characteristics of usage patterns and water services in business
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perilaku/Pola Pemakaian Air Bersih
Engel dan kawan-kawan (1994) mengatakan bahwa perilaku konsumen
merupakan suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi
serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului
tindakan tersebut.
Perilaku konsumen sangat menentukan dalam proses pengambilan
keputusan membeli yang tahapnya dimulai dari pengenalan masalah, mencari
informasi tentang produk atau jasa yang dibutuhkan, evaluasi alternatif yang
berupa penyeleksian, tahap pengambilan keputusan pembelian, dan diakhiri
dengan perilaku sesudah pembelian.
Perilaku/pemakaian air bersih pada suatu kawasan tidak akan pernah sama
persis dengan kawasan lainnya akibat dari karakteristik yang dimiliki oleh
kawasan yang bersangkutan. Pola pemakaian air bersih sangat ditentukan oleh
iklim, ciri-ciri penduduk, masalah lingkungan hidup, industri dan perdagangan,
iuran atas air, ukuran kota dan kebutuhan konservasi air.(Linsley,1995; Twort
dkk, 2003 serta Kodoatie dan Syarif,2005).
2.1.1 Iklim
Pola pemakaian air untuk kegiatan rumah tangga seperti mandi, mencuci,
menyiram taman, pengaturan udara dan kegiatan lainnya akan lebih besar untuk
9
daerah yang mempunyai iklim yang hangat dan kering daripada daerah yang
mempunyai iklim yang lembab. Pada daerah yang mempunyai iklim yang sangat
dingin air mungkin akan diboroskan di keran-keran untuk mencegah bekunya
pipa-pipa air bersih (Linsley,1995). Sebagai contoh konsumsi air bersih di negara
tropis seperti Bangkok mencapai 218 liter/orang/hari (1999), Singapura 310
liter/orang/hari (2000), Malaysia 230-321 liter/orang/hari (1995) lebih besar jika
dibandingkan dengan konsumsi air bersih di negara sub tropis seperti Norwegia
mencapai 130 liter/orang/hari (1994), Netherland 195 liter/orang/hari dan Jerman
196 liter/orang/hari (Norken,2002).
2.1.2 Ciri-Ciri Penduduk
Pemakaian air akan dipengaruhi oleh status ekonomi dari para pengguna air
(Linsley,1995). Hal ini sejalan dengan Hall (1984), yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi tingkat kesejahteraan penduduk maka semakin tinggi tingkat
konsumsi airnya. Hal ini ditunjukkan oleh Twork dkk.(2003) bahwa kebutuhan air
untuk kota kecil dengan perumahan standar rendah berkisar antara 90 sampai
dengan 150 liter/orang/hari, sementara untuk kota besar dan modern penggunaan
air bersih dapat mencapai 600 liter/orang/hari. Semakin tinggi kesejahteraan maka
semakin lengkap alat-alat rumah tangga yang berakibat semakin besar pula
kebutuhan airnya.
10
2.1.3 Masalah Lingkungan Hidup
Perhatian masyarakat terhadap penyelamatan sumber-sumber air yang
merupakan aset lingkungan hidup telah mendorong penciptaan alat-alat rumah
tangga yang lebih hemat terhadap air sehingga pemakaian air yang lebih besar
dapat dikurangi. Sebagai contoh inovasi penggunaan katup pembatas aliran dan
pemancar pembatas aliran pada alat pancuran mandi persentase penggunaan
airnya masing-masing 50% dan 60% jika dibandingkan dengan menggunakan alat
konvensional. Demikian juga dengan inovasi pada toilet jenis katup penggelontor
bertumpuk dua dan toilet dua siklus persentase penggunaan airnya adalah 62%
dan 70% jika dibandingkan dengan menggunakan alat konvensional
(Linsley;1995 dan Soufyan,2000).
