boy reynaldi noor-fkik.pdf
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
VALIDASI METODE ANALISIS TIMOKUINON
SERTA PENETAPAN KADAR TIMOKUINON DALAM
MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L .)
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
SKRIPSI
BOY REYNALDI NOOR
1112102000071
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
AGUSTUS 2016
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
VALIDASI METODE ANALISIS TIMOKUINON
SERTA PENETAPAN KADAR TIMOKUINON DALAM
MINYAK BIJI JINTEN HITAM (Nigella sativa L .)
SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
(KCKT)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi
BOY REYNALDI NOOR
1112102000071
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
AGUSTUS 2016
vi
ABSTRAK
Nama : Boy Reynaldi Noor
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Validasi Metode Analisis Timokuinon serta Penetapan Kadar
Timokuinon dalam Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa
L.) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Penetapan kadar timokuinon menjadi penting untuk dilakukan karena timokuinon
telah diketahui sebagai senyawa marker aktif dalam minyak biji jinten hitam.
Kandungan kimia yang terdapat di dalam minyak biji jinten hitam ini cukup banyak,
maka dari itu diperlukan suatu metode analisis yang dapat memisahkan senyawa-
senyawa tersebut yang bersifat selektif dan sensitif. Pada penelitian ini, telah
dilakukan optimasi kondisi dan validasi metode analisis timokuinon menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Hasil optimasi metode menggunakan
sistem kromatografi terdiri dari kolom Acclaim® Polar Advantage II (C18) dengan
kecepatan alir 1,5 mL/menit, detektor UV, panjang gelombang 252 nm, dan volume
penyuntikan 20 μL dengan sistem isokratik pada komposisi eluen metanol : air
(70:30). Metode yang divalidasi memperlihatkan nilai linearitas yang baik (r =
0,9997) pada rentang 0,5 – 500 μg/ml. Batas deteksi dan batas kuantitasi 8,67
μg/mL dan 28,9 μg/mL, (%diff) sekitar -1,864 sampai 1,562, presisi (% RSD)
berkisar 0,052 sampai 0,113% dan perolehan kembali 98,135 sampai 101,563 %.
Hasil validasi metode telah memenuhi persyaratan dan dapat diaplikasikan untuk
penetapakan kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam. Pada pengujian
sampel, kandungan timokuinon dalam minyak biji jinten hitam adalah 3,968 %.
Kata kunci : minyak biji jinten hitam, timokuinon, validasi, KCKT
vii
ABSTRACT
Name : Boy Reynaldi Noor
Program Study: Pharmacy
Title : Validation of Analytical Method of Thymoquinone for the
Estimation of Thymoquinone in Black Cumin Seed Oil
(Nigella sativa L.) by High Performance Liquid
Chromatography (HPLC)
Analysis thymoquinone be important to be done because thymoquinone had been
known as marker compound in black cumin seed oil. Since the number of chemical
constituents present in the black cumin seed oil, it would require an analytical
method that can separate compounds that are selective and sensitive. In this study,
the optimization condition analysis and validation of analytical method
thymoquinone by High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The results
of the optimization method using column chromatography systems consist of
column Acclaim® Polar Advantage II (C18) with a flow rate of 1.5 mL / min, UV
detector, wavelength 252 nm, and the injection volume of 20 μL with isocratic
system in the eluent composition of methanol: water (70:30). Validation methods
showed good linearity values (r = 0.9997) in the range of concentration 0.5 to 500
μg/ml. The limits of detection and limit of quantitation 8,67 μg / mL and 28,9
μg/mL, (% diff ) has ranged -1,864 to 1,562%, coefficient variation of precision (%
RSD) ranged between 0.052 to 0.113% and the recovery value has a range 98,135
to 101,563%. The results of the validation method has met the requirements and
can be applied to the analysis thymoquinone in black cumin seed oil. In the samples,
the content of thymoquinone in black cumin seed oil is 3.968 %.
Key word : black cumin seed oil, thymoquinone, validation, HPLC
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan
skripsi yang berjudul “Validasi Metode Analisis Timokuinon serta Penetapan
Kadar Timokuinon dalam Minyak Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L. ) secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)” bertujuan untuk memenuhi persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua saya, Papa terbaik Ir. Dewa Yuniardi M.B.A dan Mama tercinta
Nooraini Ratna Dewi serta bunda Irma Dwi Iryaningsih yang selalu
memberikan kasih sayang, doa yang tidak pernah putus dan dukungan baik
moril maupun materil. Tidak ada apapun di dunia ini yang dapat membalas
kasih sayang yang telah kalian berikan kepada anakmu, semoga Allah selalu
memberikan keselamatan dan perlindungan kepada orang tua hamba
tercinta.
2. Prof. Dr. Arief Sumantri, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt dan Supandi, M.Si., Apt., selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga,
saran, dan dukungan dalam penelitian ini.
5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Saudaraku tersayang Bernaditha Kusuma Pradani, Bobby Septardi Noor,
Bondan Dinarto Noor, Bertha Millenia Noor, dan Berry Rivanaldo Noor
ix
yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat sehingga penelitian
ini dapat berjalan dengan lancar
7. Kepada partner penelitian “Tim Jinten”, Addina Syahida, Ayu Nopita, Anis
Khilyatul, Chalila Deli Gayo, dan Alamsyah Putra yang telah melewati suka
duka bersama terima kasih atas ilmu, tenaga, kerjasama, dan dukungannya
selama penelitian.
8. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan
kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan
yang amat besar.
9. Teman- teman “Kontrakan Ceria” Adia, Benny, Galih, Brendi, Fadil,
Ghilman, Gunawan, Irham, Ivan, Okin, Santo, Thantowi, Hary, Apri dan
Agung yang telah bersama-sama melewati dari awal perkuliahan hingga
penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan “Digoxyn” Farmasi UIN 2012 atas
kebersamaan kita.
11. Teman-teman PMC UIN Jakarta sebagai mood booster di kala suntuk
komunitas ini selalu membuat mood menjadi meningkat lagi, terimakasih
atas dukungan dan semangat kalian.
12. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan farmasi pada
khususnya. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas
segala kebaikan dari semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penelitian ini.
Ciputat, 8 Agustus 2016
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................. vi
ABSTRACT ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.......... x
DAFTAR ISI ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xv
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Tujuan 3
1.4. Manfaat 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Tanaman Jinten Hitam 4
2.1.1. Taksonomi 4
2.1.2. Sejarah Tumbuhan 4
2.1.3. Deskripsi Tumbuhan 4
2.1.4. Bagian Tanaman Yang Digunakan 6
2.1.5. Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam 7
2.1.6. Timokuinon 8
2.2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 9
2.2.1. Pengertian Umum 9
2.2.2. Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 10
2.2.3. Proses Pemisahan Dalam Kolom KCKT 10
2.2.4. Keuntungan KCKT 11
2.2.5. Cara Kerja KCKT 11
2.2.6. Instrumen KCKT 11
2.2.6.1 Wadah Fase Gerak Pada KCKT 12
2.2.6.2 Fase Gerak Pada KCKT 12
2.2.6.3 Pompa Pada KCKT 12
2.2.6.4 Penyuntikan Sampel Pada KCKT 13
2.2.6.5 Kolom Pada KCKT 13
2.2.6.6 Fase Diam Pada KCKT 14
2.2.6.7 Detektor KCKT 14
2.3. Validasi Metode Analisis 15
2.3.1. Ketepatan (akurasi) 15
2.3.2. Presisi 17
2.3.3. Batas Deteksi (limit of detection, LOD) 18
2.3.4. Batas Kuantitasi (limit of quantification, LOQ) 19
xii
2.3.5. Linieritas 19
2.3.6. Uji Kesesuaian Sistem 20
BAB 3 METODE PENELITIAN 21
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 21
3.2. Alat dan bahan 21
3.2.1 Alat 21
3.2.1 Bahan 21
3.3. Prosedur Kerja 22
3.3.1. Pembuatan Larutan Induk Timokuinon 22
3.3.2. Penentuan Panjang Gelombang Untuk Analisis 22
3.3.3. Penentuan Komposisi Fase Gerak 22
3.3.4. Uji Kesesuaian Sistem 22
3.4. Validasi Metode 23
3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas 23
3.4.2. Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantitfikasi (LOQ) 23
3.4.3. Selektivitas 23
3.4.4. Akurasi 23
3.4.5. Presisi 24
3.4.6. Analisis Kadar Timokuinon 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26
4.1 Penentuan Panjang Gelombang Untuk Analisis 26
4.2 Penentuan Komposisi Fase Gerak 26
4.3 Uji Kesesuaian Sistem 27
4.4 Validasi Metode 29
4.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas 29
4.4.2 Limit Deteksi dan Limit Kuantitfikasi 30
4.4.3 Selektivitas 31
4.4.4 Akurasi 32
4.4.5 Presisi 34
4.4.6 Analisis Kadar Timokuinon 35
BAB 5 PENUTUP 36
5.1. Kesimpulan 36
5.2. Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 41
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Biji Jinten Hitam 5
Gambar 2.2. Tanaman Jinten Hitam 6
Gambar 2.3. Struktur Kimia Timokuinon 9
Gambar 2.4. Instrumen KCKT 12
Gambar 4.1. Kurva Kalibrasi Timokuinon 29
Gambar 4.2. Kromatogram Timokuinon Standar 10 ppm 31
Gambar 4.3. Kromatogram Sampel Uji Selektivitas 32
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Kandungan Minyak Atsiri Biji Jinten Hitam 7
Tabel 2.2. Kandungan Minyak Statis Pada Biji Jinten Hitam 8
Tabel 4.1. Hasil penentuan komposisi fase gerak 25
Tabel 4.2. Hasil Uji Kesesuaian Sistem 26
Tabel 4.3. Hasil Uji Batas Deteksi, Batas Kuantitasi dan Koefisien Fungsi 28
Tabel 4.4. Hasil Rata-Rata Uji Akurasi 30
Tabel 4.5. Hasil Rata-Rata Uji Presisi 31
Tabel 4.6. Analisis Kadar Timokuinon 31
Tabel 6.1. Hasil Uji Linieritas 46
Tabel 6.2. Data Hasil Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi 47
Tabel 6.3. Hasil Uji Akurasi dan Presisi 48
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Alur Penelitian 42
Lampiran 2. Spektrum Serapan Timokuinon Pada Spektrofotometer 43
Lampiran 3. Gambar Kromatogram 44
Lampiran 6. Uji Linieritas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi 47
Lampiran 7. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi 48
Lampiran 8. Uji Akurasi dan Presisi 49
Lampiran 9. Perhitungan Uji Akurasi 50
Lampiran 10. Perhitungan Uji Presisi 53
Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Timokuinon 54
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Timokuinon dalam Minyak Jinten Hitam 56
Lampiran 13. Sertifikat Analisis Standar Timokuinon 57
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Minyak Jinten Hitam 58
Lampiran 15. Sertifikat Analisis Metanol HPLC Grade 59
Lampiran 16. Sertifikat Analisis Air HPLC Grade 60
Lampiran 17. Bahan dan Alat 61
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengobatan herbal masih menjadi pilihan utama oleh sekitar 75-80%
populasi dunia sebagai kebutuhan primer kesehatan mereka, karena mudah diterima
tubuh dan efek samping yang rendah (Kamboj, 2000). Penggunaan obat bahan alam
terus meningkat dari tahun ke tahun, baik yang digunakan untuk menjaga dan
meningkatkan kesehatan, maupun untuk pengobatan penyakit. Hal ini terjadi pada
negara-negara berkembang seperti Indonesia dan juga pada negara-negara maju
(BPOM, 2011). Salah satu obat bahan alam yang sering digunakan dalam
pengobatan alternatif adalah habbatussauda atau jinten hitam (Nigella sativa L.)
