case 2 adli
DESCRIPTION
oTRANSCRIPT
I. IDENTITAS
Pasien Suami
Nama : Ny. K Tn. B
Umur : 21 th 32 th
Pendidikan : SMP SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga. Penjahit
Agama : Islam Islam
Suku : Sunda Sunda
Alamat : LELES LELES
No.CM : 01494208
Masuk RS : 24 April 2012
Keluar RS : 25 April 2012
Jam Masuk RSU : 14.45 WIB
Ruangan : Jade
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Mules – mules disertai keluar air banyak
B. Anamnesa khusus :
G1P2A0 pasien datang mengaku hamil 9 bulan datang dengan keluhan ,
mengeluh keluar cairan dari jalan lahir sejak 12 jam SMRS. Mules
dirasakan ibu, mules yg bertambah kuat dan semakin sering
disangkal.keluar lendir bercampur darah disangkal, keluar darah dari jalan
lahir disangkal, gerakan janin masih dirasakan ibu .
CASE REPORT 1
C. Riwayat Obstetri
1. Hamil saat ini.
D. Riwayat Perkawinan :
Status : Menikah pertama kali
Usia saat menikah : Perempuan : 20 tahun, SMP, IRT
Laki-laki : 11 tahun, Sd, Penjahit
E. Haid
HPHT : 11 agustus 2011
Siklus haid : teratur
Lama haid : 4-5 hari
Banyaknya : biasa (menggunakan 2 pembalut/hari)
Nyeri haid : Tidak
Menarche usia : 15 tahun
F. Riwayat kontrasepsi
Pil, pada bulan februari 2011 s/d agustus 2011, berhenti karena ingin
mempunyai anak
G. Prenatal Care :
Kontrol ke bidan, Jumlah kunjungan PNC 10 kali selama kehamilan. PNC
terakhir 1 minggu yang lalu.
H. Keluhan selama kehamilan
Tidak ada
I. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit liver,
penyakit DM, penyakit tiroid, epilepsy disangkal. Riwayat hipertensi
disangkal
CASE REPORT 2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala : Konjungtiva Anemis : -/-
Sklera ikterik : -/-
Cor : Bunyi jantung I-II murni dan regular, gallop (-),
murmur (-)
Pulmo : VBS kanan=kiri simetris rhonki (-) wheezing (-)
Abdomen : datar lembut
Hepar dan Lien: dalam batas normal
Ektremitas : tidak ada edema dan tidak ada varises
B. STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan luar
Tinggi Fundus Uteri/ lingkar perut : 27 / 88
HIS ( - )
DJJ ; 148 x/menit
Letak anak : kepala puki
Pemeriksaan Dalam :
Vulva : TAK
Vagina : TAK
Portio : Tebal lunak
Pembukaan : 1 jari longgar
Ketuban : (+)
Bagian terendah : kepala Test lakmus : (-)
Diagnosis :
G1 P0 A0 parturien 36 – 37 minggu kala 1 fase laten dgn IUH
CASE REPORT 3
Rencana Pengelolaan :
• Observasi Keadaan Umum, Tanda vital perdarahan pervaginum
• Infus RL 20 gtt/m
• Rencana USG
Pemeriksaan Penunjang
Tidak terlampir / Tidak dilakukan
OBSERVASI
24/04/2012 22.45 wib HIS ( - ) DJJ ( + ) Infus RL 20gtt/menit
Nifedipin 20mg
25/04/2012 06.45 wib HIS ( - ) DJJ ( + ) Nifedipin 20mg
FOLLOW UP DOKTER
Tanggal Catatan Instruksi
24 April 2012 USG : kepala, usia 35-36
minggu, cairan amnion
berkurang, plasenta
anterior TBBA : 2100 gr
D/ G1 P0 A0 Gravida 36
– 37 minggu dengan
KPD
- KPD tergantung
lakmus bila + antibiotik
cefotaxime
- Rawat konservatif
- LAKMUS ( - )
25 April 2012 KU: CM
Kel: -
T: 110/70 mmHg
R: 20x/menit
N: 80x/menit
S: 36,7 0C
Mata : Ca -/- Si -/-
Abdomen : cembung
- Lanjutkan rawat
konservatif
- Nifedipin 3x20 mg
CASE REPORT 4
lembut
HIS : +
DJJ : + 142x/menit
TFU/LP : 27/88
BAB/BAK : +/+
D/ G1P0A0 gravida 36 –
37 minggu dengan KPD
Karena lakmus (-)
menjadi Prematur
kontraksi
Pasien pulang atas
permintaan sendiri.
