bansos dan kemiskinan : studi kasus anggaran …

45
i BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN BANSOS PEMPROV DI INDONESIA PERIODE 2008-2011 Oleh: ALIF AMIRUL WICAKSANA NIM: 232011096 KERTAS KERJA FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

i

BANSOS DAN KEMISKINAN :

STUDI KASUS ANGGARAN BANSOS PEMPROV

DI INDONESIA PERIODE 2008-2011

Oleh:

ALIF AMIRUL WICAKSANA

NIM: 232011096

KERTAS KERJA

FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

ffiPERPUSTAKAAN UNIYERSITAS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA. Jl. Diponegoro 52 - 60 Salatiga 5071'l

JawaTengah, Indonesia

Telp. 0298 - f2l2l2, Fax. 0298 32 1 433

Eroil : libruy@,adm, ulaw. edu ; http : / /libnry. uksw. edu

PERNYATAAN TIDAK PTAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

f\utr hmt[u; w\ c A\A9A pANama

NIM

Fakultas

Judul tugas akhir

Pembimbing

73210 l\ 036 Email . z3zotto 36 @ *+uden+' axsw.edu

Er,<ooOm\(A DAU B\5[r\E Programstudi : A(Ur2TAp9i

BApsos DA\o kE[^\E\tr$rAlJ: STUD\ t(AEqs Ap66AtLA\ BApeot

PEr,nYQo/ pr tpootlssrA PEtroDE 2oo8 - 2otl

1. MngwRrA , EE ., Nsi ". PhP .. Au+

2.

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar

kesarjanaan baik di Universitas Kristen Sarya Wacana maupun di institusi pendidikan lainnya.

2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan, dan hasil

pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuar pihak lain, kecuali arahan pembimbing

akademik dan narasumber penelitian.

3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui dan disetujui oleh

pembimbing.

4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain,

kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan

dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada penyimpangan dan

ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelm

yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku diUniversitas Kristen Satva Wacana.

Salatiga _

F-Lt8-080

AfiF Amrr

12 Febcuqo i zctg

Page 3: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

ffiPnnpusrexAAN UNIvIRsITAs

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANAJl. Diponegoro 52 - 60 Salatiga 5071 I

Jawa Tengah, lndonesia

Telp.0298 -321212, Fax- 0298 l2l,l33Email: [email protected] ; http://libnry.uksw.edu

PERNYATAAN PERSETUTUAN AKSES

Sayayang bertandatangan di bawah ini:

llutr Atqr[LLl l- rNtcA\ sAloANama

NIM

Fakultas

Judul tugas akhir

217i2ll o q 6 Email ' 232ollbE 6 @ St,ld@nt. r,,t( 5r.p. edrr

Elz.oponrun DAir B\eNi! programstudi : AuuprApslBANSoS D.np KEwrgrrtuAl.l , lruDr v( r\Sqs ApapAtlAro BApeo$

PEtutUrrv Dr lNDouEs\A PEcrrooE Loo} - l.otl

Dengan ini saya menyerahkan hak non-elaklustf kepada Perpustakaan Universitas - Universitas Kristen Satya

Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan terhadap karya saya ini dengan

mengacu pada ketentuan akses tugas akhir elekronik sebagai berikut (beri tanda pada kotak yang sesuai):

n a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori PerpustakaanUniversitas,

dan/atau portal GARLIDA

Vl A. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori Perpustakaan Universitas,

dan/atau portal GARUDA* *

i Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpullan hasil karya mereka nasih memiliki hak copyright atas karya tersebut. i

i** Hanya alran menanryillmn halaman judul dan abs*ak. Pitihan ini harus ditamptri dengan penlelasuw alason tertulis dari pewbimbing TAi

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Salatig4 t9^ Februol' 2ots

0M,{ALr'F {mrtul LtJ(cartsa,na

Tanda tangot & nm tewg maltrcima

Tarula tangan & natmterung

F-LrB-081

Mengetahui,

Tanda tangm & namtercng pembimbingll

Page 4: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

Yang bertandatangan di bawah ini :

NamaJabatan

Judul Penelitian

PenulisNIMFakultas/urusan

PERSETUJUAN UNGGAH SKRIPSI

: Marwata, SE., MSi., PhD., Akt: Dosen Pembimbing

: Bansos dan Kemiskinan : Studi Kasus Anggaran Bansos Pemprov

di lndonesia periode 2008-2011: Alif AmirulWicaksana: 232011095: Ekonomika dan Bisnis / Akuntansi

Dengan ini menyatakan persetujuan untuk mengunggah hanya judul dan abstrak penelitian

berikut ini ke Repositori Perpustakaan Universitas danlatau portal GARUDA :

Untuk naskah skripsi keseluruhan masih sedang dalam proses untuk publikasi di media lain.

Kam i akan memberikan alamat web/jurnal/buku publikasi tersebut kemudian.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.

Salatiga, 12 Februari 2015Yang menyatakan,Mengetahui,

Kaprodi 51 Akuntansi

Marwata, SE., [Vl6i.

Dosen Pembimbing

Page 5: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

ii

Page 6: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

iii

Page 7: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

v

Kupersembahkan karya tulis skripsi ini kepada :

Ayahku tercinta Mu’Azis

Ibuku tercinta Inna Widhiastuti

Adikku tersayang Alfian Asnan Khakim

Kekasihku Khafidoh Ivniawati

Seluruh keluarga besarku yang selalu mendukung

dan memberi restu

Teman-teman yang senantiasa membantu,

mendukung, dan mendoakan

Halaman Persembahan

Page 8: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

vi

Motto

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib

suatu kaum hingga mereka mengubah diri

mereka sendiri”(Q.S. Ar-Ra’d:11)

“”Waktu lebih berharga daripada uang. Anda bisa

meraih uang lebih, tetapi Anda tidak bisa meraih

tambahan waktu.” Jim Rohn”

Page 9: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

vii

Abstract

Government’s role to manage public budgets is an important aspect in the

fight of poverty. Social Aid expenditures fund is an expenditure that is given by

the government to people with certain social risks. Social Aid expenditures, being

distributed to people in needs, could theoretically lower the rate of poverty or

increase people’s welfare.

This research investigates if there’s any connection between this year’s

Social Aid expenditures budgets and the rate of poverty of the year before. Data

used in this research are the regional rate of poverty year 2007-2010 and

regional budgets data year 2008-2011. The data was analyzed using descriptive

analysis and correlation analysis to know whether there are correlations between

two variables. Confidence of interval is being set at 95%.

The study shows that the allocation of Social Aid expenditures in

provinces of Indonesia is not based on the rate of the regions’ poverty. From non-

parametric analysis it is shown that there is no correlation between between this

year’s Social Aid expenditures budgets and the rate of poverty of the year before.

Keywords: Social Aid expenditures, Poverty, Government Budget, Government

Expenditure

Page 10: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

viii

Saripati

Peran pemerintah dapat menanggulangi kemiskinan dengan pengelolaan

dana keuangan daerah. Anggaran dana bantuan sosial merupakan salah satu pos

belanja tidak langsung APBD yang diberikan oleh negara kepada pihak yang

memiliki kerentanan terhadap resiko sosial Diharapkan melalui dana bantuan

sosial kepada masyarakat yang kurang mampu khususnya, bisa memperkecil

angka kemiskinan ataupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu daerah.

Penelitian ini untuk mengetahui apakah ada hubungan antara anggaran

dana Bansos periode sekarang dengan angka kemiskinan tahun sebelumnya. Data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tingkat kemiskinan daerah dari

tahun 2007-2010 dan data anggaran APBD daerah tahun 2008-2011. Penelitian ini

menggunakan analisis deskriptif dan metode analisis korelasi untuk mengetahui

hubungan atau keeratan dua variabel. Tingkat keyakinan ditetapkan sebesar 95%.

Dari penelitian yang dilakukan pada provinsi-provinsi di Indonesia penulis

dapat memberikan kesimpulan bahwa pada tahun 2008-2011 dalam penyusunan

anggaran Bansos provinsi di Indonesia dibuat bukan atas dasar angka kemiskinan

provinsi tersebut. Terbukti dari hasil uji non parametrik tidak ada korelasi antara

angka kemiskinan tahun sebelumnya dengan anggaran dana Bansos tahun

berikutnya.

