bab ii.landasan teori - library.binus.ac.id. investasi yang ... atau aktivitas bisnis yang...

29
5 BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Framework Framework adalah sebuah cetak biru (blueprint) yang menjelaskan bagaimana elemen TI dan manajemen informasi bekerjasama sebagai satu kesatuan. Framework TOGAF membagi empat bagian dalam pengembangan arsitektur. Pengembangan sistem dimulai dari mendefinisikan arsitektur bisnis yang ada dalam organisasi, mendefinisikan arsitektur data yang akan digunakan, mendefinisikan arsitektur aplikasi yang akan dibangun serta mendefinisikan arsitektur teknologi (Minoli, 2008). Arsitektur merupakan satu praktek manajemen untuk memaksimalkan kontribusi dari sumber daya perusahaan, investasi TI, dan aktivitas pembangunan sistem untuk mencapai tujuan kinerjanya. Untuk mencapai misi organisasi melalui kinerja optimal dari proses bisnis dengan efisiensi lingkungan TI maka penerapan Framework harus dimasukkan kedalam roadmap dari perusahaan . Arsitektur sistem terintegrasi TI menyediakan konteks strategis bagi evolusi sistem TI dalam menanggapi kebutuhan yang terus berubah dilingkungan bisnis. Arsitektur harus sejalan dengan TI dan bisnis. Hal ini memungkinkan unit bisnis untuk berinovasi mencapai keunggulan kompetitif, secara bersamaan, mendorong sinergi di seluruh unit bisnis perusahaan.Keuntungan dari arsitektur perusahaan yang baik adalah: a. Operasi TI lebih efisien. b. Investasi yang menguntungkan.

Upload: nguyenngoc

Post on 25-May-2018

225 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

5

BAB II. LANDASAN TEORI

2.1. Framework

Framework adalah sebuah cetak biru (blueprint) yang menjelaskan

bagaimana elemen TI dan manajemen informasi bekerjasama sebagai satu

kesatuan. Framework TOGAF membagi empat bagian dalam pengembangan

arsitektur. Pengembangan sistem dimulai dari mendefinisikan arsitektur bisnis

yang ada dalam organisasi, mendefinisikan arsitektur data yang akan digunakan,

mendefinisikan arsitektur aplikasi yang akan dibangun serta mendefinisikan

arsitektur teknologi (Minoli, 2008). Arsitektur merupakan satu praktek

manajemen untuk memaksimalkan kontribusi dari sumber daya perusahaan,

investasi TI, dan aktivitas pembangunan sistem untuk mencapai tujuan

kinerjanya. Untuk mencapai misi organisasi melalui kinerja optimal dari proses

bisnis dengan efisiensi lingkungan TI maka penerapan Framework harus

dimasukkan kedalam roadmap dari perusahaan . Arsitektur sistem terintegrasi TI

menyediakan konteks strategis bagi evolusi sistem TI dalam menanggapi

kebutuhan yang terus berubah dilingkungan bisnis. Arsitektur harus sejalan

dengan TI dan bisnis. Hal ini memungkinkan unit bisnis untuk berinovasi

mencapai keunggulan kompetitif, secara bersamaan, mendorong sinergi di

seluruh unit bisnis perusahaan.Keuntungan dari arsitektur perusahaan yang baik

adalah:

a. Operasi TI lebih efisien.

b. Investasi yang menguntungkan.

6

c. Mengurangi risiko dalam hal penyimpangan terhadap aturan.

d. Lebih cepat, sederhana, dan operasi bisnis lebih efisien.

Berikut perbandingan dari keempat framework yang umum dan baik digunakan

pada organisasi enterprise, berikut adalah beberapa framework tersebut :

2.1.1 Zachman Framework

Merupakan framework Enterprise Architecture, dimana framework

tersebut memberikan sebuah cara formal dan sangat terstruktur untuk

melihat dan mendefinisikan sebuah enterprise. Framework tersebut berisikan

matrik klasifikasi 2 dimensional berdasarkan pada interseksi dari 6

pertanyaan komunikasi ( What, Where, When, Why, Who, dan How ).

Seperti Tabel dibawah ini :

Gambar 2. 1 Framework Zachman (Session, 2013)

7

Framework Zachman merupakan skema untuk mengorganisir artifak arsitektur

( dengan kata lain, desain dokumen, spesifikasi, dan model ) dimana dibagi

menjadi target arfifak ( contoh, pemilik bisnis dan pembangunan ) dan beberapa

isu ( contoh, data dan fungsionalitas ).

2.1.2 TOGAF (The Open Group Architecture Framework)

Merupakan sebuah framework untuk arsitektur enterprise dimana

menyediakan pendekatan secara komprehensif untuk mendesain, merencanakan,

mengimplementasi dan melakukan kontrol dengan otoritas pada sebuah informasi

arsitektur enterprise.

TOGAF dikembangkan oleh The Open Group’s Architecture Framework

pada tahun 1995. Awalnya TOGAF digunakan oleh Departemen Pertahanan

Amerika Serikat namun pada perkembangannya TOGAF banyak digunakan pada

berbagai bidang seperti perbankan, industri manufaktur dan juga pendidikan.

