chapter 2 benny
DESCRIPTION
23TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN UMUM
II.1. Pengertian Kawasan Pecinan di Medan
Pecinan atau Kampung Cina (atau Chinatown dalam Bahasa Inggris) merujuk kepada
sebuah wilayah kota yang mayoritas penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak
terdapat di kota-kota besar di berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan
kemudian menetap seperti di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara.
II.2. Faktor Pembentuk Pecinan
Pecinan pada dasarnya terbentuk karena 2 faktor yaitu :
Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan masyarakat
Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya lebih mudah diatur
(Wijkenstelsel). Ini lumrah dijumpai di Indonesia di zaman Hindia Belanda karena
pemerintah kolonial melakukan segregasi berdasarkan latar belakang rasial. Di waktu-
waktu tertentu, malah diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel)
semisal di pecinan Batavia.
9
Gambar 1. Sebuah Pecinan di masa Hindia Belanda (litografi berdasarkan lukisan oleh Josias Cornelis Rappard, 1883-1889)Sumber: (www.wapedia.com)
10
Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup berkelompok
karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu-membantu. Ini sering dikaitkan
dengan sifat ekslusif orang Tionghoa, namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan
bangsa apapun, semisal adanya kampung Keling/ India di Medan, Indonesia; kampung
Arab di Fujian, Cina atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Cina. (www.wapedia.com)
II.3. Sejarah Perkembangan Tionghoa di Medan
Dikota Medan, salah satu Pecinan terletak di jalan Ahmad Yani atau sering disebut
Kesawan. Kesawan adalah nama sebuah daerah di Kecamatan Medan Barat, Medan,
Indonesia. Kawasan ini adalah kawasan yang dipenuhi bangunan-bangunan bersejarah dan
Jalan Ahmad Yani yang berada di kawasan ini merupakan jalan tertua di Medan.
Sebelum 1880 Kampung Kesawan dihuni oleh orang-orang Melayu, namun kemudian
orang-orang Tionghoa dari Malaka dan Tiongkok datang dan menetap di daerah ini sehingga
Kesawan menjadi sebuah Pecinan. Setelah kebakaran besar melalap rumah-rumah kayu di
Kesawan pada tahun 1889, para warga Tionghoa lalu mulai mendirikan ruko-ruko dua lantai
yang sebagian masih tersisa hingga kini. (www.wikipedia.com)
Beberapa bangunan bersejarah yang pernah/masih eksis di daerah ini:
Kantor Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij
Gedung South East Asia Bank
Gedung Bank Modern (dulunya kantor perwakilan Stork)
rumah Tjong A Fie
Gedung Jakarta Lloyd (dulunya kantor perusahaan pelayaran The Netherlands Shipping
Company dan sempat menjadi kantor Rotterdam's Lloyd)
Gedung PT. London Sumatera (dulu kantor Harrison & Crossfield)
Cafe Tip Top (masih beroperasi hingga kini dari zaman kolonial)
11
II.3.1. Asal Kata Tionghoa
Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan
Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin.
Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.
Wacana Cung Hwa setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1880, yaitu adanya
keinginan dari orang-orang di Cina untuk terbebas dari kekuasaan dinasti kerajaan
dan membentuk suatu negara yang lebih demokratis dan kuat. Wacana ini sampai
terdengar oleh orang asal Cina yang bermukim di Hindia Belanda yang ketika itu
dinamakan Orang Cina.
Gambar 2. Kesawan di tahun 1920-an
Gambar 3. Kesawan di tahun 1931
Gambar 5. Jalan Ahmad Yani (2006)
Gambar 4. Gedung PT. London Sumatera Tbk.
12
Sekelompok orang asal Cina yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa
perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka
mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang
dinamakan "Tjung Hwa Hwei Kwan", yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi
Tiong Hoa Hwe Kwan (THHK). THHK dalam perjalanannya bukan saja
memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan rasa
persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan
istilah "Cina" menjadi "Tionghoa" di Hindia Belanda. (www.wapedia.com)
II.3.2. Populasi di Indonesia
Berdasarkan Volkstelling (sensus) di masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-
Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia di tahun 1930.
Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan
pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W.
Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di
Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961.
Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya
responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% dari jumlah
keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang
dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara
kisaran 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. (www.wapedia.com)
II.3.3. Daerah asal di China
Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara Cina, menyebabkan
banyak sekali orang-orang yang juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang.
Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara. Karena pelayaran sangat tergantung
pada angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di
wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada
pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada
pula pedagang yang pulang ke Cina untuk terus berdagang.
13
Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara Cina.
Mereka termasuk suku-suku:
Hakka
Hainan
Hokkien
Kantonis
Hokchia
Tiochiu
Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena
dari sejak zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina
memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou pernah tercatat
sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut.
(www.wapedia.com)
Gambar 6. Peta distribusi daerah asal leluhur suku Tionghoa-Indonesia
14
II.3.4. Daerah konsentrasi
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa.
Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di
daerah perkotaan adalah: Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan,
Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Hakka - Aceh, Sumatera Utara, Batam, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung,
Lampung, Jawa, Kalimantan Barat,Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado,
Ambon dan Jayapura.
Hainan - Pekanbaru, Batam, dan Manado.
Hokkien - Sumatera Utara, Riau ( Pekanbaru Selatpanjang, Bagansiapiapi, dan
Bengkalis), Padang, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa, Bali (terutama di
Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Manggarai, Kupang,
Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah, Manado, dan Ambon.
Kantonis - Jakarta, Makassar dan Manado.
Hokchia - Jawa (terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan Surabaya).
Tiochiu - Sumatera Utara, Riau, Riau Kepulauan, Sumatera Selatan, dan
Kalimantan Barat (khususnya di Pontianak dan Ketapang).
Di Tangerang Banten, masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk
setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit
mereka kadang-kadang lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka
disebut Cina Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian
lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina, Jawa,
Sunda dan Melayu. (www.wapedia.com)
15
II.3.5. Sejarah
II.3.5.1. Masa-masa awal
Orang dari Tiongkok daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami
kepulauan Nusantara.
Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien pada
abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di
Jawa ("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari
agama Buddha dan singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa
Sansekerta dahulu. Di Jawa ia berguru pada seseorang bernama Jñânabhadra.
Dengan berkembangnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, para imigran
Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan perdagangan.
Pada prasasti -prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga
asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara,
daratan Asia Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu
bertahun 860 dari Jawa Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait
dengan jabatan pengurus orang-orang Tionghoa yang tinggal di sana.
Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga mendapat pengaruh dari
motif-motif kain sutera Tiongkok.
Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut
secara jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota
bandar Majapahit (abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen
penduduk kerajaan itu. Ekspedisi Cheng Ho juga meninggalkan jejak di
Semarang, ketika orang keduanya, Wang Jinghong, sakit dan memaksa
rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian dari Kota
Semarang). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti
ekspedisi selanjutnya. Ia dan pengikutnya menjadi salah satu cikal-bakal
warga Tionghoa Semarang. Wang mengabadikan Cheng Ho menjadi sebuah
patung (disebut "Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"),
16
serta membangun kelenteng Sam Po Kong atau Gedung Batu. Di komplek ini
Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah Jurumudi Dampo Awang".
Sejumlah sejarawan juga menunjukkan bahwa Raden Patah, pendiri
Kesultanan Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit.
Beberapa wali penyebar agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok,
meskipun mereka memeluk Islam dan tidak lagi secara aktif mempraktekkan
kultur Tionghoa.
Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan
Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, di
masa daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran).
Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai
tujuan di Kalapa. (www.wapedia.com)
II.3.5.2. Era Kolonial
Di masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin
komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi
penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa di
antara mereka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya
Gambar 7. Jalanan Batavia pertengahan tahun 1910-an (terdapat Seorang pria Tionghoa berkuncir/toucang)
17
So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia. Di
Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta.
Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang
melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis
Jawa, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743. Di
Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik"
Lanfong berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX.
Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa
menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di
Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825-1830. Pembantaian
di Batavia tersebut melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang
bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa.
Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang
Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan
Wijkenstelsel ini menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di
sejumlah kota besar di Hindia Belanda. (www.wapedia.com)
II.3.5.3. Masa Revolusi dan Pra Kemerdekaan RI
Pada masa revolusi tahun 1945-an, Mayor John Lie yang menyelundupkan
barang-barang ke Singapura untuk kepentingan pembiayaan Republik.
Rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok, dekat Karawang, diambil-alih
oleh Tentara Pembela Tanah Air (PETA), kemudian penghuninya
dipindahkan agar Bung Karno dan Bung Hatta dapat beristirahat setelah
"disingkirkan" dari Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945. Di Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
merumuskan UUD'45 terdapat 4 orang Tionghoa yaitu; Liem Koen Hian,
Tan Eng Hoa, Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, dan di Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terdapat 1 orang Tionghoa yaitu Drs.Yap
Tjwan Bing. Liem Koen Hian yang meninggal dalam status sebagai
18
warganegara asing, sesungguhnya ikut merancang UUD 1945. Lagu
Indonesia Raya yang diciptakan oleh W.R. Supratman, pun pertama kali
dipublikasikan oleh Koran Sin Po.
Dalam perjuangan fisik ada beberapa pejuang dari kalangan Tionghoa,
namun nama mereka tidak banyak dicatat dan diberitakan. Salah seorang
yang dikenali ialah Tony Wen, yaitu orang yang terlibat dalam penurunan
bendera Belanda di Hotel Oranye Surabaya. (www.wapedia.com)
II.3.5.4. Pasca Kemerdekaan
Orde Lama
Pada Orde Lama, terdapat beberapa menteri Republik Indonesia dari
keturunan Tionghoa seperti Oei Tjoe Tat, Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan,
dll. Bahkan Oei Tjoe Tat pernah diangkat sebagai salah satu Tangan Kanan
Ir. Soekarno pada masa Kabinet Dwikora. Pada masa ini hubungan Ir.
Soekarno dengan beberapa tokoh dari kalangan Tionghoa dapat dikatakan
sangat baik. Walau pada Orde Lama terdapat beberapa kebijakan politik yang
diskriminatif seperti Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959 yang melarang
WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah di luar ibukota provinsi
dan kabupaten. Hal ini menimbulkan dampak yang luas terhadap distribusi
barang dan pada akhirnya menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi
menjelang tahun 1965 dan lainnya.
Orde Baru
Selama Orde Baru dilakukan penerapan ketentuan tentang Surat Bukti
Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut
SBKRI, yang utamanya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI)
etnis Tionghoa beserta keturunan-keturunannya. Walaupun ketentuan ini
bersifat administratif, secara esensi penerapan SBKRI sama artinya dengan
upaya yang menempatkan WNI Tionghoa pada posisi status hukum WNI
yang "masih dipertanyakan".
19
Pada Orde Baru Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi.
Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di
Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara
tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai
secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin
dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa
Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena
pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat
yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke
Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi
izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun
kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah
Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia.
Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah
ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana.
Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu
kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya
ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia
dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air.
Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi
sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan
oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan.
Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi
memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan
dirinya.
20
Pada masa akhir dari Orde Baru, terdapat peristiwa kerusuhan rasial yang
merupakan peristiwa terkelam bagi masyarakat Indonesia terutama warga
Tionghoa karena kerusuhan tersebut menyebabkan jatuhnya banyak korban
bahkan banyak di antara mereka mengalami pelecehan seksual, penjarahan,
kekerasan, dan lainnya.
Reformasi
Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan
perubahan bagi kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100%
perubahan tersebut terjadi, namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren
perubahan pandangan pemerintah dan warga pribumi terhadap masyarakat
Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya, ataupun atraksi
Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi
pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara,
misalnya, adalah hal yang biasa ketika warga Tionghoa menggunakan bahasa
Hokkien ataupun memajang aksara Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain
itu, pada Pemilu 2004 lalu, kandidat presiden dan wakil presiden Megawati-
Wahid Hasyim menggunakan aksara Tionghoa dalam selebaran
kampanyenya untuk menarik minat warga Tionghoa. (www.wapedia.com)
II.3.6. Peran Warga Tionghoa Bagi Republik Indonesia
Didirikannya sekolah-sekolah Tionghoa oleh organisasi Tiong Hoa Hwee Koan
(THHK) sejak 1900, mendorong berkembangnya pers dan sastra Melayu
Tionghoa. Maka dalam waktu 70 tahun telah dihasilkan sekitar 3000 buku, suatu
prestasi yang luar biasa bila dibandingkan dengan sastra yang dihasilkan oleh
angkatan pujangga baru, angkatan 45, 66 dan pasca 66 yang tidak seproduktif itu.
Dengan demikian komunitas ini telah berjasa dalam membentuk satu awal
perkembangan bahasa Indonesia.
21
Sumbangsih warga Tionghoa Indonesia juga terlihat dalam koran Sin Po,
dimana koran Sin Po menjadi koran pertama yang menerbitkan teks lagu Indonesia
Raya setelah disepakati pada Sumpah Pemuda tahun 1928.
