bahan penentuan kadar protein dengan metode lowry

43
Bahan penentuan kadar protein dengan metode lowry Penentuan Kadar Protein metode Kjeldahl dan Lowry A. Tujuan Praktikum 1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan kadar nitrogen dengan metoda Kjeldahl metode Lowry. 2. Mampu menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metoda Kjeldahl dan metode Low B. Dasar Teori Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah seny organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan da fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan se sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transpo hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof). Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein meru salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakuka Sampai tahap ini, protein masih “mentah”, hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Me mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biol Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini ber sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein ad polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein menga unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan t (Winarno, 1992).

Upload: mia-adha

Post on 09-Oct-2015

185 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kimia

TRANSCRIPT

Penentuan Kadar Protein metode Kjeldahl dan Lowry A. Tujuan Praktikum
1.  Mengetahui dan memahami prinsip dasar penentuan kadar nitrogen dengan metoda Kjeldahl dan
metode Lowry.
2.  Mampu menetapkan kadar protein dari sampel berdasarkan metoda Kjeldahl dan metode Lowry .
B. Dasar Teori 
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah senyawa
organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam
amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein berperan penting dalam
struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus.
Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam
fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi
sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali
dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi
hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme
yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipid, dan
polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan
salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jöns Jakob
Berzelius pada tahun 1838.
Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA
ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom.
Sampai tahap ini, protein masih “mentah”, hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui
mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh karena zat ini berfungsi
sebagai sumber energi dalam tubuh serta sebagai zat pembangun dn pengatur. Protein adalah
polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung
unsur-umsur C, H, O, N, P, S, dan terkadang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga
(Winarno, 1992).
 
Protein merupakan salah satu unsure makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan
karbohidrat. Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan
mempertahankan jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak.
Protein sendiri mempunyai banyak sekali fungsi di tubuh kita. Pada dasarnya protein menunjang
keberadaan setiap sel tubuh, proses kekebalan tubuh. Setiap orang dewasa harus sedikitnya
mengonsumsi 1 g protein per kg berat tubuhnya. Kebutuhan akan protein bertambah pada
perempuan yang mengandung dan atlet-atlet.
Kekurangan Protein bisa berakibat fatal:
  ·Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein -Keratin)
  ·Yang paling buruk ada yang disebut dengan Kwasiorkor, penyakit kekurangan protein. Biasanya
pada anak-anak kecil yang menderitanya, dapat dilihat dari yang namanya busung lapar, yang
disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odem.Simptom yang
lain dapat dikenali adalah:
Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar protein kasar
(crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein, misalnya urea, asam nukleat,
ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin.
Protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH isoelektris yaitu pH dimana
protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama, pada saat inilah protein berubah wujud
menjadi padatan dan kehilangan daya kelarutannya.
 Metode Kjeldahl 
Analisis protein dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode kuantitatif
dan kualitatif. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl disebut sebagai kadar
protein kasar (crude protein) karena terikut senyawaan N bukan protein.
Prinsip kerja dari metode Kjeldahl adalah protein dan komponen organic dalam sampel didestruksi
dengan menggunakan asam sulfat dan katalis. Hasil destruksi dinetralkan dengan menggunakan
larutan alkali dan melalui destilasi. Destilat ditampung dalam larutan asam borat. Selanjutnya ion-
ion borat yang terbentuk dititrasi dengan menggunakan larutan HCl.
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat
dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah
 
pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam
larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi.
Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan
pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara
tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan
makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut:
5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya
mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan
didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn.
Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada
umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl
digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro
Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O
dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa
purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis
dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan
dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses
destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
1. Tahap destruksi 
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi
unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan
nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering
ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan
tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi
karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi
tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.
2. Tahap destilasi 
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH
sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun
pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink
(Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4
 
diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam
dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.
3. Tahap titrasi 
Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi
dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat
perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan
indikator PP.
%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi
dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan
indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi
merah muda.
Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor.
Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun
protein dalam suatu bahan.
Ada beberapa metode yang biasa digunakan dalam rangka penentuan konsentrasi preotein, yaitu
metode Biuret, Lowry, dan lain sebagainya. Masing-masing metode mempunyai kekurangan dan
kelebihan. Pemilihan metode yang terbaik dan tepat untuk suatu pengukuran bergantung pada
beberapa faktor seperti misalnya, banyaknya material atau sampel yang tersedia, waktu yang
tersedia untuk melakukan pengukuran, alat spektrofotometri yang tersedia (VIS atau UV).
Reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik seperti reagen folin dan ciocalteu telah digunakan dalam
penentuan konsentrasi protein oleh Lowry (1951) yang kemudian dikenal dengan metode Lowry.
Dalam bentuk yang paling sederhana reagen folin ciocalteu apat mendeteksi residu tirosin (dalam
protein) karena kandungan fenolik dalam residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan
fosfomolibdat, yang merupakan konstituen utama reagen folin ciocalteu, menjadi tungsten dan
molibdenum yang berwarna biru. Hasil reduksi ini menunjukkan puncak absorbsi yang lebar pada
daerah merah. Sensitifitas dari metode folin ciocalteu ini mengalami perbaikan yang cukup
signifikan apabila digabung dengan ion-ion Cu.
Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-fosfomolibdad (1:1)
dan larutan Lowry B yang terdiri dari Na-carbonat 2% dalam NaOH 0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-
 
digojong dan dibiarkan selama 10 menit. Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojong dan
dibiarkan 20 menit. Selanjutnya diamati OD-nya.
Dalam metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana
metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian
akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi
gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif
yang dapat dideteksi secara kolorimetri.
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteauphenol)
yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan
warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 – 750 nm, tergantung sensitivitas yang
dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan
untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah.
Berawal dari pemanfaatan alat spektrofotometer yaitu untuk mengukur jumlah penyerapan zat
suatu senyawa. Penyerapan cahaya pada senyawa larutan tersebut, dalam spektrofotometri dapat
digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam penentuan konsentrasi larutan atau senyawa secara
kuantitatif. Dalam pratikum ini penggunaan KMnO4 bertujuan untuk memudahkan dalam
pengenalan dan latihan awal spektrofotometri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada
kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif
(100 kali) daripada metode Biuret
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini,
diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris,
senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium,
dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens
tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.
Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan
penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein.
C. Alat dan Bahan 
Tabung reaksi 8 buah Garam Kjeldahl
Tabung Kjeldahl 4 buah Lar. Asam Borat
 