TOGAF ini digunakan untuk mengembangkan Enterprise Architecture, dimana

terdapat metode dan tools yang detail untuk mengimplementasikannya, hal inilah

yang membedakan dengan Framework EA (Enterprise Architecture) lain

misalnya Framework Zachman. Salah satu kelebihan menggunakan Framework

TOGAF ini adalah karena sifatnya yang fleksibel dan bersifat open

source.TOGAF memberikan metode yang detail bagaimana membangun dan

mengelola serta mengimplementasikan arsitektur enterprise dan sistem informasi

yang disebut dengan Architecture Development Method (ADM)(Harrison, 2009).

ADM merupakan metode generik yang berisikan sekumpulan aktivitas yang

digunakan dalam memodelkan pengembangan arsitektur enterprise. Metode ini

juga dibisa digunakan sebagai panduan atau alat untuk merencanakan,

8

merancang, mengembangkan dan mengimplementasikan arsitektur sistem

informasi untuk organisasi (Yunis & Surendro, 2009).

TOGAF ADM juga merupakan metode yang fleksibel yang dapat

mengantisipasi berbagai macam teknik pemodelan yang digunakan dalam

perancangan, karena metode ini bisa disesuaikan dengan perubahan dan

kebutuhan selama perancangan dilakukan. TOGAF ADM juga menyatakan visi

dan prinsip yang jelas tentang bagaimana melakukan pengembangan arsitektur

enterprise, prinsip tersebut digunakan sebagai ukuran dalam menilai keberhasilan

dari pengembangan arsitektur enterprise oleh organisasi (Harrison, 2009).prinsip-

prinisip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Prinsip Enterprise

Pengembangan arsitekturyang dilakukan diharapkan mendukung seluruh

bagian organisasi, termasuk unit-unit organisasi yang membutuhkan.

b. Prinsip Teknologi Informasi (TI)

Lebih mengarahkan konsistensi penggunaan TI pada seluruh bagian

organisasi, termasuk unit- unit organisasi yang akan menggunakan.

c. Prinsip Arsitektur

Merancang arsitektur sistem berdasarkan kebutuhan proses bisnis dan

bagaimana mengimplementasikannya.

Langkah awal yang perlu diperhatikan pada saat mengimplementasikan

TOGAF ADM adalah mendefinisikan persiapan-persiapan yaitu dengan cara

mengidentifikasi konteks arsitektur yang akan dikembangkan, kedua adalah

mendefenisikan strategi dari arsitektur dan menetapkan bagian- bagian arsitektur

yang akan dirancang, yaitu mulai dari arsitektur bisnis, arsitektur sistem

9

informasi, arsitektur teknologi, serta menetapkan kemampuan dari arsitektur

yang akan dirancang dan dikembangkan The Open Group Architecture

Framework (TOGAF) Berikut gambaran tahapan tentang TOGAF ADM.

Gambar 2.1 Fase Architecture Devopment Method (Harrison, 2009:89)

Togaf adalah pendekatan secara holistic untuk mendesain, dimana biasanya

dimodelkan dengan 4 tingkat yaitu : bisnis, aplikasi, data dan teknologi. Hal

tersebut memberikan kelayakan secara menyeluruh sebagai model awal yang

dipergunakan sebagai informasi arsitek, yang dapat dibangun nantinya.

Merupakan modularisasi, standarisasi dan telah tersedia, perbaikan teknologi dan

produk.

Tahapan dari TOGAF ADM secara ringkas bisa dijelaskan sebagai berikut:

10

a. Architecture Vision

Menciptakan keseragaman pandangan mengenai pentingnya arsitektur

enterprise untuk mencapai tujuan organisasi yang dirumuskan dalam bentuk

strategi serta menentukan lingkup dari arsitektur yang akan dikembangkan. Pada

tahapan ini berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk mendapatkan

arsitektur yang ideal.

b. Business Architecture

Mendefinisikan kondisi awal arsitektur bisnis, menentukan model bisnis

atau aktivitas bisnis yang diinginkan berdasarkan skenario bisnis. Pada tahap ini

tools dan metode umum untuk pemodelan seperti: BPMN (Business Processing

Modelling Notation), IDEF (Integration Definition Function) dan UML (Unified

Modeling Language) bisa digunakan untuk membangun model yang diperlukan.

c. Information System Architecture

Pada tahapan ini lebih menekankan pada aktivitas bagaimana arsitektur

sistem informasi dikembangkan. Pendefinisian arsitektur sistem informasi dalam

tahapan ini meliputi arsitektur data dan arsitektur aplikasi yang akan digunakan

oleh organisasi. Arsitekur data lebih memfokuskan pada bagaimana data

digunakan untuk kebutuhan fungsi bisnis, proses dan layanan. Pada arsitektur

aplikasi lebih menekan pada bagaimana kebutuhan aplikasi direncanakan dengan

menggunakan Application Portfolio Catalog, serta menitik beratkan pada model

aplikasi yang akan dirancang. Teknik yang bisa digunakan meliputi: Application

Communication Diagram, Application and User Location Diagram dan lainnya.