2.1.4 Iuran Atas Air dan Meteran
Apabila air mahal maka orang akan berpikir untuk menghabiskan air yang
banyak, begitu juga dengan industri yang mendorong pengembangan teknologi
yang berbasis pada teknologi hemat air. Jadi pengenaan tarif atas air dan meteran
akan mempengaruhi pola dan prilaku masyarakat serta dunia industri dalam
mempergunakan air (Linsley,1995 dan Twort,2003). Pengenaan tarif atas meteran
oleh PDAM dibedakan atas besarnya diameter pipa yang masuk pelanggan.
Semakin besar pipa maka semakin besar pula biaya meteran yang dikenakan.
Demikian juga pemberlakuan tarif air bersih oleh PDAM selain dibedakan dari
jenis pelanggan juga dibedakan menurut jumlah pemakaian air bersih bulanan
11
(Direktori Perpamsi,2005). Menurut Linsley (1995), pemasangan meteran pada
sambungan air masyarakat telah menurunkan penggunaan air sebanyak 40%.
2.1.5 Ukuran Kota
Semakin besar ukuran kota maka jumlah penduduknya semakin bertambah,
kegiatan industri dan perdagangan lebih banyak serta jaringan limbah yang lebih
komplek dan mungkin juga terjadinya pemborosan air yang lebih besar.Variabel-
variabel diatas menyebabkan semakin besar ukuran kota maka semakin besar juga
kebutuhan airnya. Ditjen Cipta Karya (2000), telah menetapkan standar
pemakaian air untuk kota metropolitan sebesar 190 liter/orang/hari, ini lebih besar
dari standar kebutuhan air untuk kota besar sebesar 170 liter/orang/hari, kota
sedang sebesar 150 liter/orang/hari, dan kota kecil sebesar 130 liter/orang/hari.
Secara terperinci alokasi penggunaan air untuk beberapa katagori kota dapat
dilihat pada Tabel 2-1 berikut:
Tabel 2.1
Kriteria Pemakaian Air Domestik di Indonesia
No. Uraian KotaMetropolitan
KotaBesar
KotaSedang
KotaKecil
Desa
1. Konsumsi domestik(liter/orang/hari) 190 170 150 100 30
2. Konsumsi unit nondomestik (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-30
3. Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 20-304. Jam Operasi 24 24 24 24 24
Sumber:Direktorat Jenderal Cipta Karya, DPU, 2000
12
2.1.6 Kebutuhan Konservasi Kota
Pada beberapa daerah keadaan kekeringan telah memaksa penduduk yang
ada di dalamnya untuk melakukan penghematan terhadap kebutuhan air mereka.
Badan-badan atau otoritas yang berwenang terpaksa akan mengalokasikan
cadangan air untuk keperluan musim kemarau atau musim kering. Sebagai akibat
dari hal ini maka lambat laun penduduk di daerah itu akan menyesuaikan gaya
hidup terhadap pemakaian air dan hal ini memberikan efek edukatif yang bagus
bagi konservasi potensi air yang ada. Linsley, (1995) memberikan ilustrasi bahwa
pemakaian air dapat dikurangi 10 sampai dengan 40% tanpa menimbulkan suatu
masalah yang berarti bagi masyarakat pelanggan air bersih.
2.2 Jenis Kebutuhan Air Bersih
Jenis kebutuhan air bersih dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
kebutuhan air domestik dan kebutuhan air non domestik. Kebutuhan air domestik
dan kebutuhan air non domestik ditambah dengan kehilangan air selama distribusi
merupakan kebutuhan air total (Kodoatie & Sjarief, 2005 dan Twort dkk. 2003).
2.2.1 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan air domestik sangat ditentukan oleh jumlah penduduk dan
konsumsi perkapita. Kecendrungan populasi dan sejarah populasi dipakai sebagai
dasar perhitungan kebutuhan air domestik, terutama dalam penentuan
kecendrungan laju pertumbuhan (Growth Rate Trend).
