bab iii polygon

32
47 BAB III POLIGON A. Teodolit Teodolit adalah alat ukur sudut baik sudut horizontal maupun sudut vertikal, sehingga pada alat ini teropong harus dapat berputar pada dua lingkaran berskala, yaitu lingkaran berskala mendatar dan lingkaran berskala tegak. Alat ini juga tergolong alat berkaki tiga, yaitu pada operasionalnya harus terpasang pada kaki tiga atau statif. Pada praktikum kali ini untuk pengukuran poligon alat yang digunakan adalah teodolit. Teodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar atau sudut tegak. Berbeda dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam theodolit sudut yang dapat dibaca bisa sampai pada satuan sekon (detik). A. Prinsip Kerja Alat Prinsip kerja alat ini adalah alat atau teropong atau lebih tegasnya benang diafragma mendatar pada jarak tertentu bila diputar mendatar harus membentuk bidang horizontal dan benang diafragma tegak bila diputar kearah

Upload: rainny-djahaya

Post on 08-Jul-2016

17 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

bab 3 laporan ilmu ukur tanah

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III Polygon

47

BAB IIIPOLIGON

A. Teodolit

Teodolit adalah alat ukur sudut baik sudut horizontal maupun sudut

vertikal, sehingga pada alat ini teropong harus dapat berputar pada dua

lingkaran berskala, yaitu lingkaran berskala mendatar dan lingkaran

berskala tegak.

Alat ini juga tergolong alat berkaki tiga, yaitu pada operasionalnya harus

terpasang pada kaki tiga atau statif.

Pada praktikum kali ini untuk pengukuran poligon alat yang digunakan

adalah teodolit.

Teodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk

menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar atau sudut tegak. Berbeda

dengan waterpass yang hanya memiliki sudut mendatar saja. Di dalam

theodolit sudut yang dapat dibaca bisa sampai pada satuan sekon (detik).

A. Prinsip Kerja Alat

Prinsip kerja alat ini adalah alat atau teropong atau lebih tegasnya

benang diafragma mendatar pada jarak tertentu bila diputar mendatar

harus membentuk bidang horizontal dan benang diafragma tegak bila

diputar kearah tegak harus membentuk/mengikuti bidang vertikal.

B. Persyaratan Alat

Untuk memenuhi prinsip kerja alat diatas dan layak digunakan alat

harus tergolong dalam keadaan baik. Untuk itu diperlukan 4 syarat,

yaitu :

1) Sumbu kesatu atau sumbu tegak harus verikal

Tidak vertikalnya sumbu kesatu akan mengakibatkan sulitnya

mengatur lingkaran mendatar untuk selalu dalam keadaan

horizontal. Dari Gambar 3.1 terlihat bahwa dengan tidak

vertikalnya sumbu kesatu bila lingkaran mendatar sudah diatur

47

Page 2: BAB III Polygon

48

dalam keadaan horizontal (a) kemudian diputar, maka posisisinya

akan berubah tidak akan dalam keadaan horizontal lagi (b).

Gambar 3.1. Sumbu kesatu Tidak Vertikal

2) Sumbu kedua atau sumbu horizontal harus mendatar

Demikian pula dengan tidak mendatarnya sumbu kedua akan

mengakibatkan lingkaran berskala tegak tidak betul-betul dalam

keadaan vertikal, sehingga sudut yang diukur tidak betul-betul

sudut vertikal, karena gerakan teropong / garis bidik tidak vertikal,

seperti terlihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Sumbu Kedua tidak Mendatar

1. Teropong atau garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua

Dengan tidak tegak lurusnya garis bidik atau teropong pada sumbu

kedua akanmengakibatkan gerak teropong atau garis bidik kearah

vertikal selain tidak berada tepat diatas juga gerakannya tidak pada

Page 3: BAB III Polygon

49

jalur yang lurus, tapi membentuk gerakan melengkung, seperti

Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu kedua

2. Kesalahan indeks pada skala lingkaran tegak sama dengan nol.

Kesalahan indeks akan mengakibatkan ketidak tepatan pembacaan

sudut vertikal sebesar penyimpangannya. Kesalahan indeks ini akan

terlihat apabila teropong telah diatur dalam keadaan mendatar,

ternyat bacaan sudut tidak menunjukkan 0° atau bacaan 90°, yang

menunjukkan besarnya sudut zenir atau sudut nadir.