Nama Sie Kok Liong memang sangat jarang didengar oleh masyarakat
Indonesia, namun Sie Kok Liong merupakan seorang warga Tionghoa yang
menyewakan rumahnya bagi para pemuda dalam menyelenggarakan Sumpah
Pemuda. Hanya sedikit catatan mengenai Sie Kok Liong, seiring dengan
tumbuhnya sekolah-sekolah pada awal abad ke-20 di Jakarta tumbuh pula
pondokan-pondokan pelajar untuk menampung mereka yang tidak tertampung di
asrama sekolah atau untuk mereka yang ingin hidup lebih bebas di luar asrama
yang ketat. Salah satu di antara pondokan pelajar itu adalah Gedung Kramat 106
milik Sie Kok Liong. Di Gedung Kramat 106 inilah sejumlah pemuda pergerakan
dan pelajar sering berkumpul. Gedung itu, selain menjadi tempat tinggal dan sering
digunakan sebagai tempat latihan kesenian Langen Siswo juga sering dipakai
untuk tempat diskusi tentang politik para pemuda dan pelajar. Terlebih lagi setelah
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) didirikan pada September 1926.
Selain dijadikan kantor PPPI dan kantor redaksi majalah Indonesia Raya yang
diterbitkan oleh PPPI, berbagai organisasi pemuda sering menggunakan gedung ini
sebagai tempat kongres. Bahkan pada 1928 Gedung Kramat 106 jadi salah satu
tempat penyelenggaraan Kongres Pemuda II tanggal 27 - 28 Oktober 1928.
Universitas Trisakti yang kini menjadi salah satu universitas terkenal di
Indonesia juga merupakan salah satu sumbangsih warga Tionghoa di Indonesia.
Pada tahun 1958, universitas ini didirikan oleh para petinggi Baperki yang
kebanyakan keturunan Tionghoa salah satunya yaitu Siauw Giok Tjhan, pada
tahun 1962 oleh Presiden Soekarno nama universitas ini diganti menjadi
Universitas Res Publika hingga 1965, dan sejak Orde Baru, universitas ini beralih
nama menjadi Universitas Trisakti hingga sekarang.
Di Medan dikenal kedermawanan Tjong A Fie, rasa hormatnya terhadap Sultan
Deli Makmun Al Rasyid diwujudkannya pengusaha Tionghoa ini dengan
22
menyumbang sepertiga dari pembangunan Mesjid Raya Medan. Rumah
peninggalan Tjong A Fie sampai sekarang masih ada di kota Medan walaupun
bangunannya terlihat tidak terurus lagi.
Di Bagansiapiapi terdapat festival atau upacara bakar tongkang sebagai ucapan
rasa syukur masyarakat Tionghoa Bagansiapapi atas perlindungan Dewa Ki Ong
Ya. Upacara bakar tongkang sangat diandalkan pemerintah daerah setempat
sebagai daya tarik wisata daerah dimana setiap tahunnya menyedot puluhan ribu
kunjungan wisatawan baik dalam maupun luar negeri.
Saat ini di Taman Mini Indonesia Indah sedang dibangun taman budaya
Tionghoa Indonesia yang diprakarsai oleh PSMTI. Pembangunan taman ini
direncanakan akan selesai sebelum tahun 2012 dengan biaya kurang lebih 50
milyar rupiah. (www.wapedia.com)
II.3.7. Masuknya Tionghoa di Medan
Proses sejarah dan peristiwa kultural diantaranya, yang dapat diduga menjadi
salah satu faktor pendorong lajunya pertumbuhan dan perkembangan di kota
Medan, tidaklah luput dari upaya kreativitas warga masyarakat keturunan Tionghoa
yang ada di Medan. Kedatangan mereka ke tanah Deli— khususnya di Medan
dengan jumlah yang relatif cukup besar —adalah upaya Jacob Nienhuys (Orang-
orang dari negeri Cina sebelumnya juga pernah melakukan kunjungan ke daerah
ini tetapi untuk tujuan perdagangan dengan penduduk setempat).
Pada mulanya mereka didatangkan untuk menjadi kuli di perkebunan yang ada
di sekitarnya. Gelombang pertama di datangkan dari Singapura, sebanyak 300
orang menurut catatan yang terdaftar dibagian arsip kedatangan di pelabuhan
Belawan, kemudian menyusul sebanyak 100 orang lagi. Sebagian besar orang-
orang Tionghoa yang didatangkan ke daerah ini berasal dari Penang, yang
dahulunya adalah orang Tionghoa yang berasal dari suku Teo Chiu (dari propinsi
Kwantung, Cina Selatan). Mereka dikumpulkan oleh broker-broker ( Keh tau ), dan
sekaligus merupakan kepala gerombolan Kongsi Toh Pe Kong yang ada di sana
23
(Sinar, 1994:58). Ada pula yang langsung didatangkan dari daratan Cina bagian
Selatan yaitu dari Propinsi Fukien dan Kwantung.
Jumlah mereka, pada tahun 1874, sudah mencapai 4.476 orang, dan dalam tahun
1890 meningkat menjadi 53.806 orang. Selanjutnya pada tahun 1900 jumlah
mereka sudah sebanyak 58.516 orang.
Namun dalam proses perkembangan selanjutnya, kedatangan orang-orang
Tionghoa ini tidak hanya sebagai kuli saja, tetapi ada juga yang melakukan aktivitas
untuk perniagaan. Menurut sensus pada tahun 1920, migran Tionghoa jumlahnya
sudah mencapai 121.716 orang, yang terdiri dari 92.985 orang pria dan hanya
18.731 orang saja yang wanita. (Vleming Jr, 1989:185). (Thesis Agustrisno
“Respons Kultural dan Struktural Masyarakat Tionghoa terhadap pembangunan di
kota Medan” )
II.4. Fungsi Pecinan
II.4.1. Tempat Wisata
Wisata merupakan kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan perjalanan
yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek
dan daya tarik wisata.
Tempat wisata atau obyek wisata adalah sebuah tempat rekreasi/tempat
berwisata. Obyek wisata dapat berupa obyek wisata alam seperti gunung, danau,
sungai, pantai, laut, atau berupa obyek wisata bangunan seperti museum, benteng,
situs peninggalan sejarah, dll. (www.wikipedia.com)
Pecinan berfungsi sebagai tempat wisata berupa objek wisata bangunan.
