budidaya tembakau virginia

98
i KATA PENGANTAR Buku Panduan Budidaya Tembakau Virginia ini merupakan petunjuk untuk melaksanakan praktek budidaya tembakau yang baik (Good Tobacco Practices/GTP) bagi petani tembakau. Materi yang tertuang dalam buku panduan ini merupakan Paket Teknologi Usahatani Tembakau Virginiai mulai dari pemilihan lokasi lahan, kegiatan budidaya (prapanen) sampai teknis pengolahan hasil (pasca panen) yang sangat berguna dan menentukan bagi keberhasilan usaha tani tembakau Virginia. Buku ini disusun dalam rangka meningkatkan pembinaan pertembakauan di Jawa Timur. Dengan harapan dapat menambah wawasan dan dijadikan acuan bagi para penyuluh perkebunan khususnya dan petani pada umumnya. Kami menyadari bahwa dalam buku panduan ini akan dijumpai adanya kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami mengharap adanya masukan dari semua pihak untuk penyempurnaan buku panduan ini selanjutnya. Semoga buku panduan ini bermanfaat untuk mendukung kegiatan petani dalam melaksanakan usaha tani tembakau virginia, sehingga diperoleh hasil yang lebih memadai dan menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Surabaya, Pebruari 2011

Upload: gani

Post on 25-Nov-2015

150 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • i

    KATA PENGANTAR

    Buku Panduan Budidaya Tembakau Virginia ini merupakan petunjuk untuk melaksanakan praktek budidaya tembakau yang baik (Good Tobacco Practices/GTP) bagi petani tembakau. Materi yang tertuang dalam buku panduan ini merupakan Paket Teknologi Usahatani Tembakau Virginiai mulai dari pemilihan lokasi lahan, kegiatan budidaya (prapanen) sampai teknis pengolahan hasil (pasca panen) yang sangat berguna dan menentukan bagi keberhasilan usaha tani tembakau Virginia.

    Buku ini disusun dalam rangka meningkatkan pembinaan pertembakauan di Jawa Timur. Dengan harapan dapat menambah wawasan dan dijadikan acuan bagi para penyuluh perkebunan khususnya dan petani pada umumnya.

    Kami menyadari bahwa dalam buku panduan ini akan dijumpai adanya kekurangan-kekurangan, oleh karena itu kami mengharap adanya masukan dari semua pihak untuk penyempurnaan buku panduan ini selanjutnya.

    Semoga buku panduan ini bermanfaat untuk mendukung kegiatan petani dalam melaksanakan usaha tani tembakau virginia, sehingga diperoleh hasil yang lebih memadai dan menguntungkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

    Surabaya, Pebruari 2011

  • ii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .................................................. i

    DAFTAR ISI ................................................................ ii

    I. PEMILIHAN LOKASI LAHAN ............................ 1

    II. MENGENAL VARIETAS TEMBAKAU

    VIRGINIA ............................................................. 6

    - Mengenal varietas tembakau Virginia ............ 6

    - Memilih benih yang akan disemaikan ............ 7

    III. TEKNIS PEMBIBITAN ........................................ 8

    - Lokasi pembibitan ........................................... 8

    - Pengolahan tanah untuk bedengan. .............. 8

    - Ukuran bedengan ........................................... 9

    - Penaburan benih. ........................................... 10

    - Penyiraman bibit ............................................ 12

    - Atap bedengan................................................ 13

    - Pengendalian hama dan penyakit .................. 13

    - Melatih bibit ..................................................... 15

    - Kliping ............................................................. 16

    - Pencabutan dan pengangkutan bibit. ............. 17

    - Bibit yang memenuhi syarat ........................... 18

    IV. TEKNIS PENANAMAN ....................................... 19

    - Pengolahan tanah ........................................... 19

    - Penanaman ..................................................... 21

  • iii

    - Pendangiran .................................................... 23

    - Pemupukan ..................................................... 23

    - Cara megairi tanaman .................................... 24

    - Topping & Suckering ..................................... 27

    - Hama tembakau dan pengendaliannya ......... 33

    - Penyakit tembakau dan pengendaliannya ..... 49

    V. PANEN DAN PENGANGKUTAN ....................... 61

    - Panen .............................................................. 61

    - Pengangkutan ................................................. 70

    VI. TEKNIS PENGOLAHAN HASIL......................... 73

    - Prinsip Pengolahan Hasil ............................... 73

    - Persiapan Pengolahan ................................... 75

    - Pengaturan Suhu dan Kelembapan ............... 77

    - Menurunkan dan Menyimpan Glantangan

    Krosok ............................................................. 82

    - Sortasi dan Pengebalan ................................. 86

    - Daftar Pustaka ................................................ 93

  • 1

    I. PEMILIHAN LOKASI LAHAN

    Di Jawa Timur telah tersedia koleksi varietas yang

    potensial (produksi dan mutu tinggi) untuk bahan

    pengembangan tembakau virginia. Oleh karena

    kebutuhan tembakau virginia fc masih cukup tinggi,

    yang selama ini diperoleh dari impor maka

    pengembangan varietas melalui perakitan varietas

    unggul tembakau virginia yang sesuai kebutuhan

    kosumen sangat diperlukan. Pada dasarnya Jawa Timur

    memiliki lokasi pengembangan yang potensial seperti

    wilayah Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Bondowoso,

    Jember dan Blitar dan lain-lain.

    Tembakau Virginia FC di Jawa Timur

    dibudidayakan dengan tingkat teknologi yang relatif

    beragam. Keragaman teknologi ini selain karena

    keterbatasan (modal dan pengetahuan) petani, juga

    karena karakteristik lahan dan agroklimatnya wilayah

    yang sangat heterogen, sehingga banyak dikenal

    kekhasan nama hasil produksi tembakaunya.

  • 2

    Tipe dan mutu tembakau yang dihasilkan sangat

    dipengaruhi oleh karakteristik tanah, terutama sekali

    tekstur permukaan (top-soils) dan bawah permukaan

    tanah (sub-soils).

    Tanah ringan cenderung untuk menghasilkan

    suatu daun tipis dan besar, bobot ringan dan warna

    cerah, rasa lembut dan aroma harum, sedangkan daun

    yang diproduksi pada tanah berat, tebal dan berat,

    berwarna gelap, berbau kuat dan aromatik.

    Sebagai hasil interaksi varietas dengan faktor

    lingkungan yang kompleks, maka pemilihan lokasi untuk

    produksi tembakau Virginia di Jawa Timur telah

    dipusatkan pada zona pengembangan tertentu, seperti

    tersebut diatas.

    Tembakau tumbuh pada berbagai tipe tanah mulai

    dari tanah pasiran sampai lempung berpasir (sandy

    loams), tanah lempungan (Loam), liat hitam (heavy black

    clay). Tanah tembakau tersebut memiliki perbedaan

    yang luas pada produktivitas alaminya terutama pada

    kesuburan tanah dan tingkat pengelolaan yang

    dibutuhkan. Sifat tanah merupakan faktor yang

    menentukan dalam pilihan tipe kualitas krosok fc yang

    dihasilkan. Disamping itu tanah memainkan peranan

  • 3

    dalam keputusan mutu dan nilai komersial produk

    tembakau. Pada kondisi terbuka, di tanah bertekstur

    ringan (pasiran) perakaran tembakau dapat mencapai

    kedalaman 120 cm untuk mendapatkan air dan hara

    pada lapisan tanah terdalam. Dalam pertumbuhan daun

    tembakau mencapai maksimum terdapat tiga kunci

    utama yang harus dipenuhi yaitu kecukupan penyediaan

    hara tanaman, oksigen dan air.

    Persyaratan karakteristik tanah yang sesuai untuk

    produksi tembakau virginia flue-cured bermutu tinggi

    adalah:

    Memiliki tanah permukaan (top-soils) dengan

    kedalaman 25 sampai 30 cm

    Reaksi tanah (pH) berkisar 5.5 sampai 6.5

    Sub-soils bertekstur liat berpasir (sandy clay)

    sampai kedalaman > 150 cm

    Simpanan hara tanaman esensial rendah sampai

    sedang

    Kadar bahan organik tanah rendah

    Kadar Chloride (Cl) tanah sangat rendah (< 40 ppm)

    dan Cl air pengairan < 25 ppm

    Kemiringan lereng, letak lapisan padas, kedalaman

    air tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah dan

  • 4

    drainase makro (drainase di luar areal tembakau)

    merupakan komponen-komponen lahan yang sangat

    mempengaruhi keberhasilan pengendalian kadar air

    tanah. Kemiringan lereng yang besar akan mempercepat

    drainase air ke samping. Kedalaman air tanah dangkal

    dan lapisan padas akan menghambat drainase air ke

    bawah.

    Keadaan produksi pada cuaca kering dan

    kekurangan air menyebabkan penyerapan hara yang

    terhambat, tanaman berkembang kurang normal dan

    pada gilirannya akan menurunkan produksi. Kerugian

    terbesar dari kekeringan tersebut adalah berkurangnya

    luas daun.

    Produksi pada musim hujan berlebihan atau berciri

    basah kualitas krosok yang dihasilkan tipis, lemas dan

    teksturnya tidak berbutir, karena terjadinya pencucian

    terus menerus getah, lilin dan garam-garam yang ada di

    permukaan helaian daun. Hujan yang terlalu banyak

    tersebut tidak menguntungkan untuk tanah di daerah

    lowland maupun upland. Untuk mengatasi musim tanam

    yang tepat maka dibuat prakiraan musim.

    Prakiraan musim ditujukan untuk memperkirakan

    permulaan musim dan sifat hujan pada periode musim.

  • 5

    Sifat hujan adalah perbandingan curah hujan tiap tahun

    dengan curah hujan rata-ratanya selama periode musim.

    Permulaan musim hujan didefinisikan, bila curah hujan

    selama 10 hari (satu dekade) pada umumnya lebih

    besar dari 50 mm dan diikuti oleh dekade berikutnya,

    sedang musim kemarau adalah sebaliknya yaitu lebih

    kecil dari 50 mm. Dengan demikian waktu dalam satu

    tahun dibagi menjadi 36 dekade.

    Kondisi fisik dan kimia tanah merupakan ciri

    spesifik yang melekat pada setiap karakteristik varietas

    tembakau, didukung iklim yang terjadi sepanjang musim

    bertumbuh, dan praktek budidaya akan menghasilkan

    kualitas produksi yang spesifik.

    Tembakau Virginia fc. di daerah Bojonegoro dan

    sekitarnya yang mempunyai tipe tanah berat (vertisol)

    hitam dan kelabu, menghasilkan krosok fc berwarna

    lemon dan tipis tetapi elastis berbeda dengan krosok fc

    dari tanah-tanah liat berpasir yang berwarna orange atau

    kuning tua. Untuk saat ini tanah-tanah berat seperti

    vertisol dan grumusol yang berliat berat kualitas

    produksinya relatif kurang baik. Hal ini karena seringnya

    kekurangan air sehingga perakaran tanaman tidak

    berkembang.

  • 6

    II. MENGENAL VARIETAS TEMBAKAU VIRGINIA

    Mengenal Varietas Tembakau Virginia

    Varietas yang baik seharusnya berasal dari

    varietas yang produktivitas dan kualitasnya tinggi.

    Kualitas baik adalah kualitas yang diterima oleh

    perusahaan calon pembeli. Misalnya untuk diolah

    menjadi tembakau rajangan saat ini banyak digunakan

    varietas K326, DB 101 atau T45. Sedangkan untuk

    diolah menjadi krosok fc dapat digunakan PVH09, C176,

    NC 95, Coker atau yang lain.

    Petani mitra perusahaan umumnya mendapatkan

    suplai bibit dari perusahaan mitra. Bibit ini dipilih oleh

    mitra dan disemaikan bersama dalam bedengan untuk

    akhirnya dibagikan sesuai kebutuhan masing-masing

    petani.

    Pemakaian benih murni, unggul dan bersertifikat

    merupakan salah satu persyaratan utama untuk

    mendukung peningkatan mutu dan produksi tembakau.

    Pengadaan benih di tingkat petani dilakukan dengan tiga

    cara: 1) melakukan pembenihan sendiri dari tanaman

    sebelumnya dan 2) mendapatkan benih dari

  • 7

    perusahaan/pengelola mitra usahanya dan 3) bantuan

    pemerintah melalui Dinas setempat yang diproduksi oleh

    Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

    (Balittas).

