang hari Ibnu Sînâ sibuk bertugas

sebagai dokter istana.22

Selain rumah, toko-toko buku juga sering digunakan sebagai pusat

kegiatan ilmiah. Al-Qifthî mengisahkan seorang sastrawan penjual buku, yaitu

„Abdullah Al-Azdî. Toko bukunya di Baghdad, dijadikan tempat pertemuan

para sastrawan. Di sana, perdebatan dan diskusi dilakukan lebih intens

dibandingkan dengan klub-klub sastra lainnya. Al-Qifthî telah memperoleh

beberapa salinan sejumlah besar karya sastra untuk perpustakannya sendiri,

khususnya karya Abû „Ubayd yang berjudul (Buku

Peribahasa). Al-Qifthî berkomentar, bahwa buku itu merupakan hasil

suntingan terbaik yang pernah dilihatnya. Al-Qifthî juga berkisah tentang para

sejarawan yang sedang mencari-cari naskah dan mereka bersaing untuk

mendapatkan naskah karya Al-Azdî.

22

George A. Makdisi, Cita Humanisme Islam, 106-107. Lihat juga Abuddin Nata, Sejarah

Pendidikan Islam, 156.

Page 14: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

60

Yâqût memulai karirnya sebagai pegawai di sebuah toko buku. Al-Nadîm,

menjalani karirnya sebagai pustakawan dan penjual buku yang kemudian

menulis sebuah karya besar berupa katalog yang berjudul Al-Fihrist, dimana

Al-Fihrist ini diakui oleh kalangan akademisi dan ilmuwan sebagai karya

sastra yang sangat baik.

Keberadaan kajian humaniora tidak bisa dilepaskan dari perannya dalam

bidang kesekretariatan. Dimana bidang kesekretariatan merupakan unsur

penting dalam menjalankan pemerintahan Abbasiyah. Salah satu cara

transmisi yang dilakukan ialah dengan cara magang di kantor arsip negara.

Sekretaris pertama yang menjadi sangat terkenal ialah „Abd Al-Hamîd yang

dilatih di kantor arsip Bani Umayyah pada masa Khalifah Sâlim. Ia menjadi

sekretaris Khalifah Hisyâm Ibnu „Abdul Al-Mâlik. Pada akhirnya „Abdul Al-

Hamîd menjadi bagian keluarga istana, karena menikahi salah seorang putri

bangsawan. Sebagai gantinya, „Abdul Al-Hamîd melatih anak lelakinya

sendiri, Ismâ‟îl. Selanjutnya, Ismâ‟îl melatih sekretarisnya, Ya‟qûb Ibnu

Dâwud yang kelak menjadi perdana menteri Khalifah Al-Mahdî pada masa

Abbasiyah.23

Al-Fadhl Ibnu Marwân memulai karirnya sebagai pembantu gubernur

jenderal Hartsama Ibnu A‟yân. Ketika Hartsama Ibnu A‟yân meninggalkan

Baghdad, Fadhl meminta izin untuk tetap tinggal di kota Baghdad, sehingga ia

sempat bekerja di kantor arsip Khalifah Hârun Al-Rasyîd. Disinilah ia dilatih

sebagai sekretaris dan karirnya terus meningkat sampai akhirnya ia menjadi

perdana menteri pada masa Khalifah Al-Mu‟tashim.

23

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 108.

Page 15: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

61

Metode hafalan memainkan peran yang sangat penting dalam proses

belajar ilmu-ilmu humaniora. Metode hafalan melibatkan sejumlah bahan

bacaan. Setiap pelajar harus membaca bahan-bahan tersebut, kemudian

berusaha memahaminya, dan menyimpannya dalam memori dengan cara

mengulangi bahan bacaan itu terus-menerus dalam interval waktu yang tidak

begitu lama. Ada dua bentuk hafalan, yaitu hafalan yang terbatas hanya

dengan cara memindahkan bahan bacaan ke dalam ingatan, sebagaimana yang

umumnya dilakukan oleh para ahli hadis dan ahli leksikografi.

