chaper ii.pdf
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oukup
Oukup adalah sejenis mandi uap tradisional suku Karo. Menurut sejarah,
oukup bertujuan untuk menjaga kesehatan bagi ibu-ibu pasca melahirkan dengan
cara mandi uap atau disebut dengan oukup dalam bahasa Karo. Secara tradisi,
seseorang atau ibu-ibu dibungkus dengan kain selimut dan kemudian diuap
melalui sebuah wadah yang dipanasi dan diberi ramuan tumbuh-tumbuhan.
Melalui ramuan yang diuapkan ini ibu yang habis melahirkan menurut tradisi
Karo dipercaya akan segera memulihkan kembali kesehatan, stamina dan
peredaran darahnya. Oukup juga dipercaya oleh sebagian besar masyarakat Karo
sangat baik untuk membersihkan darah kotor setelah proses melahirkan serta
memudakan kembali kulit dari kerut-kerut setelah proses kehamilan. Menurut
penuturan orang Karo, oukup ini baru bisa dilakukan dua pekan setelah
persalinan, karena selama kurun waktu tersebut kemungkinan pendarahan tidak
akan terjadi ( Nasution. J, dan Radiansyah R. C, 2009).
Cara perawatan ini kemudian dipraktekkan secara turun-temurun dan
menjadi tradisi yang khas bagi orang Karo. Sesuai dengan perkembangan zaman,
tradisi ini terus menerus mengalami perubahan dan perkembangan. Bentuk-bentuk
perubahan ini dapat ditemui disekitar kota Medan. Walaupun perubahan yang
ditemui itu adalah cara penggodogan dan teknik penguapannya, namun ramuan
utama tidak banyak mengalami perubahan yang mendasar. Seandainya terdapat
perkembangan jumlah jenis ramuan hanya sebatas pada ramuan alternatif dan
Universitas Sumatera Utara
13
disesuaikan dengan kondisi lingkungan, terutama struktur dan komposisi vegetasi
di masing-masing wilayah, serta falsafah budaya yang melatarbelakanginya
(Walujo, 2002).
Modernisasi Oukup ternyata merubah pandangan masyarakat bahwa tidak
hanya ibu yang habis persalinan akan tetapi berkembang untuk semua kalangan,
tidak mengenal jenis kelamin maupun kelas usia. Secara perlahan fungsi Oukup
yang awalnya hanya untuk ibu pasca melahirkan, sekarang fungsi utama tersebut
bergeser ke: (1) Kesehatan, (2) Pengobatan, (3) Kebugaran, dan (4) Kecantikan
(Nasution, J. dan Radiansyah H. C. 2009).
2.1.1 Manfaat Oukup
Beberapa tahun terakhir ini oukup dikenali sebagai SPA (solid per aqua)
tradisional yang kegunaannya lebih kepada perawatan tubuh, kebugaran dan
rileksasi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari beberapa pusat sumber
informasi yaitu pengguna Oukup, tabib, pengusaha Oukup dan pedagang ramuan
Oukup di pasar,Oukup memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Menghilangkan sakit pinggang secara perlahan-lahan.
b. Menetralkan kadar gula dalam tubuh.
c. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap ancaman penyakit.
d. Memperindah bentuk tubuh serta menghaluskan kulit.
e. Menyegarkan jasmani.
f. Mengendurkan saraf yang tegang.
g. Memperlancar peredaran darah.
h. Mengeluarkan angin yang tidak signifikan di dalam tubuh.
Universitas Sumatera Utara
14
i. Mengantisipasi ancaman hipertensi atau reumatik.
j. Menurunkan kadar kolesterol secara perlahan-lahan.
k. Menurunkan kadar lemak.
l. Menyehatkan paru-paru dan jantung.
m. Membangkitkan nafsu makan.
n. Meringankan kepala yang pusing/flu.
o. Menetralisir kesehatan ibu seusai bersalin.