    Memilih Benih Yang Akan Disemaikan

    Bibit yang ideal antara lain mempunyai

    karakteristik sebagai berikut :

    a. Berasal dari varietas yang produktivitas dan

    mutunya tinggi. Mutu baik adalah mutu yang

    diterima oleh perusahaan calon pembeli.

    b. Berasal dari benih yang daya kecambahnya tinggi

    dan vigornya pendek. Daya kecambah 80% atau

    lebih dan dapat berkecambah setelah 5-7 hari

    adalah cukup baik.

    c. Bibit harus seragam dalam ukuran, terutama

    diameter batang dan panjang batang serta

    kemampuan tumbuh

    d. Bibit seragam dalam memberikan respon terhadap

    pupuk maupun kondisi lingkungan pertumbuhan di

    lapang setelah dipindahkan.

    e. Bibit harus sehat, bebas dari bibit penyakit

    semenjak dicabut dari bedengan.

  • 8

    III. TEKNIK PEMBIBITAN

    Lokasi Pembibitan

    Pemilihan lokasi untuk bedengan tembakau

    secara umum dan berlaku untuk semua jenis tembakau,

    hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

    a. Pilih lahan dengan top-soil dalam (20 cm atau lebih)

    dan subur.

    b. Pilih lahan yang ringan, poreus dengan daya

    pegang air rendah.

    c. Pilih sumber air yang bersih untuk siraman.

    d. Pilih lahan yang bersih atau bebas penyakit.

    e. Hindari lahan sekitar rumah pemukiman.

    f. Hindari lahan bekas tanaman satu famili seperti

    tomat, cabai dan lain-lain.

    g. Pilih lokasi yang mendapat panas matahari cukup.

    Pengolahan Tanah Untuk Bedengan

    Pengerjaan lahan dimulai dengan membersihkan

    sisa-sisa tanaman seperti rumput-rumputan, tunggak

    dan lain-lain, kemudian dicangkul dengan kedalaman

    20 cm atau lebih. Sisa-sisa tanaman jangan ditimbun

    karena akan menjadi sarang rayap atau mendorong

  • 9

    berkembangnya bibit-bibit penyakit. Jika masih banyak

    bongkahan tanah yang besar perlu dipecah ulang,

    sehingga ukuran tanah

    tinggal 2 - 3 cm atau

    kurang. Jika bongkahan

    tanah terlalu kecil atau

    terlalu lembut, tanah akan

    mudah mampat saat

    disiram air dan aerasi kedalam tanah kurang baik.

    Ukuran Bedengan

    Selanjutnya ditetapkan ukuran bedengan 1,2 m x

    10 m dan jarak antar guludan 50 cm dengan cara

    menaikkan tanah dari bagian calon selokan. Gunakan

    bantuan patok dan tali untuk memisahkan antar

    bedengan. Setiap 20 bedengan harus dibuatkan saluran

    atau got drainase untuk membuang air hujan atau air

    sisa pengairan. Ukuran bedengan 1,2 m x 10 m,

    memudahkan pengelolaan bedengan terutama

    pengawasan yang harus dilakukan intensif.

  • 10

    Penaburan Benih

    Penyebaran benih dilakukan dengan alat penabur

    benih setelah benih dikecambahkan selama 36 jam dan

    diikuti penirisan selama delapan jam. Seluruh waktu

    perendaman dan penirisan memerlukan 48 jam atau

    sekitar dua hari. Penirisan diperlukan untuk membuang

    racun yang larut dalam air rendaman benih.

    Alat penabur be-

    nih menggunakan

    gembor yang di-

    sambung dengan

    pipa penabur atau

    shading-boom

    (seperti Gambar).

    Diameter lubang pada shading-boom sekitar 1-2 mm

    dengan jarak 1 cm. Untuk setiap gembor volume 10 liter

    sebaiknya diisi 8-9 liter air, agar

    tidak mudah tumpah, terutama

    setelah diisi benih yang sedang

    berkecambah. Selanjutnya

    sambil sering digojok tetapi

    pelan dan disiramkan melalui shading-boom ke

    permukaan bedengan (Gambar berikut). Penaburan

    Pralon

    berlubang k a w a t

    gem

    bor

    pipa

    prlon

  • 11

    dengan shading-boom harus pelan dan dibagi untuk dua

    bedengan setiap gembor. Setelah bedengan siap dan

    semua bahan telah tersedia

    terutama plastik tutup

    bedengan, kerangka bambu,

    tali dan lain-lain penaburan

    benih dapat dimulai.

    Sebelum penaburan benih

    dengan shading-boom seperti tersebut diatas, bedengan

    ditaburi sekam setebal satu

    lapis dengan jarak rapat

    seperti gambar di samping.

    Sekam berfungsi sebagai

    mulsa untuk menjaga

    kelembaban benih selama

    pertumbuhan. Jerami padi juga dapat digunakan sebagai

    mulsa, dengan meratakan satu lapis tetapi tidak boleh

    terlalu rapat dan dilakukan setelah tabur benih. Setelah

    selesai penaburan dan pemberian mulsa bedengan

    segera disiram air merata (seperti gambar tersebut).

    Usahakan menyiram bedengan tidak sampai berlebih

    agar tidak ada benih yang belum punya pegangan

    tersebut tergelincir keluar area bedengan.

  • 12

    Penyiraman bibit

    Benih yang sudah ditabur perlu dijaga

    kelembabannya selain perlu dikenalkan pada panas

    matahari langsung secara bertahap. Jadwal penyiraman

    seperti pada Tabel di bawah dapat digunakan sebagai

    pedoman. Pada umur 30 hari setelah tabur benih

    penyiraman dihentikan, tetapi perlu memperhatikan

    keadaan tanaman. Jika bibit masih nampak dalam

    keadaan lemah penyiraman masih perlu ditambah.

    Jadwal penyiraman

    Umur (HSS = hari setelah tanam)

    Jumlah kali (-) Jumlah

    (gembor/bedeng, 1 gembor=10 l/)

    0-10 3 kali sehari 5

    11-20 2 kali sehari 6

    21-25 1 kali sehari 5

    25-30 2 hari sekali 5

    > 30 dihentikan -

    30-cabut, jika layu sebelum jam 10

    pagi

    Siram seperlunya

  • 13

    Atap Bedengan

    Atap bedengan dari bahan plastik pudar yang diberi

    kerangka dari bambu yang

    dilengkungkan paling murah

    dan bentuk bedengan seperti

    Gambar di bawah. Tutup dari

    bahan plastik polypropylene

    tebal 0,1 - 0,2 mm cukup

    baik, dibentuk setengah lingkaran dengan kerangka

    bambu cukup baik.

    Pemasangan tutup plastik untuk setiap bedengan

    dimulai dengan mengikat pada bagian pojok dari plastik

    pada pojok kerangka, kemudian di bagian tengah. Ikatan

    harus mudah dibuka dan dilipat ke tengah atau digeser

    kearah punggung kerangka bedengan. Tutup bedengan

    yang berbentuk bulat memanjang menutup bedengan

    sampai jarak 10 - 15 cm dari tanah.

    Pengendalian hama dan penyakit

    Pada hari ketiga atau keempat benih mulai

    tumbuh. Mulsa dari jerami harus segera disingkirkan.

    Bibit yang masih berada pada awal pertumbuhan, perlu

    diperiksa saksama setiap saat, apakah ada gejala

  • 14

    serangan penyakit seperti bibit yang kecil, londod dan

    berair karena serangan bakteri atau jamur, atau putus

    dimakan semut dan lain-lain. Bibit terserang penyakit,

    perlu dicabut dan membuang beserta sebagian tanah

    dibawahnya dan diikuti penyemprotan fungisida yang

    sudah disiapkan. Untuk menghindari semut, dipinggir

    bedengan dapat diberi campuran dedak dicampur gula.

    Jika sudah terserang semut perlu segera disemprot

    dengan insektisida. Rumput yang mulai tumbuh segera

    dicabut, sisa-sisa potongan rumput dan lain-lain segera

    diambil dan dibuang jauh dari kawasan bedengan.

    Pengendalian penyakit di bedengan seperti diuraikan

    diatas dapat menggunakan pestisida dan cara aplikasi

    sebagaimana tabel dibawah.

    Pestisida yang digunakan harus sesuai ketentuan

    GAP (Good Agricultural Practices) yaitu menghindari

    pestisida yang menyebabkan residu pada daun

    tembakau, seperti halnya pestisida yang mengandung

    bahan aktif Carbendazim maupun turunannya. Demikian

    juga penyemprot harus menggunakan pakaian yang

    aman terutama masker, agar pernafasan tidak

    terganggu oleh gas beracun dari pestisida. Sebelum

    memegang bibit, tangan harus dicuci dengan ditergen.

  • 15

    Jenis Bahan aktif Dosis Saat aplikasi

    Insektisida, sistemik

    Imidacloprid 5% 0,5 gr/lt Saat sebar

    Fungisida, sistemik

    Metalaxyl-M 4%, Manozeb 64%

    3 gr/lt Saat sebar

    Insektisida-kontak

    Methomyl 2 gr/lt Seminggu

    setelah sebar

    Jika diperlukan bisa diulang setelah 30 hari setelah sebar

    Melatih Bibit (Hardening)

    Buka tutup bedengan terkait dengan usaha

    melatih bibit terhadap panas matahari. Seperti halnya

    penyiraman juga harus dibuat bertahap. Waktu buka-

    tutup bedengan makin lama makin luas bukaannya.

    Tutup bedengan pada tahap akhir disingkirkan atau tidak

    dibuka penuh sampai beberapa hari sebelum benih

    dicabut.

    Jadwal buka tutup bedengan seperti pada Tabel

    berikut dapat dijadikan pedoman. Sampai umur 10 hari

    setelah tabur bedengan tidak dibuka sama sekali. Energi

    pertumbuhan hanya disediakan dari sinar matahari tidak

    langsung. Hal ini dimaksudkan agar kecambah benih

    cepat memanjang karena mencari asal sinar matahari.

  • 16

    Jadwal buka tutup bedengan

    Umur (HSS=Hari setelah sebar)

    Jam Tutup Luas bukaan

    (%)

    0-10 Siang-malam 0 %

    11-15 6-10 100 %

    26-20 6-13 100 %

    21-35 Siang*) 100%

    *) Malam ditutup untuk menghindari embun malam yang merusak daun

    Kliping

    Kliping adalah kegiatan memotong sebagian daun

    bibit tembakau (Gambar di bawah) setelah daun men-

    capai luasan tertentu. Luas yang dipotong 50 - 75 % dari

    luas daun. Kliping mempunyai tujuan sebagai berikut :

    a. Menyeragamkan ukuran bibit dengan memotong

    daunnya yang lebar supaya ada peluang tanaman

    disebelahnya untuk tumbuh menyamai bibit lainnya.

    b. Menjadikan lingkungan pertumbuhan bibit tidak

    terlalu lembab.

    c. Memperkuat pertumbuhan akar. Akibat pemotongan

    sebagian daun, akar akan terangsang untuk lebih

    aktif lagi.

    d. Menjadikan batang bibit lebih keras dan lebih kuat

    dan diameter batang lebih besar.

  • 17

    Bibit yang terserang TMV (tobacco mozaic virus) jangan

    dikliping. Gunting dan alat lain untuk kliping harus dicuci

    lebih dahulu dengan

    larutan formalin encer

    atau larutan khlorin 50%.

    Tangan harus dicuci

    dengan sabun sebelum

    mulai bekerja. Kliping dimulai saat tanaman mencapai

    panjang 5 - 7 cm atau bibit mencapai umur 25 - 30 hari

    setelah tabur benih. Pemotongan benih sekitar 2 - 3 cm

    diatas ujung tunas bibit

    Pencabutan dan pengangkutan bibit

    Pencabutan bibit dimulai dengan mengairi

    bedengan sampai jenuh sehingga tanah menjadi lembek

    dan akar dapat dengan mudah dicabut dan tidak

    terputus. Satu hari sebelum penanaman bibit, bedengan

    diairi sampai tiga perempat ketinggian selokan.

