bab iv hasil dan pembahasan 4.1 kondisi umum tempat...
TRANSCRIPT
23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Lokasi dan Keadaan Umum
Pasar Ciroyom Bermartabat terletak di pusat Kota Bandung dengan alamat
Jalan Ciroyom-Rajawali. Pasar Ciroyom memiliki 3 lantai yang terdiri atas 262
unit kios dan 2.039 unit lapak/los. Pengelolaan Pasar Ciroyom difungsikan 1 x 24
jam, yaitu :
1. Pada malam hari (pukul 21.00 4.00) sebagai Pasar Grosir (Induk) yang
melayani 42 pasar lainnya yang ada di wilayah Jawa Barat.
2. Pada siang hari (pukul 08.00 18.00) sebagai pasar eceran yang melayani
kebutuhan masyarakat sehari-hari
4.1.2 Sejarah dan Perkembangan
Keberadaan Pasar Ciroyom di Kota Bandung sudah dikenal sejak zaman
penjajahan Belanda, khususnya oleh masyarakat Jawa Barat. Pasar Ciroyom
dibangun oleh Pengembang PT. Anugrah Parahyangan Jaya diatas tanah seluas
19.627 m2, bersetifikat Hak Guna Bangun diatas Hak Pengelolaan atas nama
Pemerintah Kota Bandung dengan sistem Build Operate and Transfer (BOT)
selama 20 tahun. Pada saat ini Pasar Ciroyom telah menampung kurang lebih
1.500 orang pedagang tradisional yang telah menekuni usahanya rata-rata diatas
10 tahun.
4.1.3 Sarana dan Prasarana
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lokasi penelitian, prasarana
dan sarana untuk pemasaran ikan di Pasar Ciroyom belum memenuhi persyaratan
kebersihan dan kesehatan, sebagai contoh bangunan los pasar yang sangat kotor
dan becek serta fasilitas-fasilitas untuk menyimpan ikan tidak cukup bersih dan
tidak memenuhi standar kebersihan yang juga akan berpengaruh terhadap mutu
24
ikan. Selain itu para pedagang juga kurang memperhatikan kelancaran sanitasi
aliran pembuangan.
Seperti diketahui, ikan mempunyai sifat mudah rusak (perishable) yang
memerlukan penanganan khusus untuk menjaga mutu dan kesegaran sampai di
tangan konsumen. Namun cara pengawetan ikan pedagang Pasar Ciroyom masih
dilakukan secara tradisional seperti penggunaan es balok bukan es curai maupun
cold storage dalam mempertahankan kesegaran ikan.
4.2 Karakteristik Responden
4.2.1 Pedagang Besar
Jumlah total keseluruhan pedagang ikan di Pasar Ciroyom adalah
sebanyak 180 orang, dari jumlah tersebut diambil sampel respoden sebanyak 10%
dari jumlah populasi maka didapat 18 sampel. Karakteristik pedagang besar yang
diamati dari penelitian ini diantaranya adalah pengalaman bekerja dan umur
pedagang.
4.2.1.1 Karakteristik Pedagang Besar Berdasarkan Pengalaman Bekerja
Berdasarkan data responden yang didapat dari kegiatan wawancara, maka
didapat presentase pengalaman bekerja pedagang sebagai berikut :
Tabel 2. Pengalaman Bekerja Pedagang Besar
Pengalaman Bekerja Jumlah Presentase
2 8 tahun 3 orang 16,67 %
9 14 tahun 5 orang 27,77 %
15 20 tahun 3 orang 16,67 %
21 26 tahun 3 orang 16,67 %
27 33 tahun 4 orang 22,22 %
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Pengalaman bekerja pedagang ikan Pasar Ciroyom ini sangat bervariasi
mulai dari 2 sampai 33 tahun dan yang terbanyak mempunyai pengalaman bekerja
25
antara 9 sampai 14 tahun sebanyak 27,77%, kemudian sebanyak 22,22% adalah
pedagang ikan yang mempunyai pengalaman antara 27 sampai 33 tahun. Hal
tersebut menunjukan bahwa pengalaman merupakan hal yang cukup penting
untuk bertahan dalam kegiatan persaingan antar sesama pedagang di Pasar
Ciroyom.
4.2.1.2 Karakteristik Pedagang Besar Berdasarkan Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi para pedagang
dalam mengambil keputusan. Usia juga mempengaruhi kemampuan fisik dalam
melakukan aktifitas dan cara berpikir seseorang serta merespon terhadap teknologi
baru dan menjamin mutu keterampilan pedagang dalam mengelola usahanya.
Tabel 3. memperlihatkan usia pada responden pedagang besar.
Tabel 3. Usia Pedagang besar
Umur Jumlah Presentase
21 27 tahun 1 orang 5,56 %
28 35 tahun 4 orang 22,22 %
36 43 tahun 11 orang 61,11 %
44 50 tahun 2 orang 11,11 %
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Sebanyak 11 orang (61,11%) pedagang dari total sampel responden
pedagang besar berusia antara 36 sampai 43 tahun. Selanjutnya sebanyak 4 orang
pedagang berusia antara 28 sampai 35 tahun (22%), kemudian sebanyak 2 orang
berusia antara 44 sampai 50 tahun dan sisanya berusia antara 21 sampai 27 tahun
(5,56%).
Dari data tersebut terlihat bahwa pedagang yang produktif adalah
pedagang yang berusia antara 21 sampai 35 tahun. Pedagang dengan usia
produktif akan lebih cepat menerima atau merespon hal-hal baru dan lebih berani
dalam mengambil resiko kegagalan dalam berusaha dan kurang memiliki
pengalaman. Sedangkan pedagang yang berusia berkisar antara 44 sampai 50
26
tahun atau lebih tua usianya akan lebih matang dalam mengelola usaha dan lebih
berhati-hati dalam menentukan suatu pilihan. Apabila dilihat dari segi fisik,
pedagang dengan usia lebih tua cenderung mengurangi kegiatan yang
berhubungan dengan fisik karena aktifitas yang dilakukan sudah lebih sedikit
dibandingkan dengan usia yang masih produktif.