Kata kunci: Anggaran Belanja Bansos, Kemiskinan, Anggaran Pemerintah,

Belanja Pemerintah

Page 11: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

ix

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik guna memenuhi salah satu

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata 1 pada progdi Akuntansi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana. Skripsi ini

berjudul dana bantuan sosial dan kemiskinan: studi kasus anggaran Bansos

pemprov di Indonesia periode 2008-2011.

Penulis menyadari bahwa di dalam penelitian ini masih terdapat

kekurangan yang mungkin akan ditemukan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan segenap kritikan, masukan, dan saran yang membangun dari

pembaca.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan

pihak-pihak yang membutuhkan.

Salatiga, Januari 2015

Penulis

Page 12: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

x

Ucapan terima kasih

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini banyak pihak yang telah turut membantu dan senantiasa turut

memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan di

Universitas Kristen Satya Wacana.

Oleh karena itu dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Allah SWT

2. Nabi Muhammad SAW

3. Bapak Hari Sunarto, SE., MBA. PhD selaku Dekan Fakultas Ekonomika

dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

4. Bapak Usil Sis Sucahyo, SE., MBA. selaku Ketua Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.

5. Bapak Marwata, SE, MSi, PhD, Akt selaku pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan masukan,

bimbingan dan saran-saran maupun kritik yang bermanfaat bagi penulis

sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Bapak Paskah Ika Nugraha, SE., MSi selaku wali studi yang

membimbing, mendidik dan memberi saran maupun kritik selama

menempuh studi.

7. Ayahku Mu’Azis, Ibuku Inna Widhiastuti,Spd., Adikku Alfian Asnan

Khakim yang selalu mendukung, memotivasi dan memberi kasih sayang.

8. Khafidoh Ivniawati yang dengan setia menemani dan memberiku

semangat.

9. Seluruh staff pengajar FEB-UKSW yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuan kepada penulis selama menempuh studi.

10. Seluruh staff TU FEB-UKSW yang telah membantu penulis dalam

pengurusan persyaratan administrasi skripsi.

11. Keluarga besar SUNCRACKERS, Aldo, Dhoni ,Adi yang telah menjadi

keluarga tempat saya berkarya selama bertahun-tahun.

Page 13: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

xi

12. Efratian Kristison, Mesakh, Sendi, Arron, Boe, Nia, Bayu, Navika yang

telah memberi semangat, dukungan, dan menjadi team yang baik selama

kuliah dan penggarapan skripsi Bansos

13. Joshua, Ine, isher, Risa, nanta, titin, Anggita, Daniel, Gilang, Epafras,

Vano, Brikarisa, Bella, Ardya, Arin, Xandra, Dianita, Martin dan semua

teman-teman FEB UKSW, teman senasib seperjuangan. Terima kasih

untuk kebersamaannya, dan dukungannya selama ini.

14. Teman-teman kepanitiaan Go Ahead, Karnaval OMB 2012, Kambing

Cup 2014, Unit EVOC 2013/2014, Makrab Pirates 2014, LDKM 2014,

Pesakom 2015

15. Semua teman-temanku dan yang tidak dapat disebutkan namanya satu

persatu tetap semangat dan terima kasih atas bantuannya selama kuliah.

16. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima

kasih telah memberikan dukungan bagi penulis dalam penulisan skripsi

ini.

Semoga Allah SWT senantiasa selalu melimpahkan karunia serta

rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Salatiga, Januari 2015

Penulis

Page 14: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

1

Pendahuluan

Dalam usaha mensejahterakan masyarakat Indonesia, salah satu hal yang

harus diperhatikan adalah masalah sosial ekonomi. Ketika masalah sosial ekonomi

muncul pada sebuah negara, muncullah pertanyaan mengenai langkah apa yang harus

dilakukan pemerintah untuk menanggulanginya. Berbagai cara dapat pemerintah

lakukan untuk mengatasinya, salah satunya melalui pengelolaan dana keuangan

daerah. Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah telah diatur bahwa penetapan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah kewenangan pemerintah daerah.

Sehingga, sebagai salah satu instrumen kebijakan yang seharusnya bertujuan untuk

menyejahterakan rakyat, penetapan APBD oleh pemerintah daerah seharusnya

memperhatikan kebutuhan rakyat daerahnya, termasuk perbaikan keadaan sosial

ekonomi mereka.

Anggaran dana bantuan sosial yang merupakan salah satu pos dalam belanja

tidak langsung APBD yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari terjadinya

risiko sosial. Risiko sosial terkait dengan kerentanan, yaitu kemungkinan kejadian

atau peristiwa yang membuat rumah tangga (masyarakat) yang saat ini tidak termasuk

miskin akan jatuh di bawah garis kemiskinan, atau jika saat ini berada di bawah garis

kemiskinan, akan tetap berada di bawah garis kemiskinan atau semakin jauh

terperosok di bawah garis kemiskinan (A.M Zubir,2012). Sehingga diharapkan dana

bantuan sosial yang disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu, bisa

memperkecil angka kemiskinan ataupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat

suatu daerah.

Dalam kenyataannya, berbagai berita di media massa menunjukan bahwa

anggaran bantuan sosial tidak mencapai sasaran tetapi banyak menjadi sumber

penyimpangan. Ketua Forum Indonesia menyatakan bahwa untuk Transparansi

Anggaran Jawa Timur, Dahlan, mengatakan dana hibah dan bantuan sosial (Bansos)

dalam APBD di sejumlah daerah rawan korupsi dan penyimpangan. “Biasanya,

Page 15: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

2

penggunaan dana hibah dan Bansos tidak jelas untuk siapa, bahkan

pertanggungjawabannya juga tidak jelas,” kata Dahlan dalam diskusi bertema

“Jurnalis Dukung Transparansi Anggaran” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen

(AJI) Kabupaten Jember (2012). Dahlan juga menyatakan bahwa “Belanja hibah dan

Bansos dalam perencanaannya kurang transparan, sehingga penggunaan kedua

belanja itu sering menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena potensi

korupsinya juga besar,” katanya menjelaskan. Hasil penelitian yang dilakukan Fitra di

20 kabupaten/kota di Indonesia dalam studi anggaran mencatat bahwa hampir seluruh

daerah kurang transparan dalam mengelola dana anggaran setiap daerahnya.

(www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/13/11/09/mvzumu-

jelang-pemilu-dana-Bansos-jember-meningkat)

Dari pernyataan-pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa banyak faktor

yang sifatnya subyektif yang mempengaruhi penyusunan anggaran APBD. Proses

penyusunan anggaran adalah sebuah proses yang sarat dengan kepentingan politik,

sehingga tanpa sistem transparansi dan akuntabilitas yang kuat, sangat mungkin

terjadi penyalahgunaan APBD. Secara teori, apabila dana Bansos memang digunakan

untuk menanggulangi kemiskinan seperti tujuan awalnya, salah satu faktor utama

yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan anggaran dana Bansos adalah angka

kemiskinan suatu daerah. Apabila tingkat kemiskinan daerah tidak diperhatikan oleh

pemerintah daerah tersebut, kemungkinan besar penyaluran dana Bansos tidak akan

tepat sasaran.

Fenomena tersebut memunculkan isu mengenai kualitas management

accounting di sektor publik. Isu mengenai penggunaan dana Bansos tersebut telah

menarik perhatian komunitas akuntansi di Indonesia. Pada Juni 2014, Majalah

Akuntansi Indonesia menerbitkan sebuah edisi dengan headline “Menguak Dana

Bansos” dimana dalam edisi tersebut dibahas permasalahan tingginya penyelewengan

dana Bansos karena tidak adanya sistem transparansi yang jelas. Dana Bansos

dianggap sering tidak tepat sasaran karena penyaluran dana Bansos sering didasari

kepentingan politik pemegang kekuasaan. Anggaran Pendapatan dan Belanja

Page 16: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

3

Daerah (APBD) selayaknya dikelola secara tepat sasaran, secara tertib, taat

peraturan perundang-undangan, efisien dan efektif, ekonomis, transparan dan

bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan.

Secara teoritis, seharusnya daerah yang angka kemiskinannya tinggi juga akan

memiliki alokasi anggaran dana bantuan sosial yang tinggi yang kemudian bisa

berdampak pada menurunnya angka kemiskinan setelah periode penganggaran

tersebut. Pemerintah harus bisa menangani permasalahan kurang baiknya pelaksanaan

management accounting di sektor publik yang ditunjukkan dengan tingginya

penyalahgunaan dana Bansos. Proses management accounting yang dilaksanakan

dengan baik di sektor pemerintahan akan memungkinkan tercapainya alokasi sumber

daya organisasi pemerintahan yang efektif dan efisien.

