capd baxter

32
MAKALAH Continouos Ambulatory Peritoneal Dialysis Sejarah dan perkembangan dialysis peritoneal. Ruang Hemodialisa 1

Upload: iman-waluyo

Post on 13-Jun-2015

1.267 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Countinous Ambulatory Peritoneal Dialysis

TRANSCRIPT

Page 1: CAPD Baxter

MAKALAHContinouos Ambulatory

Peritoneal DialysisSejarah dan perkembangan dialysis peritoneal.

Ruang Hemodialisa

RSSA Malang

2007

1

Page 2: CAPD Baxter

Daftar Isi

1. Editorial

2. Dasar Peritoneal Dialisis

3. Langkah Pertama Menuju Peritoneal Dialisis

4. Kateter Dialisis Peritoneal

5. Kantong dan Tabung

6. Zaman Continous Ambulatory Peritoneal Dyalisis (CAPD)

7. Automated Peritoneal Dialysis (APD)

8. Baru, Cairan Peritoneal Dialysis yang Biocompatible

9. Diagnosa Keperawatan

2

Page 3: CAPD Baxter

1.Editorial

Peritoneal Dialysis – dari dulu hingga sekarang

Ketika simptom uremia terdapat pada tubuh, ini merupakan

pertanda bahwa ginjal tidak berfungsi secara normal atau telah

berheenti menyaring racun dari darah. Berasal dari bahasa

yunani “uremia” menunjukkan bahwa kewaspadaan akan

penyakit ini jauh daripada kemampuan kita dalam mengobati

orang yang terkena penyakit ini. Hanya dalam beberapa ratus

tahun penelitian medis telah mampu untuk meletakkan

landasan untuk mengganti fungsi ginjal melalui dialisis.

Secara esensial, terdapat dua tipe dialisis: hemodialisis,

diutamakan pada 90% pasien dialisis, dan peritoneal dialisis.

Untuk kali ini kami akan coba memberikan laporan detil tentang

peritoneal dialisis.Metode perawatan rumahan dialisis

menggunakan peritoneum sebagai membran dialisis

Kemajuan pertama pada perawatan tipe ini terjadi pada tahun

1920an, tapi masih membutuhkan bebeerapa penemuan pada

dekade selanjutnya untuk membuat dialisis peritoneal dapat

diakses pada sejumlah besar pasien dengan penyakit ginjal.

Kemajuan ini dicapai dengan mendedikasikan pada dokter dan

ilmuan yang mengerahkan usaha dan penemuan- penemuan

untuk selalu meningkatkan kemungkinan perawatan.

Pada lembar berikut, kami memberikan pengenalan pada

sejarah yang mempesona pada dilisis peritoneal dan penemuan-

penemuan yang, pada hari ini, membantu memastikan

3

Page 4: CAPD Baxter

kehidupan yang lebih panjang dan lebih baik pada lebih dari

160.000 pasien dialisis peritoneal diseluruh dunia.

4

Page 5: CAPD Baxter

2.Dasar dialisis peritoneal

Seperti yang telah dijelaskan didepan, dialisis peritoneal adalah

salah satu dari sua metode yang dikembangkan untuk

menghilangkan racun dan kelebihan air dari tubuh manusia.

Lapisan abdomen (peritoneum) adalah sebuah membran tipis

dan berkilau yang memiliki permukaan dengan luas dua meter

persegi dan menutupi seluruh rongga abdomen. Karena

peritoneum memiliki sirkulasi darah yang bagus, ini merupakan

sebuuah filter membran alami yang sempurna.

Dialisis peritoneal memanfaatkan karakteristik tersebut.

Pertama, sebuah cairan spesial- cairan dialisis (dialisat. red:)-

dimasukan pada interval reguler pada rongga abdominal melalui

kateter. Cairan ini berada di dalam peritoneum dan membuat

metabolisme yang bergerak dari pembuluh darah yang kecil

menuju cairan dialisis. Dengan metabolit yang terkenal, seperti

urea dan creatinine, seperti sejumlah substansi yang lain yang

berkumpul dalam darah pada pasien dialisis tapi secara normal

dihilangkan oleh ginjal yang sehat. Cairan dialisis membawa

substansi tersebut kemudian dipindahkan beberapa jam

kemudian melalui kateter dan digantikan dengan cairan yang

baru.