Masing-masing usaha menawarkan keistimewaan tersendiri, mulai dari
kualitas ramuan, kenyamanan tempat, dan harga yang bersaing. Begitu juga ruang
untuk oukup, masing-masing usaha memiliki disain sendiri dengan luas
ruangannya hampir semua sama yaitu 1 x 1,5 meter. Tarif yang dikenakan
bervariasi mulai dari Rp.10.000 sampai Rp.50.000.
Persalinan merupakan peristiwa alamiah yang dapat terjadi secara normal
atau dengan gangguan. Meskipun persalinan berlangsung normal (keluar dari
rahim melalui jalan lahir tanpa bantuan peralatan) dan lancar, tetap menyebabkan
kelelahan bagi ibu. Kelelahan fisik akibat menyangga beban bayi dalam perut
ditambah proses persalinan telah menguras tenaga ibu. Untuk memulihkan kondisi
tubuhnya, ibu yang baru melahirkan sebaiknya beristirahat atau tidur. Kehamilan
dan pasca persalinan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi
pada tubuh ibu. Kulit dan otot perut akan meregang, karena adanya janin dalam
perut. Perubahan tubuh yang lain biasanya berupa kegemukan, kulit meregang,
kulit kotor, dan rambut rontok. Perawatan tubuh yang baik akan memulihkan
kesehatan dan kecantikan ibu seperti keadaan semula (Handayani, 2003).
Universitas Sumatera Utara
15
Perawatan tubuh bagi ibu pasca melahirkan juga menjadi perhatian yang
sangat besar bagi orang Karo. Oukup merupakan salah satu cara perawatan
kesehatan ibu pasca melahirkan, artinya membuat ibu si bayi berkeringat dengan
cara memasak air disertai ramuan tertentu, kemudian setelah mendidih diangkat
dan didekatkan kepadanya sambil dibungkus dengan selimut. Uap air panas itu
memaksa si ibu berkeringat, maksudnya supaya si ibu sehat karena sisa kotoran di
dalam tubuhnya telah keluar. Hal ini merupakan suatu tradisi yang diturunkan
nenek moyang kepada generasi penerusnya dalam proses perawatan kesehatan ibu
pasca melahirkan. Oukup bukan hanya dari suku Karo saja, suku lain juga ada
hanya namanya saja yang berbeda. Untuk suku Jawa dinamakan ungkep, suku
Minang dinamakan batangi, suku Batak dinamakan martup, sedangkan suku
Minahasa disebut bakera. Ditinjau dari segi kegunaannya sama yaitu
menyegarkan kembali stamina dan memulihkan kesehatan bagi ibu pasca
melahirkan, hanya saja ramuan yang digunakan pastinya berbeda-beda
(Handayani,2003)
Pada banyak kebudayaan, wanita yang baru melahirkan dianggap berada
dalam kondisi dingin, berbeda halnya dengan saat ketika ia sedang hamil, yang
dianggap berada dalam kondisi panas (Foster & Anderson, 2005). Maka dalam
kondisi dingin setelah melahirkan, sang ibu dan juga bayinya dianggap
memerlukan pemanasan. Di lingkungan masyarakat Karo misalnya, wanita yang
baru melahirkan diharuskan tidur bersama bayinya di dekat tungku dapur selama
sekitar 10 hari sambil didiangi kayu keras yang dibakar secara terus menerus
untuk menghangatkan badan mereka (Bangun, 1986).