4.2.2 Konsumen
Pada penelitian ini jumlah responden pada tingkat konsumen yang
diwawancarai adalah sebanyak 18 orang. Jenis pembeli atau konsumen ikan laut
di Pasar Ciroyom didominasi oleh pedagang pengecer yang menjual kembali
ikannya di pasar-pasar tradisional yakni sebanyak 3 orang, pedagang pengecer
yang menjual kembali ikan laut dalam bentuk olahan sebanyak 4 orang dan
sisanya sebanyak 11 orang merupakan konsumen yang membeli ikan untuk
dikonsumsi sendiri.
Tabel 4 memperlihatkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin
wanita yaitu sebanyak 15 orang (83,33%) dan selebihnya pria sebanyak 3 orang
(16,67%). Hal ini sangat beralasan karena biasanya wanita lebih sering berbelanja
atau karena di dalam suatu keluarga, ibu atau seorang istri yang menyiapkan
makanan bagi seluruh anggota keluarga serta sebagai pengambil keputusan dalam
pembelian bahan makanan.
Tabel 4. Jenis Kelamin Konsumen
Jenis Kelamin Jumlah Responden Presentase
Wanita 15 orang 83,33 %
Pria 3 orang 16, 67 %
Jumlah 18 orang 100,00 %
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Karakteristik responden yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi
tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan gizi dan preferensi
masyarakat terhadap ikan laut.
27
4.2.2.1 Karakteristik Konsumen Bersdasarkan Pendidikan
Tabel 5 memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan formal responden
konsumen Pasar Ciroyom cukup bervariasi mulai dari tamat pendidikan Sekolah
Dasar sampai dengan menamatkan kuliah hingga menjadi sarjana.
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Konsumen
Pendidikan Jumlah Presentase
SD dan SMP 8 orang 44,44 %
SMA/sederajat 5 orang 27,78 %
Diploma dan S1 5 orang 27,78 %
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Tingkat pendidikan umumnya yang dicapai responden adalah SD dan
SMP yaitu sebanyak 8 orang (44,44%) dari total keseluruhan responden,
kemudian dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat sebanyak 5 orang (27,78%)
dan selebihnya adalah berpendidikan Diploma-S1 sebanyak 5 orang (27,78%).
Dari pemaparan diatas terlihat jelas bahwa mayoritas tingkat pendidikan
responden penentu pola konsumsi dalam rumah tangga mempunyai pendidikan
yang rendah yang akan mengakibatkan tingkat konsumsi ikan laut menjadi rendah
dikarenakan pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
konsumsi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang maka orang
tersebut akan lebih memperhatikan manfaat dari mengkonsumsi ikan laut
dikarenakan pengetahuan yang dimilikinya.
4.2.2.2 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Pendapatan
Pendapatan suatu keluarga akan menentukan daya beli keluarga tersebut
baik untuk pangan maupun non pangan. Semakin besar pendapatan, berarti
semakin tinggi daya beli keluarga tersebut. Tingkat pendidikan yang telah
ditamatkan seseorang biasanya akan berpengaruh terhadap pekerjaan dan tingkat
pendapatan yang diperoleh oleh orang tersebut. Tabel 6 memperlihatkan tingkat
pendapatan konsumen Pasar Ciroyom.
28
Tabel 6. Tingkat Pendapatan Konsumen
Pendapatan Jumlah Presentase
Rp 2.000.000 9 orang 50 %
Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000 3 orang 16,67 %
Rp 5.000.000 6 orang 33,33 %
Sumber : Data primer Diolah (2013)
Dari hasil wawancara dengan responden maka didapat data mengenai
pendapatan konsumen yang sangat bervariasi, maka penulis menggolongkan
pendapatan menjadi tiga tingkatan yaitu pendapatan rendah (< Rp 2.000.000),
pendapatan sedang (Rp 2.000.000 – Rp 5.000.000), pendapatan tinggi ( Rp
5.000.000). Dari tabel 6 terlihat umumnya pendapatan konsumen adalah kurang
dari Rp 2.000.000 yaitu sebanyak 9 orang (50 %) dari total keseluruhan
responden. Selanjutnya diikuti pendapatan lebih dari Rp 5.000.000 sebanyak 6
orang (33,33%) dan yang sisanya sebanyak 3 orang (16,67%) mempunyai
pendapatan antara Rp 2.000.000 sampai Rp 5.000.000. Berdasarkan data diatas
menunjukan umumnya konsumen ikan laut yang ditemui termasuk kelas sosial
kebawah.
4.2.2.3 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Gizi
Dari hasil wawancara dengan konsumen yang membeli ikan laut di Pasar
Ciroyom, maka diketahui tingkat pengetahuan gizi responden adalah sebagai
berikut :
Tabel 7. Tingkat Pengetahuan Gizi Konsumen
Tingkat Pengetahuan Gizi Jumlah Presentase
Rendah 7 orang 38,89 %
Sedang 7 orang 38,89 %
Tinggi 4 orang 22,22 %
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa konsumen dengan tingkat
pengetahuan gizi yang rendah berjumlah 7 orang (38,89%), konsumen dengan
29
tingkat pengetahuan gizi sedang sebanyak 7 orang (38,89%) dan konsumen
dengan tingkat pengetahuan gizi tinggi sebanyak 4 orang (22,22%). Hal ini
menunjukan bahwa konsumen yang membeli ikan laut adalah konsumen dengan
tingkat pengetahuan gizi rendah sampai sedang.
