bp2 kel.6 dwi kewarganegaraan

32
Laporan Hari/Tanggal : Senin, 20 April 2015 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PJ Dosen : Faranita Ratih, L, SH, MH PENERAPAN DWI KEWARGANEGARAAN MENJADI PERHATIAN Oleh: JMP Kelas B Kelompok 6: Anggita Mey Revayana J3E213107 Esdavini Elvandari J3E113089 Lisha Yuanita Sari J3E213108 Nur Andini Putriningtyas J3E113032 Tri Ratna J3E113067 Zefta Onesimus Sitepu J3E213106

Upload: tri-ratna

Post on 18-Dec-2015

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

dbdbv

TRANSCRIPT

Laporan Hari/Tanggal: Senin, 20 April 2015Pendidikan Pancasila dan KewarganegaraanPJ Dosen: Faranita Ratih, L, SH, MH

PENERAPAN DWI KEWARGANEGARAAN MENJADI PERHATIAN

Oleh:JMP Kelas B

Kelompok 6:

Anggita Mey RevayanaJ3E213107Esdavini ElvandariJ3E113089Lisha Yuanita SariJ3E213108Nur Andini PutriningtyasJ3E113032Tri RatnaJ3E113067Zefta Onesimus SitepuJ3E213106

SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGANPROGRAM DIPLOMAINSTITUT PERTANIAN BOGOR2015BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Warga negara adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai warga negara, berdomisili atau tempat tinggal tetap di suatu wilayah negara, yang dapat dibedakan menjadi warga negara asli dan warga negara asing (WNA). Warga negara merupakan salah satu unsur dari negara yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebagai sebuah negara. Pengaturan tentang kewarganegaraan merupakan suatu cara untuk membedakan warga negara suatu negara tertentu dengan negara yang lain. Prinsip yang umum dipakai untuk pengaturan kewarganegaraan sampai saat ini adalah prinsip ius soli yaitu prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, dan prinsip ius sanguinis yaitu prinsip yang mendasarkan diri pada hubungan darah.Berdasarkan prinsip ius soli seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Prinsip ini salah satunya dianut oleh United State Of America (U.S.A) dan sebagian besar negara di Eropa. Sedangkan berdasarkan prinsip ius sanguinis seseorang yang mempunyai pertalian darah dengan orang tua dari negara tertentu, secara hukum dianggap sebagai warga negara mengikuti kewarganegaraan orang tuanya meskipun ia lahir di negara lain. Salah satu negara yang menganut prinsip ini adalah Indonesia.Salah satu permasalahan kewarganegaraan yang dihadapi negara Indonesia saat ini adalah status dwikenegaraan. Dwikewarganegaraan adalah sebuah status dimana seseorang memiliki dua status kenegaraan sekaligus. Hal ini masih menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat dan pemerintah. Untuk itu, perlu dilakukan kajian secara mendalam mengenai penerapan status dwi kewarganegaraan di Indonesia dengan memperhatikan beberapa aspek dan memperhitungkan dampak positif serta negatifnya.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Kewarganegaraan2.1.1 PengertianKewarganegaraanmerupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuanpolitiktertentu dan memiliki hakuntuk berpartisipasi dalam kegiatanpolitik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memilikipaspordari negara yang dianggotainya.Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagaiwarga kotaatauwarga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak yang berbeda-beda bagi warganya.Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengankebangsaan. Yang membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam politik. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik). Juga kemungkinan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara.Di bawahteori kontrak sosial, status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi "kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk memperbaiki penghidupan masyarakatnya.

2.1.2 Warga Negara IndonesiaPengertian Warga Negara Indonesia menurut UUD 1945 pasal 26 adalah penduduk sebuah negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya, yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai warga negara itu, memiliki domisili atau tempat tinggal tetap di suatu wilayah negara, yang dapat dibedakan menjadi warga negara asli dan warga negara asing (WNA). Dalam UUD 1945 pasal 26, yang menjadi warga negara ialah :1. Orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undangsebagai warga negara.2. Penduduk ialah warga negara Indonesia danorang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 26 ayat (2) UUD 1945,Sedangkan yang dimaksud dengan penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia, serta bukan penduduk, adalah orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai dengan visa.Istilah kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara, atau segala hal yang berhubungan dengan warga negara.

2.2 Dwi Kewarganegaraan2.2.1 PengertianDwi kewarganegaraan adalah status kewarganegaraan seseorang yang bersifat ganda. Artinya yang bersangkutan memiliki dua kewarganegaraan dari 2 negara pada saat yang bersamaan. Biasanya kewarganegaraan yang kedua diperolah dari negara dimana yang bersangkutan menetap. Namun, tidak setiap negara mengakui dwi kewarganegaraan. Lebih dari 60 negara di dunia memiliki hukum dwi kewarganegaraan , sejumlah negara lainnya tidak, sementara sejumlah negara lain memiliki hukum setara dengan dwi kewarganegaraan.

2.2.2 Asas Dwi KewarganegaraanI. Undang Undang Dasar 1945 Sebagai asas (prinsipe, grondbeginsel) yang paling mendasar dan menjadi hukum positif, yang berlaku sekarang, dan mendasari wewenang pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan sebagaimana diatur lebih lanjut dalam peraturan-perundangan, maka UUD 1945 merupakan hukum positif yang pertama dijadikan acuan dalam kaitannya dengan hal kewarganegaraan. Dalam rangka penentuan nasionalisme warga Negara, ada beberapa hal dalam UUD 1945 yang perlu dikemukakan sebagai berikut:

1. Dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat ditegaskan bahwa Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila dimana salah satu silanya adalah Persatuan Indonesia.

