bagaimana cara mengatasi si kecil yang marah

9
     P    a    g    e     1  Bagaimana Cara Mengatasi Si Kecil yang Marah (10 Tips) Posted on January 28, 2014  by Tim Olvista Marah adalah sifat alami yang dimiliki setiap orang termasuk anak-anak. Kemarahan anak dapat disebabkan karena berbagai hal. Banyak orangtua yang merasa bingung dan frustasi saat menghadapi anak yang marah. Meskipun, setiap anak mungkin memiliki karakter yang unik (berbeda dengan orang lain), namun secara umum ada beberapa tips yang banyak disarankan kepada orangtua dalam menghadapi anak yang marah. Berikut beberapa tips menangani anak yang marah yang mungkin dapat membantu para orangtua. 1. Temukan Penyebab Kemarahan Anak  Untuk dapat menemukan solusi yang tepat atas kemarahan anak, anda harus mengetahui alasan atau penyebab anak marah. 2. Dengarkan Keluhan Anak  Berikan kesempatan anak memberikan alasan jika ia marah. Memberikan kesempatan anak untuk memberikan alasan mungkin membuat anak lebih diperhatikan. Sebaliknya jika anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan alasan kemarahnnya, ia mungkin akan tambah frustasi dan tambah marah. 3. Temukan Saat yang Tepat Untuk Berbicara  Memberi nasehat saat anak sedang marah tidak selalu akan mendapatkan tanggapan yang positif. Terkadang anda perlu mengalah, dan bersabar untuk memberi nasehat dan masukan saat anak sudah memungkinkan untuk diajak berbicara tanpa emosi. 4. Tunjukkan Kasih Sayang Anda  Memeluk, mencium atau membelai anak yang marah mungkin dapat melunakkan hatinya. Tunjukkan bahwa anda tetap menyayangi dan memperhatikan keinginannya saat ia marah. 5. Jangan Menantang Anak bukan tandingan bagi anda. Anda harus bisa mengatasi kemarahan anak dengan kasih sayang. Jika anak marah, itu adalah bagian dari tugas anda sebagai orangtua untuk memberikan  pendidikan dan bimbingan psikologis bagi anak saat ia menghadapi masalah. 6. Beri Nasehat Jika anak menunjukkan bahwa ia bisa diajak bicara, berikan nasehat dengan kasih sayang. Di saat sedang emosi siapapun cenderung sulit untuk berpikir jernih. 7. Pahami bahwa Kemarahan Tidak Identik dengan Keburukan  Terkadang anak memiliki alasan yang tepat untuk marah, misalkan karena disakiti atau dikecewakan. Jangan memberikan ancaman atau sanksi jika anak tidak melakukan kesalahan.

Upload: gilang-deusonic

Post on 13-Oct-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Bagaimana Cara Mengatasi Si Kecil Yang Marah