(Yulianti dan Junaedi, 2006).
Jinten hitam (Nigella sativa L.) merupakan salah satu tanaman yang
tumbuh subur di wilayah tropis. Tanaman ini termasuk famili Ranunculaceae, yang
merupakan tanaman berbiji. Jinten hitam juga tergolong tanaman gulma yang
tumbuh semusim dengan tinggi 20-50 cm. Penyebaran tanaman ini meliputi
wilayah Mediterania Timur hingga ke wilayah India dan Asia Tenggara termasuk
Indonesia. Jinten hitam telah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat khususnya
pada bagian biji. Selain telah lama digunakan sebagai obat tradisional, tanaman ini
juga banyak digunakan sebagai bumbu masakan di daerah Timur Tengah. Menurut
sejarah, jinten hitam ini telah digunakan sebagai obat tradisional sejak 2000-3000
tahun sebelum Masehi di daerah Timur Tengah (Gilani, et al., 2004).
Sebagian besar aktivitas farmakologis jinten hitam dihasilkan dari minyak
atsiri dan minyak statis ( fixed oils ) (Nickaver, et al., 2003). Minyak atsiri jinten
hitam terbukti memiliki efek antihelmintik (Agarwal et al., 1979), antinematodal
(Akhtar dan Riffat, 1991), antimikroba (Hanafy dan Hatem, 1991) dan antivirus
(Salem dan Hossain, 2000). Selain itu, minyak yang diekstraksi dari biji
menghasilkan berbagai aktivitas farmakologis seperti antihistamin (El-Dakhakhny,
1965), diuretik, antihipertensi (Zaoui et al, 2000), hipoglikemik (Al-Hader, et al.,
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1993), hepatoprotektif (Daba dan Abdel-Rahman, 1998), sakit kepala, perut
kembung, pembekuan darah, rematik dan radang (Boulos, 1983).
Senyawa utama dari tanaman jinten hitam adalah timokuinon (TQ) yang
terkandung dalam essential oil nya (volatile oil, atau minyak atsiri). Timokuinon
adalah senyawa yang terbukti bertanggung jawab terhadap berbagai aktivitas
farmakologis yang dimiliki oleh Nigella sativa. Sifat terapeutik dari timokuinon
meliputi anti-oksidan (Mansoor, et al., 2002), anti-inflamasi (Umar, et al., 2012),
anti-diabetes (Pari, 2009), hepatoprotektif (Abdel-Wahab, 2013 ), saraf (Al-Majed,
et al., 2006), anti-kanker (Gali-Muhtasib et al., 2006), anti-ulseratif (Arslan, et al.,
2005), antimikroba (Harzallah, et al., 2011), imunomodulator (El-Mahmoudy, et
al., 2002).
Produk minyak jinten hitam sangat populer di Indonesia, sehingga banyak
produsen obat herbal yang memproduksi minyak jinten hitam dengan harga yang
bervariasi. Klaim khasiat jinten hitam yang disetujui oleh BPOM adalah untuk
memelihara kesehatan (BPOM, 2009). Burits dan Bucar (2000) menemukan adanya
perbedaan kadar timokuinon minyak jinten hitam yang telah dipasarkan. Perbedaan
kadar timokuinon dapat berpengaruh pada aksi farmakologinya karena timokuinon
telah diketahui sebagai senyawa marker aktif sehingga penting untuk diketahui
kadar timokuinon dalam minyak jinten hitam karena belum adanya standarisasi
kadar timokuinon pada setiap produk minyak jinten yang beredar. Oleh karena itu,
penting untuk dilakukan analisis kadar timokuinon dalam minyak jinten hitam.
Dalam analisis kadar senyawa timokuinon, adanya komponen atau
senyawa lain dalam minyak jinten hitam membutuhkan suatu metode analisis yang
mempunyai selektivitas dan sensitivitas tinggi. Metode analisis dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan perkembangan teknik pemisahan
menggunakan teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang
sensitif, sehingga menjadi suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi
yang tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007).
Sebelumnya, telah dilakukan penelitian oleh Hadad (2012) tentang
pengembangan metode analisis timokuinon dalam minyak biji jinten hitam dengan
menggunakan instumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kondisi analisis
menggunakan fase terbalik dengan sistem elusi isokratik, laju alir 1,5 ml/menit, fase
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gerak air : metanol (40 : 60), kolom C18 (250 × 4,6 mm), panjang gelombang
deteksi uv pada 254 nm, menghasilkan waktu retensi sekitar 10 menit.
Suatu metode analisis baru dapat dipakai atau digunakan bila telah
dilakukan validasi yang kondisinya disesuaikan dengan laboratorium dan peralatan
yang tersedia, meskipun metode yang akan dipakai tersebut telah dipublikasikan
pada jurnal, buku teks atau buku resmi seperti farmakope. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan dan keterbatasan alat, bahan kimia atau kondisi lain yang
menyebabkan metode tersebut tidak dapat diterapkan secara keseluruhan, sehingga
sering dilakukan modifikasi, penyederhanaan maupun perbaikan metode, akibatnya
metode tersebut harus divalidasi dengan cara yang benar. Oleh karena itu, penelitian
ini bertujuan untuk memperoleh kondisi optimum dan metode analisis timokuinon
dalam minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) secara Kromatografi Cair kinerja
Tinggi dengan nilai validitas yang baik, sehingga dapat digunakan untuk penetapan
kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimanakah kondisi optimum dan metode yang valid untuk menganalisis
kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan kondisi yang optimum
dan metode yang valid dalam menganalisis kadar timokuinon pada minyak biji
jinten hitam (Nigella sativa L.) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kondisi yang
optimum dan metode yang valid dalam menganalisis kadar timokuinon pada
minyak biji jinten hitam (Nigella sativa L.) secara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
2.11 Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Marga : Nigella
Spesies : Nigella sativa (Hutapea, 1994).
2.1.2 Sejarah Tumbuhan
Tumbuhan ini telah digunakan sebagai pengobatan herbal selama lebih dari
2000 tahun (Hawsawi, et al., 2001). Bagian tumbuhan yang digunakan untuk
pengobatan adalah bijinya. Biji Nigella sativa memiliki peran medis dan telah
diaplikasikan dalam sistem pengobatan herbal tradisional di Arab dan Yunani.
Akhir-akhir ini, biji Nigella sativa dilaporkan telah menunjukkan efek farmakologis
yang meliputi antihelmintik, anticestoda, dan antischistosoma, antibakterial,
antifungi, antiviral, antioksidan, memiliki aktivitas antiinflamasi, serta dapat
meningkatkan respon imun yang dimediasi sel T (Abdulelah dan Abidin, 2007).
2.1.3 Deskripsi Tumbuhan
Nama lainnya adalah Black Seed (Inggris) atau Habattusauda (Arab).
Nigella sativa merupakan tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Barat Daya.
Meskipun Nigella sativa merupakan tumbuhan asli daerah mediterania, namun juga
4
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
telah banyak tumbuh di belahan dunia lain, yang meliputi Arab Saudi, Afrika Utara,
dan sebagian Asia (Hosseinzadeh, et al., 2007).
Tumbuhan ini tumbuh hingga mencapai tinggi 20-30 cm, dengan daun hijau
lonjong, ujung dan pangkal runcing, tepi beringgit, dan pertulangan menyirip.
Bunganya majemuk, bentuk karang, kepala sari berwarna kuning, mahkota
berbentuk corong berwarna antara biru sampai putih, dengan 5-10 kelopak bunga
dalam satu batang pohon (Hutapea, 1994). Tanaman jinten hitam juga memiliki
mahkota bunga pada umumnya delapan dan bentuk agak memanjang namun lebih
kecil dari kelopak bunga. Memiliki bibir bunga dua, bibir bagian atas pendek,
lanset, ujung memanjang berbentuk benang dan bibir bagian bawah bawah
memiliki ujung tumpul. Benang sari banyak dan gundul, kepala sari jorong,
berwarna kuning, dan sedikit tajam. Memiliki buah dengan bentuk bulat telur atau
agak bulat. Biji hitam, jorong bersundut tiga dan tidak beraturan yang sedikit
membentuk kerucut, panjang 3 mm, berkelenjar (Materia Medika Jilid III, 1979).
Biji jinten hitam agak berbentuk limas ganda dengan kedua ujunganya
meruncing, limas yang satu lebih pendek dari yang lain, bersudut 3 sampai 4,
panjang 1,5 mm sampai 2 mm. Lebih kurang lebih 1 mm. Permukaan luar biji
berwarna hitam kecoklatan, berbintik-bintik, kasar dan berkerut, terkadang dengan
beberapa rusuk membujur atau melintang. Pada penampang melintang biji akan
terlihat kulit biji berwarna coklat kehitaman sampai hitam (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1979)
Gambar 2.1 Biji Jinten Hitam (Nigella sativa L.)
Sumber : Katzer, 2004
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.2 Tanaman Nigella sativa L (a) Bunga (b) Biji (c) Struktur kimia
komponen bioaktif dari biji, thymoquinone (TQ) (d).
Sumber : Darakhshan et al., 2015
Buahnya berupa kapsul yang besar dan menggembung terdiri dari 3- 7
folikel yang menjadi satu, dimana masing-masing folikel ini mengandung beberapa
biji. Biji ini biasanya digunakan sebagai bumbu dapur (Anonim, 2000). Biji jintan
hitam berujung tajam saperti bentuk biji wijen, keras, dan lebih menggelembung.
Memiliki bau khas seperti rempah-rempah dan agak pedas, yang akan semakin
tajam baunya setelah dikunyah (Katzer, 2004).
2.1.4 Bagian Tanaman yang Digunakan
Bagian tanaman yang digunakan pada tanaman jintan hitam adalah bagian
bijinya. Biji jinten hitam mengandung minyak atsiri sampai 1,5 % karven 45 – 60%,
d- limonena, simena dan terpen- terpen lainnya, glukosida saponin, glukosida
beracun melantin, minyak lemak 37, 5 % dan zat pahit. Biji jinten hitam telah
banyak digunakan untuk pengobatan dan dalam makanan, terutama di negara-
negara islam. Selain itu minyak biji jintan hitam ini juga banyak mengandung
nutrisi yang baik untuk kesehatan (Gharby et al., 2013).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Kandungan Kimia Biji Jinten Hitam ( Nigella sativa L.)