Sebagai tambahan pada metabolisme, kelebihan air juga harus

dipindahkan dari tubuh pasien. Karena itu, gula ditambahkan

pada cairan dialisis dengan konsentrasi jauh lebih tinggi dari

pada yang ada dalam darah. Hal ini hanya memberi satu opsi

5

Page 6: CAPD Baxter

atas penyeimbangan konsentrasi: aliran air dari darah melewati

membran dan menuju cairan dengan isi gula yang tinggi.

3.Langkah pertama menuju dialisis peritoneal

Istilah

Kata “peritoneum” merujuk pada bahasa Yunani “peritonaion”

dan berarti “merentangkan”. Pengusaha pemakaman pada

jaman Mesir kuno merupakan orang pertama yang melihat

selaput perut (peritoneum) ketika mereka mempersiapkan

organ pada saat influential gaya Mesir. Tabib yunani yang

sangat terkenal Galen dan sarjana medis mempelajari abdomen

yang terbuka pada gladiator yang terluka. Ahli anatomi dan ahli

bedah terdahulu menguraikan ukuran dan ciri membran

peritoneal tapi gagal untuk menemukan detil struktur dan

fungsinya. Penelitian tersebut diikuti oleh Friedrich Daniel von

Recklinghausen pada tahun 1862, yang memberikan penjelasan

ilmiah pertama kali mengenai komposisi sel-sel peritoneum.

Proses transport metabolis

Pada tahun 1877, orang Jerman yaitu G. Wegner melakukan

experimen pertama pada hewan untuk mengamati proses

transportasi metabolis yang terjadi pada peritoneum. Sebagai

6

Page 7: CAPD Baxter

contoh, dia menyuntikkan cairan dengan bermacam isi dan

temperatur pada kelinci dan menemukan bahwa sebuah

konsentrasi cairan gula bisa menjadikan peningkatan jumlah

cairan pada rongga abdomen. Inilah cara G. Wegner

menemukan basis dalam menggunakan peritoneum sebagai

pemindahan cairan, atau ultrafiltrasi peritoneal. Pada tahun

1894, dua orang inggris, Ernest Henry Starling dan Alfred

Herbert Tubby, menemukan bahwa pemindahan cairan melalui

peritoneum diakibatkan oleh pembuluh darah pada membran

Perawatan pertama pada manusia

Stephen Hales dan Christopher Warrick, seorang ahli bedah dari

Inggris, meletakkan “batu pertama” bagi dialisis peritoneal padä

manusia pada tahun 1744: mereka mencoba pada pasien

berumur 50 tahun dengan ascites pada pemindahan kelebihan

cairan abdominal yang pertama dari perempuan sebelum

menggunakan pipa kulit untuk menginfus cairan berisi 50% air

dan 50% anggur (wine) pada abdomennya. Bagaimanapun,

dialisis peritoneal pertama pada pasien uremic dilakukan lagi

beberapa waktu kemudian di Universitas Wurzburg oleh George

Ganter. Pada tahun 1923, setelah melakukan eksperimen pada

hewan, dia menginfus satu setengah liter cairan fisiologis –

dengan konsentrasi garam yang sama dengan darah manusia-

dalam abdomen pada wanita yang menderita buntu pada

saluran kencing (ureter). Walaupun terapi pada wanita itu

7

Page 8: CAPD Baxter

mengurangi gejala sementara, tapi pasien tersebut meninggal

beberapa waktu kemudian.

Antara tahun 1942 dan 1938, sejumlah tim medis di Amerika

Serikat dan Jerman melakukan perawatan dialisis peritoneal

pertama- secara berkala- dan membuktikan bahwa prosedur

tersebut bisa menjadi pengganti sementara fungsi alami ginjal.

Pada tahun berikutnya, seleksi material yang seksama seperti

porselen, logam, latex dan kaca yang bisa disterilkan,

membuatnya bisa dipastikan kondisi higienis yang layak selama

dialisis peritoneal. Namun, prosedur tersebut hanya untuk

pemakaian terbatas, sebagian besar dalam kaitannya dengan

kurangnya metode yang aman dalam akses abdomen pasien.