d. Technology Architecture

Membangun arsitektur teknologi yang diinginkan, dimulai dari penentuan

11

jenis kandidat teknologi yang diperlukan dengan menggunakan Technology

Portfolio Catalog yang meliputi perangkat lunak dan perangkat keras. Dalam

tahapan ini juga mempertimbangkan alternatif- alternatif yang diperlukan dalam

pemilihan teknologi.Teknik yang digunakan meliputi Environment and Location

Diagram, Network Computing Diagram, dan lainnya.

e. Opportunities and Solution

Pada tahapan ini lebih menekan pada manfaat yang diperoleh dari

arsitektur enterprise yang meliputi arsitektur bisnis, arsitektur data, arsitektur

aplikasi dan arsitektur teknologi, sehingga menjadi dasar bagi stakeholder untuk

memilih dan menentukan arsitektur yang akan diimplementasikan. Untuk

memodelkan tahapan ini dalam rancangan bisa menggunakan teknik Project

Context Diagram dan Benefit Diagram.

f. Migration Planning

Pada tahapan ini akan dilakukan penilaian dalam menentukan rencana

migrasi dari suatu sistem informasi. Biasanya pada tahapan ini untuk

pemodelannya menggunakaan matrik penilaian dan keputusan terhadap

kebutuhan utama dan pendukung dalam organisasi terhadap impelemtasi sistem

informasi

g. Implementation Governance

Menyusun rekomendasi untuk pelaksanaan tatakelola implementasi yang

sudah dilakukan, tatakelola yang dilakukan meliputi tatakelola organisasi,

tatakelola teknologi informasi, dan tatakelola arsitektur. Pemetaaan dari tahapan

ini bisa juga dipadukan dengan framework yang digunakan untuk tatakelola

seperti COBITS dari IT Governance Institute (ITGI) (Harrison, 2009)

12

fase ini mencakup pengawasan terhadap implementasi arsitektur.

Tujuan dari fase ini adalah :

• Untuk merumuskan rekomendasi dari tiap-tiap proyek implementasi

• Membangun kontrak arsitektur untuk memerintah proses deployment dan

implementasi secara keseluruhan

• Melaksanakan fungsi pengawasan secara tepat selagi sistem sedang

diimplementasikan dan dideploy

• Menjamin kecocokan dengan arsitektur yang didefinisikan oleh proyek

implementasi dan proyek lainnya.

h. Arcitecture Change Management

Menetapkan rencana manajemen arsitektur dari sistem yang baru dengan

cara melakukan pengawasan terhadap perkembangan teknologi dan perubahan

lingkungan organisasi, baik internal maupun eksternal serta menentukan apakah

akan dilakukan siklus pengembangan arsitektur enterprise berikutnya.

TOGAF secara umum memiliki struktur dankomponen sebagai berikut :

a. Architecture Development Method (ADM)

Merupakan bagian utama dari TOGAF yang memberikan gambaran rinci

bagaimana menentukan sebuah Architecture secara spesifik berdasarkan

kebutuhan bisnisnya.

b. Foundation Architecture (Enterprise Continuum)

Foundation Architecture merupakan sebuah “Framework-within-a-

Framework” dimana didalamnya tersedia gambaran hubungan untuk

pengumpulan arsitektur yang relevan, juga menyediakan bantuan petunjuk pada

saat terjadinya perpindahan abstraksi level yang berbeda. Foundation

13

Architecture dapat dikumpulkan melalui ADM.Terdapat tiga bagian pada

foundation architecture yaitu Technical Reference Model, Standard Information

dan Building Block Information Base

c. Resource Base

Pada bagian ini terdapat informasi mengenai guidelines, templates,

checklists, latar belakang informasi dan detil material pendukung yang

membantu arsitek didalam penggunaan ADM.

2.1.3 Federan Enterprise Architecture (FEA)

Merupakan sebuah Arsitektur Enterprise dari Federal Government. FEA

menyedikan methodology umum untuk akusisi informasi teknologi,

penggunaan dan disposisi dari Federal Government. Berikut gambar Federal

Enterprise Architecture (FEA).

Gambar 2. 2 Fase Architecture Development Method (Harrison, 2009:89)

14

Enterprise architecture( EA ) merupakan praktek manajemen untuk

mengalihkan sumber daya untuk dapat memperbaiki performa bisnis dan

membantu agensi pemerintah secara lebih baik di dalam menjalankan misi utama.

EA mendeskripsikan tingkat yang ada dan tingkat masa depan untuk agensi, dan

memperlihatkan rencana untuk mentransisikan dari tingkat sekarang pada tingkat

masa depan. Federal Enterprise Architecture merupakan sebuah pekerjaan yang

berkelanjutan untuk mencapai tujuan Organisasi.

2.1.4 Gartner

Merupakan sebuah riset informasi teknologi dan perusahaan yang

menyediakan teknologi yang berhubungan dengan kapasitas pencarian fakta

terselubung. Riset yang diberikan oleh Gartner bertarget pada CIO dan

pemimpin IT senior pada industri dimana menyertakan agen pemerintah,

high-technology dan telecom enterprise, professional service firm dan

technology inventor. Pelanggan Gartner menyertakan korporasi besar,

agensi pemerintah, perusahaan teknologi dan komunitas investasi.

