cleaner production

Upload: zulfansyah-muchtar

Post on 17-Jul-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

CLEANER PRODUCTION : MEWUJUDKAN INDUSTRI KELAPA SAWIT DI KALIMANTAN BARAT YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DAN BERDAYA SAING TINGGI DI PASAR GLOBALI. Latar Belakang Industri sawit di Indonesia telah berkembang pesat dengan dukungan pertumbuhan perkebunan yang sangat pesat pula hingga mencapai lebih dari 6.3 juta hektar yang terdiri dari sekitar 60% yang diusahakan oleh perkebunan besar dan 40% oleh perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan sawit ini tidak terlepas dari politik ekspansi pada akhir 1970an disertai pengenalan PIR sebagai sarana untuk menggerakkan keikut sertaan rakyat dalam budidaya perkebunan sawit. Pertumbuhan pesat juga terjadi pada ke dua jenis pengusahaan yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Sampai dengan tahun 2007 tercatat 965 perusahaan dengan luas perkebunan 3.753 juta hektar yang dimiliki oleh perkebunan Negara swasta nasional dan asing. Sementara perkebunan rakyat telah mencapai 2,565 juta hektar, suatu perkembangan yang luar biasa mengingat pada awal pengenalanya hanya 3.125 hektar (1979) yang hanya mewakili 1,20% saja dari total perkebunan sawit yang ada ketika itu (Noer Sutrisno, 2008). Di Kalimantan Barat sendiri hingga akhir 2007, Pemerintah Kabupaten/ Kota di Kalbar telah menerbitkan info lahan seluas 4,6 juta hektare lahan untuk perkebunan sawit. Angka ini naik cukup tinggi dibanding awal 2007 yakni 4,1 juta hektar. Perkembangan perkebunan sawit ini sudah barang tentu membuka lapangan usaha baru, karena pada umumnya perkebunan sawit diusahakan diatas tanah yang baru dibuka atau belum diusahakan sebelumnya. Dampak langsung yang akan segera terlihat terhadap kehadiran perkebunan sawit adalah terjadinya investasi yang menambah kapasitas produksi sektor pertanian (perkebunan), dengan berbagai kesempatan yang timbul yakni lapangan kerja baru. Pertumbuhan areal yang masih terjadi jelas sumber pertumbuhan pertama yang muncul segera setelah investasi ke dalam industri sawit diputuskan. Secara keseluruhan industri sawit memang sangat menguntungkan karena dilihat dari segi pengusahaan perkebunan Daya Penyebaran (backward linkage) Pertanian cukup tinggi 1,3399 dan Derajad Kepekaan (forward linkage) 1,5176 berdasarkan perhitungan BPS dari Tabel I-O untuk tahun 2005 (BPS, 2008 dalam Noer Sutrisno, 2008). Sementara untuk Industri Pengolahan masing-masing 1,7273 dan 3,0627. Dengan demikian secara aggregate memang cukup besar alasan untuk mendorong industri sawit dengan karakter industri semacam itu. Namun jika dilihat dari sisi penyerapan tenaga kerja industri sawit adalah penopang kelangsungan kesempatan kerja di sektor perkebunannya dengan angka yang cukup besar dibandingkan dengan industri makanan lainya, terutama minyak goreng. Selain dampak positif, industri kelapa sawit juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan apabila tidak di kelola dengan baik. Sekarang kita masih sering mendengar banyak terjadinya konflik atara perusahaan yang beroperasi di suatu areal dengan masyarakat sekitarnya, baik itu konflik karena ada hak-hak kepemilikan rakyat yang dirampas juga bencana akibat limbah dari industri yang memberikan dampak pada masyarakat sekitarnya, terutama di sisi kesehatan. Industri CPO (Crude Palm Oil) merupakan industri yang sarat dengan residu hasil pegolahan TBS (Tandan Buah Segar) 70% dari total berat TBS itu sendiri sawit menjadi CPO, 23 % tandan kosong, 21 % serat dan 600-700 kg limbah cair yang dihasilkam dari 1 ton TBS (Surna T. Djadiningrat dan Melia Famiola, 2004). Saat ini Produksi CPO Kalimantan Barat sebesar 800 ribu ton pertahun dengan luas