    Pencabutan dilakukan pada pagi hari atau sore

    hari atau saat intensitas matahari tidak tinggi. Pilih bibit

    yang sehat, kekar, batang agak keputihan kira-kira

    sebesar pensil. Panjang bibit yang baik umumnya

    berkisar antara 10 -15 cm. Cabut hati-hati, dengan

  • 18

    memegang ujung batang beserta daunnya, sehingga

    seluruh akar tertarik atau sesedikit mungkin ada akar

    yang putus. Selanjutnya

    kumpulkan bibit didalam wadah

    beralas daun pisang atau daun

    yang lain dan sebaiknya bibit

    dicabut saat menjelang tanam.

    Bibit Yang Memenuhi Syarat

    o Ukuran (tinggi) 10 -12,5 cm, jumlah daun 5 lembar

    o Tidak terlalu subur (sukulen), dan terlalu kurus,

    o Perakaran baik.

    o Sehat, bebas hama dan penyakit

    o Umur antara 40-45 hari.

  • 19

    IV. TEKNIK PENANAMAN

    Pengolahan tanah

    Pengolahan tanah untuk penanaman tembakau

    pada dasarnya mempunyai tiga tujuan utama; pertama,

    melonggarkan tanah atau memperbaiki aerasi tanah

    serta keleluasaan penetrasi air kedalam tanah; kedua,

    membuat guludan untuk landasan penanaman

    tembakau agar daerah perakaran tidak mudah terjang-

    kau kelebihan air dan ketiga pengendalian gulma. Pada

    tanah-tanah berat kekurangan air dan kelebihan air yang

    tinggi akan menghambat pernafasan sehingga tanaman

    mudah layu. Penanaman tembakau pada tanah-tanah

    berat harus dimulai dengan mengerjakan tanah dengan

    baik termasuk didalamnya membuat saluran-saluran

    drainase di bagian tengah dan sekeliling lahan tanaman

    tembakau. Pengolahan tanah dilakukan segera setelah

    padi selesai tanam pada bulan Mei.

    Pengolahan tanah pada tanah-tanah berat dimulai

    dengan pembersihan permukaan tanah dari sisa-sisa ta-

    naman sebelumnya. Selanjutnya pengolahan/ pemba-

    jakan tanah pada seluruh permukaan tanah dengan

    membalik tanah sebanyak 2 kali. Pengolahan dapat

  • 20

    menggunakan cangkul atau bajak traktor/sapi, dengan

    bagian pinggir tidak dibajak tetapi dicangkul sehingga

    tuntas dan semua permukaan tanah dapat terbuka.

    Tanah dibiarkan mengering dan memperoleh aerasi

    yang cukup kurang lebih 1 2 minggu.

    Pekerjaan berikutnya adalah pengguludan sebagai

    tempat tanaman hidup dan tumbuh. Pengguludan

    dimulai dengan pemasangan ajir, yaitu sebilah bambu,

    panjang 50 cm dan lebar

    1 - 2 cm ujung dilancipkan

    sehingga dapat ditancap-

    kan kedalam tanah. Ajir

    untuk mempermudah pem-

    buatan guludan agar

    diperoleh bentuk guludan yang lurus dan rapi.

    Tancapkan ajir dengan jarak 125 - 140 cm dan 40 cm

    untuk jarak selokan yaitu kalenan atau saluran antara

    guludan. Arah guludan yang baik Timur - Barat untuk

    memberi keleluasan tanaman memperoleh penyinaran

    yang cukup secara merata. Setelah pengajiran selesai,

    pasang tali plastik yang kecil dan mulai pengguludan.

    Cangkul tanah di bagian calon kalenan dan lempar

    kearah kiri kanan secara merata, bagian yang nanti

  • 21

    menjadi calon guludan. Panjang guludan sendiri cukup

    12 - 15 m, dan selingi dengan saluran drainase sekunder

    menuju saluran drainase di sekeliling petakan lahan atau

    drainase primer. Kedalaman saluran drainase sekunder

    jangan kurang dari 20 cm dari bibir kalenan dan saluran

    drainase primer minimal 50 cm.

    Penanaman

    Untuk menjamin populasi tanaman yang seragam

    salah satu cara yang dilakukan adalah memilih bibit

    yang seragam. Faktor keseragaman yang paling penting

    adalah varietas, umur bibit, ukuran bibit dan kesuburan

    bibit. Penanaman pada dasarnya ada dua cara, masing-

    masing tanam basah atau lahan diairi lebih dahulu dan

    tanam kering dengan menyiram air sekitar satu liter

    setiap kowakan. Pada penanaman kering harus diikuti

    penyiraman setiap hari sampai tanaman cukup kuat dan

    mampu bertahan hidup terhadap panas matahari.

  • 22

    Tanam sistim basah Tanam sistim kering

    Cara menanam masukkan akar bibit kedalam

    kowakan dan setelah yakin akar bibit dalam keadaan

    lurus kemudian ditutup dengan tanah yang ada

    disekitarnya. Penanaman sebaiknya dilakukan sore hari

    (14.00-17.00) agar bibit tidak layu karena udara

    lingkungan yang panas. Jika digunakan sistem tanam

    basah, tanam dapat dilakukan pagi hari.

    Bibit yang baik jika minimal sudah berdiameter

    batang bagian bawah sekitar 0,75 - 1,00 cm dan terasa

    sangat keras jika dipegang. Bibit yang sudah cukup

    umur nampak keputihan bagian batangnya. Umur bibit

    yang tergolong muda, sekitar 40 - 45 hari, sebetulnya

    yang paling baik. Bibit yang tergolong muda ini akan

    cepat mengalami pertumbuhan, namun umumnya

    kurang tahan penyakit. Lebih baik digunakan bibit umur

    50-55 hari yang lebih kuat dan tahan terhadap gangguan

    penyakit serta penderaan (stressing) lingkungan.

  • 23

    Pendangiran

    Mendangir adalah mencangkul kiri-kanan guludan

    dan menaikkan lahan cangkulan ke atas guludan.

    Pendangiran dimaksudkan untuk membuka lahan

    sehingga aerasi kedalam tanah berlangsung baik.

    Arahkan mata cangkul tegak lurus guludan, pada

    dasar selokan dan angkat

    tanah cangkulan keatas.

    Pendangiran dilakukan 2-3

    kali tergantung cuaca.

    Pertama pada saat tanaman

    berumur umur 10-14 hari, berikutnya setelah tanaman

    berumur satu bulan. Pendangiran terakhir dilakukan saat

    tanaman hampir panen atau berumur 50-60 hari.

    Pendangiran sebenarnya lebih penting sebagai

    usaha pembukaan tanah dan mematikan gulma. Pada

    saat turun hujan, tanah harus segera dibuka kembali

    dengan pendangiran. Jika tidak, tanah akan mampat dan

    menghalangi perkembangan perakaran.

    Pemupukan

    Pada tanah-tanah berat seperti Bojonegoro

    dianjurkan untuk memberikan pupuk nitrogen dengan

  • 24

    dosis 40-50 kg/Ha. Sumber nitrogen dari ZA cukup baik

    karena ada tambahan belerang didalamnya. Pupuk

    dapat diberikan saat tanaman umur 3 - 7 hari setengah

    dosis dan sisanya pada umur 20 hari.

    Pada tanah-tanah ringan diberikan pupuk dengan dosis

    lebih tinggi. Umumnya diperlukan pupuk basal NPK

    (11:13:17) sebanyak 500-600 kg/Ha yang pada umur

    pertumbuhan dan pupuk KNO3 200-250 kg/Ha yang

    diberikan pada umur tiga minggu.

    Pemupukan nitrat dan juga pupuk yang lain harus

    memperhatikan prakiraan cuaca pada daerah

    pertanaman. Pemberian pupuk juga harus dilakukan

    saksama dengan meletakkan pupuk dibawah tanaman

    Pengairan

    Pengembangan tembakau virginia yang diolah menjadi

    tembakau rajangan berpusat di daerah Kabupaten

    Bojonegoro dan secara umum

    adalah daeah kekurangan air.

    Warna cenderung kuning

    muda atau lemon, tipis tetapi

    jika ditanam dengan pupuk

    dan jumlah air pengairan yang

  • 25

    tepat menghasilkan aroma yang baik. Kecukupan air

    dapat mengakibatkan tembakau lebih tipis, lebih terang,

    lebih rendah kadar nikotin dan total alkaloid dan

    nitrogennya tetapi mempunyai kadar gula lebih tinggi.

    Jika diolah menjadi krosok fc atau rajangan nampak

    lebih cerah (bright). Daun atas jika kekurangan air, pada

    daerah-daerah tertentu, akan berwarna kelabu (scalding)

    yang tidak disukai konsumen. Demikian juga daun-daun

    bawah sering nampak seperti terbakar (firing) pada iklim

    kering, jumlahnya dapat ditekan jika lahan mendapat

    pengairan yang cukup. Daun yang mempunyai

    kandungan air lebih dari 80% saat dipanen akan dapat

    diperam atau dikuningkan dengan baik dan mudah.

    Saat pemberian air dan jumlah air yang

    diberikan, dalam kaitan dengan pertumbuhan menuju

    pembentukan mutu optimal, secara garis besar adalah

    sebagai berikut (Anonymous, 2009) :

    a. Saat tanam, pelembapan tanah diperlukan untuk

    segera menempelkan akar jika digunakan bibit

    cabutan dari bedengan.

    b. Saat penderaan (stressing).

    Penderaan dimulai setelah tanam, dengan mem-

    biarkan tanaman tanpa pengairan. Tahap pendera-

  • 26

    an ini berlangsung lebih satu bulan, dan umumnya

    hanya dihasilkan 10-15 lembar daun. Selanjutnya

    ditunggu sampai tanaman nampak layu pada pagi

    hari yaitu pada jam 08.00-09.00 tanaman nampak

    layu berarti penderaan selesai. Dalam kondisi

    normal tanaman tembakau baru nampak layu pada

    jam 11.00-12.00 siang. Tanaman harus segera diairi

    dan setelah pengairan kedua ini tanaman akan

    tumbuh cepat.

    c. Saat tanah tidak kecukupan air.

    Pengairan hanya diberikan saat tanaman sudah

    kekurangan air atau saat cuaca sangat kekeringan.

    Pada tembakau virginia di daerah Bojonegoro yang

    disiapkan untuk diolah menjadi tembakau rajangan

    umumnya diairi dengan sistem siraman setiap hari

    sampai umur 40-50 hari. Pengairan dengan siraman

    dilakukan dengan cara menuangkan air 0,5-1,0

    l/tanam dan dijatuhkan pada pucuk tanaman.

    Sampai umur 10-20 hari, tergantung kondisi

    tanaman, penyiraman dilakukan pagi dan sore hari.

    Setelah umur tersebut tanaman cukup kuat hanya

    disiram sekali dalam satu hari.

  • 27

    Cara mengairi tanaman

    Pengairan terutama dengan air sungai atau leb

    harus dilakukan hati-hati. Air sungai, berasal dari sumber

    air digunung yang mengalir melalui pedesaan atau hasil

    pengeboran sekalipun akan membawa berbagai macam

    penyakit akar dan pangkal batang. Jika untuk keperluan

    pananaman pada guludan belum ada tanaman tem-

    bakau, pengairan dapat di-lakukan sampai penuh atau

    setinggi guludan. Jika telah ada tanaman, hanya boleh

    dilakukan setengah guludan saja dan tidak boleh ada air

    menggenang. Hal ini untuk menghindari infeksi berbagai

    macam penyakit pada akar dan pangkal batang tanaman

    tembakau.

    Air pengairan dialirkan pada selokan dibawah

    guludan dan ketinggian air

    tidak lebih setengah

    guludan. Selanjutnya tanpa

    menghentikan aliran air

    tersebut, air terus masuk ke

    saluran drainase sekunder yang memotong lahan dan

    dikeluarkan dari lahan melalui saluran drainase primer di

    sekeliling lahan. Sehingga pengairan pada dasarnya

    hanya melewatkan air saja dibawah guludan.

  • 28

    Pangkasan (Topping) dan Wiwilan (Suckering)

    Tanaman tembakau hanya mempunyai satu

    cabang dan berujung pada kuncup (bud). Memangkas

    (topping) adalah kegiatan memotong atau membuang

    ujung tanaman dan dilakukan saat kuncup bunga mulai

    muncul atau ditunggu beberapa hari setelah sebagian

    bunga mekar. Mewiwil (suckering) adalah membuang

    tunas ketiak (axillary-bud) yang tumbuh meningkat

    akibat tindakan pangkasan.