Sedangkan hafalan bentuk kedua biasanya dilakukan oleh para sastrawan

dan kaum skolastik yang menghendaki pemahaman yang lebih baik terhadap

suatu bahan. Mereka menghendaki tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Jalan

menuju kreativitas membutuhkan perjuangan yang lebih keras untuk

mendapatkan bahan pelajaran dan yang diriwayatkan dari seorang pakar

(proses ), kemudian melalui proses , yaitu memahami bahan-

bahan yang disampaikan, dan akhirnya mencapai tahapan , yaitu

berusaha seoptimal mungkin dengan segala kemampuan sendiri, dengan gaya

yang menarik, dan diungkapkan dengan gaya bahasa yang fasih, jelas, dan

ringkas ().24

Filsuf Ibnu Sînâ, menurut muridnya, Juzâjânî, menuntaskan

penulisan beberapa buku dari karyanya, Kitâb Al-Syifâ‟, yang semuanya ia

hafal.

B. Transmisi Ilmu-ilmu Filsafat dan Sains

Ilmu-ilmu filsafat dan sains merupakan ilmu-ilmu yang banyak

terpengaruh budaya dari luar, khususnya budaya Yunani. Maka, berdasarkan

24

Ibid., 315.

Page 16: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

62

klasifikasi Makdisi mengenai ilmu-ilmu yang berkembang pada masa Islam

klasik, ilmu filsafat dan sains menjadi satu pembahasan, sebab, keduanya

merupakan rumpun ilmu yang mendapat pengaruh budaya dari luar.

Ilmu filsafat membidangi hal-hal yang bersifat perenungan spekulatif

tentang hidup ini dalam ruang lingkup yang seluas-luasnya. Salah satu leader

Mu‟tazilah pada periode Abbasiyah, Al-Nazhzhâm mengembangkan

kecenderungan dualistik Persia dalam Islam dan menyatakan bahwa keraguan

merupakan kebutuhan niscaya dalam pengetahuan. Hal ini berdampak pada

corak berkembangnya macam-macam keilmuan yang ditransmisikan,

khususnya dominasi ilmu filsafat.

Filsafat mendapat pengaruh kuat dari Hellenisme atau pemikiran Yunani.25

Pengaruh kuat tersebut kemudian memunculkan kontroversi terhadap filsafat

itu sendiri dalam Islam. Kontroversi filsafat ialah sampai dimana Islam

mengijinkan adanya masukan dari luar, khususnya jika datang dari kalangan

Yahudi dan Kristen, apalagi dari orang-orang kuno Yunani yang pagan

melalui gerakan penerjemahan yang banyak dilakukan pada masa kejayaan

intelektual masa Dinasti Abbasiyah.

Melalui penerjemahan karya-karya asing tersebut, khususnya Yunani,

pemikiran Muslim dirangsang dan didorong untuk berpikir, sejak itu pula

banyak doktrin-doktrin dan keyakinan-keyakinan yang ditransmisikan ke

dalam Bahasa Arab melalui gerakan penerjemahan ini menjadi antitesa dari

dasar-dasar ajaran Islam.26

Filsafat mempunyai karakteristik tersendiri,

25

Sholihan, Pernik-pernik Pemikiran Filsafat Islam (Semarang: Wali Songo Press, 2010), 4. 26

C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, 28.

Page 17: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

63

sehingga filsafat memungkinkan untuk diterima oleh Islam, seperti yang

dikemukakan oleh Anawati, dikutip dari Sholihan, antara lain:

1. Keberagaman para filosof Muslim berpangkal sama, yaitu kebenaran

Al-Qur‟an dan ajaran-ajaran Islam. Tak seorang pun yang berani

meragukannya. Namun, dalam rangka ini, mereka tetap berbasis

rasional sama, yaitu filsafat Yunani.

2. Filsafat merupakan bagian dari gejala pemikiran Yunani yang secara

terus menerus mengimbau kepada orang-orang bijak yang besar dari

jaman kuno, percaya kepada kesatuan kebijaksanaan, semacam

inspirasi bagi kalangan filosof kuno, dimana pewahyuan Islam tidak

lain daripada kelanjutannya. Para filosof Muslim ingin tetap taat pada

tradisi kebijaksanaan ini.