lahan perkebunan yang baru produksi sekitar 200 ribu hektar. Berdasarkan data tersebut maka industri CPO di Kalimantan Barat berpotensi menghasilkan limbah yang cukup besar 168 ribu ton tandan kosong, 184 ribu ton serat+kulit, 480-560 ribu ton limbah cair. Untuk itu agar tidak menimbulkan masalah maka perlu disiasati dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan. Lingkungan telah menjadi bagian yang sangat penting dari bisnis. Berkenaan dengan pernyataan tersebut, setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu green consumerism dan lingkungan sebagai non-tariff barrier. Green consumerism membuat produk-produk harus berorientasi lingkungan dan harus dibuat dengan proses yang ramah lingkungan. Di lain pihak banyak negara, terutama masyarakat eropa, telah mulai memasukkan faktor lingkungan ke dalam perdagangan. Lingkungan telah dijadikan sebagai non-tariff barrier. Artinya untuk memasuki pasar dengan kedua karakteristik di atas diperlukan kaji-ulang atas kinerja lingkungan yang telah kita lakukan selama ini. Apakah sudah sama dengan persepsi para green consumer ataukah sudah memenuhi persyaratan non-tariff di atas. Selain itu untuk mewujudkan industri sawit yang berdaya saing di pasar global, industri kelapa sawit ke depan dituntut untuk melakukan efisiensi, terutama dalam penggunaan energi dan juga bahan baku lainnya yang langsung diambil dari alam (Surna T. Djadiningrat dan Melia Famiola, 2004). Bertitik tolak dari apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka menimbulkan suatu permasalahan sebagai berikut: Bagaimana mewujudkan Industri Kelapa Sawit di Kalimantan Barat yang berwawasan lingkungan dan berdaya saing tinggi di pasar global karena selama ini industri kelapa sawit di Kalimanatan Barat yang berjumlah sekitar 15 Pabrik Minyak Sawit (PMS) masih menerapkan pengolahan limbah (end-of-pipe) yang sudah selayaknya ditinggalkan dan beralih ke arah pencegahan (up-the-pipe). Salah satu pendekatan up-the-pipe yang mulai banyak diterapkan adalah Produksi Bersih (Cleaner Production). II. Pengertian Produksi Bersih Produksi Bersih didefinisikan sebagai : Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terpadu dan diterapkan secara terus-menerus pada setiap kegiatan mulai dari hulu ke hilir yang terkait dengan proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam, mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dan mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya sehingga dapat meminimisasi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia serta kerusakan lingkungan (Kebijakan Nasional Produksi Bersih, KLH 2003 dalam Purwanto, 2007). Dari pengertian mengenai Produksi bersih maka terdapat kata kunci yang di pakai untuk pengelolaan lingkungan yaitu : pencegahan pencemaran melalui jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup, teknologi ramah lingkungan (bersih). Dalam penerapannya Produksi bersih memberikan keuntungan seperti meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya pengolahan limbah, konservasi bahan baku dan energi, membantu akses kepada lembaga finansial, memenuhi permintaan pasar, memperbaiki kualitas lingkungan, memenuhi peraturan lingkungan, memperbaiki lingkungan kerja, dan meningkatkan persepsi masyarakat (Ratno Sadinata, 2007). III. Tingkatan Produksi Bersih Pola pendekatan produksi bersih dalam melakukan pencegahan dan minimisasi limbah yaitu menggunakan hirarki pengelolaan melalui 1E4R (Elimination, Reduce,Reuse,Recycle, Recovery/Reclaim). Adapun tingkatan Produksi bersih adalah :

1. Elimination (pencegahan) adalah upaya untuk mencegah timbulnya limbah langsung dari sumbernya, mulai dari bahan baku, proses produksi sampai produk. 2. Reduce (pengurangan) adalah upaya untuk menurunkan atau mengurangi limbah yang dihasilkan dalam suatu kegiatan. 3. Reuse (pakai ulang/penggunaan kembali) adalah upaya yang memungkinkan suatu limbah dapat digunakan kembali tanpa perlakuan fisika, kimia atau biologi. 4. Recycle (daur ulang) adalah upaya mendaur ulang limbah untuk memanfaatkan limbah dengan memrosesnya kembali ke proses semula melalui perlakuan fisika, kimia dan biologi. 5. Recovery/ Reclaim (pungut ulang, ambil ulang) adalah upaya mengambil bahan-bahan yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi dari suatu limbah, kemudian dikembalikan ke dalam proses produksi dengan atau tanpa perlakuan fisika, kimia dan biologi. Meskipun prinsip produksi bersih dengan strategi 1E4R atau 5R, namun perlu ditekankan bahwa strategi utama perlu ditekankan pada Pencegahan dan Pengurangan (1E1R) atau 2R pertama. Bila strategi 1E1R atau 2R pertama masih menimbulkan pencemar atau limbah, baru kemudian melakukan strategi 3R berikutnya (reuse, recycle, dan recovery) sebagai suatu strategi tingkatan pengelolaan limbah. Tingkatan terakhir dalam pengelolaan adalah pengolahan dan pembuangan limbah apabila upaya produksi bersih sudah tidak dapat dilakukan : 1. Treatment (pengolahan) dilakukan apabila seluruh tingkatan produksi bersih telah dikerjakan, sehingga limbah yang masih ditimbulkan perlu untuk dilakukan pengolahan agar buangan memenuhi baku mutu lingkungan. 2. Disposal (pembuangan) limbah bagi limbah yang telah diolah. Beberapa limbah yang termasuk dalam ketegori berbahaya dan beracun perlu dilakukan penanganan khusus. IV. Tindakan Produksi Bersih Tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan penerapan Produksi bersih meliputi : o Bekerja Lebih Apik (Good Housekeeping); antara lain termasuk pembenahan ruang kerja, dan peningkatan kebersihan lantai. o Perbaikan Prosedur Kerja; antara lain mencakup penerapan dan pengembangan prosedur operasi standar yang diterapkan pada proses dan layanan jasa, penjadualan kerja o Bahan Baku; menggunakan bahan baku yang bermutu. o Modifikasi Teknologi dan Penggantian Alat; termasuk penambahan alat pengendali untuk optimasi penggunaan alat utamanya, optimisasi proses, perancangan ulang peralatan, dan modifikasi proses, perbaikan tata-letak peralatan o Penyesuaian Spesifikasi Produk; merancang produk yang menggunakan sedikit sumber daya dengan mempertimbangkan kemudahan perawatan dan penanganan produk yang sudah tidak digunakan lagi. V. Langkah-langkah Penerapan Produksi Bersih Langkah 1 : Perencanaan