Sebagian besar aktivitas farmakologis minyak jintan hitam dihasilkan dari
minyak atsiri dan minyak statis ( fixed oils ) (Nickaver et al., 2003). Komposisi
minyak jintan hitam secara umum dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Kandungan minyak atsiri pada biji jinten hitam ( Nigella sativa L.)
Komponen Kandungan (%)
Nonterpenoid Hidrokarbon
α-thujene
α-pinene
Sabinene
β-pinene
Myrecene
p-cymene
Limonene
Gama-terpinene
Monoterpenoid hidrokarbon
Fenchone
Dihydrocarvone
Carvone
Thymoquinon
Monoterpenoid keton
Terpinen-4-ol
p-cymne-8-ol
Carvacrol
Monoterpenoid alkohol
A-longipinene
Longifolene
Sesquiterpen hidrokarbon
Estragole
Anisaldehyde
Trans-anethole
4,0
2,4
1,2
1,4
1,3
0,4
14,8
4,3
0,5
26,9
1,1
0,3
4,0
0,6
6,0
0,7
0,4
1,6
2,7
0,3
0,7
1,0
1,9
1,7
38,3
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Myristicin
Dill apiole
Apiole
Senyawa fenil propanoat
1,4
1,8
1,0
46,1
Sumber : Nickavar et al., 2003
Tabel 2.2 Kandungan minyak statis (fixed oils) pada biji jinten hitam (Nigella
sativa L.)
Asam Lemak Kandungan (%)
Asam Laurat
Asam Miristat
Asam Palmitat
Asam Stearat
Asam Oleat
Asam Linoleat
Asam Linolenat
Asam Oktadienoat
Total Asam Lemak
0,6
0,5
12,5
3,4
23,4
55,6
0,4
3,1
99,5
Sumber : Nickavar et al., 2003
2.1.6 Timokuinon (TQ)
Senyawa yang memiliki Bobot Molekul 164.20 ini memiliki rumus molekul
C10H12O2. TQ memiliki titik leleh antara 45°C-47°C, dan titik didih antara 230°C-
232°C (Willy, et al., 2003).TQ larut dalam eter, kloroform, metanol dan air (0,87
mg/ml pada suhu 25°) (YT, 2015). TQ merupakan senyawa yang terdapat dalam
minyak atsiri biji Nigella sativa L. TQ adalah monoterpen keton yang merupakan
komponen utama dalam penyusunan minyak atsiri pada Nigella sativa, sehingga
TQ dapat menjadi indikator kuantitatif untuk mengetahui jumlah dari minyak atsiri
Nigella sativa (Nickavar, 2003).TQ adalah komponen aktif utama dari Nigella
sativa (biji jinten hitam). Benih telah digunakan dalam obat-obatan tradisional
untuk mengobati berbagai penyakit dan sebagian besar efek biologis terutama
dikaitkan dengan TQ. Kandungan TQ pada biji adalah 2200 mg / kg secara bobot
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
segar. Sifat terapeutik dari TQ termasuk anti-oksidan (Mansoor, et al., 2002), anti-
inflamasi (Umar, et al., 2012), anti-diabetes (Pari dan Sankaranarayanan, 2009) dan
hepatoprotektif (Abdel-Wahab, 2013 ), saraf (Al-Majed, et al., 2006; Al Hebshi, et
al., 2013), anti-kanker (Gali-Muhtasib, et al., 2006; Woo, et al., 2012), anti-ulseratif
(Arslan, et al., 2005; Magdy, et al., 2012), antimikroba (Harzallah, et al., 2011),
imunomodulator (El-Mahmoudy, et al., 2002).
Gambar 2.3 Struktur kimia komponen bioaktif dari biji jinten hitam, timokuinon
(TQ)
Sumber : Darakhshan et al., 2015
2.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
2.2.1 Pengertian Umum
Kromatografi merupakan teknik pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu sampel yang dibawa fase gerak melewati fase diam (dapat berbentuk padat
atau cairan). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) adalah kromatografi cair kolom modern, dimana
teori dasarnya bukanlah baru tetapi hasil pengembangan dari kromatografi cair
kolom klasik. Kemajuan dalam teknologi kolom, pompa tekanan tinggi dan
detektor yang peka telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi
suatu sistem pemisahan yang cepat dan efisien. Pada KCKT diperkenalkan
penggunaan fase diam yang berdiameter kecil dalam kolom yang efisien. Teknologi
kolom partikel kecil (3-5 µm) ini memerlukan sistem pompa bertekanan tinggi yang
mampu mengalirkan fase gerak dengan tekanan tinggi agar tercapai laju aliran 1-
2ml/menit. Oleh karena sampel yang digunakan sangat kecil (<20 mikrogram)
maka diperlukan detektor yang sangat peka. Dengan teknologi ini, pemisahan
berlangsung sangat cepat dengan daya pisah sangat tinggi.
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KCKT merupakan metode yang sering digunakan untuk menganalisis
senyawa obat. KCKT dapat digunakan untuk pemeriksaan kemurnian bahan obat,
pengawasan proses sintesis dan pengawasan mutu (Quality Control) (Gandjar &
Rohman, 2007)
2.2.2 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat dibagi menjadi beberapa
metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography),
kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar
ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-
exclusion chromatography) (Kazakevich, 2007). Kromatografi fase balik
merupakan kebalikan dari kromatografi fase normal. Kromatografi fase balik
menggunakan fase diam yang bersifat hidrofobik, dan fase geraknya yang relatif
lebih polar daripada fase diam. Fase diam yang populer digunakan adalah
oktadesilsilan (ODS atau C18) Hampir 90% senyawa kimia dapat dianalisis dengan
kromatografi jenis ini (Meyer, 2004; Kazakevich, 2007).
2.2.3 Proses Pemisahan dalam Kolom KCKT
Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase
gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi
analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan
setiap komponen dalam campuran (Kazakevich, 2007). Masuknya eluen yang baru
ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru: molekul sampel dalam
fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada
koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan
muncul kembali di fase gerak. Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua
komponen akan terpisah. Komponen yang lebih suka dengan fase gerak akan
berpindah lebih cepat daripada komponen yang cenderung menetap di fase diam,
sehingga komponen akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian
baru diikuti oleh komponen yang suka dengan fase diam (Meyer, 2004).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.4 Keuntungan KCKT
KCKT mempunyai banyak keuntungan , yaitu:
a. Kecepatan waktu analisis,
b. Daya pisahnya baik dan selektif,
c. Peka, karena detektor dapat mendeteksi konsentrasi yang kecil,
d. Kolom dapat dipakai kembali, Ideal untuk molekul besar dan ion, dan Mudah
memperoleh kembali cuplikan (Johnson & Stevenson, 1991).
2.2.5 Cara Kerja KCKT
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut
terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu
kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi solut dalam
fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair secara sukses terhadap
suatu masalah yang dihadapi membutuhkan penggabungan secara tepat dari
berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan
diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel.
Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok, yaitu:
wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel,
kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak, tabung penghubung, dan
suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar & Rohman, 2007).
2.2.6 Instrumen KCKT
Instrumen KCKT terdiri atas 6 bagian, yakni wadah fase gerak (reservoir),
pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (column), detektor
(detector) dan perekam (recorder).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 Instrumen KCKT
Sumber : McMaster, 2007
2.2.6.1 Wadah Fase Gerak pada KCKT
Wadah fase gerak harus bersih dan lembab (inert). Wadah pelarut kosong
ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini
biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak
sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada
fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di
pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar & Rohman,
2007).
2.2.6.2 Fase Gerak pada KCKT
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya
elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase
diam, dan sifat komponen-komponen sample. Untuk fase normal (fase diam lebih
polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya
polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada
fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut
(Gandjar & Rohman, 2007).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.6.3 Pompa pada KCKT
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai
syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus inert terhadap fase
gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat,
Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan
tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir
3 ml/menit. Untuk tujuan preparatif, pompa yang digunakan harus mampu
mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 ml/menit (Gandjar & Rohman, 2007).
2.2.6.4 Penyuntikan Sampel pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik
yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan
keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal. Pada saat pengisian sampel
sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke
pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir
melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan
dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini mudah
digunakan untuk otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT
(Gandjar & Rohman, 2007).
2.2.6.5 Kolom pada KCKT
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom
mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibandingkan
dengan kolom konvensional, yakni:
a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding
dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak
lebih lambat (10-100 μl/menit).
b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal
jika digabung dengan spektrometer massa.
c. Sensitifitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya
jenis kolom ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin (Gandjar & Rohman,
2007).
2.2.6.6 Fase Diam Pada KCKT
Kebanyakan fase diam pada KCKT berupa silika yang dimodifikasi secara
kimiawi, silica yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan
divinilbenzen. Permukaan silica adalah polar dan sedikit asam karena adanya residu
gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan
menggunakan reagen reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi
dengan gugus silanol dan menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap
hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang
dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang
berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi (Gandjar &
Rohman, 2007).
2.2.6.7 Detektor KCKT
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor
universal (yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan
tidak bersifat selektif) seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa;
dan golongan detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara
spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan
elektrokimia. Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
a. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel,
b. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar
yang sangat kecil,
c. Stabil dalam pengoperasiannya,
d. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran
pita. Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8 μl atau lebih kecil, sementara
kolom mikrobor selnya bervolume 1 μl atau lebih kecil lagi,
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solute pada kisaran
yang luas (kisaran dinamis linier), dan
f. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar &
Rohman, 2007).
2.3 Validasi Metode Analisis
Validasi merupakan suatu proses yang terdiri atas paling tidak 4 langkah
nyata, yaitu: (1) validasi perangkat lunak (software validation), (2) validasi
perangkat keras/instrument (instrument/hardware validation), (3) validasi metode,
dan (4) kesesuaian sistem (system suitability). Validasi metode analisis menurut
United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin bahwa metode
analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan
dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa
parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis,
karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:
a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau
karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut
harus direvisi.
c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah
seiring dengan berjalannya waktu.
d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis
yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar 2 metode, seperti antara metode baru
dan metode baku (Gandjar & Rohman, 2007).
2.3.1 Ketepatan (akurasi)
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan
(Harmita, 2004).
Akurasi dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu:
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Metode simulasi (spiked-placebo recovery), yaitu pengukuran sejumlah analit
bahan murni yang ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan
farmasi (plasebo) dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang sebenarnya.