Untuk menjawab keraguan tersebut perlu dilakukan penelitian dengan fokus :

Apakah ada kaitan antara anggaran dana Bansos dengan angka kemiskinan?

Penelitian ini adalah penelitian bersama. Dimana peneliti yang lain dalam satu

kelompok yang sama telah meneliti kaitan antara kemiskinan dengan anggaran dana

Bansos Prov.Jawa Tengah, kaitan antara kemiskinan dengan anggaran dana Bansos

Kab.Semarang dan kaitan antara kemiskinan dengan anggaran dana Bansos Kota

Salatiga. Untuk itu penelitian ini mencoba menelususri kaitan antara kemiskinan dan

anggaran Bansos provinsi sebab di level provinsipun pemerintah memiliki anggaran

Dana Bansos provinsi dalam APBD. Dari penelitian ini diharapkan dapat mengetahui

bagaimana dana Bansos akan dialirkan dalam level provinsi yang berdasarkan jumlah

penduduk miskin suatu provinsi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi positif untuk pemerintah khususnya dalam penyusunan anggaran APBD

yang lebih ramah kepada masyarakat umum. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya di bidang akuntansi sektor

publik, khususnya penelitian mengenai dana bantuan sosial. Penelitian ini dapat

menjadi bahan evaluasi dalam melakukan penegakan aturan mengenai dana bantuan

sosial serta pengawasan yang lebih ketat terhadap aliran dana bantuan sosial agar bisa

sampai ke masyarakat tepat sasaran.

Page 17: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

4

Paper ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. Bagian ke dua

menguraikan perspektif teoretis sebagai landasan teoretis untuk melakukan analisis.

Bagian ke tiga menguraikan metode penelitian yang dilakukan. Pembahasan dan

analisis terhadap data lapangan disajikan di bagian ke empat. Bagian terakhir

menyajikan kesimpulan penelitian, keterbatasan, dan saran penelitian selanjutnya.

Tinjauan Pustaka

Anggaran Sektor Publik

Adanya anggaran sektor publik sangatlah penting untuk memberikan fasilitasn

kepada masyarakat. Karena melalui anggaran sektor publik, pemerintah dapat

memiliki rencana kerja untuk kepentingan masyarakat. Menurut Agung Mutjaba

(2011) Anggaran sektor publik adalah suatu rencana kerja yang dibuat dan digunakan

oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang

dinyatakan dalam bentuk ukuran financial, yang memuat informasi mengenai

pendapatan, belanja, aktivitas, dan pembiayaan, dalam satuan moneter. Sumber yang

kami ambil juga menjelaskan alasan pentingnya dibuat anggaran sektor publik adalah

sebagai berikut :

1. Bentuk tanggungjawab pemerintah kepada rakyatnya

2. Kebutuhan ataupun keperluan masyarakat yang tidak terbatas dan terus

berkembang dengan sumber daya yang terbatas sehingga anggaran sangat

dibutuhkan

3. Alat untuk mengarahkan pembangunan

4. Untuk menaikkan tingkat kualitas hidup masyarakat serta sebagai

pengaman sosial ekonomi.

Karakteristik Anggaran Sektor Publik:

1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.

2. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa

tahun.

3. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajeman untuk mencapai

sasaran yang ditetapkan.

Page 18: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

5

4. Usulan angggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih

tinggi dari penyusunan anggaran.

5. Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.

Belanja Daerah

Menurut Abdul Halim (2002:73) mengemukakan bahwa belanja daerah

merupakan penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam

bentuk arus kas keluar atau depresi asset, atau terjadinya utang yang mengakibatkan

berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada peserta

ekuitas dana.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah terdiri dari tiga komponen

utama, yaitu unsur penerimaan, belanja rutin dan belanja pembangunan. Ketiga

komponen itu meskipun disusun hampir secara bersamaan, akan tetapi proses

penyusunannya berada di lembaga yang berbeda. Proses penyusunan APBD secara

keseluruhan berada di tangan Sekretaris Daerah yang bertanggung jawab

mengkoordinasikan seluruh kegiatan penyusunan APBD. Sedangkan proses

penyusunan belanja rutin disusun oleh Bagian Keuangan Pemda, proses penyususnan

penerimaan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan proses penyusunan belanja

pembangunan disusun oleh Bappeda (Bagian Penyusunan program dan bagian

keuangan) (Haryadi,Dedi.2001).

Menurut Permendagri No.59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri

No.13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah diungkapkan

pengertian belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagaian

pengurang nilai kekayaan bersih. Dari pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada suato

periode anggaran yang berupa arus kas aktiva keluar, deplesi aktiva atau timbulnya

utang yang bukan disebabkan oleh pembagian kepada milik ekuitas dana (rakyat).

Page 19: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

6

Bantuan Sosial

Menurut Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ,Bantuan

sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari Pemerintah Daerah kepada

individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus

menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya

resiko sosial. Bantuan sosial dapat diberikan dalam bentuk uang atau barang kepada

anggota/kelompok masyarakat. Pemberian bantuan sosial disesuaikan dengan

kemampuan keuangan daerah dan dilakukan secara selektif serta setelah

memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib yang ditetapkan dalam Peraturan

Perundang-Undangan. Pemberian bantuan sosial ditujukan untuk menunjang

pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan

asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.

Dinas Pendapatam Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah juga menlejaskan

bahwa bantuan sosial kepada anggota/kelompok masyarakat sebagaimana dimaksud

meliputi :

1. Individu, keluarga dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang

tidak stabil sebagai akibat dari krisis sosial, ekonomi, politik, bencana atau

fenomena alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum.

2. Lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang

lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/masyarakat

dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

Bantuan sosial bersifat bantuan yang tidak mengikat dan tidak wajib serta

harus digunakan sesuai dengan proposal yang telah disetujui. Bantuan sosial bersifat

sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat

berkelanjutan. Bantuan sosial sebagaimana dimaksud diartikan bahwa pemberian

bantuan sosial tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran. Bantuan

sosial dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud diartikan

bahwa belanja bantuan sosial dapat diberikan untuk mempertahankan taraf

Page 20: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

7

kesejahteraan sosial dan/atau mengembangkan kemandirian serta untuk menjaga

kinerja sosial yang telah tercapai agar tidak menurun kembali.

Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah global. Hampir di seluruh penjuru daerah di

dunia ini kemiskinan adalah hal yang paling sering dibahas karena terkait dengan

kesejahteraan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Kemiskinan bukan hal yang

baru saja ditemui namun sudah sejak lama menjadi permasalahan di Indonesia.

Apalagi dengan seiring berkembangnya jaman, era globalisasi, kemajuan teknologi

yang tidak bisa menjamin kesejahteraan masyarakat. Meskipun sebenarnya

pemerintah sudah melakukan upaya-upaya menanggulangi risiko sosial namun

kemiskinan memang tidak bisa dihilangkan. Menurut informasi yang bersumber dari

Bank Dunia (1990) dan Chambers (1987) (dalam Mikkelsen, 2003:193) kemiskinan

merupakan suatu kemelaratan dan ketidakmampuan masyarakat yang diukur dalam

suatu standar hidup tertentu yang mengacu kepada konsep miskin relatif yang

melakukan analisis perbandingan di negara-negara kaya maupun miskin.

Pengertian Kemiskian sangat beragam. Dalam pengertian kemiskinan disini

diambil yang paling dekat kaitannya dengan dana Bansos. Kemiskinan pada

penelitian ini diperoleh dari sumber Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan

konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) yang

dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan

pangan dan non pangan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini,

dapat dihitung Head Count Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total

penduduk. Berikut adalah indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan:

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bamboo/kayu

murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa plester.

Page 21: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

8

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga

lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindungi/sungai/air

hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak

tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari.

11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas lahan

0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan

pendapatan dibawah Rp 600.000,- per bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat

SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp

500.000,-, seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor

atau barang modal lainnya.

Dari penjelasan mengenai kemiskinan dapat dikatakan bahwa kemiskinan

merupakan bentuk risiko sosial. Dimana masyarakat miskin merasa kekurangan

dalam memenuhi kebutuhan hidup, susah mendapat sandang, pangan dan papan

sehingga disana masyarakat miskin merasakan kehidupan yang tidak layak. Hal ini

dikatakan sebuah risiko sosial karena kemiskinan dapat mempengaruhi kesejahteraan

masyarakat.