C. Kegunaan Alat

Teodolit dinyatakan sebagai alat ukur sudut, karena alat ini disiapkan

atau dirancang untuk mengkur sudut baik sudut horizontal maupun

vertikal. Oleh karena itu kegunaan utama dari alat ini adalah sebagai

alat ukur untuk mengukur sudut. Kegunaan lain dari alat ini adalah

sama dengan alat ukur waterpass, yaitu dengan bantuan rambu ukur

dapat digunakan sebagai alat pengukur jarak baik jarak horizontal

maupun jarak miring dan mengukur beda tinggi dengan menggunakan

metode tachimetri.

Page 4: BAB III Polygon

50

D. Kelengkapan Alat

Kelengkapan alat ini sama dengan kelengkapan alat ukur waterpass.

E. Spesifikasi Alat

Spesifikasi alat ukur theodolite yang paling perlu diperhatikan antara

lain satuan ukuran sudut yang digunakan apakah derajat atau grid,

sistem bacaan sudut vertikal apakah sudut zenith, yaitu pembacaan

dimulai dari atas nadir, yaitu bacaan yang dimulai dari bawah, satuan

bacaan sudut terkecil yang dapat dibaca langsung dan konstnta

pengali pada pengukuran jarak. Untuk yang terakhir ini ada beberapa

alat yang dilengkapi dengan 4 benang stadia, yaitu, 2 benang stadia

atas dan 2 benang stadia bawah benang diafragma mendatar.

Biasanya bila benang stadia yang dekat dengan benang diafragma

mendatar yang digunakan konstanta pengali adalah 100, sedangkan

bila yng jauhnya digunakan konstanta pengali 50.

F. Bagian-bagian Alat Ukur Teodolit dan Fungsinya

Alat ukur theodolite yang sederhana terdiri dari 5 bagian yang

merupakan bagian utama dari theodolite-theodolite mutahir saat ini,

yaitu sumbu kesatu, lingkaran mendatar berskala, sumbu kedua,

teropong dan lingkaran tegak berskala, seperti terlihat pada Gambar

3.4.

Gambar 3.4. Teodolit sederhana

Page 5: BAB III Polygon

51

Dibawah ini disajikan contoh bagian-bagian alat dan fungsinya dari alat ukur

theodolite To Wild (Gambar 3.5) dan Bumon (Gambar 3.6). Keduanya buatan

Jerman. Bagian-bagian tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Teropong, berfungsi sama dengan waterpas, yaitu sebagai pembidik.

2. Visir, selain berfungsi sebagai alat pengarah secara kasar seperti waterpas,

juga berfungsi sebagai penunjuk bacaan sudut, yaitu apabila posisisnya

ada di atas, maka pembacaan alat disebut sebagai bacaan biasa, sedangkan

bila teropong diputar sehingga posisi visir ada dibawah akan menunjukkan

bacaan luar biasa. Bacaan biasa dan luar biasa berselisih 180° atau 200g.

3. Nivo tabung, sebaagaai pengatur sumbu kedua atau sumbu mendatar.

Gelembung nivo ada ditengah berarti sumbu kedua dalam keadaan

mendatar.

4. Kunci gerakan vertikal, berfungsi untuk mengunci agar teropong tidak

bergerak kea rah vertikal dan bila terkunci gerakan halus vertikal akan

berfungsi.

5. Sumbu kedua berfungsi agar teropong dapat bergerak/berputar kea rah

vertikal.

6. Pemfokus bidikan, berfungsi untuk memperjelas sasaran yang dibidik.

7. Pemfokus diafragma, berfungsi untuk memperjelas keberadaan benang

diafragma.

8. Teropong alat pembacaan sudut vertikal.

9. Lingkaran vertikal, lingkaran berskala yang menunjukkan bacaan sudut

vertikal.

10. Pemokus bacaan sudut vertikal, berfungsi memperjelas skala baacaan

sudut vertikal.

11. Skrup pengatur gerakan halus vertikal, berfungsi untuk

menempatkanbidikan atau benang diafragma mendatar pada tinggi bidikan

yang dikehendaki.

12. Skrup pengatur nivo tabung, untuk mengatur gelembung nivo tabung.

13. Teropong alat baca sudut horizontal, untuk melihat bacaan sudut

horizontal.

Page 6: BAB III Polygon

52

14. Pemokus bacaan sudut horizontal, untuk mempejelas skala bacaan sudut

horizontal.