TRANSCRIPT

Bagaimana Cara Mengatasi Si Kecil yang Marah (10 Tips)Posted on January 28, 2014 by Tim Olvista Marah adalah sifat alami yang dimiliki setiap orang termasuk anak-anak. Kemarahan anak dapat disebabkan karena berbagai hal. Banyak orangtua yang merasa bingung dan frustasi saat menghadapi anak yang marah. Meskipun, setiap anak mungkin memiliki karakter yang unik (berbeda dengan orang lain), namun secara umum ada beberapa tips yang banyak disarankan kepada orangtua dalam menghadapi anak yang marah. Berikut beberapa tips menangani anak yang marah yang mungkin dapat membantu para orangtua.1. Temukan Penyebab Kemarahan AnakUntuk dapat menemukan solusi yang tepat atas kemarahan anak, anda harus mengetahui alasan atau penyebab anak marah.2. Dengarkan Keluhan AnakBerikan kesempatan anak memberikan alasan jika ia marah. Memberikan kesempatan anak untuk memberikan alasan mungkin membuat anak lebih diperhatikan. Sebaliknya jika anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan alasan kemarahnnya, ia mungkin akan tambah frustasi dan tambah marah.3. Temukan Saat yang Tepat Untuk BerbicaraMemberi nasehat saat anak sedang marah tidak selalu akan mendapatkan tanggapan yang positif. Terkadang anda perlu mengalah, dan bersabar untuk memberi nasehat dan masukan saat anak sudah memungkinkan untuk diajak berbicara tanpa emosi.4. Tunjukkan Kasih Sayang AndaMemeluk, mencium atau membelai anak yang marah mungkin dapat melunakkan hatinya. Tunjukkan bahwa anda tetap menyayangi dan memperhatikan keinginannya saat ia marah.5. Jangan MenantangAnak bukan tandingan bagi anda. Anda harus bisa mengatasi kemarahan anak dengan kasih sayang. Jika anak marah, itu adalah bagian dari tugas anda sebagai orangtua untuk memberikan pendidikan dan bimbingan psikologis bagi anak saat ia menghadapi masalah.6. Beri NasehatJika anak menunjukkan bahwa ia bisa diajak bicara, berikan nasehat dengan kasih sayang. Di saat sedang emosi siapapun cenderung sulit untuk berpikir jernih.7. Pahami bahwa Kemarahan Tidak Identik dengan KeburukanTerkadang anak memiliki alasan yang tepat untuk marah, misalkan karena disakiti atau dikecewakan. Jangan memberikan ancaman atau sanksi jika anak tidak melakukan kesalahan.8. Alihkan Perhatian AnakGunakan kreativitas anda. Masalah yang berbeda mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Alihkan perhatian anak pada topik pembicaraan atau ajak anak melakukan aktivitas yang membuatnya senang dan antusias. Jika anak sudah mulai lupa akan kemarahannya, anda akan lebih mudah untuk mengajak bicara, menasehati, atau memberikan pilihan untuk menyelesaikan permasalahan yang mungkin akan membuat anak marah berulangkali.9. Ajak Anak untuk IstirahatMengajak anak istirahat bisa menjadi pilihan yang bijak untuk menenangkan anak. Anak akan lebih mudah marah jika mengantuk dan kelelahan. Anak-anak disarankan untuk mendapatkan tidur selama 10 sampai 12 jam sehari. Tidur yang cukup juga membantu anak tumbuh lebih maksimal.10. Pastikan Anak Mendapatkan Makanan Sehat yang CukupMengajak anak makan makanan sehat bisa jadi cara yang bijak untuk meredakan kemarahan anak. Anak-anak akan lebih mudah marah dan kesal saat lapar. Biasanya anak tidak menyadari saat ia lapar. Perasaan tidak nyaman karena lapar dapat membuat anak mudah marah, tersinggung, kehilangan semangat, atau putus asa.Erin_SdS says: December 19, 2012 at 7:21 am tambahan: jika pengalaman saya, ketika saya cuek membiarkan balita menangis. Ketika kondisi sbg orangtua, saya sedang capek / dia tidak mau dibujuk dengan mengalihkan perhatian apapun, asal balita berada di tempat aman/tidak merusak, dll si anak akan berhenti menangis sendiri ketika dia sudah mulai capek atau bahkan ia badmood karena mengantuk, lalu tertidur sendiri setelah menangis kencang (kelelahan). Kadang hal ini membuat orangtua merasa bersalah dan kasian kepada anak. Percayalah, bahwa hal ini terkadang diperlukan agar membentuk pribadi anak yang tidak manja kedepannya. Bukan orangtua yang menuruti semua kemauan anak. Namun, orangtua mengarahkan hal-hal yang sebaiknya anak lakukan. Kalau sudah begini, saya menciumi anak saya yang tertidur sendiri setelah menangis kencang. Sambil mengelus dan berbicara lembut (seolah sedang memberitahunya) tentang yang saya maksudkan tadi. Setelah ia terbangun lagi dengan mood yang baik, beri dia kasih sayang yang lebih, mengajaknya bermain agar ceria, dan menemaninya. Nah, saat seperti ini adalah saat yang paling tepat untuk memberitahu sesuatu yang anda maksud. Tentu saja dengan bahasa yang mudah dimengerti anak. Misalnya: adek harus pintar ya kalau minum vitamin. Kan biar badannya kuat, seperti superman. Vitaminnya enak lho.. rasa stroberi. Hmm nyam nyam.. bunda suka vitamin.Reply umi says: May 5, 2014 at 1:04 am Setuju sama bu eriiin ^_^Ga masalah membiarkan mereka menangis sampai tenang, saat amukannya mereda, dia akan belajar berlogika,, kenapa ibu saya begini padahal saya maunya begitu ya??Dengan catatan, jauh dari bahaya. Kalau ngamuknya di luar rumah ya harus ditenangkan dengan kreatif.sesekali saya juga biarkan mereka tahu, bagaimana rupa ibunya kalau marah salah nggak yaaaaaa?sekarang di umurnya yang 3.5th, dia paling takut kalau saya sudah diam dan berpaling muka. Dia akan bereaksi dengan dua macam, menangis atau segera meminta maaf. Justru kalau saya ngomel-ngomel, dia masih santai aja #fiuuh