Menyiapkan perencanaan, visi, misi, dan strategi Membuat sasaran peluang Produksi Bersih yang diakitkan dengan bisnis Membangun kepemimpinan sebagai kunci sukses Mengidentifikasi hambatan dan penyelesaiannya Mengidentifikasi sumber daya luar yang menyediakan informasi dan ahli Produksi Bersih Membentuk Tim dan mencari masukan dari semua karyawan Langkah 2 : Kajian dan Identifikasi Peluang Melakukan pemetaan proses atau membuat diagram alir proses sebagai alat untuk memahami aliran bahan, energi dan sumber timbulan limbah Mengidentifikasi peluang Produksi Bersih : kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas, pencegahan dan pengurangan timbulan limbah langsung dari sumbernya Mencari akar permasalahan yang menyebabkan tidak efisien dan adanya timbulan limbah Memilih tindakan dan teknik untuk memecahkan masalah Mengembangkan kreativitas untuk menghasilkan ide sebanyak mungkin Langkah 3 : Analisis Kelayakan Menentukan pilihan Produksi Bersih, berdasarkan : keuntungan (biaya yang dikeluarkan dan pendapatan /penghematan yang diperoleh), resiko dan neraca keuangan, tingkat komitmen yang diperlukan, dan kaitan dengan sasaran bisnis Melakukan analisis kelayakan lingkungan, teknologi, dan ekonomi Analisis kelayakan ekonomi dilakukan secara rinci bagi peluang yang memerlukan investasi besar Langkah 4 : Implementasi Membuat perencanaan waktu pelaksanaan secara konket dan rencana tindakan yang dilakukan Menentukan penanggung jawab program pelaksanaan Mengalokasikan sumberdaya yang diperlukan Melaksanakan program dan menekankan pada para karyawan bahwa Produksi Bersih sebagai bagian dari pekerjaan, mendorong inisiatif dari mereka sebagai umpan balik Langkah 5 : Pemantauan, Umpan Balik, Modifikasi Mengumpulkan dan membandingkan data sebelum dan sesudah tindakan Produksi Bersih Mendokumentasikan apa yang telah berhasil dilakukan Melakukan tinjauan ulang secara periodik pelaksanaan Produksi Bersih, dan kaitkan dengan sasaran bisnis. Langkah 6 : Perbaikan Berkelanjutan Mempertahankan target yang telah dicapai dan mengimplementasikan untuk peluang lainnya Melakukan perbaikan terus-menerus. VI. Potensi Penerapan Produksi Bersih dalam Industri Kelapa Sawit Konsep produksi bersih dapat dicapai dengan usaha meminimumkan penggunaan bahan baku yang berbahaya dalam proses termasuk sumber daya alam dan energi sehingga dapat meminimalkan limbah dan dampak negatif yang timbul disamping itu dapat memanfaatkan limbah yang dihasilkan menjadi produk lain (Waste to product). Pada industri sawit penerapan produksi bersih dapat di lakukan mulai dari tingkat kebun hingga tingkat pabrik. Pada tingkat kebun penerapan produksi bersih difokuskan pada penerapan prinsip good housekeeping yaitu : a. Mutu buah yang dihasilkan b. Penanganan untuk mengumpulkan hasil panen c. Pengangkutan tandan kelapa sawit dan brondolan ke pabrik