13
Menurut Twort dkk. (2003), kebutuhan air domestik meliputi kebutuhan air
di dalam rumah, kebutuhan air di luar rumah dan kran umum. Kebutuhan air di
dalam rumah meliputi kebutuhan untuk minum, memasak, sanitasi, membersihkan
rumah, mencuci pakaian dan mencuci kendaraan. Sementara kebutuhan di luar
rumah meliputi kebutuhan untuk menyiram kebun, air mancur dan kolam renang.
Kebutuhan untuk kran umum adalah kebutuhan untuk kran yang dimanfaatkan
oleh publik.
Perbedaan pemakaian air domestik sangat ditentukan oleh karakteristik
komponen yang ada di dalamnya. Sebagai contoh kebutuhan air domestik
penduduk kota industri besar di Amerika Serikat sebesar 600 sampai dengan 800
liter/orang/hari, sementara kebutuhan air beberapa kota besar dan daerah
perkotaan di dunia sebesar 300 sampai dengan 550 liter/orang/hari. Di Inggris dan
Wales sebesar 288 liter/orang/hari tahun 1998/1999. Sementara pada tahun
1997/1998 penggunaan air rata-rata di Skotlandia sudah mencapai 460
liter/orang/hari dan di Irlandia Utara pada saat yang sama sudah mencapai 407
liter/orang/hari. Di negara –negara yang sudah maju kebutuhan airnya terus
bergerak naik seiring dengan peningkatan perkapita penduduknya (Souyan, 2000).
Contoh lainnya penggunaan air domestik rata-rata penduduk kota montreal di
Kanada sebesar 647 liter/orang/hari tahun 1975 sementara penggunaan air
domestik pada tahun yang sama di kota Monako, Prancis, sebesar 565
liter/orang/hari. Sedangkan menurut Norken (2006) di Indonesia tahun 1999
alokasi penggunaan air di perkotaan dicanangkan sebesar 125 liter/orang/hari dan
14
60 liter/orang/hari di pedesaan, sementara di Denpasar tahun 2006 kebutuhan air
sudah mencapai 274 liter/orang/hari.
Kebutuhan air domestik di Indonesia menurut Direktorat Jenderal Sumber
Daya Air (2000) mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal
Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Air Bersih dengan
mengklasifikasikan daerah menjadi dua katagori yaitu kota dan desa. Kriteria kota
dibedakan lagi menjadi 4 katagori yaitu kota metropolitan, kota besar, kota sedang
dan kota kecil.
Penggunaan air domestik dari berbagai angka yang disodorkan oleh
berbagai instansi menunjukan bahwa pemakaian air terbesar adalah pada
kebutuhan kakus dan kamar mandi (Soufyan, 2000). Kebutuhan untuk kakus yang
meliputi kloset dan peturasan rata-rata 35,4% dari total kebutuhan air bersih
perhari. Sedangkan untuk kebutuhan kamar mandi rata-rata 30,72% dari
kebutuhan total air bersih perhari. Sementara pemakaian untuk dapur rata-rata
sebesar 6,2 %, cuci muka dan tangan sebesar 9,4 % dan untuk kebutuhan lainnya
sebesar 6,5 % dari total kebutuhan air bersih perhari.
2.2.2 Kebutuhan Air Non Domestik
Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air selain untuk keperluan di
dalam rumah, di luar rumah dan kran umum. Kebutuhan air non domestik
meliputi kebutuhan air untuk industri dan fasilitas umum.
15
1. Kebutuhan Air Untuk Industri
Kebutuhan air untuk industri meliputi cakupan yang sangat luas dan
beragam mengingat industri terbagi dalam industri jasa dan industri yang
memproduksi barang.
a. Kebutuhan Air Industri Jasa
Dalam industri jasa seperti industri kepariwisataan kebutuhan air
diperhitungkan dari fasilitas pendukung industri pariwisata tersebut, seperti
kebutuhan air untuk restoran atau rumah makan, kebutuhan air hotel, losmen atau
penginapan, villa dan sarana pariwisata lainnya. Mengacu pada standar Ditjen
Cipta Karya (2000), kebutuhan air untuk restoran atau rumah makan
diperhitungkan terhadap jumlah tempat duduk yang disediakan. Standar
pemakaian air yang ditetapkan sebesar 100 liter/tempat duduk/hari. Sementara
kebutuhan air untuk hotel dihitung dari banyaknya kamar yang disediakan.