Perusahaan Gartner berisikan riset, program eksekutif, konsultasi dan acara,

memberikan informasi riset, praktek terbaik dan trend.

Terdapat 12 Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi methodology

yang biasa dipergunakan oleh organisasi, beberapa penilaian perlu diketahui

bahwa penilaian untuk perbandingan tidak selalu cocok, penilaian ini

merupakan penilaian pada salah satu jurnal Microsoft. Penilaian dilakukan

dengan skala likert

1. Sangat Buruk

2. Tidak Memadai

15

3. Baik

4. Sangat Baik

Berikut tabel Perbandingan 4 Framework Enterprise Architecture

Tabel 2. 1 Perbandingan 4 Framework (Sessions, 2007)

Berikut Penjelasan dari tabel tersebut diatas :

a. Taxomony completeness, kriteria seberapa baik pengklasifikasian dalam

Framework.

b. Process Completeness, seberapa jelas langkah dan panduan yang dalam

implementasinya.

c. Reference model guidance, seberapa bermanfaat dalam perancangan reference

models.

d. Practice guidance, seberapa berperan dalam praktek sehari-hari di perusahaan.

e. Maturity Model, seberapa efektif dan mature di perusahaan.

f. Business focus, seberapa besar peranan Framework untuk mengurangi biaya

16

atau meningkatkan pendapatan.

g. Governance Guides, seberapa membantu sebuah Framework dapat

menciptakan tata kelola (governance) yang efektif.

h. Partitioning guidance, seberapa baik dalam memandu perancangan

autonomous partitions dari perusahaan, khususnya untuk menangani

kompleksitas yang dihadapi.

i. Prescriptive catalog, seberapa baik untuk membuat katalog dari architectural

Asset yang dapat di reuse di masa yang akan datang.

j. Vendor neutrality, menekankan bahwa perusahaan harus terbebas dari tingkat

ketergantungan atau intervensi dengan vendor.

k. Information availability, menekankan kualitas dan kemudahaan untuk

memperoleh informasi.

l. Time to value refers, kreteria ini mengacu waktu yang diperlukan untuk

implementasi bagi perusahaan.

Setelah diketahui kreteria pengukuran maka selanjutnya dilakukan rating sesuai

dengan hasil penelitian. EA Framework yang akan diukur terdiri dari empat yaitu

Zachman, TOGAF, FEA, dan Gartner. Rekomendasi untuk membangun sebuah

framework untuk Integrated system architecture adalah TOGAF karena

Framework TOGAF mengidentifikasikan jenis informasi yang dibutuhkan untuk

mendeskripsikan arsitektur, mengorganisasikan jenis informasi dalam struktur

logis, dan mendeskripsikan hubungan antara jenis informasi tersebut (Sucipto,

2013).

17

2.2. Smart City

Smart City adalah topik perbincangan yang sangat sering dibahas baik di

seminar, workshop maupun media elektronik, berikut definisi Smart City

dari beberapa pakar atau peneliti tentang Smart City.

2.2.1 Defenisi Smart City

Smart City didefinisikan juga sebagai kota yang mampu

menggunakan SDM, modal sosial,dan infrastruktur telekomunikasi

modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan

kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya

yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat

(Caragliu, Bo, & Nijkmp, 2009).

Smart City merupakan hasil dari pengembangan pengetahuan

yang intensif dan strategi kreatif dalam peningkatan kualitas sosial-

ekonomi, ekologi, daya kompetitif kota. Kemunculan Smart City

merupakan hasil dari gabungan modal sumber daya manusia

(contohnya angkatan kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya

fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi), modal sosial

(contohnya jaringan komunitas yang terbuka) dan modal

entrepreuneurial (contohnya aktifitas bisnis kreatif). Pemerintahan

yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang

kreatif dan berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas lokal

dan mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu kota. (Caragliu, Bo, &

Nijkmp, 2009).

18

Smart City (Kota Pintar) adalah sebuah pendekatan yang luas,

terintegrasi dalam meningkatkan efisiensi pengoperasian sebuah kota,

meningkatkan kualitas hidup penduduknya, dan menumbuhkan

ekonomi daerahnya. Cohen lebih jauh mendefinisikan Smart City

dengan pembobotan aspek lingkungan menjadi: Smart City

menggunakan ICT secara pintar dan efisien dalam menggunakan

berbagai sumber daya, menghasilkan penghematan biaya dan energi,

meningkatkan pelayanan dan kualitas hidup, serta mengurangi jejak

lingkungan, semuanya mendukung ke dalam inovasi dan ekonomi

ramah lingkungan. (Cohen, 2014).