d. Truk yang dating berisi TBS dan brondolan harus ditimbang untuk mengetahui berat TBS yang akan diolah. Pada tingkat pabrik difokuskan pada limbah atau juga hasil sampingan dari CPO yang dapat dimanfaatkan kembali. diantaranya adalah : o Kernel (biji sawit); biji sawit ini juga dapat diolah lagi menjadi produk minyak. Pengolahan kerenel sawit ini sudah banyak dilakukan oleh berbagai industri. Bahkan di Malaysia, penelitian untuk pemanfaatan kernel ini sudah banyak berkembang. Hasil penelitian terakhir menyebutkan bahwa kernel juga sangat bagus sebagai bahan pakan ikan, sebab mengandung protein yang cukup bagus bagi pertumbuhan ikan. o Cangkang biji sawit dan serat ; cangkang sawit dianggap sebagai salah satu potensi hasil samping lain yang dimanfaatkan sebagai sumber energi. Untuk pengolahan 1 ton TBS, normalnya membutuhkan 20-25 kWh tenaga listrik dan 0,75 ton uap air. Pembakaran serat dan cangkang biasanya akan menghasilkan 45 kWh dari 210 kg cangkang dan serat dan untuk pembakaran tandan kosong (230 kg) akan menghasilkan 35 kWh. Artinya hanya dengan pembakaran limbah padatnya saja sudah bias mencukupi kebutuhan listrik pabrik, sisanya 56 kWh bisa di jual atau digunakan untuk keperluan lain. o Tandan kosong memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dimanfaatkan lagi. Selama ini di pabrik pengolahn kelapa sawit tandan kosong ini hanya dip roses melalui proses pembusukan (fermentasi) dan kemudian dimanfaatkan kembali sebagi pupuk bagi tanaman saweit itu sendiri. Namun dibeberapa Negara (bahkan Malaysia) sudah mulai memanfaatkan tandan kosong ini sebagai salah satu bahan pulp untuk pembuatanm kertas selain itu dapat di gunakan juga sebagai media budidaya jamur sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi limbah padat yang dihasilkan. o Limbah cair dilakukan pemisahan terlebih dahulu antara minyak dan airnya. Sebelum air tersebut digunakan untuk mesin pemanas generator yang berfungsi sebagai suplai energi sebagai mesin penggerak mesin di pabrik CPO tersebut sedangkan minyak sawit hasil pengutipan dapat dijadikan sebagai sumber karotenoid dan bahan baku pabrik sabun sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan mengurangi limbah yang dihasilkan. Bahkan dari beberapa penelitian disebutkan juga gas yang dihasilkan dari proses pengekstraksian minyak sawit dengan tandanya juga bisa dijadikan biogas. VII. Kesimpulan Berdasarkan kajian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan Produksi bersih (Cleanner production) pada industri Kelapa sawit di Kalimantan Barat dapat menjadi solusi untuk mewujudkan Industri sawit yang ramah lingkungan dan berdaya saing tinggi di pasar global. Penerapan produksi bersih tersebut dimulai dari strategi 5R yaitu berpikir ulang (re-think) untuk pencegahan (elimination) pengurangan (reduce), pakai ulang (reuse), daur ulang (recycle) dan pungut ulang (recovery) limbah dengan demikian maka pendekatan Produksi Bersih akan meningkatkan efisiensi produksi dan jasa, mengurangi timbulan limbah, mengurangi biaya produksi atau biaya operasi, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

VIII. Daftar Pustaka Edi Suroso, 2007. Kajian Penurunan Pencemaran Lingkungan dan Peningkatan Efisiensi Pabrik Kelapa Sawit Melalui Penerpan Proses Produksi. Universitas Lampung, Bandar Lampung. Noer Sutrisno, 2008. Partisipatif berkelanjutan Peranan industri sawit dalam pengembangan Peranan industri sawit dalam pengembangan Ekonomi regional: menuju pertumbuhan Ekonomi regional: menuju pertumbuhan Partisipatif berkelanjutan. Seminar Nasional Dampak Kehadiran Perkebunan kelapa Sawit terhadap Kesejahteraan Masyarakat, Universitas Sumatra Utara. Purwanto, 2007. Penerapan Produksi Bersih di Kawasan Industri. Seminar Penerapan Program Produksi Bersih, Jakarta. Ratno Sadinata, 2007. Cleaner Production (Produksi Bersih). Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah, Provinsi Jawa Barat. Surna T. Djajadiningrat dan Melia Famiola, 2004. Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan. Penerbit Rekayasa Sains, Bandung.