Page 22: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

9

Kerangka Pemikiran

Menurut Bultek SAP Nomor 10 mengenai Akuntansi Belanja Bantuan Sosial,

risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat mempengaruhi kesejahteraan

rumah tangga (masyarakat) yang disebabkan oleh pembebanan tambahan permintaan

atas sumber daya. Dana bantuan sosial merupakan salah satu alat pengaman risiko

sosial ekonomi suatu daerah. Pemerintah yang bertanggung jawab atas pengelolaan

dana untuk masyarakat harus bisa memanfaatkan dana tersebut dengan baik agar

sesuai tujuan. Dana bantuan sosial sebagai instrumen pengaman risiko sosial ekonomi

masyarakat harus bisa disalurkan sesuai tingkat sosial suatu daerah. Bantuan sosial

dapat diberikan dalam bentuk uang atau barang kepada anggota/kelompok

masyarakat. Besar kecilnya dana bantuan sosial sangat tergantung kepada diskresi

masing-masing kepala daerah dalam proses penyusunan APBD-nya. Salah satu tujuan

penggunaan dana bantuan sosial yang sebagaimana telah diatur oleh Permendagri

Nomor 59 Tahun 2007, Bantuan Sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian

bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bultek SAP Nomor 10 tentang Akuntansi

Belanja Bantuan Sosial juga menyebutkan bahwa dana Bansos digunakan untuk

penanggulangan kemiskinan dimana dana Bansos didefinisikan sebagai kebijakan,

program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau

masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan

tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. Semakin rendah

tingkat sosial ekonomi atau semakin tinggi tingkat kemiskinan suatu daerah maka

layak mendapatkan dana bantuan sosial yang tinggi untuk daerah tersebut. Tentu

diharapkan dari dana bantuan sosial tersebut masyarakat yang kurang mampu bisa

meningkatkan kesejahteraannya untuk kelangsungan hidup yang lebih baik. Sehingga

ada kaitan antara anggaran dana bantuan sosial suatu daerah dengan kondisi

kemiskinan daerah tersebut.

Dari pemikiran tersebut dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut:

Page 23: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

10

Ha: Tingkat kemiskinan suatu daerah berhubungan dengan besarnya anggaran dana

Bansos daerah tersebut.

Metode Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 33 provinsi di Indonesia. Data yang

digunakan dalam penelitian ini, baik data tingkat kemiskinan daerah dan data

anggaran APBD daerah, adalah data sekunder atau data yang sudah tersedia dan dapat

diakses.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data anggaran Bansos setiap provinsi dari tahun 2008-2011 yang

bersumber dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementrian

Republik Indonesia

2. Data total anggaran belanja setiap provinsi dari tahun 2008-2011 yang

bersumber dari Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Kementrian

Republik Indonesia

3. Data jumlah penduduk miskin setiap provinsi dari tahun 2007-2012 yang

didapat dari Badan Pusat Statistik

4. Data presentase angka kemiskinan setiap provinsi dari tahun 2007-2010

yang didapat dari Badan Pusat Statistik

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk menganalisa data dengan

cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau

generalisasi. Dengan kata statistika deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala,

atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada statistika deskriptif (jika ada) hanya

ditujukan pada kumpulan data yang ada (Sugiyono,2004).

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode analisis korelasi untuk

mengetahui hubungan atau keeratan dua variabel dan untuk mengetahui arah

hubungan kedua variabel tersebut. Variabel yang akan dihubungkan disini adalah data

Page 24: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

11

tingkat kemiskinan dan data anggaran dana bantuan sosial daerah. Data diolah dengan

program aplikasi SPSS versi 17. Tingkat keyakinan ditetapkan sebesar 95%.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah :

1. Menghitung jumlah anggaran dana bantuan sosial di setiap daerah di

Indonesia dan akan dikelompokan berdasarkan provinsinya.

2. Membuat ranking provinsi yang memiliki penduduk miskin tertinggi

menggunakan angka persentase penduduk miskin daerah tersebut.

3. Membuat ranking provinsi yang memiliki anggaran dana Bansos tertinggi

ke terendah menggunakan persentase, yaitu anggaran dana Bansos dibagi

total belanja daerah tersebut.

4. Membandingkan provinsi dengan jumlah penduduk miskin tinggi/rendah

dengan persentase anggaran belanja bantuan sosial yang tinggi/rendah pada

provinsi di Indonesia.

5. Membuat presentase anggaran Bansos dengan membagi antara anggaran

Bansos dengan total belanja provinsi tersebut.

6. Menggunakan persentase angka kemiskinan penduduk miskin untuk uji

korelasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi indeks bias angka

kemiskinan provinsi tersebut.

7. Mengidentifikasi adanya hubungan persentase anggaran belanja bantuan

sosial dengan persentase kemiskinan melalui uji korelasi. Uji korelasi yang

dilakukan menggunakan data anggaran belanja bantuan sosial tahun 2008-

2011 dan persentase kemiskian tahun 2007-2010 .Data diolah dengan

program aplikasi SPSS versi 17.

Page 25: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

12

Hasil dan pembahasan

Analisis Deskriptif

Pada penelitian ini digunakan data persentase penduduk dan persentase

anggaran dana Bansos yang nanti akan dibandingkan. Pada tabel berikut, data

penduduk miskin dan data anggaran Bansos dari 33 provinsi di Indonesia.akan

diurutkan dari yang tertinggi ke yang terendah. Data anggaran Bansos tahun t akan

dikaitkan dengan data angka kemiskinan tahun t-1 karena secara teori, besar kecilnya

anggaran Bansos tahun t dibuat atas dasar angka kemiskinan daerah tersebut tahun t-

1. Disini terlihat beberapa daerah yang memiliki perbandingan yang cukup ekstrim

antara angka kemiskinan dan anggaran dana Bansosnya melalui anak panah atau

daerah yang diberi warna berbeda. Ekstrim dalam artian bahwa daerah tersebut

memiliki angka kemiskinan rendah namun memiliki persentase anggaran Bansos

tinggi atau sebaliknya. Berikut adalah tabel perbandingan angka kemiskinan dan

anggaran dana Bansos:

Page 26: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

13

Tabel 1.1 Persentase penduduk miskin tahun 2007 dan Persentase anggaran

Bansos tahun 2008

1 Papua 40,78 Riau 5,70

2 Papua Barat 39,31 DI Yogyakarta 5,53

3 Maluku 31,14 Papua 5,50

4 Nusa Tenggara Timur 27,51 Nusa Tenggara Barat 4,17

5 Gorontalo 27,35 Nanggroe Aceh Darussalam 4,01

6 Aceh 26,65 Riau Kepulauan 3,78

7 Nusa Tenggara Barat 24,99 Jawa Barat 3,53

8 Sulawesi Tengah 22,42 Jawa Tengah 3,52

9 Lampung 22,19 Maluku Utara 3,46

10 Bengkulu 22,13 Sulawesi Utara 3,37

11 Sulawesi Tenggara 21,33 Banten 3,23

12 Jawa Tengah 20,43 Kalimantan Timur 3,21

13 Jawa Timur 19,98 Sulawesi Barat 3,21

14 Sumatera Selatan 19,15 Papua Barat 3,20

15 Sulawesi Barat 19,03 Lampung 3,17

16 DI Yogyakarta 18,99 Jawa Timur 3,03

17 Sulawesi Selatan 14,11 Bali 2,86

18 Sumatera Utara 13,90 Sumatera Barat 2,68

19 Jawa Barat 13,55 Kalimantan Selatan 2,35

20 Kalimantan Barat 12,91 Kalimantan Tengah 2,25

21 Maluku Utara 11,97 Maluku 2,23

22 Sumatera Barat 11,90 DKI Jakarta 2,11

23 Sulawesi Utara 11,42 Kalimantan Barat 2,09

24 Riau 11,20 Sumatera Selatan 1,95

25 Kalimantan Timur 11,04 Sumatera Utara 1,88

26 Kepulauan Riau 10,30 Bangka Belitung 1,85

27 Jambi 10,27 Nusa Tenggara Timur 1,76

28 Kepulauan Bangka Belitung 9,54 Sulawesi Tengah 1,71

29 Kalimantan Tengah 9,38 Sulawesi Selatan 1,70

30 Banten 9,07 Bengkulu 1,61

31 Kalimantan Selatan 7,01 Sulawesi Tenggara 1,54

32 Bali 6,63 Jambi 1,44

33 DKI Jakarta 4,61 Gorontalo 1,14

Penduduk Miskin (%) Anggaran Bansos (%)