Sebagai tempat wisata, pecinan diharapkan dapat menambah daerah tujuan wisata
di kota Medan sekaligus mendongkrak minat pengunjung untuk berkunjung ke
kota Medan.
24
II.4.2. Perdagangan
Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang atau jasa
atau keduanya. Perdagangan terjadi bila ada penjual, pembeli dan adanya sesuatu
barang atau jasa yang dapat diperjual belikan. (www.wikipedia.com)
Ada pendapat yang menyatakan orang-orang Tionghoa mau meninggalkan
daerah asalnya, karena pada saat itu, suasana politik dan kondisi sosial di tempat
asalnya sedang memburuk. Perebutan dinasti tengah terjadi yang menimbulkan
perang saudara diantara mereka, salah satu diantaranya adalah gagalnya
pemberontakan Taiping (Soetriyono, 1989: 5) Kehidupan mereka di tempat asalnya
dirasakan serba sulit, tanah kurang subur, penduduknya sangat padat terutama di
daratan Cina bagian Selatan. Di samping itu, daerah asal mereka kerap kali terjadi
bencana alam (banjir). Hal ini menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk
bermigrasi ke daerah Nan-Yang .
Peluang semacam itu, memberi keuntungan pula bagi pihak kolonial untuk
merekrut tenaga kerja yang murah, terampil dan rajin. Hal inilah yang
menyebabkan pemerintah Hindia Belanda selama beberapa decade mendatangkan
ratusan ribu orang Tionghoa dari bagian Selatan daratan Cina. Mereka kebanyakan
adalah orang-orang Hokkian, didatangkan oleh pemerintah colonial Belanda
terutama untuk dijadikan buruh perkebunan ke daerah Sumatera Timur, sedangkan
orang-orang Hakka untuk dijadikan sebagai buruh tambang di daerah pertambangan
timah di pulau Bangka dan Bilitung.
Namun, banyak juga orang-orang Tionghoa yang atas kemauannya sendiri
berdatangan ke Indonesia untuk mencari kehidupan baru. Terutama ketika terjadi
serangan yang dilakukan oleh tentera Jepang ke daerah Cina sekitar tahun 1937-38,
membuat rakyat Cina Selatan selalu dicekam ketakutan. Mereka pun pada
mengungsi ke daerah lain, bahkan diantara mereka berupaya meninggalkan
negerinya untuk merantau (Soetriyono, 1989: 30). Karena tujuan mereka memang
untuk memperbaiki nasib, oleh karena itu kesungguhan untuk menduduki posisi
yang dominan dalam bidang perekonomian memang mereka harapkan. Kesempatan
25
ini diberi peluang pula oleh pemerintah kolonial.(Chalida, 1975:4).
Sejak kuli-kuli Tionghoa tidak lagi terikat kontrak dengan pihak perkebunan,
atau pertambangan, sebagian besar dari mereka tidak pula kembali ke daerah
asalnya. Mereka kebanyakan tinggal menetap di wilayah tanah Deli Sumatera
Timur, terutama tinggal di daerah perkotaan seperti Medan. Mereka diberi peluang
kesempatan oleh pemerintah kolonial Belanda pada waktu itu untuk bergerak di
dunia bisnis. Dalam waktu yang cukup singkat mereka sudah beralih ke berbagai
sektor perdagangan dan jasa (Sinar, 1980), disertai dengan kegigihannya yang
sungguh-sungguh sehingga sebagian besar dari mereka telah pula meningkat dan
berhasil dalam usahanya.
Di kota Medan, masyarakat Tionghoa telah banyak memberikan corak tertentu,
yang khas terhadap perkembangan kehidupan kota Medan itu sendiri. Kendatipun
masyarakat Tionghoa yang jumlahnya hanya minoritas saja, bila dibanding
dengan penduduk asli pribumi, tetapi mereka sering kali dapat menguasai berbagai
posisi yang strategis dan dapat pula menggerakan kehidupan sosio-ekonomi
penduduk lain yang non-Tionghoa di kota ini. Baik yang bergerak di sektor
produsen maupun mereka yang bergerak disektor distributor dan jasa. Keberadaan
etnis Tionghoa di kota Medan saat ini merupakan ‘The Godfather’, khususnya di
bidang ekonomi. Di tengah-tengah kehidupan masyarakat kota Medan yang
heterogen dan serba kompleks kehandalan mereka membuat kota Medan “ menjadi
suatu yang lain ”. Suatu fenomena yang menarik untuk dicermati (Bergerak, 1994:
4).
Dapat diperkirakan tidak sedikit diantara warga penduduk asli pribumi lainnya
di kota Medan, yang kebutuhan hidupnya juga sangat bergantung pada kesuksesan
bisnis orang Tionghoa ini. Warga penduduk asli pribumi ada yang menjadi pekerja
sebagai karyawan/karyawati di pabrik-pabrik milik pengusaha Tionghoa, bahkan
ada pula yang menjadi pekerja sebagai pelayan di pertokoan maupun sebagai
pembantu rumah tangga di rumah-rumah keluarga orang-orang Tionghoa. Secara
tidak disadari keberhasilan masyarakat Tionghoa di kota Medan dalam merespons
pembangunan telah menimbulkan sebuah rangkaian rantai pekerjaan baru bagi
26
penduduk Medan yang lainnya. Keberadaan dan keberhasilan mereka di kota
Medan tidaklah sedikit membuat motivasi yang kuat terhadap masyarakat non-
Tionghoa yang lainnya, sehingga tanpa disadari sudah menjadi suatu masyarakat
yang kreatif ( a creative society) dalam membangun kota Medan itu sendiri. (Thesis
Agustrisno “Respons Kultural dan Struktural Masyarakat Tionghoa terhadap
pembangunan di kota Medan” )
Maka itu keberadaan orang Tionghoa selalu dikaitkan dengan berdagang
sehingga Pecinan juga difungsikan sebagai tempat berdagang.
II.4.3. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. (www.wikipedia.com)
Sejak masuk ke Indonesia, orang Tionghoa sudah berkecimpung di dunia
pendidikan. Kebangkitan nasionalisme di Hindia Belanda tidak terlepas dari
perkembangan yang terjadi pada komunitas Tionghoa. Tanggal 17 Maret 1900
terbentuk di Batavia Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang mendirikan sekolah-
sekolah, seperti di kota Garut dirintis dan didirikan pada tahun 1907 oleh seorang
pengusaha hasil bumi saat itu bernama Lauw O Teng beserta kedua anak lelakinya
bernama Lauw Tek Hay dan Lauw Tek Siang,dengan maksud agar orang Tionghoa
bisa pintar, (kemudian jumlahnya mencapai 54 buah sekolah dan di tahun 1908
dan mencapai 450 sekolah tahun 1934). Inisiatif ini diikuti oleh etnis lain, seperti
keturunan Arab yang mendirikan Djamiat-ul Chair meniru model THHK. Pada
gilirannya hal ini menyadarkan priyayi Jawa tentang pentingnya pendidikan bagi
generasi muda sehingga dibentuklah Budi Utomo.