Universitas Sumatera Utara
16
Meskipun kehamilan dan kelahiran bayi secara umum dilihat dalam
pengertian dan kepentingan yang sama, yakni untuk kelangsungan umat manusia,
namun dalam kehidupan berbagai kelompok etnis, terdapat bermacam-macam
titikberat perhatian dan sikap, khususnya dalam menanggapi proses ini. Sebagian
etnis lebih mementingkan aspek kultural dari kehamilan dan kelahiran, dan
sebagian lagi lebih menonjolkan aspek sosialnya. Banyak etnis di dunia
mempercayai bahwa tiap perpindahan dari satu tahapan kehidupan kepada tahapan
kehidupan yang lainnya merupakan suatu masa krisis yang gawat atau
membahayakan, baik yang bersifat nyata maupun bersifat gaib. Untuk itu
dilakukan upacara-upacara adat yang disebut crisisrite (upacara waktu krisis) atau
ritesdepassage (upacara peralihan) untuk menolak bahaya gaib yang mengancam
individu dan lingkungannya (Koentjaraningrat, 1990).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa faktor sosial-budaya mempunyai
peranan penting dalam memahami perawatan ibu pasca melahirkan. Sebagian
pandangan budaya mengenai hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
2.1.2 Keanekaragaman Tumbuhan yang dipergunakan sebagai
Ramuan Oukup
Keanekaragaman jenis yang dimaksudkan adalah untuk menggambarkan
jumlah seluruh jenis yang diketahui dan didaftar dari hasil wawancara keseluruh
responden, baik para pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, maupun pedagang
ramuan oukup di pasar. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
keanekaragaman jenis tumbuhan di masing-masing pusat sumber informasi
Universitas Sumatera Utara
17
(pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup dan pedagang ramuan oukup di pasar)
berbeda-beda. Secara kumulatif dari seluruh informasi dicatat ada 69 jenis
tumbuhan yang terdiri atas 42 marga dan 28 suku yang digunakan sebagai ramuan
oukup (Lampiran 1). Diantara jenis-jenis itu, yang terbanyak adalah jenis yang
termasuk ke dalam suku Zingiberaceae (15 jenis), kemudian berturut-turut
Rutaceae (11 jenis), Arecaceae (8 jenis), dan selebihnya kurang dari 3 jenis,
bahkan hanya diwakili oleh 1 jenis. Besarnya keanekaragaman jenis yang
digunakan sebagai ramuan oukup menyatakan bahwa belum ada standarisasi
ramuan, baik yang dijual di pasar, yang digunakan ditempat-tempat praktek oukup
bahkan pengetahuan masyarakat tentang ramuan pun berbeda-beda. Sehingga
dalam penelitian ini dilakukan pengelompokkan ramuan yang merupakan
komponen utama dalam ramuan oukup tersebut ( Nasution. J, dan Radiansyah R.
C, 2009).
Berdasarkan hasil analisis data dari keempat pusat sumber informasi
(pengguna oukup, tabib, pengusaha oukup, dan pasar), tercatat sebanyak 16 jenis,
11 marga dan 7 suku, yang dikenali oleh seluruh responden. Hal ini menunjukkan
bahwa ke 16 jenis tumbuhan tersebut merupakan komponen utama dalam ramuan
oukup.
Secara tradisi, menurut para responden mengatakan, bahwa jenis-jenis
tersebut merupakan sumber bahan ramuan utama oukup untuk kesehatan ibu pasca
melahirkan. Sedangkan jenis-jenis lain hanya merupakan jenis ramuan pelengkap
atau jenis-jenis alternatif yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Sesuai
dengan kandungannya, Zingiberaceae dan Rutaceae banyak menghasilkan minyak
Universitas Sumatera Utara
18
atsiri yang bermanfaat untuk antiseptik, aromaterapi, anti oksidan dan anti
mikroba sehingga berguna untuk memulihkan kesehatan ibu pasca melahirkan
( Nasution. J, dan Radiansyah R. C, 2009).
Bila ditinjau dari bagian tumbuhan yang digunakan sebagai ramuan di
dalam oukup, terdapat 9 (sembilan) macam bagian tumbuhan yang digunakan
yaitu daun, batang, bunga, buah, biji, rimpang, umbi, akar, kulit dan seluruh
bagian tumbuhan. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak
digunakan, yaitu 35,2% atau 25 jenis, menyusul buah dan rimpang masing-masing
19,7% atau 14 jenis, dan bagian tumbuhan lainnya dibawah 10%. Dengan
demikian bagian daun, buah dan rimpang merupakan bagian yang paling utama
dalam ramuan oukup, sedangkan bagian tumbuhan yang lain hanya merupakan
bagian ramuan oukup terbuat dari rebusan berbagai tumbuhan. Menurut, Nasution
(2009) dari seluruh informasi dicatat ada 69 jenis ramuan oukup.