15. Kunci gerakan horizontal, untuk mengunci agar teropong tidak berputar/

bergerak keearah horizontal dan memfungsikan gerakan halus horizontal.

16. Skrup pengatur gerakan halus horizontal, untuk menggerakan bidikan

aatau benang diafragma tegak kearah horizontal, sehingga tepat kesasaran.

17. Vernier, berfungsi untuk menghimpitkan skala atas dan skala bawah paada

baacaan sudut horizontal dan sebagai tambahan bacaan sudut horizontal

dalam satuan menit atau centigrid.

18. Sumbu tegak atau sumbu kesatu berfungsi agar teropong dapat berputar ke

arah horizontal.

19. Nivo kotak, berfungsi sebagai pertanda vertikalnya sumbu kesatu.

20. Tiga skrup pendatar, berfungsi sebagai pengatur nivo kotak.

21. Kunci Bousol, berfungi untuk mengunci atau melepaskan kuncian dari

lingkaran horizontal berskala sebagai penunjuk bacaan sudut horizontal

yang dapat bergerak seperti kompas. Bila kunci bousol di buka bacaan

sudut horizontal menunjukkan bacaan azimut dari arah tersebut.

Gambar 3.5. Theodolite To Wild

Page 7: BAB III Polygon

53

Gambar 3.6. Teodolit To Bumon

G. Cara Mengoperasikan Alat Ukur Theodolite

Sama dengan alat ukur waterpass, ada 4 tahap kegiatan dalam

mengoperasikan alat ini, yaitu :

1. Memasang alat di kaki tiga

2. Mendirikan Alat

Pengertian mendirikan alat juga sama dengan waterpass, namun

syaratnya agak berbeda. Untuk teodolit syarat yang harus dipenuhi

yaitu, :

a) Sumbu kesatu harus sudah dalam keadaan tegak, yang

diperlihatan oleh kedudukan gelembung nivo kotak ada

ditengah (sama dengan pada waterpass).

b) Sumbu kedua sudah dalam keadaan mendatar, yang

diperlihatkan oleh gelembung nivo tabung ada ditengah.

3. Membidikkan Alat

Maksud dan cara sama dengan alat ukur waterpass, sedikit

perbedaan pada teodolit karena teropong tidak harus selalu dalam

keadaan mendatar, maka benang mendatar dapat diatur kedudukan

bacaan sesuai keinginan pemakai, misalnya disamakan dengan

tinggi alat.

4. Membaca Hasil Pembidikan

Pembacaan hasil pembidikan juga sama dengan alat ukur

waterpass, yaitu bacaan rambu ukur dan bacaan sudut. Perbedaan

Page 8: BAB III Polygon

54

hanya ada pada penampilan bacaan sudut dan sudut yang dibaca

bukan hanya sudut horizontal saja tetapi juga sudut vertikal.

Sentring alat pesawat theodolite :

1.Tarik tripod setinggi dagu

2.Rentangkan katiga kaki tripod

3.Kunci ketiga kaki tripod

4.Letakkan pesawat theodolite pada plat tripod

5.Pastikan pesawat terkunci dengan tripod

6.Setelah terkunci lihat lensa titik kemudian gerakkan kedua kaki tripod

hinggga titik center alat tepat berada pada titik patok

7.Atur gelembung nivo bagian bawah hingga berada ditengah dengan

menggunakan ketiga skrup penyeimbang.

8.Atur gelembung nivo bagian atas hingga berada ditengah pada setiap

sekrupnya, dengan menggunakan tiga skrup pengunci.

9.Cek apakah titik center pesawat tetap berada tepat di titik patok,

dengan melihat lensa patok, jika belum kendorkan ketiga pengunci

kemudian geser pesawat hingga center alat berada tepat pada titik

patok.

B. Skala

Topografi map adalah representasi dari suatu daerah atau bagian dari

bumi, jarak dari dua titik yang diperlihatkan dipeta harus diketahui dengan

suatu perbandingan tertentu dengan keadaan tertentu, perbndingan itu

disebut skala. Ada beberapa macam skala dari peta misalnya 1: 1.000

artinya 1cm dipeta sama dengan 1.000 cm atau 10 m dilapangan.

Pemilihan skala tergantung pada penggunaan dari peta, hal ini karena

menyangkut masalah ketelitian yang didapat dari hasil pengukuran. Oleh

karena itu skala peta harus ditentukan dahulu sebelum pekerjaan dimulai.