Penyebab & Solusi Tepat Menghadapi Anak Marah dan MengamukPosted By Erin_SdS On Wednesday, February 15, 2012 01:30 PM. UnderFamily, Featured, OpinionShare on facebook Share on twitter Share on delicious Share on digg Share on stumbleupon Share on reddit Share on email More Sharing Services

Kadang cukup memusingkan menghadapi sifat anak sedang marah. Jika anak sedang emosi atau marah biasanya dilampiaskan dengan cara membanting mainan, pintu, menendang meja, mengacaukan segala hal, berteriak-teriak penuh kemarahan, menangis keras, dan melempar sesuatu yang berada di sekitarnya. Atau mungkin Anda pernah mengalaminya, handphone,camera digital, atau barang kesayangan Anda menjadi korban dibanting oleh si kecil ketika marahRasa marah bisa timbul akibat banyak sebab, termasuk yang terjadi pada anak-anak. Terkadang orangtua ikut kesal dan merasa direpotkan jika anak terlalu sering bertindak marah/mengamuk.

ini foto anak saya, miss D yang sebenarnya sedang tidak marah. Hanya sedang berteriak memanggil mama :)Sebenarnya ada dua perasaan dasar yang menyebabkan anak-anak memiliki sifat pemarah. yaitu:1. Kemauan dan keinginannya untuk cepat menjadi besar. Biasanya anak-anak akan merasakan hal ini jika orangtua sudah melarang-larangnya dengan kata tidak. Karena ia belum bisa menguasai emosinya secara logis, maka ia memilih mengekspresikannya ke luar melalui kemarahan.2. Ketika seorang anak memiliki kengintahuan dan kemauan yang kuat untuk melakukan sesuatu, tapi seringkali kemampuannya tidak sekuat keinginannya. Hal ini biasanya membuat ia kesal dan menuntunnya ke arah frustasi yang diungkapkan dengan marah-marah.Bagaimana cara mengatasi anak yang sedang marah / mengamuk?Sifat anak yang pemarah bisa menjadi masalah bagi ibu dan anak. Karena itu orangtua perlu memaklumi sifat anaknya tersebut. Seperti dikutip dari The baby Book karangan William dan Martha Sears, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meredamkan amarah. Berikut ini bebrapa cara untuk meredamnya.1. Mempelajari hal yang menyebabkan anak marahKetahui dengan pasti hal apa yang dapat memicu kemarahannya, apakah dia sedang merasa lapar, bosan, suasana lingkungan yang tidak mendukung, menginginkan sesuatu/benda tetapi tidak terpenuhi, atau sebab lainnya. Dengan mengetahui penyebabnya, maka orangtua dapat mencegah kemarahan anak.2. Memberikan contoh sikap tenang padanyaAnak mempelajari sesuatu dari apa yang dilihat dan dengarnya, karena itu penting untuk mencontohkan sikap tenang didepannya. Jika lingkungan disekitarnya suka marah-marah, maka anak akan menganggap bahwa perilaku ini merupakan hal yang wajar. Secara tidak langsung perilaku pemarah akan terbentuk pada pribadi anak tersebut. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi orangtua jangan suka memarahi anak pada, apalagi pada kesalahan-kesalahn kecil yang diperbuat oleh anak-anak.3. Ketahui siapa yang sedang marahBila orangtua adalah orang yang mudah emosi, maka akan sangat mudah bagi anak untuk memancing kemarahan dan berakhir dengan lomba saling teriak tanpa ada penyelesaian. Karena itu perlu diketahui siapa yang marah agar kondisi tetap terkendali. Jika anak anda sedang mengambeg, maka sebaiknya anda berkepala dingin, sabar dan menghadapi anak anda dengan lembut. Menasihati anak dengan nada keras tidak akan bermanfaat, malah akan menyakiti hatinya, apalagi pada saat anak/balita anda menangis, nasihat yang anda lontarkan tidak akan didengarnya. Sebaiknya menasihati menunggu waktu yang tepat, saat hati dan pikirannya tenang.4. Usahakan untuk tetap tenang meskipun berada di tempat umumSebaiknya orangtua tidak menunjukkan kemarahannya pada anak di depan banyak orang, karena anak akan semakin menunjukkan rasa marahnya. Jadi cobalah untuk menggendong dan membawanya ke tempat yang lebih sepi. Membuatnya tenang, ketika si anak tenang, makan akan mudah kata-kata nasihat anda diserap dan dimengerti olehnya.5. Memeluk dan merangkulnya eratSebagian besar anak yang kehilangan kontrol akan menjadi lebih tenang saat dipeluk. Pelukan ini tidak akan terlalu mengekangnya, namun tetap memberinya keamanan dan kenyamanan yang dibutuhkan saat sedang marah. Rasa nyaman yang timbul akan membuatnya lebih tenang dan melunak hatinya. Diharapkan Orangtua harus lebih memahami dan berperilaku lembut pada saat anak berperilaku keras. Dengan begitu, anak pun akan lebih mudah diatasi.6. Menahan diri adalah terapi yang baikTunggulah sampai ia tenang sebelum memulai konseling atau mengatasi permasalahannya, karena jika ia masih marah-marah kemungkinan Anda akan terpancing untuk ikut marah. Menasihati anak pada saat dia sedang dalam kondisi tenang, akan lebih diserap dan diterima oleh otaknya, sehingga anak akan menurut/mengerti apa yang disampaikan orangtuanya. Seperti halnya, saat menyelesaikan suatu masalah, ketika menyelesaikannya dengan kepala dingin, tenang, dan menggunakan pikiran jernih, maka masalah akan dapat lebih mudah terlesaikan dengan solusi yang tepat.

Cegah Berteriak Depan Anak, Ini Caranya!

Dalam situasi tertentu, saya suka berbicara dengan nada tinggi kepada Kafka (3). Padahal saya tahu, berbicara keras kepada anak sama buruknya seperti memukul (meski jaman orangtua kita dulu, meninggikan suara kepada anaknya sering dianggap wajar). Tapi, selalu saja ada dorongan untuk meninggikan suara saat Kafka menolak membereskan mainannya. "Kamu tidak dengar Mama, ya? Simpan kereta-keretaan ini kembali ke tempatnya, atau Mama akan membuangnya ke tempat sampah! Yah... memang tidak selalu memberikan efek seperti yang diharapkan, sih.