Penentuan persen perolehan kembali dapat ditentukan dengan menggunakan tiga
macam konsentrasi antara 80%-120% dari kadar analit yang diperkirakan.
b. Metode penambahan standar atau pembanding (standard addition method), yaitu
menambahkan sejumlah tertentu analit dalam sampel yang telah dianalisis untuk
selanjutnya dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang
sebenarnya (hasil yang diharapkan)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai
rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada
suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian
senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan
bahan rujukan standar (standard reference material, SRM). Suatu metode dikatakan
tepat jika ia menghasilkan hasil yang sama dalam sederet penentuan ulangan
(Gandjar & Rohman, 2007; Johnson & Stevenson, 1991). Menurut (Harmita, 2006)
Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat
dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Syarat perolehan kembali untuk tiap konsentrasi dalam matriks
Analit pada matriks sampel (%) Rata-rata yang diperoleh (%)
100 98-102
>10 98-102
>1 97-103
>0,1 95-105
0,01 90-107
0,001 90-107
0,000.1 (1 ppm) 80-110
0,000.01 (100 ppb) 80-110
0,000.0001 (10 ppb) 60-115
0,000.00001 (1 ppb) 40-120
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH (International Conference on
Harmanization), presisi harus dilakukan pada 3 tingkatan yang berbeda yaitu:
keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate precision) dan ketertiruan
(reproducibility).
a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama
(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda,
baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.
Dari ketiga kategori di atas, yang wajib dilakukan adalah repeatibilitas
(Indrayanto & Yuwono, 2003). Dokumentasi presisi seharusnya mencakup:
simpangan baku, simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan
kisaran kepercayaan. Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan
uji banding antar laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau
standar deviasi relatif (RSD) dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi
seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajiankajian lain yang berkaitan dengan
presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada
sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi. Kriteria seksama diberikan jika metode
memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan
tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang
diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai
bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis
(Harmita, 2004). Menurut AOAC (1998), kriteria penerimaan uji presisi
ditunjukkan pada Tabel 2.2.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.1 Kadar analit berbanding % RSD
2.3.3 Batas Deteksi (limit of detection, LOD)
Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.
LOD merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas
atau di bawah nilai tertentu. Definisi batas deteksi yang paling umum digunakan
dalam kimia analisis adalah bahwa batas deteksi merupakan kadar analit yang
memberikan respon sebesar respon blangko (yb) ditambah dengan 3 simpangan
baku blangko (3Sb). LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada
rasio signal terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau 3
dibanding 1. ICH mengenalkan suatu konversi metode signal to noise ratio ini,
meskipun demikian ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk
menentukan LOD yakni: metode non instrumental visual dan dengan metode
perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi
lapis tipis dan pada metode titrimetri. LOD juga dapat dihitung berdasarkan pada
standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang
mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3 (SD/S). Standar deviasi respon
dapat ditentukan berdasarkan pada standar deviasi blanko, pada standar deviasi
residual dari garis regresi, atau standar deviasi intersep y pada garis regresi (Gandjar
& Rohman, 2007).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Batas Kuantitasi (limit of quantification, LOQ)
Batas kuantitasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada
kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga
diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan).
Kadang-kadang rasio signal to noise 10:1 digunakan untuk menentukan LOQ.
Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1 merupakan aturan umum,
meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ merupakan suatu kompromi antara
konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi
LOQ menurun maka presisi juga menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka
konsentrasi LOQ yang lebih tinggi harus dilaporkan. ICH mengenalkan metode
rasio signal to noise ini, meskipun demikian sebagaimana dalam perhitungan LOD,
ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOQ yaitu: (1)
metode non instrumental visual dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode
perhitungan didasarkan pada standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva baku
sesuai rumus: LOQ = 10 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan
berdasarkan standar deviasi blanko pada standar deviasi residual garis regresi linier
atau dengan standar deviasi intersep-y pada garis regresi (Gandjar & Rohman,
2007).
2.3.5 Liniearitas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil
hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran
yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Linieritas
dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang
berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat
terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan
koefisien korelasinya (Gandjar & Rohman, 2007).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.6 Uji Kesesuaian Sistem
Seorang analis harus memastikan bahwa sistem dan prosedur yang
digunakan harus mampu memberikan data yang dapat diterima. Hal ini dapat
dilakukan dengan percobaan kesesuaian sistem yang didefinisikan sebagai
serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode tersebut dapat menghasilkan
akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan-persyaratan kesesuaian sistem
biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan metode dan validasi metode.
United States Pharmacopeia (USP) menentukan parameter yang dapat digunakan
untuk menetapkan kesesuaian sistem sebelum analisis. Parameter parameter yang
digunakan meliputi: bilangan lempeng teori (N), faktor tailing, kapasitas (k’ atau α)
dan nilai standar deviasi relatif (RSD) tinggi puncak dan luas puncak dari
serangkaian injeksi. Pada umumnya, paling tidak ada 2 kriteria yang biasanya
dipersyaratkan untuk menunjukkan kesesuaian sistem suatu metode. Nilai RSD
tinggi puncak atau luas puncak dari 5 kali injeksi larutan baku pada dasarnya dapat
diterima sebagai salah satu kriteria baku untuk pengujian komponen yang
jumlahnya banyak (komponen mayor) jika nilai RSD ≤ 2% untuk 5 kali injeksi.
Sementara untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat
diterima jika antara 5-15% (Gandjar & Rohman, 2007).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioavailibilitas dan Bioekivalensi
(PBB) serta laboratorium-laboratorium penunjang lainnya di Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sejak bulan Maret hingga bulan Juni 2016.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Penelitian ini menggunakan alat-alat berupa Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (Dionex UltiMate® 3000) yang terdiri dari; pompa, autosampler, kolom
Acclaim® Polar Advantage II (C18; 3 μm; 4,6 x 150 mm), detektor UV, program
komputer PC (Chromeleon®). Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (Hitachi U-
2910), ultrasonik (Branson 5510), dry vacuum pump (Welch), labu ukur,
erlenmeyer, gelas piala, batang pengaduk, spatula, mikropipet, pipet tetes,
aluminium foil, neraca analitik, vortex, syringe.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah, timokuinon
standar 99,0% (Sigma Aldrich), minyak biji jinten hitam (diperoleh dari perusahaan
lokal), aquadest, metanol HPLC Grade (Merck), air HPLC Grade.
21
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Pembuatan Larutan Induk Timokuinon
Ditimbang sebanyak 12,5 mg timokuinon. Dilarutkan dalam metanol hingga
volume akhir 25 ml. Diperoleh konsentrasi sebesar 500 μg/mL. Konsentrasi 500
μg/mL digunakan sebagai larutan induk. Dilakukan pengenceran untuk
mendapatkan larutan dengan konsentrasi tertentu.
3.3.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Analisis Timokuinon
Dibuat spektrum serapan ultraviolet larutan timokuinon dengan konsentrasi
2 μg/mL. Dipipet 0,1 mL larutan induk timokuinon dalam labu ukur 25 mL
kemudian dilarutkan dalam metanol hingga volume akhir 25 mL. Diukur pada
panjang gelombang 200 – 400 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Visibel,
ditentukan panjang gelombang maksimumnya (Hadad et al ., 2012).
3.3.3 Penentuan Komposisi Fase Gerak Analisis Timokuinon
Dibuat larutan standar timokuinon pada konsentrasi 50 μg/mL. Dipipet 2,5
mL larutan induk timokuinon dalam labu ukur 25 mL kemudian dilarutkan dalam
metanol hingga volume akhir 25 mL. Diinjeksikan sebanyak 20 μL pada komposisi
fase gerak metanol : air pada perbandingan 60:40, 65:35, dan 70:30 dengan
kecepatan alir 1,5 mL/menit dan dideteksi pada panjang gelombang terpilih,
kemudian dicatat waktu retensi, luas puncak, jumlah plat teoritis, HETP (Height
Equivalent Theoritical Plate), asimetrisitas, dan % RSD (Relative Standard
Deviation) (Gandjar & Rohman, 2007).
3.3.4 Uji Kesesuaian Sistem
Larutan standar timokuinon pada konsentrasi 50 μg/mL diinjeksikan
sebanyak 20 μL ke alat KCKT dengan fase gerak terpilih, diulangi sebanyak lima
kali. Kemudian dihitung jumlah plat teoritis, HETP (Height Equivalent Theoritical
Plate), asimetrisitas, dan % RSD (Relative Standard Deviation) dari waktu retensi
dan luas puncak (Gandjar & Rohman, 2007).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Validasi Metode (Gandjar & Rohman, 2007; Harmita, 2006; Food Drug
and Administration, 2001; United Nations Office on Drug and Crime, 2009)
3.4.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linearitas
Ditimbang sebanyak 12,5 mg timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol
hingga volume akhir 25 mL sehingga konsentrasi larutan induk 500 μg/mL.
Kemudian dibuat seri konsentrasi dengan range 0,5 – 500 μg/mL sebanyak 0,5 , 10
, 20 , 30 , 50 , 100 , 500 μg/mL (Hadad et al ., 2012). Lalu larutan standar sebanyak
20 μL diinjeksikan ke alat KCKT pada kondisi terpilih. Setelah itu dianalisis regresi
perbandingan luas puncak terhadap konsentrasi timokuinon dari masing-masing
konsentrasi dan dibuat kurva kalibrasi dengan persamaan garis regresi linier (y = a
+ bx). Dihitung koefisien korelasi (r) dari kurva tersebut.
3.4.2 Limit Deteksi (LOD) dan Limit Kuantitfikasi (LOQ)
LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linear dari kurva kalibrasi.
Dapat dihitung dengan mengukur respon standar beberapa kali lalu dihitung
simpangan baku respon standar dengan formula di bawah ini:
LOQ = 10(
𝑆𝑦
𝑥)
𝑏
sedangkan nilai batas deteksi (LOD) diperoleh dengan rumus :
LOD = 3,3 (
𝑆𝑦
𝑥)
𝑏
dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan
regresi.
3.4.3 Selektivitas
Larutan standar timokuinon konsentrasi 10 μg/mL diinjeksikan ke dalam
KCKT sebanyak 20 μL. Kromatogram yang dihasilkan diamati peak
timokuinonnya, pada waktu retensi (Rt) berapa ia muncul. Sampel sebanyak 100
μL dipipet kemudian dilarutkan dalam metanol sampai 10 mL dalam labu ukur, lalu
divortex selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian
atas (Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berukuran 0,45 μm. Kemudian diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume 20 μL.
Kromatogram yang dihasilkan diamati peak timokuinonnya, apakah waktu
retensinya sama dengan waktu retensi pada larutan standar.