3. Filsafat Islam bermaksud menjadi kebijaksanaan ().

4. Kualitas kebijaksanaan yang diusahakan dan diikuti oleh filsafat Islam

ini, setidaknya dalam niatnya, tidak lain ialah kualitas keagamaan. Ia

mengandung unsur-unsur keagamaan yang diambil dari Al-Qur‟an,

tetapi bukan sekadar meminjam sebagai unsur-unsur keagamaan saja,

melainkan sungguh-sungguh berusaha untuk “merujukkan” agama dan

akal, dengan tujuan memberikan “status” keilmuan yang pertama.

Mereka menerapkan struktur filsafat Yunani kepada prinsip-prinsip

agama, dengan demikian memberi sentuhan keagamaan pada filsafat

Yunani, hal yang tidak pernah dilakukan oleh orang-orang Yunani

sendiri.

Page 18: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

64

5. Filsafat Islam menunjukkan kegemarannya pada masalah-masalah

pengetahuan dan masalah basis psikologis dan ontologisnya. Misalnya

dalam traktat-traktat falsafah Al-Kindi, Al-Farabi, dan terutama Ibnu

Sînâ, analisis-analisis yang ditemukan merupakan bentuk mendalam

dan cermat mengenai berbagai kekuasaan makhluk, dan tingkat-tingkat

yang harus dilalui untuk mencapai kesatuan dengan sumber segala

makhluk, termasuk tingkat penyucian moral. Disini, secara jelas

terlihat bagaimana Neo-Platonismeme Yunani diperkuat oleh

penjelasan-penjelasan tertentu yang diambil oleh Al-Qur‟an.27

Dari karakteristik yang telah disampaikan, terlihat bahwa bahan-bahan

yang dipakai untuk menyusun sistem falsafah ini ialah bahan-bahan Yunani

atau yang disimpulkan dari ide-ide Yunani. Maka, dalam materi atau isi,

sifatnya ialah sama sekali Hellenistik. Namun, konstruksi aktual yang dipakai

ialah sistemnya sendiri, jelas merk Islam, sepanjang seluruh batas-batas

metafisiknya ia berurusan dengan jalinan metafisika religius Islam dan dengan

sadar menciptakan tidak hanya titik singgung, tetapi juga titik persamaan

dengan metafisika Islam.28

Ketika hal ini menjadi keniscayaan yang benar, bahwa filsafat Muslim

berhutang besar terhadap pemikiran Yunani, disisi lain dibenarkan juga bahwa

orang-orang Muslim secara pokok “agak menyimpang” dari pemikiran Yunani

pada konsepsi-konsepsi mereka mengenai Allah, manusia dan alam semesta,

27

Sholihan, Pernik-pernik Filsafat Islam, 13-14. 28

Ibid., 15.

Page 19: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

65

dan pengenalan pada bidang filsafat, seperti permasalahan yang tidak

diketahui dalam pemikiran Yunani.29

Era Abbasiyah pertama, merupakan era kejayaan intelektual yang

tercermin dari majunya kajian ilmu-ilmu filsafat dan sains. Puncaknya, ketika

memasuki pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid dengan paham

Mu‟tazilahnya, dimana hal tersebut lantas menjadikan ilmu filsafat dan sains

berkembang subur dan menjadi perhatian oleh kaum elit kerajaan. Ilmu

filsafat merupakan ilmu yang sangat mengedepankan rasionalisme, dimana

rasionalisme menjadi hal yang sangat ditekankan oleh penguasa pada waktu

itu, sesuai dengan pemakaian paham Mu‟tazilah. Bahkan, karena filsafat,

Baghdad mencapai kemajuannya dalam peradaban dan kebudayaannya.

Kecintaan Khalifah Harun Al-Rasyid terhadap keilmuan, ditunjukkan

dengan pembangunan yang berfungsi untuk

memfasilitasi berbagai gerakan-gerakan intelektual. Kejayaan ilmu-ilmu

falsafah ini lantas kian menemui puncaknya pada pemerintahan Khalifah Al-

Makmun dengan meneruskan apa yang telah dilakukan ayahnya, Khalifah

Harun Al-Rasyid. Khalifah Al-Makmun membangun -, yang

menjadi poros utama dalam melakukan berbagai gerakan-gerakan intelektual

Muslim di dalamnya. Bahkan, lembaga-lembaga tersebut mendapat perhatian

khusus dari penguasa Abbasiyah pada waktu itu. Sehingga, kalangan elit

kerajaan mempunyai kekuasaan penuh dalam pengembangan ilmu filsafat dan

sains sebagai orientasi khusus untuk generasi penerus kerajaan, sekaligus

29

C.A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World, 28.