Kebiasaan meninggikan suara saat marah juga kerap dilakukan Lani, mama dari Bandung. Ia menyadari bahwa anak-anaknya, Rangga (7) dan Daniel (4), sering malas bangun pagi. Akibatnya, mereka selalu berangkat ke sekolah dengan terburu-buru. Ia pun menyiasatinya dengan melakukan persiapan sejak malam sebelumnya. Ia memastikan seragam sekolah mereka sudah siap dan disetrika rapi, buku-buku pelajaran untuk esok hari sudah dimasukkan ke dalam ransel, dan kotak bekal makan siang pun sudah tersedia di meja ? dengan bekal yang tinggal dihangatkan sebentar. Yang perlu dilakukan anak-anaknya hanyalah sarapan roti yang sudah ia sediakan, memakai kaos kaki, memakai sepatu (dengan perekat velcro, sehingga lebih praktis dan mudah dipakai) dan mengambil ranselnya.

Hmm... Kedengarannya mudah, tapi ternyata tidak sesederhana itu. Ada saja yang membuat Daniel merengek dan mogok melakukan permintaan mamanya. Paling sering karena diganggu oleh si kakak. Hingga akhirnya Lani terdorong untuk berteriak kepada Rangga, "Bisa, nggak, kamu berhenti mengganggu adikmu?" Hasilnya: Daniel tetap merengek, dan Rangga menangis keras.

Saya (dan mungkin beberapa mama lain) bukannya tak pernah menyesal telah berbicara keras kepada anak. Saya selalu berjanji dalam hati untuk tak lagi memarahinya, terutama jika saya menonton acara televisi Nanny 911. Salah satu adegan yang membuat hati saya meleleh adalah saat seorang anak sendirian di pojok kamarnya, berlinang air mata, setelah dimarahi oleh mamanya. Raut wajahnya begitu memelas. Saat itu saya berkomentar dalam hati, "Aduh, mamanya pasti sudah kelewatan." Tapi setelah itu, saya malah membuat 'reality show' dengan berteriak ketika memergoki Kafka melakukan hal yang tidak saya suka (lalu kembali menyesalinya).

Berkali-kali marah, berteriak, dan kemudian menyesal, sepertinya bukan cara efektif untuk membuat anak mengerti bahwa kita tidak menyukai perbuatannya. Hal ini ditekankan Patty Dow, pembicara dalam sebuah parent workshop bertema "How to Master Positive Discipline Strategies yang diselenggarakan di Montclair Community Pre-K, Montclair, New Jersey. Menurut Patty, wajar jika kita merasa marah ketika suatu hari memergoki si kecil sedang asyik menggiling play dough di atas karpet. Tapi, jangan menakuti anak dengan teriakan Anda, atau menghakiminya, karena ia justru akan membela diri dan tidak belajar dari kesalahannya.

Solusi Patty: Jangan memarahi anak karena tindakannya tersebut. Cukup jelaskan situasi yang sedang Anda lihat dengan bahasa deskriptif yang mudah dimengerti oleh anak. Contoh, daripada mengatakan "Kenapa kamu suka sekali mengganggu adikmu?", katakan saja "Mama melihat kamu belum memakai kaus kaki dan sepatumu." Dengan begini, Anda mengganti kalimat yang bernada menyalahkan dengan penegasan mengenai hal yang Anda ingin mereka lakukan. Tapi tak hanya itu taktiknya. Ada 4 taktik lain yang diusulkan Patty, yaitu: Taktik 1 Merendahkan suaraIni saatnya Anda merendahkan suara! Menurut Patty, saat Anda ingin si kecil melakukan sesuatu, perintahkanlah dengan suara berbisik dan gunakan bahasa deskriptif (bukan dengan kata-kata ancaman "Tidak boleh!"). Cara ini akan membuat si kecil menurut pada Anda.