3.4.4 Akurasi
Untuk uji akurasi dibuat 3 seri larutan dengan menggunakan metoda spiking
standar dengan sampel yang sudah diketahui pasti konsentrasinya. Ditimbang
sebanyak 25 mg Timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol hingga volume akhir
25 mL sehingga konsentrasi larutan induk 1000 μg/mL. Seri 1 (spiking sampel +
standar 80 ppm): dipipet 0,8 ml larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL,
lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL.Seri 2
(spiking sampel + standar 200 ppm):dipipet 2 mL larutan induk timokuinon dalam
labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol
ad 10 mL.Seri 3 (spiking sampel + standar 375 ppm): dipipet 3,75 mL larutan induk
timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan
dengan metanol ad 10 mL. Masing-masing seri dihomogenkan dengan vortex
selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas
(Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter
berukuran 0,45 μm. Kemudian masing-masing seri diinjeksikan ke dalam KCKT
dengan volume injeksi 20 μL. Luas puncak yang didapat disubstitusikan ke dalam
persamaan regresi pada kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat
konsentrasi dari masing-masing seri. Kemudian dihitung % diff dan perolehan
kembalinya.
3.4.5 Presisi
Untuk uji presisi dibuat 3 seri larutan dengan menggunakan metoda spiking
standar dengan sampel yang sudah diketahui pasti konsentrasinya. Ditimbang
sebanyak 25 mg timokuinon. Dilarutkan ke dalam metanol hingga volume akhir 25
mL sehingga konsentrasi larutan induk 1000 μg/mL. Seri 1 (spiking sampel +
standar 80 ppm): dipipet 0,8 ml larutan induk timokuinon dalam labu ukur 10 mL,
lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol ad 10 mL. Seri 2
(spiking sampel + standar 200 ppm): dipipet 2 mL larutan induk timokuinon dalam
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan dengan metanol
ad 10 mL.Seri 3 (spiking sampel + standar 375 ppm): dipipet 3,75 mL larutan induk
timokuinon dalam labu ukur 10 mL, lalu ditambahkan 50 μL sampel, dan dilarutkan
dengan metanol ad 10 mL. Masing-masing seri dihomogenkan dengan vortex
selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas
(Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel disaring menggunakan syringe filter
berukuran 0,45 μm. Kemudian masing-masing seri diinjeksikan ke dalam KCKT
dengan volume injeksi 20 μL. Setelah itu diamati luas puncaknya. Nilai luas puncak
kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan linear dari kurva kalibrasi sebagai
nilai Y, sehingga didapat konsentrasi dari masing-masing nilai luas puncak.
Kemudian dihitung besarnya simpangan deviasi dari masing-masing konsentrasi
dengan rumus:
SD =√∑(𝑥−𝑥 ̅)2
𝑁−1
Dimana x merupakan luas dari masing-masing konsentrasi, �̅� merupakan rerata
konsentrasi, dan N merupakan jumlah injeksi. Setelah mendapat nilai SD kemudian
dihitung nilai RSD dengan rumus: RSD = 𝑆𝐷
�̅� x 100%
Syarat dari nilai RSD adalah < 2%.
3.4.6 Analisis Kadar Timokuinon pada Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
Sampel dipreparasi dengan menimbang sejumlah tertentu sampel minyak
biji jinten hitam (replikasi 3 kali) kemudian dilarutkan dalam metanol hingga
volume akhir 10 mL. Campurkan dengan vortex selama 2 menit, didiamkan selama
1 menit, diambil lapisan metanol bagian atas (Enein, et al., 1995). Setelah itu
sampel disaring menggunakan syringe filter berukuran 0,45 μm. Sampel
diinjeksikan ke dalam KCKT dengan volume injeksi sebanyak 20 μL dan dilihat
luas puncaknya. Luas puncak yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam
persamaan regresi pada kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat
konsentrasi sampel dalam satuan ppm. Kemudian dilakukan perhitungan kadar %
b/b.
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Analisis Timokuinon
Sebelum memasuki tahap analisis, perlu dilakukan penentuan panjang
gelombang maksimum analisis timokuinon. Penentuan panjang gelombang
maksimum dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet, diperoleh
serapan maksimum timokuinon yaitu pada panjang gelombang 252 nm.
Berdasarkan penelitian Hadad (2012) panjang gelombang timokuinon berada pada
kisaran 250-260 nm. Penentuan panjang gelombang analisis ini guna meningkatkan
selektivitas dan sensitivitas senyawa yang dianalisa. Spektrum serapan timokuinon
dapat dilihat pada lampiran 2.
4.2 Penentuan Komposisi Fase Gerak Analisis Timokuinon
Untuk menghasilkan kromatogram yang baik maka dilakukan pemilihan
fase gerak dengan kondisi optimum KCKT. Pada percobaan pertama, fase gerak
yang digunakan adalah metanol : air (60 : 40) v/v dengan detektor UV-Vis, panjang
gelombang 252 nm, laju alir 1,5 mL/ menit dengan volume injeksi 20 μL. Pada
percobaan kedua, fase gerak yang digunakan adalah metanol : air (65 : 35) v/v
dengan detektor UV-Vis, panjang gelombang 252 nm, laju alir 1,5 mL/ menit
dengan volume injeksi 20 μL. Pada percobaan ketiga, fase gerak yang dicobakan
adalah metanol : air (70 : 30) v/v dengan detektor UV-Vis, panjang gelombang 252
nm, laju alir 1,5 mL/ menit dengan volume injeksi 20 μL. Berdasarkan percobaan
yang dilakukan, komposisi fase gerak yang dipilih adalah percobaan yang ketiga,
yaitu pada komposisi fase gerak metanol : air (70 :30). Komposisi fase gerak ini
dipilih karena menghasilkan nilai asimetrisitas yang memenuhi syarat jika
dibandingkan dengan komposisi fase gerak lainnya dan memiliki waktu retensi
paling cepat dibanding dengan komposisi fase gerak lainnya sehingga waktu
analisis lebih cepat dan efisien. Gambar masing-masing kromatogram tercantum
pada lampiran 3. Data mengenai komposisi fase gerak tercantum pada tabel 4.1.
26
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.1. Hasil penentuan komposisi fase gerak timokuinon standar pada
konsentrasi 50 μg/mL, laju alir 1,5 mL/menit, panjang gelombang 252 nm, dan
volume penyuntikan 20 μL.
Fase
Gerak
(v/v)
TR
(menit)
Luas Puncak
(mAU) N HETP Asimetris
60 : 40 14,240 63,4197 4382 0,0342 2,64
65 : 35 10,460 64,3771 3486 0,0430 2,53
70 : 30 5,960 61,9257 3864 0,0380 1,72
Syarat - - ≥ 2500 - ≤ 2,5
Keterangan :
TR : Time retention (waktu retensi)
N : Plat teoritis
HETP : Height Equivalent Theoritical Plate
4.3 Uji Kesesuaian Sistem
Dengan menggunakan fase gerak terpilih, yaitu komposisi metanol : air
(70 : 30), dilakukan uji kesesuaian sistem untuk memastikan kesesuaian dan
keefektifan sistem operasional dan dihasilkan kromatogram yang baik. Uji
kesesuaian sistem dilakukan dengan menyuntikan sampel dengan konsentrasi 50
μg/mL kedalam alat KCKT sebanyak 5 kali lalu ditentukan jumlah plat teoritis,
asimetris, koefisien variasi dari waktu retensi dan luas puncak.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, parameter yang berguna untuk uji
kesesuaian sistem adalah keberulangan dari penyuntikan ulang larutan baku
dinyatakan dalam simpangan baku relatif yang dinyatakan dalam persen bila tidak
dinyatakan lain dalam monografi buku yang digunakan maka untuk perhitungan
digunakan data kromatogram lima kali hasil penyuntikan ulang dengan nilai RSD
kurang dari 2,0 %.
Menurut USP, ada lima parameter yang dijadikan rujukan untuk
menunjukan bahwa metode telah sesuai dengan sistem yang tersedia. Lima
parameter tersebut adalah faktor kapasitas, asimetris, lempeng teoritis, dan
koefisien variasi dari luas area dari serangkaian penyuntikan sampel. Suatu metode
dinyatakan telah memenuhi syarat uji kesesuaian sistem jika minimal ada dua
parameter yang memenuhi persyaratan dari lima parameter yang diujikan.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil percobaan, diperoleh nilai rata- rata : jumlah plat teoritis 3489
(persyaratan > 2500), asimetris 2,044 (persyaratan < 2,5) dan RSD luas area 0,92
dan waktu retensi 0,024 (persyaratan < 2%). Hasil ini telah memenuhi persyaratan
uji, yang menunjukan bahwa sistem alat yang digunakan telah memenuhi
kesesuaian dan keefektifan sistem operasional. Data mengenai uji kesesuaian
sistem tercantum pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil uji kesesuaian sistem timokuinon standar konsentrasi 50 μg/mL,
laju alir 1,5 mL/menit, panjang gelombang 252 nm, dan volume penyuntikan 20
μL.
Konsentrasi
TR
(menit)
Luas
puncak
(mAU) N HETP Asimetris
50 μg/mL
5,960
6,02
6,007
6,013
6,013
61,9257
59,9157
60,4857
59,683
61,1613
3864
3405
3316
3333
3527
0.0382
0,0440
0,0452
0,0450
0,0425
1,72
2,06
2,14
2,17
2,13
RSD (%) 0,024 0,920
Rata-rata 6,002 60,634 3489 0,0429 2,044
Syarat RSD< 2% RSD< 2% > 2500 - < 2,5
Kesimpulan √ √ √ √ √
Keterangan :
TR : Time retention (waktu retensi)
N : Plat teoritis
HETP : Height Equivalent Theoritical Plate
Nilai bilangan lempeng teoritis dan asimetrisitas menunjukan kinerja kolom
dalam memisahkan komponen dengan menggunakan metode tersebut. Semakin
besar nilai lempeng teoritis berarti semakin efisien kolom dalam memisahkan
komponen dengan metode tersebut. Faktor asimetris yang memenuhi persyaratan
menunjukan bentuk puncak timokuinon yang simetris atau tidak memiliki
pengekoran (tailing) (Sari, 2010).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.1 Validasi Metode Analisis Timokuinon
4.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Uji Linieritas
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan melihat respon KCKT
terhadap analit timokuinon dengan tujuh seri konsentrasi standar, yaitu 0,5 , 10 , 20
, 30 , 50 , 100 , 500 μg/mL (Hadad , et al ., 2012). Mula- mula dibuat larutan induk
500 μg/mL pada labu ukur 25 mL, kemudian dilakukan pengenceran hingga
mendapatkan 7 seri konsentrasi standar. Dari hasil analisis deret standar tersebut
didapat luas puncak kromatogram yang berbeda-beda. Nilai dari luas puncak
diplotkan ke dalam sumbu-y, sedangkan deret konsentrasi standar diplotkan ke
dalam sumbu-x, sehingga terbentuklah kurva kalibrasi dengan persamaan y
=1,278x + 1,7567.
Gambar 4.1 Kurva kalibrasi timokuinon
Linieritas merupakan kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel.