Pecinan difungsikan sebagai tempat pendidikan karena orang Tionghoa selalu
ingin belajar. Sehingga di wilayah Pecinan selalu dibangun tempat kursus yang
berfungsi menambah ilmu seseorang.
27
II.4.4. Wisata Kuliner
Kota Medan merupakan salah satu surga kuliner. Hal ini dapat dilihat dari
setiap sudut kota Medan selalu ada tempat menjajakan makanan. Hampir segala
jenis makanan ada di Medan, mulai dari makanan Indo, Barat, Jepang, hingga
Chinese. Salah satu makanan favorit di kota Medan adalah Chinese food.
Pecinan di kota Medan difungsikan sebagai tempat wisata kuliner karena setiap
Pecinan di Medan selalu terkenal akan makanannya misalnya di Semarang, Asia,
Asia Megamas, Selat Panjang, dsb. Setiap wisatawan yang datang selalu
mengunjungi Pecinan untuk makan. Untuk itu, perlu dibuat suasana yang
mendukung kegiatan kuliner ini. Diharapkan dengan adanya Pecinan yang tertata
ini, wisatawan dapat menikmati suasana serta makanannya secara bersamaan.
II.4.5. Pemukiman
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya. Pemukiman berasal
dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya adalah perumahan dan kata
human settlement yang artinya pemukiman.
Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah beserta
prasarana dan sarana ligkungannya. Perumahan menitiberatkan pada fisik atau
benda mati, yaitu house dan land settlement. Sedangkan pemukiman memberikan
kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di
dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitikberatkan pada sesuatu yang bukan
bersifat fisik atau benda mati yaitu manusia (human). (Muhtadi Muhd, Drs, Gejala
Pemukiman Kumuh Jakarta Selayang Pandang , Departemen Pekerjaan Umum,
1987)
Suku Tionghoa mempunyai pemukiman yang berkelompok. Pemukiman ini
biasanya disebut sebagai Pecinan atau Chinatown. Salah satu dasar terbentuknya
pecinan adalah karena faktor sosial, dimana merupakan keinginan masyarakat
Tionghoa sendiri untuk hidup berkelompok karena adanya perasaan aman dan
dapat saling bantu-membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang
28
Tionghoa, namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan bangsa apapun,
semisal adanya kampung Keling/India di Medan, Indonesia, kampung Arab di
Fujian, Tiongkok atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Tiongkok.
(www.wapedia.com)
Pecinan di Medan ini terletak di Jl. Pandu, Jl. Semarang, Jl. Ahmad Yani, Jl.
Sumatra, Jl. Selat Panjang, Jl. Asia, Asia Mega Mas, dan rumah susun.
II.5. Tinjauan Terhadap Kota Medan
II.5.1. Batas Wilayah dan Keadaan Fisik
II.5.1.1. Letak Geografis dan Administrasi
Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 3° 30' – 3° 43' Lintang
Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur dengan luas 265,10 km2 dengan
batas – batas sebagai berikut :
Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka
Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang
Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
Batas Barat : Kabupaten Deli Serdang
Dari luas wilayah kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut :
Pemukiman : 36,3%
Perkebunan : 3,1%
Lahan Jasa : 1,9%
Sawah : 6,1%
Perusahaan : 4,2%
Kebun Campuran : 45,4%
Industri : 1,5%
Hutan Rawa : 1,8%
29
Letak Kota Medan memang strategis. Kota ini dilalui Sungai Deli dan
Sungai Babura. Keduanya merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang
cukup ramai. Keberadaan Pelabuhan Belawan di jalur Selat Malaka yang
cukup modern sebagai pintu erbang dan pintu masuk wisatawan dan
perdagangan barang dan jasa baik perdagangan domestik maupun luar negri
(ekspor-impor), menjadikan Medan sebagai pintu gerbang Indonesia bagian
barat. Medan, yang genap berusia 419 tahun pada tanggal 1 Juli 2009,
berkembang menjadi kota metropolitan
Pemerinyahan Kota Medan juga berambisi memajukan kota ini semaju
kota-kota besar lainnya, tidak saja seperti Jakarta atau Surabaya di Jawa,
Tabel 1. Luas Wilayah Kota Medan
Sumber : Kabag Tata Pemerintahan
30
tetapi juga kota-kota di negara tetangga, seperti Penang dan Kuala Lumpur.
Medan, kota berpenduduk 2 juta lebih orang memiliki areal seluas 26.510
hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup
144 kelurahan. Sebagai sebuah kota, ia mewadahi berbagai fungsi yaitu
sebagai pusat pemerintahan, pusat industri, pusat jasa pelayanan keuangan,
pusat komunikasi, pusat akomodasi kepariwisataan serta berbagai pusat
perdagangan regional dan internasional.
Wilayah Metropolitan Membidang ini meliputi area seluas 163.378 hektar.
Berdasarkan konsep tersebut, akan dibangun pusat-pusat pertumbuhan baru
di daerah-daerah yang menjadi hinterland Medan. Tetapi, pada
kenyataannya, pelaksanaan pembangunan justru makin memingirkan warga
kota, sementara daerah pinggirannya tetap terbelakang. Konsep Mebidang,
akhirnya hanyalah sekedar konsep yang jalan di tempat. Selain niatan
memperluas wilayah, sebagaimana doktrin developmentalisme yang
mengindentikkan kemajuan dengan segala sesuatu yang berbau modern,
pemerintah kota Medan bergiat menghadirkan pusat perbelanjaan sebagai
simbol kota metropolitan. Mal dan lampu hias, kelihatannya itulah ukuran
kemajuan bagi pemerintah kota Medan. Belasan kawasan di jantung kota
disiapkan sebagai kawasan pusat perbelanjaan. Gedung- gedung tua diratakan
untuk mendirikan mal. Bekas Taman Ria, pusat rekreasi murah meriah bagi
warga kota, juga untuk pendirian mal. Lapangan parkir yang dulunya dipakai
sebagai pangkalan taksi pun digusur karena lokasinya lebih menjanjikan
keuntungan apabila disalahfungsikan sebagai mal.