Alat distilasi 1 unit Bakso
Buret 50 ml 1 buah Lar. Protein standar
Erlenmeyer 250 ml 5 buah Aquades
Spatula 2 buah Lar.HCl 0,02 N
Kertas timbang
Pipet tetes 2 buah
Corong gelas 1 buah
 
Berat Sampel (w1) = 38,1597 – 33,1540 = 5,0057 gram
Setelah cawan di oven pada suhu 110 oC selama 90 menit 
Penimbangan 1 : 34,6795 gram
Penimbangan 2 : 34,4198 gram
Penimbangan 3 : 34,3935 gram
Kehilangan berat (w3) : 5,0057 – 1,2395 = 3,7662 g
 
Pembakuan HCl 
 
  Penentuan absorbansi larutan standar 
Konsentrasi larutan = 20 ppm
Volume larutan = 10 mL
Larutan standar merupakan 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1,0 mL larutan 20ppm protein yang diencerkan
dengan air, NaCO3, CuSO4, dan pereaksi fenol sampai volume 10mL
Pengukuran Absorbansi larutan standar pada panjang gelombang 670nm  
 
1.  a. Blanko : 0 ppm 
1.  b. 0,10 ml lar. Standar protein 20
 ppm
C2 = 0,20 ppm 
 ppm
1.  d. 0,40 ml lar. Standar protein 20
 ppm
 
1.  e. 0,60 ml lar. Standar protein 20
 ppm
C2 = 1,2 ppm 
 ppm
C2 = 1,6 ppm 
 ppm
C2 = 2 ppm 
Kons. protein (ppm) A
 
 
  F.  Pembahasan 
Pada praktikum penentuan kadar protein dan senyawa bernitrogen dari suatu bahan pangan
dilakukan dengan dua metode yaitu metode Kjeldahl dan Lowry. Sampel yang digunakan pada
praktikum ini adalah sampel bakso.
Metode Kjeldahl 
Metode kjeldahl merupakan metode yang sering digunakan untuk menentukan kadar nitrogen
 
Prinsip dari penentuan kadar protein dengan metode kjedahl adalah penentuan jumlah Nitrogen
(N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan
menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian
menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar
protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. Analisa protein dengan metode
kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi,
dan tahap titrasi.
Pada percobaan ini, akan dianalisis kadar protein pada bakso. Sampel terlebih dahulu di tumbuk
atau di gerus untuk memperluas permukaan sehingga reaksi destruksi dapat berjalan maksimal.
- Destruksi
Sampel di destruksi dengan memanaskan sampel dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam
protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. Hasil destruksi
adalah ion NH4 + yang menunjukkan keberadaan protein. Ion ammonium bereaksi dengan ion sufat
dari asam sulfat membentuk ammonium sulfat. Reaksi di katalisis dengan adanya garam kjeldahl.
Garam kjeldahl berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan titik didih asam
sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat, serta mempercepat kenaikan suhu asam sulfat,
sehingga destruksi berjalan lebih cepat dan lebih sempurna. Garam kjeldahl tersebut terdiri dari
campuran Na2SO4 anhidrad dan CuSO4. Ion logam Cu akan menaikkan titik didih H2SO4 sedangkan
Na2SO4 anhidrad akan menarik air yang terdapat pada sampel. Karena titik didih menjadi lebih
tinggi, maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini,
kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses destruksi akan berjalan lebih
efektif. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-
unsurnya.
Cu2SO4 + 2H2SO4 à 2CuSO4 + 2 H2O + SO2 
protein / (CHON) + On + H2SO4 à CO2 + H2O + (NH4)2SO4 
Proses destruksi di tandai dengan perubahan warna larutan menjadi warna biru dan bening.
Setelah itu larutan di dalam labu kjeldahl didinginkan terlebih dahulu dan kemudian diencerkan
dengan penambahan 100 ml aquades.
- Destilasi
Pada dasarnya tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah
amonium sulfat menjadi amonia (NH3) dengan menambah beberapa mL NaOH hingga tepat basa,
kemudian larutan sampel ini dipanaskan. Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan
berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana
 
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH
sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat destilasi melalui steam. Selain itu sifat
NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak terlalu
besar jika dibandingkan pemanasan dari alat destilasi, ikut memberikan masukan energi pada
proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan alat destilasi juga berasal dari reaksi antara NaOH
dengan (NH4)2SO4 yang merupakan reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat tinggi.
Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar
yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat..
Erlenmeyer yang berisi 100 ml asam borat 2 % + BCG-MR (campuran brom cresol green dan methyl
red) ditempatkan di bagian kanan bawah alat destilasi. Erlenmeyer ini digunakan untuk
menangkap amoniak hasil reaksi NaOH dengan (NH4)2SO4. BCG-MR merupakan indikator yang
bersifat amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena
memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana asam dan basa / dapat bekerja pada suasana asam dan
basa), yang berarti memiliki rentang trayek kerjanya yang luas (meliputi asam-netral-basa). Pada
suasana asam, indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana basa akan berwarna
hijau-biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam
kondisi asam.
Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa gas yang bersifat
basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini
tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah protein sesuai
dengan kadar protein bahan.
Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah warna menjadi hijau
kebiruan, hal ini karena larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa
sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.
Reaksi yang terjadi :
2NH4OH à 2NH3 + 2H2O
Reaksi destilasi akan berakhir bila terjadi perubahan warna larutan dalam erlenmeyer menjadi
hijau muda akibat reaksi indicator pada suasana basa akibat menangkap ammonia. Ini
menunjukkan larutan telah bersifat basa dan distilasi dihentikan. Selain perubahan visual yang
terlihat, seharusnya dilakukan pengujian keberadaan ammonia di ujung pipa aliran distilat.
Pengujian dilakukan dengan menempelkan lakmus merah ke ujung pipa, bila lakmus merah tidak
berubah menjadi biru menunjukkan tidak ada lagi amoniak yang dihasilkan dari destilasi, dengan
demikian, destilasi dihentikan.
 
Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan larutan asam dalam erlenmeyer
berwarna hijau kebiruan karena dalam suasana basa akibat menangkap ammonia. Ammonia yang
terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh
pendingin balik di bagian belakang alat destilasi dan dialirkan ke dalam erlenmeyer.
- Titrasi
Langkah terakhir dalam proses analisis protein adalah titrasi. Titrasi asam-basa digunakan untuk
menentukan kadar protein dalam sampel. Karena NH3 yang terbentuk adalah asam lemah,
digunakan HCl baku 0,1N untuk menitrasi asam borat yang sudah menangkap ammonia hasil
destilasi, titik akhir di tandai dengan perubahan warna menjadi merah muda karena adanya
indicator Phenolptalein pada kondisi sedikit basa (mendekati netral).
Reaksi yang terjadi
(NH4)2BO3 + 2 HCl à 2 NH4Cl + H2BO3 ……..…………………(2) 
Reaksi 1 adalah reaksi penangkapan ammonia distilat oleh asam borat, dan reaksi (2) adalah reaksi
penetralan pada titrasi asam-basa. Dari reaksi di (2) diatas, bahwa 1 mol HCl akan bereaksi
dengan 1 mol ammonia (dalam bentuk NH4Cl). Sehingga banyaknya protein dalam sampel dapat
dihitung dari konversi HCl yang digunakan dikali dengan factor konversi nitrogen protein.
Dari metoda yang dilakukan untuk menentukan kadar protein dari suatu bahan pangan yaitu bakso,
maka didapatkan kadar protein bakso sebesar 2,66% pada keadaan bakso kering (bebas air).
Metode Lowry  
Selain metode Kjeldahl, protein dalam bahan pangan dapat ditentukan kadarnya dengan
menggunakan spektrofotometer sinar tampak. Protein merupakan kumpulan dari beberapa asam
amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida antara satu asam amino dengan asam amino
lainnya. Adanya ikatan peptida ini akan menyebabkan sampel yang mengandung protein akan
berwarna biru bila ditambahkan Cu2+ kedalamnya. Warna biru juga dihasilkan akibat terjadinya
redukti asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan yang merupakan
residu protein. Asam fosfotungstat, fospomolibdat dan Cu2+ terdapat pada reagen folin-ciocalteu
yang ditambahkan pada sejumlah tertentu sampel.
Pada metode lowry ini, Cu2+ pada suasana basa akan tereduksi menjadi Cu+. Cu+ kemudian akan
mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat – phosphotungstat,
menghasilkanheteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping
asam amino) terkatalis Cu, yang menghasilkan warna biru.
Warna biru yang di hasilkan bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya.
Sehingga pengukuran kadar sampel dapat dilakukan dengan pengukuran absorbansi sampel pada
 
