case report paru
DESCRIPTION
byTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di negara
maju, prevalensi dan angka rawat inap dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial
dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan
dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner
namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-
15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki.
Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan
berkisar 3-8%. Penelitian yang dilakukan oleh Anggia (2005) di RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma
adalah 25-34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih
banyak dari pada laki-laki (52,86%).1,2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan yang
menyebabkan terjadinya peningkatan respon saluran nafas dan menimbulkan gejala
1
episodik berulang berupa mengi, sesak nafas, rasa berat di dada serta batuk terutama
malam hari dan atau dini hari dan seringkali bersifat reversibel baik secara spontan
maupun dengan pengobatan.3
2.2 Etiologi
Perkembangan asma dan alergi dipengaruhi oleh genetik. Sampai saat ini 8
genom dan 100 gen sudah ditemukan yang berhubungan dengan perkembangan alergi
dan asma. Hasil meta-analisis seluruh sampel keturunan orang-orang Eropa, adanya
hubungan antara asma dengan nukleotida polymorphic tunggal pada lokus 17q21 dan
lokus 1q13. Lokus ini mengekspresikan Natural Killer Cell (NK sel) dan dendritic
cell yang dapat berinteraksi dengan reseptor Tumor Necrosis Factor α (TNF α) dan
nukleotida polymorphic tunggal yang berhubungan dengan penyakit asma.4
2.3 Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, dan lain
sebagainya.4
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrien, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiperresponsif terhadap bermacam-
macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena
adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.4,5
Pada penderita asma bronkial karena saluran napasnya sangat peka
(hipersensitif) terhadap adanya partikel udara, sebelum sempat partikel tersebut
2
dikeluarkan dari tubuh, maka jalan napas (bronkus) memberi reaksi yang sangat
berlebihan (hiperreaktif), maka terjadilah keadaan:4
Otot polos menghubungkan cincin tulang rawan akan
berkontraksi/memendek/mengkerut.
Produksi kelenjar lendir yang berlebihan.
Bila ada infeksi akan terjadi reaksi sembab/pembengkakan dalam saluran
napas.
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas
yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.4,5
Gambar 1. Patofisiologi Asma5
3
Obstruksi aliran udara merupakan gangguan fisiologis terpenting pada asma.
Gangguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi dan dapat
dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti Peak Expiratory Flow Rate
(PEFR) dan FEV1 (Forced Expiration Volume). Ketika terjadi obstruksi aliran udara
saat ekspirasi yang relatif cukup berat akan menyebabkan pertukaran aliran udara
yang kecil untuk mencegah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer
maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. Besarnya hiper inflasi dapat dinilai dengan
derajat penurunan kapasitas cadangan fungsional dan volume cadangan. Fenomena
ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran volume paru
yang membesar dan diafragma yang mendatar.4
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host)
dan faktor lingkungan.3
A. Faktor pejamu:
1. Predisposisi genetik
2. Alergik (atopi)
3. Hiperesponsif jalan napas
4. Jenis kelamin
5. Ras/etnik
B. Faktor lingkungan yang mempengaruhi berkembangnya asma pada individu
dengan predisposisi asma
1. Alergen di dalam ruangan mite domestik, alergen binatang, alergen
kecoa, jamur (fungi, mold, yeasts)
2. Alergen di luar ruangan tepung sari bunga, jamur (fungi, mold, yeasts)
3. Bahan lingkungan kerja
4. Asap rokok perokok aktif dan perokok pasif
4