Kota cerdas atau smart city, pada umumnya didasarkan pada 3

hal, pertama faktor manusia, kota dengan manusia-manusia yang

kreatif dalam pekerjaan, jejaring pengetahuan, lingkungan yang

bebas dari kriminal. Kedua faktor teknologi, kota yang berbasis

teknologi komunikasi dan informasi. Terakhir faktor kelembagaan,

masyarakat kota (pemerintah,kalangan bisnis dan penduduk)

yang memahami teknologi informasi dan membuat keputusan

berdasarkan pada teknologi informasi (Ahmad Nurman

dalam Manajemen Perkotaan).

Pada intinya konsep smart city adalah bagaimana cara

menghubungkan infrastruktur fisik, infrastruktur sosial dan

infrastruktur ekonomi dengan menggunakan teknologi ICT, yang

dapat mengintergrasikan semua elemen dalam aspek tersebut dan

membuat kota yang lebih efisien dan layak huni (Muliarto, 2015).

19

2.2.2 Indikator Smart City

Berdasarkan Indikator Smart City oleh (Hendro Muliarto.: 2015, bahwa

indikator Smart City berbasis pada smart people yang merupakan landasan atau

dasar untuk sebuah kota yang cerdas, kota yang cerdas haruslah memiliki modal

berupa sumber daya manusia yang cerdas, dan ditopang oleh kebijakan dan

infrastruktur dari mobility, governance, economy dan environment yang juga

cerdas sehingga menghasilkan kualitas hidup yang cerdas seperti yang

diinginkan.seperti tampak pada indikator smart city pada gambar 2.1 di bawah :

Gambar 2. 3 Indicator of Smart City( Boyd Cohen )

20

Gambar 2.4 Indikator Smart City (Hendro Muliarto: 2015)

Smart City Memiliki 6 karakteristik yang harus dimiliki sebuah kota

untuk menjadi smart city yaitu :

1. Smart Economy, Sebuah kota dapat dikatakan smart city apabila kota

tersebut dapat menjadi tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi yang

berkelanjutan. Produktivitas yang tinggi dan semangat berinovasi yang

tinggi untuk mewujudkan smart city.

2. Smart Mobility, Smart city selalu berkaitan dengan kemajuan teknologi.

Salah satu kriteria smart city adalah adanya ketersediaan infrastruktur ICT

dan sistem transportasi yang aman serta inovatif.

3. Smart Environmen, Smart city tidak hanya mengutamakan kemajuan

teknologi. Sebuah kota yang pintar adalah kota yang dapat menyelaraskan

kemajuan teknologi tanpa merusak lingkungan. Salah satu ciri dari smart

city adalah tingkat polusi yang rendah.

21

4. Smart People, Smart city tidak hanya dapat diwujudkan secara fisik saja.

Namun, masyarakat yang tinggal di dalam kota tersebut harus mendukung

konsep ini. Untuk mewujudkan konsep ini, masyarakat dituntut untuk ikut

berpartisipasi dalam kepentingan publik, menjaga pluralitas etnik maupun

sosial, serta memiliki pemikiran yang open minded.

5. Smart Living, Kesehatan dan pendidikan menjadi salah satu faktor

majunya sebuah kota. Oleh karena itu, ketersediaan fasilitas kesehatan

dan pendidikan menjadi salah satu syarat untuk mewujudkan smart city.

6. Smart Governance, Pemerintahan juga memegang peranan penting untuk

mewujudkan konsep smart city. Transparansi dan keterbukaan menjadi

kunci pemerintahan yang mengusung smart city. Selain itu, akses

pelayanan publik juga harus sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya dan

tidak menyulitkan masyarakat.

22

2.3 Smart Village

Smart Village terdiri dari unsur desa yang dipadukan dengan pemanfaatan

teknologi yang tepat guna menunjang pertumbuhan ekonomi dan kemajuan

sumber daya manusia tanpa merusak sumber daya lingkungan di sekitarnya.

Menurut worldbank.org salah satu hal yang menjadi prioritas di Indonesia adalah

masalah pertanian, yaitu bagaimana sektor pertanian mendukung pertumbuhan

ICT. Inisiatif untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT)

di daerah rural membuka kesempatan bagi penyaluran informasi ke komunitas

pedesaan, memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan, serta

mendukung pengembangan daerah pedesaan. Banyak pelajaran yang dapat

dipetik dari pengalaman-pengalaman di negara lain. Contohnya, India telah

melalui proses pengembangan inisiatif informasi dan komunikasi di daerah

pedesaan beberapa tahun terakhir.

Berbagai macam model, didukung baik oleh sektor umum maupun

swasta, telah diuji-coba dengan sukses. Misalnya adalah satu model dari ITC,

perusahaan swasta besar, yaitu e-choupal initiative, adalah intervensi informasi

teknologi terbesar yang dimiliki suatu perusahaan di daerah pedesaan India.

Dengan menyampaikan informasi secara langsung dan pengetahuan yang

disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam

membuat keputusan, e-choupal membantu menyelaraskan antara hasil pertanian

dan kebutuhan pasar, serta menuju tercapainya perbaikan kualitas, produktifitas,

dan meningkatkan pendeteksian harga. Dimulai tahun 2000, e-choupal sekarang

ini telah mencakup 6 negara bagian, 25.000 desa, dan melibatkan 2,5 juta petani.