4.2.2.4 Karakteristik Konsumen Berdasarkan Preferensi
Berdasarkan wawancara dengan responden, diketahui bahwa mayoritas
konsumen menyukai ikan laut yakni sebanyak 16 orang (88,89%) dari jumlah
responden keseluruhan dan selebihnya tidak menyukai ikan laut sebanyak 2 orang
(11,11%) karena ikan laut menyebabkan alergi. Untuk lebih jelasnya informasi
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Preferensi Konsumen Terhadap Ikan Laut
Preferensi Jumlah Presentase
Suka 16 orang 88,89 %
Tidak Suka 2 orang 11,11 %
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
4.3 Keragaan Pemasaran Ikan Laut di Pasar Ciroyom
4.3.1 Pola Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran adalah sebuah sistem yang terbentuk dari sejumlah
lembaga-lembaga pemasaran yang dilalui suatu barang dari daerah produsen
sampai ke konsumen. Dalam melakukan aktifitas, lembaga-lembaga tersebut
melaksanakan sejumlah fungsi-fungsi pemasaran. Saluran pemasaran ikan laut
yang terbentuk di Pasar Ciroyom Bandung terdiri dari 2 saluran, yaitu :
1. Saluran pemasaran I : Nelayan supplier pedagang besar pedagang
pengecer konsumen.
2. Saluran pemasaran II : Nelayan supplier pedagang besar konsumen
Dalam sistem pemasaran ikan laut di Kota Bandung yang dipasarkan
berasal dari nelayan luar daerah seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur dikarenakan
30
nelayan
Supplier
Pedagang besar
Pasar Ciroyom
Bandung
Pedagang
Pengecer Konsumen
Konsumen
wilayah Kota Bandung merupakan dataran tinggi dan bukan sebagai wilayah
produsen hasil laut. Ikan luar daerah adalah ikan yang didatangkan oleh para
pedagang dari daerah produsen ikan melalui jalan darat untuk dijual di Pasar
Ciroyom Bandung. Skema alur perdagangan ikan laut menunjukan jalur distribusi
seperti yang terlihat pada gambar 5.
Gambar 5. Jalur Distribusi Ikan Laut dari Luar Bandung
Sumber : Data Primer
4.3.2 Fungsi-fungsi Pemasaran dan Pelaku Pemasaran
Terdapat beberapa fungsi pemasaran dalam kegiatan pendistribusian
komoditi pemasaran hasil laut kepada konsumen. Fungsi-fungsi pemasaran yang
dilakukan lembaga pemasaran yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi
fisik dan fungsi pelancar seperti yang terlihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pelaksanaan Fungsi-fungsi Pemasaran oleh Lembaga Pemasaran Ikan
Laut di Kota Bandung
31
Fungsi Pemasaran
Lembaga Pemasaran
Supplier Pedagang
Besar
Pedagang
Pengecer
Pertukaran
- Pembelian + + +
- Penjualan + + +
Pengadaan secara fisik
- Pengangkutan + +
- Penyimpanan + + +
Pelancar
- Permodalan + + +
- Penanggulangan
Resiko + + +
- Sortasi + + +
- Informasi pasar + + +
Keterangan : + = melakukan fungsi pemasaran Sumber :Data Primer
= tidak melakukan fungsi pemasaran
Kegiatan pemasaran memerlukan pelaku pemasaran sebagai media untuk
menyalurkan produk kepada konsumen akhir. Pelaku pemasaran ikan laut di Kota
Bandung terdiri dari :
1. Nelayan
Nelayan yang menyalurkan hasil tangkapannya sampai ke Kota Bandung
berasal dari berbagai daerah seperti Tegal, Pekalongan, Pemalang dan Indramayu.
Nelayan dalam melaksanakan fungsi pemasaran hanya terdiri dari satu jenis, yaitu
menjual ikan hasil tangkapan ke supplier dan tengkulak maka nelayan hanya
melakukan fungsi pertukaran berupa penjualan saja. Perbedaannya adalah apabila
nelayan menjual kepada supplier lewat TPI dengan sistem lelang sedangkan
apabila nelayan menjual hasil tangkapan kepada tengkulak tidak lewat TPI
melainkan nelayan yang mendatangi tengkulak dengan harga yang ditentukan oleh
tengkulak.
2. Supplier
Supplier merupakan lembaga pemasaran yang berhubungan langsung
dengan nelayan. Supplier membeli ikan dari nelayan melalui TPI daerah setempat
dengan sistem lelang. Adanya kesepakatan harga pada kegiatan pelelangan
32
menunjukan fungsi penjualan ketikan supplier datang untuk membeli ikan laut.
Supplier juga melakukan fungsi informasi dengan mengamati perkembangan
harga yang terjadi untuk menentukan harga jual dan harga beli dimana harga erat
sekali kaitannta dengan ketersediaan produk.
Dalam kegiatannya menyalurkan ikan laut ke pedagang besar, supplier
melakukan aktivitas pengangkutan yang selama proses tersebut supplier
menghadapi resiko penyusutan dan kerusakan pada ikan. Resiko kerusakan yang
ditanggung supplier menunjukan fungsi penanggungan resiko.
Terdapat hubungan kerjasama yang baik antara pihak supplier dan
pedagang besar, dimana satu sama lain sering mengadakan hubungan lewat
telepon. Apabila masing-masing pihak membutuhkan jenis ikan laut dalam jumlah
tertentu dapat saling menghubungi untuk mempermudah dan memperlancar
pembelian. Selain itu dalam kegiatan pembayaran terdapat sistem kepercayaan
yaitu dengan cara membayar ikan setelah pedagang besar selesai memasarkan
produk yang telah disalurkan oleh supplier.