Kebutuhan air untuk hotel ditetapkan sebesar 150 liter/kamar/hari.
b. Kebutuhan Air Industri Barang
Kebutuhan air untuk industri yang menghasilkan barang sangat tergantung
dari jenis barang yang dihasilkan. Seperti contoh industri minuman akan
membutuhkan air yang lebih besar dabandingkan dengan industri yang tidak
berbasis pada air.
2. Kebutuhan Air untuk Fasilitas Umum
Kebutuhan air fasilitas umum diperhitungkan dari kebutuhan air untuk
sekolah, serta sarana kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas,
16
a. Kebutuhan Air untuk Sekolah
Kebutuhan air untuk sekolah diperhitungkan dari banyaknya jumlah siswa
dan guru serta pegawai administrasi yang ada. Ditjen Cipta Karya (2000),
menetapkan kebutuhan air untuk sekolah sebesar 10 liter/murid/hari.
b. Kebutuhan Air untuk Sarana Kesehatan
Kebutuhan air untuk sarana kesehatan berupa rumah sakit dihitung dari
banyaknya tempat tidur/bed yang disediakan. Ditjen Cipta Karya (2000),
menetapkan bahwa kebutuhan air untuk rumah sakit sebesar 200 liter/bed/hari.
Sementara kebutuhan air untuk puskesmas ditetapkan sebesar 2 m3/hari.
Kebutuhan Total Air Non Domestik
Sebagian orang/instansi memperkirakan besarnya kebutuhan air non
domestik berdasarkan persentase terhadap besarnya kebutuhan air domestik. Besar
kebutuhan air non domestik diperkirakan sebesar 20% - 25% dari kebutuhan air
domestik (kodoatie & Syarif, 2005). Sementara Direktorat Jenderal Cipta Karya
(2000), memperkirakan besarnya kebutuhan air non domestik sebesar 20% - 30%
dari kebutuhan air domestik.
2.3. Pelayanan Air Bersih
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan
menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan
melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan
17
seseorang. Kep.MenPan No. 81/93, menyatakan bahwa pelayanan umum adalah
segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintahan pusat/daerah,
BUMN/BUMD dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pelayanan air bersih terkait erat dengan institusi pengelolaan air bersih,
cakupan wilayah pelayanan, jumlah dan klasifikasi pelanggan, kontinuitas,
kwantitas dan kwalitas aliran, penentuan tarif atas air, kebocoran serta kemauan
dari pelanggan untuk membayar kenaikan tarif atas pelayanan yang lebih baik.
2.3.1. Institusi Pengelolaan Air Bersih
Agar pengelolaan air bersih dapat terjamin maka diperlukan suatu
manajemen yang sistematis melalui suatu badan atau lembaga pengelolaan air
bersih. Banyak institusi atau lembaga pengelolaan air bersih yang ada di dunia,
seperti The Water and Sewerage Authority (WASA) di Sain Luca, Public Utility
Board (PUB) di Singapura, Hongkong Water Supplies Department (WSD) di
Hongkong, The Honolulu Board of Water Supply (BWS) di Hawaii, USA,
Cipprus The Water Development Department (WDD) di Siprus dan lembaga-
lembaga lainnya (Norken, 2002).
Di Indonesia pengelolaan air oleh pemerintah dipercayakan kepada PDAM
yang mempunyai fungsi sebagai operator penyedia air minum dan sekaligus
sebagai pengatur kebijakan air minum di daerah (Bappenas, 2003). Pada saat ini
jumlah PDAM sebagai perusahaan daerah berjumlah sekitar 300 buah di seluruh
Indonesia. Menurut Bappenas, 2003 pada saat ini institusi PDAM secara rata-rata
18
nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi harapan, seperti tingkat
pelayanan yang rendah yaitu 17% dari total jumlah penduduk yang ada,
kehilangan air yang tinggi berkisar 41% dan konsumsi air yang rendah rata-rata
14 m3/sambungan/bulan, harga air yang belum memadai serta kesediaan sumber
daya manusia (SDM) yang masih kurang.