4.Kateter dialisis peritoneal

Akses yang aman ke abdomen pada dialisis peritoneal

disediakan oleh kateter. Dahulu, kateter tersebut berasal dari

sebuah pipa logam kecil, yan digunakan untuk mengakses ke

rongga abdomen. Tapi kemudian digantikan oleh selang oksigen

dikemudian hari. Pada tahun 1952 Arthur Grollman dari

Southwestern Medical School di Dallas mengembangkan

sebuah kateter yang membuat perawatan dialisis peritoneal

layak pada pasien dengan kerusakan ginjal kronis. Grollman

8

Page 9: CAPD Baxter

menggunakan wadah satu liter dengan sebuah tutup dimana

pipa plastik dipasangkan. Ide revolusionernya menggunakan

kateter yang fleksibel daripada pipa yang kaku., seperti yang

lakukan pada masa lalu. Sebagai tambahan, ujung pipa yang

tetap di rongga abdomen memiliki beberapa lubang kecil untuk

mengoptimalkan pemasukan dan pengeluaran cairan dialisis.

Pada waktu perang Korea, seorang Amerika Paul Doolan

mengembangkan sebuah kateter untuk pemakaian jangka

panjang pada tahun 1959. terbuat dari polyethylene dan

memiliki geometri unik pada lubang untuk mencegah

penyumbatan, dan memaksimalkan jumlah aliran. Richard

Ruben, seorang Amerika yang lain melakukan dialisis peritoneal

pertama selama periode tujuh bulan, menggunakan pipa Doolan

sebagai pipa permanen yang bisa tetap berada dirongga

abdomen. Hal ini menunjukkan bahwa para peneliti tidak hanya

bertujuan untuk merawat pasien dengan penyakit akut tapi juga

pasien dengan gagal ginjal kronis.

Pada tahun 1968, seorang Amerika Henry Tenckhoff

mengembangkan sebuah kateter yang dinamai dengan

namanya. Kemudian, penggunaan secara luas kateter telah

membuatnya mungkin untuk merawat pasien dengan gagal

ginjal kronis menggunakan penyakit peritoneal. Bagaimanapun,

“teknik pelubangan yang berulang” berarti meletakkan pipa

baru pada rongga abdomen untuk tiap perawatan. Prosedur

yang memakan waktu ini mengganggu pasien dan anggota

medis. Tenckhoff sendiri telah melakukan pekerjaan hebat

dengan tetap membuat kateter pada waktu liburnya. Jadi

9

Page 10: CAPD Baxter

kateter permanennya tidak hanya menyediakannya dengan

waktu luang yang lebih panjang, tapi juga memberikan

pertolongan pada dialisis peritoneal lebih luas. Kateter Tenckoff

masih digunakan sampai sekarang. Terbuat dari silikon, memiliki

satu atau dua kancing yang mecmudahkan pipa naik ke

peritoneum (selaput perut) dan masuk lapisan dalam jaringan

penghubung.

10

Page 11: CAPD Baxter

5.Kantong dan tabung

Sebagai tambahan pada kateter, perkembangan kantong dan

tabung juga memberi peranan yang menentukan pada

kesuksesan jangka panjang dialisis peritoneal. Pada kesulitan

yang umum, radang selaput perut (peritonitis) mengurangi

penyebaran Dialysis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan

(CAPD)

Sampai musim gugur tahun 1987, larutan dialisis peritoneal

(Dialysat) hanya tersedia dalam kantong kaca, tersambung pada

pipa permanen dengan tabung plastik. Pasien harus

menyertakan tabung pada pipa kapanpun mereka menambah

atau memindah cairan. Karena banyaknya penyambungan dan

pelepasan, bahaya infeksi peritoneal selalu bisa terjadi.