Tabel 2.1 Keanekaragaman Tumbuhan Yang Dipergunakan Sebagai
Ramuan Oukup
NO Nama Jenis
Bagian Tumbuhan yang digunakan
Ketersediaan di Alam
Nama Lokal Nama Ilmiah
1. Daun paris Justicia sp Daun Banyak
2. Rengas Gluta renghas L. Daun Kurang
3. Seledri Apium graveolens L. Daun Banyak
4. Pegagan Centella asiatica (L.) Urban Daun Banyak
5. Nira Arenga pinnata Merr. Akar Kurang
6. Pinang Areca catechu L. Akar Banyak
7. Rotan Calamus sp.1 Akar Kurang
8. Rotan rambung Calamus sp.2 Akar Kurang
9. Rotan runtih Calamus sp. 3 Akar Kurang
10. Rumbia Metroxylon sp. Akar Kurang
11. Ketang Calamus sp. 4 Daun Kurang
12. Enau Arenga pinnata Merr. Buah Kurang
13. Sundur langit Emilia sonchifolia (L.)DC Daun Kurang
Universitas Sumatera Utara
19
14. Nenas Ananas comosus (L.) Merr. Buah Kurang 15. Salinsayo Gaultheria Leucocarpa Blume Daun Kurang
16. Kemiri Aleurites moluccana Willd. Biji Banyak
17. Sapot-sapot Desmodium dasylobum Miq. Daun Kurang
18. Bambu Bambusa vulgaris Schrad. Akar Banyak
19. Rumput parang tegoh Eleusine indica (L.)Gaertn Seluruh bagian Kurang
20. Sere wangi Andropogon citratus DC. Batang Banyak
21. Asam glugur Garcinia atroviridis Griff. Daun Banyak
22. Bunga lawang Illicium verum Hook. Bunga Kurang
23. Jintan hitam/torbangun
Coleus amboinicus Lour. Daun Banyak
24. Nilam Pogostemon cablin (Blaanco) Bth Daun Banyak
25. Kemangi Ocimum basilicum L. Daun Banyak
26. Pirawas Cinnamomum porrectum (Roxb.) Kosterm
Daun Kurang
27. Kulit manis Cinnamomum burmanii Blume Daun Banyak
28. Bawang putih Allium cepa L. Umbi Banyak
29. Bawang merah Allium sativum L. Umbi Banyak
30. Gundera Allium schoenoprasum L. Daun Kurang
31. Benalu kopi/surindan kopi
Serurulla Perugia (Jack) Danser Daun Banyak
32. Senduduk/ senggani Melastoma sp. L. Daun Banyak
33. Pala Myristica fragrans Houtt. Bunga Banyak
34. Cengkeh Syzygium aromaticum L.Merr Buah Banyak
35. Kayu putih Eucalyptus alba Reinw. Daun Banyak
36. Pandan wangi Pandannus amaryllifolius Roxb. Daun Banyak
37. Lada Piper nigrum L. Biji Banyak
38. Sirih liar Piper caducibracteum Daun Banyak
39. Ciak-ciak Polygonium chinense L. Daun Kurang
40. Jeruk hantu Citrus sp. 1 Buah Kurang 41. Jeruk kayu Citrus sp.2 Buah Kurang
42. Jeruk kejaren Citrus sp. 3 Buah Kurang
43. Jeruk kelele Citrus sp. 4 Buah Kurang
44. Jeruk kersik Citrus sp. 5 Buah Kurang
45. Jeruk kuku harimau Citrus medica “sarcodactylis” Buah Kurang
46. Jeruk malem jeruk Citrus sp. 6 Buah Kurang
47. Jeruk mungkur/purut Citrus Hystrix DC. Buah Banyak
48. Jeruk nipis Citrus aurantifolia Buah Banyak
49. Jeruk pagar/ gawang Citrus medica L. Buah Banyak
50. Jeruk puraga Citrus nobilis Lour. Buah Banyak
51. Daun besan Eurycoma longifolia Jack Buah Kurang
52. Daun ikan-ikan Maoutia asperra Wedd Daun Kurang 53. Jelatang Laporte decumana Wedd Seluruh bagian Banyak
54. Salagundi Vitex trifoliat L Daun Banyak
Universitas Sumatera Utara
20
55. Bungle Zingiber purpureum Roxb Rimpang Banyak 56. Cekala Nicolaia speciosa Batang Banyak
57. Jahe Zingiber officinale Roscoe Rimpang Banyak
58. Jahe merah Zingiber officinale Var Rimpang Banyak