Page 9: BAB III Polygon

4948

50

47 46

46

50

4948

47

55

C. Kontur

Garis kontur adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang

mempunyai ketinggian sama. Ketinggian antara dua kontur disebut

interval kontur. Dari interval kontur dan jarak horizontal antara kedua

kontur tersebut, kita bisa menentukan kecuraman suatu lereng. Sedangkan

ketinggian (elevasi) dari sembarang titik yng terletak antara kedua kontur

bisa kita tentukan dengan cara interpolasi.pada peta, garis kontur

merupakan garis yang tertutup atau garis yang tidak boleh berhenti kecuali

tepi peta. Umumnya, pada setiap lima garis kontur digambarkan dengan

garis yang lebih tebal dari yang lain (lihat contoh). Pada garis-garis kontur

yang teratur dan dekat jaraknya maka garis-garis kontur diberi angka

hanya terbatas padakontur yang tebal, kecuali pada garis-garis kontur yang

berjauhan jaraknya ( lihat contoh berikut ).

Gambar 3.7 Kontur

A. Poligon

Maksud dilakukannya pengukuran poligon adalah menentukan arah dan

kedudukan titik-titik yang diukur. Perhitungan poligon tertutup terbagi

dalam :

231. Perhitungan sudut dan jarak

Page 10: BAB III Polygon

56

232. Perhitungan azimuth

233. Perhitungan koordinat

Ψ = Azimut

Α = Sudut Luar

Gambar 3.8. Poligon

1. Perhitungan Sudut

Sudut yang diperhitungan meliputi sebegai berikut :

a. Sudut yang diperoleh dalam pembacaan yang lebih lanjut diterangkan

dalam bab pengukuran teodolite.

b. Perhitungan sudut poligon.

c. Data yang diperoleh dari lapangan pada poligon tertutup apabila

menggunakakn sudut harus memenuhi syarat ( n - 2 ) x 180°, bila

menggunakan sudut luar adalah ( n – 360 ) – ( n – 2 ) x 180°, dimana n

= jumlah titik pengukuran. Dalam polygon terbuka harus memenuhi

syarat :

Yakhir - Yawal = n x 180° -∑αK.

Dimana :

∑αK = jumlah sudut

K = koreksi

Kesalahan perhitungan sudut akan berpengruh pada kesalahan

penutup poligon,atau kata lain poligon tidak akan menutup. Kesalah

Page 11: BAB III Polygon

57

trsebut bergantung pada jarak, kedudukan titik dan skala peta. Dalam

praktikum ini kesalahan tersebut diabaikan, biasanya toleransi

kesalahan adalah sebesar 20’’√ n untuk jarak, rata-rata 100 m – 200 m

dan skala peta 1/1000 – 1/3000

2. Perhitungan azimut

Perhitungan sudut azimut dapat dihitung bila sudut-sudut yang

diperhitungkan telah memenuhi syarat dan azimut awal atau akhir

diketahui pada waktu pengukuran. Pada polygon tertutup perhitungan

berdasarkan azimut awal ( Ψawal) sedangkan pada poligon terbuka

berdasarkan azimut awal dan akhir. Sudut yang terpakai dalam

perhitungan tiap-tiap titik poligon adalah sudut luar.

3. Perhitungan Koordinat

Syarat yang harus dipenuhi untuk perhitungan koordinat adalah :

a. Sudut telah terkoneksi untuk tiap titik.

b. Jarak masing-masing titik pengukuran diketahui.

c. Koordinat titik awal A ( XA; YA ) atau titik Z ( XZ ; YZ ) diketahui.

Selanjutnya dengan diketahuinya koordinat awal, maka dapat dihitung

koordinat titik yang diukur dengan menggunakan rumus :

Absis Xn = Xm + D Sin Y atau

Ordinat Xn = Xm + D Cos Y

Dimana :

Xn/Xm = absis/ordinat yang akan dicari

Xm/Ym = absis atau ordinat yang telah dicari

D = jarak antar titik (m)

Perhitungan poligon tertutup adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Perhitungan koordinat