2.3.2. Cakupan Wilayah Pelayanan
Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan air bersih
menjadi semakin meningkat. Peningkatan ini menyebabkan cakupan wilayah
pelayanan menjadi semakin besar. Cakupan pelayanan rata-rata PDAM di
Indonesia saat ini baru sekitar 17% dari total penduduk meliputi 32% dari total
penduduk di daerah perkotaan dan 6,4% di daerah pedesaan (Bappenas, 2003).
2.3.3. Klasifikasi Pelanggan
a. Jumlah Pelanggan
Semakin besar jumlah pelanggan tentu akan semakin membuat PDAM
mempunyai daya saing sebagai sebuah perusahaan. Pada saat ini dari sekitar 300
PDAM di Indonesia hanya 3% yang mempunyai pelanggan di atas 100.000 orang.
Sebagian besar (49%) PDAM berukuran kecil dengan jumlah pelanggan di bawah
10.000 orang sehingga skala ekonominya kurang atau tidak menguntungkan
(Bappenas, 2003). Bali dengan 23 buah perusahaan air minum yang tersebar di 9
kabupaten dan kota mempunyai pelanggan rumah tangga sebesar 612.184
pelanggan (Statistik Air Minum, BPS Propinsi Bali, 2009).
19
b. Klasifikasi Pelanggan
Klasifikasi pelanggan diperlukan untuk memudahkan dalam penentuan tarif
atas air yang dikenakan oleh PDAM. Klasifikasi pelanggan oleh PDAM
dibedakan menjadi beberapa klasifikasi yaitu sosial, non niaga, niaga, industri,
dan khusus, Peraturan Bupati Badung No. 1 Tahun 2007, tentang Tarif Air
Minum PDAM Kabupaten Badung.
Klasifikasi Sosial
Klasifikasi pelanggan sosial dibedakan menjadi klasifikasi sosial A dan
sosial B. Sosial A yaitu golongan pelanggan yang kegiatan setiap harinya
memberikan pelayanan kepentingan umum khususnya bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah, antara lain : hidran umum, kamar mandi umum, WC
umum, terminal air dan kran umum. Pelanggan sosial B yaitu golongan pelanggan
yang kegiatan setiap harinya memberikan pelayanan kepentingan umum dan
masyarakat serta mendapatkan sumber dana sebagian dari kegiatannya seperti
yayasan social, sekolah negeri/swasta, panti-panti asuhan, rumah-rumah ibadah.
Klasifikasi Non Niaga
Klasifikasi pelanggan non niaga adalah kelompok pelanggan yang
memanfaatkan air untuk kepentingan kegiatan sehari-hari. Klasifikasi ini
dibedakan menjadi rumah tangga A1, rumah tangga A2, rumah tangga A3, rumah
tangga A4, rumah tangga B dan rumah tangga C.
20
Rumah Tangga A1 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang
kelebarannya termasuk saluran got dan berm 0 – 3,99 meter,
dengan kode tarif D1.
Rumah Tangga A2 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang
kelebarannya termasuk saluran got dan berm 4 – 6,99 meter,
dengan kode tarif D2.
Rumah Tangga A3 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang
kelebarannya termasuk saluran got dan berm 7 – 10 meter,
dengan kode tarif D3.
Rumah Tangga A4 : Perumahan yang di muka rumahnya terdapat jalan yang
kelebarannya termasuk saluran got dan berm di atas 10
meter, dengan kode tarif D3.