Page 20: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

66

didasari oleh semangat penyelidikan ilmiah guna membuktikan ajaran-ajaran

Al-Qur‟an.

Namun, tidak serta merta kegiatan transmisi ilmu-ilmu filsafat dan sains

menjadi monopoli mutlak bagi elit kerajaan di istana. Selain di -

, transmisi ilmu-ilmu filsafat dan sains diselelnggarakan pula di

lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya, seperti perpustakaan,

observatorium, toko-toko buku, dan rumah-rumah ulama.

Perpustakaan berfungsi sebagai lembaga kajian ilmu yang terbuka untuk

umum dengan menyimpan sejumlah koleksi buku-buku logika, filsafat,

astronomi, dan bidang ilmu-ilmu lainnya. Perpustakaan umum dibangun untuk

masyarakat umum yang ingin mengakses berbagai macam ilmu pengetahuan

yang tersedia di dalamnya. Sedangkan perpustakaan pribadi dibangun oleh

orang-orang kaya atau di istana khalifah.30

Transmisi ilmu-ilmu filsafat dan sains yang dilakukan di perpustakaan

atau observatorium, dilakukan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti

luas, yaitu belajar bukan berarti menerima ilmu dari guru sebagaimana

umumnya, melainkan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas siswa

(student centris), misalnya belajar dengan memecahkan masalah (problem

solving), bereksperimen, belajar sambil bekerja (learning by doing), dan

penemuan (inquiry).31

Ada juga perpustakaan yang digunakan sebagai tempat-

tempat pertemuan untuk diskusi dan debat ilmiah, seperti perpustakaan yang

dibangun oleh „Adûd Al-Dawlah di Syiraz.32

30

Soewito, et. al. Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2005), 31. 31

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, 161. 32

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 521.

Page 21: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

67

Diceritakan, Abû „Ali Al-Husayn, atau nama depan Ibnu Sînâ adalah putra

dari „Abdullâh dari keluarga Ismâ‟îl. Ketika Ibnu Sînâ muda berhasil

menyembuhkan seorang Sultan dari Dinasti Samaniyah di Bukhara, Nûh Ibn

Manshûr, Ibnu Sînâ diberikan hak istimewa untuk menggunakan perpustakaan

besar milik raja. Dianugerahi dengan kemampuan luar biasa untuk menyerap

dan memelihara pengetahuan, sarjana Islam Persia ini bebas mengakses buku-

buku di perpustakaan itu dan berhasil menulis sebuah buku pada usia 21

tahun.33

Ibnu Sînâ tidak hanya mampu menulis buku berdasarkan alasan

intelektual yang dikemukakannya, akan tetapi juga didasarkan atas penelitian

dan eksperimen secara sistematis dan akurat yang dilakukan di perpustakaan.

Sementara kegiatan transmisi ilmu-ilmu di observatorium yang dibangun

oleh Khalifah Al-Makmun di Jundishapur yang letaknya dekat dengan

, para astronom kerajaan tidak saja mengamati dengan

seksama dan sistematis berbagai gerakan benda-benda langit, tetapi juga

menguji semua unsur penting dalam Almagest dan menghasilkan amatan yang

sangat akurat mengenai sudut ekliptik bumi, ketepatan lintas matahari,

panjang tahun matahari, dan sebagainya.34

Selain itu, ada juga observatorium lain yang dibangun oleh ketiga anak

Mûsâ Ibnu Syâkir di rumah mereka di Baghdad. Dari penelitian di

observatorium ini, terciptalah buku (bintang-bintang

yang berada pada tempatnya) dan menjadi karya besar dalam bidang

astronomi. Sebelumnya, dilakukan penelitian yang memastikan sudut ekliptik

bumi, dan memecahkan persoalan Archimedes tentang ekuasi kubik. Selain

33

Ibid., 460. 34

Ibid., 469.