panjang gelombang maksimal pada panjang gelombang 670nm. Metode ini sangat sensitif pada
kadar protein yang kecil, limit deteksinya kurang lebih 2 ppm.
Sampel bakso dilarutkan dalam sejumlah tertentu aquades, dan disaring. Filtratnya merupakan
larutan yang mengandung protein. Sampel ini diperlakukan sama dengan sampel dan dilakukan
pengukuran absorbansi sampel pada panjang gelombang 670nm menggunakan spektrofotometer
visible.
Dari pengukuran deret standar protein yang diperoleh dari standar albumin terhadap 7 standar
yang dibuat, didapat kurva kalibrasi dengan persamaan y = 0,1x – 0,0044. Sedangkan serapan
sampel bakso pada panjang gelombang 670nm sebesar 0,058. Sehingga didapatkan kadar protein
sampel sebesar 1248 ppm. Kadar tersebut dikalikan dengan pengenceran (2000x) sehingga
diperoleh kadar protein sampel bakso mengunakan metode lowry pada kadar kering bakso sebesar
0,51%.
Jika dibandingkan dengan metode Kjeldahl, kadar protein yang diukur melalui dua metode
tersebut memberikan hasil yang berbeda. Metode lowry memberikan hasil 5 kali lebih kecil
dibandingkan metode kjeldahl. Ini disebabkan karena kelarutan bakso yang sangat kecil dalam air.
Seharusnya bakso dilarutkan terlebih dahulu sampai benar benar larut dalam air kemudian di
reaksikan dengan metode lowry.
1.  G. Kesimpulan 
2.  Kadar protein bakso kering yang diperoleh dengan pengukuran kadar protein menggunakan
metode kjeldahl sebesar 2,66 %
3.  Kadar protein bakso kering yang diperoleh dengan pengukuran kadar protein menggunakan
metode Lowry sebesar 0,51%
Makanan.http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-bakso-komposisi-nutrisi-bahan-
Kurniawan, Gigih. 2013. Protein Analysis Kjeldahl
Metodh.http://chemistryinorganic.blogspot.com/2013/03/Protein-Kjeldahl.html (online). Diakses
Wahyudi, Imam. 2013. Laporan Praktikum Analisa Kadar
Protein.http://wahyudi93.blogspot.com/2013/05/laporan-praktikum-analisa-kadar-
Anonym. 2013. Protein. http://id.wikipedia.org/wiki/Protein (diunduh pada tanggal 2 November
2013 pkl 08.28 WIB)
Lowry .http://indhpsari.blogspot.com/2013/06/penentuan-kadar-protein-secara-
lowry.html (diunduh pada tanggal 2 November 2013 pkl 09.07 WIB)
Riani. 2013. Penentuan Kadar Protein dengan Metode
Kjeldahl. http://rianitusaya.blogspot.com/2012/10/protein-metode-kjeldahl.html (diunduh pada
http://himka1polban.wordpress.com/laporan/kimia-pangan/penentuan-kadar-protein-metode-kjeldahl-
dan-lowry/ 
BAB 1. PENDAHULUAN 
1.1  Latar Belakang 
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun
dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O,
dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor,
 belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga
(Winarno, 1990). 
Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh tidak
terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik
langsung maupun tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh.
Protein mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter
 protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa dapat mengatur keseimbangan asam-basa
dalam tubuh (Winarno, 1990). 
Kadar protein yang terkandung dalam setiap bahan berbeda-beda. Karena itu, pengukuran
kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Secara umum analisa protein dapat dilakukan
dengan berbagai metode, yaitu metode Kjeldahl, metode Biuret, dan metode LowryPada
 praktikum kali ini analisa protein dilakukan dengan metode Lowry. 
1.2  Tujuan 
a. Untuk mengetahui cara analisis kadar protein metode Lowry pada bahan pangan
dan hasil pertanian 
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 
Protein adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein terdiri dari karbon, hydrogen,
oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering disebut sebagai zat
makanan bernitrogen karena protein merupakan satu-satunya zat makanan yang mengandung
unsur nitrogen. Protein esensial untuk pembangunan protoplasma hidup karena terdiri dari
unsure karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Protein terkandung dalam makanan
nabati dan hewani, tetapi protein hewani paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi
 pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Di lain pihak protein nabati
lebih murah. Protein ini lebih bermanfaat sebagai bahan bakar tubuh daripada sebagai
 pembangun tubuh, tetapi menyediakan asam amino lebih murah yang dibutuhkan tubuh untuk
membangun jaringan (Watson, 2002). 
Semua protein dibuat dari substansi lebih sederhana, yang disebut asam amino. Terdapat
kira-kira 20 asam amino, tetapi masing-masing protein mengandung hanya beberapa asam amino
tersebut. Asam amino seperti huruf yang dapat membentuk kata.Setiap kata merupakan
kombinasi huruf yang berbeda-beda. Protein dalam bahan makanan yang berbeda mengandung
kombinasi asam amino yang berbeda.Sepuluh asam amino esensial ditemukan dalam protein
manusia. Asam amino tersebut merupakan asam amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh.
Protein yang mengandung ke- 10 asam amino tersebut disebut protein lengkap, misalnya
albumin, myosin, dan kasein. Protein yang tidak mengandung ke-10 asam amino itu disebut
 protein tidak lengkap, misalnya gelatin yang terkandung dalam semua jaringan fibrosa dan
diekstraksi dari tulang dan kaki anak sapi dalam pembuatan sup dan agar-agar. Protein hewani
seperti telur, susu, dan daging tidak hanya mengandung semua asam amino yang dibutuhkan
tubuh, tetapi juga semua asam amino dalam proporsi yang baik, yang disebut protein kelas
 pertama  dan merupakan materi pembangun paling baik untuk jaringan tubuh. Protein nabati,
seperti ketan dan polong-polongan, mengandung hanya sejumlah kecil asam amino, yakni satu
atau asam amino dari sepuluh yang esensial untuk tubuh, dan dengan demikian disebut protein
kelas kedua, karena asam amino tersebut bukan merupakan zat pembangun yang baik (Watson,
2002). 
2.2.1 Susu 
Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar
mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi
anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu tersebut
diproduksi dari unsure darah pada kelenjar susu sapi. Sedangkan menurut Buckle (1985), susu
didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya. 
Untuk keperluan komersial, sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi.
 
yang dikenal sebagai perempatan (quarter). Masing –  masing perempatan dilengkapi dengan satu
saluran ke bagaian luar yang disebut putting. Saluran ini berhubungan dengan saluran yang
sebenarnya menyimpan susu. Klelenjar tersebut terdiri dai banyak saluran cabang yang lebih
kecil yang berakhir pada suatu pelebaran yang disebut alveoli, di alveoli itu susu dihasilkan
(Buckle, 1985). 
Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor,
vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena di
samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu di dalam
saluran cerna (Almatsier, 2002). Komposisi susu sangat beragam, bergantung pada beberapa
factor antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, suhu dan umur sapi.
Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan
 beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K. 
Menurut Winarno (1993), Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%.
Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak manis. Daya
kemanisan hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan
garam bertanggung jawab erhadap rasa susu yang spesifik. 
Karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu adalah laktosa. Laktosa adalah disakarida
yang terdiri dari glukosa dan galaktosa.Enzim lactase bertugas memecah laktosa menjadi gula –  
gula sederhana yaitu glukosa galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim lactase
dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring dengan
 bertambahnya usia,keberadaan enzim lactase semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan
menderita diare bila mengonsumsi susu (Khomsan, 2004).
Kandungan Zat Gizi  Komposisi 
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005) 
Selain Selain zat –  zat gizi tersebut di atas, pada susu sapi juga terkandung unsure gizi yang
mampu menjaga kestabilan kualitas dan berat tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena di dalam
susu terdapat tiga kandungan gizi dan asm lemak susu yang cucup penting untuk tubuh manusia,
yakni asam butirat, asam linoleat terkonjugasi (ALT), dan fosfolipid mampu menhindarkan
 
mampu mengontrol lemak dan perkembangan berat badan. Dengan demikian jumlah lemak yang
masuk ke dalam tubuh akan tersaring oleh ALT dengan sendirinya (Siswono, 2005). 
2.2.2 Tempe 
Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses pembuatannya dengan
cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya oleh kapang Rhizopus
oligosporus. Tempe merupakan sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi yang tinggi
daripada bahan dasarnya. Tempe dibuat dengan cara fermentasi, yaitu dengan menumbuhkan
kapang Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulitnya. Inkubasi /
fermentasi dilakukan pada suhu 25-37C selama 36-48 jam. Selama inkubasi terjadi proses
fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Persyaratan
tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai adalah kelembaban, kebutuhan oksigen dan
suhu yang sesuai dengan pertumbuhan jamur (Hidayat, dkk. 2006). 
Tempe mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tempe dapat diperhitungkan sebagai sumber
makanan yang baik gizinya karena memiliki kandungan protein, karbohidrat, asam lemak
esensial, vitamin, dan mineral. Gizi utama yang hendak diambil dari tempe adalah proteinnya
karena besarnya kandungan asam amino (Muhajirin, 2007). Kadar protein dalam tempe 18,3
gram per 100 gram. Tempe juga mengandung beberapa asam amino yang dibutuhkan tubuh
manusia. Secara umum komposisi zat gizi kedelai kuning kering dan tempe dapat dilihat pada
tabel berikut: 
Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan utama mayoritas masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena harga daging ayam dapat dijangkau oleh masyarakat
luas. Daging ayam mengandung protein yang tinggi serta berlemak rendah. Murtidjo (2003)
memaparkan bahwa daging ayam juga memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih lunak jika
dibandingkan dengan daging sapi dan ternak lain sehingga lebih mudah dicerna.Namun, sebelum
mendapatkan mutu daging ayam yang baik dan layak untuk dimakan oleh masyarakat, perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daging ayam tersebut. Beberapa faktor
yang berpengaruh dalam budidaya ayam pedaging komersil diantaranya pengelolaan
 