Page 27: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

14

Tabel 1.2 Persentase penduduk miskin tahun 2008 dan persentase anggaran

Bansos tahun 2009

Papua 37,08 Papua 5,52

Papua Barat 35,12 Bali 5,47

Maluku 29,66 Nanggroe Aceh Darussalam 4,90

Nusa Tenggara Timur 25,65 Riau 4,77

Gorontalo 24,88 DI Yogyakarta 4,69

Nusa Tenggara Barat 23,81 Nusa Tenggara Barat 3,83

Aceh 23,53 Jawa Tengah 3,81

Lampung 20,98 Riau Kepulauan 3,44

Sulawesi Tengah 20,75 Papua Barat 3,24

Bengkulu 20,64 Maluku Utara 3,07

Sulawesi Tenggara 19,53 Kalimantan Timur 2,94

Jawa Tengah 19,23 Sumatera Barat 2,78

Jawa Timur 18,51 Kalimantan Selatan 2,74

DI Yogyakarta 18,32 Jawa Barat 2,70

Sumatera Selatan 17,73 Jawa Timur 2,60

Sulawesi Barat 16,73 Kalimantan Tengah 2,48

Sulawesi Selatan 13,34 Lampung 2,31

Jawa Barat 13,01 Sulawesi Barat 2,29

Sumatera Utara 12,55 Sulawesi Selatan 2,18

Maluku Utara 11,28 Sulawesi Utara 2,15

Kalimantan Barat 11,07 Bangka Belitung 2,13

Sumatera Barat 10,67 Maluku 2,10

Riau 10,63 Bengkulu 2,00

Sulawesi Utara 10,10 Sumatera Selatan 1,93

Kalimantan Timur 9,51 Sumatera Utara 1,90

Jambi 9,32 Nusa Tenggara Timur 1,85

Kepulauan Riau 9,18 Banten 1,80

Kalimantan Tengah 8,71 Gorontalo 1,67

Kepulauan Bangka Belitung 8,58 Jambi 1,57

Banten 8,15 Kalimantan Barat 1,30

Kalimantan Selatan 6,48 Sulawesi Tengah 0,91

Bali 6,17 Sulawesi Tenggara 0,53

DKI Jakarta 4,29 DKI Jakarta 0,29

Penduduk Miskin (%) Anggaran Bansos (%)

Page 28: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

15

Tabel 1.3 Persentase penduduk miskin tahun 2009 dan persentase anggaran

Bansos tahun 2010

Papua 37,53 Bali 5,04

Papua Barat 35,71 Papua 5,03

Maluku 28,23 Nanggroe Aceh Darussalam 4,76

Gorontalo 25,01 PapuaBarat 4,42

Nusa Tenggara Timur 23,31 Riau 4,27

Nusa Tenggara Barat 22,78 DI Yogyakarta 3,90

Aceh 21,80 Nusa Tenggara Barat 3,67

Lampung 20,22 Jawa Barat 3,48

Sulawesi Tengah 18,98 Riau Kepulauan 3,41

Sulawesi Tenggara 18,93 Jawa Tengah 3,04

Bengkulu 18,59 Maluku Utara 2,68

Jawa Tengah 17,72 Jawa Timur 2,61

DI Yogyakarta 17,23 Kalimantan Tengah 2,52

Jawa Timur 16,68 Sulawesi Barat 2,42

Sumatera Selatan 16,28 Sumatera Barat 2,28

Sulawesi Barat 15,29 Kalimantan Timur 2,19

Sulawesi Selatan 12,31 Kalimantan Selatan 2,17

Jawa Barat 11,96 Sulawesi Utara 1,92

Sumatera Utara 11,51 Lampung 1,87

Maluku Utara 10,36 Nusa Tenggara Timur 1,84

Sulawesi Utara 9,79 Maluku 1,78

Sumatera Barat 9,54 Bangka Belitung 1,77

Riau 9,48 Gorontalo 1,61

Kalimantan Barat 9,30 Sumatera Selatan 1,57

Jambi 8,77 Banten 1,51

Kepulauan Riau 8,27 Kalimantan Barat 1,50

Kalimantan Timur 7,73 Sumatera Utara 1,44

Banten 7,64 Sulawesi Selatan 1,42

Kepulauan Bangka Belitung 7,46 Bengkulu 1,32

Kalimantan Tengah 7,02 Jambi 1,20

Bali 5,13 Sulawesi Tengah 0,76

Kalimantan Selatan 5,12 Sulawesi Tenggara 0,63

DKI Jakarta 3,62 DKI Jakarta 0,16

Penduduk Miskin (%) Anggaran Bansos (%)

Page 29: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

16

Tabel 1.4 Persentase penduduk miskin tahun 2010 dan persentase anggaran

Bansos tahun 2011

Papua 36,80 Kepulauan Riau 4,66

Papua Barat 34,88 Nanggroe Aceh Darussalam 4,58

Maluku 27,74 Bali 4,28

Gorontalo 23,19 Papua 4,20

Nusa Tenggara Timur 23,03 DI Yogyakarta 3,91

Nusa Tenggara Barat 21,55 Nusa Tenggara Barat 3,71

Aceh 20,98 PapuaBarat 3,07

Lampung 18,94 Riau 3,04

Bengkulu 18,30 Jawa Barat 2,99

Sulawesi Tengah 18,07 Jawa Tengah 2,86

Sulawesi Tenggara 17,05 Kalimantan Tengah 2,60

DI Yogyakarta 16,83 Kalimantan Timur 2,40

Jawa Tengah 16,56 Sulawesi Utara 2,31

Sumatera Selatan 15,47 Sumatera Barat 2,25

Jawa Timur 15,26 Kalimantan Selatan 2,22

Sulawesi Barat 13,58 Banten 2,08

Sulawesi Selatan 11,60 Jawa Timur 2,01

Sumatera Utara 11,31 Nusa Tenggara Timur 1,88

Jawa Barat 11,27 Jambi 1,87

Sumatera Barat 9,50 Sulawesi Barat 1,83

Maluku Utara 9,42 Lampung 1,69

Sulawesi Utara 9,10 Maluku 1,67

Kalimantan Barat 9,02 Maluku Utara 1,53

Riau 8,65 Sumatera Selatan 1,43

Jambi 8,34 Bengkulu 1,25

Kepulauan Riau 8,05 Sumatera Utara 1,21

Kalimantan Timur 7,66 Sulawesi Selatan 1,21

Banten 7,16 Gorontalo 1,13

Kalimantan Tengah 6,77 Kalimantan Barat 1,00

Kepulauan Bangka Belitung 6,51 Bangka Belitung 0,94

Kalimantan Selatan 5,21 Sulawesi Tengah 0,75

Bali 4,88 Sulawesi Tenggara 0,70

DKI Jakarta 3,48 DKI Jakarta 0,21

Penduduk Miskin (%) Anggaran Bansos (%)

Page 30: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

17

Dari data tabel 1.1 mengenai persentase penduduk miskin tahun 2007 dengan

persentase anggaran Bansos tahun 2008, dapat dilihat bahwa tidak ada pola yang

teratur dalam tabel tersebut. dapat dilihat Provinsi Papua Barat yang memiliki angka

kemiskinan 39,31% atau berada di peringkat 2 memiliki anggaran Bansos 3,20% dari

total anggaran belanja daerah tersebut. Kemudian Gorontalo yang memiliki angka

kemiskinan 27,35% memiliki anggaran Bansos 1,14%. Provinsi Bengkulu yang

memiliki angka kemiskinan 22,13% dari jumlah penduduknya, memiliki anggaran

Bansos 1,61%. Apabila kita cermati, Provinsi DI Yogyakarta yang angka

kemiskinannya berada dibawah Papua Barat, Gorontalo dan Bengkulu justru

memiliki anggaran Bansos jauh diatas yaitu 5,53%. Begitu pula dengan Riau yang

memiliki anggaran Bansos tertinggi yaitu 5,70% hanya memiliki angka kemiskinan

sebesar 11,2%.