Page 22: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

68

itu, ada beberapa observatorium lain yang dibangun untuk secara khusus

menjadi kegiatan transmisi ilmu-ilmu sains, dimana dalam observatorium-

observatorium dan perpustakaan-perpustakaan tersebut, teori-teori yang

dikemukakan telah melewati serangkaian eksperimen yang rumit dan

penelitian yang benar-benar akurat.

Sedangkan transmisi ilmu filsafat dan sains yang berlangsung di toko

buku, menurut deskripsi Ahmad Syalabi ialah sekelompok manusia yang

berkumpul di pasar-pasar bangsa Arab dan menggunakan kesempatan

pertemuan ini untuk mempertunjukkan kehebatan dalam bidang sastra.

Mereka membaca syair dan menyelenggarakan diskusi serta berpidato.

Lambat laun, muncullah cara-cara dan metode serupa yang menyebar dengan

cepat pada setiap ibu kota.35

Penyebaran toko-toko buku ini bermula dengan

keperluan berdagang, namun kemudian menjadi tempat untuk pertunjukan

kebudayaan dan peradaban serta kegiatan ilmiah yang didatangi oleh para

budayawan dan sastrawan. Metode seperti ini, menunjukkan sisi demokratis

yang dimiliki oleh masyarakat Abbasiyah. Berdiskusi dan menunjukkan

kebolehan melalui pertunjukan sastra secara bergantian, merupakan suatu

etalase dalam menunjukkan kemampuan.

Toko-toko buku yang berfungsi sebagai agen pendidikan, mulai

bermunculan sejak awal Dinasti Abbasiyah. Al Ya‟qûbi meriwayatkan,

bahwa, pada sekitar tahun 891 Hijriyah, ibukota negara Abbasiyah diramaikan

dengan lebih dari seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang

sama. Toko-toko buku itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat menjual buku

35

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, 250.

Page 23: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

69

saja, akan tetapi juga sebagai pusat aktivitas para ahli, pusat kegiatan ilmiah

dan menyalin naskah.36

Mereka yang berkutat dalam kegiatan di toko-toko

buku tersebut, mendapatkan kedudukan terhormat di tengah masyarakat.

Abu Yusuf Ya‟qub Ibn Ishaq Al-Kindi (801-873 M), merupakan pemikir

yang dengan suara bulat diterima sebagai filosof Arab pertama, baik dalam

arti etnik maupun kultural. Memang dalam beberapa pemikiran Al-Kindi

masih bernuansa , yang dalam hal ini adalah Mu‟tazilah, namun

Al-Kindi adalah orang pertama yang merintis jalan menyesuaikan filsafat

Yunani dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, sehingga lahirlah suatu disiplin

ilmu dalam khazanah intelektual Islam yang disebut falsafah.

Al-Farabi mengunjungi Baghdad pada abad ke 10, disana ia berjumpa

dengan sarjana dari berbagai bidang, diantaranya para filosof dan penerjemah.

Al- Farabi hidup pada tahun 870-950 M, yang berarti ia hidup pada masa

kurang lebih satu abad setelah gerakan penerjemahan secara besar-besaran

karya-karya Yunani yang digagas Khalifah Al-Makmun. Dengan karya-karya

tersebut, Al-Kindi tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari dan

mendalami filsafat Yunani, dan seterusnya kemudian melakukan usaha-usaha

pemaduan antara filsafat Yunani dengan Islam.

Ilmu falsafah mengalami kemunduran ketika tradisionalisme menguat,

sebab ilmu falsafah ini dipandang sebagai ilmu subversif. Pada perkembangan

selanjutnya, ketika Madrasah Nizhamiyah mulai tersebar, ilmu falsafah ini

dibatasi dan perlahan dihapuskan dari kurikulum madrasah seiring

36

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 521.