No titik AZIM Jarak D Sin Y D Cos Y koordinat No

Page 12: BAB III Polygon

58

UT (Ψ) (D) (DX) (DY) titikX YXp Yp

BM 0 D1 D1 Sin Y∆X1

D1 Cos Y∆X1

BM

1 0 Xp±D1SinY±∆X1=X1

Yp±D1CosY±∆Y1=Y1

1

2 0 D2 D2 Sin Y∆X2

D2 Cos Y∆X2

2

0 Xp±D2SinY±∆X2=X2

Yp±D2CosY±∆Y2=Y2

(n-1) 0 DN DN Sin Y∆X1

DN CosY∆X1

XN-1 YN-1 (n-1)

n= BM 0 Xn-

1±DnSinY±∆Xn=Xn=Xp

Yn-

1

±DnCosY±∆Yn=Yn

=Yp

n= BM

N∑D 1

N∑DSin Y1

N∑DSin Y1

Syarat yang harus dipenuhi adalah :

S Dsin Y = 0 dan S Dcos Y = 0

Oleh karena itua awal dan titiknya sama, apabila :

∑1n Dsin Y≠ 0 dan ∑1

n Dcos Y≠ 0

Kesalahan yaitu :

Sebesar ∆X dan ∆Y sehingga mempengaruhi kedudukan titik dan

mengakibatkan ∆X dan ∆Y tidak tertutup.Kesalahan ini akibat pengukuran

sudut, jarak dan azimut.

Besarnya kesalahan tersebut adalah sebesar :

Page 13: BAB III Polygon

59

∆X1 = D1 X ∑1n D SinY ………………………… Untuk Absis

∑1n

∆Y1 = D1 X ∑1n D CosY ………………………….. Untuk Ordinat

∑1n D

Dimana :

∆X dan ∆Y = Koreksi besarnya kesalahan absis/ordinat

∑n1 = jumlah jarak polygon

∑n1 D Sin Y = jumlah jarak dikali sin sudut azimuth (untuk absis)

∑n1 D Cos Y = jumlah jarak dikali Kosinus sudut azimuth ( untuk ordinat)

Akibat kesalahan tersebut, maka perhitungan koordinat juga dikoreksi, misalnya

diketahui koordinat awalnya di titik Bm adalah Xp dan Yp dan titik akhir n adalah

juga titik BM perhitungan menjadi sebagai berikut :

XBM = Xp

X1 = Xp + D sin Y + X1

X2 = X2 + D sin Y + X2

X(n-1) = X(n-2) + D(n-1) sin Y + X(n-1)

Xn = X(n-1) + Dn sin Y + Xn

Oleh karena (Xn = XBM = Xp) maka harga X tersebut harus sama dengan (Xp).

Demikian pula untuk perhitungan ordinat (Yp) identic seperti diatas, jadi harga-

Page 14: BAB III Polygon

60

harga (X1,X2,¼,X(n-1), Xn) dan (Y1,Y2,¼, Y(n-1),Yn) yang didapat dari perhitungan

adalah ssaling berkaitan, hingga akhirnya (Xn = Xp) dan (Yn = Yp). Toleransi atau

limitasi kesalahan dalam praktikum ini ( Sx dan Sy ) tidak melebihi 1m. dalam

pengukuran yang sesungguhnya toleransi kesalahan ini bervariasi tergantung dari

pengadaan peta, sebagai contoh adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2. contoh kesalahan penutup polygon dan imbangannya

Panjang Rata-rata Kesalahan penutup

sudut

Imbang kesalahan

penutup ( skala peta )

700 m – 1000 m 8’’ + n 1/20.000

400 m – 700 m 10’’ + n 1/10.000

200 m – 400 m 15” + n 1/5.000

100 m – 200 m 20” + n 1/3.000

B. Pengukuran detail

Yang dimaksud pengukuran detail atau pengukuran kipas adalah

pengukuran atau semua benda-benda atau titik dilapangan ysang

merupakan kelengkapan dari pada sebagian permukaan bumi baik benda

buatan seperti, jalan, jembatan, bangunan dan sebagainya ataupun benda

alam seperti gunung, sungai, dan sebagainya. Dari pengukuran ini

kedudukan titik dari keadaan lapangan dapat diketahui, kemudian dapat

digambarkan kembali dan akhirnya berujud suatu peta.

1) Metode pengukuran

Metode pengukuran ada 2 macam yaitu :

Metode extrapolasi dan

Metode interpolasi

Pada praktikum ini digunakan metode extrapolasi, dikenal 2 cara untuk

menentukan titik detail yaitu dengan sistem orthogonal dan sistem

koordinat kutub. Sistem koordinat kutub adalah cara pengukuran yang

cepat dan dapat mencakup daerah yang luas, alat yang dipakai theodolite.