5. Polusi udara polusi udara di luar dan di dalam ruangan
6. Infeksi parasit
7. Status sosioekonomi
8. Diet dan obat
9. Obesitas
C. Faktor lingkungan mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-
gejala asma menetap
1. Alergen di dalam dan di luar ruangan
2. Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
3. Infeksi pernapasan
4. Exercise dan hiperventilasi
5. Perubahan cuaca
6. Sulfur dioksida
7. Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
8. Ekspresi emosi yang berlebihan
9. Asap rokok
10. Iritan (parfum, bau-bau merangsang, household spray)
2.5 Klasifikasi Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis derajat asma dapat dibagi :3,4,6
1. Intermiten
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam ≤ 2 kali/bulan
c. Tanpa gejala di luar serangan
d. Serangan berlangsung singkat
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≥ 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) ≥ 80% nilai terbaik
f. Variability APE < 20%
5
2. Persisten Ringan
a. Gejala > 1 kali/minggu tetapi < 1 kali/hari
b. Gejala malam > 2 kali perbulan
c. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≥ 80% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) ≥ 80% nilai terbaik
e. Variability APE 20% - 30%
3. Persisten Sedang
a. Gejala setiap hari
b. Gejala malam > 1 kali/minggu
c. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
d. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) 60% - 80% nilai
prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) 60% - 80% nilai terbaik
e. Variability APE > 30%
4. Persisten Berat
a. Gejala terus menerus
b. Gejala malam sering
c. Sering kambuh
d. Aktivitas fisik terbatas
e. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) ≤ 60% nilai prediksi
atau arus puncak ekspirasi (APE) ≤ 60% nilai terbaik
f. Variability APE > 30%
Global Initiative For Asthma (GINA) 2011 mengklasifikasikan asma menjadi
asma terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol. Klasifikasi asma menurut
GINA sebagai berikut:6
1. Asma terkontrol
a. Tidak ada gejala di siang hari (gejala < 2x/minggu)
b. Tidak ada aktivitas yang terbatas
6
c. Tidak ada gelaja pada malam hari
d. Tidak membutuhkan obat pelega (< 2x/minggu)
e. Fungsi paru (APE/FEV1) normal
2. Asma terkontrol sebagian
a. Gejala di siang hari > 2x/minggu
b. Aktivitas terbatas
c. Terdapat gelaja pada malam hari
d. Membutuhkan obat pelega lebih 2x/minggu
e. Fungsi paru (APE/FEV1) nilai prediksi/terbaik < 80%
3. Asma tidak terkontrol
Asma tidak terkontrol memiliki 3 > gambaran asma terkontrol sebagian.
Berdasarkan serangan akut, asma diklasifikasikan menjadi 4:3,6
Gejala dan
Tanda
Berat Serangan Akut Keadaan
Mengancam
Jiwa
Ringan Sedang Berat
Sesak napas
Posisi
Cara
berbicara
Kesadaran
Frekuensi
napas
Nadi
Berjalan
Dapat tidur
terlentang
Satu kalimat
Mungkin
gelisah
< 20/menit
< 100
Berbicara
Duduk
Beberapa kata
Gelisah
20-30/menit
100-120
Istirahat
Duduk
membungkuk
Kata demi kata
Gelisah
>30/menit
>120
Mengantuk,
gelisah,
kesadaran
menurun
Bradikardia
7
Pulsus
paradoksus
- 100 mmHg +/- 10-20
mmHg
+ >25 mmHg -
Gejala dan
Tanda
Berat Serangan Akut Keadaan
Mengancam
Jiwa
Ringan Sedang Berat
Otot bantu
napas dan
retraksi
suprasternal
Mengi
APE
PaO2
PaCO2
SaO2
-
Akhir
ekspirasi
paksa
>80%
>80 mmHg
<45 mmHg
>95%
+
Akhir ekspirasi
60-80%
60-80 mmHg
<45 mmHg
91-95%
+
Inspirasi dan
ekspirasi
<60%
<60 mmHg
>45mmHg
<90%
Kelelahan otot
torakoabdominal
paradoksal
Silent Chest
2.6 Gambaran klinis
8
Gambaran klinis asma yang sering yaitu batuk, mengi, sesak napas, dan rasa
berat di dada.1 Serangan asma biasanya diawali dengan gejala yang kurang jelas,
seperti batuk yang sifatnya nonproduktif dan selanjutnya akan mengeluarkan sekret
berbentuk mukoid, putih, atau purulen. Gejala lain seperti pilek atau bersin juga
sering terjadi. Suara mengi dapat terdengar pada kedua fase pernapasan yang akan
semakin menonjol, ekspirasi memanjang, takipnea, dan hipertensi sistolik ringan.