Page 24: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

70

terpuruknya paham Mu‟tazilah ketika Khalifah Al-Mutawakkil memakai

paham tradisionalisme pasca diberlakukannya peristiwa .37

C. Transmisi Ilmu-ilmu Agama

Transmisi ilmu-ilmu agama pada masa Abbasiyah mengarah pada ilmu

teologi, hukum, Al-Qur‟an, dan hadis. Aktivitas-aktivitas intelektual dalam

ilmu-ilmu agama yang muncul, condong pada orang Arab sebagai orang Arab

dan seorang Muslim. Kebanyakan sarjana dalam bidang ini merupakan

keturunan Arab, dimana berbeda dengan sarjana di bidang filsafat dan sains

yang kebanyakan berasal dari Suriah, Yahudi, dan keturunan Persia.38

Perhatian dan minat orang Arab pada masa paling awal tertuju pada cabang

keilmuan yang lahir dari motif keagamaan. Kebutuhan untuk memahami dan

menjelaskan Al-Qur‟an, kemudian menjadi landasan kajian teologis dan

linguistik yang serius.

Ilmu hadis menjadi salah satu landasan kurikulum yang paling pokok

dalam transmisi ilmu-ilmu agama. Hafalan menjadi metode pokok yang sangat

ditekankan pada pengajaran ilmu ini, mengingat catatan harian atau

memorandum belum membudaya, sehingga kemampuan menghafal harus

dikembangkan setinggi mungkin. Al-Ghazâlî mendapat gelar sebagai

, karena mampu menghafal 300.000 hadis. Imam Ahmad Ibnu

Hanbâl mampu menghafal 1.000.000 hadis. Kalangan lain yang menandingi

para ahli hadis dalam menghafal adalah para penyair. Al-Mutanabbi, seorang

penyair, setelah membaca sebuah buku yang dipinjamkan oleh seorang

37

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta:

Logos, 1999), 2. 38

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 492.

Page 25: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

71

penjual buku, dia merasa tidak perlu lagi membeli buku, sebab seluruh isinya

telah tersimpan dalam ingatannya.

Teologi atau menjadi ilmu yang dominan dipelajari dan

ditransmisikan dalam rumpun ilmu agama. Para penulis Arab menerapkan

kata dan (filosof atau sufi) terhadap para filosof yang

pemikiran spekulatifnya tidak dibatasi agama, dan menerapkan istilah

(ahli bicara atau ahli dialektika) pada orang-orang yang

memposisikan sistem pemikirannya dibawah ajaran agama samawi. Kelompok

merumuskan teori mereka dalam bentuk proposisi sehingga

mereka disebut dengan ahli pembuat proposisi. Perlahan, disebut

dengan teologi, dan disinonimkan dengan teolog.39

Ilmu merupakan ilmu yang menggunakan bukti-bukti logis dalam

mempertahankan akidah keimanan dan menolak pembaharu yang

menyimpang dalam dogma yang dianut kaum Muslim pertama dan ortodoksi

muslim, .40

Ilmu mengarahkan pembahasannya

kepada segi-segi mengenai Tuhan dan berbagai derivasinya, yang oleh

karenanya sering disebut dengan teologi. Ilmu menjadi tumpuan

pemahaman tentang sendi-sendi paling pokok dalam ajaran agama Islam. Dari

sebutan-sebutan lain ilmu , terlihat bahwa kalam masih membatasi diri

pada masalah yang spesifik pada agama, sehingga dalam pengelompokan

ilmu-ilmu, ilmu dikelompokkan Ibn Khaldun dalam kelompok

.

39

Ibid., 463. 40

Ibn Khaldun, Muqaddimah, 589.

Page 26: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

72

Seperti halnya falsafah, juga mendapat pengaruh budaya dari luar,

khususnya Hellenisme. Keberadaan juga mengalami kontroversi, meski

tidak setajam kontroversi yang dialami oleh falsafah. memperoleh

kedudukan lebih terhormat dari falsafah, terbukti dengan jenis-jenis

penyebutan lain ilmu ini. disebut juga dengan ilmu , ilmu

, Ilmu Tauhid, dan Ilmu .41

Dalam perkembangannya, ilmu telah berkembang menjadi beberapa

aliran-aliran. Unsur Yunani dalam penalaran keagamaan adalah Jahm Ibn

Shafwan yang berpaham Jabbariyah, yakni pandangan bahwa manusia tidak

berdaya sedikitpun jika berhadapan dengan kehendak dan ketentuan Tuhan.