2. Sila Persatuan Indonesia dilatarbelakangi oleh sejarah rakyat yang panjang untuk memperoleh kemerdekaan nasional. Sejarah perjuangan yang panjang dan berhasil, bersama dengan cita-cita untuk membangun Indonesia yang berkepribadian, menjadi landasan lahirnya semangat kebangsaan. Dengan sila Persatuan Indonesia, Bangsa Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi maupun golongan. Semangat kebangsaan dan persatuan akan menumbuhkan rasa cinta kepada tanah air, yang akan membangkitkan kemauan untuk membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dasar kebangsaan (nasionalisme) yang menjiwai sila Persatuan Indonesia dimaksudkan bahwa Bangsa Indonesia seluruhnya harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warganegara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berazaskan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita bersama. Semangat kebangsaan dan persatuan dan persatuan yang membangkitkan kemauan untuk membela dan mempertahankan negara tersebut diatur dalam pasal 30 ayat (1) UUD 45. Menurut Prof. Drs. Notonagoro, SH., nasionalisme atau semangat kebangsaan adalah syarat mutlak bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu bangsa dalam abad modern, sebab tanpa perasaan nasionalisme sesuatu bangsa akan hancur terpecah-pecah dari dalam. Meskipun terdapat berbagai suku maupun warganegara keturunan dalam lingkungan bangsa, haruslah ada kesediaan untuk tidak membiarkan atau memelihara dan membesarkan perbedaan, dan seharusnya ada kesediaan dan kecakapan serta usaha untuk sedapat-dapatnya melaksanakan pertalian kesatuan kebangsaan. Paham kebangsaan dalam sila Persatuan Indonesia mewajibkan supaya Bangsa Indonesia itu bersatu, melakukan integrasi bukan disintegrasi. Tujuan-tujuan nasional termaksud dalam Persatuaan Indonesia, dirumuskan dalam pembukaan UUD 45,secara singkat yaitu:a. Menurut integrasi ditengah-tengah pluralisme dalam kepulauan, golongan, kesukaan; b. Menuntut Identitas sebagai satu bangsa negara dan bertindak berdaulat-merdeka baik ke dalam maupun keluar; c. Menuntut kepribadian dalam hukum internasional, yang menurut syarat-syarat tertentu tetap diakui sebagai negara yang wajar Persatuan Indonesia ini bersifat patriotisme, cinta kepada bangsa dan tanah air, dalam pergaulan internasional dan menolak kosmopolitisme, yang meniadakan negara-negara individual.

3. Bab X UUD-45, dalam pasal 26 menyebutkan bahwa yang menjadi warganegara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara. UUD 1945 tidak mengatur warganegaranya untuk mengatur dwi-kewarganegaraan, karena sudah jelas bertentangan dengan semangat kebangsaan dalam sila Persatuan Indonesia, yang menolak kosmopolitisme dan bertentangan dengan semangat jiwa patriotisme untuk menempatkan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan pribadi. Dwi kewarganegaraan dapat berakibat melemahnya jiwa patrotisme kebangsaan, tidak setia dan tidak sanggup/tidak rela berkoban untuk kepentingan negara dan bangsa.4. Rakyat Indonesia asli/pribumi sejak jaman raja-raja yang menguasai wilayah nusantara tidak mengenal kosmopolitisme. Sultan Agung Hanyokrokusumo sebagai Raja Mataram, Sultan Agung Tirtayasa sebagai Raja Banten, Sultan Hasanudin sebagai Raja Bugis, memimpin rakyatnya berdasarkan Le Desir detre ensemble teori Ernest Renan, dan teori Otto Bauer Eine nation ist eine aus schiksalsgemeinscraft erwachsene charactergemeneinscraft , bahwa raja-raja itu memimpin takyatnya berdasarkan kesamaan karakter, persamaan nasib dan persamaan perasaan. Apalagi di jaman Sriwijaya dan Majapahit yang telah mengenal bentuk Nationale staat/kebangsaan berdasarkan Geo-Politik, persatuan antara manusia dengan tempatnya kedua kerajaan itu justru bergerak kearah terbentuknya semagat kebangsaan.5. Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UUD 45, menyebutkan Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, Peranakan Tionghoa, dan Peranakan Arab yang bertempat kedudukan di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga negara Sudah jelas dan menjadi ketentuan/syarat yang utama bagi rakyat Indonesia keturunan asing, bahwa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi warga negara adalah bersikap setia. Sikap Bipatrid (memiliki kewarganegaraan rangkap) sudah pasti bertentangan dengan azas kesetiaan yang dimaksud dalam penjelasan Pasal 26 ayat (1) tersebut. Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa UUD 1945 tidak menghendaki adanya Bipatrid/Dwi kewarganegaraan bagi rakyat Indonesia. Pemberian ijin untuk memiliki dwi kewarganegaraan sama artinya memerintahkan rakyat Indonesia melalui MPR untuk merubah UUD 1945.

II. Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) 1) Subjek hak-hak atas tanah perbedaan antara WNI dan orang asing. Sesuai dengan azas kebangsaan yang tercantum dalam pasal 1 undang-undang ini, maka pasal 9 ayat (1) menentukan bahwa hanya warganegara Indonesia saja yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa. Ketentuan ini tidak hanya ketentuan tanah saja, tetapi juga mengenai objek-objek agraria lainya, seperti pasal 36 ayat (1), orang asing tidak dapat diberikan Hak Guna Bangunan, dengan pengecualian yang ditegaskan dalam pasal 55 ayat (2) UUPA yaitu untuk Badanbadan Hukum yang sebagian dan seluruhnya modal asing, jika diperlukan oleh undangundang yang mengatur pembangunan nasional semesta berencana (sebagai contoh lihat penjelasan pasal 14 UU No. 1/67 tentang Penanaman Modal Asing UU No.11/1970 tentang UU No. 1/67) perlu diperhatikan bahwa pembuat UUPA menggunakan istilah WNI dalam arti kata WNI-Tunggal. Mereka berstatus WNI tetapi disamping itu masih mempunyai kewarganegaraan lain dalam berbagai hal dipersamakan dengan orang asing dalam UUPA. 2) Biarpun pada azasnya tidak diadakan perbedaan antara sesama warganegara, tetapi didalam UUPA terdapat ketentuan yang mengadakan perbedaan antara mereka yang berkewarganegaraan tunggal dan rangkap. 3) Pasal 21 ayat (4) menyebutkan bahwa selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesia-nya mempunyai kewarganegaran asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik. Ini berarti bahwa selama seseorang memiliki kewarganegaan rangkap, dalam hubungannya dengan pemilikan tanah, dipersamakan dengan orang asing. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa sudah selayaknya orangorang yang membiarkan diri disamping kewarganegaraan Indonesia- nya mempunyai kewarganegaraan negara lain, dalam hal pemilikan tanah dibedakan dari orang yang hanya berkewarganegaraan Indonesia. 4) Berkenaan dengan saat berlakunya UUPA, dikaitkan dengan masalah Dwi Kewarganegaraan orang orang Cina di Indonesia, berdasarkan perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina Yang mulai berlaku tanggal 20 Januari 1960 dan telah disahkan dengan Undang Undang No.2 Tahun 1958, menurut perjanjian tersebut, didalam 2 (dua) tahun sejak tanggal 20 Januari 1960, mereka yang berkewarganegaraan rangkap diberi kesempatan (diwajibkan ) untuk melepaskan salah satu dari kewarganegaraannya. Dengan demikian seharusnya tidak ada lagi pada saat ini dan seterusnya, khususnya WNI jelas berdasarkan perjanjian antara Pemerintah RI dengan Pemerintah RRC dan UU No. 2 tahun 1958 dan PP No.20 tahun 1959 (PP No.5 tahun 1961 tentang perubahan dan tambahan PP No. 20 tahun 1959), Indonesia menolak Dwi Kewarganegaraan, khususnya untuk keturunan Cina, teoritis pada tahun 1963 sudah tidak ada lagi Warga Negara Indonesia keturunan Cina yang memiliki kewarganegaraan rangkap, dan seharusnya WNI Keturunan Cina sudah tidak mempunyai masalah kewarganegaraan (sejalan dengan Keppres No. 56 Tahun 1996 tentang pencabutan ketentuan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia / SBKRI, terkecuali orang yang pertama kali naturalisasi menjadi WNI.

III. Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 1. Pasal 17 Sub (b) undang-undang ini menentukan bahwa seorang yang tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu, kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia-nya. Berdasarkan pasal ini memiliki persesuaian dengan UUD-45 beserta penjelasanya, UUPA, UU No.2 Tahun 1958 dan PP No. 20 Tahun 1959.

2. Undang undang No. 3 Tahun 1976 tentang perubahan Pasal 18 UU No. 62 Tahun 1958 dan PP No. 13 Tahun 1976 tentang pelaksanaan UU No. 3 Tahun 1976 semuanya tetap mempertahankan azas kewarganegaraan tunggal sebagaimana telah terkandung dalam UU No. 62 Tahun 1958.

3. Undang Undang No. 1 Tahun 1982, adalah pengesahan Konvensi Wina 1961 mengenai hubungan diplomatik beserta protokol opsionalnya mengenai hal memperoleh kewarganegaraan dan Konvensi Wina 1963 mengenai hubungan konselor beserta protokol mengenai hal memperoleh kewarganegaraan ( Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocol to The Vienna Convention on Diplomatic Relations Concerning Acguistian of Nationality, 1961).

2.2.3 Pelaksanaan UU No. 12 Th 2006 Asas kewarganegaraan yaitu dalam berfikir untuk menentukan masuk dan tidaknya seseorang menjadi anggota/warga dari suatu negara. Adapaun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2006 adalah sebagai berikut: Asas Ius Soli (Low of The Soli) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran. Asas Ius Sanguinis (Law of The Blood)adalah penentuan kewarganegaraan berdasarkan keturunan/pertalian darah. Artinya penentuan kewarganegaraan berdasarkan kewarganegaraan orang tuanya bukan berdasarkan negara tempat kelahiran. Asas Kewarganegaraan Tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatasadalah asas menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai gengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Kewarganegaraan Ganda pada Anak Hasil Perkawinan CampuranBerdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia.Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan terobosan baru yang positif bagi anak-anak hasil dari perkawinan campuran. Namun perlu ditelaah, apakah pemberian kewaranegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari atau tidak. Memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk pada dua yurisdiksi.Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal status personal indonesia menganut asas konkordasi, yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti pasal 6 AB Belanda, yang disalin lagi dari pasal 3 Code Civil Perancis). Berdasarkan pasal 16 AB tersebut dianut prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati warga negara indonesia yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan status personalnya , tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut yurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik indonesia dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi indonesia yang termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi. Ketika seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No.1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu itu semua tergatung dari ketentuan mana yang harus diikutinya. Hal tersebut yang tampaknya perlu dipikirkan dan dikaji oleh para ahli hukum perdata internasional sehubungan dengan kewarganegaraan ganda ini.