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis pasien pada kasus ini sudah benar ?
2. Apakah prosedur penanganan pasien pada kasus ini sudah benar ?
3. Bagaimana prognosis pasien pada kasus ini ?
PEMBAHASAN
Apakah diagnosis pasien pada kasus ini sudah benar ?
Beberapa kontraksi yang terjadi selama masa kehamilan merupakan keadaan
normal (braxton hicks), tetapi tidaklah benar jika dikatakan bahwa kontraksi ini
menjadi semakin sering dengan bertambahnya usia kehamilan.
Berbagai tanda dan gejala yang dapat timbul mengawali persalinan
prematur adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan kontraksi rahim
2. Perasaan nyeri seperti haid
3. Nyeri punggung atau pinggang yang konstan
4. Penekanan pada daerah panggul
5. Keluar duh tubuh vagina yang bisa bertambah jumlahnya, berubah
warnanya, baunya atau konsistensinya.
CASE REPORT 5
Kita seringkali bicara mengenai kontraksi Braxton Hicks yang dianggap
sebagai kontraksi yang berhubungan dengan ”false labor” . namun demikian
telah diketahui bahwa persalinan prematur yang sesungguhnya juga diawali
dengan peningkatan kontraksi uterus beberapa minggu sebelumnya.
Dengan kata lain, seorang ibu hamil yang akan mengalami persalinan
prematur pada usia kehamilan 28-30 minggu telah mengalami gejala
peningkatan kontraksi uterus 6,8,9 bahkan 14 atau 18 minggu sebelumnya, yaitu
:
Kontraksi
Bila ibu hamil tersebut sudah pernah mengalami persalinan, kontraksi
ini akan dapat dengan mudak dikenali. Kontraksi uterus menyebabkan uterus
mengeras dan melunak secara ritmik. Kontraksi uterus biasanya tidak konstan
dan kontraksi yang sementara atau ireguler biasanya kurang bermakna. Ibu
hamil dapat merasakan adanya kontraksi uterus dengan menyadari perutnya
mengeras yang timbul dan menghilang selama periode waktu tertentu. Keadaan
ini juga dapat diidentifikasi dengan cara ibu hamil tersebut berbaring pada salah
satu sisinya dan meletakkan ujung-ujung jarinya pada perutnya. Bila uterus
dapat dengan mudah ditekan berarti tidak ada kontraksi. Sebaliknya bila
kontraksi mengeras maka keadaan itu adalah kontraksi walaupun ibu hamil
tersebut tidak merasakannya.
Nyeri (kram)
Beberapa ibu hamil mengalami kontraksi uterus sebagai nyeri (kram)
yang menyerupai nyeri haid yang hilang timbul. Bila hal ini terjadi, keadaan ini
perlu dipantau sebagai pemantauan kontraksi.
Nyeri punggung
Nyeri pungung bawah yang juga terjadi secara ritmik merupakan tanda
lain dari adanya kontraksi. Kadang-kadang kontraksi uterus lebih dirasakan di
punggung dan bukan di depan.
CASE REPORT 6
Tekanan panggul
Kadang-kadang kontraksi uterus hanya dirasakan sebagai tekanan
panggul yang juga hilang timbul. Kadang-kadang ibu hamil merasakan hal ini
sebagai adanya sesuatu yang ”akan keluar”. Sekali lagi, kunci dari keadaan ini
adalah pola ritmiknya. Hal ini tidak bararti bahwa keadaan ini harus selalu
timbul setiap 3-5 menit sekali, tetapi mungkin hanya terjadi 2-3 kali dalam satu
jam atau bahkan 2-3 kali sehari. Yang penting adalah pemantauan ritmisitas dan
frekuensi dari keadaan tersebut.