 pengangkutan, pemotongan, dan faktor-faktor lain. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada
daging ayam dapat dilihat pada tabel berikut: 
Komposisi  Jumlah 
Protein (g) 
Lemak (g) 
Kalsium (mg) 
Fosfor (mg) 
Besi (mg) 
Vitamin B1(mg) 
Air (g) 
Kalori (kkal) 
2.2.4 Kuning Telur  
Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) & setengahnya adalah
kuning padat (yolk solid). Semakin bertambah umurnya telur, kuning telur akan mengambil uap
 basah dari putih telur yang mengakibatkan kuning telur semakin menipis dan menjadi rata ketika
telur dipecahkan ke permukaan yang rata (berpengaruh kepada grade dari telur itu sendiri).
Selengkapnya akan dibahas di bagian grade telur. Persentase kuning telur sekitar 30%-32% dari
 berat telur. Kuning telur terdiri atas membran kuning telur (vitellin) dan kuning telur sendiri.
Kuning telur merupakan makanan dan sumber lemak bagi perkembangan embrio. Komposisi
kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak
yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Telur konsumsi
diproduksi oleh ayam betina tanpa adanya ayam jantan (Bell dan Weaver, 2002). Warna kuning
telur dipengaruhi oleh pakan. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaitu santofil,
maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al., 1997). 
2.3 Macam-Macam Penyebab Kerusakan Protein  
2.3.1 Koagulasi Protein 
Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang
didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah menjadi padat atau
setengah padat (gel) dengan proses air yang keluar dari struktur membentuk spiral-spiral yang
membuka dan melekat satu sama lain. Koagulasi ini terjadi selama rentang waktu temperatur
yang lama dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya seperti panas,
 pengocokan, pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi protein
 biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang mungkin
terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi. Kekentalan hasil campuran telur
mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau menjadi lebih kuat. (Vickie, 2008) 
2.3.2 Denaturasi Protein
Menurut Winarno (2002), denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan Hidrogen,
 
denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih
kecil tanpa disertai pengembangan molekul ikatan. Ikatan yang dipengaruhi oleh proses
denaturasi adalah : 
struktur merupakan fenomena dimana terbentuk konformasi batu dari struktur yang telah ada.
Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, hilangnya aktivias biologi, peningkatan
viskositas dan protein mudah diserang oleh enzim proteolitik (Oktavia, 2007). 
2.4  Macam-Macam Analisa Protein 
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2
reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang
dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu +  kemudian akan mereduksi
reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-
molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis
Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan
warna biru terutama bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya.
Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga
memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01
mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya
(Lowry, dkk, 1951). 
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini,
diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris,
senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium,
dan kalsium. Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferensi
tersebut. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi absorbansi.
Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi dengan
 penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein (Lowry dkk
1951). 
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan tidak dapat
mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen
Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+
 bersama dengan fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru,
sehingga dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951). 
2.4.2 Spektrofotometri 
serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg
spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan
detektor fototube (Yoky, 2009).
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan
spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR
(> 750 nm) dan menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah
(sinar tampak, UV, IR). Monokromator pada spektrofotometer menggunakan kisi atau
prisma yang daya resolusinya lebih baik sedangkan detektornya menggunakan tabung
penggandaan foton atau fototube (Yoky, 2009).
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas,
monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator.Spektrofotometri dapat
dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam
dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang
gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang
khas untuk komponen yang berbeda (Yoky, 2009).
2.4.3 Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat
kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu. Kelebihan
metode ini adalah sederhana, akurat, dan universal juga mempunyai kebolehulangan
(Reproducibility ) yang cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya tidak memiliki
kekurangan. Kekurangan metode ini adalah memakan waktu lama (Time Consuming ),
membutuhkan biaya besar dan ketermpilan tekhnis tinggi (Juiati dan Sumardi, 1981)
2.4.4 Metode Titrasi Formol
Metode Titrasi Formol merupakan cara lain dalam menentukan kadar protein. Metode
ini secara ekonomis murah, cep, dan idak memerlukan keahlian khusus, walaupun metode
ini kurang praktis dalam penentuan kandungan protein secara absolut akibat dari
keseimbangan nitrogen (N) yang berbeda (Davide, 1977).
Tahap Titrasi Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui
dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N % N
= (−)
diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor : % P
= % N x faktor konversi ( Slamet Sudarmadji, 1989 ).
2.4.5 Metode Turbodimetri
pengukuran berkurangnya kekuatan sinar melalui larutan yang mengandung partikel
tersuspensi. Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila
ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA, K4Fe(CN)6 atau asam sulfosalisilat.
Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.
Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang
dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya
konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan. Yaitu
pengukuran perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas yang
datang; pengukuran efek ekstingsi, yaitu kedalaman di mana cahaya yang mulai tidak
tampak di dalam lappisan medium yang keruh. Instrumen pengukuran perbandingan tyndall
disebut sebagai tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung.
Sedangkan pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar.
Turbidineter mliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbandinglurus
terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas tergantung juga pada warna. Untuk
partikel yang lebih kecil, rasio tyndall sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel
dan berbanding terbalik terhadap pangkat empat panjang gelombang (Khopkhar,2003 : 7)
2.5  Prinsip Analisa Protein Metode Lowry  
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-
Ciocalteauphenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini
menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas
yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk
menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang
dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih
sensitif untuk protein konsentrasi rendah dibanding metode biuret (Soeharsono, 2006). 
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret,
yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan
mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi
gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif
yang dapat dideteksi secara kolorimetri (Sudarmaji, 1996) 
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM 
3.1 Alat dan Bahan 
s. Spektrofometer  
u. Sentrifugator  
v. Corong 
3.1.2 Bahan 
h. Folin 
i. Lowry 
 j. Aquades 
k. Plastik  
n. Aluminium voil 
3.2 Prosedur Analisa 
Pada analisa protein terdapat beberapa bahan pangan yang diamati, misal daging ayam,
susu, tempe, dan kuning telur. Sebagai contoh bahan untuk dianalisa, kita ambil tempe untuk
dijadikan sampel. Pertama, tempe dicacah untuk memperkecil ukuran dan agar lebih mudah
untuk dihaluskan. Kemudian ditumbuk atau dihaluskan untuk memperluas permukaan bahan
dan mempermudah ekstraksi. Selanjutnya ditimbang 15 gram untuk mengetahui berat sample.
Masukan ke dalam labu ukur 100 ml untuk proses ekstraksi dan tera hingga tanda batas dengan
aquades untuk melarutka protein. Kemudian diamkan hingga air berwarna keruh untuk
mengoptimalkan proses ekstrasi. Ambil filtrat untuk dianalisa dan masukan ke dalam botol
sentrifugasi untuk memudahkan proses sentrifugasi. Tahap selanjutnya sentrifugasi 10 menit
untuk mengoptimalkan pemisahan berdasarkan sentrifugasi (berat jenis). Selanjutnya disaring
dengan kertas saring untuk memisahkan protein terlarut dan tidak terlarut. Setelah itu ambil
sample 0,5 gram agar mudah untuk dianalisa. Masukkan ke dalam labu ukur 10 ml untuk
mempermudah campuran antara lowry dan folin. Tambahkan 2 ml mix lowry sebagai indikator
dan inkubasi selama 10 menit untuk memberikan waktu reaksi antara lowry dengan ikatan
 peptida. Tambahkan 0,2 ml larutan folin untuk menunjukan perubahan warna agar mudah di
spektrofotometer. Kemudian ditera sampai tanda batas dengan aquades untuk mempermudah
 pembacaan spektrofotometer dan inkubasi selama 60 menit untuk memberikan waktu reaksi
antara folin dengan ikatan peptida. Langakah terakhir, lakukan absorbansi 750 nm untuk
mengetahui nilai absorban dengan menggunakan spektrofotometer. 
Tahap awal pada kurva standart menyiapkan BSA (0,50,100,150,200,250,300) dengan
tujuan unutk membuat titik bantu pada kurva standart. Kemudian masukan ke dalam labu ukur
10 ml untuk mempermudah campuran antara lowy dan folin. Tambahkan 2 ml mix lowry sebagai
indikator dan di inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang untuk memberi waktu reaksi antara
lowry dengan ikatan peptida (reaksi optimal). Tambahkan 2 ml larutan folin untuk menunjukan
 perubahan agar mudah di spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan peneraan untuk
mempermudah pembacaan spektrofotometer. Kocok hingga homogen untuk mengoptimalkan
 pencampuran dan inkubasi 60 menit untuk memberi waktu reaksi antara folin dengan ikatan
 peptida. Dan tahap terakhir absorbansi 750 nm untuk mengetahui nilai absorbansi sample pada
 panjang gelombang 750 nm.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menghasilkan data analisa kurva standart
BSA ( Bovine Albumin Serum) dan grafik hasil analisa protein seperti ada diatas. Analisa yang
dilakukan yaitu dengan menggunakan metode lowry. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga
konsentrasi sampel dapat diketahui. Dari kurva standart BSA didapatkan persamaan y = 0.082x +
0.086 dan nilai sebesar R² = 0.995. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai pembacaan
absorbansi cukup presisi (akurat) karena nilai R  2 nya mendekati 1. 
Pada diagram analisa kadar protein hanya terdapat tiga bahan yang dianalisa yaitu kuning
telur, tempe dan susu. Daging ayam tidak di analisa karena tidak dilakukan pengulangan. Kadar
 protein pada kuning telur, tempe dan susu secara berturut-turut yaitu 1,022%; 2,087%; dan
1,583%. 
Pada bahan kuning telur diperoleh kadar protein sebesar 1,022%. Sedangkan
menurut Yamamoto et al.( 1997), kadar protein pada kuning telur adalah sebesar 16 %.
Perbedaan kadar protein ini dapat disebabkan oleh perbedaan pakan ternak yang diberikan. Jika
 pakan ternak yang diberikan kurang mengandung protein maka telur yang dihasilkan kurang
mengandung protein yang tinggi. Untuk nilai SD pada kuning telur yaitu 0,082 dan nilai RSD
sebesar 8,02. Hal ini menunjukkan keakuratan pada data karena nilai SD < 1. 
Pada bahan tempe diperoleh kadar protein sebesar 2,087% sedangkan menurut Santoso
(1993), kadar minimal protein pada tempe adalah 18,3 %. Hal ini menunjukkan terjadinya
 penyimpangan. Penyimpangan dapat disebabkan karena tempe yang digunakan saat praktikum
memiliki kualitas yang kurang bagus misalnya tempe yang digunakan dalam keadaan hampir
 busuk sehingga kadar proteinnya rendah. Selain itu penyimpangan dapat disebabkan oleh alat
yang digunakan saat praktikum kurang memadai atau kurang akurat. Seperti pada alat
spektrofotometer yang tingkat sensitivitas terhadap warnanya kurang sehingga nilai yang
diperoleh kurang akurat. Untuk nilai SD pada tempe sebesar 0,0066 dan nilai RSD sebesar 3,16.
 Nilai SD tersebut menunjukkan data yang akurat karena nilainya < 1. 
Pada bahan susu bubuk diperoleh kadar protein sebesar 1,583%, sedangkan menurut
Departemen Kesehatan RI (2005), kadar protein pada susu bubuk adalah sebesar 32 %.
Perbedaan yang cukup signifikan tersebut dapat disebabkan karena alat yang dipakai untuk
mengukur nilai absorbansi yaitu spektrofotometer sudah tidak sesuai standar sehingga nilai yang
dihasilkan tidak akurat. Nilai SD pada bahan susu bubuk ini adalah sebesar 0, 348 dan RSD
sebesar 21,9. Hal tersebut menunjukkan bahwa yang diperoleh sudah akurat karena nilainya < 1. 
BAB 5. PENUTUP 
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa: 
a. Protein adalah zat makanan yang paling kompleks karena terdiri dari karbon,
hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor  
b. Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae
(ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi
anaknya. 
c. Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses pembuatannya
dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya oleh kapang
Rhizopus oligosporus 
setengahnya adalah kuning padat (yolk solid). 
e. Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang
didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. 
f. Denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan Hidrogen, interaksi
hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win molekul 
g. Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
 pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang
gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi
dengan detektor  fototube 
h. Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki
tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu 
i. Turbodimetri merupakan analisis berdasarkan pengukuran berkurangnya kekuatan
sinar melalui larutan yang mengandung partikel tersuspensi. 
 j. Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan
sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. 
5.2 Saran 
a. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham 
b. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat
semula. 
DAFTAR PUSTAKA 
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 
Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI.Press. 
 
