d42113303_zaldy eka putra_teknik informatika a 2013
DESCRIPTION
makalah ini adalah makalah tentang Pushdown AutomataTRANSCRIPT
Professional Ethics and Human Value
Engineering sebagai Eksperimentasi&
Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab
Zaldy Eka PutraD421 13 303
Teknik Informatika A 2013
PRODI INFORMATIKAJURUSAN TEKNIK ELEKTROUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
Kata P e n g a ntar
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penyusunan makalah ini dapat diselesaiakan. Makalah Etika Profesi ini berjudul “Engineering
sebagai Eksperimentasi & Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab” ditujukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi pada Program Studi Teknik Informatika Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin. Makalah yang penulis sajikan dalam bentuk yang sederhana ini
merupakan hasil dari beberapa sumber literature.
Penulis menyadari keterbatasan serta ketidak sempurnaan makalah ini, meskipun telah
bersunguh-sungguh mencurahkan segenap kemampuan untuk menyelesaikan makalah ini. Untuk
penyempurnaan makalah ini, saran serta kritik yang membangun dari semua pihak akan
sangat berarti untuk penulis.
Akhir kata semoga Makalah Etika Profesi ini dengan judul “Engineering sebagai
Eksperimentasi & Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab” ini dapat berguna
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Gowa, 10 Oktober 2015
Penulis
Daftar Isi
Kata pengantar ……………....…………….…………….………………………………….............i
Daftar Isi …………..………....…………….…………….………………………………………....ii
BAB I PENDAHULUAN ...…………….…………….………………...………………..…1
I.1. Latar Belakang ………...………...…………………………………………….……....1
I.2. Rumusan Masalah ………………………..……………...…………………..….…......1
I.3. Tujuan Pembahasan ………...………...……………………...……………….…….....1
BAB II PEMBAHASAN ......…………….…………….……………………...……….…....2
II.1. Engineering sebagai Eksperimentasi………...………………………………….…...2
II.1.1 Proyek Engineering VS. Percobaan Standar …..……...……..……...……..3
II.2. Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab ………...…………....2
II.2.1 Teliti……………………………………….………….…….............….….…..3
II.2.2 Sudut Pandang yang luas …………...…………….………...………...….…..3
II.2.3 Otonomi Moral …………………………………….…...…...………………..3
II.2.4 Akuntabilitas …………………….…………….….……...……………...…..3
BAB III PENUTUP ……........…………….…………….……………………...……….…....2
III.1. Kesimpulan ………...………...……………………...……………………….…….....2
III.2. Saran ………………………..……………...………...……………………..….…......2
Daftar Pustaka ……………....…………….…………….………………………………….............i
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Etika profesi menurut keiser dalam ( Suhrawardi Lubis, 1994:6-7 ) adalah sikap hidup berupa
keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban
dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap
masyarakat. Kode etik profesi adalah sistem norma, nilai dan aturan professsional tertulis yang
secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak professional. Dalam Etika Profesi dikenal Engineering as Experimentation
dan Engineering as responsible experimenters, dimana kita akan membahasnya dalam makalah ini.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan di bahas, yaitu :
Apa yang dimaksud dengan Engineering sebagai Eksperimentasi ?
Apa yang dimaksud dengan Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab?
I.3 Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dari makalah ini, yaitu :
Kita dapat mengenal dan memahami lebih jauh mengenai Engineering sebagai Eksperimentasi.
Kita dapat mengenal dan memahami lebih jauh mengenai Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Engineering sebagai Eksperimentasi
Sebelum kita membuat sebuah produk atau menjalankan sebuah proyek, terlebih dahulu kita
harus membuat beberapa asumsi dan uji coba, mendesain dan mendesain ulang serta menguji/
mengamati beberapa kali hingga produk dapat dinyatakan berfungsi atau memuaskan. Kita dihara-
pkan dapat mencoba berbagai bahan dan melakukan berbagai eksperimen. Dari data uji yang diper-
oleh kita membuat desain secara rinci dan melakukan pengujian ulang. Dengan demikian, desain
serta rekayasa adalah proses berulang-ulang seperti yang diilustrasikan pada Gambar. 1.1.
Desain
Pabrikasi, Perakitan, Tes fisik, Simulasi
Prototipe, Uji contoh, Model Studi
Desain Akhir
Pembuatan
Studi Lapangan
Gambar. 1.1. Desain sebagai proses interaktif
Beberapa pendesainan ulang dibuat pada sistem informasi umpan balik pada kinerja atau
kegagalan di lapangan ataupun di pabrik. Selain tes, masing-masing proyek rekayasa dimodifikasi
selama uji coba, berdasarkan proses umpan balik secara berkala dan berdasarkan sumber lain. Oleh
karena itu, pengembangan produk atau proyek secara keseluruhan dapat dianggap sebagai per-
cobaan.
II.1.1 Proyek Engineering VS. Percobaan Standar.