Perut terasa membulat seperti bola
Kadang-kadang satu-satunya tanda adanya kontraksi uterus adalah
uterus yang mengeras yang ”terasa membuat seperti bola”. Pada keadaan
tersebut, akan mudah untuk meraba uterus dan merasakan kekerasannya. Bila
keadaan ini terjadi ritmis maka keadaan ini merupakan tanda yang penting.
Kram usus
Kadang-kadang keadaan ini hanya terasa sebagai ”kembung” atau kram
usus. Bila keadaan ini terjadinya hilang timbul maka hal ini merupakan
kontraksi uterus.
Gejala lain
Perlu diperhatikan pula jika ditemukan pengeluaran cairan lendir atau
darah dari vagina.
Pemantauan untuk persalinan prematur yang terpenting dilakukan oleh
ibu hamil itu sendiri dengan membuat catatan harian dari pemantauan
kontraksi. Catatan ini dapat didiskusikan dengan dokternya setiap kunjungan
antenatal.
Main, dkk menganjurkan ibu hamil untuk memantau kontraksi satu jam
dalam satu minggu pada usia kehamilan 28-32 minggu dan prediktor persalinan
prematur adalah bila kontraksi mencapai 6 kali per jam.
CASE REPORT 7
Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini masih merupakan faktor predisposisi yang penting
untuk terjadinya persalinan kurang bulan dengan meningkatkan angka kesakitan
dan angka kematian perinatal. Meningkatnya angka kesakitan dan angka
kematian tersebut antara lain tergantung pada umur kehamilan, masa laten,
adanya infeksi pada ibu, serta keadaan sosioekonomi penderita
Etiologi yang pasti dari ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum
diketahui, karena itu penanganan kasus-kasus ketuban pecah dini ditujukan
untuk mengurangi risiko pada bayi maupun ibu. Risiko pada ibu biasanya
berkaitan dengan terjadinya infeksi, sedangkan pada janin atau bayi baru lahir
adalah infeksi, kelahiran kurang bulan, gawat janin, dan persalinan traumatik.
Definisi
Definisi ketuban pecah dini sampai saat ini masih belum seragam
diantara beberapa penulis.
Menurut beberapa penulis, definisi ketuban pecah dini adalah pecahnya
selaput khorioamnion sebelum dimulainya proses persalinan secara spontan.
Mereka membedakan antara PROM dan PPROM, dimana definisi PROM (
Premature Rupture of the membrane ) yaitu bila ketuban pecah pada usia
kehamilan ≥ 37 minggu, sedangkan PPROM ( Preterm Premature Rupture of
the membrane ) bila usia kehamilan < 37 minggu.
Andersen, Hopkins dan Hayashi mendefinisikan KPD sebagai pecahnya
CASE REPORT 8
ketuban secara spontan sebelum adanya kontraksi uterus. Batasan KPD lainnya
adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum onset persalinan (inpartu)
pada umur kehamilan 24-44 minggu, dan untuk kehamilan yang kurang dari 38
minggu disebut sebagai ’ preterm rupture of the membranes’. Dibedakannya
istilah ini karena merupakan keadaan yang meningkatkan mortalitas dan
morbiditas janin.
Pernoll menggunakan istilah preterm rupture of membranes (PTROM)
untuk keadaan ketuban pecah pada kehamilan prematur dan prelabor rupture of
the membranes (PLROM) bila ketuban pecah yang terjadi pada kehamilan
aterm dan bila PTROM terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai prolonged
premature rupture of the membranes.
Di RS Hasan Sadikin Bandung digunakan istilah KPD pada keadaan
robeknya selaput khorioamnion dalam kehamilan. Tidak ada perbedaan istilah
untuk KPD pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan, tetapi
pengelolaannya berbeda
Etiologi
Sampai saat ini etiologi KPD belum diketahui dengan pasti. Beberapa
keadaan yang merupakan predisposisi untuk terjadinya KPD antara lain
1. Trauma : Amniosentesis, pemeriksaan dalam, koitus
2. Peningkatan tekanan intra uterin : Hidramnion, gemelli
3. Inkompeten serviks
4. Kelainan letak : Letak lintang, letak sungsang
5. Infeksi : Vagina, serviks, traktus urinarius
CASE REPORT 9
6. Riwayat keluarga dengan KPD
Diantara berbagai predisposisi yang ada, infeksi merupakan penyebab
tersering terjadinya KPD. Infeksi ini dapat langsung terjadi pada selaput janin
ataupun melalui infeksi vagina yang menjalar secara asenden ke selaput janin
atau infeksi pada cairan amnion.