Di dalam 10 tahun kedepan, ITC memperkirakan akan dapat mencapai 15 negara

23

bagian dengan lebih dari 100.000 desa (1/6 dari total desa-desa di India) dan

membantu 10 juta petani. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangan ICT di

India sama dengan di Indonesia - jaringan yang buruk, infrastruktur rural yang

lemah dan kapasitas sumber daya manusia yang rendah. Akan tetapi, inisiatif ICT

di daerah pedesaan telah melambung di India dalam kurun waktu 5-8 tahun

terakhir ini. Kios di daerah pedesaan berfungsi sebagai pusat komunikasi, pusat

pelatihan virtual, pusat bantuan untuk pengusaha di daerah pedesaan, tempat

perdagangan, pusat layanan finansial dan asuransi, dan lain-lain.

Proyek-proyek ini memberikan pengaruh penting untuk kawula muda,

wanita dan anak-anak secara tidak langsung. Dengan adanya desentralisasi dan

lingkungan politik serta institutional yang baru di Indonesia, kemungkinan

pengembangan ICT di Indonesia untuk mendukung pembangunan daerah

pedesaan sangatlah besar.

Sebuah Smart Village adalah gabungan dari semua layanan disampaikan

secara efektif kepada warga dan kebutuan bisnis didukung dengan cara yang

efisien. Layanan ini bisa menjadi lokasi tertentu tergantung pada demografi desa

dan pekerjaan warga (N.Viswanadham, 2011) Smart village adalah Sebuah desa

pintar memiliki investasi yang dilakukan pada manusia dan sosial selain modal

fisik, fokus utama sebagai pendorong pertumbuhan adalah peran ICT

infrastruktur, modal manusia atau pendidikan, sosial dan modal relasional dan

faktor lingkungan. Kinerja desa tergantung pada infrastruktur fisik, dan

ketersediaan kualitas pengetahuan, komunikasi & sosial infrastruktur (modal

intelektual dan modal sosial) (N.Viswanadham, 2011). Dari Viswanadham

24

memberikan gambaran tentang ekosistem dari sebuah smart village seperti pada

gambar 2.5 di bawah.

Gambar 2. 4 Smart Village Ecosystem N.Viswanadham (2014)

Berdasarkan gambar 2.5 diatas menunjukkan bahwa ekosistem smart

village terdiri dari beberapa unsur utama yakni, Institutions, Resources,

Services, Service Delivery Technologies & Mechanisms. Dengan ekosistem itu

melahirkan sebuah ekosistem yang bisa di terapkan di sebuah desa, seperti pada

gambar 2.6 berikut.

25

Gambar 2. 5 Smart Village Pochampally Ecosystem , Viswanadham (2014)

Pada gambar 2.6 diatas memperlihatkan bagaimana ekosistem smart

village di terapkan di sebuah distrik dengan nama Pochampally di India, di distrik

ini memiliki potensi untuk memproduksi kain sare, khas india. Untuk

menjadikannya sebagai sebuah smart village maka harus mengembangkan

inovasi dan kreatifitas untuk memudahkan dalam pemasaran ataupun dalam hal

pengelolaan dan kebijakan produksi, sehingga bisa meningkatkan perekonomian

masyarakarat setempat. Salah satu yang menjadi perhatian seperti pada bagian

Service Delivery Technologies, dimana pada bagian ini untuk meningkatkan

pemasaran dapat mempergunakan e-shopping, e-kiosk, warehouse dan bus

transportation, dimana semua saling terkait sehingga dapat mengurangi biaya dan

meningkatkan produksi serta memberikan pelayanan yang cepat.

26

Sedangkan Menurut (Smart Villages Initiative e4sv.org) SmartVillage

adalah adanya akses ke layanan energi berkelanjutan yang bertindak sebagai

katalis untuk pengembangan yang memungkinkan penyediaan pendidikan yang

baik dan kesehatan, akses air bersih, sanitasi dan gizi, pertumbuhan usaha

produktif untuk meningkatkan pendapatan, dan meningkatkan keamanan, dan

kesetaraan gender.

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang pertama : disusun oleh Roni Yunis, Kridanto

Surendro, tahun 2009 dengan judul “ Perancangan Model Enterprise

Architecture (EA) dengan Togaf Architecture Development Method” Dalam

penelitian ini dilakukan perancangan arsitektur enterprise yang di buat

berdasarkan pada tahapan perancangan informasi strategis dan integrasi system

dan memakai metode Togaf ADM. Perancangan arsitektur enterprise ini

memberikan hasil berupa Blueprint atau cetak biru teknologi informasi yang

terdiri dari fungsi aplikasi dan relasi, interaksi model dan proses model sebagai

pedoman untuk perancangan teknologi informasi. Disamping itu penelitian ini

juga memberikan hasil berupa roadmap perencanaan arsitektur enterprise untuk

mencapai visi dan misi organisasi khususnya pada perguruan tinggi. (Yunis &

Surendro, 2009).