Taktik ini dicoba oleh salah seorang peserta workshop, Francesca Castagnoli, mama dari Conrad (6) dan Dashiell (3) yang tinggal di Montclair, New Jersey. Sebelum tidur, Conrad dan Dashiell punya kebiasaan berantem-beranteman di tempat tidur. Dashiell berpura-pura hendak menggigit punggung Conrad, dan sebagai balasannya, Conrad pura-pura memukul adiknya. Tak ada satu pun dari mereka yang ingat bahwa itu adalah waktunya untuk sikat gigi.

Francesca benar-benar bersemangat untuk mencoba taktik Patty: Ia membungkuk, meletakkan kepalanya di antara anak-anak yang sedang ribut, dan berbicara seserius mungkin dengan suara rendah (nyaris berbisik), "Kalian berdua perlu sikat gigi sementara Mama akan bernyanyi." Francesca kemudian menyanyikan sebuah lagu anak-anak (tentu dengan suara berbisik) yang diingatnya. Sesaat, keduanya terkejut sang mama tak berteriak marah seperti biasanya jika mereka membuat kegaduhan. Setelah terpana selama beberapa detik, mereka pun berjalan ke kamar mandi dan menyikat gigi selama hampir dua menit. Saya begitu senang sampai-sampai ingin rasanya berlari ke bawah dan memberitahu David, suami saya. Tapi saya menahan diri, dan terus bernyanyi dengan suara rendah. Kali ini, lagu yang saya nyanyikan menggambarkan hal-hal apa saja yang perlu mereka lakukan selanjutnya: Sekarang, pakailah piyamamu, dan pilih buku cerita yang ingin kamu baca. Ajaib, dengan suara pelan, tapi mereka mendapat pesan secara jelas.

Taktik 2 Sembunyi 15 menit Salah satu yang paling saya inginkan sepulang dari kantor adalah bermain dengan Kafka. Tapi, ada kalanya saya merasa sangat lelah dan tak memiliki energi lagi begitu menginjakkan kaki di rumah. Belum lagi menghadapi rentetan pertanyaan dan permintaan Kafka yang begitu antusias melihat saya sudah pulang. Aku mau mewarnai buku ini, Ma!, Mama bawa kue buatku, nggak? Ketika tanggapan saya tidak seperti yang diharapkannya, ia mulai berulah, mungkin untuk mencari perhatian saya. Entah dengan mewarnai tembok, atau melompat-lompat di tempat tidur. Benar-benar memancing saya untuk berteriak.

Taktik kedua Patty sepertinya cocok untuk mama bekerja seperti saya. Menurut Patty, sepulang kantor adalah saat dimana mama paling sering berteriak. Penyebabnya, karena Anda seolah tak memiliki waktu untuk diri sendiri setelah seharian bekerja. Coba trik Patty: Tanpa sepengetahuan anak, cobalah menyelinap masuk ke dalam rumah lewat pintu samping, langsung menuju ke kamar Anda. Anda cukup hanya berdiam diri di kamar, sambil memikirkan dan merasakan apa yang sebenarnya Anda butuhkan saat itu. Apakah saat itu Anda sedang lapar, atau stres karena pekerjaan yang belum selesai. Lakukan perenungan ini selama 15 menit. Setelah itu, Anda pasti akan merasa jauh lebih siap untuk menghadapi anak-anak.

Trik ini telah dicoba oleh Francesca, yang juga adalah seorang penulis. Suatu hari, ia dilanda kepanikan karena narasumber yang seharusnya ia wawancarai membatalkan janji temu. Padahal besok adalah deadline artikel tersebut. Di tengah kepanikan, setibanya di rumah, pengasuh anaknya minta ijin untuk pulang lebih awal. "Saat itu jam 5 sore. Setelah berpikir sebentar, saya mengijinkannya untuk pulang pukul 5.15. Saya langsung menuju ke kamar dan menelepon narasumber untuk mengatur ulang janji wawancara. Setelah berhasil, saya mengirim email kepada editor saya untuk minta perpanjangan waktu deadline. Beres semua! Saya bahkan masih sempat mandi sebentar. Tepat 15 menit kemudian, saya sudah siap turun ke bawah dan menemui anak-anak. Saya merasa sangat terkendali dan siap untuk menghadapi kehebohan apa pun yang anak-anak lakukan, tanpa harus berteriak."