Pada serangan berat dan berlangsung lama, maka suara suara pernapasan adventisial
akan menghilang dan suara mengi tinggi yang disertai otot bantu pernapasan aktif,
sehingga menimbulkan denyut nadi paradoksal. Hal ini dapat dipakai untuk
menentukan derajat obstruksi saluran napas.6
2.7 Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan berdasarkan gejala yang bersifat episodik, berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada, dan variabiliti yang berkaitan dengan
cuaca.3,6,8
1. Anamnesis
a. Gejala bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan
b. Gejala dapat berupa batuk, berdahak, sesak napas, dan rasa berat di dada
c. Gejala timbul/memburuk terutama malam hari/dini hari
d. Diawali faktor pencetus bersifat individual
e. Adanya respon terhadap pemberian bronkodilator
f. Adanya riwayat keluarga menderita asma
g. Adanya riwayat alergi/atopi
h. Ditemukannya penyakit lain yang memberaktan
2. Pemeriksaan fisik
a. Mengi pada auskultasi
9
b. Pada saat serangan, akan terlihat pasien dalam keadaan sesak napas,
mengi, dan hiperventilasi akibat dari kontraksi otot polos saluran napas,
edema, dan hipersekresi mukus.
c. Pada serangan ringan, mengi akan terdengar saat ekspirasi paksa
d. Pada serangan berat, mengi tidak dapat terdengar (silent chest) dan disertai
dengan gejala lain, misalnya sianosis, gelisah, sukar berbicara, takikardi,
hiperinflasi, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri
Dalam menilai faal paru, banyak parameter dan metode yang digunakan,
tetapi yang menjadi standar adalah pemeriksaan spirometri dan arus
puncak ekspirasi (APE). Pengukuran volume ekspirasi paksa (VEP1) dan
kapasitas vital paksa (KVP) melalui prosedur standar yang bergantung
pada kemampuan penderita . Untuk mendapatkan nilai akurat, diambil
nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan acceptable. Obstruksi
saluran pernapasan dapat diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi, sedangkan anak-anak VEP1/KVP < 90%.
Manfaat pemeriksaan spirometri:
Untuk menilai obstruksi jalan napas dengan nilai rasio VEP1/KVP
< 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.
Bersifat reversibiliti, yaitu ada perbaikan VEP1 > 15% secara
spontat atau setelah dilakukan inhalasi bronkodilator (uji
bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14
hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu.
Dapat menilai derajat berat asma.
b. Arus Puncak Respirasi (APE)
Pemeriksaan ini dapat menggunakan spirometri atau dengan alat peak
expiratory flow meter (PEF). Alat PEF ini dapat digunakan di rumah
10
untuk memantau kondisi asma pasien. Manfaat APE dalam diagnosis
asma, yaitu:
Bersifat reversibiliti, yaitu terdapat perbaikan nilai APE > 15%
setelah inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau
bronkodilator oral 10-14 hari, atau respons terapi setelah
pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variability, menilai variasi diurnal APE harian selama 1-2 minggu.
c. Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus sebaiknya dilakukan pada penderita dengan gejala
asma dan faal aparu normal. Uji ini mempunyai sensitivitas yang tinggi
tetapi spesifisitasnya rendah. Hasil positif dapat ditemukan pada penyakit
lain seperti rinitis alergika, PPOK, bronkiektasis, dan fibrosis kistik.
d. Pengukuran Status Alergi
Komponen alergi dalam asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji
kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji tersebut dapat membantu
untuk mengetahui faktor pencetus.
e. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain.