Rumah Tangga B : Pelanggan rumah tangga selain sebagai tempat tinggal,
rumah tangga tersebut ada sesuatu usaha kecil (tidak
memiliki ijin usaha), untuk mendapatkan keuntungan baik
pelanggan tersebut juga untuk orang lain serta tanpa
memperhatikan lebar jalan, dengan kode tarif D4.
Rumah Tangga C : Sarana instansi pemerintah, lembaga pemerintah lainnya,
kolam renang milik pemerintah, kantor pemerintah
badan/lembaga sosial kebudayaan pemerintah, perwakilan
asing dan rumah sakit pemerintah, yang sumber dananya
dari APBN/APBD, dengan kode tarif D4.
21
Klasifikasi Niaga
Klasifikasi pelanggan niaga adalah klasifikasi pelanggan yang kegiatannya
berorientasi pada industri. Kelompok ini dibedakan menjadi 2 yaitu niaga kecil
dan niaga besar.
Niaga Kecil : kios, warung, toko, kantor perusahaan, praktek dokter swasta,
biro jasa, losmen, penginapan, usaha penukaran uang, Bank,
BUMN/BUMD, rumah sakit Tipe D dengan kriteria bahwa di
muka bidang usaha tersebut terdapat jalan yang kelebarannya
termasuk got dan berm antara 4 – 6,99 meter, dengan kode tarif
E1.
Niaga Sedang : kios, warung, toko, kantor perusahaan, praktek dokter swasta,
biro jasa, losmen, penginapan, usaha penukaran uang, Bank,
BUMN/BUMD, rumah sakit Tipe D dengan kriteria bahwa di
muka bidang usaha tersebut terdapat jalan yang kelebarannya
termasuk got dan berm antara 7 – 10 meter, dengan kode tarif E2.
Niaga Besar : Komplek pertokoan, kantor perusahaan, praktek dokter swasta,
show room, biro jasa, rumah makan, losmen, penginapan, rumah
sakit swasta tipe A/B, importer/eksportir, expeditur, pasar
swalayan, kolam renang umum swasta, pompa bensin,
distributor/pedagang besar, night club, diskotik, bengkel besar
dan usaha-usaha besar lainnya dengan criteria bahwa di muka
bidang usaha tersebut di atas terdapat jalan raya utama atau jalan
22
kembar termasuk got dan berm yang lebarnya di atas 10 meter,
dengan kode tarif E2.
Klasifikasi Industri
Industri Kecil : Hotel non bintang, hotel melati, villa, garmen, usaha konveksi,
peternakan kecil, usaha industri lainnya, dengan kode tarif F1.
Industri Besar : Hotel Berbintang, pabrik pengalengan, pabrik es, cold storage,
pabrik minuman dan peternakan besar, dengan kode tarif F2.
Klasifikasi Katagori Khusus
Pelabuhan Laut/Udara : pelayanan penjualan air kepada pelanggan di pelabuhan,
dengan kode tarif H.
Irigasi : pelayanan penjualan air khusus untuk penyiraman
kebun di hotel-hotel, dengan kode tarif I.
PDAM Kota Denpasar : pelayanan penjualan air khusus untuk PDAM Kota
Denpasar, dengan kode tarif J.
PAM PT. TB : pelayanan penjualan air khusus untuk PAM PT.
Tirtaartha Buanamulia, dengan kode tarif J.
2.3.4 Kontinuitas Pelayanan, Kwantitas dan kwalitas
a. Kontinuitas Pelayanan
Pelayanan air yang ideal adalah adanya pelayanan untuk pemakai air selama
24 jam. Beberapa keterbatasan seperti potensi dan kebocoran menyebabkan
23
pelayanan air bersih tidak bisa dilakukan selama 24 jam secara penuh. Menurut
Twort dkk. (2003), beberapa negara di asia seperti India sangat jarang pelayanan
air bersih bisa dilakukan selama 24 jam. Sementara menurut data survey yang
dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) pada tahun 1996 menunjukkan
40% dari 50 kota-kota di kawasan Asia tidak dapat memberikan suplai air bersih
selama 24 jam dan sekitar 2/3 dari kebutuhan air masyarakat pemenuhannya
dilakukan melalui kran umum. Adanya ketimpangan mengenai kebutuhan yang
terus meningkat sementara pengembangan sumber baru yang terbatas
menyebabkan pelayanan yang diberikan kepada konsumen menjadi terbatas.