Davide CL. 1977. Laboratory Guide in Dairy Chemistry Practical. Laguna: FAO Regional 
Dairy Deveploment adn Training and Reserch Inst Univ of Philiphines at Los Banos Coll. 
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta.
57pp. 
Hidayat, Nur dkk. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. 
Julianti, J dan Sumardi. 1981. Sedikit Modifikasi Dalam Metode Analisa N (Protein) Dalam Bahan  Makanan Dengan Cara Kjeldahl . Bandung: Seminar Nasional Metode Analisa Kimia 
Khopkhar,S.M. 2003. Dasar-dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 
Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia 
Widiasarana Indonesia. 
Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin Phenol Reagent . New
York: Kluwer Academic Publishers. 
Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler . Yogyakarta : Kanisius. 
Mulyono. 2007. Kamus Kimia. Jakarta: Bumi Aksara. 
Oktavia. Devi. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan Ekstrudat . Jurnal Standarisasi Vol 9
 No.1. 
Santoso, H.B., 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai. Kanisius, Yogyakarta. 
Sudarmadji, Slamet. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti. 
Soeharsono. 2006. Biokimia 1. Yogyakarta: UGM Press. 
Sudarmaji. 1996. Analisa Bahan. Yogyakarta: Liberty. 
Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science Third Edition. New
York : Springer Science + Business Media. 
Watson, Roger. 2002 . Anatomi Fisiologi untuk Perawat . Jakarta : ECG 
Winarno F.G. 1990. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. 
Yamamoto M, Matsumoto R, Okudai N, and Yamada Y. 1997. Aborted  
anthers of Citrus result from gene-cytoplasmic male sterility. Sci Hortic 70:9-14.  http://nuruszahro.blogspot.com/2013/10/laporan-analisa-protein.html 
A.  Pendahuluan 
Protein merupakan zat yang sangat berguna bagi kehidupan manusia serta
merupakankomponen utama dalam sel hidup dan memegang peranan penting dalam proses
kehidupan. Fungsi utama dari protein yaitu sebagai pembentuk struktur sel, membangun sel tubuh baru dan
mengganti sel lama yang telah rusak, serta sebagai enzim dan katalisator segala macam proses biokimia dalam sel,
disamping fungsi-fungsi yang lain. Contoh pada bahan makanan, protein terdapat pada susu, kedelai dan
sebagainya.
Tiap bahan makanan yang dikonsumsi memiliki kandungan protein yang berbeda-beda besarnya. Maka
dari itu, pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Cara Menentukan suatu kadar protein yang
terkandung pada bahan makanan dengan menggunakan metode spektrofotokopi.
Spektrofotometri adalah suatu metode analisis yang berdasarkan pada pengukuran serapan
sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombang yang spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung
foton hampa. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer, yaitu suatu alat yang digunakan
untuk menentukan suatu senyawa baik baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur
transmitan ataupun absorban dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi. 
Menguji protein dengan menggunakan spektrofotokopi atau spektrometer itu merupakan
metode dari lowry. Mengukur kadar protein menggunakan spektrofotokopi pada dasarnya analisis
kualitatif atau kuantitatif, dengan suatu prinsip kerja reaksi antara radiasi elektromaknetik dengan
elektro bahar. Memiliki suatu fungsi sebagai gelombang sekaligus materi radiasi elektromagnetik
menjadi bermanfaat.
protein yaitu : 
B.  Tinjauan Pustaka 
 
molar.(Polling, 1996)
Analisa Kjeldahl dapat dipakai untuk menganalisis kadar protein dalam bahan makanan secara tidak
langsung. Analisa ini dipakai untuk mengetahui kadar protein dengan menggunakan asam sulfat pekat dengan
katalis selenium oksiklorida. Cara ini merupakan cara yang sederhana dan mudah dilakukan. (Basari, 1997)
Protein pada setiap bahan kadarnya berbeda-beda. Pengukuran kadar protein suatu bahan sangat
diperlukan karena erat kaitannya dengan tingkat konsumsi manusia. Pengukuran kadar protein dengan
menggunakan metode Lowry adalah dasar dari penggunaan spektrofotometer. Warna biru yang terjadi oleh
pereaksi Ciocalteau disebabkan reaksi antara protein dan Cu dalam larutan alkalis dan terjadi reaksi garam
fosfotungstat dan garam fosfomoliddat oleh tirosin dan triptopan (Ahmad, 1997)
Protein merupakan makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah asam-asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida dan mempunyai bobot molekul 5000 sampai berjuta-juta. Satu molekul protein
disusun oleh sejumlah asam amino tertentu dengan susunan tertentu pula dan bersifat turunan (Aisyah , 1998)
C.  Alat, Bahan, dan Cara Kerja 
1.  Alat 
e. Reagen D (campuran A; B; C = 20: 1: 1) 
f. Reagen E (Fiolin Ciocalteu dalam eter) 
g. Larutan bovine serum albumin dalam buffer pH 6 
 