Diagnosis
Menurut Garite, berdasarkan anamnesis saja, diagnosis ketuban pecah
dini dapat ditegakan dengan ketepatan 90%, ditambah dengan pemeriksaan fisik
dan lakmus tes, maka lebih tinggi lagi ketepatan diagnosisnya . Bila tes lakmus
dan ’ fern test ’ positif, ketepatan diagnostiknya 99%. Bila kedua pemeriksaan
ini hasilnya negatif, berarti selaput ketuban intak. Hanya harus diperhatikan
bahwa pemeriksaan-pemeriksaan di atas dapat memberikan hasil negatif palsu
atau positif palsu bila terpapar darah, cairan semen, cairan vagina ( pada
vaginitis )
Diagnosis ketuban pecah dini dapat ditegakkan berdasarkan:
- Keluarnya keluar cairan banyak dari jalan lahir secara tiba-tiba
- Cairan tersebut tetap mengalir dari jalan lahir
- Pada pemeriksaan spekulum ditemukan cairan mengalir dari serviks
- Pemeriksaan cairan tersebut dengan kertas nitrazine/kertas lakmus bersifat
basa
- Pada pemeriksaan ultrasonografi tampak oligohidramnion
- Pemeriksaan ’ fern test ’ secara mikroskopik (+)
CASE REPORT 10
Gejala
1. Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba
dari vagina. Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna,
konsistensi serta bau dari cairan tersebut dapat membantu untuk
membedakan KPD dengan leukorrhea normal dalam kehamilan,
inkontinensia urin, infeksi vagina dan secret mukus karena dilatasi
cervix.
2. Adanya flek dari vernix atau mekonium.
3. Ukuran uterus berkurang.
4. Janin semakin teraba pada palpasi.
Pemeriksaan Spekulum Steril
Pemeriksaan spekulum steril adalah tahapan yang paling penting
untuk diagnosis KPD yang akurat. Klinisi sebaiknya menghindari
pemeriksaan intraservikal digital secara bersamaan disaat pasien tidak
dalam inpartu dan tidak ada perencanaan tindakan induksi, karena
tindakan itu memberi kemungkinan meningkatnya risiko komplikasi
terhadap infeksi. Pemeriksa harus mencari dari 3 buah tanda pasti yang
berhubungan dengan KPD :
1. Pooling
Pengambilan cairan amnion dari fornix posterior untuk
divisualisasikan. KPD yang telah berlangsung lama dapat
menyebabkan kehilangan sebagian besar cairan, dan mukosa
CASE REPORT 11
vagina tampak hanya basah. Pada keadaan seperti itu, baik
manuver Valsalva atau tekanan pada fundus uteri selama
pemeriksaan spekulum menghasilkan visualisasi dari adanya
aliran atau pecahnya ketuban dari kanalis endoservikalis.
2. Tes Nitrazine
Cairan yang diambil dari fornix posterior menggunakan
kapas steril (cotton-tipped swab) lalu diapuskan pada kertas strip
yang sensitif terhadap perubahan pH, perubahan warna terjadi
dari kuning-hijau menjadi biru tua pada pH diatas 6,0 – 6,5.
Vagina dalam kehamilan memiliki pH sekitar 4,5 – 6,0 dan
cairan amnion memiliki pH 7,1 – 7,3. Oleh karena itu, tes
terhadap pH alkalis biasanya menunjukkan adanya cairan
amnion. Tes nitrazine ini memiliki tingkat akurasi sebesar 80-
90%, dengan 10% false positif dan 10% false negatif. Nitrazine
dapat memberikn hasil false-positif dari kontaminasi oleh darah,
semen dari hubungan seksual sebelumnya, atau antiseptic alkalis.