b. Kwantitas
Kwantitas merupakan ketersediaan air yang akan didistribusikan kepada
konsumen atau pelanggan. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan jumlah air yang semakin
besar. Sebagai contoh jumlah air yang disalurkan oleh PDAM di seluruh Bali
tahun 2008 sebesar 128.442.336 m3, sedangkan secara nasional jumlah air bersih
yang ada di Indonesia sebanyak 2.793 km3 atau 6 % dari air bersih dunia.
c. Kwalitas Air Bersih
Pada saat ini air yang disalurkan oleh PDAM kepada pelanggan belum
merupakan air yang siap diminum melainkan air bersih yang harus melewati
pengelolaan sebelum di minum (Kodoatie, 2005)
Menurut Efendi (2003), sesuai peraturan pemerintah (PP) No. 20 tahun
1990 memilah air menjadi beberapa golongan yang mengacu pada standar World
Health Organisation (WHO). Dalam standar ini mempertimbangkan standar
24
kesehatan air dilihat dari faktor fisika (warna, bau, temperatur, kekeruhan), faktor
kimia (zat-zat kimia berbahaya), faktor renik (logam berahaya) dan faktor
bakteriologi (seperti bakteri E-Colli). Menurut peruntukannya penggolongan air
menurut PP No. 20 tahun 1990 adalah sebagai berikut:
1. Golongan A : air yang dapat dipergunakan sebagai air minum secara
langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu
2. Golongan B : air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum
3. Golongan C : air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan
peternakan
4. Golongan D : air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di
perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air.
2.3.5 Penentuan Tarif Atas Air
Salah satu yang mempengaruhi jumlah pemakaian air menurut Linsley
(1995), Twort dkk.(2003) dan Kodoatie & Syarif (2005), adalah tarif air minum
yang di kenakan. Harga air yang murah memberikan efek pemakaian air secara
berlebihan dan boros. Pada saat ini secara rata-rata nasional biaya produksi air
baku oleh PDAM ternyata lebih tinggi dari tarif yang dikenakan oleh PDAM
kepada pelanggannya (Bappenas, 2003). Selanjutnya Bappenas (2003),
menjelaskan PDAM yang mempergunakan mata air sebagai sumber air baku
biaya produksinya rata-rata Rp.787/m3, sedangkan tarif rata-ratanya Rp.618/m3.
PDAM yang mempergunakan mata air, sumur dalam dan sungai sekaligus sebagai
sumber air baku biaya produksi rata-ratanya Rp.1.188/m3 sedangkan tarif rata-
25
ratanya Rp.1.112/m3. PDAM yang hanya mempergunakan sungai sebagai sumber
air baku biaya produksi rata-ratanya Rp.1.665/m3, sedangkan tarif rata-ratanya
Rp.1.175/m3, Besarnya tarif yang dikenakan PDAM sebagai perusahaan daerah
terhadap pelanggannya didasarkan kepada keputusan Bupati yang sebelumnya
telah mendapat persetujuan dari DPRD.
2.3.6 Kemauan Menerima Kenaikan Tarif Atas Pelayanan Yang Lebih
Baik
Menurut Norken (2006), pada sebagian pelanggan PDAM ada yang secara
sukarela mau menerima kenaikan tarif PDAM asalkan adanya jaminan perbaikan
pelayanan yang diberikan oleh PDAM. Kondisi ini menuntut adanya peningkatan
layanan PDAM yang sudah ada saat ini. Meskipun PDAM dengan posisi sebagai
perusahaan daerah yang memiliki berbagai keterbatasan, kedepan haruslah
mengembangkan pelayanan dengan semangat profesionalisme. Menurut Norken
(2006), pelanggan air di Kota Denpasar 80% mau menerima kenaikan tarif air
bersih dari 10% sampai 20% asal ada jaminan perbaikan pelayanan dari PDAM.