Fenomena adanya kejanggalan dalam besar kecilnya anggaran Bansos juga

terjadi setiap tahunnya. Dari tahun ke tahun selalu ditemukan provinsi yang memiliki

angka kamiskinan rendah memiliki anggaran dana Bansos yang lebih tinggi

dibanding provinsi yang angka kemiskinannya tinggi. Ataupun sebaliknya, provinsi

yang memiliki angka kamiskinan tinggi justru memiliki anggaran dana Bansos yang

lebih rendah dibanding provinsi yang angka kemiskinannya rendah. Pada tabel 1.2

dapat dicermati pula mengenai angka kemiskinan tahun 2008 dengan anggaran dana

Bansos tahun 2009. Provinsi Maluku memiliki angka kemiskinan 29,66%

mempunyai besaran anggaran dana Bansos 2,10%. Provinsi Nusa Tenggara Timur

yang angka kemiskinannya 25,65% memiliki anggaran dana Bansos 1,85%. Provinsi

Riau yang angka kemiskinannya jauh berada dibawah Maluku dan NTT yaitu 10,63%

memiliki anggaran Bansos 4,77% dari total anggaran Belanja daerah mereka. Begitu

juga dengan Kalimantan Selatan memiliki angka kemiskinan 6,48% dan Provinsi Bali

dibawahnya yaitu 6,17% memiliki anggaran Bansos yang cukup besar juga. Untuk

Kalimantan Selatan memiliki angka 2,74% dan Bali 5,47%. Pola yang tidak teratur

kembali ditunjukan pada tabel ini.

Page 31: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

18

Pada tabel 1.3 juga terdapat temuan yang tidak jauh berbeda dari analisis tabel

sebelumnya. Pada Tabel ini tidak jauh berbeda dari pola tabel sebelumnya. Provinsi

NTT misalnya yang memiliki angka kemiskinan 23,31% lalu Sulawesi Tenggara

sebesar 18,93% dan Bengkulu 18,59%. Provinsi tersebut memiliki anggaran dana

Bansos yang bisa dibilang tidak terlalu besar. Untuk NTT memiliki anggaran dana

Bansos 1,84% dari total Belanja mereka. lalu Bengkulu 1,32% dan Sulawesi

Tenggara 0,63%. Angka yang cukup ekstrim terjadi pada provinsi Bali misalnya yang

memiliki persentase anggaran dana Bansos tertinggi yaitu 5,04% hanya memiliki

angka kemiskinan 5,13%. Begitu pula dengan Riau yang angka kemiskinannya

9,48% memiliki persentase anggaran dana Bansos 4,27%.

Pada tabel 1.4 apabila kita perhatikan masih banyak temuan yang sama

dengan analisis tabel sebelumnya. Hal tersebut selalu terjadi dari tahun ke tahun

bahwa naik turunnya besaran angka anggaran dana Bansos selalu tidak dapat

diprediksi. Provinsi Kepulauan Riau memiliki angka anggaran Bansos tertinggi yaitu

4,66% dengan angka kemiskinan 8,05%. Provinsi Bali juga memiliki angka anggaran

Bansos yang tinggi pula sebesar 4,28% dengan angka kemiskinan 4,88%. Namun

provinsi yang memiliki angka kemiskinan tinggi seperti Maluku contohnya hanya

memiliki anggaran Bansos 1,67% saja. Atau dengan Provinsi Bengkulu yang angka

kemiskinannya 18,30% memiliki anggaran Bansos hanya 1,25% dan Sulawesi

Tenggara dengan angka kemiskinan 17,05% hanya memiliki anggaran Bansos 0,7%.

Bukankah perbandingan tersebut bisa dibilang cukup ekstrim apabila kita cermati.

Hal tersebut juga terjadi di banyak provinsi apabila dilihat lebih detail dan terperinci.

Uji normalitas

Langkah berikutnya yang dilakukan adalah melakukan uji normalitas

Kolmogorov Smirnov dan Shappiro Wilk. Dalam uji normalitas ini digunakan

presentase penduduk miskin di setiap daerahnya untuk mengurangi bias angka

kemiskinan, yaitu dengan membagi antara jumlah penduduk miskin dengan jumlah

Page 32: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

19

seluruh penduduk provinsi tersebut lalu dikalikan 100. Dan untuk anggaran dana

Bansos akan dibagi dengan jumlah anggaran belanja provinsi tersebut dan dikalikan

100.

Apabila dalam uji normalitas diperoleh signifikansi dari salah satu variabel

kurang dari 0,05 (alpha), maka variabel tersebut dinyatakan berdistribusi tidak

normal. Berikut adalah hasil yang diperoleh dari uji normalitas menggunakan SPSS :

Tabel 2

Uji Normalitas

Variabel Yang Diuji Signifikansi Distribusi

1. Kemiskinan 2007 0.022 Tidak Normal

2. Kemiskinan 2008 0.031 Tidak Normal

3. Kemiskinan 2009 0.014 Tidak Normal

4. Kemiskinan 2010 0.008 Tidak Normal

5. Bansos 2008 0.015 Tidak Normal

6. Bansos 2009 0.098 Normal

7. Bansos 2010 0.071 Normal

8. Bansos 2011 0.119 Normal

Sumber: Lampiran 5

Dari hasil uji normalitas pada tabel 2, ditemukan hasil bahwa semua data

kemiskinan mulai tahun 2007-2010 memiliki nilai signifikansi kurang dari alpha atau

berdistribusi tidak normal. Sedangkan untuk dana Bansos hanya data tahun 2008

yang berdistribusi tidak normal sisanya normal.

Page 33: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

20

Uji Korelasi

Dalam melakukan uji korelasi, penulis menggunakan uji non parametrik

dengan uji korelasis Spearman karena data yang dikaitkan salah satunya berdistribusi

tidak normal atau dua-duanya berdistribusi tidak normal.

Apabila dari hasil uji non parametrik dengan uji korelasi spearman diperoleh

hasil Pvalue lebih besar dari 0.05(alpha) maka akan diperoleh hasil H0 tidak dapat

ditolak. Dari hasil tersebut artinya tingkat kemiskinan suatu daerah tidak

berhubungan dengan besarnya anggaran dana Bansos daerah tersebut. Atau

sebaliknya, apabila hasil Pvalue lebih kecil dari 0.05(alpha) maka akan diperoleh

hasil Ha diterima. Dari hasil tersebut artinya tingkat kemiskinan suatu daerah

berhubungan dengan besarnya anggaran dana Bansos daerah tersebut Berikut adalah

hasil dari uji korelasi menggunakan SPSS :

Tabel 3

Uji Korelasi

Variabel yang dikaitkan Korelasi/Tidak Berkorelasi Pvalue

Kemiskinan 2007 dan Bansos 2008 Tidak Berkorelasi 0.929

Kemiskinan 2008 dan Bansos 2009 Tidak Berkorelasi 0.675

Kemiskinan 2009 dan Bansos 2010 Tidak Berkorelasi 0.437

Kemiskinan 2010 dan Bansos 2011 Tidak Berkorelasi 0.848

Sumber: Lampiran 6

Dari hasil uji non parametrik dengan uji korelasi spearman, diperoleh hasil

pada tabel 3 bahwa dari seluruh variabel yang dikaitkan ternyata semua tidak

berkorelasi atau tidak ada hubungan. Nilai dari Pvalue semua variabel berada diatas

alpha sehingga hipotesis penulis ditolak artinya antara tingkat kemiskinan suatu

daerah tidak berhubungan dengan besarnya anggaran dana Bansos daerah tersebut.

Page 34: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

21

Pembahasan

Penelitian ini menemukan bahwa daerah yang memiliki angka kemiskinan

tinggi belum tentu memiliki anggaran dana Bansos yang lebih besar dibanding daerah

yang angka kemiskinannya rendah. Karena dari hasil analisis deskriptif, ditemukan

bahwa daerah yang angka kemiskinannya rendah justru memiliki persentase anggaran

dana Bansos yang lebih besar dari daerah yang angka kemiskinannya tinggi, dan hal

tersebut selalu terjadi setiap tahunnya. Secara teoritis, seharusnya semakin tinggi

angka kemiskinan suatu daerah maka persentase anggaran Bansos yang dibuat juga

semakin tinggi guna mencapai tujuan menanggulangi risiko sosial. Apabila angka

kemiskinan bukan faktor yang menentukan besar kecilnya anggaran dana Bansos,

tentu ada faktor lain yang mempengaruhi besaran anggaran dana Bansos suatu

daerah.