3. Cara Kerja 
a. Memasukkan 1 ml larutan BSA susu dalam tabung reaksi, dan 2 ml 
sampel kedelai dalam tabung reaksi berbeda. 
b. Menambahkan 1 ml reagen D dalam masing-masing tabung reaksi, 
kemudian menggojoknya dan mendiamkannya pada suhu ruangan 
selama 15 menit. 
c. Setelah 15 menit, menambahkan reagen E ke dalam masing-masing 
sampel, kemudian menggojok dan mendiamkannya selama 45 menit. 
d. Menembak kedua larutan tersebut dengan menggunakan Spektrometer. 
e. Mengukur absorbansinya pada 540 nm. 
D.  Hasil dan Analisis Hasil Pengamatan 
1.  Hasil Pengamatan 
Absorbansi
Sampel  Absorbansi
 
Untuk menghitung kadar protein, dapat dilakukan dengan cara mengukur kadar protein berdasarkan
metode Lowry Folin Ciocalteu dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Oleh karena itu, pada
praktikum ini dilakukan percobaan untuk menentukan hasil kadar protein dalam setiap bahan yang
berbeda.
partikel bahan. Spektrofotometer bekerja berdasarkan pada prinsip penyerapan gelombang cahaya
(radiasi) yang dilewatkan pada suatu larutan. Spektrofotometer yang digunakan adalah visible atau
menggunakan cahaya tampak yang panjang gelombang terukurnya yang berkisar antara 340 nm  – 1000
nm. Panjang gelombang maksimum dicari untuk mengetahui seberapa besar energi cahaya tertinggi
yang diserap oleh suatu larutan. 
Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui zat yang terkandung dalam makanan atau minuman
seperti micro nutrient, zat pewarna, dan lain-lain. Tergantung panjang gelombang yang telah diatur
pada spektrofotometer. Warna biru kehitaman terjadi karena terdapatreaksi antara protein dengan
Cu 2+

a. Penentuan kadar protein menurut metode Lowry Folin Ciocalteau menunjukkan jumlah protein yang terkandung
dalam larutan
b.  Hasil analisis absorbansi kadar sampel pada susu adalah 0,74 % 
c.  Hasil analisis kadar sampel pada kedelai adalah 0,38%
d.  Dari kurva dapat dilihat bahwa kadar protein akan semakin tinggi seiiring dengan semakin besarnya
konsentrasinya. 
Polling. 1996. Intisari Kimia III. UT. Depdikbud. Jakarta.
Basari. 1997. Ilmu Kimia SMU. Depdikbud RI. Jakarta.
Achmad. 1997. Buku Materi Pokok Kimia. UT. Depdikbud RI. Jakarta.
Aisyah. 1998. Kimia Untuk Universitas. Bumi Aksara. Jakarta
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini terlibat 2 reaksi.
Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam
suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I).
Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat-
 phosphotungstat (phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan
warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama
 bergantung pada kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry
adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret sehingga memerlukan sampel protein yang
lebih sedikit. Batas deteksinya berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry
lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya.
Reagen: 
1.  Reagen pembentuk kompleks: Siapkan segera sebelum digunakan campuran dari ketiga
larutan-larutan berikut dengan perbandingan 100:1:1
Larutan A: 2%b/v Na2CO3 dalam akuades
Larutan B: 1%b/v CuSO4.5H2O dalam akuades
Larutan C: 2%b/v Kalium Natrium tartrat dalam akuades
2.   NaOH 2N
3.  Reagen Folin-Ciocalteu 1N
Ke dalam labu alas bulat 1500 mL masukkan 100 g sodium tungstate, 25 g sodium
molibdate, 700 mL akuades, 50 mL asam phosphate, dan 100 mL HCl. Campuran direfluks
selama 10 jam, tambahkan 150 mL lithium sulfat, 50 mL akuades dan beberapa tetes bromine
(Br2). Didihkan campuran (tanpa pendingin) sekitar 15 menit (hingga kelebihan bromine
habis). Dinginkan, encerkan dengan akuades hingga 1 L, saring (filtrat berwarna kehijauan).
Sebelum digunakan, encerkan 1 bagian filtrat dengan 5 bagian akuades.
Standard: 
Gunakan larutan stok standard protein (misalnya albumin) yang mengandung 4 mg/mL protein
dalam akuades, disimpan pada -20oC. Siapkan larutan standard dengan pengenceran larutan stok
sbb:
0 1.25 2.50 6.25 12.5 25.0 62.5 125 250
Akuades (μL)  500 499 498 494 488 475 438 375 250
Konsentrasi
Protein
(μg/mL) 
Prosedur: 
1.  Ambil 1 mL sampel atau standard, tambahkan 1 mL NaOH 2N. Hidrolisis pada 100oC
selama 10 menit pada penangas air.
2.  Dinginkan pada suhu ruangan, tambahkan 5 mL reagen pembentuk kompleks. Biarkan
larutan selama 10 menit pada suhu kamar.
3.  Tambahkan 0.5 mL reagen Folin-Ciocalteu, homogenkan dengan vortex, biarkan selam 30-
60 menit (jangan sampai lebih dari 60 menit)
4.  Baca absorbansi pada 660 nm jika konsentrasi protein di bawah 500 μg/mL atau 550 nm jika
konsentrasi protein antara 100 –  2000 μg/mL. 
Catatan: 
Jika sampel berbentuk endapan, encerkan dulu dengan NaOH 2N.
Reaksi yang terjadi dalam metode Lowry sangat tergantung pada pH. Oleh karena itu aturlah pH
10 –  10.5
Interferensi: 
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini
diantaranya adalah: buffer, asam nuklet, dan gula/karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA,
Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine,
 
interferens tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi
absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat dieliminasi
dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan pengendapan protein.
Referensi: 
Dennison, C., 2002, A Guide to Protein Isolation, Kluwer Academic Publishers, New York
Lowry, O.H., Rosenbrough, N.J., Farr, A.L. & Randall, R.J., 1951, Protein Measurement with the
Folin Phenol Reagent, J. Biol. Chem, 193: 265-275