Penelitian ke 2 disusun oleh : Erwin Budi Setiawan dan Fakultas Sains,

Institute Teknologi Telkom, Yogyakarta, 20 Juni 2009 yang berjudul “

Pemilihan EA Framework”. Dalam penelitian ini membahas tentang melakukan

pemilihan EA Framework berdasarkan 3 acuan yaitu: A.Tujuan dari EA dengan

melihat bagaimana definisi arsitektur dan pemahamannya, proses arsitektur yang

27

telah di tentukan sehingga mudah untuk di ikuti, dukungan terhadap evolusi

arsitektur. ( B ) input untuk aktivitas EA seperti pendorong bisnis dan input

teknologi . ( C ) output dari aktivitas EA seperti model bisnis dan desain

transisional untuk evolusi dan perubahan. Dan hasil akhir dari penelitian ini

adalah memilih Togaf ADM sebagai metode yang cocok dan jelas dalam

permasalahan EA Framework. (Setiawan, 2009).

Penelitian Selanjutnya oleh : Samsun Hidayat, Suhono Harso Supangkat,

Anton Sunarwibowo dengan Judul : Penyusunan Arsitektur Enterprise untuk

Smart City, Studi Kasus Bandung Smart City.dengan kesimpulan bahwa

diperlukan Arsitektur Enterprise untuk mewujudkan konsep smart city di kota

bandung dengan menggunakan Framework Togaf ADM digunakan sebagai

acuan dalam membuat keputusan dalam manajemen informasi dan dukungan

TIK. Prinsip tersebut akan dijadikan panduan untuk menentukan kriteria

evaluasi yang relevan dengan program-program yang akan dilaksanakan,

sehingga solusi atas program-program yang akan dilaksanakan tersebut sesuai

dengan enterprise Architecture. (Hidayat, Supangkat, & Sunarwibowo, 2013).

Penelitian selanjutnya oleh : Muliarto tentang Konsep Smart City, Smart

Mobility dengan hasil pembahasan Smart City adalah kota yang secara

antisipatif mampu mengelola sumber daya secara inovatif dan berdaya saing,

dengan dukungan teknologi dalam rangka mewujudkan kota yang nyaman dan

berkelanjutan. Dengan defenisi operasional kota yang responsif, inovatif dan

kompetitif. Smart Mobility adalah sebuah kota dengan sistem pergerakan yang

memungkinkan pencapaian tujuan dengan pergerakan yang sesedikit mungkin

(less mobility), hambatan serendah mungkin (move freely), dan waktu tempuh

28

sesingkat mungkin (less travel time). Dengan kriteria yang responsif, inovatif

dan kompetitif berdasarkan konsep smart city Kota Bandung.Responsif berarti

sistem mobilitas yang mampu memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan

pergerakan penggunanya secara aktual Inovatif berarti sistem mobilitas yang

memungkinkan pergerakan dengan efektif dan efisien Kompetitif berarti sistem

mobilitas yang memberikan banyak pilihan perjalanan. (Muliarto, 2015).

Penelitian selanjutnya oleh : N. Viswanadham tentang Smart Villages

and Smart Cities : A service science perspective dimana dalam presentasenya

menggunakan STERM Framework untuk mendesain konsep smart village, yaitu

Sains, Teknologi, Engineering, Regulasi dan Policy, Manajemen untuk

berkontribusi inovasi dalam layanan dan menentukan persaingan di segala

bidang (N.Viswanadham, 2011).

Penelitian selanjutnya oleh N.Viswandham tentang Design of Smart

Village dimana menjelaskan tentang studi kasus Pochampally sebuah Distrik di

India yang terdiri dari 80 Desa dimana sangat membutuhkan konsep smart

village, dengan Smart Village Ekosistem, integrasi antara Institusi, Sumber daya

, Service Chain, Layanan Transfer Teknologi dan Mekanismenya. Pochampally

sebagai model pariwisata, melindungi warisan dan keterampilan tenun sarees

pochampally dengan melatih orang di desa-desa lain dan mendorong lebih

banyak inovasi daripada menyimpannya di dalam rumah, mereka harus

mengikuti kemajuan dalam desain dan tenun otomatisasi dan teknik yang ramah

lingkungan (N.Viswandham, 2014).

Berikut Tabel Penelitian Terdahulu mengenai Enterprise Architecture yang

berkaitan dengan Smart City dan Smart Village:

29

Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu

NO Penelitian

(Tahun)

Judul Hasi Penelitian Kriteria

1. Roni Yunis,

Kridanto

Surendro

(2009)

Perancangan

Model

Enterprise

Architecture

(EA) dengan

Togaf

Architecture

Development

Method

Blueprint atau cetak

biru teknologi

informasi yang terdiri

dari fungsi aplikasi

dan relasi, interaksi

model dan proses

model sebagai

pedoman untuk

perancangan

teknologi informasi.

Disamping itu

penelitian ini juga

memberikan hasil

berupa roadmap

perencanaan arsitektur

enterprise untuk

mencapai visi dan

misi organisasi

khususnya pada

perguruan tinggi

Menggunakan

Framework

Togaf ADM

2. Erwin Budi

Setiawan

(2009)

Pemilihan

EA

Framework

Pemilihan EA

Framework

berdasarkan 3 acuan

yaitu: A.Tujuan dari

EA, B. input untuk

aktivitas EA, C.

output aktivitas EA.