Berdasarkan hasil kurva kalibrasi, diperoleh persamaan y =1,278x + 1,7567. Dari
persamaan tersebut diperoleh nilai intersep yang dilambangkan dengan a =1,7567
yang berarti kurva tersebut memotong sumbu-y di titik + 1,7567. Sedangkan nilai
b = 1,278. Nilai b mempresentasikan nilai slope atau kemiringan atau gradien dari
kurva tersebut, sedangkan untuk nilai r = 0,9997. Nilai r merupakan koefisien
korelasi. Syarat diterimanya nilai koefisien korelasi adalah jika nilai r > 0,9990
(FDA, 2001) . Jika ditinjau dari hasil nilai r pada percobaan ini yaitu 0,9997, maka
kurva kalibrasi tersebut telah memenuhi syarat.
y = 1,278x + 1,7567R² = 0,9997
0
100
200
300
400
500
600
700
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi (μg/mL)
Luas
Punca
k (
mA
U)
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.3 Pengukuran Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)
Dengan menggunakan data kurva kalibrasi, kemudian dihitung nilai LOD
dan LOQ. Hasil uji LOD dan LOQ dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil uji batas deteksi, batas kuantitasi dan koefisien fungsi
Parameter Nilai
Simpangan Baku Residual (S y/x) 3,69
Batas deteksi (LOD) 8,67 μg/mL
Batas Kuantitasi (LOQ) 28,9 μg/mL
Di antara keunggulan teknik analisis menggunakan instrumen adalah
kemampuannya mendeteksi dan menentukan kadar analit yang sangat kecil
dibandingkan dengan metode analisis klasik. Batas deteksi dan batas kuantitasi
metode perlu ditentukan kalau metode tersebut digunakan untuk menganalisis
sampel yang mengandung analit berkadar rendah, seperti pada analisis obat dalam
cairan tubuh, analisis metabolit sekunder dalam kultur jaringan, atau analisis pada
uji disolusi obat, sedangkan untuk sampel dengan konsentrasi analit tinggi tidak
mutlak diperlukan pengujian LOD dan LOQ, hanya saja dalam penelitian ini uji
LOQ tetap dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kuantitas terkecil analit
dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria akurasi dan presisi yang baik,
sehingga dari hasil pengujian LOQ ini akan menjadi acuan dalam pemilihan sampel
mana yang akan diuji presisi dan akurasinya. Dari hasil uji LOD dan LOQ ini
didapat konsentrasi terendah yang dapat memenuhi kriteria presisi dan akurasi yang
baik adalah 8,67 μg/mL dan 28,9 μg/mL.
4.4.4 Selektivitas
Pada percobaan ini selektivitas dinilai dari ketiadaan peak-peak senyawa
lain yang berhimpit atau bersinggungan dengan peak TQ dan persamaan waktu
retensi peak TQ pada kromatogram standar dengan waktu retensi peak TQ pada
kromatogram sampel .
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Kromatogram timokuinon standar 10 ppm
Gambar 4.3 Kromatogram sampel Minyak biji jinten hitam
Uji selektivitas dilakukan untuk mengetahui bahwa metode yang ditetapkan
kemampuannya hanya untuk mengukur zat tertentu saja dengan cermat dan
seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel.
Pada uji selektivitas ini menunjukkan hasil yang baik, karena peak timokuinon pada
larutan standar menunjukkan waktu retensi yang persis sama dengan waktu retensi
yang ditunjukkan oleh peak timokuinon pada larutan sampel, di mana larutan
standar timokuinon berada di waktu retensi 5,913 menit dan larutan sampel berada
di waktu retensi 5,820 menit. Disamping itu tidak adanya peak lain yang terlihat
bersinggungan atau berhimpit dengan peak timokuinon pada sampel minyak jinten
hitam, sehingga menghasilkan selektivitas yang baik.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.5 Akurasi
Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan
dinyatakan sebagai % diff dan persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan (Harmita, 2004). Akurasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
metode simulasi dan penambahan standar (spiking). Pada penelitian ini digunakan
metode penambahan standar (spiking) karena metode simulasi memerlukan
pembuatan plasebo, sedangkan pembuatan plasebo (minyak biji jinten hitam tanpa
timokuinon) sebagai matriks tidak bisa dilakukan. Akurasi diperiksa dengan cara
menghitung perbedaan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya (% diff) dan
persentase perolehan kembali (% recovery). Pada penelitian ini, uji akurasi
dilakukan dengan mengukur 3 konsentrasi dengan masing-masing konsentrasi
sebanyak 3 kali pada konsentrasi rendah (3× 𝐿𝑂𝑄) , sedang (35-50% dari standar
kalibrasi tertinggi), dan tinggi (75 % dari standar kalibrasi tertinggi) (FDA, 2001) .
Uji akurasi pada percobaan ini dilakukan dengan mengukur konsentrasi sampel
terlebih dahulu dan kemudian konsentrasi sampel dan standar pada konsentrasi 80
μg/mL, 200 μg/mL, dan 375 μg/mL masing-masing sebanyak 3 kali.
Pada pengujian % diff konsentrasi 80 μg/mL didapatkan hasil % diff rata
rata sebesar -0,155%, pada konsentrasi 200 μg/mL didapatkan % diff rata-rata
sebesar 1,562 % dan pada konsentrasi 375 μg/mL didapatkan % diff rata-rata
sebesar -1,864 %.
Kemudian dihitung pula nilai persentase perolehan kembalinya (%
recovery) dengan cara membandingkan nilai yang terukur dengan nilai sebenarnya.
Pada konsentrasi 80 μg/mL didapatkan hasil % recovery rata rata sebesar 99,844%,
pada konsentrasi 200 μg/mL didapatkan % recovery rata-rata sebesar 101,563% dan
pada konsentrasi 375 μg/mL didapatkan % recovery rata-rata sebesar 98,135%
Nilai yang dipersyaratkan untuk (% diff) adalah tidak lebih dari 2% dan syarat
untuk persentase perolehan kembali adalah 97-103% (Harmita, 2006) . Hasil untuk
uji akurasi telah memenuhi persyaratan untuk metode analisis. Hasil untuk uji
akurasi dapat dilihat pada tabel 4.4.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.4 Hasil rata-rata uji Akurasi (% diff dan perolehan kembali)
Konsentrasi
standar
(μg/mL)
Konsentrasi
sampel
sebenarnya
(μg/mL)
Konsentrasi
yang
diperoleh
(μg/mL)
Rata-rata
perolehan
kembali (%)
Rata-rata %
diff (%)
80
81,5
79,875 99,844 -0,155
200 203,126 101,563 1,562
375 368,007 98,135 -1,864
Syarat - 97-103 % < 2%
4.4.5 Presisi
Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual
dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang
diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Pada penentuan presisi
dapat dilakukan pada 3 kategori yaitu repeatibilitas, presisi antara dan
reprodusibilitas. Dari ketiga kategori di atas, yang wajib dilakukan adalah
repeatibilitas (Indrayanto & Yuwono, 2003). Untuk uji presisi repeatibilitas
dilakukan dengan pengukuran sampel sebanyak 3 replikasi pada 3 konsentrasi uji.
Dari data yang diperoleh kemudian dihitung nilai RSD-nya. Uji presisi pada
penelitian ini dilakukan dengan mengukur konsentrasi sampel dan standar pada
konsentrasi 80 μg/mL, 200 μg/mL, dan 375 μg/mL masing-masing sebanyak tiga
kali. Pada konsentrasi 80 μg/mL didapatkan hasil % RSD (Relative Standard
Deviation) sebesar 0,078 % , pada konsentrasi 200 μg/mL didapatkan didapatkan
hasil % RSD (Relative Standard Deviation) sebesar 0,113 % dan pada konsentrasi
375 μg/mL didapatkan didapatkan hasil % RSD (Relative Standard Deviation)
sebesar 0,052 %. Nilai yang dipersyaratkan untuk (% RSD) adalah tidak lebih dari
2% (Harmita, 2006). Pada uji presisi ini, hasil telah memenuhi persyaratan untuk
uji presisi. Dapat disimpulkan bahwa uji presisi pada percobaan ini telah memenuhi
persyaratan.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.5 Hasil rata-rata uji presisi
Konsentrasi
spiking sampel +
standar (μg/mL)
Rata-rata Luas
Puncak (mAU)
Rata-rata
Konsentrasi
(μg/mL)
RSD (%)
80 208 161,376 0,078
200 365,508 284,626 0,113
375 576,227 449,507 0,052
Syarat - - < 2%
4.4.6 Analisis Kadar Timokuinon pada Sampel Minyak Biji Jinten Hitam
Setelah parameter validasi metode yang ditetapkan telah memenuhi
persyaratan maka dapat diaplikasikan untuk penetapan kadar timokuinon dalam
minyak biji jinten hitam. Penetapan kadar timokuinon dalam sampel minyak jinten
hitam dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada bobot yang sama. Sampel
dipreparasi dengan menimbang sampel minyak biji jinten hitam sebanyak 42,6 mg
(100 𝜇𝐿) replikasi 3 kali kemudian dilarutkan dalam metanol hingga volume akhir
10 mL. Campurkan dengan vortex selama 2 menit, didiamkan selama 1 menit,
diambil lapisan metanol bagian atas (Enein, et al., 1995). Setelah itu sampel
disaring menggunakan syringe filter berukuran 0,45 μm. Sampel diinjeksikan ke
dalam KCKT dengan volume injeksi sebanyak 20 μL dilihat luas puncaknya. Luas
puncak yang didapat kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi pada
kurva kalibrasi sebagai nilai Y, sehingga didapat konsentrasi sampel dalam satuan
ppm. Kemudian dilakukan perhitungan kadar % b/b. Hasil penetapan kadar dengan
3 kali pengulangan disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Analisis kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam
Replikasi
Bobot
minyak yang
ditimbang
(mg)
Luas
puncak
(mAU)
Konsentrasi
(μg/mL)
Kadar
Timokuinon
dalam minyak
jinten hitam (%)
1
2
3
42,6
220,038
220,206
219,293
170,799
171.930
170,216
4,002
4,009
3,895
RSD (%) - - - 0,22
Rata-rata - - - 3,968
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari hasil pengujian, diperoleh kadar rata-rata timokuinon dalam sampel
minyak jinten hitam adalah 3,968 % (b/b) dengan nilai RSD 0,22 %. Dalam
penetapan kadar ini didapatkan hasil % RSD yang memenuhi persyaratan, yaitu
kurang dari 2% sehingga metode KCKT yang diuji dapat memberikan hasil analisis
yang teliti (AOAC,1998).
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kondisi optimum untuk analisis timokuinon dalam minyak biji jinten hitam
menggunakan sistem kromatografi terdiri dari kolom Acclaim® Polar
Advantage II (C18) dengan kecepatan alir 1,5 mL/menit, detektor UV
dengan panjang gelombang 252 nm, volume penyuntikan 20 μL dengan
sistem isokratik pada komposisi eluen metanol : air (70:30)
2. Validasi metode yang dilakukan memberikan hasil nilai linearitas (r =
0,9997) pada rentang 0,5 – 500 μg/ml. Batas deteksi dan batas kuantitasi
8,67 μg/mL dan 28,9 μg/mL, (% diff) sekitar -1,864 sampai 1,562, presisi
(% RSD) berkisar 0,052 sampai 0,113% dan perolehan kembali 98,135
sampai 101,563 %.