2.3.7 Kebocoran (Unaccounted For Water/UFW)
Sampai saat ini UFW merupakan komponen mayor dari kebutuhan air. Di
negara berkembang seperti Indonesia UFW bisa mencapai lebih dari 50% dari
suplai yang ada (Kodoatie & Syarif, 2005). Kebocoran air dapat didefinisikan
sebagai perbedaan antara jumlah air yang diproduksi oleh produsen air dan jumlah
yang terjual kepada konsumen sesuai dengan yang tercatat di meter-meter air
26
pelanggan. Ada 2 jenis kehilangan air pada sistem suplesi air bersih yaitu :
kebocoran fisik dan kebocoran administrasi.
Besarnya kebocoran sangat bervariasi antara 10% sampai dengan 50% dari
total penggunaan air (Norken, 2002). Selanjutnya Norken (2002) menjelaskan
kehilangan air di Jerman berkisar antara 9% sampai dengan 43%, sementara di
Malaysia berkisar antara 20% sampai dengan 30% dan rata-rata kehilangan air di
negara-negara Asia sekitar 35%. Kehilangan air yang dikelola oleh PDAM di
Indonesia menurut Ditjen Cipta Karya (2000) ditetapkan sebesar 20% sampai
dengan 30%.
2.4 Kebutuhan Air di Masa Yang Akan Datang
Prediksi kebutuhan air dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai
besarnya kebutuhan air untuk saat ini dan masa yang akan datang yang mengacu
pada perencanaan Direktorat Jenderal Cipta Karya (2000), yaitu jangka pendek (5
tahun), jangka menengah (10 tahun) dan jangka panjang (20 tahun). Prediksi
pemakaian air akan sangat menentukan neraca air bersih yang tersedia pada suatu
tahun prediksi.
Untuk memperoleh gambaran mengenai jumlah pemakaian air maka salah
satu yang paling penting untuk diprediksikan adalah mengenai jumlah penduduk.
Rumus pendekatan yang dipakai memprediksi besarnya pertambahan penduduk
menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya dalam Rencana Induk Pengembangan
Air Terpadu, (2000) adalah pendekatan rumus Geometrik dan pendekatan rumus
Aritmatik.
27
Formula (metode) Geometrik : Pn = Po(1 + r)n (1)
Dimana : Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n;
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar;
r = laju pertumbuhan penduduk;
n = jumlah interval
Formula (metode) Arithmatik : Pn = Po + Ka(Tn – To) (2)
Dimana : Ka =Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n;
Po = jumlah penduduk pada tahun dasar;
Tn= tahun ke n;
To= tahun dasar;
Ka= konstanta arithmatik;
P1 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun ke I;
P2 = jumlah penduduk yang diketahui pada tahun terakhir;
T1 = tahun ke I yang diketahui;
T2 = tahun ke II yang diketahui.
2.5 Tingkat Keandalan Penyediaan Air Bersih
Tingkat keandalan merupakan persentase antara jumlah potensi air yang
tersedia dibandingkan dengan pemakaian air yang ada. Menurut BPS Provinsi
Bali (Statistik Air Minum, 2009), menyatakan bahwa tingkat keandalan PDAM di
seluruh Bali dilihat dari potensi dan debit yang disalurkan sebesar 111%. Potensi
28
air yang ada di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Bali bersumber dari
sungai, danau, waduk, mata air, air tanah dan lainnya.
Pola pemakaian air terkait sangat erat dengan karakteristik dan lingkungan
pelanggan, seperti iklim, ciri-ciri penduduk, masalah lingkungan hidup, industri
dan perdagangan, iuran atas air dan meteran, ukuran kota dan kebutuhan
konservasi. Pola pemakaian dan pelayanan akan menjadi acuan bagi PDAM dan
instansi terkait dalam manajemen air bersih.