    Secara umum pangkasan yang baik adalah

    dengan membuang daun-daun pucuk yang tidak

    produktif yang sudah tidak bisa berkembang lagi. Dua

    sampai tiga lembar daun pucuk dibawah

    daun bendera atau sampai daun ke lima

    dibawah karangan bunga umumnya

    sudah tidak dapat berkembang dengan

    baik meskipun mendapat nutrisi cukup.

    Daun-daun ini umumnya hanya sedikit menebal tetapi

    tidak dapat memanjang atau melebar lagi. Daun-daun

    demikian umumnya nampak berdiri tegak pada ujung

    tanaman dan diistilahkan sebagai daun-daun telinga

    kuda (seperti Gambar).

  • 29

    Pemotongan tunas dapat dilakukan secara manual

    dengan tangan maupun menggunakan bahan kimia.

    Bahan-kimia yang banyak digunakan adalah:

    1. Pengontrol tunas kontak: Larutan fatty-alcohol

    dengan dosis berkisar antara 1 dibanding 20 (1:20)

    atau 25 kali bagian air atau sekitar 3-4% larutan.

    Untuk C10 dapat digunakan perbandingan 1:30 atau

    larutan 4%. Jika menggunakan larutan lebih pekat

    dapat bekerja lebih efektif tetapi daun dapat

    terbakar atau gagang daun akan rapuh sehingga

    daun mudah patah karena singgungan mekanis

    atau terpaan angin.

    2. Pengontrol tunas ketiak sistemik: yang banyak ber-

    asal dari turunan atau campuran maleic-hydrazide

    ini banyak dijual di pasaran dengan berbagai merk.

    Maleic-hydrazide akan aktif jika tunas ketiak atau

    panjang tidak lebih dari 3 cm. Jika tunas ketiap lebih

    dari 3 cm akan kurang efektif dan pada tunas ketiak

    yang sudah mencapai 10-12 cm tidak efektif sama

    sekali dan tunas akan berkembang seperti biasa.

    Penggunaan maleic-hydrazide sebagai pengontrol

    tunas ketiak harus dibatasi sesuai ketntuan karena

    dapat menimbulkan residu.

  • 30

    3. Pengontrol tunas bekerja kontak dan sistemik atau

    FST-7: pengontrol tunas ketiak ini umumnya

    merupakan campuran fatty alcohol terutama dengan

    C10 dan garam kalium dari maleic-hidrazide.

    Karena mengandung pengontrol tunas ketiak yang

    bersifat kontak cara aplikasi harus mengikuti

    ketentuan yaitu langsung ke sasaran tunas ketiak

    yang baru tumbuh. Penggunaan senyawa ini tidak

    boleh lebih dari satu minggu setelah perlakuan

    dengan pengontrol tunas ketiak yang bersifat

    kontak. Umumnya campuran pada FST-7 adalah

    11% dari sandard maleic hydrazide yang

    seharusnya.

    4. Pengontrol tunas ketiak bekerja lokal dan sistemik.

    Termasuk kelompok ini adalah butralin, flumetralin,

    pendimetralin. Pengontrol tunas ketiak ini bersifat

    sistemik tetapi hanya lokal disekitar tempat aplikasi.

    Seperti halnya pengontrol tunas ketiak kontak pada

    kelompok pengontrol tunas ketiak kelompok ini juga

    harus membasahi seluruh permukaan tunas dan

    hanya dapat bekerja efektif jika tunas masih muda.

    Jenis pengontrol ini jika tidak menutup seluruh

    permukaan tunas, tunas akan terus tumbuh dan

  • 31

    dengan ukuran lebih besar. Tunas tunas yang tidak

    tertutup sempurna harus dibuang dengan tangan.

    Aplikasi bahan kimia untuk pengontrol tunas

    ketiak, baik bersifat lokal maupun sistemik, yang paling

    baik adalah dengan membasahi seluruh permukaan

    tunas. Pembasahan dapat dilakukan dengan

    penyemprotan atau mengoleskan

    pada permukaan tunas. Cara

    mengoles dengan kuas adalah

    paling baik tetapi akan memerlukan

    banyak tenaga. Cara lain yang dianggap cukup

    ekonomis karena tidak terlalu banyak memerlukan

    tenaga adalah dengan menuangkan dengan penyemprot

    khusus.

    Pangkasan dini dan wiwilan intensif mendorong

    pertumbuhan akar, mengurangi serangan hama pada

    pucuk, daun lebih seragam, pengolahan daun lebih

    mudah dan peluang roboh relatif kecil.

    Secara garis besar, cara melakukan pangkasan

    pada tembakau virginia dibagi menjadi tiga kelompok :

    a. Pangkasan ringan. Dilakukan setelah bunga muncul

    dan ditunggu 7-10 hari sampai sebagian karangan

    bunga berkembang. Jumlah daun dibawah bunga

  • 32

    atau batas pemotongan batang 2-3 lembar.

    Tanaman yang dihasilkan akan lebih tinggi, jumlah

    daun lebih banyak meskipun lebih tipis. Daun yang

    tertinggal umumnya 22-24 lembar.

    b. Pangkasan berat. Dilakukan dengan menghitung

    jumlah daun yang akan ditinggalkan. Pada

    pangkasan berat ditinggalkan 18-20 lembar daun.

    Kapan dilakukan pangkasan, caranya adalah

    dengan menunggu apakah jumlah daun sudah

    mencukupi. Pangkasan diawali dengan membuang

    1-2 lembar daun bawah, atau daun koseran,

    selanjutnya dihitung 18 belas lembar daun dan

    kemudian dilakukan pemotongan pucuk. Cara

    pangkasan berat banyak dipakai oleh petani di

    Lombok untuk menghasilkan krosok fc sebagai

    bahan baku rokok kretek.

    c. Pangkasan sangat berat. Caranya dengan

    menyisakan 14-16 lembar daun. Dengan me-

    mangkas sangat berat akan dihasilkan daun lebih

    besar, lebih tebal dan dengan kadar nikotin tinggi

    seperti halnya pangkasan berat (18-20 lembar) yang

    ditanam di lahan subur dan kecukupan air.

  • 33

    Tingginya pangkasan tembakau virginia varietas

    DB101 (Dixie Bright 101) yang dulu banyak ditanam di

    daerah Bojonegoro (mempunyai jumlah daun 25-28

    lembar tergantung kesuburan lahan), jika dipangkas 5-8

    lembar daun dan ditinggalkan 20 lembar akan

    menghasilkan mutu cukup baik. Varietas K326

    mempunyai jumlah daun lebih banyak, sehingga jumlah

    daun yang ditinggalkan ditentukan oleh mutu tembakau

    kering yang diinginkan.

    Pengendalian Hama Dan Penyakit

    (Dikutip, diedit dan disesuaikan, dari tulisan : 1. Sri

    Hadiyani dan I.G.A.A. Indrayani, 2000. 2. Dalmadiyo, et

    al., 2000).

    A. Hama Tembakau

    Hama utama tembakau ada tiga jenis yaitu ulat

    pupus tembakau, ulat grayak dan kutu tembakau.

    Sedangkan yang lain tidak selalu muncul setiap tahun

    dan masih dapat dikendalikan dengan obat-obat kimia

    yang tersedia. Dibawah disampaikan beberapa jenis

    hama utama tanaman tembakau.

  • 34

    1. Ulat pupus tembakau, Helicoverpa spp.

    Gejala yang ditimbulkan daun tembakau

    berlubang-lubang karena dimakan pada bagian pupus

    dan bagian daun atas. Pada saat memakan pupus

    kerusakan tidak nampak, tetapi setelah daun membesar,

    lubang daun terlihat jelas karena lubang membesar

    sesuai perkembangan daun. Selain memakan daun, ulat

    juga menggerek buah dan memakan biji. Selain

    tanaman tembakau, tanaman kapas, jagung, tomat,

    kedelai, buncis, canthel, lobak, asparagus, dan kobis

    juga menjadi sasaran.

    Menurut Subiyakto et al., (1990) ada dua jenis

    Helicoverpa yang menyerang daun tembakau, yaitu

    H. Assulta Genn, dan H. Armigera (Hubner). H. Assulta

    sering disebut ulat pupus tembakau, karena sering

    dijumpai pada pupus dan biasanya meletakkan telurnya

    secara tunggal di permukaan atas daun muda. Telur

    menetas 35 hari. Ulat muda berbulu, semakin tua bulu

    semakin jarang. Warna ulat bervariasi, hijau, cokelat,

    kuning, dan merah jambu. Pada kedua belah sisi badan

    terdapat garis memanjang berwarna putih atau krem.

    Ada bintik-bintik hijau di bagian sisi dan punggung.

    Biasanya pada satu tanaman terdapat satu ulat, karena

  • 35

    sifatnya yang kanibal dan lama stadia ulat 23 minggu.

    Pupa berada di dalam tanah, warna cokelat berukuran

    1415 mm dan lama stadia pupa 914 hari. Ngengat

    sering mengisap cairan nektar bunga. Ngengat

    mempunyai sayap depan berwarna kecoklatan,

    sedangkan sayap belakang berwarna kuning oker, dan

    di bagian pinggir berwarna hitam. Pada sayap depan

    terdapat garis melintang rangkap yang tidak teratur agak

    berombak dan warnanya lebih gelap dari warna dasar

    sayap depan. Rentangan sayap 2830 mm. Lama stadia

    ngengat 12 minggu. Satu betina mampu bertelur

    500-2.000 butir. Lama siklus hidup hama ini berkisar

    antara 3349 hari. H. armigera biasanya meletakkan

    telurnya secara tunggal di permukaan daun, telur

    berwarna krem atau kuning, bentuk oval, panjang

    berkisar 0,5 mm, dan lebar 0.4 mm. Telur menetas 38

    hari. Ulat muda berwarna putih kekuningan, kepala

    berwarna hitam. Ulat yang sudah besar warnanya

    bervariasi, hitam, hijau kekuningan, hijau, hitam

    kecokelatan, atau campuran dari warnawarna tersebut.

    Stadia ulat berlangsung 23 minggu. Pupa berada

    dalam tanah, berwarna coklat kekuningan, coklat

    kemerahan, selanjutnya berwarna coklat gelap. Ukuran

  • 36

    pupa H. Armigera lebih besar dibanding pupa H. Assulta

    dengan panjang 1522 mm dan lebar 46 mm. Lama

    stadia pupa 1014 hari. Ngengat jantan berwarna cerah

    sampai suram, yang betina coklat cerah. Lama hidup

    ngengat 215 hari dengan panjang 18 mm dan

    rentangan sayap 3040 mm. Satu betina mampu ber-

    telur 2002.000 butir dengan siklus hidup 2958 hari.

    Helicoverpa armigera dan Spodoptera Litura

    Selanjutnya Subiyakto et al., (1990) menegaskan

    pengendalian yang dapat dilakukan adalah sebagai

    berikut :

    a. Mencabut sisasisa tanaman segera setelah panen

    dan memusnahkannya.

    b. Pengolahan tanah dengan bajak dan cangkul dapat

    membunuh pupa yang berada dalam tanah.

    c. Pemangkasan dan pewiwilan lebih awal guna

    menghindari serangan ulat pupus.

    d. Pengumpulan ulat secara langsung di lapang dan

    membunuhnya dengan tangan atau alat.

  • 37

    e. Penyemprotan dengan insektisida dilakukan apabila

    tercapai ambang kendali, yaitu 10% atau lebih

    tanaman sebelum berbunga dijumpai ulat pada

    berbagai ukuran (Southern, 1996)

    f. Penyemprotan dengan menggunakan insektisida

    nabati serbuk biji nimba 23 % dan serbuk daun

    nimba 10 % (Subiyakto et al, 1998)

    g. Penyemprotan dengan menggunakan insektisida

    kimia antara lain dapat menggunakan permetrin

    (2 g/l), formotion (330 g/l), betasiflurin (25 g/l), atau

    tiodicarb (75 %).

    2. Ulat grayak, Spodopetra litura F

    Ulat grayak lebih banyak merusak tanaman saat di

    pembibitan dan juga di pertanaman. Ulat memakan daun

    pada malam hari dan umumnya ulat ini bergerombol

    serta menyebabkan daun berlubang-lubang. Di

    pembibitan dapat menimbulkan kerusakan 80100 %.