Penjelasan asas kewarganegaraan tentang kewarganegaraan RIAsas kepentingan nasionaladalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri. Tujuan negara Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.Sedangkan tujuan pembangunan negara Indonesia yang dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945, seperti : Memberantas kemiskinan dan kelaparan Mencapai pendidikan dasar yang universal seperti menjamin semua anak menyelesaikan jenjang pendidikan dasar Mempromosikan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan Mengurangi jumlah kematian anak usia di bawah lima tahun Meningkatkan kesehatan ibu Memerangi / menghentikan / mulai membalikkan penyebaran virus HIV / AIDS, malaria dan penyakit lain Menjamin kelestarian lingkungan Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan, seperti : mengembangkan lebih lanjut system perdagangan dan keuangan yang terbuka yang didasarkan pada peraturan, dapat di prediksi dan tidak deskriminatif, menanggulangi kebutuhan khusus negara yang kurang berkembang, secara komprehensip menanggulangi masalah utang negara berkembang melalui tindakan nasional/internasional untuk membuat utang mereka bias dipikul untuk jangka panjang, bekerjasama dengan negara sedang berkembang, mengembangkan lapangan pekerjaan yang produktif bagi kaum muda, dll.Asas perlindungan maksimumadalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.Hak maksimum warga negara yaitu : Membayar pajak sebagaikontrak utama antara negara dengan warga negara dan membela tanah air ( pasal 27 ) Membela pertahanan dan keamanan negara ( pasal 29 ) Menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang terutang dalam peraturan ( pasal 28 ) Menjunjung hukum dan pemerintah Ikut serta dalam upaya pembelaan Negara Tunduk kepada pembatasan yang di tetapkan dengan UU untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain Mengikuti pendidikan dasarAsas persamaan di dalam hukum dan pemerintahanadalah asas yang menentukan bahwa setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan. Pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang / kelompok tertentu / mendeskriminasikan orang / kelompok tertentu. Didalam prinsip ini terkandung adanya jaminan persamaan bagi semua orang dihadapan hukum dan pemerintahan, dan tersedianya mekanisme untuk menuntut perlakuan yang sama bagi semua warga negara.Contoh :Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.,Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / PNS.Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.Asas kebenaran substantifadalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jadi jika seseorang ingin menjadi warganegara Indonesia,maka orang tersebut harus melengkapi syarat-syarat yang bersifat substantif,tidak hanya syarat yang bersifat administratif saja.Cara memperoleh kewarganegaraan di Indonesia: Kelahiran:Di sini garis kewarganegaraan orang tua sangat menentukan bagi kewarganegaran anak dan keturunannya.Contoh: seseorang akan memperoleh kewarganegaran Indonesia jika: Pada waktu dilahirkan orangtuanya adalah Warganegara Indonesia dan Pada waktu ia lahir, ibunya Warganegara Indonesia, sedangkan ia oleh ayahnya tidak diakui dengan cara sah sebagai anaknya. Pengangkatan:Pengangkatan yang dibicarakan di sini adalah pengangkatan anak (orang) asing. Agar anak (orang) asing yang diangkat itu memperoleh kewarganegaraan orangtua angkatnya (WNI) maka anak asing yang diangkat itu harus di bawah umur 5 tahun dan disahkan oleh pengadilan di tempat dimana orangtua angkat anak itu berada. Permohonan:Misalnya seorang anak yang lahir diluar perkawinan dari seorang ibu berkewarganegaraan RI / anak yang lahir dari perkawinan sah tetap orangtuanya telah bercerai dan anak tersebut tinggal bersama ibunya yang berkewarganegaraan RI. Setelah berumur 18 tahun dapat mengajukan permohonan kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri di tempat di mana ia bertempat tinggal untuk memperoleh Kewarganegaraan RI. Pewarganegaraan:Jika orang asing ingin memperoleh Kewarganegaraan RI, maka dapat dilakukan dengan cara naturalisasi (pewarganegaraan). Perkawinan:Misalnya seorang wanita berkewarganegaran asing kawin dengan seorang laki laki berkewarganegaraan RI. Ia akan memperoleh Kewarganegaraan RI, jika 1 tahun setelah perkawinannya berlangsung menyatakan untuk itu kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri. Turut ayah / ibu: Pada umumnya setiap anak (belum berumur 18thn/ belum kawin) yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya, turut memperoleh kewarganegaraan RI setelah ia bertempat tiggal di RI. Pernyataan.Cara memperoleh kewarganegaraan melalui pewarganegaraan di Indonesia:Caranya, jika orang asing ingin memperoleh kewarganegaraan RI, maka dapat dilakukan dengan cara naturalisasi(pewarganegaraan). Untuk hal itu yang bersangkutan harus mengajukan permohonanan kepada Menteri Kehakiman Pengadilan Negeri di tempat di mana mereka bertempat tinggal. Syarat syaratnya yang harus dipenuhi oleh si pemohon antara lain: Telah berumur 18 tahun atau sudah kawin Lahir dalam wilayah RI/ bertempat tinggal