3. Pedagang Besar
Pedagang besar adalah pedagang yang membeli ikan laut dalam jumlah
besar yang dalam satu kali pembeliannya mencapai nominal satu kuintal bahkan
terkadang lebih. Pedagang besar biasanya telah mempunyai supplier tetap yang
setiap hari menyalurkan ikan yang berasal dari tempat pelelangan. Biasanya
pedagang besar ini mengambil ikan dari daerah sekitar Jawa Tengah seperti Tegal,
Pekalongan, Lamongan, Pemalang, Batang dan Jawa Barat seperti Indramayu.
Pedagang besar fungsinya hampir menyerupai supplier, perbedaannya
pedagang besar tidak melakukan fungsi pengangkutan dikarenakan kegiatan
pengangkutan telah ditanggung oleh pihak supplier. Pedagang besar menyalurkan
produknya kepada pedagang pengecer dan konsumen. Sedangkan informasi pasar
dilakukan oleh pedagang besar dengan mengikuti dan mengetahui informasi pasar
terbaru baik itu dari sesama pedagang besar, supplier ataupun pedagang pengecer.
4. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer adalah lembaga pemasaran yang umumnya menjual
produk langsung kepada konsumen dan biasanya mendapatkan produk hanya dari
33
salah satu lembaga pemasaran saja. Pedagang pengecer ikan laut mengambil
produk dari pedagang besar dalam jumlah relatif kecil untuk kemudian dijual
kembali ke konsumen. Pedagang pengecer melakukan fungsi pembelian dan
penjualan. Kegiatan pembelian dilakukan pedagang pengecer kepada pedagang
besar. Kegiatan penjualan dilakukan pedagang pengecer kepada konsumen akhir.
Terdapat dua jenis pedagang pengecer yang ditemui di lokasi penelitian
yaitu pedagang pengecer yang menjual ikan segar kepada konsumen dan
pedagang pengecer yang menjual ikan yang sudah diolah kepada konsumen.
Pelaksanaan fungsi pemasaran yang dilakukan diantaranya adalah fungsi
pertukaran berupa pembelian dan penjualan dan fungsi pelancar berupa
penanggulangan resiko, informasi, permodalan dan sortasi. Proses pengangkutan
ikan laut dilakukan oleh pedagang pengecer.
Pedagang pengecer hanya berfungsi untuk menyalurkan ikan laut kepada
konsumen (end user). Dalam penentuan harga, pengecer harus mengetahui dan
mengikuti informasi pasar. Harga pasar biasanya dipengaruhi oleh volume
ketersediaan ikan laut di pasaran dan biaya operasional yang telah dikeluarkan.
4.3.3 Volume Produksi
Volume produksi yang dihasilkan oleh nelayan sangat bervariasi. Pada
musim penangkapan umumnya nelayan selalu memperoleh ikan setiap kali
penangkapan. Hal sebaliknya terjadi pada saat musim paceklik, terkadang nelayan
tidak memperoleh hasil sama sekali.
Pada bulan Juni sampai bulan Agustus volume ikan meningkat drastis. Hal
tersebut menyebabkan harga ikan laut di pasaran menjadi jatuh. Berlimpahnya
jumlah ikan dikarenakan terjadinya angin musim timur dengan keadaan perairan
yang tenang, hujan jarang terjadi dan ombak relatif kecil.
Pada bulan Desember sampai bulan Febuari terjadi angin musim barat,
ombak sangat besar disertai dengan angin dan hujan yang sangat kencang yang
mengakibatkan para nelayan enggan untuk melaut. Hal tersebut mengakibatkan
kelangkaan ikan laut di pasaran yang menyebabkan harga ikan laut menjadi
mahal.
34
4.3.4 Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar adalah sifat-sifat atau karakteristik pasar. Analisis struktur
pasar dilihat dengan mengetahui sifat produk, kondisi keluar masuk pasar serta
informasi pasar.
4.3.4.1 Sifat Produk
Produk ikan laut di Pasar Ciroyom mulai dari nelayan sampai ke tangan
pedagang pengecer bersifat heterogen. Perbedaannya meliputi jenis ikan, ukuran
ikan yang dijual dan perlakuan terhadap ikan itu sendiri, contohnya adalah
terdapat pedagang yang menjual ikan segar dan juga terdapat pedagang yang
menjual ikan laut beku. Dalam penentuan pembeliannya, konsumen tidak
tergantung kepada siapa yang menjual ikan laut melainkan pada tingkat harga
komoditas tersebut.
4.3.4.2 Kemudahan Keluar Masuk Pasar
Kondisi keluar masuk pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga
pemasaran untuk memasuki dan meninggalkan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh
tinggi rendahnya hambatan untuk memasuki pasar diantaranya adalah tinggi
rendahnya modal yang dimiliki untuk bertindak sebagai pesaing dalam rangka
memasuki pasar dan keterikatan antara lembaga pemasaran atau hubungan dengan
lembaga pemasaran. Tanpa adanya modal yang memadai maka keberlanjutan
usaha pemasaran ikan laut akan berakhir.
Hambatan yang dirasakan oleh supplier untuk memasuki pasar adalah
persaingan antar sesama supplier untuk mendapatkan ikan hasil tangkapan
nelayan. Para supplier juga harus bersaing dengan cara berani menawar lebih
tinggi pada saat pelalangan ikan berlangsung. Disamping itu supplier harus
menanggung biaya transportasi serta penyediaan oksigen dikarenakan jarak dari
supplier ke pedagang besar yang cukup jauh.