Page 15: BAB III Polygon

61

Titik-titik A,B,C,D,E,F,G, dan H ketinggiannya diketahui dari

pengukuranwaterpass memanjang. Pengukuran ketinggian titik-titik

1,2,3,¼,12dapat dijangkau dari tiap-tiap kedudukan instrumen dari titik-

titik A,S,C, dan seterusnya, maka didapatkan kedudukan titik-titik detail

tersebut.

2) Pengukuran dengan jarak miring

Untuk mengetahui kedudukan titik detail tersebut maka dapat dilakukan

dengan pengukuran jarak miring dimana diukur dengan sudut vertikal,

horizontal dan jarak optisnya. Selisih tinggi H dapat dihitung dengan

rumus :

∆H = ((BA-BB) x 100 x Sin αV) ± (Tp-BT)

Dimana :

∆H = selisih tinggi

BA,BB,BT = pembacaan baak

αv = sudut vertical

Page 16: BAB III Polygon

62

Gambar 3.9. Pengukuran jarak miring

Sudut horizontal

Pengukuran sudut horizontal dimaksud untuk mengetahui arah dan

kedudukan dari titik-titik detail terhadap titik tetap .

Gambar 3.10. Pengukuran sudut horizontal

Pembacaan dimulai dari titik A ( instrument berdiri di titik tetap ) dengan

posisi pembacaan sudut horizontal 0 dan berakhir di titik E. pada setiap arah

sudut horizontalnya dibaca secara komulatif, artinya besar sudut yang dicari

adalah selisih antara pembacaan titik yang diarah dengan titik diarah

sebelumnya.

3) Perhitungan titik kipas / detail

1. Mencari selisih tinggi ( ∆H ) antara titik tetap dengan titik kipas /

detail.

2. Mencari jarak

3. Mencari tinggi titik kipas / detail.

PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIKUM

C. Poligon tertutup

1. Tujuan : untuk mrngetahui kedudukan suatu titik dan sudut arah

dengan melakukan pengukuran sudut dan jarak di lapangan.

2. Alat yang digunakan :

Page 17: BAB III Polygon

63

a. Theodolit

b. Pegas ukur

c. Statif

d. Syalon

3. Ketentuan teknis :

a. Jarak tiap titik tidak terbatas kecuali dipengaruhi oleh hambatan

seperti undulasi udara,fatamorgana dan bangunan-bangunan.

b. Setiap pembacaan sudut harus selalu dikontrol dengan ketentuan B

– LB = 180°, sudut yang dibaca adlah sudut luar.

c. Setiap penyetelan alat harus memenuhi syarat garis vizir / garis

bidik.

4. Langkah atau tahapan pengukuran polygon :

Menentukan azimuth awal

a. Klem horizontal atas dan bawah dilepas.

b. Buat pembacaan sudut horizontal dalam posisis 0°0’0’’

dengan cara memutar piringan hitam ( lingkaran graduasi ).

c. Kemudian klem horizontal atas dikeraskan.

d. Dengan pertolongan penggerak halus buat posisi sudut

pembacaan tepat 359°56’60’’ atau 0°0’0’’ dan arahkan

kearah utara dengan bantuan kompas.

e. Kemudian klem atas dikeraskan klem atas dilepas.

f. Putar pesawat searah jarum jam mengarah ke titik Cp1 secara

kasar dan letakkan syalon dititik Cp1 tersebut ( lihat gambar

17 & 18 ), kemudian klem atas dikeraskan.

g. Dengan sekrup penggerak halus horizontal teropong akan

bergerak mendekati syalon dan akhirnya berimpit dengan

benang silang. Hal ini terlihat pada bidang diafragma.

h. Catat kemudian pembacaan sudutnya.

Catatan :

Page 18: BAB III Polygon

64

Untuk pembacaan sudut yang lain, pesawat dengan posisi pembacaan

0°0’0’’ diarahkan ke titik sebelumnya atau titik yang ditempati alat

sebelumnya.

Gambar 3.11. Pembacaan azimuth awal

Gambar 3.12. Pembacaan bak ukur

D. Pengukuran kipas

Tujuan :

Untuk mengukur semua titik-titik atau bangunan-bangunan di lapangan

sehingga didapatkan kedudukan tingginya, pengukuran ini disebut juga

pengukuran detail.