Dimitrous Oreopolus dari Toronto akhirnya membuat CAPD yang

praktis dengan memperkenalkan wadah plastik pembuangan,

yang mengurangi jumlah peritonitis dengan signifikan. Ketika

cairan dialisis dipergunakan pada rongga abdominal, wadah

plastik bisa digulung dan tetap terhubung pada tubuh pasien

dalam jangka waktu perawatan. Untuk memindahkan cairan,

wadah gulungan dibuka dan gaya gravitasi menarik cairan

dialis yang digunakan dalam kantong. Pada akhir prosedur,

kantong dipindahkan dari pipa dan kantong yang baru

disambungkan. Teknologi baru ini menawarkan kenyamanan

dan privasi bagi pasien.

11

Page 12: CAPD Baxter

Beberapa tim peneliti Itali juga membuat kontribusi yang

berharga pada pencegahan peritonitis, yang paling terkemuka

Umberto buoncristiani dari Perugia, yang menemukan sistem-Y

(Y-set System). Sistem ini mengikutkan sebuah kantong kosong

dan dihubungkan pada sistem, berbentuk mirip huruf Y.

Pertama-tama, penggunaan cairan dialisis dialirkan menuju

kantong kosong, membawa bakteri yang mungkin dari kateter.

Kemudian cairan dialisis baru dibilas melalui tabung dan menuju

kantong selama kira-kira tiga detik. Koneksi ke rongga abdomen

tetap tertutup selama proses ini. Ketika tabung telah dibilas,

konektor kateter pasien dibuka dan cairan PD yang baru

dimasukkan pada rongga (prinsip bilas-sebelum-mengisi).

Tergantung pada sistem, aliran cairan PD (drainase, bilas,

mengisi) dikontrol dengan pengapit alat yang kemudian disebut

Twist Clamp. Teknologi ini memainkan peranan penting dalam

menurunkan jumlah peritonitis. Keuntungan yang lain: pasien

tidak harus membawa kantong yang terhubung pada tubuhnya.

Sistem dua wadah adalah pengembangan pada sistem-Y.

Inovasi ini tidak hanya menyediakan wadah kosong yang

terhubung pada bentuk sistem tabung Y, tapi juga sebuah

kantong dengan cairan dialisis yang baru. Pemindahan ini yaitu

koneksi yang lain dan juga kekurangan lain yaitu resiko infeksi.

Dua kantong adalah kesimpulan yang sangat sukses dalam

usaha kepeloporan dalam mengurangi jumlah peritonitis pada

dialisis peritoneal.

12

Page 13: CAPD Baxter

6.Zaman Penggunaan Continous Ambulatory Peritoneal

Dialysis (CAPD)

CAPD (Eng. Red:) atau Dialysis Peritoneal Mandiri

Berkesinambungan DPMB. bermula dari Austin, Texas, pada

tahun 1975, ketika Robert Popovich dan Jack Moncrief beriskusi

tentang terapi dialysis pada pasien yang tidak bisa

hemodialysis. Masalah tersebut membuat Dr. Popovich

mengembangkan perencanaan kalkulasi berdasar jumlah dan

lama waktu tinggal cairan dialisis di dalam abdomen (Dwell

Time), menentukan pemindahan yang efektif pada racun

uremic. Dia menyimpulkan bahwa sebuah wadah dua liter

kantong harus diganti lima kali dalam sehari dan cairan PD

13

Page 14: CAPD Baxter

harus secara konstan tetap pada tubuh pasien. Sayangnya,

penemuan mereka itu tidak ditanggapi secara serius oleh

Komite Medis. Tapi ketika Popovich dan Moncrief

memperkenalkan kesuksesan klinis yang selanjutnya pada

tahun 1978, komunitas medis kemudian menjadi yakin.

Dibandingkan dengan prosedur yang sebentar-sebentar

(intermittent), metode yang mereka kembangkan membuatnya

mungkin untuk memindahkan cairan dan menyaring darah lebih

stabil dan terus menerus.

7.Automated Peritoneal Dialysis (APD)

Sebagai tambahan untuk menurunkan jumlah infeksi, biaya

untuk staff medis dan material harus diturunkan. Mesin dialisis

peritoneal terotomatisasi (APD) dikembangkan untuk tujuan

tersebut. APD menggunakan sebuah mesin yang bisa

diprogram, atau alat yang mengontrol jumlah, isian, lama waktu

14

Page 15: CAPD Baxter

dan drainase cairan. Terimakasih untuk dialisis otomatis,

sekarang pasien bisa dianalisa sementara tertidur dirumah.