Secara teoritis penyusunan anggaran dana Bansos tahun t dibuat berdasarkan

angka kemiskinan tahun t-1 yang diharapkan dapat memberi dampak positif ditahun

mendatang mengingat fungsi dana Bansos untuk mengurangi kemiskinan. Namun

dari penelitian yang dilakukan justru diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan antara

besar kecilnya anggaran dana Bansos dengan besar kecilnya angka kemiskinan suatu

daerah. Berarti, dalam proses penyusunan anggaran dana Bansos, pemerintah tidak

menjadikan angka kemiskinan sebagai dasar pengambilan keputusan alokasi dana

Bansos. Apabila dana Bansos disusun tanpa memperhatikan tingkat kemiskinan,

besar kemungkinan penyaluran dana Bansos tidak akan tepat sasaran. Bisa terjadi

anggaran dana Bansos justru diselewengkan demi kepentingan pribadi pembuat

kebijakan, mengingat sifat dana Bansos yang penggunaannya tidak terikat dan sistem

transparansi dan akuntabilitasnya masih banyak dipertanyakan.

Penelitian ini menemukan bahwa dana Bansos belum dapat dikelola secara

baik sesuai tujuaannya. Apabila tujuan utamanya untuk menanggulangi kemiskinan,

seharusnya dalam penyusunannya pun juga disesuaikan dengan kondisi kemiskinan

Page 35: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

22

yang terjadi. Ini menjadi bukti dari klaim bahwa dana Bansos sering tidak tepat

sasaran. Penelitian ini menunjukan bahwa angka kemiskinan tidak memiliki

hubungan dengan besar kecilnya anggaran dana Bansos. Harus ada sistem pelaporan

dan pengawasan yang jelas agar dana Bansos ini bisa berfungsi dengan baik sebagai

instrumen penyejahteraan rakyat, dan bukan menjadi alat untuk pemenuhan

kepentingan politik penguasa.

Kemiskinan memang bukan satu-satunya faktor yang menetukan dalam

penentuan anggaran Bansos. Mungkin saja anggaran Bansos tersebut disusun

dengan pertimbangan faktor lain juga yang masih berkaitan dengan fungsi dana

Bansos. Bisa jadi faktor seperti kemampuan keuangan daerah, bencana alam yang

terjadi, ekonomi daerah, situasi politik atau bahkan permasalahan di bidang

pendidikan, keagamaan atau bidang lain yang masih sejalan dengan fungsi dana

Bansos. Namun karena penelitian ini berfokus pada kaitan antara kemiskinan dan

anggaran dana Bansos, penelitian ini menemukan bahwa dua variabel tersebut

tidak saling berkaitan.

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

anggaran dana Bansos suatu daerah dengan angka kemiskinan daerah tersebut.

Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kemiskinan tahun

sebelumnya (t-1) dan anggaran dana Bansos tahun tersebut (t).

Secara lebih rinci, temuan penelitian ini adalah:

1. Anggaran dana Bansos tahun 2008 tidak berhubungan dengan angka

kemiskinan tahun 2007

2. Anggaran dana Bansos tahun 2009 tidak berhubungan dengan angka

kemiskinan tahun 2008

3. Anggaran dana Bansos tahun 2010 tidak berhubungan dengan angka

kemiskinan tahun 2009

Page 36: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

23

4. Anggaran dana Bansos tahun 2011 tidak berhubungan dengan angka

kemiskinan tahun 2010

Keterbatasan Penelitian dan Saran

Dalam penelitian ini tentu saja masih ada beberapa keterbatasan yang tidak

bisa dihindari. Penelitian ini mengkaitkan antara Anggaran dana Bansos tahun t

dengan angka kemiskinan tahun t-1. Anggaran dana Bansos bisa jadi proses

penyusunannya sudah dilakukan mulai tahun sebelumnya atau tahun t-1. Sehingga

untuk penelitian selanjutnya pertimbangan yang digunakan adalah angka kemiskinan

tahun t-2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengkaitkan hubungan anggaran

dana bansos dengan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan dana bansos

seperti kemampuan keuangan daerah, bencana alam yang terjadi, masalah politik,

pendidikan dan keagamaan. Selain itu pemerintah daerah juga tentu masih

mempertimbangkan belanja wajib daerah sebagai prioritas utama sebelum

menentukan jumlah anggaran dana Bansos. Dengan adanya penambahan variabel,

diharapkan faktor-faktor selain kemiskinan yang mempengaruhi penetapan anggaran

dana Bansos dapat diteliti keterkaitannya. Diharapkan, akan ada lebih banyak lagi

penelitian mengenai topik ini dengan perbaikan variabel dan metode untuk semakin

memperkuat hasil penelitian ini dan memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan

atas bidang ini.

Page 37: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

24

Daftar Pustaka

Aini,Syariefah Arieva.(2013,21 Februari).Belanja daerah, proyeksi dan

klasifikasinya. Diperoleh 20 Maret 2014, dari

http://ainiarie2012.blogspot.com/2013/02/belanja-daerah-proyeksi-

dan.html

Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang Akuntansi

Belanja Bantuan Sosial.

Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah.Pengertian Bantuan Sosial

dan Tata Cara Pengajuannya. Diperoleh 6 Februari 2014, dari

http://www.ppkad.pinrangkab.go.id/ index.php/artikel-Bansos/84-

pengertian-bantuan-sosial-dan-tata-cara-pengajuannya

Djibril,Muhammad.(2013,9 November).Jelang pemilu dana Bansos jember

meningkat. Diperoleh 6 Februari 2014,dari

www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-

nasional/13/11/09/mvzumu-jelang-pemilu-dana-Bansos-jember-

meningkat.html

Ekwarso,H.,Pane,R.H,& Zulkarnaini.2011.Kinerja belanja hibah untuk usaha

ekonomi dan pengentasan kemiskinan di kota pekanbaru,Riau:Penerbit

Jurnal sosial ekonomi pembangunan

Emershon, Yuntho.(2011,14 Oktober).Korupsi Dana Bansos.Diperoleh 24

Februari 2014, dari http://www.antikorupsi.org/en/content/korupsi-dana-

Bansos.html

Page 38: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

25

Natalya,Desca Lidya.(2014,27 Januari).KPK:Hindari Penyalahgunaan

Bansos dan Hibah. Diperoleh 26 Maret 2014, dari

http://www.antaranews.com/berita/416127/kpk-hindari-

penyalahgunaan-Bansos-dan-hibah.html

Peraturan Menteri dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan

Keuangan daerah.

Peraturan Menteri dalam Negeri No.59 tahun 2007 tentang pengelolaan

keuangan daerah.

Ryzmelinda.(2012,9 April).Pengertian Kemiskinan Menurut Beberapa Ahli.

Diperoleh 12 Februari 2014, dari http://ryzmelinda-ryzmelinda.

blogspot.com/2012/04/pengertian-kemiskinan-menurut-beberapa.html

Setiawan,Nasrul.(2012,18 Januari).Teori Analisis Deskriptif. Diperoleh 12

April 2014, dari http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/teori-analisis-

deskriptif.html

Setyaningrum, Dewi Darmastuti.2009. Faktor-faktor yang memperngaruhi

pengungkapan belanja bantuan sosial pada laporan keuangan

pemerintah daerah tahun 2009.Universitas Indonesia.

Page 39: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

1

Lampiran 1 ANGGARAN DANA BANSOS (dalam jutaan)

PROVINSI 2008 2009 2010 2011

1 Aceh 777.728 1.025.162 846.172 916.187

2 Sumatera Utara 350.901 388.743 307.556 314.374

3 Sumatera Barat 279.486 323.234 284.832 295.369

4 Riau 1.085.828 973.311 792.385 651.565

5 Jambi 92.081 121.877 91.386 160.847

6 Sumatera Selatan 270.838 273.105 232.280 246.201

7 Bengkulu 77.417 95.518 68.800 72.707

8 Lampung 270.048 210.098 184.418 210.141

9 DKI Jakarta 433.020 65.065 38.040 58.528

10 Jawa Barat 1.173.041 1.034.739 1.471.304 1.444.210

11 Jawa Tengah 1.157.000 1.285.502 1.066.540 1.187.352

12 DI Yogyakarta 299.474 253.116 216.576 237.636

13 Jawa Timur 1.108.195 1.043.553 1.125.842 1.077.814

14 Kalimantan Barat 176.211 117.773 142.165 110.561

15 Kalimantan Tengah 191.419 237.074 244.674 263.128

16 Kalimantan Selatan 197.461 264.380 232.439 268.160

17 Kalimantan Timur 896.440 851.624 624.850 739.820

18 Sulawesi Utara 179.963 141.625 131.151 180.368

19 Sulawesi Tengah 98.551 57.979 49.477 54.400

20 Sulawesi Selatan 238.502 337.648 218.189 217.673

21 Sulawesi Tenggara 86.406 36.907 43.086 52.598

22 Bali 206.542 439.639 425.089 432.411

23 Nusa Tenggara Barat 248.002 251.707 262.339 320.480

24 Nusa Tenggara Timur 146.895 167.705 175.275 212.239

25 Maluku 107.269 108.135 100.103 108.213

26 Papua 993.069 1.098.537 1.084.437 1.005.546

27 Maluku Utara 132.141 137.332 115.597 75.996

28 Banten 261.188 162.891 152.115 276.646

29 Bangka Belitung 70.396 91.930 77.747 41.344

30 Gorontalo 29.760 47.090 46.164 38.537

31 Riau Kepulauan 194.998 240.188 233.971 395.057

32 PapuaBarat 196.642 277.363 368.314 301.792

33 Sulawesi Barat 77.561 62.069 63.377 59.702

Page 40: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

Lampiran 2 TOTAL ANGGARAN BELANJA APBD (dalam jutaan)