59. Jahe prancis Zingiber sp Rimpang Banyak
60. Kencur Kaempferia galangan L Rimpang Banyak
61. Kuning gajah/ kunyit Curcuma domestica Val Rimpang Banyak
62. Laja Alpinia sp Rimpang Banyak
63. Lempuyang Zingiber Americanus Blume Rimpang Banyak
64. Lengkuas Alpinia galanga (L) Willd Rimpang Banyak
65. Temu giring Curcuma heyneana Val & Zyp Rimpang Kurang
66. Temu ireng Curcuma aeroginosa Roxs Rimpang Kurang 67. Temu kunci Boesenbergia pandurata Roxb Rimpang Banyak
68. Temu mangga Curcuma mannga Val & Zyp Rimpang Banyak
69. Temulawak Curcuma xanthorhiza Roxb Rimpang Banyak (diambil dari http://atemalem.com/oukup-spa-rempah-khas-karo/)
Tumbuh-tumbuhan ini mengandung minyak atsiri. Minyak atsiri atau yang
disebut juga dengan essential oils, etherial oils, atau volatil oils adalah komoditi
ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu. Biji-bijian
bahkan putik bunga (Gunawan, 2009). Kegunaan minyak atsiri sangat banyak,
tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingannya. Minyak atsiri
digunakan sebagai bahan baku dalam perisa maupun pewangi.
Tumbuh-tumbuhan ini ketika direbus akan mengeluarkan aroma atau bau
yang disebut dengan aromaterapi. Aromaterapi dapat mengurangi stres,
menenagkan pikiran dan membangkitkan semangat dan gairah dan dipercaya
dapat membersihkan racun dalam tubuh (Ulla, 2009).
2.2 Pengobatan Tradisional
Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan
cara, obat, dan pengobatannya yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan
turun temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
Universitas Sumatera Utara
21
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (gelenik) atau campuran
dari bahan tersebut secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Pengobatan tradisional (batra) adalah seseorang yang
diakui dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan
pengobatan secara tradisional (Latief, 2012).
Menurut WHO (Agoes A dan Jakob T, 1999), pengobatan tradisional
adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan
pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak,
dalam melakukan diagnosis, prevensi, dan pengobatan terhadap
ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial. Defenisi pengobatan tradisional
menurut WHO tersebut mengacu kepada adanya pengalaman praktek yaitu, hasil-
hasil yang diamati secara terus-menerus dari geneerasi baik secara lisan maupun
tulisan.
2.2.1 Kebijakan Pengobatan Tradisional
Meskipun pelayanan kesehatan modern telah semakin berkembang di
Indonesia, jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap
tinggi. Menurut SUSENAS 2001 ditemukan sekitar 57,7% penduduk Indonesia
melakukan pengobatan sendiri, 31,7% menggunakan obat tradisional, dan 9,8%
menggunakan cara pengobatan tradisional.
a. Kebijakan Umum
Berikut ini dua kebijakan umum dalam pengobatan tradisional:
1. Pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan atau
perawatan cara lain di luar ilmu kedokteran atau keperawatan, yang
Universitas Sumatera Utara
22
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan.