Pada serangan asma ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
memperlihatkan adanya kelainan.
f. Darah
Pada asma, eosinofil total akan meningkat di dalam darah.
g. Analisa Gas Darah
Pemeriksaan analisa gas darah dilakukan pada pasien asma yang sangat
berat dan ditemukan hiperkapnia dengan PaCO2 > 45 mmHg, hipoksemia,
dan asidosis respiratorik.
11
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada pasien asma, yaitu:
Dewasa:
Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Bronkitis kronik
Gagal jantung kongestif
Disfungsi laring
Obstruksi mekanis (misalnya tumor laring atau benda asing)
Emboli paru
Anak:
Benda asing saluran napas
Pembesaran kelenjar limfe
Tumor
Stenosis trakea
Bronkiolitis
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksaan asma adalah sebagai berikut:3,6
Menghilangkan dan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise
Menghindari efek samping obat
Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversible
Mencegah kematian karena asma
12
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol apabila:
Gejala minimal (sebaiknya tidak ada) termasuk gejala malam]
Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
Kebutuhan bronkodilator minimal (idealnya tidak diperlukan)
Variasi harian APE < 20%
Nilai APE normal atau mendekati normal
Efek samping obat minimal (tidak ada)
Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
Program penatalaksanaan asma, yang meliputi 7 komponen:
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan menilai faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat
Penatalaksaan asma bronkial terdiri dari non farmakologi dan farmakologi.
Penatalaksanaan non farmakologi terdiri dari:
1. Edukasi
2. Menghindari faktor pencetus
Penatalaksanaan Farmakologi
13
Obat asma pada prinsipnya terbagi atas dua, yaitu obat pelega dan obat
pengontrol. Obat pelega digunakan pada saat serangan asma, sedangkan obat
pengontrol digunakan untuk mencegah serangan asma.
1. Pengontrol (Antiinflamasi)
Kortikosteroid inhalasi
Merupakan pilihan bagi asma serangan ringan sampai berat dan
merupakan medikasi jangka panjang paling efektif untuk mengontrol
asma.
Kortikosteroid sistemik
Diberikan melalui oral atau parenteral. Biasanya dipakai sebagai
pengontrol asma persisten berat setiap hari atau selang sehari. Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam pemberian steroid oral:
Prednison, prednisolon, atau metilprednisolon dapat digunakan
karena mempuyai efek mineralokortikoid minimal, waktu paruh
yang pendek, dan efek striae pada otot minimal
Digunakan dalam bentuk oral, bukan parenteral
Digunakan selang sehari atau sekali sehari pagi hari
Kromalin
Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Kromalin
merupakan antiinflamasi nonsteroid yang menghambat pelepasan
mediator dari sel mast yang diperantarai IgE.
Metilsantin
Obat ini dapat dikombinasikan dengan β2 agonis kerja singkat dan
merupakan bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi.
β2 agonis kerja lama
Salmaterol dan formaterol termasuk di dalam β2 agonis kerja lama
inhalasi yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Pemberian
14
inhalasi pada preparat ini menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik
dibandingkan dengan preparat oral.
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma relatif baru dengan pemberian secara oral.
Leukotriene dapat juga bersifat bronkodilator, mempunyai efek
antiinflamasi, dan dapat menurunkan kebutuhan dosis kortikosteroid
inhalasi penderita asma persisten sedang sampai berat.
Tabel 1. Obat-obat antiinflamasi pada asma bronkial8
15
2. Pelega (Bronkodilator)
β2 agonis kerja singkat
Obat yang termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin,
fenoterol, dan prokaterol, mempunyai waktu kerja yang cepat.
Formaterol mempunyai onset yang cepat dan durasi lama. Pemberian ini
dapat secara inhalasi atau oral. Obat ini merupakan terapi pilihan pada
serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-
induced asthma.