PROVINSI 2008 2009 2010 2011 1 Aceh 19.376.232 20.900.778 17.792.572 19.991.099

2 Sumatera Utara 18.625.028 20.474.565 21.359.873 25.905.865

3 Sumatera Barat 10.428.403 11.646.598 12.469.942 13.113.575

4 Riau 19.054.866 20.410.953 18.558.916 21.455.793

5 Jambi 6.399.583 7.747.628 7.614.925 8.619.337

6 Sumatera Selatan 13.877.600 14.179.713 14.763.158 17.267.367

7 Bengkulu 4.818.098 4.780.456 5.201.069 5.797.418

8 Lampung 8.520.969 9.085.302 9.859.397 12.470.562

9 DKI Jakarta 20.523.322 22.139.467 24.285.347 27.875.807

10 Jawa Barat 33.272.212 38.266.318 42.241.641 48.222.543

11 Jawa Tengah 32.906.969 33.742.497 35.058.684 41.530.293

12 DI Yogyakarta 5.411.998 5.398.979 5.558.505 6.074.303

13 Jawa Timur 36.555.808 40.191.203 43.161.889 53.543.504

14 Kalimantan Barat 8.418.694 9.072.867 9.474.179 11.018.410

15 Kalimantan Tengah 8.516.355 9.545.669 9.723.618 10.103.457

16 Kalimantan Selatan 8.388.243 9.647.177 10.713.662 12.102.158

17 Kalimantan Timur 27.884.588 29.015.494 28.486.229 30.822.369

18 Sulawesi Utara 5.339.678 6.585.305 6.837.187 7.809.555

19 Sulawesi Tengah 5.767.139 6.348.386 6.480.220 7.250.593

20 Sulawesi Selatan 14.052.784 15.509.832 15.332.901 17.956.848

21 Sulawesi Tenggara 5.596.018 6.966.206 6.887.027 7.483.720

22 Bali 7.232.735 8.038.708 8.430.095 10.105.480

23 Nusa Tenggara Barat 5.940.232 6.573.525 7.143.880 8.644.755

24 Nusa Tenggara Timur 8.357.061 9.082.943 9.504.901 11.266.641

25 Maluku 4.804.523 5.159.591 5.612.861 6.497.318

26 Papua 18.067.580 19.918.939 21.564.639 23.918.950

27 Maluku Utara 3.817.576 4.478.281 4.305.446 4.957.594

28 Banten 8.089.760 9.053.824 10.068.617 13.291.924

29 Bangka Belitung 3.811.397 4.307.904 4.391.664 4.403.566

30 Gorontalo 2.603.188 2.818.110 2.862.223 3.400.483

31 Riau Kepulauan 5.155.325 6.973.400 6.865.662 8.475.081

32 PapuaBarat 6.150.079 8.553.656 8.339.178 9.833.753

33 Sulawesi Barat 2.413.214 2.714.021 2.615.062 3.257.449

Page 41: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

Lampiran 3 Presentase Anggaran dana Bansos (%)

PROVINSI 2008 2009 2010 2011

1 Aceh 4,01 4,90 4,76 4,58

2 Sumatera Utara 1,88 1,90 1,44 1,21

3 Sumatera Barat 2,68 2,78 2,28 2,25

4 Riau 5,70 4,77 4,27 3,04

5 Jambi 1,44 1,57 1,20 1,87

6 Sumatera Selatan 1,95 1,93 1,57 1,43

7 Bengkulu 1,61 2,00 1,32 1,25

8 Lampung 3,17 2,31 1,87 1,69

9 DKI Jakarta 2,11 0,29 0,16 0,21

10 Jawa Barat 3,53 2,70 3,48 2,99

11 Jawa Tengah 3,52 3,81 3,04 2,86

12 DI Yogyakarta 5,53 4,69 3,90 3,91

13 Jawa Timur 3,03 2,60 2,61 2,01

14 Kalimantan Barat 2,09 1,30 1,50 1,00

15 Kalimantan Tengah 2,25 2,48 2,52 2,60

16 Kalimantan Selatan 2,35 2,74 2,17 2,22

17 Kalimantan Timur 3,21 2,94 2,19 2,40

18 Sulawesi Utara 3,37 2,15 1,92 2,31

19 Sulawesi Tengah 1,71 0,91 0,76 0,75

20 Sulawesi Selatan 1,70 2,18 1,42 1,21

21 Sulawesi Tenggara 1,54 0,53 0,63 0,70

22 Bali 2,86 5,47 5,04 4,28

23 Nusa Tenggara Barat 4,17 3,83 3,67 3,71

24 Nusa Tenggara Timur 1,76 1,85 1,84 1,88

25 Maluku 2,23 2,10 1,78 1,67

26 Papua 5,50 5,52 5,03 4,20

27 Maluku Utara 3,46 3,07 2,68 1,53

28 Banten 3,23 1,80 1,51 2,08

29 Bangka Belitung 1,85 2,13 1,77 0,94

30 Gorontalo 1,14 1,67 1,61 1,13

31 Riau Kepulauan 3,78 3,44 3,41 4,66

32 PapuaBarat 3,20 3,24 4,42 3,07

33 Sulawesi Barat 3,21 2,29 2,42 1,83

Page 42: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

Lampiran 4 Data Kemiskinan di Indonesia

Page 43: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

Lampiran 5 UJI NORMALITAS

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kemiskinan_2007 .168 33 .019 .923 33 .022

Bansos_2008 .124 33 .200* .917 33 .015

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kemiskinan_2008 .151 33 .053 .928 33 .031

Bansos_2009 .131 33 .161 .945 33 .098

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Bansos_2010 .138 33 .112 .941 33 .071

Kemiskinan_2009 .146 33 .072 .916 33 .014

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kemiskinan_2010 .150 33 .059 .906 33 .008

Bansos_2011 .109 33 .200* .948 33 .119

Page 44: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

Lampiran 6 UJI NON PARAMETRIK

Correlations

Bansos_2008

kemiskinan_200

7

Spearman’s rho Bansos_2008 Correlation Coefficient 1.000 -.016

Sig. (2-tailed) . .929

N 33 33

kemiskinan_2007 Correlation Coefficient -.016 1.000

Sig. (2-tailed) .929 .

N 33 33

Correlations

kemiskinan_2008 Bansos_2009

Spearman's rho kemiskinan_2008 Correlation Coefficient 1.000 .076

Sig. (2-tailed) . .675

N 33 33

Bansos_2009 Correlation Coefficient .076 1.000

Sig. (2-tailed) .675 .

N 33 33

Correlations

Bansos_2010

Kemiskinan_200

9

Spearman's rho Bansos_2010 Correlation Coefficient 1.000 .140

Sig. (2-tailed) . .437

N 33 33

Kemiskinan_2009 Correlation Coefficient .140 1.000

Sig. (2-tailed) .437 .

N 33 33

Page 45: BANSOS DAN KEMISKINAN : STUDI KASUS ANGGARAN …

Correlations

Kemiskinan_2010 Bansos_2011

Spearman's rho Kemiskinan_2010 Correlation Coefficient 1.000 .035

Sig. (2-tailed) . .848

N 33 33

Bansos_2011 Correlation Coefficient .035 1.000

Sig. (2-tailed) .848 .

N 33 33