Sekarang kita akan membandingkan antara dua hal tersebut, dan kemudian mengidentifikasi persamaan serta perbedaannya.
A. Persamaan
1. Ketidaktahuan parsial: Proyek ini biasanya dilakukan dalam ketidaktahuan parsial.
Ketidakpastian dalam modelnya diasumsikan. Sifat material yang dibeli tidak pasti dan
tidak konstan. Material dapat bervariasi tergantung pada pemasok, tempat proses, waktu,
dan proses yang digunakan dalam pembentukan bahan. Ada banyak variasi dalam
strukturnya dan tekanan kegagalan yang dihasilkan. Bukan tidak mungkin untuk
mengumpulkan data pada semua variasi. Dalam beberapa kasus dilakukan ekstrapolasi,
interpolasi, asumsi perilaku linier pada kisaran parameter, percepatan pengujian, simulasi,
dan pengujian virtual yang dipaksakan.
2. Ketidakpastian : Hasil akhir dari proyek juga tidak pasti, seperti dalam percobaan. Artinya
keputusan diambil dengan kondisi dimana informasi tentang kemungkinan dan dampak
tidak dapat diperoleh sehingga orang tidak dapat memperkirakan apapun tntang
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kedepannya.
3. Pemantauan berkelanjutan : Pemantauan terus menerus dari proses guna memperoleh
pengetahuan baru yang diperlukan sebelum, selama, dan setelah pelaksanaan proyek seperti
dalam kasus percobaan.
4. Belajar dari masa lalu : Para Insinyur biasanya belajar dari rancangan yang telah ada
sebelumnya dan mengambil kesimpulan dari hasil analisis dan pengoperasiannya, dan
terkadang berdasarkan hasil analisis Insinyur lainnya. Namun hal ini tidak sering terjadi
dikarenakan tidak adanya minat dan jalur komunikasi serta adanya ego dalam meminta
informasi ataupun kelalaian yang telah banyak menyebabkan kegagalan.
B. Perbedaan
Percobaan ilmiah di laboratorium dan percobaan rekayasa di lapangan menunjukkan beber-
apa kontras/perbedaan seperti yang tercantum di bawah ini:
1. Kontrol Eksperimental : Dalam percobaan standar, bagian dari studi yang dipilih menjadi
dua kelompok yaitu A dan B secara acak. Grup A diberikan perlakuan khusus. Kelompok B
tidak diberi perawatan dan disebut ‘kelompok terkontrol’. Tapi mereka ditempatkan di
lingkungan yang sama dengan kelompok A lainnya.
Proses ini disebut kontrol eksperimental. Praktek ini diadopsi dalam bidang kedokteran. Di
bidang teknik, hal ini tidak terjadi, kecuali bila proyek ini terbatas pada percobaan
laboratorium. Hal ini dikarenakan klien atau konsumen yang memilih produk, yang
melakukan kontrol tersebut. Tidak mungkin bagi kita untuk membuat pilihan acak dari
peserta dari berbagai kelompok. Dalam rekayasa, melalui random sampling, survei dibuat
oleh kalangan pengguna, untuk menilai hasil pada produk.
2. Sentuhan Manusiawi : Percobaan rekayasa melibatkan jiwa manusia, kebutuhan pribadi,
pandangan, harapan, dan penggunaan kreatif seperti dalam kasus percobaan sosial. Sudut
pandang ini tidak disetujui oleh beberapa insinyur. Tapi sekarang para Insinyur berkualitas
dan manajer telah sepenuhnya menyadari aspek manusiawi ini.
3. Informed Consent (Penjelasan dan persetujuan) : Rekayasa percobaan dipandang sebagai
percobaan masyarakat dimana/jika subjek dan penerima adalah manusia. Dalam hal ini,
serupa dengan eksperimen medis pada manusia. Dalam kasus praktek medis, hak moral dan
hukum telah diakui ketika merencanakan untuk ber-eksperimen. Informed consent
dipraktekkan di percobaan medis. Seperti praktek tidak ada dalam percobaan laboratorium
ilmiah.
Informed consent memiliki dua elemen dasar :
1. Pengetahuan : Subjek harus diberikan semua informasi yang relevan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan dalam ikut sertanya.
2. Sukarela : Subjek harus mengambil bagian tanpa paksaan, pemalsuan atau penipuan. Menghormati hak-hak minoritas untuk berbeda pendapat dan ganti rugi untuk sesuatu yang dianggap membahayakan.
4. Pengetahuan yang didapatkan : Tidak banyak pengetahuan baru yang dikembangkan
dalam percobaan rekayasa dan dalam kasus percobaan ilmiah di laboratorium. Percobaan
Rekayasa membantu kita untuk (a) memverifikasi kecukupan desain, (b) untuk memeriksa
stabilitas parameter desain, dan (c) mempersiapkan hasil yang tak terduga, di lingkungan
lapangan yang sebenarnya. Dari model yang diuji di laboratorium dan contoh rakitan yang
diuji di lapangan, ada perbedaan kinerja serta hasil lainnya.