Jahm mendapatkan bahan untuk penalaran Jabbariahnya dari Aristotelianisme,

yaitu bagian dari paham Aristoteles yang mengatakan bahwa Tuhan adalah

suatu kekuatan yang serupa dengan kekuatan alam, yang hanya mengenal

keadaan-keadaan umum (universal tanpa mengenal keadaan-keadaan khusus/

partikular). Maka, Tuhan tidak mungkin memberi pahala dan dosa, dan segala

sesuatu yang terjadi, termasuk pada manusia, adalah seperti perjalanan hukum

alam. Hukum alam tidak mengenal pribadi dan bersifat pasti dan tidak

terlawan oleh manusia. Aristoteles mengingkari adanya Tuhan yang pribadi.

Baginya, Tuhan adalah kekuatan yang maha dahsyat, namun tidak

berkesadaran kecuali mengenai hal-hal universal. Maka, mengikuti Aristoteles

tersebut, Jahm dan para pengikutnya sampai pada mengingkari adanya sifat

bagi Tuhan. bagi mereka, dengan adanya sifat-sifat Tuhan, membuat Tuhan

menjadi ganda dan bertentangan dengan konsep tauhid yang diyakini.42

41

Sholihan, Pernik-pernik Filsafat Islam, 5. 42

Ibid., 10.

Page 27: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

73

Sebaliknya, kaum Mu‟tazilah menolak paham Jabbariyah kaum Jahmi, dan

memutuskan untuk mengikuti paham Qadariyah. Mu‟tazilah menggunakan

bahan-bahan Yunani yang semakin dimudahkan dengan adanya kegiatan

penerjemahan buku-buku Yunani ke Bahasa Arab. Selain itu, timbul aliran

yang bersifat memadukan antara pola pikir tradisionalis dan pola pikir

rasional, yaitu paham Maturidiyah.43

Abû Hasan „Alî Al-Asy‟arî merupakan orang yang paling berjasa dalam

menyingkirkan teori-teori Mu‟tazilah dan membangun kembali ajaran

ortodoks yang sejak saat itu menjadi warisan Sunni Islam. Pada awalnya Abû

Hasan „Alî Al-Asy‟arî adalah murid seorang teolog Mu‟tazilah, Al-Zubbâ‟î,

yang kemudian mengubah pandangannya dan terlibat polemik dengan guru-

gurunya terdahulu. Abû Hasan „Alî Al-Asy‟arî menggunakan argumen-

argumen logis dan filosofis yang telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh

guru-guru Mu‟tazilahnya. Dengan demikian, sebagai tambahan pencapaian-

pencapaiannya yang lain, Abû Hasan „Alî Al-Asy‟arî menjadi pendiri mazhab

teologi skolastik dalam Islam ().

Kajian teologi Al-Asy‟arî menyuguhkan konsep (tanpa

modalitas), yang berarti penganjuran pada setiap Muslim untuk menerima

ungkapan-ungkapan antropomorfis dalam Al-Qur‟an tanpa mencari atau

mengupayakan penjelasan tertentu. Dari konsep inilah, penelitian

dan pemikiran bebas mengalami pengendalian dan pembatasan.44

Oleh karena

itu, mazhab pemikiran ini menemui puncaknya seiring dikembangkannya

Madrasah Nizhamiyah, dimana madrasah ini berorientasi untuk menyebar

43

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, 106. 44

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 543.

Page 28: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

74

luaskan teologi Al-Asy‟arî. Paham Asy‟ariyah tumbuh menjadi aliran

paling berpengaruh dalam islam sampai sekarang, lebih-lebih atas

dukungan Al-Ghazâlî pada aliran ini. Dominasi Asy‟ariyah ini menjadikan

aliran ini dipandang sebagai “jalan keselamatan” bagi sebagian besar Muslim.