Tak heran apabila rencana tata ruang wialayah (RTRW) diabaikan begitu
saja. Peruntukan kawasan pun menjadi tidak jelas. Area sepanjang jalan
Diponegoro dan Imam Bonjol yang selama ini identik sebagai kawasan pusat
pemerintahan sontak kehilangan wibawanya begitu sebuah pusat
perbelanjaan 12 lantai dibangun persis di sebelah kantor Gubernur Sumatera
Utara.
31
II.5.1.2. Aspek Fisik Dasar
Iklim
Kota Medan memiliki iklim tropis dengan suhu minimum menurut
Stasiun Polonia pada tahun 2006 berkisar antara 23,0 °C - 24,1 °C dan
suhu maksimum berkisar antara 30,60 °C - 33,1 °C serta menurut Stasiun
Sampali, suhu minimum berkisar antara 23,60 °C - 24,4 °C dan suhu
maksimum berkisar antara 30,20 °C - 32,5 °C.
Selanjutnya mengenai kelembaban udara di kota Medan, rata-rata
berkisar antara 78-82% dan hari hujan di kota Medan pada tahun 2006 ;
rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun
Sampali per bulannya 230,3 mm dan pada Stasiun Polonia per bulannya
211,67 mm. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec sedangkan rata-
rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm.
Kondisi Topografi
Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km 2) atau 3,6 % dari
keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan
dengan kota/ kabupaten lainnya, kota Medan memiliki luas wilayah yang
relatif kecil tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Untuk itu
topografi kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada
ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut.
II.5.2. Penduduk
Berdasarkan data kependudukan tahun 2006, penduduk kota Medan diperkirakan
telah mencapai 2.067.288 jiwa ; dengan jumlah wanita lebih besar dari pria
(1.039.681 jiwa > 1.027.607 jiwa).
Tabel 2. Penduduk Kota Medan Menurut Jenis Kelamin (1996 - 2006)
32
Jumlah penduduk tersebut diketahui merupakan penduduk tetap sedangkan
penduduk tidak tetap diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa yang merupakan
penduduk commuters. Dengan demikian kota Medan merupakan salah satu kota
dengan jumlah penduduk yang besar sehingga memiliki deferensiasi pasar.
II.5.3. Kultural
Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal kota
Medan memiliki keragaman suku (etnis) dan agama. Oleh karenanya, budaya
masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai-nilai
budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan sebab diyakini tidak satupun
kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi) dan sangat diyakini
pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen dapat menjadi
potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman suku, tarian daerah, alat musik,
nyanian, makanan, bangunan fisik dan sebagainya justru memberikan kontribusi
besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di kota Medan.
II.5.4. Ekonomi
Sumber : Sensus Penduduk 2000 & Proyeksi Penduduk 2000-2010
33
Kota Medan mengemban fungsi regional yang luas baik sebagai pusat
pemerintahan maupun kegiatan ekonomi dan sosial yang bukan mencakup bukan
hanya Propinsi Sumatera Utara tetapi juga wilayah propinsi (Sumbagut). Kapasitas
ekonomi yang besar tersebut ditunjukkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang
dicapai kota Medan yang selalu berada di atas pertumbuhan ekonomi daerah-daerah
sekitarnya termasuk dibandingkan dengan dicapai Provinsi Sumatera Utara maupun
Nasional.
Kapasitas ekonomi yang relatif besar tersebut juga ditunjukkan oleh nilai (uang)
PDRB kota Medan yang saat ini telah mencapai Rp. 24,5 triliun, dengan pendapatan
perkapita Rp. 12,5 juta, sektor tertier merupakan sektor sekunder (29,06%) dan sektor
primer (4,18%). Jumlah volume kegiatan ekonomi ini sekaligus memberikan
kontribusi lebih kurangnya sebesar 21% bagi pembentukan PDRB Propinsi Sumatera
Utara. Dilihat dari capaian pertumbuhan ekonominya , pertumbuhan ekonomi kota
Medan juga memperlihatkan elastisitas tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi
Sumatera Utara. Ini menunjukkan bahwa kota Medan masih merupakan mesin
pembangunan bagi daerah-daerah lainnya di Sumatera Utara.
II.5.5. Sosial
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan
dan ketertiban, agama dan lainnya merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi
pertumbuhan ekonomi kota Medan. Demikian juga halnya dengan kemiskinan
dimana kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang
sifatnya kompleks dan multi dimensional yang fenomena nya dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang saling berakaitan, antara lain : tingakt pendapatan, kesehatan,
pendidikan, lokasi, gender, dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan dipahami
sebatas ketidakmampuan ekonomi tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar
dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalankan
hidup secara bermartabat.
Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota Medan
tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat
34
dari persebarannya, Medan bagian Utara ( Medan Deli, Medan Labuhan, Medan
Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari
kseluruhan penduduk miskin.
II.5.6. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Kota Medan
Meningkatkan kinerja pelayanan umum pemerintahan kota, guna mewujudkan Medan
sebagai kota metropolitan.
Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur pemerintah kota dan masyarakat, guna
membentuk aparatur yang bersih, berwibawa dan bermoral serta mewujudkan masyarakat
madani.
Meningkatkan prasarana dan sarana kota, guna memenuhi kebutuhan pelayanan
infrastruktur perkotaan yang berwawasan lingkungan.
Mewujudkan rasa aman, tentram serta kesejahteraan warga kota melalui peningkatan
peran serta masyarakat dan penguasaan ilmu dan teknologi serta iman dan taqwa, guna
mewujudkan Medan sebagai kota budaya.
Menumbuh kembangkan iklim berusaha yang sehat dan kompetitif, guna mewujudkan
kota Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi regional dan internasional.
Meningkatkan kemampuan pengelolaan keuangan daerah baik dari sisi penerimaan
maupun pengeluaran, guna mewujudkan kemajuan dan kemndirian kota Medan sebagai
daerah otonom.
II.5.7. Perencanaan Rencana Induk Kota
Sebagai revisi terhadap RIK Medan 1974 disusun Penataan Ruang Kotamadya
Medan dalam bentuk Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Medan tahun 2005
dengan menitikberatkan pada action oriented (kegiatan) dengan mempertimbangkan
kembali “bentuk” kota Medan saat ini.
Berdasarkan kebijaksanaan pokok pembangunan tata ruang dikembangkan konsep
struktur tata ruang kota Medan, yaitu :
Membatasi peerkembangan linear (ribbon development ) yang mengikuti jalur
jalan arteri primer sekarang (arah Utara-Selatan)
35
Mengembangkan kota ke arah Barat, Timur dan Utara secara terkendali dan
terkontrol dengan alasan ekologi dan ekositem lingkungan hidup kota melalui
penekanan kegiatan fasilitas sosial.