paling sedikit selama 5 tahun berturut turut / 10tahun tidak berturut-turut. Sehat jasmani dan rohani Mempunyai mata pencaharian yang tetap. Tidak mempunyai kewarganegaraan lain / bersedia melepaskan kewarganegaraan lain jika si pemohon memperoleh kewarganegaraan RIAsas nondiskriminatifadalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender. Hal ini dibuktikan dalam pasal 2 UU No. 12 tahun 2006 tersebut Yang dimaksud bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi WNI sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.Dalam perjuangan itu seluruh Warga Negara Indonesia dengan jiwa pancasila berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tidak memandang suku, etnis, ras, agama, kepercayaan, dan sebagainya, mempunyai kewajiban dan hak yang sama untuk mengabdi kepada tanah air, tempat kita lahir, hidup, dan akan mati. Cara menghargai persamaan kedudukan warga Negara melalui kebhinekaan : Perbedaan RasRas ditanda dengan ciri-ciri fisik atau tubuh yang khas dan tertentu.Semua yang berasal dari ras manapun apabila telah menjadi warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Masing-masing memiliki kesempatan mengembangkan potensinya, baik dalam bidang politik,ekonomi, sosial, maupun kebudayaannya. AgamaDi Indonesia terdapat pemeluk agama yang berbeda. Kita jaga persatuan dan kesatuan dengan memberikan dan menghormati kedudukan yang sama bagi semua pemeluk agama untuk beribadah sesuai dengan agama masing-masing. Hak beragama adalah hak asasi manusia yang paling asasi. GenderDi Indonesia menurut UUD 1945 tidak terdapat pengekangan dan pembatasan hak bagi kaum wanita untuk berkiprah dalam kehidupan politik,sosial, ekonomi maupun kebudayaan. Terbukti dalam sejarah Indonesia pernah terdapat presiden wanita, menteri wanita, dan profesi serta jabatan lain yang dipegang oleh wanita. Hal ini menunjukkan kesamaan gender telah terbukti nyata. Golongan Berbagai golongan dalam masyarakat baik atas dasar profesi, tingkat pendidikan, dan sebagainya mempunyai kedudukan yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Penggolongan atau pengelompokkan terjadi karena para anggota memiliki kepentingan dan tujuan yang sama. Namun demikian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara mereka memiliki kedudukan yang sama. Budaya dan suku.Hal ini berarti bahwa pengembangan budaya dan hak masyarakattradisional selaras dengan nilai-nilai peradaban. Kesamaan untuk berkembang danmengembangkan kebudayaan itu selaras dengan kemajuan zaman dan peradabanyang luhur bernilai kemanusiaan Apabila kesamaan kedudukan warga Negara dapat terwujud maka akantercipta ketentraman dan kedamaian, ketertiban dan kesejahteraan rakyat.Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusiaadalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya. Adanya perlindungan HAM dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakkannya melalui proses yang adil. Perlindungan HAM dimasyarakatkan dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan HAM sebagai cirri penting suatu negara hukum yang demokratis. Karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan HAM merupakan pilar sangat penting dalam setiap negara yang disebut Negara Hukum.HAM dibidang hukum diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 1 dan 28 D, member jaminan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan wajib menjunjung tinggi hukum. Contoh : penyelesaian sengketa di pengadilan mengutamakan asas praduga tak bersalah.Upaya penghormatan HAM : Pengakuan harkat martabat manusia sebagai makhluk Tuhan YME Pengakuan bahwa kita sederajat tanpa membedakan agama, ras, jenis kelamin, dll Mengembangkan sikap mencintai sesama manusia Mengembangkan sikap berani membela kebenaran dan keadilanPenegakkan HAM di Indonesia diatur dalam UUD 1945 : Pasal 27 ayat 1 : persamaan bidang hukum dan pemerintahan Pasal 27 ayat 2 : bebas mendapat pkerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan Pasal 28 : kebebasan berpendapat Pasal 29 : kebebasan beragama Pasal 30 : bela Negara Pasal 31 : pendidikan Pasal 32 : kebudayaan Pasal 33 : perekonomian Pasal 34 : fakir miskin dan anak terlantar dipelihara NegaraAsas keterbukaanadalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka dengan sikap jujur, rendah hati dan adil, serta non deskriminatif.Contoh :memberitahu tentang deflasi / inflasi, penayangan koruptor, pakah dapat menerunkan angka kemiskinan,memberikan informasi yang benar jika masyarakat memintanya, tidak membohongi masyarakat dengan informasi palsu, tidak membedakan suku dan golongan ketika memberikan informasi. Asas ini ditegaskan UU NO 14 TH 2008 tantang keterbukaan informasi publik.Asas publisitasadalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.Contoh : setiap pengambilan keputusan yang diambil oleh pemerintah dapat dipantau terus oleh warga negara. Pers sendiri diharapkan dapat memberikan informasi yang actual dan tepat kepada warga negara. Selain itu, sikap netral harus terus dipertahankan oleh pers. Pers diharapkan tidak menjadi alat bagi pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya

2.2.5 Wacana Penerapan Asas Dwi Kewarganegaraan

Selama bertahun-tahun permintaan dwi kewarganegaraan Indonesia terus berkumandang, selama bertahun tahun pula permintaan ini belum dikabulkan. Permintaan dwi kewarganegaraan Indonesia merupakan inisiatif dari para Imigran Indonesia yang berada di luar negeri dan juga dari sebagian besar keluarga pelaku pernikahan antar bangsa, baik yang berada di Indonesia maupun yang berada di luar negeri, mereka semua disebut Diaspora Indonesia. Wacana Dwi Kewarganegaraan sebetulnya tidak hanya datang dari Diaspora, tetapi juga datang dari pihak pemerintah. Pada tahun 2002, Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat didukung Menteri Hukum dan HAM saat itu, Dr. Yusril Ihza Mahendra melemparkan wacana Dwi Kewarganegaraan diantara puluhan warga Indonesia yang hadir di Berkeley, California, USA. Wacana ini ditindaklanjuti oleh keluarga pernikahan antar bangsa dengan menyerahkan petisi berjumlah 2002 tanda tangan kepada pemerintah Indonesia dan DPR. Pada bulan Desember 2005, Komunitas Aerospace Indonesia mengajukan petisi mengenai Dwi-Kewarganegaraan di Petition online yang berhasil memperoleh dukungan sebanyak 2010 orang. Pada tahun 2010, bapak Dutamardin Umar dari Virginia, USA telah mengirimkan surat terbuka yang di tujukan kepada para wakil rakyat di Indonesia dengan inti mengajukan pertimbangan Dwi Kewarganegaraan bagi WNI yang tinggal di luar negeri, hingga pada akhirnya tim PDK menyerahkan petisi mewakili 5500 orang Indonesia yang menginginkan Dwi Kewarganegaraan pada Congress of Indonesian Diaspora yang pertama di tahun 2012. Diaspora meliputi setiap orang Indonesia yang berada di luar negeri, bekas WNI yang masih memiliki rasa nasionalisme, kecintaan dan kebangsaan yang besar terhadap Indonesia, keturunan Indonesia yang merupakan anak dari hasil perkawinan dari bapak atau ibunya seorang WNI atau bekas WNI, serta orang asing yang cinta terhadap Indonesia. Diaspora Indonesia mempunyai kemauan yang kuat untuk menjadi bagian dari negara Indonesia. Diaspora Indonesia tidak pernah melupakan tanah air mereka karena mereka selalu hidup secara simultan di kedua negara. Dikarenakan oleh keadaan, sebagian dari Diaspora Indonesia dengan berat hati menjadi WNA. Sekalipun demikian, mereka tetap berkeinginan untuk dapat mempertahankan hubungan yang kuat dengan Indonesia serta berkeinginan untuk membentuk hubungan emosional dan budaya bagi keturunan/para penerus (anak cucu) mereka dengan Indonesia. Dilain pihak, juga karena kecintaan mereka kepada Indonesia, sebagian besar Diaspora Indonesia justru memilih untuk tetap mempertahankan status WNI mereka, sekalipun kesempatan untuk mengembangkan karier dan perolehan perlindungan hukum yang maksimal di negara mereka tinggal menjadi sangat berkurang. Mereka telah rela memilih hidup dengan segala kekurangan daripada harus kehilangan kewarganegaraan Indonesia mereka. Dunia kini telah menyusut menjadi dunia dengan budaya dan ekonomi global. Dengan alasan ini dan alasan spesifik lainnya sudah lebih dari 60 negara di seluruh dunia menerapkan Dwi Kewarganegaraan. Penerapan Dwi Kewarganegaraan telah berakibat pada meningkatnya PBD negara-negara tsb. dengan signifikan. Hal ini diyakini juga akan terjadi pada Indonesia jika menerapkan Dwi Kewarganegaraan. Oleh sebab itu, penerapan Dwi Kewarganegaraan di Indonesia akan memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak, yaitu Negara dan Rakyat Indonesia sendiri dan Diasporanya. Cinta Diaspora Indonesia pada Indonesia dan kebanggaan mereka akan sejarah dan kebudayaan Indonesia halaman 3 dari 5 telah mendorong mereka untuk mengajukan permintaan Dwi Kewarganegaraan secara konsisten. Diaspora Indonesia meyakini bahwa Dwi Kewarganegaraan akan memfasilitasi kontribusi mereka dalam proses transformasi Indonesia dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.2.6 Permasalahan Dwi KewarganegaraanMasalah kewarganegaraan merupakan masalah nyata bagi seseorang dalam suatu negara, kewajiban bayi baru lahir itu terkait dengan status kewarganegaraan. Namun, perlu diingat bahwa negara lah yang pada akhirnya memberi batasan dan persyaratan kewarganegaraan tersebut. Status kewarganegaraan seseorang juga menentukan penundukan dirinya terhadap juri diskusi hokum pada suatu negara.Telah dikemukakan bahwa setiap negara berhak untuk menentukan siapa-siapa yang termasuk warga negaranya. Dengan demikian maka negara tersebut bebas menentukan asas mana yang dipakai,apakah ius soli atau ius sangunis. Akibatnya timbul peraturan-peraturan di bidang kewarganegaran yang tidak sama di semua negara, dan menurut istilah Prof. Gautama hal ini menggambarkan seolah-olah terjadi pertentangan. Hal ini akan menimbulkan konflik yang positif dan negatif. Konflik yang positif terjadi bilamana menurut peraturan-peraturan kewarganegaraan dari berbagai negara seseorang tertentu dianggap sebagai warga Negara masing-masing yang bersangkutan. Dengan demikian terjadilah kelebihan kewarganegaraan, dwikewarganegaraan (bipatride), multi patride.Konflik yang negatif, terjadi bilamana menurut semua peraturan-peraturan kewarganegaraan dari negara-negara didunia, seorang tertentu tidak dianggap sebagai warga negara. Demikian terjadilah apa yang disebut tanpa kewarganegaraan atau bipatride.Pada akhir-akhir ini, apatride banyak kemungkinan terjadi, karena perkembangan hubungan antar Negara dan hubungan politis. Beberapa Negara tertentu telah mulai mempergunakan pencabutan kewarganegaraan sebagai semacam hukuman. Apabila orang-orang yang terkena dinyatakan hilang kewarganegaraan oleh negara yang bersangkutan dan mereka ini belum dapat memperoleh kewarganegaraan pengganti, maka mereka ini berstatus tanpa kewarganegaraan.Timbulnya dwi kewarganegaraan adakalanya tidak selalu oleh perbedaan antara peraturan kewarganegaraan masing-masing negara yang menganut asas perolehan kewarganegaraan yang berbeda, namun dapat juga timbul apabila peraturan kewarganegaraan disetiap negara seluruhnya sama.Berhubungan dengan kesulitan-kesulitan yang timbul dalam masalah dikewarganegaraan maka dalam prakteknya, negara-negara berusaha untuk mencegah atau setidak-tidaknya mengurangi adanya kewarganegaraan rangkap tersebut.Orang yang mempunyai lebih dari satu kewarganegaraan diluar kemauannya sendiri (kemauan sendiri ini harus dibuktikan dari pernyataan yang tegas) harus diijinkan menolak kewarganegaraan dari negara dalam wilayah negara mana ia tidak mempunyai tempat tingal yang biasa, asal saja telah memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh negara yang kewarganegaraannya ia tolak.Keadaan berdwi-kewarganegaraan sebenarnya tidak dikehendaki oleh yang bersangkutan sendiri maupun suatu negara, karena dwikewarganegaraan pada dasarnya dapat menimbulkan masalah atau kesulitan masalah atau kesulitan tersebut yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Hal ini dapat dibayangkan bagaimana pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara jika seandainya seseorang mempunyai dwikewarganegaraan.