Kortikosteroid sistemik
Dapat diberikan melalui oral atau parenteral. Obat ini biasanya
digunakan pad asma persisten berat setiap hari atau selang sehari.
16
Metilsantin
Antikolinergik
Mekanisme kerja antikolinergik memblok efek penglepasan asetilkolin
dari saraf kolinergik pada jalan napas. Pemberiannya secara inhalasi.
Efeknya lama, membutuhkan 30-60 menit untuki mencapai efek
maksimum.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat
apabila tidak tersedia β2 agonis.
Tabel 2. Obat-obat bronkodilator pada asma bronkial8
17
Algoritma penatalaksanaan serangan asma di Rumah Sakit3
18
β2 agonis β2 agonis
BAB III
19
Penilaian awalRiwayat dan pemeriksaan fisik (auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1). AGDA dan pemeriksaan lain atas indikasi.
Serangan Asma Ringan Serangan Asma Sedang/Berat Serangan Asma Mengancam Jiwa
Pengobatan awal Oksigenasi dengan nasal kanul Inhalasi β2 agonis kerja singkat (nebulisasi) setiap 20 menit dalam 1 jam atau β2 agonis injeksi
(Terbutalin 0,5 ml SK atau Adrenalin 1/1000 0,3 ml SK) Kortikostreroid sistemik:
- Serangan asma berat- Tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkoldilator- Dalam kortikosteroid oral
Penilaian ulang setelah 1 jamPem. Fisik, saturasi O2, dan pem. Lain atas indikai
Respons baik- Respons baik dan stabil dalam
60 menit- Pem. Fisik normal- APE > 70%/prediksi nilai terbaik- Saturasi O2 > 90% (95% pada
anak)
Respons tidak sempurna- Risiko tinggi distres- Pem. Fisik: gelaja ringan-
sedang- APE > 50% tetapi < 70%- Saturasi O2 tidak ada
perbaikan
Respons buruk dalam 1 jam- Risiko tinggi distress- Pem fisik: berat, gelisah, dan
kesadaran menurun- APE <30%- PaCO2 >45%- PaO2 <60%
Pulang- Pengobatan dilanjutkan dengan
inhalasi β2 agonis- Membutuhkan kortikosteroid oral- Edukasi penderita:
- Memakai obat yang benar- Ikuti rencana pengobatan
selanjutnya
Di Rawat di RS
- Inhalasi β2 agonis ± anti-kolinergik
- Kortikosteroid sistemik- Aminofilin drip- Terapi O2 pertimbangkan
nasal kanul atau masker venturi
- Pantau APE, sat. O2, nadi, kadar teofilin
Di Rawat di ICU
- Inhalasi β2 agonis ± anti-kolinergik
- Kortikosteroid IV- Pertimbangkan β2 agonis injeksi
SC/IM/IV- Terapi O2 menggunakan masker
venturi- Aminofilin drip- Mungkin perlu intubasi dan
ventilasi mekanik-
i
PulangBila APE > 60% prediksi/terbaik. Tetap berikan pengobatan oral atau inhalasi
Perbaikan Di Rawat di ICUBila tidak perbaikan dalam 6-12 jam
Tidak perbaikan
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. J
JK : Laki-laki
Umur : 41 tahun
No RM : 84 93 55
Agama : Islam
Alamat : Pekanbaru
Pekerjaan : Tidak bekerja
Masuk RS : 05 Oktober 2014
Pemeriksaan : 06 Oktober 2014
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sesak napas semakin memberat sejak 1 hari SMRS. (sebelum masuk rumah sakit)
Riwayat Penyakit Sekarang
15 Tahun yang lalu pasien sering mengeluhkan sesak napas karena pasien
memiliki riyawat penyakit asma. Sesak napas timbul apabila cuaca dingin, debu,
atau saat aktivitas berat. Biasanya, jika sesak, pasien menggunakan inhaler untuk
mengurangi sesaknya.