Hambatan yang dialami oleh pedagang besar diantaranya adalah
ketersediaan modal yang cukup besar karena pembelian ikan yang dilakukan
biasanya dengan jumlah yang cukup besar. Disamping itu untuk menjaga
35
hubungan baik kepada supplier maka pedagang besar harus siap memasarkan ikan
walaupun jumlahnya sedang melimpah di pasaran. Sedangkan pada tingkat
pedagang pengecer tidak terdapat hambatan yang begitu berarti dalam memasuki
pasar. Hambatan yang paling besar adalah modal namun jumlahnya relatif kecil
karena pembelian ikan laut yang dilakukan dalam jumlah kecil.
4.3.4.3 Informasi Pasar
Infomasi pasar menjadi hal yang sangat penting bagi lembaga-lembaga
pemasaran jika menginginkan terjadinya efisiensi dalam mekanisme pasar.
Informasi pasar yang diidentifikasi berupa informasi harga pasar ikan laut.
Informasi pasar membantu terciptanya kondisi keseimbangan permintaan dan
penawaran untuk menghindari terjadinya kelebihan komoditi di pasar yang akan
mengakibatkan fluktuasi harga komoditi tersebut.
Supplier memerlukan informasi tentang kemungkinan jumlah permintaan
dan harga dari produk sebagai dasar untuk membuat keputusan tentang harga jual
yang ditetapkan. Informasi harga bagi pedagang besar diperoleh secara langsung
dari supplier yang berada diatasnya maupun dari sesama pedagang besar.
Supplier ikan laut biasanya menjual ikan laut hasil lelang dengan nelayan
kepada pedagang besar langganan yang berjumlah lebih dari satu. Pedagang besar
yang berani untuk membayar ikan dengan harga yang lebih tinggi akan
mendapatkan stok ikan yang lebih banyak dari pedagang yang membeli ikan
dengan harga lebih murah dari supplier yang sama. Selain itu apabila saat volume
ikan laut sedang melimpah maka pedagang besar langganan harus siap menerima
dan menjual ikan dari supplier tersebut, yang apabila hal tersebut tidak dilakukan
maka supplier tidak mau lagi untuk menyalurkan ikan laut ke pedagang besar
tersebut. Bentuk kerjasama yang telah dipaparkan diatas akan membuat ruang
gerak bagi pedagang besar menjadi sempit.
Berdasarkan hasil analisis sifat produk, kemudahan keluar masuk pasar
dan informasi pasar maka dapat disimpulkan bahwa struktur pasar ikan laut
Ciroyom bersifat oligopoli. Struktur pasar bersifat oligopoli atau pasar yang tidak
36
bersaing sempurna karena berdasarkan ciri-ciri yaitu, keadaan produk yang
heterogen dan terdapat hambatan yang kuat untuk memasuki pasar.
4.3.5 Perilaku Pasar
Prilaku pasar menunjukan tingkah laku lembaga pemasaran pada struktur
pasar tertentu dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran. Prilaku pasar dalam
penelitian ini ditinjau dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan
atau pembentukan harga, praktek dalam pembayaran harga serta kerjasama antar
lembaga pemasaran.
4.3.5.1 Praktek Penentuan Harga
Penentuan harga jual ikan laut di tingkat nelayan ditentukan dari
kesepakatan hasil lelang di TPI setempat. Hal ini menunjukan bahwa nelayan
merupakan pihak yang paling lemah diantara mata rantai pemasaran ikan laut
karena nelayan merupakan pihak penerima harga (price taker) dan tidak memiliki
kekuatan dalam tawar menawar. Kekuatan pembentukan harga berada pada
pelaku pemasaran yang berada diatasnya pada setiap tingkat pemasaran.
Penentuan harga di tingkat supplier dilakukan bersama-sama pedagang
besar melalui proses tawar menawar. Demikian pula penentuan harga ikan laut
pada tingkat pedagang pengecer merupakan hasil dari kegiatan tawar menawar
dengan pedagang besar atas dasar permintaan dan penawaran pasar.
Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa praktek penentuan harga yang terjadi pada kegiatan pemasaran
ikan laut ini mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna (imperfect
competition). Pada pasar persaingan tidak sempurna, pedagang mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi.
4.3.5.2 Praktek Pembayaran Harga
Sistem pembayaran harga ikan laut yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
pemasaran sangat tergantung pada tingkat kepercayaan dan perjanjian antara
37
kedua belah pihak. Adapun sistem pembayaran yang dilakukan dibagi menjadi
dua cara yaitu :
1. Sistem Pembayaran Tunai
Sistem pembayaran tunai artinya begitu ikan laut diterima, langsung
dibayarkan sesuai dengan harga yang telah disepakati bersama. Sistem
pembayaran jenis ini biasa terjadi pada pedagang besar yang terdapat di Pasar
Ciroyom kepada supplier, pedagang pengecer kepada pedagang besar serta
oleh konsumen kepada pedagang pengecer.
2. Sistem Pembayaran Konsinyasi
Sistem pembayaran konsinyasi biasanya dilakukan pedangang besar yang
terdapat di Pasar Ciroyom kepada supplier. Pada sistem ini, pedagang besar
yang membeli ikan dari supplier akan membayar setelah ikan tersebut
dipasarkan. Hal tersebut terjadi karena telah dilandasi saling percaya dan
pedagang tersebut merupakan pelanggan tetap yang membeli ikan dengan
jumlah besar kepada supplier.
4.3.5.3 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran
Kerjasama dalam pendistribusian ikan laut dari produsen sampai ke
konsumen telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam
proses tersebut. Kerjasama didasarkan pada lamanya mereka melakukan
hubungan dagang dan rasa saling percaya yang terbentuk diantara berbagai
lembaga pemasaran tersebut.