Taktik 3 Mengingat usianya Hari Sabtu, dimana Anda berharap bisa merasakan ketenangan di pagi hari, juga bisa dihiasi oleh ulah si kecil. Seperti yang dialami Francesca saat ia sedang membacakan komik kepada Conrad. Sang adik, Dashiell, karena merasa bosan dan diabaikan, mengambil salah satu mainan Lego milik Conrad dan melemparkannya ke lantai. Conrad menjerit dan marah. Tapi, alih-alih berteriak pada Dashiell, "Kenapa kamu merusak mainan kakakmu?", Francesca hanya memandang Dashiell sejenak dan berkata, "Apakah kamu berumur tiga tahun?" untuk mengingatkan dirinya sendiri bahwa si kecil memang baru berusia 3 tahun.

Menurut Patty, trik ini mengingatkan Anda dengan segera betapa anak akan bertindak sesuai dengan usianya. Saya sadar, Dashiell baru berumur 3 tahun, dan dia merasa cemburu. Jika saya baru hidup selama 36 bulan di bumi ini, mungkin saya juga akan merusak barang-barang ketika sedang marah. Cara ini sangat efektif untuk Francesca dan suaminya, sehingga ia setia menggunakan cara ini sampai sekarang. Dan yang paling penting adalah cara ini dapat bekerja untuk anak di segala usia: Anak Anda nekat kebut-kebutan dengan sepedanya tanpa helm, tinggal katakan, "Apakah kamu berusia 9 tahun?". Atau ketika gadis praremaja Anda minta ijin untuk menindik hidungnya, katakan saja, "Apakah kamu berusia 13 tahun?"

Taktik 4 Gunakan bahasa deskriptif Bagi Francesca, taktik Patty yang paling berkesan adalah konsep menggunakan bahasa deskriptif yang tidak mengancam. Saat ia menemukan anak-anaknya sedang sibuk melukis lantai di ruang bermain, ia memilih untuk mengatakan "Mama melihat cipratan cat di lantai dan itu membuat Mama marah karena kalian tidak mengalasi lantai terlebih dahulu. Sekarang, ambil lap dan bersihkan!" daripada "Nah, siapa lagi ini yang mengecat lantai menjadi biru?"

Tapi, bahasa deskriptif memang perlu keterampilan khusus. Pada awalnya, sangat melelahkan bagi Francesca untuk menegur sebuah pelanggaran dengan bahasa deskriptif yang datar dan akurat. Ketika Dashiell melompat ke dalam bak mandi dan meninggalkan genangan air yang sangat banyak, ia otomatis berteriak, "Apa yang kamu lakukan?" Tapi Francesca kemudian sadar, dan buru-buru berkata, "Sayang, ketika Mama melihatmu melompat seperti itu, Mama sangat takut kamu terluka, dan lihat, air jadi bercipratan kemana-mana. Ambil handuk dan keringkan lantainya, ya!" Semakin sering ia melakukannya, ternyata semakin mudah dilakukan. Atau ketika Conrad menendang adiknya dari belakang, Francesca bisa dengan cepat mengatakan, "Mama melihat anak kebanggan mama ternyata lebih suka menunjukkan emosinya dengan kekerasan dibanding dengan kata-kata, dan Mama tidak suka itu."

Nah, agar Anda tertantang untuk terbiasa menggunakan bahasa deskriptif, mengapa tidak Anda ciptakan reward untuk diri Anda sendiri? Misalnya dengan membuat papan reward yang diisi dengan stiker setiap kali berhasil melakukannya. Cara ini juga digunakan oleh Francesca, yang akhirnya berhasil mengumpulkan tujuh stiker reward setelah satu minggu.