2. Pengobatan tradisional perlu dibina dan diawasi untuk diarahkan agar
dapat menjadi pengobatan dan perawatan cara lain yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya.
b. Kebijakan Khusus
Pelayanan kesehatan tradisional dibina dan diawasi oleh Pemerintah agar
dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan
dengan norma agama. Ini tercantum dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009
(Pasal 59)Pengobatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya perlu terus dibina, ditingkatkan, dikembangkan, dan diawasi untuk
digunakan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
2.2.2 Pengelompokan Obat Tradisional
Obat bahan alam yang ada di Indonesia saat dapat dikategorikan menjadi 3,
yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
1. Jamu (Empirical based herbalmedicine)
Jamu adalah obat tradisional yang disiapkan dan disediakan secara
tradisional. Obat bahan alam yang sediaannya masih berupa simplisia sederhana.
Khasiat dan keamanannya baru terbukti secara empiris secara turun-temurun.
Bahan-bahan jamu umumnya berasal dari semua bagian tanaman, bukan hasil
ekstraksi/isolasi bahan aktifnya saja. Berisi seluruh bahan Tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara
tradisional berdasarkan pengalaman (Purwanto. Y, 2002).
Universitas Sumatera Utara
23
Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun
bahkan mungkin ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu
pada resep peninggalan leluhur atau pengalaman leluhur. Sifat jamu umumnya
belum terbukti secara ilmiah (empirik) namun telah banyak dipakai oleh
masyarakat luas. Belum ada pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi
digunakan dengan bukti empiris berdasarkan pengalaman turun temurun
(Purwanto. Y, 2002).
1. Obat Herbal Terstandar (Scientificbased herbal medicine)
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan
alam yang dapat berupa Tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk
melaksanakan proses ini membutuhkan peralatan yang lebih rumit, kompleks dan
berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan
pengetahuan maupun ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi
dengan teknologi maju, jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa
penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti standar
kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak/sari Tanaman obat,
standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akutmaupun
kronis (Purwanto. Y, 2002).
2. Fitofarmaka (Clinical basedherbal medicine)
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disetarakan dengan obat modern karena :
a. Proses pembuatannya yang telah terstandar
Universitas Sumatera Utara
24
b. Ditunjang bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan
criteria memenuhi syarat ilmiah
c. Protokol uji yang telah disetujui
d. Dilakukan oleh pelaksana yang kompeten
e. Memenuhi prinsip etika
f. Tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat
Dengan dilakukannya uji klinik, maka akan meyakinkan para praktisi
medis ilmiah untuk menggunakan obat herbal ke dalam sarana pelayanan
kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena
manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah (Purwanto. Y, 2002)
2.3 Perawatan Ibu Pasca Melahirkan
Perawatan ibu pasca melahirkan adalah perawatan ibu yang telah selesai
melahirkan, dimana perawatan ini membantu ibu dalam pemulihan tubuh setelah
melahirkan, perawatan nifas yang meliputi: perawatan perineum, perawatan
payudara, pemulihan kesehatan, seksualitas dan pemilihan alat kontrasepsi.
1. Perawatan perineum
Beberapa metode untuk merawat daerah perineum yang bertujuan untuk
memberikan rasa nyaman dan mengurangi resiko infeksi, beberapa metode untuk
ibu antara lain : terapi panas dingin, perawatan perineum, dan cara duduk.
2. Perawatan payudara
Pada masa nifas perawatan payudara merupakan suatu tindakan yang sangat
penting untuk merawat payudara terutama untuk memperlancarkan pengeluaran
ASI. Tujuan perawatan payudara adalah untuk: Menjaga payudara tetap bersih
Universitas Sumatera Utara
25
dan kering terutama puting susu dengan menggunakan BH yang menyokong
payudara, melenturkan dan menguatkan puting susu, memperlancar produksi ASI
Perawatan payudara sangat penting dilakukan karena payudara merupakan satu-
satunya penghasil ASI yang merupakan makanan pokok bayi yang baru lahir
sehingga harus dilakukan sedini mungkin yaitu: 1-2 hari sesudah bayi dilahirkan.