Kerjasama antara supplier dan pedagang besar bersifat saling
menguntungkan, dimana satu sama lain sering mengadakan hubungan komunikasi
lewat telepon. Apabila pedagang besar membutuhkan jenis ikan laut dalam jumlah
tertentu dapat saling menghubungi untuk memperlancar dan mempermudah
pembelian. Selain itu supplier juga menyediakan sarana penunjang yang
dibutuhkan dalam kegiatan pembelian seperti kotak atau tong tempat
penyimpanan ikan. Pedagang besar yang membutuhkan sarana penunjang tersebut
diwajibkan membayar dengan ketentuan yang ada.
38
4.3.6 Analisis Efisiensi Pemasaran
Suatu kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila pihak-pihak yang
terlibat dalam aktifitas pemasaran memperoleh kepuasan akibat aktivitas yang
dilakukan. Cara untuk mengetahui efisiensi pemasaran adalah dengan
menggunakan analisis margin pemasaran dan indikator berupa fisherman’s share.
Margin pemasaran adalah selisih harga antara harga yang dibayar oleh
konsumen akhir dengan harga yang diteruma oleh produsen (nelayan). Dengan
demikian, margin pemasaran dapat memberikan gambaran mengenai jumlah
penerimaan yang diperoleh lembaga pemasaran. Terdapat 2 pola saluran
pemasaran ikan laut yaitu :
1. Saluran pemasaran I : Nelayan supplier pedagang besar pedagang
pengecer konsumen.
2. Saluran pemasaran II : Nelayan supplier pedagang besar konsumen
Analisis margin pemasaran menekankan keuntungan dan biaya pada
masing-masing lembaga pemasaran tiap saluran. Margin pemasaran pada setiap
pelaku pemasaran dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Analisis Margin Pemasaran tiap Saluran
Uraian Saluran I Saluran II
Supplier
Harga jual per-kg 17.000 15.000
Pedagang Besar
Harga jual per-kg 22.000 18.000
Harga beli per-kg 17.000 15.000
Margin pemasaran 5.000 3.000
Biaya pemasaran 1.170 350
Keuntungan pemasaran 3.830 2.650
Pedagang Pengecer
Harga jual per-kg 24.000 -
Harga beli per-kg 22.000 -
Margin pemasaran 2.000 -
Fisherman’s share 70,83% 83,33%
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
39
Saluran pemasaran I terdiri atas supplier, pedagang besar,
pedagang pengecer dan konsumen akhir. Margin pemasaran antara
supplier dan pedagang besar adalah Rp 5.000/kg. Hal ini menunjukan
harga jual antara supplier dan pedagang besar cukup tinggi mengingat
dalam satu kali pembelian ikan jumlahnya sampai 3 kuintal. Sedangkan
pada tingkat pedagang pengecer margin pemasaran hanya sebesar Rp
2.000/kg. hal tersebut menunjukan bahwa pedagang pengecer tidak terlalu
besar mendapatkan keuntungan sebab volume pembelian ikan dari
pedagang besar tidak terlalu banyak.
Saluran pemasaran II terdiri atas supplier, pedagang besar dan
konsumen akhir. Margin pemasaran antara supplier dan pedagang besar
adalah Rp 4.000/kg, lebih tinggi apabila dibandingkan dengan saluran I.
Konsumen akhir mendapatkan harga yang lebih murah karena membeli
ikan laut langsung dari pedagang besar.
Lebih besarnya margin pemasaran pada saluran pemasaran I
disebabkan karena lebih panjangnya rantai pemasaran atau semakin
banyaknya pihak yang terlibat dalam penyaluran produk dari produsen ke
pedagang pengecer. Kondisi ini mengakibatkan biaya pemasaran menjadi
lebih tinggi dan keuntungan yang diambil oleh pelaku-pelaku pasar juga
akan semakin besar. Keadaan ini pada akhirnya mengakibatkan semakin
besarnya margin pemasaran.
Fisherman’s share, bagian yang diterima nelayan pada saluran pertama
adalah sebesar 70,83% sedangkan pada saluran kedua sebesar 83,33%.
Besarnya bagian yang diterima oleh nelayan karena panjang pendeknya
saluran pemasaran yang dilalui. Hal ini senada dengan pendapat Limbong
dan Panggabean (1988), yaitu bagian yang diterima oleh nelayan
(fisherman’s share) akan lebih sedikit bila jumlah pedagang perantara
bertambah banyak.
40
Berdasarkan analisis margin pemasaran, fisherman’s share, struktur pasar
dan perilaku pasar maka saluran pemasaran ikan laut di Pasar Ciroyom belum
efisien. Hal ini terjadi karena penyebaran margin pemasaran, biaya pemasaran dan
keuntungan yang diperoleh tidak merata.
Belum efisiennya pemasaran yang terjadi juga disebabkan karena
banyaknya hambatan dalam memasuki pasar. Hambatan tersebut berupa
kebutuhan modal yang cukup besar. Kebutuhan modal yang harus selalu ada sulit
dipenuhi karena fluktuasi hasil tangkapan sehingga akan berpengaruh pada hasil
pendapatan. Hal tersebut menyebabkan posisi tawar pedagang menjadi lemah
yang berarti berbeda dengan syarat berlangsungnya sistem pemasaran yang efisien
berdasarkan asumsi pasar persaingan sempurna adalah setiap pelaku pemasaran
memiliki kesetaraan dalam posisi tawar dan kemudahan dalam membuat
keputusan dalam kegiatan pemasaran.
4.3.8 Analisis Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
Pedagang besar memulai usahanya dengan membeli ikan kepada supplier
yang kemudian akan dikirim menggunakan ekspedisi setiap harinya. Akan tetapi
pedagang tidak berjualan setiap hari sepanjang tahun dikarenakan terdapat musim
paceklik yang berlangsung selama bulan Desember sampai bulan Febuari,
disamping itu pedagang juga tidak berjualan pada hari besar seperti Hari
Kemerdekaan, Idul Fitri, Idul Adha dan Tahun Baru.