Alat yang digunakan :

a. Bak ukur

b. Pesawat theodolite

c. Statif

Ketentuan teknik

a. Jumlah titik kipas tidak terbatas, tergantung pada keadaan lapangan.

Page 19: BAB III Polygon

65

b. Setiap pengukuran harus disertai sketsa dimana didalamnya

ditunjukkan mengenai kedudukn titik-titik dan bangunan yang diukur

serta diberi nomor urut sesuai dengan arah saat pengukuran.

c. Pada waktu pengukuran titik kipas dari suatu kedudukan titik harus

overlap dengan pengukuran yang sama dari titik yang lain.

d. Titik pesawat diukur dari permukaan tanah sampai garis bidik.

Langkah / tahapan praktikum

a. Menempatkan pesawat theodolite diatas titik tetap kemudian di set up

seperti yang telah dijelaskan.

b. Setelah itu mencatat tinggi pesawat

c. Menempatkan bak ukur pada tempat yang telah ditentukan, apabila

permukaan tanah naaik turun, maka bak ukur ditempatkan pada tempat

yang yang memiliki perbedaan ketinggian.

d. Membaca BA, BT, BB dan sudut horizontal, sudut vertikal kemudian

catat pada formulir data.

e. Membuat situasi dimana pengukuran kipas ini dilakukan.

f. Khususnya bila menjumpai bangunan seperti jalan, jembatan, sungai,

rumah, dan bangunan lain.

Tabel 3.3. Pengukuran kipas bila menjumpai bangunan

No Nama bangunan Pengukuran kipas dilakukan pada

Sketsa

1 Jalan beraspal Kedua sisi di tepi jalan lebar jalan diukur dengan pegas ukur.

Page 20: BAB III Polygon

66

2

3

4

5

6

Jalan tak beraspal

Jembatan

Sungai

Rumah

Bangunan-bangunan lain

Tepi, tengah, tepi jalan, lebar jalan diukur dengan pegas ukur.

Setiap sudut jembatan, tengah jembatan dan lebar jembatan.

Tebing atas kanan kiri, tebing bawah kanan kiri, dasar sungai.

Setiap sudut bangunan rumah apabila terhalang minimal dua sudut, yang lain diukur dengan pegas ukur.

Pada batas-batas bangunan tersebut masih dapat dijangkau atau dilihat dari pesawat.

Page 21: BAB III Polygon

67

g. pada pengukuran seperti f diatas, terutama pada bangunan jalan dan sungai pengukuran dilakukan dengan kerapatan yang memadai sehingga didapatkan arah jalan ataupun aliran sungai apabila digambar.

Gambar 3.13. Pengukuran kipas tinggi

Gambar 3.14. Pengukuran kipas pada bangunan jalan

Berikut adalah contoh formulir data pengukuran kipas dan sketsa pada pengukuran di tiap-tiap titik.

Tabel 3.4. Contoh data pengukuran kipas Tempat berdiri alat

Tempat yang ditinjau

TA Tinggi patok diatas tanah

Benang Sudut

Tengah (BT)

Atas (BA)

Bawah (BB)

Horizontal

vertikal

1 1.100 1.220 0.980 121°19’10’’

351°11’30’’

2 1.700 1.900 1.500 118°35’10’’

351°11’35’’

3 1.41 1.400 1.500 1.300 121°10’2 351°45’00

Page 22: BAB III Polygon

68

5’’ ’’4 1.900 2.100 1.700 121°07’5

0’’351°17’30’’

5 2.400 2.640 2.160 170°10’00’’

351°18’70’’

Dst Dst Dst Dst Dst Dst

Gambar 3.15. Poligon primer sketsa pada pengukuran kipas

Keterangan :1. Tepi jalan 11. Tebing atas (kiri) sungai2. Tepi jalan kanan 12. Tengah sungai3. Garis BM ke Cp1 13. Tebing atas (kanan) sungai4. Tepi jalan kiri 14. Tepi jalan kanan5. Lapangan 15. Sudut kanan jembatan6. Tengah jalan 16. Sudut kiri jembatan7. Sudut kiri rumah 17. Tengah sungai8. Tepi jalan 18. Tebing atas (kanan) jembatan9. Sudut kanan rumah 19. Tebing atas (kiri) sungai10. Tepi jalan kiri 20. Tengah sungai, dsb.

Catatan : keterangan dan sketsa diatas perlu dicantumkan dalam for,ulir data.