Infeksi pada vagina juga akan meningkatkan pH vagina. Hasil
false-positif juga dapat diberikan pada urin yang alkalis.
3. Ferning
Sedikit cairan yang diambil dari fornix posterior
diapuskan pada objek glass, lalu dibiarkan mengering, dan lihat
dengan mikroskop. Cairan amnion yang telah mengering tersebut
CASE REPORT 12
menampakkan gambaran ‘arborization’ atau ‘palm leaf pattern’
atau ‘feathery’ karena seperti bulu. Gambaran ferning ini terjadi
karena kristalisasi elektrolit terutama NaCl dalam cairan amnion
karena pengaruh dari hormone estrogen. Hasil false-positif dapat
terjadi bila sampel terkontaminasi dengan semen dan mucus
cervical.
Bersama-sama, ketiga penemuan ini menunjukkan ada rupturnya
ketuban. Apabila ada salah satu yang tidak diketemukan, merupakan indikasi
untuk dilakukan tes lebih lanjut. Jika tidak ada cairan bebas ditemukan, ‘dry
pad’ harus ditempatkan di bawah perineum pasien dan observasi adanya aliran.
Tes yang dapat digunakan untuk konfirmasi KPD termasuk mengobservasi
adanya cairan dari ostium cervix saat pasien batuk atau melakukan manuver
Valsalva atau tekana pada fundus uteri selama pemeriksaan spekulum dan
oligohydramnions pada pemeriksaan ultrasound. Adapun tes lebih lanjut yang
dapat digunakan antara lain :
a. Ultrasound
Penilaian ultrasound terhadap volume cairan amnion dapat membantu dalam
diagnosis KPD, terutama pada pasien yang sebelumnya memiliki volume
cairan amnion yang normal.
b. Amniocentesis
Terdapat bukti yang kuat bahwa keberadaan organisme pada rongga amnion
memiliki hubungan dengan peningkatan risiko terhadap pecahnya membran.
Adapun diagnosis infeksi intrapartum dapat ditunjukkan dengan gejala-
CASE REPORT 13
gejala sebagai berikut :
1) Febril di atas 38°C
2) Takikardi pada ibu (>100 denyut/menit)
3) Fetal takikardi (>160 denyut/menit)
4) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus
5) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau
6) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)
Penilaian dari kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak
dapat diandalkan untuk penatalaksanaan yang cepat. Sedangkan pewarnaan
gram adalah standar baku emas untuk investigasi yang cepat.
c. Indigo Carmine Dye
Memasukkan indigo carmine dye ke dalam rongga amnion dalam beberapa
jam selama amniocentesis untuk mengkonfirmasi diagnosa KPD pada
oligohydramnions tanpa ada bukti pecahnya ketuban. Penggunaan ‘perineal
pad’ mungkin dilakukan terutama digunakan untuk insersi vagina karena
teori risiko infeksi. Harus diperhatikan bahwa cairan pewarna tersebut dapat
mencapai kandung kemih maternal setelah beberapa jam dan dapat
mewarnai ‘pad’ bila ada inkontinensia urin.
Komplikasi
Komplikasi KPD yang paling sering terjadi adalah meningkatnya angka
kejadian infeksi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah persalinan kurang
bulan, tali pusat menumbung, sepsis neonatorum, endometritis. Dengan
CASE REPORT 14
pecahnya ketuban akan terjadi kondisi oligohidramnion yang meningkatkan
risiko penekanan pada tali pusat yang dapat menimbulkan gawat janin dan
kematian janin.
Penelitian retrospektif terhadap 6425 kasus ketuban pecah dini pada
kehamilan aterm memperoleh hasil adanya peningkatan kematian janin setelah
KPD ≥ 72 jam. Komplikasi yang berhubungan dengan KPD diantaranya
adalah :
a. Persalinan prematur.
Ketika membran ruptur, persalinan biasanya segera terjadi. Terjadinya
persalinan setelah ketuban pecah bervariasi sesuai umur kehamilan. Pada
janin cukup bulan, persalinan sering terjadi dalam 24 jam dalam 90% kasus.