Pengembangan utama ke arah Utara dengan daya tarik jalan tol Medan-Belawan
dengan penekanan pada kegiatan komersial industri skala luas.
RUTRK Meadn tahun 2005 mengusulkan 5 ( lima ) Wilayah Pengembangan
Pembangunan (WPP) yaitu:
WPP A ; meliputi Kecamatan Medan Belawan , Medan Marelan dan Medan
Labuhan dengan kegiatan utama pelabuhan, industri, pergudangan berorientasi
pelabuhan, terminal barang, perumahan dan konservasi.
WPP B ; meliputi Kecamatan Medan Deli dengan kegiatan utama perumahan,
perdagangan (pasar induk sekunder) dan perkebunan.
WPP C ; meliputi Kecamatan Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Area,
Medan Denai, Medan Tembung, dan Medan Amplas dengan kegiatan utama
perumahan, industri terbatas (KIM), terminal barang/ pergudangan yang
berorientasi ke konsumen.
WPP D ; meliputi Kecamatan Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia,
Medan Baru dan Medan Johor dengan kegiatan utama pusat bisnis (CBD), pusat
pemerintahan, perumahan, hutan kota dan pusat pendidikan.
WPP E ; meliputi Kecamatan Medan Barat, Medan Petisah, Medan Sunggal,
Medan Helvetia, Medan Tuntungan dan Medan Selayang dengan kegiatan
perumahan, perkantoran, konservasi, lapangan golf dan hutan kota.
II.6. Studi Banding Proyek Sejenis
II.6.1. Kawasan Pecinan Semarang
Kawasan Pecinan ini terletak di Jl. Gang Warung Kelurahan Kranggan
Kecamatan Semarang Tengah. Yang menonjol dari Kawasan Pecinan adalah
Waroeng Semawis. di Waroeng Semawis ini terdapat sederetan kaki lima yang
menjual beraneka makanan yang sudah terkenal enak di kota Semarang dengan
nuansa oriental.
36
Di lokasi Pecinan ini juga terdapat sebuah pasar yangsangat unik. Karena pasar
di kawasan pecinan yang terkenal dengan Pasar Gang Baru ini beda dengan pasar-
pasar pada umumnya. Pasar ini disebut Pasar Gang Baru, walaupun pasar ini tidak
terlalu besar, akan tetapi pasar Gang Baru ini bisa dibilang lengkap dan pasar gang
baru ini merupakan tempat berbaurnya etnis China dan etnis Jawa.
Di Kawasan Pecinan yang lebih menarik adalah adanya sebuah klenteng "tempat
peribadatan etnis China" yang sudah tua. dan di depan klenteng tersebut terdapat
Replika Kapal Panglima Cheng Ho. (www.google.com)
Gambar 8. Gapura di Pecinan Semarang
Gambar 9. Klenteng di Pecinan Semarang
37
II.6.2. Kawasan Pecinan Magelang
Jalan Pemuda atau yang lebih dikenal dengan nama Pecinan sering disebut Malioboro-
nya Magelang. Pecinan ini merupakan pusat perbelanjaan sekaligus bisnis yang ada di
Kota Magelang. Di sisi kiri dan kanan jalan sepanjang 1,5 kilometer ini berdiri banyak
toko dan minimarket serta restoran. Pecinan terdiri atas 2 ruas jalan. Ruas pertama adalah
ruas jalan untuk kendaraan bermotor yang merupakan ruas jalan satu arah. Sedangkan
satunya lagi merupakan jalan khusus untuk becak. Ruas jalan ini dulunya dilalui kereta api
yang kini sudah tidak ada lagi di Magelang. Pecinan merupakan landmark Magelang di
samping tempat lainnya. Yang jelas di ruas jalan ini tidak ada satupun ruang kosong
karena semuanya telah dipadati oleh pertokoan. (www.wikipedia.org)
Sejak dahulu, kawasan pecinan ini merupakan pusat kegiatan ekonomi Magelang.
Status Magelang sebagai salah satu greemente (karisidenan) mengharuskan Magelang
memiliki infrastruktur transportasi maupun perdagangan yang memadai. Kawasan pecinan
inilah salah satu peninggalan infrastruktur pemerintahan kolonial yang hingga saat ini
masi berfungsi.
Gambar 10. Replika kapal Laksamana Cheng Ho
38
Sebagai pusat kota Magelang, Kawasan pecinan menyajikan berbagai variasi aktivitas
berbelanja. Mulai dari cara-cara berbelanja tradisional hingga bentuk-bentuk aktivitas
berbelanja modern. Salah satu cara berbelanja yang khas yang bisa anda lakukan di sini
adalah proses tawar-menawar berbagai barang yang dijual oleh pemilik took atau para
pedagang kaki lima yang berjajar di sepanjang trotoar di kawasan ini.
Mengunjungi kawasan pecinan ini, anda akan mendapatkan sepaket wisata plus. Selain
bisa berbelanja, juga bisa menikmati objek-objek wisata lainnya seperti objek wisata
sejarah, wisata arsitektur peninggalan colonial, wisata alam Bukit Tidar, dan juga wisata
berbelanja Pasar Tradisional Pertukangan.
Di kawasan pecinan ini, memiliki fasilitas tempat makan yang menyediakan berbagai
jenis makanan mulai dari masakan local, masakan Cina, fastfood, hingga masakan Barat,
akomodasi bagi wisatawan, pos informasi bagi wisatawan, polisi pariwisata, tempat
ibadah, money changer, ATM, kios telepon, warung internet dan lahan parker yang luas.
(www.google.com)
II.6.2. Kawasan Pecinan Terbaik di Dunia
Gambar 11. Jalan Pemuda di Magelang
39
1. Sydney, Australia
Chinatown Sydney adalah sebuah pemukiman urban di bagian selatan distrik bisnis
pusat Sydney, di New South Wales, Australia. Terletak di Haymarket, antara Central
Station dan Darling Harbour. Merupakan bagian dari wilayah pemerintah lokal City of
Sydney dan Pecinan terbesar di Australia.
Chinatown saat ini di Sydney adalah lokasi ketiga. Di abad ke-19, Chinatown terletak
di The Rocks, Sydney dan kemudian pindah ke daerah dekat Market Street di Darling
Harbour. Pada tahun 1920-an, Chinatown mulai dibangun di tempatnya saat ini.