7 bulan SMRS, pasien pernah di rawat di RS dengan keluhan yang sama. Sesak
dirasakan pasien saat istirahat ataupun beraktivitas. Sesak napas dirasakan >1x
dalam seminggu dan gejala sesak napas pada mlam hari >2x dalam sebulan. Bila
sesak kambuh, pasien tidur menggunakan empat bantal untuk mengurangi
sesaknya.
1 bulan SMRS, pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih, kadang-
kadang batuk kering yang dirasakan hilang timbul.
20
3 hari SMRS, pasien pernah mengeluhkan demam, keringat dingin, dan berat
badan menurun. Mual dan muntah disangakal.
1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas saat istirahat dan dan terdengar
bunyi ‘ngik’. Sesak tidak hilang menggunakan inhaler.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit asma (+) sudah 15 tahun
Riwayat penyakit stroke (-)
Riwayat penyakit DM (-)
Riwayat penyakit jantung sejak kecil tidak diketahui
Riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga memiliki keluhan yang sama (kakek pasien asma)
Riwayat penyakit hipertensi (-)
Riwayat penyakit DM (-)
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan kebiasaan
Tidak bekerja
Riwayat merokok (+), tetapi sudah berhenti 1 tahun yang lalu. Merokok satu
hari 5 batang.
Riwayat konsumsi alkohol (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : komposmentis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 62 x/menit
Nafas : 24 x/menit
Suhu : 36,00C (aksila)
21
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 70 kg
Kulit dan wajah: tidak sembab
Mata kiri dan kanan
Mata tidak cekung
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor 3mm/3mm, reflex cahaya +/+
Telinga DBN (dalam batas normal)
Hidung DBN
Leher pembesaran kgb (-)
Thoraks Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : wheezing (+/+)
Thoraks Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung kiri SIK V linea midklavikula sinistra
batas jantung kanan SIK IV linea parasternal dekstra
Auskultasi : S1=S2 murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut agak buncit
Auskultasi : BU (+) 5 x/menit
Perkusi : timpani pada seluruh abdomen
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
atas oedem (-/-)
22
bawah oedem (-/-)
akral hangat, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin
WBC : 17,6 mm3
RBC : 6,76 mm3
HGB : 16,4 gr/dL
HCT : 47,5 %
2. Kimia Darah
GDS : 92 mg/Dl
3. Foto Toraks
Corakan vaskuler normal
Tidak ada infiltrat/perselubungan homogen
CTR < 50%
RESUME
23
Tn J, laki-laki, 41 tahun, tidak bekerja, datang ke IGD RSUD Arifin Achmad dengan
keluhan sesak napas semakin memberat satu hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit. Dari anamnesis, didapatkan sesak napas yang muncul saat pasien istirahat
disertai adanya keluhan batuk berdahak berwarna putih, kadang-kadang batuk kering.
Sesak napas dirasakan >1x dalam seminggu dan gejala sesak napas malam hari
dirasakan >2x dalam sebulan. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas, dan
apabila sesak kambuh, pasien tidur menggunakan empat bantal untuk mengurangi
sesaknya. Pasien telah didiagnosis menderita asma sejak 15 tahun yang lalu dan
sering menggunakan inhaler untuk mengurangi sesaknya. Pada riwayat penyakit
keluarga, didapatkan kakek pasien memiliki riwayat menderita asma. Pasien
mengkonsumsi rokok lebih kurang lima batang dalam sehari, namun kebiasaan
merokok ini sudah berhenti sejak satu tahun yang lalu dan pasien kadang-kadang juga
mengkonsumsi alkohol. Dari hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, didapatkan
wheezing saat ekspirasi dan leukosit yang meninggi.