Pedagang besar biasanya mempekerjakan tenaga kerja namun kadang
dikerjakan sendiri. Tenaga kerja yang digunakan biasanya berjumlah 1 atau 2
orang dengan biaya sebesar Rp 15.000/orang setiap harinya. Usaha pemasaran
tidak terlepas dari biaya. Perhitungan biaya yang dikeluarkan merupakan acuan
dalam menentukan harga pokok penjualan dan indikator kelayakan usaha. Biaya
meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Biaya tetap terdiri dari biaya transportasi pengangkutan ikan dan es balok,
sedangkan biaya tidak tetap meliputi upah tenaga kerja dan modal untuk membeli
ikan (Tabel 11).
41
Tabel 11. Biaya Usaha Pemasaran Ikan Laut pada Tingkat Pedagang Besar dalam
Waktu 1 Tahun
No. Uraian Nilai
1 Biaya
1.1 Biaya Investasi
Sewa tempat (1 tahun) 20.000.000
Retribusi Rp 9000 x 365hari 3.285.000
1.2 Biaya Tetap
Transportasi Rp 35.000 x 285hari 9.975.000
Es balok Rp 60.000 x 285hari 17.100.000
1.3 Biaya Tidak Tetap
Tenaga kerja Rp 30.000 x 285hari 8.550.000
Ikan
Tongkol : 300kg × Rp 10.000 × 285 hari 855.000.000
Cumi : 100kg × Rp 23.000 × 285 hari 655.500.000
Bawal : 60kg × Rp 27.000 × 285 hari 461.700.000
Bentong : 300kg × Rp 16.000 × 285 hari 1.368.000.000
Tenggiri : 100kg × Rp 27.000 × 285 hari 769.500.000
Total Biaya 4.168.610.000
2 Penjualan
Tongkol : 300kg × Rp 16.000 × 285 hari 1.368.000.000
Cumi : 100kg × Rp 25.000 × 285 hari 712.500.000
Bawal : 60kg × Rp 30.000 × 285 hari 513.000.000
Bentong : 300kg × Rp 18.000 × 285 hari 1.539.000.000
Tenggiri : 100kg × Rp 30.000 × 285 hari 855.000.000
Total Penerimaan 4.987.500.000
3 Kriteria Finansial
Keuntungan bersih 818.890.000
B/C Ratio 1.19
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa keuntungan kegiatan usaha
pemasaran ikan laut selama 1 tahun di tingkat pedagang besar yaitu sebesar
Rp.818.890.000 dan dengan B/C Ratio sebesar 1.19. Hasil rata-rata analisis B/C
42
Ratio dari responden pedagang besar sebanyak 18 orang adalah sebesar 1,22
(lampiran 7). Hal tersebut menunjukan bahwa usaha pemasaran ikan laut layak
untuk diusahakan.
4.4 Pola Konsumsi Ikan Laut
4.4.1 Jenis Ikan yang Dijual dan Dikonsumsi
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pedagang besar ikan
laut Pasar Ciroyom, jenis ikan yang paling banyak dijual oleh pedagang dan laris
di pasaran adalah jenis ikan tongkol (19,58%). Data selengkapnya dapat dilihat
pada tabel 12.
Tabel 12. Jenis Ikan yang Paling Banyak Terjual
No. Jenis Ikan Volume
Penjualan/hari Presentase
1 Tongkol 2030 kg 19,58 %
2 Udang 1450 kg 13,98 %
3 Cumi 1320 kg 12,73 %
4 Kembung 1140 kg 10,99 %
5 Bentong 1060 kg 10,22 %
6 Bandeng 900 kg 8,68 %
7 Tuna 500 kg 4,82 %
8 Tenggiri 390 kg 3,76 %
9 Bawal 330 kg 3,18 %
10 Layur 290 kg 2,79 %
11 Kerapu 260 kg 2,51 %
12 Kakap 250 kg 2,41 %
13 Balakutak 200 kg 1,92 %
14 Teri 100 kg 0,96 %
15 Hiu 100 kg 0,96 %
16 Gurita 50 kg 0,48 %
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
43
4.4.2 Frekuensi Pembelian dan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut
Frekuensi pembelian dan frekuensi konsumsi ikan laut merupakan hal
yang saling berhubungan. Frekuemsi konsumsi ikan di Kota Bandung pada tahun
2012 adalah 1398 ton pertahun. Besarnya jumlah konsumsi ikan laut dipengaruhi
oleh seberapa sering konsumen melakukan pembelian terhadap ikan laut. Gambar
6 menunjukan frekuensi pembelian konsumen dalam waktu satu minggu.
11%
50%11%
28%tidak pernah
1-2x seminggu
3-4x seminggu
5-7x seminggu
Gambar 6. Frekuensi Konsumen Membeli Ikan Laut
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
4.4.3 Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Ikan Laut
Pola konsumsi terbentuk akibat dari konsumsi terhadap pangan yang
terjadi secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang panjang. Pola konsumsi
pada masing-masing individu berbeda antara satu dengan lainnya. Hal tersebut
disebabkan oleh karakteristik yang berbeda-beda pada setiap individu. Pada
penelitian kali ini akan dianalisis mengenai hubungan antara tingkat konsumsi
ikan laut dengan karakteristik pada konsumen seperti tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, pengetahuan gizi dan preferensi terhadap ikan laut.