3. Analisis timokuinon pada sampel minyak biji jinten hitam memiliki kadar
sebesar 3,968 % (b/b).
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengembangan metode analisis Timokuinon dalam suatu
sediaan atau pengembangan metode analisis dengan instrumen lain,
misalnya GCMS (Gas Chromatography Mass Spectrometry).
36
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Abdulelah, H.A.A. and Abidin, Z.B.A.H. 2007. In vivo Anti-malarial Tests of
Nigella sativa (Black Seed) Different Extracts. American Journal of
Pharmacology and Toxicology 2(2): 46-50
Abdel-Wahab, W.M. 2013. Protective effect of thymoquinone on sodium fluoride-
induced hepatotoxicity and oxidative stress in rats. The Journal of Basic and
Applied Zoology, (In Press).
Agarwal R, Kharya MD, Shrivastava R. 1979. Antimicrobial and anthelminthic
activities of the essential oil of Nigella sativa Linn. Indian J Exp Biol
17:1264–5
Akhtar MS, Riffat S. 1991. Field trial of Saussurea lappa roots against nematodes
and Nigella sativa seeds against cestodes in children. J Pak Med Assoc
41:185–7.
Al-Hader AA, Aqel MB, Hasan ZA. 1993. Hypoglycemic effects of the volatile oil
of Nigella sativa seeds. Int J Pharmacogn 31:96–100. Boulos L. (1983)
Medicinal plants of North Africa. Algonac, MI: Reference Publications, p.
103.
Al-Majed, A., Al-Omar, F.A. and Nagi, M.N. 2006. Neuroprotective effects of
thymoquinone against transient forebrain ischemia in the rat hippocampus.
European Journal of Pharmacology, 543, 1-3, 14, 40-47.
AOAC. 1998. Peer-Verified Methods Program Manual on Policies and
Procedures. USA : Arlington, Virginia
Arslan, S.O., Gelir, E., Armutcu, F., Coskun, O., Gurel, A., Sayan, H. and Celik,
I.L. 2005. The protective effect of thymoquinone on ethanol-induced acute
gastric damage in the rat. Nutrition Research, 25, 673-680
Anonim. 2000. Domestication of plants in the Old World, 3, Oxford University
Press, p. 206. ISBN 0198503563.
Benhaddou- Andaloussi , A., L.C. Martineau, D.spoor,T. Vuong, C. Leduce, E.joly,
A. Burt, B.meddah , A.settaf , J.T arnason, M.prenkti, P.S. Haddad. 2008.
Antidiabetic activity of Nigella sativa seed extract in cultured pancreatic
betta cell, skeletal cell, and adipocytes.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Boulos, L. 1983. Medicinal Plants of North Africa. Reference Publication.
BPOM. 2009. Mengenal Jinten Hitam sebagai Obat Bahan Alam, Naturakos,
Vol.IV No.12.
BPOM. 2011. Mari Minum Obat Bahan Alam Dan Jamu dengan Baik dan Benar,
InfoPOM, Vol. 12 No. 3
Burits, M., dan Bucar, F. 2000. Antioxidant activity of Nigella sativa essential oil.
Phytother. Res., 14: 323–328
Daba MH, Abdel-Rahman MS. 1998. Hepatoprotective activity of thymoquinone in
isolated rat hepatocytes. Toxicol Lett 16:23–9.
Darakhsan, Sara., Pour, Ali bidmeshki., Colagar, Abasalt hosseinzadeh. 2015.
Thymoquinone and its Therapeutic Potentials. Pharmacol Res (2015).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Materia Medika Indonesia Jilid
III. Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat da Makanan.
El-Dakhakhny M. 1965. Studies on the Egyptian Nigella sativa L. IV Some
pharmacological properties of seeds active principle in comparison to its
dihydro compound and its polymer. Arzneim Forsch (Drug Res Germ)
15:1227–9.
El-Mahmoudy, A., Matsuyama, H., Borgan, M.A., Shimizu, Y., El-Sayed, M.G.,
Minamoto, N. and Takewaki T.2002. Thymoquinone suppresses expression
of inducible nitric oxide synthase in rat macrophages International
Immunopharmacology, 2, 11, 1603-1611.
Faisal,Rizwan, et al.2015. Anti inflammatory effect of thymoquinone in comparison
with methotrexate on pristane induced arthritis in rats. J Pak Med Assoc,Vol
65.
Farmakope Indonesia Edisi IV. 1995. halaman 1016-1017.
Food and Drug Administration. 2001. Bioanalytical Method Validation. Rockville:
Center for Veterinary Medicine.
Gali-Muhtasib, H., Roessner, A. and Chneider-Stock, R. 2006. Thymoqui-none : A
promising anti-cancer drug from natural sources. The International Journal
of Biochemistry and Cell Biology, 38, 8, 1249-1253.
Gandjar, I. G. dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gharby, S. et al., 2013. Chemical investigation of Nigella sativa L. seed oil
produced in Morocco. Journal of the Saudi Society of Agricultural Sciences.
Gilani Hassan A. 2004. A Review of Medicinal Use and Pharmacological Activities
of Nigella sativa L,.Departement of Biological and Biomedical Sciences.
Goreja,W.G.2003.Black seed Nature’s Miracle Remedy. New York: Amazing Herb
Press.
Hanafy MS, Hatem ME. 1991. Studies on the antimicrobial activity of Nigella
sativa seed (black cumin). J Ethnopharmacol 34:275–8.
Hassan Y. Aboul-Enein & Laila I. Abou-Basha. 1995. Simple HPLC Method for
the Determination of Thymoquinone in Black Seed Oil (Nigella Sativa Linn),
Journal of Liquid Chromatography, 18:5, 895-902, DOI:10.1080/1082
6079508010400.
Hassan, sohair A., et al.,2008. The in vitro promising therapeutic activity of
thymoquinone on hepatocelullar carcinoma (HepG2) cell line. Department of
Medicinal Chemistry, National Research Centre, Dokki, Giza, Egypt. Global
Veterinaria 2 (5).
Harmita. 2006. Analisis Fisikokimia. Departemen Farmasi FMIPA UI.
Harzallah, H.J., Kouidhi, B., Flamini, G., Bakhrouf, A. and Mahjoub, T.
(2011).Chemical composition, antimicrobial potential against cariogenic
bacteria and cytotoxic activity of Tunisian Nigella sativa essential oil and
thymoquinone. Food Chemistry, 129, 4, 15, 1469-1474.
Hosseinzadeh., Fahimeh, Moghim. 2007. Effect of Nigella Nigella sativa seed
extracts on Ischemia-Reperfusion in Rat Skeletal Muscle.
Pharmacologyonline 2 : 326-335.
Hutapea, J.R. 1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III), Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, p:
163.
Indrayanto, G. dan Yuwono, M. 2003. Validation of TLC Analyses in Encyclopedia
of Chromatography. Surabaya: Airlangga University Indonesia.
Johnson, E.L. dan Stevenson, R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Penerjemah:
Kosain Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal. 70, 119-121.
Kamboj. 2000. Herbal medicine. India : CURRENT SCIENCE, VOL.78, NO 1.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Katzer, Gernot. (2004) Nigella (Nigella sativa)
http://www.uni-graz.at/%7Ekatzer/spice_icon.ico
Kazakevich, Y., dan R. LoBrutto. 2007. Method Validation. In LoBrutto, R., dan
T. Patel., Editors. HPLC for Pharmaceutical Scientist. New Jersey: Jhon
Wiley & Sns, Inc. Hal.455.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Magdy, M.A., Hanan, El-A. dan Nabila, el-M. 2012. Thymoquinone: Novel
gastroprotective mechanisms. European Journal Pharmacology. 15, 697(1-3),
126-31.
Mansour, M.A., Nagi, M.N., El-Khatib, A.S. and Al-Bekairi, A.M. 2002. Effects of
thymoquinone on antioxidant enzyme activities, lipid peroxidation and DT-
diaphorase in different tissues of mice: a possible mechanism of action. Cell
Biochemistry and Function, 20(2), 143-51.
Meyer, V.R. 2004. Practical High Performance Liquid Chromatography. 4th
Edition. St. Gallen: John Wiley & Sons. Ltd. Hal 20-24, 52-55.
M.Hadad, Ghada., Randa., Salam,Abdel. 2012. High-Performance Liquid
Chromatography Quantification of Principal Antioxidants in Black seed
(Nigella sativa L.) Phytopharmaceuticals. Egypt : Journal of AOAC
International Vol. 95, No. 4, 2012.
Moffat, A. C. 1986. Clarke's Isolation and Identification of Drugs (2nd ed.).
London: The Pharmaceutical Press. 936-937.
Nickavar, B. Mojaba, F. Javidniab, K. Amolia, M.A. 2003. Chemical composition
of the fixed and volatile oil of nigella sativa L. From Iran Z. Naturforsch 58c.
Pari, L. and Sankaranarayanan, C. 2009. Beneficial effects of thymoqui-none on
hepatic key enzymes in streptozotocin-nicotinamide induced diabetic rats.
Life Sciences, 85, 23-26, 830 834.
Rajsekhar, Saha, Bhupendar Kuldeep. 2011. Pharmacognosy and pharmacology of
Nigella sativa-a review. India. 2(11).
Raza, Muhamma, Alghasham, Abdullah A., Alorainy, Mohammad S,El- Hadiyah,
Tarig M. 2006. Beneficial Interaction of Thymoquinone and Sodium
Valproate in Experimental Models of Epilepsy : Reduction in Hepatotoxicity
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
of Valproate. Department of Pharmacology and Therapeutics, Saudi Arabia.
Scientia Pharmaceutica (Sci.pharm).
Salem ML, Hossain MS. 2000. Protective effect of black seed oil from Nigella
sativa against murine cytomegalovirus infection. Int J Immunopharmacol
22(9):729–40.
Sari, Ni Ketut. 2010. Analisis Instrumentasi.Klaten : Yayasan Humaniora
Umar, S., Zargan, J., Umar, K., Ahmad, S., Katiyar, C.K. and Khan, H.A. 2012.
Modulation of the oxidative stress and inflammatory cytokine response by
thymoquinone in the collagen induced arthritis in Wistar rats. Chemico-
Biological Interactions, 15, 197(1), 40-6.
Willy, John et al.2003. The Merck Index. Maryadelede: O’ Meil. 13th Edition. Hal:
8166.
Woo, C.C., Kumar, A.P., Sethi, G. and Tan, K.H.B. 2012. Thymoquinone :
Potential cure for inflammatory disorders and cancer. Biochemical
Pharmacology, 83, 4, 15, 443-451.