2.2.7 Dampak Perubahan Sistem Ketatanegaraan terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Kewarganegaraan dan Penerapan Dwikenegaraan di Indonesia

Pemegang dwi kewarganegaraan tidak serta merta mempunyai hak istimewa di kedua negara, karena masing-masing negara akan memperlakukan mereka sebagai pemegang satu kewarganegaraan saja, tergantung di mana mereka tinggal. Misalnya: jika seseorang mempunyai kewarganegaraan ganda dengan AS, tetapi mempunyai masalah dengan pemerintah AS, maka AS akan mengabaikan intervensi dari konsulat negara di mana orang tersebut mempunyai kewarganegaraan lain.Selain itu, pemegang DK tunduk pada hukum dimana ia berada dan tinggal, termasuk diantaranya hak dan kewajiban menyangkut pajak (kecuali jika ada perjanjian pajak), pelayanan militer, larangan perjalanan (travel restrictions).

2.2.7.1 Dampak Positif dan Manfaat Penerapan Dwi Kewarganegaraan

Manfaat/Keuntungan Dwi Kewarganegaran (DK): 1. DK dapat meningkatkan hubungan ekonomi antara dua negara, memperluas basis ekonomi, mendorong perkembangan perdagangan dan investasi antara dua negara. Investasi akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan untuk rakyat Indonesia. Pemegang DK akan menjadi potensi pahlawan devisa yang hebat. Saat ini Eks-WNI yang telah menjadi WNA mempunyai banyak kendala untuk berinventasi dikarenakan terhalang oleh banyaknya peraturan investasi. Jika mereka diberi kesempatan untuk memiliki DK dan mendapatkan WNI-nya kembali maka kendala dan halangan-halangan tersebut akan hilang. Sebaliknya Diaspora yang masih WNI juga memiliki banyak kendala untuk berinventasi karena baik peraturan PMA (harus WNA) maupun PMDN (harus penduduk wilayah RI dan memiliki KTP) tidak sesuai (tidak bisa diterapkan) untuk Diaspora Indonesia. 2. Pemegang DK dapat berpengaruh pada keputusan ekonomi dan politik di negara dimana mereka berdomisili, sedemikian rupa sehingga keputusan yang dibuat dapat lebih mendukung dan menguntungkan negara kelahiran atau negara nenek moyang mereka, tanpa sampai merugikan negara yang bersangkutan. Misalnya, seorang Diaspora Indonesia yang memiliki DK di Amerika Serikat akan dapat mempengaruhi keputusan-keputusan ekonomi atau politik Amerika Serkat yang akan menguntungkan Indonesia, namun tidak merugikan kepentingan Amerika Serikat sendiri. 3. Diberlakukannya DK akan menjadi pengikat dan menghindari kehilangan para tenaga ahli yang berbakat, tenaga kerja intelektual dan berpendidikan tinggi. DK akan meningkatkan jumlah orangorang pintar yang akan membantu kemajuan Indonesia.4. DK dapat memperkuat loyalitas - baik politik dan budaya karena merasa menjadi bagian dan diterima oleh negara asal dan negara domisili. 5. DK memberikan kesempatan dan kemudahan untuk mendidik orang lain tentang budaya dan masyarakat di kedua negara yang berbeda. DK membuat WNI lebih mudah mendapatkan peluang beasiswa, pendidikan dan pekerjaan dimana mereka berdomisili. 6. Pemegang DK dapat dengan leluasa melakukan perjalanan ke kedua negara. Dua buah paspor yang dimilikinya dapat mengurangi permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan tak perlu yang mungkin timbul dari para pejabat imigrasi. 7. Selain mendorong interaksi antar budaya dan bahasa pada anak hasil pernikahan antar bangsa, DK juga sekaligus melindungi dan menjaga hubungan budaya, bahasa dan pendidikan sehingga pemegang DK dapat mempunyai ikatan dan akses yang kuat dengan negara ibu/bapaknya atau nenek moyangnya. 8. Pemegang DK mendapatkan perlindungan hukum dan hak-hak yang sama dengan warga negara dimana mereka berdomisili.9.Promosi pembangunan ekonomi dan investasi negara jangka panjang melalui brain circulation, potensi u-turn migration, dan asset/networks circulation (Mazzolari,2005)a. Hak anak akan lebih terlindungi Permohonan naturalisasi yang mensyaratkan bertempat tinggal di Indonesia lima tahun berturut-turutatau10 tahun tidak berturut-turut tidak berlaku bagi anak. Karena UU ini menganggap umur dewasa menentukan kewarganegaran adalah 21 tahun. Juga, anak asing dari perceraian oleh pengadilan dan anak asing yatim dari ayah asing yang masing-masing hak asuh diberikan pada ibu WNI statusnya masih tetap asing sampai dia berumur 18 tahun. Kedudukan anak sebagai WNA dalam kedua kasus tersebut akan merepotkan ibunya dan terkesan bertentangan dengan prinsip yang dianut UU ini bahwa secara sosiologis selalu ada hubungan kekeluargaan antara ibu dan anak. Sementara itu, jika mereka memilih bermukim di Indonesia, perangkat hukum keimigrasian secara substantif tidak mengatur orang asing dalam perkawinan campuran ini. Ayah dan anak tersebut diperlakukan (kurang lebih) sama dengan orang asing lainnya. Sepertinya ada kontradiksi dengan apa yang dianut dalam UU kewarganegaraan ini yaitu asas kesatuan kewarganegaraan dalam perkawinan. Jika secara eksplisit diamanatkan dalam UU tersebut, setidaknya harus ada kemudahan khusus dalam perangkat hukum KeimigrasianUU No 9/1992 tentang Keimigrasian, misalnya, bahkan tidak menyinggung tentang masalah ini. Hanya dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 32/1994 serta Surat Keputusan (SK) Menkeh No.M.02-IZ.01. 10-1995 dapat mengurangi beban ibunya karena anak asing tersebut boleh mendapat Izin Tinggal Sementara (Itas) atas jaminan ibunya. Pasal ini sebenarnya kemudahan setengah hati karena syaratnya hanya jika ayahnya belum memiliki Itas. Jika ayah sudah memilikinya anak akan menjadi status ikutan dalam Itas ayahnya. Selanjutnya, suami yang WNA tidak diizinkan memiliki Itas dengan jaminan istri, paling hanya boleh memiliki izin kunjungan sosialbudaya selama tiga bulan yang bisa diperpanjang sampai enam bulan.Sesudah itu harus keluar wilayah Indonesia. Cara lain untuk mendapat izin bertempat tinggal adalah dengan bekerja. Sebagai orang asing, bekerja berarti dipekerjakan suatu perusahaan tertentu, berinvestasi di Indonesia, atau mendirikan perusahaan. Dalam SK Menkeh No.M.02- IZ.01.10-1995 disebutkan orang asing yang boleh bekerja diIndonesia hanya yang benar-benar tenaga ahli langka, top executive atau investor dengan jumlah investasi yang tidak kecil. b. Menghilangkan perlakuan diskriminasi gender Pengakuan negara terhadap suami dan anak-anak WNA, melalui pemberian hak yang sama memohon pewarganegaraan seperti bagi pasangan asing dari laki-laki WNI dari perkawinan campuran ini adalah suatu keniscayaan. UU ini tidak bisa menjadi tameng menahan arus globalisasi, karena konsep bangsa secara sosiologis yang mengacu pada ciri rasial akan menjadi usang. Penerapan asas ius sanguinis (hubungan darah dari garis bapak) oleh UU saat ini adalah untuk menghindarkan bipatride, UU ini tidak menganut asas ius soli bagi anak sah dari ibu WNI. Dengan penerapan asas bipatrid berarti menghilangkan pula sikap diskriminasi gender yang hanya menyandarkan hubungan darah dari garis keturunan ayah, tetapi diakui pula hubungan darah dari garis ibu apabila memang terjadi perpisahan antara suami istri sementara anak masih berada di bawah umur, sehingga bila anak tersebutmempunyai ayah WNA, ia tidak menjadi WNA sementara ia telah berpisah dengan ayahnya dan tinggal bersama ibunya.