    Tanaman inang lainnya cukup banyak seperti jagung,

    padi, tomat, tebu, buncis, kubis, pisang, jeruk, kacang

    tanah, lombok, bawang, kentang, bayam, kangkung, dan

    beberapa jenis gulma.

  • 38

    Telur diletakkan berkelompok, satu kelompok telur

    dapat berisi 25500 butir. Kelompok telur ditutupi

    semacam beludru berbulu berwarna coklat kekuningan.

    Telur diletakkan di permukaan bawah daun dan menetas

    24 hari. Ulat muda berwarna kehijauan dengan sisi

    samping hitam kecoklatan, dan mengelompok. Stadia

    ulat 2046 hari dengan 5 kali instar. Ulat yang

    tumbuhnya sudah sempurna berwarna hijau gelap

    dengan garis pungung berwarna gelap (Gambar diatas).

    Pupa berwarna coklat kemerahan dengan panjang

    sekitar 1,6 cm dan berada dalam tanah. Stadia pupa

    lamanya 811 hari. Sayap depan ngengat berwarna

    coklat atau keperakan, sedang sayap belakang

    berwarna keputihan dengan noda hitam. Satu betina

    mampu bertelur 2.0003.000 butir dengan periode

    peletakan 26 hari. Lama siklus hidup 30- 61 hari.

    Pengendalian dapat dilakukan sebagai berikut :

    a. Sama dengan pengendalian untuk ulat Helicoverpa

    spp.

    b. Pengumpulan masa telur dan ulat pada saat masih

    mengelompok di permukaan daun sangat mudah

    dilakukan dan dianjurkan

  • 39

    3. Kutu tembakau, Myzus persicae (Zulser)

    Menurut Subiyakto et al., (1999) kutu ini merusak

    tanaman tembakau karena mengisap cairan daun

    tembakau, menyerang pembibitan dan pertanaman,

    sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Kutu ini

    menghasilkan embun madu yang menyebabkan daun

    menjadi lengket dan ditumbuhi cendawan berwarna

    hitam. Menurut Cheng dan Hanlon (1985), kutu daun

    secara fisik mempengaruhi warna, aroma, dan tekstur

    yang selanjutnya akan mengurangi mutu dan harga.

    Secara khemis kutu daun mengurangi kandungan

    alkaloid dan gula, rasio gula alkaloid dan meningkatkan

    total nitrogen daun. Kutu daun dapat menyebabkan

    kerugian sampai 50 %. Kutu tembakau ini mempunyai

    warna tubuh bervariasi, antara lain hijau keputihan, hijau

    kuning pucat, hijau abuabu, merah jingga atau merah.

    Pada kondisi dingin berwarna merah gelap atau

    keunguan, berukuran 1,2-2,3 mm, bagian punggung

    abdomen terdapat bintik hitam. Koloni kutu tembakau

    biasanya dijumpai pada daun muda dan kadang-kadang

    juga pada daun tua.

    Menurut Romoser (1973), kutu tembakau

    berkembang biak secara partenogenesis. Serangga

  • 40

    betina menghasilkan telur yang berkembang menjadi

    anak tanpa dibuahi. Menurut Kimball (1983),

    patenogenesis hanya dilakukan pada waktu tertentu,

    antara lain pada musim semi ketika banyak makanan di

    sekitarnya. Kutu tembakau mengalami paling tidak

    empat kali ganti kulit sebelum menjadi dewasa. Lama

    hidup bervariasi dan dapat mencapai dua bulan.

    Kutu tembakau, Mizus persicae (Sulzer)

    Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai

    berikut :

    a. Tanam lebih awal dapat mengurangi serangan kutu

    tembakau dibanding tanam akhir (Southern, 1996).

    b. Pemberian pupuk nitrogen tidak boleh berlebihan,

    karena akan memacu perkembangan populasi kutu

    tembakau. Berdasarkan kajian di laboratorium dosis

    yang direkomendasikan pada tembakau setara 200

    kg per hektar belum meningkatkan populasi kutu

    tembakau (Harwanto dan Subiyakto, 1994)

  • 41

    c. Penyemprotan insektisida dilakukan apabila tercapai

    ambang kendali lebih 10 % tanaman sebelum

    dipangkas dijumpai koloni kutu tembakau (1 koloni

    sekitar 50 ekor), atau 20 % tanaman setelah

    pemangkasan dijumpai kolna kutu tembakau

    (Southern, 1996).

    d. Penyemprotan dengan insektisida imidakloprid

    200 g/l dan imidakloprid 5 %.

    4. Ulat tanah, Agrotis ipsilon Hufin.

    Hama ini menyerang di pembibitan dan

    pertanaman tembakau. Hama ini memotong batang bibit

    yang kecil sehingga menjadi serius jika serangan hebat.

    Batang bibit dan juga tanaman yang terpotong akan

    rebah dengan daun layu.

    Telur berbentuk oval, warna putih atau transparan,

    diletakkan pada rumput atau gulma di bagian pangkal

    batang atau daun. Telur menetas sekitar 6 hari. Ulat

    berwarna hitam, kelabu suram atau coklat. Panjang ulat

    3035 mm, mengalami 45 instar. Lama stadia ulat se-

    kitar 18 hari. Ulat pada siang hari berada di dalam tanah,

    pada malam hari menyerang tanaman. Pupa berwarna

    cokelat terang atau cokelat gelap berada beberapa inci

  • 42

    di bawah permukaan tanah. Stadia pupa lamanya 56

    hari. Ngengat sayap depan berwarna cokelat dengan

    garisgaris berombak, rentangan sayap 4059 mm dan

    panjangnya mencapai 15 mm. Satu betina dapat bertelur

    5002.000 butir. Total perkembangan sekitar 36 hari.

    Ulat tanah Agrotis ipsilon, Hufn

    Pengendalian ulat ini adalah sebagai berikut :

    1. Secara mekanis dengan mencari ulat di sekitar

    tanaman. Caranya dengan menggali tanah di sekitar

    tanaman, ulat biasanya berada di dekat batang

    tanaman. Selanjutnya ulat dibunuh.

    2. Menaburkan insektisida tanah dazomet 98 % di

    sekitar tanaman dilakukan pada malam hari. Hindari

    tanaman terkena insektisida, karena jaringan

    tanaman dapat rusak. Serangan ulat di pembibitan

    dikendalikan dengan menaburkan dazomet 98 % di

    tepi bedengan pembibitan.

  • 43

    5. Semut api merah, Selenopsis geminata (F).

    Semut api biasanya merusak benih yang baru

    ditabur di pembibitan. Selain itu kadangkadang memin-

    dahkan benih ke tempat lain. Adanya serangan semut ini

    menyebabkan terganggunya perkecambahan benih,

    bahkan benih mungkin tidak dapat berkecambah lagi.

    Semut dewasa berwarna cokelat

    kemerahmerahan agak gelap.

    Semut ratu betina bersayap,

    ukuran sekitar 5 mm, semut

    sebagai pekerja ukuran sekitar

    3 mm. Semut sebagai pengawal berukuran 56 mm.

    Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai

    berikut :

    a. Menjaga kebersihan sekeliling lahan pembibitan

    dengan memusnahkan gulma dan sampah yang

    menjadi sarangnya.

    b. Menaburkan insektisida tanah dazomet 98 % di

    sekeliling bedengan pembibitan.

  • 44

    6. Ulat penggerek batang, Scrobipalpa heliopa

    Serangan di pembibitan menyebabkan

    pertumbuhan bibit terhambat sehingga menurunkan

    kualitas bibit. Di India hama ini menyebabkan kerugian

    25 % di pembibitan. Selain menyerang di pembibitan

    hama ini merusak pertanaman, dengan cara menggerek

    batang dan membentuk formasi kantong, kadang

    kadang hama ini merusak urat utama daun.

    Telur diletakkan pada daun secara tunggal. Ulat yang

    pertumbuhannya sudah sempurna panjangnya 11 mm,

    berwarna putih kotor, kepala berwarna hitam, dan

    dilengkapi perisai sebagai pelindung. Pupa biasanya

    terdapat di dalam lubang gerekan batang, dan setelah

    dewasa serangga akan keluar melalui lubang gerekan

    tersebut. Ulat dewasa aktif pada malam hari, sedangkan

    ulat betina mampu bertelur 150200 butir.

    Ulat penggerek batang, Scrobipalpa heliopa (Low.)

    Pengendalian yang dapat dilakukan adalah

    sebagai berikut :

  • 45

    a. Bibit yang terserang hama ini supaya dimusnahkan

    b. Penyemprotan dengan insektisida berupa ovisida

    dan larvisida di pembibitan umur 3040 hari dan di

    pertanaman 1020 hari setelah tanam. Ovisida dan

    Larvisida tersebut antara lain adalah tiodicarb 75 %.

    c. Secara mekanis yaitu dengan mengambil ulat dalam

    batang dan membunuhnya.

    7. Belalang cina, Oxya chinensis (Thun.)

    Hama belalang ini memakan daun, sehingga me-

    nyebabkan daun menjadi berlubanglubang. Gejalanya

    kadangkadang sulit dibedakan dengan daun yang ber-

    lubanglubang karena serangan ulat daun. Terkadang

    serangan belalang dapat menyebabkan kerusakan yang

    parah. Belalang menyerang di pembibitan dan per-

    tanaman. Lubang akibat serangan belalang tepinya ber-

    gerigi kasar, sedangkan akibat serangan ulat lebih halus.

    Telur berwarna kecoklatan, diletakkan di atas

    tanah atau daun secara berkelompok. Satu kelompok

    telur berisi 20 butir. Telur akan menetas setelah 6

    minggu. Penetasan telur dapat ditunda dengan cara

    ganti kulit sampai 7 kali. Setiap ganti kulit selama 1016

    hari. Telur tertunda menetas sampai 277 hari. Stadia

  • 46

    nimfa lamanya 610 minggu, berwarna cokelat suram,

    semi akuatik, dan sering dijumpai pada tanaman air.

    Dewasanya berukuran 2030 mm, berwarna coklat

    pucat, atau hijau dengan garis memanjang dari mata

    sampai bawah sayap. Paha depan berwarna hitam dan

    betis depan berwarna kebirubiruan dengan warna putih

    hitam pada punggungnya. Satu betina dapat bertelur

    sampai tiga kelompok.

    Pengendalian belalang cina yang dilakukan

    selama ini adalah penyemprotan dengan insektisida

    seperti tiodicarb 75 % dan tiodicarb 384,83 g/l. Selain

    menyemprot pertanaman, disarankan juga menyemprot

    beberapa meter di luar lahan pertanaman, khususnya

    yang menjadi sarang serangga ini.

    Belalang cina, Oxya chinensis (Thun.) dan

    belalang kayu Valanga nigricornis (Burn).

  • 47

    8. Belalang kayu, Valanga nigricornis (Burn).

    Gejala serangan belalang kayu sama dengan

    serangan belalang cina. Telur belalang kayu diletakkan

    pada lubang tanah dengan kedalaman 58 cm dari

    permukaan tanah. Telur berwarna coklat, berkelompok

    dan ditutupi oleh lapisan buih. Nimfa muncul pada

    malam hari dan nimfa muda berwarna kuning kehijauan

    dengan bintik hitam, sedang nimfa yang sudah dewasa

    berwarna kelabu dan kuning atau gelap sampai coklat

    gelap. Betina belalang kayu dewasa berukuran panjang

    5871 mm dan setelah dewasa berwarna kuning coklat

    atau coklat gelap. Pengendalian yang dilakukan juga

    sama dengan pengendalian belalang cina seperti

    tersebut diatas.

    9. Kutu putih, Bermisia tabaci (Genn.)

    Hama ini biasanya dijumpai di permukaan bawah

    daun tembakau. Kutu dewasa dan nimfanya menghisap

    cairan sel daun. Kutu ini sebagai vektor penyakit virus

    kerupuk. Telur diletakkan dan terikat oleh daun bagian

    bawah, dan menetas sekitar tujuh hari. Nimfa berwarna

    keputihan, panjangnya sekitar satu mm, terdapat pada

    daun permukaan bawah. Nimfa jantan panjangnya

  • 48

    sekitar 1,11 mm. Pupa berbentuk oval berukuran

    1,16 mm dan 0,80 mm, berwarna suram atau kuning

    gelap dengan poripori pada bagian punggung dan

    dijumpai bintikbintik. Bagian ventralnya dilengkapi

    dengan junbaijumbai. Dewasa umurnya sekitar enam

    hari, berwarna kuning keputihputihan. Rentangan

    sayap 11,5 mm. Betina dapat bertelur sekitar 30 butir

    dan berkembang setelah 3 minggu secara

    partenogenesis.

    Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

    a. Membersihkan gulma maupun inang alternatif

    sekitar pembibitan dan pertanaman tembakau.

    b. Mencabut bibit yang terserang hama ini, biasanya

    daun terlihat keriting.

    c. Penyemprotan dengan insektisida, antara lain

    klorpirifos 200 g/l.

    Kutu putih, Bermisia tabaci (Genn.) dan

    kumbang tembakau Lasioderma serricorne (F.)

  • 49

    10. Kumbang tembakau, Lasioderma serricorne (F.)

    Larva Lasioderma sp. memakan daun di gudang

    dengan membuat lubanglubang kecil pada daun.

    Serangan yang berat menyebabkan daun tembakau

    menjadi serbuk. Ulatnya berwarna putih, bengkok,

    dilengkapi dengan bulubulu, berada di antara tumpukan

    daundaun kering. Kumbang dewasa berwarna cokelat

    merah dilengkapi dengan sedikit bulu. Hama ini lama

    perkembangannya 4263 hari.

    Pengendalian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

    a. Sebelum tembakau kering disimpan, gudang supaya

    dibersihkan, sisasisa tembakau supaya dikumpul-

    kan dan dibakar atau dimusnahkan.

    b. Penyemprotan dengan insektisida biologi Bacillus

    thuringiensis pada tembakau dan area gudang

    untuk menghindari infestasi ngengat.

    c. Fumigasi dengan alumunium fosfida 56 % selama

    96 jam dan 72 jam diaerasi.

  • 50

    Penyakit Tembakau

    Penyakit di persemaian

    1. Penyakit rebah kecambah

    Penyakit pesemaian di lahan sawah menyerang

    pangkal bibit sehingga berlekuk seperti terjepit, busuk,

    berwarna cokelat, dan akhirnya bibit roboh. Apabila

    dicabut kadangkadang akar tampak putih dan nampak

    sehat. Serangan pada bibit yang lebih tua atau yang

    baru dipindah menyebabkan pertumbuhan tanaman

    terhambat, daun menguning, layu, pangkal batang

    berlekuk, busuk, berwarna coklat, dan akhirnya mati.

    Penyakit rebah kecambah dan penyakit lanas bibit.

  • 51

    Penyebab penyakit rebah kecambah (damping off)

    adalah jamur Pythium spp. seperti P. Ultium Trow,

    P. Debaryonum, dan P. Aphanidernatum (Edson)

    Fitzpatrick (Lucas, 1975). Selain itu jamur Sclerotium sp.

    dan Rhizoctonia sp. juga dapat menyebabkan penyakit

    rebah kecambah.

    Penyakit ini sesuai untuk berkembang baik pada

    suhu sekitar 240C, kelembaban tinggi, pada daerah yang

    drainasenya jelek, curah hujan tinggi, serta pH tanah

    antara 5,28,5. Jamur Pythium spp. dapat bertahan di

    dalam tanah maupun jaringan sisa tanaman karena

    mempunyai klamidospora dan oospora berdinding tebal

    (Lucas, 1975).

    Pengendalian penyakit rebah kecambah dapat

    dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

    a. Pemilihan lahan untuk persemaian sebaiknya dekat

    dengan sumber air dan sebelumna tidak ditanami

    tanaman Solonaceae.

    b. Pengolahan tanah untuk pembibitan sebanyak 34

    kali dengan selang waktu 715 hari.

    c. Penjarangan bibit dan pengaturan atap pembibitan

    untuk mengurangi kelembaban.

  • 52

    d. Sanitasi, mencabut tanaman sakit kemudian

    dikumpulkan dan dibakar.

    e. Mendisinfeksi tanah sebelum penaburan benih

    dengan :

    - Larutan terusi (CuSO4) 2 %, 23 hari pada

    kedalaman 2030 cm.

    - Kapur tohor dan amonium sulfat ditabur di tanah

    pembibitan kemudian disiram air (cara

    Raciborski).

    - Fungisida metalaksil (Ridomil 2G 4 g/m2) ditabur

    di bedengan pada kedalaman 2030 cm,

    f. Penyemprotan pembibitan atau pencelupan bibit

    sebelum tanam dengan fungisida :

    - Ridomil MZ 58 3g/l air

    - Dithane M-45, Manzate 200 2 3 g/l air

    - Benomil (23 g/l air)

    - Propamokarb hidroklorida 1 2 ml/l air

    2. Penyakit Lanas

    Gejalanya pada bibit yang terkena lanas adalah

    warna daun hijau kelabu kotor. Jika kelembaban udara

    sangat tinggi, penyakit berkembang dengan cepat dan

    bibit segera menjadi busuk. Penyakit ini dapat meluas

  • 53

    dengan cepat, sehingga pembibitan tampak seperti

    disiram air panas. Selain itu pangkal batang bibit busuk,

    berwarna coklat (Gambar 36). Penyebab penyakit lanas

    bibit adalah jamur Phytophora nicotianae vBdH var.

    Nicotianae waterhouse yang sering disebut P. nicotianae

    (Semangun, 1988). Pengendalian sama seperti

    pengendalian penyakit rebah kecambah.

    Penyakit di lapang

    1. Penyakit lanas

    Pada tanaman di lapangan biasanya gejala

    pembusukan hanya terbatas pada leher akar berwarna

    coklat kehitaman dan agak berlekuk. Semua daun dari

    tanaman yang bersangkutan layu dengan mendadak.

    Kalau pada pangkal batang dibelah, empulur tampak

    mengering dan bersekatsekat membentuk kamar.

    Kadangkadang yang mengamar hanya sedikit yakni

    empulur yang paling bawah di antara akar tanaman.

    Selain itu pada tanaman dewasa di lapangan sering

    timbul infeksi pada daun sehingga terjadilah lanas

    bercak atau lanas daun. Bercak-bercak berwarna coklat

    kehitaman dan agak kebasahan. Bercak ini cukup besar,

    dengan batas yang kurang jelas, dan mempunyai cincin-

  • 54

    cincin yang berwarna gelap dan terang. Bagian yang

    berwarna gelap di bentuk pada malam hari, sedang yang

    berwarna terang dibentuk pada siang hari. Dengan

    memperhatikan banyaknya cincin dapat ditaksir umur

    bercak tersebut (Semangun, 1988). Kalau daun yang

    terinfeksi tidak segera dibuang bercak lanas akan

    menjalar ke batang dan terjadilah lanas batang yang

    dapat mematikan tanaman. Dengan demikian sering

    terdapat pembusukan pada batang yang letaknya agak

    jauh dari tanah.

    Penyebab penyakit lanas di lapang sama dengan

    di pesemaian yaitu jamur Phytophthora nicotinae vdH

    var.nicotinae Waterhouse yang seringkali di sebut

    P.nicotianae (Semangun,1988). Menurut Lucas (1975)

    jamur P. Nicotianae bersifat fakultatif saprofitik sehingga

    dapat hidup pada sisa tanaman dan dapat bertahan

    lebih dari lima tahun karena mempunyai klamidospora.

    Penyakit lanas cocok berkembang di daerah beriklim

    hangat dan suhu tanah antara 20-300C.

    Pengendalian penyakit lanas dilakukan dengan

    beberapa cara yaitu :

    a. Varietas tahan lanas

  • 55

    b. Pengolahan tanah sebanyak 34 kali dengan,

    selang waktu 715 hari.

    c. Pembuatan guludan yang tinggi sehingga drainase

    lebih baik.

    d. Penggunaan pupuk kandang yang telah masak atau

    telah terfermentasi dengan baik.

    Penyakit lanas di lapang

    e. Sanitasi, mencabut tanaman sakit kemudian

    dikumpulkan dan dibakar. Apabila hendak

    menyulam sebaiknya tanah didisinfeksi lebih dahulu

    dengan cara Raciborski.

    f. Mendisinfeksi tanah pembibitan sebelum penaburan

    benih dengan :

  • 56

    - Larutan terusi (CuSO4) 2 %, 23 hari pada

    kedalaman 1020 cm.

    - Kapur tohor dan amonium sulfat dicampur

    dengan tanah pembibitan kemudian disiram air

    (cara Raciborski)

    g. Rotasi dengan tidak menanam tembakau minimal 5

    tahun untuk daerah yang terserang berat atau

    selama 2 tahun untuk tanah yang dapat ditanami

    padi.

    h. Secara kimiawi, penyemprotan pangkal batang

    dengan fungisida metalaksil (58 35 g/l air),

    mankozeb (23 g/l air), benomil 23 g/l air,

    propamokarb hidroklorida, 12 ml/l air, dan bubur

    bordo 12 %.

    2. Penyakit layu fusarium

    Pada tanaman di lapangan gejala yang terlihat

    adalah daun menguning perlahanlahan dan mengering

    pada satu sisi batang. Kelayuan tidak begitu menyolok

    dan pada tanaman muda berwarna pucat sampai kuning

    tetapi daun tetap segar. Daun pada sisi yang terinfeksi

    pertumbuhannya menjadi terhambat, tulang daunnya

    melengkung karena pertumbuhannya tidak seimbang,

  • 57

    dan seringkali pucuk daun tertarik ke sisi yang sakit. Bila

    kulit batang dikupas maka kayu akan terlihat berwarna

    coklat (Lucas, 1975; Collins dan Hawks, 1993).

    Menurut Lucas (1975), penyakit layu fusarium

    sangat cocok di daerah dengan suhu tanah 28300C,

    tanah lempung berpasir, dan dapat terjadi pada tanah

    asam maupun tanah basa. Oleh karena itu kemungkinan

    dapat timbul pada pertanaman tembakau di Bojonegoro

    cukup besar.

    Usaha pengendalian penyakit layu Fusarium dapat

    dilakukan dengan cara :

    a. Sanitasi dengan mencabut tanaman sakit kemudian

    dimusnahkan.

    b. Penggenangan pada tanah yang dapat ditanami

    padi dapat menekan jamur Fusarium,

    c. Rotasi tanaman

    d. Kimiawi, dengan penyemprotan fungisida atau cara

    lain seperti pada pengendalian penyakit lanas.

    Untuk pengendalian dengan rotasi tanaman, agar

    tidak menggunakan tanaman ubi jalar karena tanaman

    ini juga rentan terhadap strain tertentu dari Fusarium

    oxysporum (Collins dan Hawks, 1993).

  • 58

    3. Penyakit mozaik tembakau

    Tanaman yang mengalami infeksi mempunyai

    daun muda yang tulangtulangnya lebih jernih daripada

    biasa (Vein Clearing). Sering bentuknya melengkung,

    kalau umur daun bertambah muncul bercakbercak

    kuning yang akhirnya menjadi bercakbercak klorotik

    yang tidak teratur, sehingga daun mempunyai gambaran

    mosaik. Bagian yang berwarna hijau mempunyai warna

    lebih tua daripada biasa.

    Pertumbuhan daun terhambat.

    Patogen penyakit mozaik ini

    adalah virus mosaik tembakau

    (Mozaik Tobacco Virus = TMV)

    yang juga dikenal dengan nama

    Marmor tabaci Holmes

    (Semangun, 1988). Penyakit mosaik ditularkan secara

    mekanis oleh manusia, hewan, maupun kontak antara

    daun tembakau.

    Para pekerja atau serangga yang kontak dengan

    daun sakit kemudian pindah ke daun sehat sudah

    mampu menularkan virus. Demikian juga kontak antara

    daun sakit dengan daun sehat akan menularkan virus

    ini. TMV mempunyai inang cukup banyak, baik tanaman

  • 59

    budidaya maupun gulma, antara lain : tomat, cabai,

    terong, ketimun, semangka, dan rumput wedusan.

    Selain berada pada tumbuhan inang, TMV dapat

    bertahan selama dua tahun di dalam tanah maupun sisa

    tanaman tembakau apabila tidak ada pengeringan dan

    pembusukan yang sempurna. Hal ini menunjukkan

    bahwa tanah bekas tumbuhan yang terserang mosaik

    merupakan sumber inokulum. Tetapi apabila tanah dan

    potongan akar maupun batang tembakau dikeringkan

    atau terkena sinar matahari selama 56 bulan secara

    terus menerus akan mengakibatkan TMV menjadi tidak

    aktif (Lucas, 1975).