Ketika KPD terjadi pada usia 28-34 minggu, 50% pasien bersalin dalam 24
jam dan 80-90% dalam 1 minggu. Jika KPD terjadi pada janin prematur
CASE REPORT 15
akan menyebabkan komplikasi prematuritas yang menyababkan kesakitan
dan kematian perinatal. Pada kebanyakan kasus, mortalitas perinatal pada
KPD janin premature berhubungan dengan komplikasi prematuritas seperti
ARDS, NEC. Pada awal kehamilan, persalinan dapat terjadi dalam waktu
satu minggu atau lebih setelah terjadinya ketuban pecah, sehingga
kemungkinan terjadinya infeksi pun meningkat seiring bertambahnya waktu
antara ketuban pecah hingga terjadinya persalinan. Pada umumnya, terjadi
pemendekan kala I, tapi tidak berefek pada durasi kala II.
b. Infeksi pada ibu, janin ataupun neonatal.
Baik ibu ataupun janin memiliki resiko infeksi saat terjadi KPD.
Infeksi pada ibu diantaranya adalah korioamnionitis. Ibu dapat mengalami
endometriasis jika infeksi mencapai endometrium, penurunan aktivitas
miometrium (distonia, atonia).
Infeksi janin dapat berupa pneumonia, infeksi saluran kencing,
infeksi lokal seperti omphalitis atau konjungtivitis. Biasanya
korioamnionitis mengawali terjadinya infeksi janin. Tetapi serpsis pada
janin dapat terjadi sebelum korioamnionitis secara klinis terbukti pada ibu.
Hal ini dijelaskan dengan adanya infeksi preklinis, yang terjadi saat selaput
amnion menjadi tempat kolonisasi bakteri virulen, tetapi pada saat itu tidak
terlihat infeksi ibu secara klinis. Beratnya infeksi meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur kehamilan. Infeksi dapat terjadi secara ascending,
dimana pecahnya ketuban menyebabkan adanya hubungan langsung antara
ruang intra amnion dan dunia luar. Infeksi terjadi ascenden dari vagina ke
CASE REPORT 16
intra uterin. Semakin lama terjadinya KPD maka invasi bakteri pun semakin
meningkat. Infeksi dapat berkembang menjadi infeksi sistemik saat infeksi
uterin menjalar melalui sirkulasi fetomaternal, sehingga terjadi sepsis
hingga septik syok yang dapat mengakibatkan kematian ibu.
Korioamnionitis menyebabkan bertambahnya resiko sepsis pada
janin. Organisme yang paling sering menyebabkan korioamnionitis adalah
bakteri yang berasal dari vagina seperti streptococcus B dan D, bakteri
anaerob yang masuk secara ascenden. Untuk membuktikan amnionitis perlu
dilakukan amniosentesis, kita dapat memeriksa leukosit, pewarnaan gram
ataupun kultur bakteri.
Sindroma respon peradangan janin menggambarkan infeksi janin dengan
adanya korioamnionitis secara klinis dan mengakibatkan kerusakan system
saraf pusat janin. Manifestasinya adalah lesi pada substansi putih
periventrikular (leukomalasia) diperantarai respon peradangan SSP janin
dengan dikeluarkannya sitokin. Lesi yang terjadi menyebabkan cerebral
palsy, berhubungan dengan meningkatnya konsentrasi leukosit dan kadar
IL-6.
Tanda terjadinya infeksi diantaranya :
1. Febris, suhu >380C.
2. Ibu leukositosis. Jika ditemukan kelainan pada jumlah leukosit,
maka pemeriksaan harus diulang. Jika ternyata hasilnya lebih
dari 16000/μL, harus berhati-hati akan terjadinya infeksi.
3. Fundus lunak
CASE REPORT 17
4. Takikardi, nadi ibu >100x/m atau DJJ >160x/m.
5. Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus
6. Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau.
c. Hipoksia dan asfiksia sekunder karena kompresi tali pusat
Prolaps tali pusat terjadi lebih sering pada KPD(insidensi 1,5 %), hal ini disebabkan presentasi janin yang kurang
mencapai pelvis. Kombinasi antara KPD dan malpresentasi meningkatkan frekuensi terjadinya komplikasi ini.