2.2.7.2 Dampak Negatif1. Kewajiban ganda dalam hal pajak2. Potensi mensponsori orang lain untuk bermigrasi lebih besar3. Loyalitas yang terbagi pada negara asal dan negara baru4. Adanya ancaman terhadap kedaulatan NKRI5. Adanya potensi mendapatkan perlindungan hukum di negara lain ketika mendapatkan masalah hukum.6. Keringanan pajak penanaman modal di Indonesia7. Masuknya budaya lain yang akan melunturkan budaya negara asala. Keamanan nasional akan semakin rentan karena arus keluar masuk negara menjadi semakin mudah sehingga keamanan nasional menjadi rawan. Hal ini akan berimplikasi terhadap penyalahgunaan dan penyelundupan hukum.b. Kestabilan ekonomi akan mudah berubah, karena dengan penerapan asas ini maka peluang persaingan bebas akan semakin terbuka, sementara kondisi riil ekonomi masyarakat pribumi masih sebagian besar dibawah garis kemiskinan sehingga tidak mungkin bersaing dengan kelompok masyarakat lain yang sudah kuat secara ekonomi.

2.2.8. Penyelesaian Masalah Dwi Kewarganegaraan

Penyelesaian dalam masalah dwikewarganegaraan dapat ditempuh dengan meratifikasi konvensi Den Haag dan pengaturan-pengaturan warga negara dalam hukum nasional. Dalam kaitannya dengan RUU kewarganegaraan yang saat sedang dikaji, antara lain diatur tentang anak dari seorang warga negaraan Republik Indonesia yang lahir di luar wilayah Indonesia perlu diatur, Karena sering menimbulkan permasalahan dalam praktek. Misalnya, anak-anak yang lahir di Amerika Serikat diakui sebagai warga Negara Amerika Serikat, sementara dia juga warga Negara Republik Indonesia. Dengan demikian timbul dwikewarganegaraan yang cenderung membuka peluang terjadinya penyalahgunaan status warga Negara untuk kepentingan tertentu.Selanjutnya berkembang suatu berkembang suatu pemikiran bahwa dalam penerangan status dwikewarganegaraan perlu ditentukan adanya batas umur tertentu, misalnya selama belum berumur 18 tahun, seorang anak dapat memiliki dua kewarganegaraan.

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KesimpulanDwi kewarganegaraan membentuk banyak polemik karna mempunyai dampak yang positif dan negatif, diantaranya adalah akan memengaruhi sektor ekonomi, pendidikan, dan politik. Disamping manfaat untuk diaspora sendiri negara juga mendapatkan manfaatnya, akan tetapi belum siapnya negara dan bangsa kita bersaing dan dampak negatif lainnya seperti bebasnya buronan dan bebasnya budaya masuk menjadi perhatian pengambilan keputusan. Keputusan ini akan dilanjutkan dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang tentang kewarganegaraan dan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin terjadi jika sistem dwi kewarganegaraan bebas diberlakukan.

3.2. Saran Menurut pendapat kami, sebaiknya pemerintah meninjau ulang mengenai kebijakan penerapan dwi kenegaraan bebas di Indonesia. Karena akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan. Rasa nasionalisme pun tidak cukup dibuktikan dengan paspor saja, tetapi dibuktikan dengan jiwa dan tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Azed. 1966. Masalah Kewarganegaraan. Indo Hill. Jakarta.Hutabarat, R. 2004. Laporan Akhir Pengkajian Hukum tentang Masalah Hukum Dwi Kewarganegaraan. Badan Pembinaan Hukum Nasional. [diunduh dari internet 15 April 2015]. Tersedia pada: http://www.bphn.go.id/masalah_hukum_dwi_kewarganegaraan.Koerniatmanto Soetoprawiro. 1996. Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Mazzolari, F. 2005. Determinants of Naturalization: The Role of Dual Citizenship Laws. University of California, San Diego, The Center for Comparative Immigration Studies. San Diego: CCIS University of California.