    Pengendalian penyakit mosaik tembakau dapat

    dilakukan dengan beberapa cara antara lain :

    a. Menggunakan varietas tahan (PVH09, DB101)

    b. Sanitasi, mencabut tanaman sakit maupun sisa

    pertanaman dan gulma kemudian dikumpulkan dan

    dimusnahkan.

    c. Mendisinfeksi tangan para pekerja dengan sabun

    trinatrium fosfat.

    Pada waktu akan digunakan, larutan induk tersebut

    diencerkan dengan menambahkan tiga bagian air. Komn

    (1985) menyebutkan bahwa detergen fosfat 1 % sudah

  • 60

    cukup untuk membasuh tangan pekerja. Bahan lain yang

    dapat digunakan juga Rinso 0,4 0,6 % (Hartana et al.,

    1987).

    4. Penyakit kerupuk

    Menurut Semangun (1988), gejala penyakit

    kerupuk ada tiga tipe, yaitu : 1).

    Kerupuk biasa, gejalanya daun

    agak berkerut dengan tepi

    melengkung ke atas, tulang daun

    bengkok dan menebal.

    Penebalan tulang daun ini

    kadangkadang berkembang menjadi anak daun

    (enasi), 2). Kerupuk jernih, gejalanya tepi daun

    melengkung ke bawah, tulang daun jernih dan tidak

    menebal, dan 3). Keriting, gejalanya daun sangat

    berkerut dan kasar, tepi daun melengkung ke atas,

    tulang daun bengkok dan menebal.

    Penyebab penyakit ini adalah virus kerupuk

    tembakau (Tobacco Leaf Curl Virus = TLCV) atau

    disebut dengan nama Ruga tabaci Holmes (Semangun,

    1988). Menurut Lucas (1975), TLCV dapat ditularkan

    oleh lalat putih (Bemisia tabaci Gen) maupun dengan

  • 61

    penyambungan. Penyakit ini jarang timbul di pembibitan

    dan baru muncul 23 minggu setelah pemindahan di

    lapang. Lalat putih B. tabaci lebih aktif dan banyak pada

    musim kering seperti yang terjadi pada tembakau

    virginia. Untuk daerah Bojonegoro yang kadangkadang

    pada musim tanam tambakau terjadi kekeringan dan

    suhu udara pada siang hari lebih dari 300C, penyakit

    kerupuk dapat timbul cukup banyak.

    Pengendalian penyakit kerupuk ini dilakukan dengan :

    a. Sanitasi, mencabut tanaman sakit maupun sisa sisa

    pertanaman dan gulma kemudian dikumpulkan dan

    dimusnahkan.

    b. Pengendalian vektor lalat putih B. Tabaci dengan

    insektisida profenofos (12 ml/l air), dan imidakloprid

    (0,250,50 ml/l air)

  • 62

    V. PANEN DAN PENGANGKUTAN

    A. Panen

    1. DSMO = Daun Satu Mutu Olah

    Keseragaman tingkat kemasakan daun yang akan

    diolah dalam satu unit perajangan sangat diperlukan

    agar keseragaman mutu tembakau rajangan yang

    dihasilkan terjamin. Jika dalam satu widig memuat

    tembakau rajangan yang berasal dari daun yang

    beragam, mutunya juga akan beragam. Salah satu faktor

    yang sangat diperlukan agar hasil rajangan seragam

    adalah daun harus dalam satu mutu olah (DSMO).

    DSMO adalah populasi daun hasil panen yang

    mempunyai tanggapan (response) yang sama terhadap

    perajangan dan panas matahari (Tirtosastro, 1997).

    DSMO dapat diperoleh jika dalam penanaman,

    panen dan persiapan pengolahan memenuhi

    persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

    a. Daun berasal dari tanaman satu varietas yang

    disemaikan dengan cara yang sama dan menghasil-

    kan bibit yang seragam kemampuan tumbuhnya.

    b. Daun berasal dari posisi daun yang sama pada

    batang.

  • 63

    c. Daun dihasilkan dari populasi tanaman yang

    mendapat pemeliharaan dan teknik budidaya yang

    seragam sehingga dihasilkan daun yang seragam

    kesehatan dan kesuburannya.

    d. Daun berasal dari tanaman tembakau yang ditanam

    pada daerah dengan iklim dan jenis tanah yang

    sama.

    e. Cara panen, pengangkutan, sortasi daun, waktu

    pengovenan dan lain-lain dengan cara yang sama

    sehingga setelah sampai di emplasemen

    pengolahan diperoleh daun yang tetap seragam.

    f. Daun mempunyai tingkat kemasakan yang sama

    saat dipetik.

    Jika didalam satu partai perajangan terdiri atas

    daun yang berbeda mutu olahnya maka tanggapan

    terhadap perajangan dan panas matahari saat

    penjemuran akan berbeda. Akibat perbedaan tanggapan

    ini akan menghasilkan perubahan biokimia selama

    perajangan dan penjemuran yang merupakan proses

    kiuring akan berbeda pula. Demikan juga perubahan

    warna daun menjadi beragam. Akibatnya akan diperoleh

    tembakau rajangan kering yang juga beragam. Makin

  • 64

    tinggi keragaman daun yang diolah makin besar

    keragaman tembakau rajangan yang diperoleh.

    2. Kriteria Daun Tepat Masak.

    Kriteria daun tepat masak secara fisik, jika daun

    telah berwarna hijau kekuningan atau daun telah

    menjelang berwarna kuning, pada seluruh permukaan

    daunnya. Pada daun bawah, seperti daun pasir dan

    daun kaki daun dipetik saat masih hijau agak

    kekuningan. Jika daun bawah dipetik sudah dalam

    keadaan hijau kekuningan, dalam pernjangan akan sulit

    karena cepat berubah menjadi coklat. Nampaknya untuk

    daun bawah yang terlalu masak, mempunyai

    karakteristik fisiologis yang memungkinkan enzim-enzim

    dapat bekerja dengan cepat. Sehingga dapat mengalami

    perubahan warna dengan cepat. Berbeda dengan daun

    atas dan pucuk yang lebih tahan dan tidak mudah

    mengalami perubahan warna. Perubahan warna juga

    dipercepat akibat pemotongan sel akibat perajangan

    yang dapat mempertumukan enzim dan substrat didalam

    sel. Pada daun tepat masak, untuk tujuan diolah menjadi

    rajangan sc atau krosok fc, jika seluruh permukaan daun

    sudah berwarna hijau kekuningan dan kandungan pati

  • 65

    paling tinggi. Hasil penelitian di Jepang (Hiroe et al.,

    1975) pati tertinggi diperoleh jika daun dipetik tepat

    masak dan selanjutnya akan menurun. Gambar berikut

    menunjukkan daun kurang masak, tepat masak dan

    kelewat masak untuk daun tengah.

    Kriteria masak secara umum dipengaruhi oleh

    varietas, posisi daun pada batang, jumlah daun yang

    disisakan pada batang atau dalamnya pangkasan,

    kesehatan tanaman, iklim dan cuaca saat panen dan

    lain-lain. Varietas DB101 dan Coker 371 GL, cenderung

    berwarna kuning mulai dari daun bawah sampai daun

    atas, berbeda dengan varietas Coker 86 dan hibrida

    PVH09 yang cenderung lebih hijau. Demikian juga

    varietas K326 yang saat ini banyak ditanam di daerah

    Bojonegoro. Pada iklim basah atau banyak turun hujan,

    kriteria tepat masak menjadi agak hijau, karena hujan

    akan meningkatkan kandungan khlorofil

    Perlakuan teknik budidaya dapat merubah bentuk

    dan ukuran daun pada masing-masing posisi. Jika

    tanaman tembakau mempunyai 25-27 lembar daun,

    kemudian dipangkas dan disisakan 18-20 lembar atau

    kurang, ukuran daun pada masing-masing posisi tidak

    akan jauh berbeda.

  • 66

    a. Kurang masak b. tepat masak c.Kelewat masak

    Gambar. Daun masak, kurang masak

    dan kelewat masak

    Daun kaki yang lebih pendek dapat memanjang

    dan mendekati ukuran daun tengah. Demikian juga un-

    tuk daun atas. Perlakuan pupuk yang tepat jumlah dan

    diberikan tepat waktu, ditunjang iklim yang baik akan

    menghasilkan komposisi daun seperti yang diinginkan.

    3. Kemasakan daun secara buatan

    Untuk meningkatkan efisiensi usahatani kadang-

    kadang diperlukan waktu panen dan waktu pengovenan

    dapat dipersingkat. Daun tembakau diharapkan segera

    masak, dengan jumlah daun yang masak bersamaan

    lebih banyak. Misalnya jika panen normal berlangsung

  • 67

    7-8 kali, diharapkan 4-6 kali sudah selesai. Sehingga

    bukan 3-4 lembar daun masak seragam yang dapat

    dipetik, tetapi dapat mencapai 4-6 lembar atau lebih.

    Alasan lain diperlukannya panen serempak adalah untuk

    meng-antisipasi akibat turunnya hujan pada musim

    panen, lebih-lebih jika hujan di perkirakan akan berlanjut

    lebih lama. Dalam keadaan demikian sebaiknya daun

    dapat segera dipanen seluruhnya. Pada musim panen

    2003, pada bulan September di Lombok Timur turun

    hujan beberapa kali. Beberapa petani sempat

    melakukan pemetikan dengan jumlah daun lebih banyak,

    dengan maksud mengurangi resiko jika hujan terus

    berlanjut.

    Untuk maksud tersebut diatas, terutama di negara-

    negara maju, digunakan bahan kimia penguning

    (yellowing chemical). Jenis bahan kimia penguning

    banyak dipakai saat ini adalah ethephon (2-

    chloroethylphosphonic acid) dan gas etilen yang

    disemprotkan pada daun saat menjelang panen. Selain

    itu kedua komponen kimia tersebut juga digunakan

    untuk mempercepat tahap penguningan didalam oven.

    Pada dasarnya senyawa kimia untuk mempercepat

    kemasakan daun dapat membantu mendegradasi

  • 68

    khlorofil dengan cepat, sehingga daun tembakau segera

    nampak kuning atau dalam keadaan sudah masak.

    4. Cara Pemetikan

    Pemetikan daun tembakau dimulai dari bawah

    keatas sesuai mulainya kemasakan daun pada batang.

    Cara pemetikan yang benar dengan mematahkan

    pangkal daun kearah samping, bukan kearah bawah,

    agar tidak ada bagian kulit terbawa oleh gagang daun.

    Pemetikan dilakukan secara bertahap sesuai tingkat

    kemasakan daun. Pemetikan pertama umumnya dapat

    dimulai saat tanaman berumur 60-70 hari setelah tanam.

    Faktor yang mempengaruhi kecepatan masaknya

    daun antara lain :

    a. Varietas. Varietas K326 mempunyai umur panen

    sedikit lebih panjang dibanding Coker 376GL, T45

    atau DB101.

    b. Kondisi daerah tumbuh terutama tinggi tempat

    kemungkinan berkaitan dengan perbedaan

    intensitas sinar surya dan ketebalan udara

    lingkungan yang da-pat mempengaruhi kecepatan

    rekasi-reaksi fisiologis didalam daun. Pada daerah-

  • 69

    daerah lebih dari 500 m dpl panen baru dapat

    dimulai setelah tanaman berumur 70-80 hari

    c. Pemberian air pengairan atau air hujan. Pemberian

    air sampai dengan batas optimal akan mendorong

    tanaman tumbuh optimal sehingga lebih lambat

    panen.

    d. Keseimbangan pupuk. Pupuk fosfat yang berlebihan

    akan mempercepat kemasakan daun. Sedangkan

    pupuk nitrogen ditambah kecukupan air akan

    memperlambat kemasakan daun.

    e. Pengerjaan tanah yang kurang sempurna, iklim

    yang basah diawal tanam kemudian mengering

    dengan cepat akan mendorong timbulnya lekes,

    yaitu penyakit fisiologis yang berakibat kemasakan

    daun menjadi sangat cepat dibanding biasanya.