Memilih Togaf

ADM sebagai

metode yang

cocok dan jelas

dalam

permasalahan

EA Framework

3. Samsun

Hidayat,

Suhono Harso

Penyusunan

Arsitektur

Enterprise

bahwa diperlukan

Arsitektur Enterprise

untuk mewujudkan

Menggunakan

Framework

Togaf ADM

30

Supangkat,

Anton

Sunarwibowo

(2013)

untuk Smart

City, studi

kasus

Bandung

Smart City

konsep smart city di

kota bandung dengan

menggunakan

Framework Togaf

ADM digunakan

sebagai acuan dalam

membuat keputusan

dalam manajemen

informasi dan

dukungan TIK

dalam

perancangan

Konsep Smart

City Bandung

4.  N.

Viswanadham

(2011)

Smart

Villages and

Smart Cities

: A service

science

perspective

Dalam presentasenya

menggunakan

STERM Framework

untuk mendesain

konsep smart village,

yaitu Sains,

Teknologi,

Engineering, Regulasi

dan Policy,

Manajemen untuk

berkontribusi inovasi

dalam layanan dan

menentukan

persaingan di segala

bidang

Menggunakan

STERM

Framework,

yaitu Sains,

Teknologi,

Engineering,

Regulasi &

Policy,

Manajemen

untuk

mendesain

konsep smart

village

5. N.Viswandham

(2014)

Design of

Smart

Village

Menjelaskan tentang

studi kasus

Pochampally sebuah

Distrik di India yang

terdiri dari 80 Desa

dimana sangat

membutuhkan konsep

smart village,

.Pochampally sebagai

model

Menggunakan

Konsep Smart

Village

Ekosistem,

integrasi antara

Institusi,

Sumber daya ,

Service Chain,

Layanan

Transfer

31

pariwisata,Melindungi

warisan dan

keterampilan tenun

sarees pochampally

dengan melatih orang

di desa-desa lain dan

mendorong lebih

banyak inovasi

Teknologi dan

Mekanismenya.

6. Muliarto

(2015)

Konsep

Smart City;

Smart

Mobility

Kota yang secara

antisipatif mampu

mengelola sumber

daya

secara inovatif dan

berdaya saing, dengan

dukungan teknologi

dalam rangka

mewujudkan kota

yang nyaman dan

berkelanjutan.

Mengikuti

Kosep Smart

city yaitu

Responsif,

Inovatif dan

Kompetitif

Berdasarkan Tabel diatas maka peneliti menggunakan Framework Togaf

dengan fokus pada Desain Smart Village, dimana sebagai Pembanding Peneliti

memilih Penelitian yang dilakukan oleh (N.Viswandham, 2014) dengan Judul

Design of Smart Village, dengan Perbedaan konsep yang di gunakan seperti tabel

berikut :

32

Tabel 2. 3 Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya.

Peneliti Judul

Penelitian

Manfaat Penelitian Karakteristik Hasil Penelitian

N.Viswand

ham (2014)

Design of

Smart

Village

Dengan Penduduk

sekitar 800 juta yang

tinggal di Desa, maka

sangat membutuhkan

desain dan membangun

smart village untuk

menyediakan layanan,

pekerjaan dan

terkoneksi dengan baik

ke seluruh dunia

Menggunakan

Konsep Smart

Village

Ekosistem,

integrasi antara

Institusi, Sumber

daya , Service

Chain, Layanan

Transfer

Teknologi dan

Mekanismenya.

Menjelaskan tentang

studi kasus

Pochampally sebuah

Distrik di India yang

terdiri dari 80 Desa

dimana sangat

membutuhkan konsep

smart village,

.Pochampally sebagai

model

pariwisata,Melindungi

warisan dan

keterampilan tenun

sarees pochampally

dengan melatih orang

di desa-desa lain dan

mendorong lebih

banyak inovasi

Penelitian

yang

dilakukan

saat ini

(2015)

Desain

Framework

untuk Smart

Villages di

Indonesia

Dengan Terbitnya

Undang-Undang Desa

yang Memberikan

Anggaran sekitar 104,6

Triliun untuk 72.000

Desa di Indonesia,

maka Desain Smart

Village sangat

dibutuhkan dalam

pengawasan dan

Transparansi

penggunaan anggaran

untuk kepentingan

Menggunakan

Konsep

Framework

Togaf dan

Pendekatan

Konsep Smart

City dalam

Mendesain

Framework

Smart Village

Hasil yang diharapkan

adalah dengan Desain

Framework Smart

Village ini bisa di

gunakan di seluruh

Desa di Indonesia

untuk Transparansi,

Pengawasan,

Penggunaan Anggaran

dan integrasi sistem

informasi yang dapat

Membantu Kinerja

Pemerintah dan

33

pembangunan Desa dan

Pelayanan maksimal

kepada maksyarakat,

termasuk pembangunan

infrastruktur IT

Melindungi Pejabat

Desa Terkait dari

Ancaman Hukum

terhadap

Penyalahgunaan

Anggaran.