Selain itu, kompresi tali pusat, meskipun tanpa prolaps, lebih sering
sekunder karena oligohidramnion. Hal ini bisa terjadi sebelum atau saat
persalinan dan mengakibatkan gawat janin. Ketuban pecah menyebabkan
berkurangnya jumlah air ketuban, terjadilah partus kering karena air ketuban
habis.
d. Deformitas janin
Komplikasi mayor yang terjadi karena KPD adalah deformitas janin.KPD
yang terjadi pada awal kehamilan dapat menyebabkan pertumbuhan
terganggu, malformasi karena kompresi pada wajah dan ekstremitas janin,
dan yang paling penting adalah hipoplasia paru. Mekanisme terjadinya
hipoplasia paru berkaitan dengan KPD tidak jelas diketahui. Drainase
ketuban menyebabkan oligohidramnion yang menyebabkan hipoplasia paru.
Oligohidramnion menyebabkan kompresi ekstrinsik terhadap toraks janin
dan mengganggu pertumbuhan paru dengan menghambat gerakan nafas.
Perubahan aliran darah paru juga menyebabkan terhambatnya
perkembangan dan maturasi paru. Diagnosis hipoplasia paru ditegakkan
dengan mengukur diameter dada janin dan dibandingkan dengan
CASE REPORT 18
normogram sesuai umur kehamilan dan rasio lainnya. Selain itu, hipoplasia
paru dapat ditegakkan melalui otopsi dengan cara menimbang berat paru.
e. Meningkatnya angka seksio sesarea
Komplikasi pada ibu seperti korioamnionitis, endometritis, juga solusio
plasenta , malformasi letak janin gawat janin meningkatkan resiko seksio
sesarea.
Pengaruh ketuban pecah dini terhadap Kesakitan dan Kematian bayi
Setelah terjadinya ketuban pecah dini, kuman vagina dan serviks
mengadakan invasi ke dalam kantung amnion dan dalam 24 jam cairan amnion
akan terinfeksi. Akibat dari cairan amnion yang terinfeksi akan terjadi infeksi
pada janin seperti :
Pneumonia
Septikemia
CASE REPORT 19
Meningitis
Gastroenteritis
Pyoderma
Komplikasi lain setelah ketuban pecah adalah timbulnya gawat janin
intrapartum, asfiksia neonatorum, prematurutas, dan kematian bayi. Beberapa
saat setelah ketuban pecah akan diikuti oleh persalinan, sehingga pada
kehamilan kurang bulan akan menghasilkan bayi kurang bulan.
Bayi-bayi yang lahir kurang bulan merupakan problem utama yang
dihadapi pada kasus dengan ketuban pecah dini, karena bayi kurang bulan ini
rentan terhadap infeksi, timbulnya sindroma gawat nafas tipe I dan gangguan
penutupan duktus arteriosus. Hal tersebut akan meningkatkan angka kesakitan
dan angka kematian perinatal.
Apakah prosedur penanganan pasien pada kasus ini sudah benar ?
Pengelolaan ketuban pecah dini
Pengelolaan ketuban pecah dini, pada beberapa pusat pendidikan
berbeda dan ini masih merupakan suatu dilema. Bila ketuban pecah dini terjadi
pada saat kehamilan aterm segera dilakukan induksi maka angka seksio sesarea
meningkat. Apabila ditunggu sampai persalinan spontan maka kemungkinan
infeksi meningkat.
Prematur KPD membutuhkan pengelolaan yang lebih sulit. Semakin
muda janin, semakin besar kemungkinan meninggal atau menderita kerusakan
serius yang permanen bila persalinan prematur. Tergantung dari usia janin dan
CASE REPORT 20
infeksi, dokter harus bisa memutuskan diantara menunda persalinan sampai
janin matur, atau menginduksi persalinan dan mempersiapkan komplikasi
persalinan prematur.
Variasi dari medikasi yang digunakan dalam pengelolaan KPD :
- Medikasi untuk menginduksi persalinan (oxytocin) digunakan pada KPD
aterm atau pada kasus prematur KPD yang terkena infeksi.