Dialisis peritoneal terotomatisasi diperkenalkan pada tahun

1962 oleh Fred Boen dari Washington university. Mesin tersebut

dikembangkan memerlukan sebuah kantong 40 liter cairan PD.

Penemuan in secara signifikan memotong jumlah waktu yang

diperlukan untuk membuka dan menutup sistem tabung dan

wadah sambungan , seperti pada CAPD. Kontainer penuh

dikirimkan ke rumah pasien dan diambil ketika sudah kosong.

Dialisis peritorial intermittent bisa dilakukan sekali seminggu.

Adalah Tenckoff lagi yang kemudian menyederhanakan dialisis

peritoneal terotomatisasi. Untuk menghilangkan kesulitan-

kesulitan dalam menjalankan kontainer 40 liter, dia

menyarankan instalasi peralatan pengolahan air yang bisa

menyediakan air steril dirumah pasien. Sebuah konsentrasi

kemudian ditambahkan pada air steril untuk membuat cairan

dialisis.

Antara tahun 1961 dan 1970, orang Amerika Norman Lasker

mengkombinasikan pengembangan Boen, Tenckoff dan Russel

Palmer dalam satu kemajuan. Alatnya hanya menggunakan dua

liter botol, dengan memanfaatkan gaya gravitasi untuk

mendorong Dialysat, yang dihangatkan lebih dulu. Pada tahun

1970, pasien pertama mendapat dialis rumahan menggunakan

Alat ini.

15

Page 16: CAPD Baxter

Pada pada tahun 1981, jose Diaz –Buxo menawarkan Continous

Cyclic Peritoneal Dialysis (CCPD), yang sekarang paling umum

digunakan pada metode APD. Disini, kelebihan air dan racun

dipindahkan dari pasien pada malam hari menggunakan 10

sampai 15 liter cairan dialisis. Selama waktu itu, satu atau dua

setengah cairan dialisis tetap tersisa di rongga abdomen.

16

Page 17: CAPD Baxter

8. Baru, cairan biocompatible dialisis peritoneal

Cairan PD memiliki peranan penting pada perkembangan

penelitian dialisis peritoneal. Pada tahun 1920, Ganter

menggunakan sebuah cairan fisiologis bersifat garam, dimana

glukosa ditambahkan kemudian. Pada tahun 1938, Jonathan

Rhoads memulai penambahan laktat pada cairan dalam acidosis

metabolis sempurna., yang bisa meningkat jika ginjal tidak bisa

menghilangkan produk acidic metabolis. Lebih dari 60 tahun

kemudian, laktat tetap merupakan penyangga yang paling

umum digunakan pada cairan PD. Bagaimanapun, hari ini

terdapat juga cairan yang mengandung biokarbonat murni atau

campuran dari substansi. Sebagai pengganti glukose, cairan

dialisis juga mengandung amino acid atau glukosa polymer.

Pada awal tahun 1980an, artikel yang sangat terkenal oleh Axel

Duwe diterbitkan, membahas mengenai efek komponen

individual pada cairan PD pada efisiensi peritoneal dalam bakteri

pembunuh untuk pertama kalinya. Beberapa tahun kemudian

kata “bio(dalam)compability” muncul untuk mengindikasikan

ketidaktoleransian cairan dialisis. Pada waktu itu, penelitian

menunjukkan bahwa PD konvensional bisa menghalangi aktifitas

sel utama pada peritoneum dan menyebabkan kerusakan

jangka panjang pada membran. Komplikasi tersebut komplikasi

tersebut bisa menyebabkan kelemahan secara bertahap pada

membran peritoneal dan membuatnya tidak cocok untuk

penggunaan dalam dialiser berikutnya. Cairan dialisis

konvensional memiliki non-fisiologis pH dibawah peritoneum dan

konsentrasi tinggi penurunan produk glukosa. Keduanya

17

Page 18: CAPD Baxter

menyumbang secara signifikan pada cairan bioincompability.