Transmisi ilmu-ilmu agama agak sedikit “eksklusif” dengan jumlah

tempat-tempat pendidikan Islam yang mentransmisikan ilmu-ilmu agama yang

agak terbatas. Ilmu-ilmu agama, banyak ditransmisikan di , -

di masjid, maupun rumah-rumah ulama. Setelah periode Al-Asy‟arî,

kalangan skolastik berusaha untuk menggabungkan ajaran-ajaran agama

dengan pemikiran Yunani, sehingga menjadi bagian penting dari kehidupan

intelektual Muslim.

Transmisi ilmu-ilmu agama di masjid, tidak terlepas dari alasan yang

mendasari sejak lama, yaitu peran vital masjid sebagai pusat aktivitas

keagamaan. Diceritakan oleh Al-Maqdîsî ketika mengunjungi kota Susa,

seorang tamu mengunjungi sebuah kota, ia bisa langsung mendatangi masjid

dengan tujuan untuk mengikuti kajian tentang hadis melalui -.

Fungsi masjid lainnya ialah sebagai tempat menyimpan buku-buku yang

didapatkan dari hadiah-hadiah kepada pengurus masjid. Maka, masjid-masjid

pada masa itu memiliki khazanah buku-buku keagamaan yang sangat kaya.

Salah satu donatur buku-buku ialah sejarawan terkenal Al-Khathîb Al-

Baghdâdi yang menyerahkan buku-bukunya sebagai wakaf untuk umat Islam.

Transmisi ilmu-ilmu agama di diajarkan dengan lingkaran-

lingkaran () yang berisi dengan kegiatan diskusi (), tanya

jawab, maupun perdebatan (). merupakan proses

Page 29: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

75

transmisi keilmuan yang dilakukan dengan bertukar pikiran. Dari proses

inilah, terjadi proses saling memperkaya dan melengkapi.45

Forum

ini merupakan semacam pertunjukan yang mempertunjukkan

kehandalan seorang ilmuwan dalam mengajukan pandangan-pandangannya.

Pandangan-pandangan tersebut berfungsi sebagai pembuktian, atau bahkan

malah menurunkan reputasi ilmuwan tersebut karena kalah unggul dalam

berargumen dengan ilmuwan lainnya. Tradisi ini memiliki pengaruh yang kuat

kepada para ilmuwan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas keilmuannya

masing-masing.46

Sementara itu, transmisi ilmu di masjid agak terbatasi dengan

fungsi masjid yang erat kaitannya dengan fungsi peribadatannya. Maka,

transmisi ilmu yang dilakukan di toko buku terkesan lebih bebas dalam

hal perdebatan maupun diskusi. Metode pengajaran ilmu di toko buku

hampir sama dengan transmisi ilmu yang dilakukan di masjid, hanya

saja prosesnya lebih demokratis, terbuka, dan tidak terbatasi proses

perdebatannya, karena proses transmisinya boleh disaksikan dan diikuti oleh

siapa saja, serta tidak terikat dengan fungsi peribadatan, seperti di masjid.47

Ilmu-ilmu agama secara khas ditransmisikan di lembaga pendidikan dasar,

yang secara khusus mengajarkan ilmu Al-Qur‟an sebagai bacaan utama

bagi para siswanya, sekaligus mengajari mereka dengan membaca dan

menulis. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, tidak hanya

mentransmisikan ilmu-ilmu agama, akan tetapi juga ilmu-ilmu humaniora.

Ketika Ibnu Al-Jubayr mengunjungi Damaskus pada tahun 1184, dia

45

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, 166. 46

George Makdisi, the Rise of Colleges: Institutions of Learning in Islam and the West, 70. 47

Philip K. Hitti, the History of the Arabs, 510.

Page 30: BAB III KOSMOPOLITANISME, GERAKAN INTELEKTUAL, DAN ...digilib.uinsby.ac.id/883/6/Bab 3.pdf · tentang moral, pepatah, ilmu pemerintahan, aturan dan tata tertib untuk para pejabat,

76

mendapati anak-anak belajar membaca dan menulis, tata Bahasa Arab, kisah-

kisah para Nabi, dasar aritmatika, serta puisi. Metode yang digunakan dalam

transmisi ilmu-ilmu agama di menggunakan metode hafalan.

Sedangkan guru wajib memiliki sebuah tongkat kecil sebagai salah satu alat

mengajar bagi guru.48

48

Ibid., 514.