- Tokolitik digunakan untuk mencegah mencegah dimulainya persalinan. Ini
digunakan pada kasus prematur KPD yang tidak ada tanda infeksi.
- Steroid digunakan untuk membantu kematangan paru-paru lebih cepat.
Steroid biasanya digunakan pada KPD prematur jika janin dilahirkan lebih
cepat karena infeksi atau persalinan tidak dapat dicegah.
- Antibiotik dapat diberikan untuk mengobati infeksi. Sudah diteliti bahwa
dengan pemberian antibiotik sebelum timbul tanda-tanda infeksi dapat
mencegah perkembangan infeksi itu sendiri.
Di bawah ini terdapat beberapa prosuder terapi yang di ambil dari berbagai
sumber:
1. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi
RSUP Dr. hasan Sadikin:
Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik
pada ibu maupun pada janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat
CASE REPORT 21
selama 2 hari.
Selama perawatan dilakukan :
- Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi
1) Ibu : suhu > 38oC, takikardi, lekositosis, tanda-tanda infeksi intra
uterin, rasa nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.
2) Janin : Takikardi
- Pengawasan timbulnya tanda persalinan
- Pemberian antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg
dan metronidazole 2x500 mg) selama 3-5 hari
- Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin
- Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru
janin
Aktif
- Pengelolaan aktif pada ketuban pecah dini dengan umur kehamilan 20-
28 minggu dan > 37 minggu
- Ada tanda-tanda infeksi
- Timbulnya tanda-tanda persalinan
- Gawat janin
2. Menurut Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal
- Rawat di rumah sakit
- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan
antibiotik
CASE REPORT 22
- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu:
1) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin:
ampisilin 4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3x250 mg
per oral selama 7 hari
2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan
paru janin :
- Betametason 12 mg i.m. dalam 2 dosis setiap 12 jam
- Atau deksametason 6 mg i.m dalam 4 dosis setiap 6 jam
3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu
- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu
1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis
untuk mengurangi resiko infeksi streptokokus grup B:
- Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam
- Atau penisilin G2 juta unit i.v setiap 6 jam sampai persalinan
- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan antibiotik
2) Nilai serviks
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin
- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan
prostaglandin dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio
sesarea
CASE REPORT 23
3. Penanganan menurut Current Obstetrics and Gynecology
Dengan intervensi
- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka
persalinan normal harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun
periode latennya 8-12 jam, induksi oksitosin infus dapat diberikan
dengan resiko infeksi yang rendah
- Umur kehamlan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram,
induksi dapat diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin.
Persalinan dapat dimulai dalam 24-48 jam.
- Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram,
penatalaksanaan harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis.
Jika paru matur dan terjadi amnionitis maka persalinan segera
dilakukan. Jika paru masih immature dan tidak terdapat amnionitis
maka penderita dianjurkan untuk tirah baring dengan pemeriksaan
tanda-tanda vital setiap 4 jam dan pemeriksaan lekosit setiap hari.
Adenokortikosteroid dapat diberikan untuk membantu maturitas.
- Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil
kemungkinan bayi dapat diselamatkan dan resiko untuk ibunya sangat
besar
Tanpa Intervensi
- Tirah baring
- Tidak berhubungan seksual
- Tidak dipasang tampon
CASE REPORT 24
- Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari
- Pemeriksaan lekosit setiap hari
Bagaimana prognosis pasien pada kasus ini ?
Prognosis pada pasien dengan KPD dan Prematur Kontraksi umum nya
relatif baik apabila dapat ditangani secara cepat dan tepat, pertimbangan pada
setiap kasus dapat dipergunakan sesuai dengan keadaan dan tingkat keparahan
pasien. Pada pasien ini prognosis nya akan menjadi lebih buruk karena pasien
memutuskan untuk pulang atas permintaan sendiri.
CASE REPORT 25
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi kesembilan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007.
2. Mochtar,Rustam.1998.Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,Obstetri
Patologi. Jakarta. EGC.
3. Saifudin, Abdul Bari. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo. edisi 4.
Jakarta . PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2008
CASE REPORT 26