Perawatan payudara dilakukan 2 kali sehari (Anggraini,2010).
Perawatan payudara dapat dilakukan dengan cara: menjaga payudara agar
tetap bersih, dan kering, terutama puting susu, menggunakan BH yang
menyokong payudara, mengoleskan kolostrum atau ASI yang keluar sekitar
puting susu apabila puting susu lecet dan menyusui tetap dilakukan dimulai dari
puting susu yang tidak lecet, mengistirahatkan payudara apabila lecet berat selama
24 jam, minum paracetamol 1 tablet selama 4-6 jam untuk menghilangkan nyeri,
melakukan pengompresan dengan menggunakan kain basah dan hangat selama 5
menit apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, mengurut payudara
dari pangkal menuju puting atau menggunakan sisir untuk mengurut payudara
dengan arah Z menuju puting.
ASI sebagian dikeluarkan dari bagian depan payudara sehingga puting
susu menjadi lunak, bayi disusui setiap 2-3 jam dan apabila tidak dapat menghisap
seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan lalu meletakkan kain dingin
pada payudara setelah menyusui (Saifuddin, 2005)
2.3.1 Resiko Ibu Pasca Melahirkan
Beberapa resiko yang terjadi pada ibu pasca melahirkan yaitu :
a. Gangguan emosional
Universitas Sumatera Utara
26
pasca persalinan umumnya dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu postpartum blues,
depresi postpartum, dan psikosis postpartum.
Postpartum blues adalah suatu tingkat keadaan depresi bersifat sementara
yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru melahirkan karena perubahan
tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan keluarga dan
pengasuhan terhadap bayi.
Depresi postpartum kelanjutan dari postpartum blues yang makin parah
dan tidak boleh diabaikan.
Psikosis postpartum gejala ini berlanjut lebih dari dua minggu, maka dapat
menjadi tanda terjadinya gangguan depresi yang lebih berat (Iskandar,
2004).
b. Pendarahan
Hasil penelitian didapat secara umum bahwa dari 58 orang Ibu yang
mengalami anemia saat kehamilan, yang mengalami perdarahan saat melahirkan
sebanyak 42 orang (72,4%), sedangkan yang tidak mengalami perdarahan saat
melahirkan sebanyak 16 orang (27,6%). Selain itu dari 62 orang Ibu yang tidak
mengalami anemia saat kehamilan, yang mengalami perdarahan saat melahirkan
sebanyak 18 orang (29%), sedangkan yang tidak mengalami perdarahan saat
melahirkan sebanyak 44 orang (71%), (Rosmiyati, 2014).
2.4 Budaya dalam Perawatan Pasca Melahirkan
1. Definisi Budaya
Budaya berasal dari sangskerta (buddhayah) yaitu bentuk jamak dari buddhi
yang berarti “budi”atau “akal” semua hal-hal yang berkaitan dengan akal.
Universitas Sumatera Utara
27
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya
terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Syafrudin, 2009).
Kebudayaan adalah sebuah konsep yang defininya sangat beragam.
Kebudayan umumnya digunakan untuk seni rupa, sastra, filsafat, ilmu alam, dan
music, yang menunjukkan semakin besarnya kesadaran bahwa seni dan lmu
pengetahuan dibentuk oleh lingkungan (Usman, 2003). Variasi biasa terlihat
diantara kultur. Variasi eksis dengan kultur. Variasi ini sering berhubungan
dengan faktor sosial ekonomi dan pendidikan. Efek dari perbedaan kultur dan
individual pada perawatan kesehatan. Persalinan merupakan tantangan bagi
perawat untuk mengevaluasi kembali harapan tentang pelayanan kesehatan.
Perawat perlu mengetahui isu-isu dari berbagai macam-macam kultur
dalam memberikan pelayanan kesehatan serta meletakkan perhatian pada
kompetensi kultural berupa keterampilan dan pengetahuan penting untuk
memahami dan mengapresiasikan perbedaan kultur dan dapat mengaplikasikan
keterampilan praktek klinik (Arlene & Gloria, 2001).