Sekarang, cairan PD ditawarkan pada wadah multi-ruang yang

memiliki netral pada fisiologis pH dan lebih rendah jumlahnya

secara signifikan pada penurunan jumlah glukosa.

Perkenalan generasi baru cairan PD adalah awal yang

menjanjikan untuk perkembangan yang lebih baik, cairan yang

lebih biocompatible. Hasil dari penelitian mutakhir menunjukkan

kepercayaan bahwa cairan PD bisa meluaskan fungsi dialiser

pada peritoneum. Sebenarnya, sebuah penelitian klinis

menunjukkan bahwa sebuah cairan yang lebih biocompatible

bisa memperpanjang harapan hidup pasien.

Perkenalan sedikit mengenai sejarah peritonial analysis

menunjukkan interaksi yang mempesona antara ide,

kepanjangan daya akal dan penentuan banyak pionir dan

ilmuwan yang berdedikasi. Kesuksesan usaha mereka terefleksi

pada dialisis peritoneal modern yang telah mencapai posisi yang

solid pada terapi penggantian ginjal hari ini.

Laporan ini semoga dapat memberikan informasi mengenai

fungsi ginjal, penyebab gagal ginjal kronis, pilihan perawatan

dan mekanisme peritoneal dialisis.

Baxter adalah penyedia produk dan servis terbesar didunia

untuk individu yang mengalami dialisis karena gagal ginjal

kronik, sebuah kondisi yang menimpa lebih dari 1.4 juta orang

diseluruh dunia. Melalui jaringan klinis dialisis kami di Amerika

Serikat, Eropa, Amerika Latin, Asia dan Afrika, kami

18

Page 19: CAPD Baxter

menyediakan terapi terapi penggantian ginjal bagi 131,450

pasien pada akhir 2005. Dipasarkan dengan baik di Indonesia

oleh Perusahaan Farmasi yang sangat besar,Kalbe Farma

(sekarang Kalbe Group, tbk.) demi memberi sedikit harapan bagi

pasien dengan PGK di Indonesia. Informasi lebih lanjut

www.kalbefarma.com

9.Diagnosa Keperawatan

Dialysis Ginjal : Peritoneal

Peritoneum berfungsi sebagai membran semipermiabel yang

memungkinkan transfer sisa nitrogen/toksin dan cairan dari

darah ke dalam cairan dialisat. Dialisis Peritoneal dipilih karena

menggunakan teknik yang lebih sederhana dan memberikan

perubahan fisiologis lebih bertahap daripada hemodialisa.

Dialisis Peritoneal Mandiri Berkesinambungan (CAPD)

memungkinkan pasien untuk menangani prosedur di rumah

dengan kantong dan aliran gravitasi, menggunakan waktu

tinggal (dwell time) lebih lama pada malam hari, dan total 3-5

siklus harian, 7 hari seminggu.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TERJADI

19

Page 20: CAPD Baxter

1. Volume cairan, kelebihan, resiko tinggi terhadap.

2. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap.

3. Trauma, resiko tinggi terhadap.

4. Nyeri (Akut).

5. Infeksi, resiko tinggi terhadap, (Peritonitis).

6. Pola pernapasan, tidak efektif, resiko tinggi terhadap.

FAKTOR RESIKO MELIPUTI

1. Tidak adekuatnya gradien osmotik dialisat. Retensi cairan

(malposisi atau kateter terlipat/bekuan,distensi

usus;peritonitis, jaringan parut peritoneum). Pemasukan

per oral/IV berlebihan.

2. Penggunaan dialisat hipertonik, dengan pembuangan

cairan berlebihan dari volume sirkulasi.

3. Kateter dimasukan ke dalam rongga peritoneal. Sisi dekat

usus/kandung kemih, dengan potensial terjadi perforasi

selama pemasukan atau manipulasi kateter.

4. Iritasi/infeksi dalam rongga peritoneal. Infus dialisat dingin

atau asam, distensi abdominal, infus dialisat cepat.