    Daun tepat masak yang dapat dipetik dalam satu

    kali panen umumnya berkisar antara 2-4 lembar dan

    daun dapat dipetik 4-7 hari sekali. Dalam satu musim

    panen dapat berlangsung 5-7 minggu. Pemetikan

    bertahap ternyata menunjukkan hasil dan nilai penjualan

    krosok fc lebih tinggi (Collins dan Hawks, 1983). Namun

    demikian kondisi iklim dan cuaca, teknik budidaya yang

    digunakan dan lain-lain dapat mempengaruhi jumlah

  • 70

    daun yang dapat dipetik setiap kali panen. Hujan pada

    musim panen mendorong petani memetik daun lebih

    banyak dengan pertimbangan menekan merosotnya

    mutu lebih besar. Saat pemetikan yang paling baik

    sebetulnya pada sore hari karena pada saat itu kadar

    pati setinggi-tinggi-nya, dari hasil asimilasi pembentukan

    pati pada pagi sampai siang hari.

    Daun yang telah dipetik dikumpulkan pada ujung

    barisan tanaman, dibawah tanaman tembakau yang

    teduh sehingga tidak terkena panas surya langsung.

    Setelah terkumpul banyak daun segera dibungkus

    dengan karung goni dengan berat 25-30 kg (Gambar

    berikut). Daun dapat juga dimasukkan kedalam keran-

    jang. Cara membungkus daun dengan meratakan pang-

    kal daun dalam ikatan karung goni. Kemudian ikatan

    daun tersebut sesegera mungkin diangkut ke tempat

    teduh dan di atur dengan meletakkan gagang di bagian

    bawah dan usahakan jangan ditumpuk.

    Gambar. Pembungkusan

    daun tembakau saat

    panen

  • 71

    B. Pengangkutan

    Penumpukan bungkusan daun setelah sampai di

    tempat pengumpulan sementara sebaiknya tidak lebih

    dari dua tingkat dan diatur rapi. Jika ada daun pisang

    atau daun lain seyogyanya ditutupkan untuk mengurangi

    panas matahari. Tutup bahan berwarna hitam

    seyogyanya dihindari karena akan meningkatkan suhu

    daun tembakau. Setelah jam 12.00 sebaiknya daun

    sudah selesai diangkut ke emplasemen pengolahan atau

    kalau masih harus menunggu pengangkutan hendaknya

    tempat pengumpulan sementara harus betul-betul teduh

    dan tidak terkena sinar surya langsung.

    Alat pengangkut dapat menggunakan truk,

    gerobak, dipikul atau angkutan yang lain. Dalam

    pengangkutan hendaknya memperhatikan hal-hal

    sebagai berikut :

    a. Bungkusan daun diatur rapi diatas bak truk atau

    gerobak. Tumpukan tidak lebih dari 3 lapisan atau

    setinggi 1,0-1,5 m.

    b. Gunakan truk atau gerobak tertutup, antara tutup

    dan tumpukan daun jika ada ruang kosong makin

    baik.

  • 72

    c. Jangan dicampur benda lain atau ada pekerja yang

    duduk diatas tumpukan atau menginjak-injak

    tumpukan daun tembakau. Kayu, bambu dan lain-

    lain hendaknya diangkut terpisah, tidak sekaligus

    diangkut dengan daun tembakau.

    d. Jarak ke emplasemen makin dekat makin baik

    sehingga tidak lebih dari satu jam perjalanan.

    Menaikkan dan menurunkan bungkusan daun

    hendaknya dilakukan hati-hati, tidak dilempar dan hindari

    cara memegang yang dapat mengakibatkan daun sobek

    atau memar. Setelah sampai diemplasemen bungkusan

    daun hendaknya segera dibuka, kemudian diatur

    berderet gagang dibawah dan tidak ditumpuk. Jika tidak

    sempat membongkar bungkusan pada hari itu,

    sebaiknya bungkusan diatur berderet dan sekali lagi

    jangan ditumpuk. Selanjutnya daun segera disortasi dan

    diglantang. Untuk sementara glantangan daun dapat

    digantungkan pada andang dari bangunan emplasemen.

    Penanaman tembakau tanpa mempertimbangkan

    jarak lokasi penanaman dan lokasi pengolahan akan

    merugikan mutu tembakau rajangan yang dihasilkan. Hal

    ini dapat terjadi karena daun tembakau terlalu lama

  • 73

    dalam perjalanan karena jarak dengan lokasi

    pengolahan yang jauh. Daun tembakau akan mengalami

    tekanan akibat tumpukan dalam waktu yang lama,

    sehingga akan mengalami kenaikkan suhu. Kenaikkan

    suhu terjadi akibat reaksi fisiologis yang berlangsung

    dan panas yang keluar tertahan dalam tumpukan daun

    tembakau. Akibat yang ditimbulkan mulai dari daun

    menguning lebih cepat, layu karena banyak kehabisan

    air, memar dan daun sehingga mutu olah menjadi

    beragam. Sehingga untuk mencapai tujuan DSMO akan

    cukup sulit.

    a. Petani di Bojonegoro b. Angkutan dengan pick up

    Gambar. Pengangkutan daun tembakau

  • 74

    VI. TEKNIK PENGOLAHAN (CURING) HASIL

    1. Prinsip Pengolahan

    Skema pengolahan atau sering disebut

    pengovenan (curing) daun tembakau virginia seperti

    pada Gambar a1. Pada prinsipnya daun tembakau

    dirangkai dahulu di luar oven kemudian diatur di dalam

    ruang oven dengan cara digantung pada rak (rack) yang

    ada di dalam oven. Bahan bakar pengovenan digunakan

    minyak tanah atau kayu bakar. Akhir-akhir ini karena

    pembatasan minyak tanah bersubsidi dan sulit

    memperoleh kayu bakar, pemerintah mengalihkan ke

    bahan bakar batubara. Bahan bakar batubara dan kayu

    harus dengan pembakaran tidak langsung, karena udara

    panas yang dihasilkan selain kotor juga rawan

    kebakaran. Pada oven konvensional pengaturan suhu

    dilakukan secara manual.

    Gambar a2. adalah oven konvensional yang banyak

    ditemui di daerah Bojonegoro, Mojokerto, Lombok, Bali,

    dan lain-lain. Sampai dengan tahun 2010 diperkirakan

    jumlah oven tradisional demikian mencapai 15.000 buah.

    Dinding oven terbuat dari bahan batu bata atau kadang-

    kadang dari batako dan dalam jumlah kecil ada yang

  • 75

    terbuat dari gedeg. Oven dinding gedeg kadang-kadang

    dilapis kertas karton sebagai isolator panas. Oven gedeg

    dibuat karena alasan tidak tersedia modal cukup untuk

    membuat oven dengan dinding batu bata.

    Sortasi

    Penyujenan Pengglantangan Naik oven

    Pengovenan Turun oven

    Gambar a1. Skema pengovenan daun tembakau virginia menjadi krosok fc (flue-cured)

    Daun tembakau

    Krosok fc

  • 76

    Gambar a2. Skema oven

    tradisional

    Setelah daun tembakau kering, atau sering disebut

    krosok fc (flue-cured) kemudian di sortasi sesuai

    mutunya. Pekerjaan memilah mutu, sampai bagian

    terkecil sesuai permintaan konsumen disebut grading.

    Pemilahan mutu didasarkan pada Standar Nasional

    Indonesia Tembakau Virginia FC yang telah disyahkan

    oleh Badan Standarisasi Nasional. Masing-masing mutu

    dibungkus dengan tikar glangse dengan ukuran 60 cm x

    60 cm x 90 cm, berat masing-masing bal berkisar antara

    40 - 60 kg. Mutu krosok makin baik mempunyai berat

    makin tinggi untuk setiap ukuran bal tertentu.

    2. Persiapan Pengolahan

    2. 1. Sortasi dan Glantang

    Sortasi adalah memisah daun hasil panen Setelah

    disortasi kemudian daun tembakau diglantang dengan

  • 77

    tali (Gambar a3). Cara ini lebih praktis dibanding cara

    lama dengan disujen lebih dahulu kemudian diikat pada

    glantang. Satu glantang memuat 120-150 lembar daun.

    Tali yang digunakan dari benang atau atau tali goni.

    Pengikatan harus cukup kencang agar daun yang kering

    dan menyusut setelah kering tidak luruh dan jatuh saat

    krosok masih berada didalam oven atau saat diturunkan

    dari oven.

    Gambar a3. Pengglantangan dengan diikat tali benang

    2. 2. Menaikkan Glantangan Daun

    Setelah pengglantangan selesai, daun segera

    diatur didalam oven. Jika daun dipanen pada pagi hari

    diharapkan pada jam 11.00 siang sudah terkumpul di

    emplasemen pengolahan dan selanjutnya segera di

    glantang. Pengaturan daun dimulai dari daun kurang

    masak yang berwarna hijau di rak paling atas, daun

  • 78

    masak optimal yang berwarna hijau kekuningan di rak

    bagian tengah dan daun kelewat masak di rak paling

    bawah.

    Pada setiap kali panen, diharapkan dapat

    diperoleh lebih dari 60% daun tepat masak, masing-

    masing 20% daun kurang masak dan kelewat masal. Hal

    ini dimaksudkan agar muatan daun mempunyai

    komposisi yang baik, terkait dengan sistem distribusi

    udara panas secara konveksi bebas didalam ruang

    oven. Daun cacat karena memar, lamina sudah kering,

    busuk dan lain-lain sebaiknya diglantang tersendiri dan

    diletakkan pada rak paling bawah.

    Cara mengatur daun di dalam ruang oven

    mempunyai pengaruh besar terhadap mutu krosok dan

    kelancaran pekerjaan pengovenan yang lain. Makin

    mampat pengisian oven, terutama untuk tujuan

    meningkatkan kapasitas oven, aliran udara didalam

    ruang oven akan terhambat sehingga tidak merata. Jika

    ada keterpaksaan harus mengisi oven lebih mampat di

    perlukan tindakan khusus. Antara lain membuka ventilasi

    bawah dan atas lebih luas.

  • 79

    3. Pengaturan Suhu dan Kelembaban Udara

    3. 1. Menurut Wanrooy

    Untuk memenuhi ketentuan suhu dan kelembaban

    udara pada masing-masing tahap pengovenan, Wanrooy

    (1951) membuat skema pengaturan suhu dan

    kelembaban seperti pada Tabel 5. Pada prinsipnya

    metode Wanrooy mengikuti ketentuan tahap-tahap

    pengolahan tersebut diatas dengan perubahan warna

    daun sebagai tolok ukur dalam melakukan perubahan

    suhu dan kelembaban udara ruang oven.

    Langkah pertama dalam mengatur tahap tahap

    pengovenanan adalah dengan menaikkan suhu udara

    ruang oven dari suhu kamar sampai 32oC. Termometer

    untuk pengamatan diletakkan di sela-sela gantungan

    daun rak pertama. Ventilasi bawah dan atas ditutup

    rapat. Suhu dipertahankan pada posisi tersebut sampai

    daun nampak berkeringat. Jika daun telah berkeringat

    suhu dinaikkan sampai 38oC, dengan kenaikkan 1,0-

    1,5oC tiap jam. Suhu 38oC dipertahankan sampai lamina

    daun menjadi kuning dan hanya tertinggal bagian urat-

    urat daun yang berwarna hijau. Suhu kemudian dinaik-

    kan menjadi 40oC dipertahankan sampai seluruh urat

  • 80

    daun menjadi kuning dan tinggal bagian gagang yang

    masih berwarna hijau. Pada suhu ini ventilasi dapat

    dibuka separuh untuk mengurangi sebagian kandungan

    air.

    Selanjutnya suhu dinaikkan lagi sampai 43oC

    sampai seluruh permukaan lamina daun dan gagang

    daun berwarna kuning dan nampak layu. Berikutnya

    suhu dinaikkan sampai suhu fiksasi 49oC dengan

    kenaikan 1,0-1,5oC tiap jam. Ventilasi dibuka penuh agar

    lamina daun cepat kering. Pada tahap fiksasi ini suhu

    dipertahankan sampai lamina daun mengering,

    berwarna kelabu dan ujungnya melengkung.

    Langkah berikut adalah menaikkan suhu ke tahap

    pengeringan pertama, 60oC dan ventilasi tetap dibuka

    penuh. Kenaikan suhu yang dilakukan relatif pelan saja

    yaitu 1oC/jam. Pada tahap pengeringan pertama ini

    ditunggu sampai seluruh bagian