2. Aspek Budaya Dalam Perawatan Masa Nifas
Kebudayaan maupun adat istiadat dalam masyarakat indonesia ada yang
menguntungkan, ada pula yang merugikan bagi status kesehatan ibu hamil, ibu
bersalin maupun ibu nifas (Syafrudin, 2009).
Faktor yang paling mempengaruhi status kesehatan masyarakat terutama ibu
hamil, bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu pendidikan disamping
faktor-faktor lainnya. Jika masyarakat mengetahui dan memahami hal-hal yang
Universitas Sumatera Utara
28
mempengaruhi status kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak
melakukan kebiasaan/adat istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu
hamil, bersalin dan nifas (syafrudin. 2009).
Pengaruh sosial budaya sangat jelas terlihat pada ibu hamil dan keluarga yang
menyambut masa-masa kehamilan. Upacara upacara yang diselenggarakan mulai
dari kehamilan 3 bulan, 7 bulan, masa melahirkan dan masa nifas sangat beragam
menurut adat istiadat daerah masing-masing (syafrudin, 2009).
Pada masyarakat Maluku, pantangan makanan pada masa nifas yaitu terong
agar lidah bayi tidak ada bercak putih, nenas, mangga tidak bagus untuk rahim
(Syafrudin, 2009).
Dari berbagai adat istiadat terlihat bahwa, upacara, penanganan bagi ibu
hamil, melahirkan dan nifas berbeda-beda setiap wilayah dan menjadi gambaran
penting bagi bidan yang bertugas di wilayah seluruh indonesia. Oleh karena itu
ilmu pengetahuan sosial kemasyarakat sangat penting dipahami oleh seorang
bidan dalam menjalankan tugasnya.
Karena bidan sebagai petugas kesehatan yang berada digaris depan dan
berhubungan langsung dengan masyarakat, dengan latar belakang agama, budaya,
pendidikan dan adat istiadat yang berbeda. pengetahuan sosial dan budaya yang
dimiliki oleh seorang bidan akan berkaitan dengan cara pendekatan untuk
merubah prilaku dan keyakinan masyarakat yang tidak sehat, menjadi masyarakat
yang berprilaku sehat (Syafrudin, 2009).
Dalam budaya Karo cara perawatan Ibu Pasca Melahirkan yaitu setelah
mandi si Ibu diberikan param ke seluruh tubuhnya, setelah itu dipakaikan stagen
Universitas Sumatera Utara
29
yang dililitkan di pinggang untuk merampingkan pinggang ibu, lalu perawatan
minum jamu untuk membersihkan darah kotor, dan untuk menhangatkan badan,
dan ASI nya lebih enak untuk si bayi nya. Pengertian param disini adalah obat
pelumur seperti bedak basah yang dilumurkan pada bagian tubuh untuk
menghilangkan rasa pegal (ketegangan urat) atau terkilir.
2.5 Kerangka Teori
Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green yang telah dicoba
untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan,
yang mengatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh
dua faktor yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku
itu sendiri terbentuk dari 3 (tiga) faktor yaitu:
1. Faktor –faktor predisposisi (predisporsing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat
kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan
kelompok refleksi dari perilaku masyarat.
Universitas Sumatera Utara
30
2.6 Kerangka Pikir
Dari kerangka pikir diatas menggambarkan bahwa bahan-bahan ramuan
oukup, pengetahuan ibu tentang oukup, pandangan ibu tentang oukup, serta
dorongan keluarga yang mendukung ibu saat menjalani proses oukup ini dapat
mempengaruhi proses penggunaan oukup pada ibu pasca melahirkan pada Suku
Karo.
- Bahan-bahan Ramuan
Oukup
- Pengetahuan tentang
Oukup
- Pandangan tentang
Oukup
- Dorongan Keluarga
Penggunaan Oukup Pada Ibu
Pasca Melahirkan Di Desa
Sukanalu Simbelang
Universitas Sumatera Utara