5. Kontaminasi kateter selama pemasangan. Kontaminasi

kulit pada sisi pemasangan kateter. Peritonitis steril

(respon terhadap komposisi dialisat)

6. Tekanan abdomen/keterbatasan pengembangan

diagfragma; infus dialisat terlalu cepat; nyeri.

TINDAKAN

1. Mandiri:

a. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar, dan

kumulatif keseimbangan cairan. Rasional : Pada

kebanyakan kasus, jumlah cairan yang keluar harus

sama atau lebih daripada yang masuk.

20

Page 21: CAPD Baxter

b. Kaji patensi kateter, catat kesulitan pada drainase.

Perhatikan lembaran/plak fibrin. Rasional : Melambatnya

kecepatan aliran/adanya fibrin menunjukkan hambatan

kateter parsial yang perlu evaluasi/intervensi.

c. Catat seri berat badan, bandingkan dengan pemasukan

dan pengeluaran. Timbang pasien saat abdomen kosong

tanpa dialisat (titik rujukan konsisten). Rasional : Seri

berat badan adalah indikator akurat status volume

cairan. Keseimbangan cairan positif dengan

peningkatan berat badan menunjukkan retensi cairan.

d. Evaluasi terjadinya takipnea, dipsnea, peningkatan

upaya pernapasan. Alirkan dialisat dan beritahu dokter.

Rasional : Distensi abdomen/kompresi diagfragma dapat

menyebabkan kesulitan pernapasan.

Kolaborasi :

a. Perubahan program dialisat sesuai indikasi. Rasional :

Perubahan mungkin diperlukan dalam konsentrasi

glukosa atau natrium untuk memudahkan efisiensi

dialisis.

b. Tambahkan heparin pada dialisa awal, bantu irigasi

kateter dengan garam faal heparinisasi. Rasional :

Beguna dalm mencegah pembentukan bekuan fibrin,

yang dapat menghambat kateter peritoneal.

2. Mandiri :

a. Pertahankan pencatatan volume masuk dan keluar, dan

keseimbangan cairan kumulatif/individual. Rasional :

Memberikan informasi tentang status kehilangan atau

peningkatan pasien pada ahkir pertukaran.

21

Page 22: CAPD Baxter

b. Perhatikan keluhan pusing, mual, peningkatan rasa

haus. Rasional : Dapat menunjkan hipovolemia/sindrom

hiperosmolar.

c. Berikan jadwal untuk pengaliran dialisat dari abdomen.

Rasional : Waktu tinggal lama, khususnya bila

menggunakan cairan dextrose 4,25 %, dapat

menyebabkan kehilangan cairan berlebihan.

d. Inspeksi membran mukosa, evaluasi turgor kulit, nadi

perifer, pengisian kapiler. Rasional :Membran mukosa

kering, turgor klit buruk, dan penurunan nadi/pengisian

kapiler adalah indikator dehidrasi dan membutuhkan

peningkatan pemasukan/perubahan dalam kekuatan

dialisat.

Kolaborasi :

a. Awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,

contoh, Natrium serum dan kadar glukosa. Rasional :

Cairan hipertonik dapat menyebabkan hipernatremia

dengan membuang lebih banyak air daripada natrium.

Selain itu dextrose dapat diabsropsi dari dialisat,

sehingga meningkatkan glukosa serum.

3. Mandiri :

a. Biarkan pasien mengosongkan kandung kemih sebelum

pemasangan katetr peritoneal bila kateter indwelling

tidak ada. Rasional : Kandung kemih kosong, lebih jauh

dari sisi pemasukan dan menurunkan kemungkinan

tertusuk selama pemasangan kateter.

b. Fiksasi kateter/selang dengan plester. Tekankan

pentingnya pasien menghindari penarikan/mendorong

kateter. Restrain tangan bila di indikasikan. Rasional :

22

Page 23: CAPD Baxter

Memnurunkan resiko trauma dengan memnipulasi

kateter.

c. Hentikan dialisis bila ada bukti perforasi usus/kandung

kemih. Biarkan kateter dialisis tetap pada tempatnya.

Rasional : Tindakan cepat akan mencegah cedera

selanjutnya. Bedah perbaikan segera dapat dibutuhkan.