Yulianti, S., dan Junaedi, E. 2006. Sembuhkan Penyakit dengan Habbatussauda
(jinten hitam), Agromedia, jakarta.
YT. 2015. http://www.scbt.com/datasheet-215986-thymoquinone.html, diakses 28
Juli 2015.
Zaoui A, Cherrah Y, Lacaille-Dubois MA, Settaf A, Amarouch H, Hassar M. 2000.
Diuretic and hypotensive effects of Nigella sativa in the spontaneously
hypertensive rat. Therapie 5:379–82.
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Timokuinon merupakan senyawa yang terkandung dalam minyak jinten
hitam yang bertanggung jawab terhadap berbagai aktivitas farmakologis
Dikembangkan suatu metode analisis yang memiliki nilai validitas yang
baik serta dilakukan penetapan kadar timokuinon dalam minyak jinten
hitam
Pembuatan larutan induk timokuinon
Pengukuran λ maksimum timokuinon dengan spektrofotometer UV-Visibel
Penentuan
komposisi fase
gerak
Uji kesesuaian
sistem
Validasi metode
Linieritas Akurasi Limit deteksi dan
limit kuantitasi
kuantisasi
Presisi Selektivitas
Penetapan kadar timokuinon dalam minyak jinten hitam dengan instrumen
KCKT
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Spektrum Serapan Timokuinon pada Spektrofotometer
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Gambar Kromatogram Fase Gerak Metanol : Air (60 : 40)
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Gambar Kromatogram Fase Gerak Metanol : Air (65 : 35)
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Gambar Kromatogram Fase Gerak Metanol : Air (70 : 30)
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6 . Uji Liniearitas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Timokuinon
Tabel 6.1 Hasil uji linieritas
Konsentrasi
(μg/mL)
Luas Puncak (mAU) Rata-Rata Luas Puncak
(mAU) 1 2 3
0,5 2,957 3,012 2,895 2,954 ± 1,981
10 13,493 13,257 13,345 13,235 ± 2,032
20 33,141 33,211 33,298 33,55 ± 1,722
30 38,147 38,537 39,459 38,714 ± 1,737
50 65,695 65,181 66,101 65,659 ± 0,702
100 124,783 125,19 123,78 124,584 ± 0,582
500 641,413 640,179 642,567 641,586 ± 0,141
Kondisi Analisis :
Fase gerak : metanol : air (70:30)
Kolom : Acclaim® (C18; 150 mm x 4,6 mm)
Volume injeksi : 20 μL
Kecepatan alir : 1,5 mL/menit
Detektor : UV
Panjang Gelombang : 252 nm
y = 1,278x + 1,7567R² = 0,9997
0
100
200
300
400
500
600
700
0 100 200 300 400 500 600
Kurva Kalibrasi Timokuinon
Konsentrasi (μg/mL)
Luas
Pu
nca
k (m
AU
)
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7 . Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Tabel 6.2. Data hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi
Konsentrasi
(μg/mL) (X)
Luas
Puncak
(mAU) (Y)
(Y1) (Y-Y1)2
0,5 2,954 2,3957 0,311
10 13,235 14,536 1,693
20 33,55 27,316 38,854
30 38,714 40,096 1,911
50 65,659 65,656 0,0084
100 124,584 129,557 24,727
500 641,586 640,757 0,687
S(y/x) : √∑(𝑌−𝑌1)2
𝑛−2 =√
68,185
5 = 3,69
LOD : 3 S(y/x)
𝑏 = :
3 (3,69)
1,2778 = 8,67 μg/mL
LOQ : 10 S(y/x)
𝑏 = :
10 (3,69)
1,2778 = 28,9 μg/mL
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Uji Akurasi dan Presisi
Tabel 6.3 Data hasil uji akurasi dan presisi
Konsentrasi
(μg/mL)
Luas
Puncak
(mAU)
Uji
peroleha
n
kembali
(%)
Rata-rata
uji
perolehan
kembali
(%)
% diff
%
diff
rata-
rata
Simpangan
baku (SD)
RSD
(%)
Spiking
sampel +
standar 80
208
99,854
99,844
-0,145
-0,155 0,1267 0,078 207,828 99,681 -0,318
208,151 99,997 -0,002
Spiking
sampel +
standar 200
365,64 101,614
101,563
1,614
1,562 0,322 0,113 365,839 101,692 1,692
365,046 101,382 1,381
Spiking
sampel +
standar 375
575,884 98,063
98,135
-1,936
-1,864 0,237 0,052 576,338 98,158 -1,841
576,46 98,183 -1,816
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Perhitungan Uji Akurasi
a) Perhitungan % perolehan kembali dan % diff
Konsentrasi didapat dengan mensubstitusikan nilai luas area sebagai nilai y pada
persamaan kurva kalibrasi: y =1,278x + 1,7567. Sehingga didapat nilai x sebagai
konsentrasi.
Tabel 6.4 Uji Akurasi
RT (menit) Luas puncak
(mAU)
Konsentrasi
(μg/mL) Rata- rata
Spiking
sampel +
standar 80
ppm
5,440 208 161,384
161,376 5,433 207,828 161,245
5,440 208,151 161,498
Spiking
sampel +
standar 200
ppm
5,360 365,640 284,729
284,626 5,367 365,839 284,884
5,400 365,046 284,264
Spiking
sampel +
standar 375
ppm
5,433 575,884 449,238
449,507 5,400 576,338 449,594
5,420 576,460 449,689
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spiking sampel + standar 80 ppm
Konsentrasi standar = konsentrasi terukur – konsentrasi sampel
Konsentrasi standar = 161,376 – 81,5
= 79,876 μg/mL
% Perolehan kembali = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
= 79,876
80 × 100%
= 99,845 %
% diff = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
= 79,876−80
80 × 100%
= - 0,155 %
Spiking sampel + standar 200 ppm
Konsentrasi standar = 284,626 – 81,5
= 203,126 μg/mL
% Perolehan kembali = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
= 203,126
200 × 100%
= 101,56 %
% diff = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
= 203,126−200
200 × 100%
= 1,56 %
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spiking sampel + standar 375 ppm
Konsentrasi standar = 449,507 – 81,5
= 368,007 μg/mL
% Perolehan kembali = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
= 368,007
375 × 100%
= 98,135 %
% diff = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 − 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
= 368,007−375
375 × 100%
= - 1,864 %
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Perhitungan Uji Presisi
a) Simpangan baku (SD) = √∑(𝑥−𝑥 ̅)2
𝑁−1
b) % RSD = 𝑆𝐷
�̅� × 100 %
Spiking sampel + standar 80 ppm
SD = √∑(161,384−161,376)2+(161,245−161,376)2+(161,498−161,376)2
3−1
SD = 0,1267
% RSD = 0,1267
161,465 × 100%
= 0,078%
Spiking sampel + standar 200 ppm
SD = √∑(284,729−284,626)2+(284,884−284,626)2+(284,264−284,626)2
3−1
SD = 0,322
% RSD = 0,322
284,734 × 100%
= 0,113 %
Spiking sampel + standar 375 ppm
SD = √∑(449,238−449,507)2+(449,594−449,507)2+(449,689−449,507)2
3−1
SD = 0,237
% RSD = 0,237
449,642 × 100%
= 0,052 %
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Larutan Standar Timokuinon
1) Standar 500 ppm sebagai larutan induk
Ditimbang sebanyak 12,5 mg serbuk timokuinon ad metanol 25 ml dalam
labu ukur 25 ml.
2) Standar 100 ppm
V1.C1 = V2.C2
500 ppm.x ml = 100 ppm. 10 ml
x ml = 100 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙
500 𝑝𝑝𝑚 = 2 ml
Dipipet 2 ml atau 2000 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml pada
labu ukur 10 mL.
3) Standar 50 ppm
V1.C1 = V2. C2
500 ppm. x ml = 50 ppm. 10 mL
x ml = 50 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙
500 𝑝𝑝𝑚 = 1 ml
Dipipet 1 ml atau 1000 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml pada
labu ukur 10 mL.
4) Standar 30 ppm
V1.C1 = V2.C2
500 ppm. x ml = 30 ppm. 10 mL
x ml = 30 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙
500 𝑝𝑝𝑚 = 0,6 ml
Dipipet 0,6 ml atau 600 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml
pada labu ukur 10 mL.
5) Standar 20 ppm
V1.C1 = V2.C2
500 ppm. x ml = 20 ppm. 10 mL
x ml = 20 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙
500 𝑝𝑝𝑚 = 0,4 ml
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dipipet 0,4 ml atau 400 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml
pada labu ukur 10 mL.
6) Standar 10 ppm
V1.C1 = V2.C2
500 ppm. x ml = 10 ppm. 10 mL
x ml = 10 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙
500 𝑝𝑝𝑚 = 0,2 ml
Dipipet 0,2 ml atau 200 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml
pada labu ukur 10 mL.
7) Standar 0,5 ppm
V1.C1 = V2.C2
500 ppm. x ml = 0,5 ppm. 10 mL
x ml = 0,5 𝑝𝑝𝑚.10 𝑚𝑙
500 𝑝𝑝𝑚 = 0,01 ml
Dipipet 0,01 ml atau 10 μL larutan induk (500 ppm), di ad hingga 10 ml
pada labu ukur 10 mL.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Perhitungan Kadar Timokuinon dalam Minyak Biji Jinten Hitam
Tabel 4.6 Analisis kadar timokuinon dalam minyak biji jinten hitam
Replikasi
Bobot
minyak yang
ditimbang
(mg)
Luas
puncak
(mAU)
Konsentrasi
(μg/mL)
Kadar Timokuinon
dalam minyak
jinten hitam (%)
1
2
3
42,6
220,038
220,206
219,293
170,799
171.930
170,216
4,002
4,009
3,895
RSD (%) - - - 0,22
Rata-rata - - - 3,968
Perhitungan % kadar b/b = (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑄 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛) × 𝟏𝟎𝟎%
a) Sampel replikasi 1 = (170,799 μg/mL
42600 μg × 10 𝑚𝐿) × 100% = 4,002 %
b) Sampel replikasi 2 = (171,930 μg/mL
42600 μg × 10 𝑚𝐿) × 100% = 4,009 %
c) Sampel replikasi 3 = (170,216 μg/mL
42600 μg × 10 𝑚𝐿) × 100% = 3,895 %
Perhitungan % kadar b/b = (𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑇𝑄 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛) × 𝟏𝟎𝟎%
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Sertifikat Analisis Standar Timokuinon
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14 . Sertifikat Analisis Minyak Jinten Hitam
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Sertifikat Analisis Metanol HPLC Grade
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Sertifikat Analisis Air HPLC Grade
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 17. Bahan dan Alat
HPLC dan Komputer
Waterbath Ultrasonik
Timbangan Analitik
Vakuum Penyaring Fase Gerak
Aquades Pro Injection
Metanol HPLC Grade
Vortex Mixer
Water HPLC Grade
Sampel Minyak Jinten Hitam