Berdasarkan uji statistik menggunakan metode analisis chi-square seperti
yang terlihat pada tabel 10 Pada tabel tersebut tampak terdapat hubungan yang
nyata antara karakteristik responden dengan tingkat konsumsi ikan laut dengan
derajat kepercayaan 5 persen (α 0.05). hasil output analisis chi-square dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
44
Tabel 13. Hubungan Karakteristik Responden dengan Tingkat Konsumsi Ikan
Laut
Karakteristik
Responden Hitung Tabel df Keterangan
Pendidikan 6,86 5,99 2 Berhubungan
Pendapatan 10,25 5,99 2 Berhubungan
Pengetahuan
Gizi 4,34 5,99 2 Tidak berhubungan
Preferensi 0,07 3,84 1 Tidak berhubungan
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
4.4.3.1 Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
seseorang terhadap pemilihan suatu produk pangan (Shepherd dan Sparks dalam
Suparman 2003). Responden dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi
biasanya memiliki beberapa pertimbangan untuk mengkonsumsi suatu produk.
Hal tersebut biasanya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki responden
tersebut terhadap produk tertentu.
Tabel 14. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut
Frekuensi Konsumsi Tingkat Pendidikan
Rendah Sedang Tinggi
Jarang 7 4 1
Sering 1 1 4
hitung = 6,86 ; tabel = 5,99 ; df = 2
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square, diketahui bahwa tingkat
pendidikan merupakan hal yang berhubungan dengan tingkat konsumsi terhadap
ikan laut karena hasil dari nilai hitung lebih besar dari tabel. Hal ini berarti
semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan oleh seseorang maka tingkat
pengetahuannya terhadap gizi juga semakin tinggi, hal tersebut mempengaruhi
konsumen dalam mengkonsumsi ikan laut.
45
4.4.3.2 Pendapatan
Berikut adalah data frekuensi konsumsi terhadap ikan laut berdasarkan
tingkat pendapatan yang dimiliki (Tabel 15). Berdasarkan tabel tersebut dapat
dilihat bahwa dengan semakin bertambah besar tingkat pendapatan maka
frekuensi konsumsi untuk kategori sering juga semakin bertambah besar, begitu
pula sebaliknya.
Tabel 15. Hubungan Pendapatan dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut
Frekuensi Konsumsi Pendapatan
Rendah Sedang Tinggi
Jarang 8 3 1
Sering 1 0 5
hitung = 10,25 ; tabel = 5,99 ; df = 2
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Pendapatan berdasarkan analisis Chi-square berkaitan dengan konsumsi
konsumsi ikan laut dimana didapatkan hasil hitung sebesar 10,25 sedangkan ;
tabel sebesar 5,99 dengan df = 2. Hal ini berarti semakin bertambah besar
pendapatan rumah tangga konsumen maka tingkat frekuensi konsumsi terhadap
ikan laut juga semakin bertambah besar.
Semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen akan memotivasi konsumen
tersebut untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan tingkat ilmunya. Dengan
demikian hal tersebut akan berimplementasi terhadap pendapatan yang dihasilkan.
46
4.4.3.3 Tingkat Pengetahuan Gizi
Tingkat pengetahuan gizi digolongkan menjadi tiga kategori yaitu rendah,
sedang dan tinggi, sedangkan frekuensi konsumsi digolongkan menjadi tiga
kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Hubungan antara tingkat pengetahuan
gizi dan frekuensi konsumsi terhadap ikan laut dapat dilihat pada tabel 16.
Tabel 16. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut
Frekuensi Konsumsi Tingkat Pengetahuan Gizi
Rendah Sedang Tinggi
Jarang 6 5 1
Sering 1 2 3
hitung = 4,34 ; tabel = 5,99 ; df = 2
Sumber : Data Primer Diolah (2013)
Dari data yang telah diolah maka hasil hitung yang didapat adalah 4,34
sedangkan tabel adalah 5,99. Nilai hitung yang lebih kecil dari nilai
tabel menunjukan bahwa tingkat pengetahuan gizi tidak berhubungan dengan
frekuensi konsumen dalam mengkonsumsi ikan laut. Hasil yang diperoleh tidak
seperti yang diharapkan karena masih banyak variabel-variabel lain yang
berhubungan dengan tingkat konsumsi ikan laut tidak dimasukan.
Ikan laut dipandang sebagai bahan makanan yang memiliki nilai gizi yang
tinggi, hal ini berkaitan dengan pendidikan konsumen, dimana semakin tinggi
tingkat pendidikan yang pernah ditamatkan maka tingkat pengetahuan terhadap
gizi juga menjadi semakin tinggi. Namun tidak menutup kemungkinan konsumen
yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang rendah memiliki tingkat konsumsi
yang tinggi terhadap ikan laut karena adanya pengaruh lingkungan.
47
4.4.3.4 Preferensi
Hasil perhitungan Chi-square antara preferensi atau tingkat kesukaan
masyarakat Kota Bandung terhadap ikan laut dengan frekuensi konsumsi ikan laut
dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Hubungan Preferensi dengan Frekuensi Konsumsi Ikan Laut
Frekuensi Konsumsi Preferensi
Suka Tidak Suka
Jarang 10 2
Sering 6 0
hitung = 0,07 ; tabel = 3,84 ; df = 1
Sumber : Data Primer Diolah
Berdasarkan data diatas maka didapat hasil dari hitung adalah 0,07 dan
tabel adalah 3,84 dengan df = 1. Hasil hitung yang lebih kecil dibandingkan
dengan tabel menunjukan bahwa preferensi tidak berhubungan dengan
frekuensi konsumsi. Hal ini bisa terjadi karena mayoritas responden yang
diwawancarai adalah mempunyai tingkat pendapatan yang rendah sehingga
konsumen lebih memilih mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung
protein dengan harga lebih terjangkau seperti telur.