DAFTAR MASALAH
Asma bronkial derajat persisten ringan serangan sedang
RENCANA PEMERIKSAAN
1. Spirometri
2. Analisa gas darah
PENATALAKSANAAN
Non farmakologi:
1. Istirahat/tirah baring
2. Hindari faktor pencetus
Farmakologi:
1. Oksigen nasal kanul 3-5 L
2. IVFD Ringer Laktat + aminofilin 1 ampul drip 20 tpm
3. Nebulizer combivent + fumicort
24
4. Injeksi ceftriaxone 1x2 gr
5. Injeksi Ranitidin 2x1 ampul
6. Ambroxol syrup 3x1
PEMBAHASAN
Pada pasein ini ditegakkan diagnosis asma bronkial derajat persisten ringan serangan
sedang karena adanya keluhan sesak napas yang timbul apabila terpapar debu, cuaca
dingin, atau beraktivitas berat. Bila sesak napas timbul, akan terdengar suara ‘ngik’.
Sesak timbul pada saat istirahat atau beraktivitas. Gejala sesak napas >1x dalam
seminggu dan gejala sesak napas malam hari >2x dalam sebulan. Hal ini sesuai
dengan kriteria klasifikasi derajat asma persisten ringan berdasarkan gambaran klinis.
Pada pasien ini juga didapatkan keluhan sesak yang bertambah jika pasien berbicara
dan hanya dapat mengucapkan beberapa kata saat pasien sesak. Hasil pemeriksaan
fisik didapatkan frekuensi napas 24x/menit dan pada auskultasi ditemukan wheezing
saat ekspirasi. Hal ini sesuai dengan kriteria beratnya serangan asma sedang.
Serangan asma pasien diduga dipicu akibat infeksi saluran napas, yang didukung
pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukosit yang meninggi.
FOLLOW UP
25
Tanggal S O A P06/10/14
07/10/14
-Sesak +
batuk kering
-Batuk
dada terasa
panas + agak
nyeri
Sesak (+)
berkurang,
batuk kering,
dada sakit
saat menarik
napas
TD: 130/80 mmHg,
RR: 24/menit, Nadi:
96x/menit, T: 35,6oC
Auskultasi : wheezing
(+) saat ekspirasi
TD: 110/70 mmHg,
RR: 30x/menit, nadi:
98x/menit, T: 37,2oC,
Wheezing (+) saat
ekspirasi
Asma
bronkial
derajat
persisten
ringan
serangan
sedang
Asma
bronkial
derajat
persisten
ringan
serangan
sedang
O2 nasal kanul 3-5 L
IVFD RL 20 tpm
Nebu
combivent+fumicort
Salbutamol 2x1
Metilprednisolon
Inj. Ceftriaxone
Ambroxol tab 3x1
O2 nasal kanul 3-5 L
Nebu
combivent+fumicort
IVFD RL +
aminofilin 1 amp
drip 20 tpm
Inj. ceftriaxone
Ambroxol 3x1
Ranitidin tab 2x1
Tanggal S O A P
26
08/10/14
09/10/14
-Sesak +
batuk kering
Dada sakit
saat menarik
napas sudah
berkurang
Batuksesak
Batuk sedikit
dahak warna
putih
Dada tidak
sakit lagi saat
menarik
napas
TD: 110/70 mmHg,
RR: 19/menit, Nadi:
70x/menit, T: 36.0oC
Auskultasi : wheezing
(+) saat ekspirasi
TD: 110/80 mmHg,
RR: 17x/menit, Nadi:
88x/menit, T: 37,2oC,
Wheezing (+) saat
ekspirasi
Asma
bronkial
derajat
persisten
ringan
serangan
sedang
Asma
bronkial
derajat
persisten
ringan
serangan
sedang
O2 nasal kanul 3-5 L
IVFD RL 20 tpm
Salbutamol 2x1
Metilprednisolon 2x1
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Ambroxol tab 3x1
O2 nasal kanul 3-5 L
Nebu
combivent+fumicort
IVFD RL + aminofilin
1 amp drip 20 tpm
Inj. Ceftriaxone
Metilprednisolon 2x1
Ambroxol 3x1
Ranitidin tab 2x1
27