Membiarkan kateter pada tempatnya, memudahkan

diagnosa/lokasi perforasi.

4. Mandiri :

a. Selidiki keluhan pasien akan nyeri; perhatikan intensitas

(0-10), lokasi, dan faktor pencetus. Rasional :

Membantu dalam mengidentifikasi sumber nyeri dan

intervensi tepat.

b. Jelaskan bahwa ketidaknyamanan awal biasanya hilang

setelah pertukaran pertama. Rasional : Penjelasan

dapat menurunkan ansietas, dan meningkatkan

relaksasi selama prosedur.

c. Perhatikan keluhan nyeri pada area bahu. Cegah udara

masuk ke rongga peritoneum selama infus. Rasional :

Masuknya udara ke peritoneum dapat mengiritasi

diagfragma dan mengakibatkan nyeri pada bahu. Dapat

dikeluhkan juga pada awal terapi, gunakan volume yang

lebih kecil dulu sampai pasien baik.

d. Hangatkan dialisat (hangat kering)pada suhu tubuh

sebelum diinfuskan. Rasional : Penghangatan cairan

dapat meningkatkan kecepatan pembuangan urea

23

Page 24: CAPD Baxter

melalui dilatasi pembuluh darah. Dialisat dingin

menyebakan vasokonstriksi, yang dapat menyebabkan

ketidaknyamanan dan /atau terlalu rendah dari suhu inti

tubuh, mencetuskan henti jantung.

Kolaborasi :

a. Berikan analgesik. Rasional : Menghilangkan nyeri dan

ketidaknyamanan.

b. Tambahkan Natrium Hidroksida pada dialisat, bila

diindikasikan. Rasional : Kadang-kadang digunakan

untuk mengubah pH bila pasien tidak toleran pada

keasaman dialisat.

5. Mandiri :

a. Observasi tehnik aseptik dan gunakan masker

selama pertukaran cairan, gunakan prinsip steril saat

pemasangan kateter, ganti balutan dan kapanpun

sistem dibuka. Lakukan pertukaran cairan dialisat

sesuai protokol. Rasional : Mencegah introduksi

organisme dan kontaminasi lewat udara yang dapat

menyebabkan infeksi.

b. Ganti balutan sesuai indikasi dengan hati-hati,

dengan tidak mengubah posisi kateter. Perhatikan

karakter, warna, bau drainase dari sekitar sisi

pemasangan. Rasional : Lingkungan yang lembab

meningkatkan pertumbuhan bakteri. Drainase

purulen pada sisi insersi menunjukkan adanya infeksi

lokal.

24

Page 25: CAPD Baxter

c. Observasi warna dan kejernihan keluaran. Rasional :

Keluaran keruh diduga infeksi peritoneal.

Kolaborasi :

a. Awasi jumlah SDP dari keluaran. Rasional : Adanya

SDP pada awal dapat menunjukan respon normal

terhadap substansi asing; namun, berlangsungnya

peningkatan diduga terjadi infeksi.

b. Ambil spesimen darah, keluaran cairan, dan/atau

drainase. Rasional : Mengidentifikasi tipe organisme,

pilihan intervensi.

c. Berikan antibiotik secara sistemik atau dalam dialisat

sesuai indikasi. Rasional : Mengatasi infeksi,

mencegah sepsis.

6. Mandiri :

a. Awasi frekuensi/upaya pernapasan. Penurunan

kecepatan infus bila ada dipsnea. Rasional :

Takipnea, dipsnea, dan napas dangkal selama dialisa

diduga tekanan diafragmatik dari distensi rongga

peritoneal atau mungkin menunjukkan komplikasi.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, tingkatkan latihan

napas dalam dan batuk. Rasional : Memudahkan

ekspansi dada/ventilasi dan mobilisasi sekret.

Kolaborasi :

a. Berikan analgesik sesuai indikasi. Rasional :

Menghilangkan nyeri, meningkatkan pernapasan

nyaman, upaya batuk maksimal.

25

Page 26: CAPD Baxter

b. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi. Rasional :

Memaksimalkan oksigen untuk penyerapan vaskular,

pencegahan/pengurangan hipoksia.

26