Chinatown dipusatkan di sekitar Dixon Street, sebuah mal pejalan kaki dengan banyak
restoran Cina, dan dengan sebuah Paifang di setiap ujung. Di sisi timur, paralel dengan
Dixon Street, adalah Sussex Street, yang memiliki sejumlah pertokoan, dan George
Street, salah satu jalan raya utama Sydney. Di ujung timur Chinatown, di sudut George
Street dan Hay Street, terdapat satu patung dibuat dari batang pohon yang telah mati;
bernama Golden Water Mouth, dikatakan oleh para pembuatnya mendatangkan
keberuntungan kepada masyarakat Cina. Jalan lain di Chinatown Sydney meliputi
Factory Street, Goulburn Street, Little Hay Street, Kimber Lane dan Thomas Street.
Di sisi selatan Chinatown, sebuah komplek besar bernama Market City dibangun, di
belakang dinding yang berasal dari pasar tua di tempat ini. Berisi sebuah pusat
Gambar 12. Pecinan di Sydney, Australia
40
perbelanjaan modern, restoran, butik, komplek bioskop, dan pasar Jumat-Sabtu dan pasar
loak seperti Paddy's Market, juga sebuah bangunan penghunian tinggi.
Tidak seperti Pecinan di negara lain, Chinatown Sydney bebas kejahatan dan bersih.
Tetapi sejak banyak muncul pencakar langit di Sydney, ada beberapa masalah di
komunitas masyarakat Cina mengenai batas tinggi bangunan yang ditetapkan oleh
otoritas pemerintah lokal.
Juga ada beberapa Pecinan sekitar yang muncul sejak dua dasawarsa sebelumnya di
beberapa pinggiran Sydney seperti Cabramatta, Ashfield, Hurstville, Eastwood, Campsie,
Parramatta, Chatswood, Burwood dan Flemington. Tetapi Chinatown Sydney masih
menjadi fokus utama bagi komunitas masyarakat Cina Australia. (www.wikipedia.com)
2. New York, Amerika Serikat
New York City mengambil nilai tertinggi untuk Chinatown karena tidak hanya satu,
tapi tiga: wisata utama di Manhattan, salah satu di lingkungan Flushing di Queens, dan
komunitas yang ramai di Brooklyn's Sunset Park.
Canal Street adalah pusat dari kegiatan Manhattan, yang tidak pernah kehabisan
kesempatan untuk berfoto bagi para wisatawan. Deretan toko-toko menawarkan barang
dengan harga murah. Toko-toko tersebut menjual souvenir, jam tangan, dompet, dsb. Ada
sejumlah besar toko obat herbal di semua pantai timur. Pengunjung mengambil
kesimpulan New York adalah kota yang tidak pernah tidur. (www.burukutuk.com)
Gambar 13. Pecinan di New York, Amerika Serikat
41
3. San Francisco, Amerika Serikat
San Francisco's Chinatown adalah komunitas Cina terbesar di luar Asia, Chinatown
tertua di Amerika Utara, dan salah satu tempat wisata paling populer di kota. Tidak
mengherankan jika menemukan orang tua bermain catur dan melakukan Tai Chi di
Portsmouth Square.
Kegiatan di akhir pekan biasanya adalah membeli makanan dan melihat pemandangan
sekitar seperti Bank Kanton dan Sing Chong Building. (www.burukutuk.com)
4. Bangkok, Thailand
Chinatown Bangkok terkenal dengan Sampeng atau Yaowarat, setelah jalan-jalan di
sana, Chinatown Bangkok setua kota itu sendiri. Pada akhir 1700-an, kota Bangkok
Gambar 14. Pecinan di San Fransisco, Amerika Serikat
Gambar 15. Pecinan di Bangkok, Thailand
42
diperluas, pedagang Cina diminta untuk pindah. Mereka menetap di dekat sungai. Daerah
ini memiliki sejumlah contoh arsitektur Bangkok awal dalam kondisi murni, yang
ditemukan di berbagai jalur dan jalan-jalan sempit.
Wisatawan biasanya berkunjung Wat Traimit kuil, rumah-rumah yang terbesar di
dunia Budha emas, beratnya di lebih dari 5 ton. (www.burukutuk.com)
5. Brisbane, Australia
Brisbane Chinatown salah satu dari versi yang lebih modern dari Chinatown,
Brisbane's Chinatown Mall dibuka pada 1987. Warna-warni arsitektur dirancang oleh
arsitek Cina dan dijaga oleh sepasang singa batu besar mengangkangi area pintu masuk.
(www.burukutuk.com)
6. Paris, Perancis
Gambar 16. Pecinan di Bribane, Australia
43
Paris Chinatown dikenal banyak wisatawan, Paris sebenarnya memiliki beberapa
daerah pecinan, yang terbesar adalah di arondisemen ke-13. Nama Chinatown ini agak
membingungkan, karena banyak warga etnis Cina yang beremigrasi dari dikuasai
Komunis Vietnam pada akhir 1970-an.
Chinatown di Paris ini memiliki banyak daya tarik yang tersembunyi di bawah
bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi. Pengaruh Paris tidak menghilangkan
gaya oriental Cina, karena Anda akan menemukan banyak toko-toko dengan perabotan
rumah tangga yang eksotik dan mewah seperti pada salon kuku dan toko-toko pakaian.
Banyak dipakai oleh persediaan makanan La Boutique des frère Tang (Tang Brothers),
yang memasok sebagian besar restoran Cina di kota. Harus dicatat bahwa kebanyakan
toko-toko dan restoran tutup pada hari Senin. (www.burukutuk.com)
7. Yokohama,
Jepang
Gambar 17. Pecinan di Paris, Prancis
44
Chinatown Yokohama merupakan yang terbesar di Asia Timur. Chinatown ini mulai
muncul pada tahun 1859 ketika Pelabuhan Yokohama dibuka untuk perdagangan luar
negeri, banyak pedagang cari Cina datang dan menetap .
Sebagian besar jalan-jalan di Pecinan Yokohama diberi nama sesuai dengan asal
daerah warga, misalnya Jalan Shanghai, Jalan Zhongshan, dan Jalan Fujian. Di distrik
Naka-ku tempat pecinan ini berada, populasi penduduk warganegara Republik Rakyat
Cina sekitar 4.000 orang, atau sekitar 30,3% dari total penduduk asing di distrik Naka-ku.
Di wilayah seluas 2.000 m² (0,2 hektar) ini dipadati lebih dari 500 bangunan toko
kelontong dan rumah makan. (www.burukutuk.com)
Gambar 18. Pecinan di Yokohama, Jepang