II.2. Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab
Meskipun para Engineer memfasilitasi sendiri eksperimennya, mereka tidaklah sendirian di
lapangan. Tanggung jawab mereka untuk berbagi ke organisasi, masyarakat, pemerintah, dan lain-
lain. Tidak diragukan lagi para Engineer berbagi tanggung jawab yang lebih besar dalam peman-
tauan proyek, mengidentifikasi risiko, dan menginformasikan klien dan masyarakat dengan fakta-
fakta. Berdasarkan hal ini, mereka dapat mengambil keputusan untuk berpartisipasi atau menolak
atau mempromosikannnya.
Engineer sebagai peneliti, berhutang beberapa tanggung jawab kepada masyarakat, yaitu,
1. Berkomitmen untuk teliti dalam hidup bersama nilai-nilai moral.
2. Sebuah sudut pandang yang luas tentang informasi yang relevan. Yang mencakup kepedulian akan perkembangan percobaan dan kesediaan untuk mengawasi efek sampingnya, apabila ada.
3. Melibatkan diri secara tidak terikat dalam semua langkah pengembangan proyek/produk (otonomi).
4. Bertanggung jawab atas setiap hasil proyek (akuntabilitas).
Teliti
Sudut Pandang yang Luas
Otonomi Moral
Akuntabilitas
Gambar. 2.1. Gambaran tanggung jawab Engineer kepada Masyarakat
II.2.1. Teliti
Berkomitmen moral untuk teliti berarti: (a) Menjadi peka terhadap berbagai nilai-nilai dan
tanggung jawab yang relevan dengan situasi yang berlaku dan (b) kesediaan untuk mengembangkan
keterampilan dan berupaya sesuai yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan terbaik antara
pertimbangan moral. Singkatnya, para Engineer harus memiliki mata terbuka, telinga terbuka, dan
pikiran terbuka (yaitu, pandangan moral, penyimakan moral, dan penalaran moral).
Hal ini membuat para Engineer sebagai peneliti sosial, menghargai keamanan dan kesehatan
sebagai hal utama, sementara mereka berusaha untuk memdalam pengetahuan mereka, demi
menarik keuntungan, mengikuti aturan, maupun memelihara para penerima. Hak asasi peserta harus
dilindungi dengan persetujuan sukarela dan informasi.
II.2.2. Sudut Pandang yang luas
Engineer sebaiknya memegang konteks pekerjaannya dan memastikan bahwa hasil
pekerjaan itu bertujuan untuk moral. Seseorang tidak harus mengabaikan hati nuraninya, jika pro-
duk atau proyek yang melibatkan dirinya hanya akan menghasilkan kerusakan pada orang-orang
(atau bahkan musuh, dalam hal pengembangan senjata).
Sebuah produk memiliki komponen usang atau berlebihan yang terpasang untuk
meningkatkan penjualan yang merupakan pernyataan keliru. Dalam sudut pandang informasi yang
aktual, Engineer harus menunjukkan kepedulian moral dan tidak sependapat untuk desain tersebut.
Kadang-kadang, rasa bersalah dilimpahkan ke pemerintah atau pesaingnya.
II.2.3. Otonomi Moral
Otonomi moral memungkinkan individu bersikap dan berperilaku sesuai kontrol dirinya. Seseorang
tidak menimbang sikap dan perilakunya dari kendali eksternal tapi dari pertimbangan moral yang
tumbuh dari kesadaran sendiri. Adanya otonomi moral mendorong individu menimbang ulang sikap
dan perilaku yang akan dilakukan. Hal ini membuktikan rasa yang lebih besar dari keterlibatan
pribadi dalam pekerjaan seseorang.
II.2.4 Akuntabilitas
Istilah Akuntabilitas berarti:
1. Kapasitas untuk memahami dan bertindak atas alasan moral
2. Kesediaan untuk mengajukan tindakan seseorang untuk dicermati secara moral dan re-
sponsif terhadap penilaian orang lain. Ini termasuk menjadi penanggung jawab dalam
menjalankan kewajiban tertentu, yaitu, bertanggung jawab untuk membenarkan (atau
memberikan alasan yang masuk akal) pengambilan keputusan, tindakan atau cara, dan
hasil akhir (kadang-kadang tak terduga), jika diperlukan oleh para pemangku kepentin-
gan atau hukum.
Gambar. 2.2. Gambaran sikap tanggung jawab atasan dalam mengarahkan bawahannya
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan Engineering sebagai Eksperimentasi dan Engineering sebagai Para
peneliti yang Bertanggung Jawab dapat disimpulkan yaitu; Sebelum kita membuat sebuah produk
atau menjalankan sebuah proyek, terlebih dahulu kita harus membuat beberapa asumsi dan uji coba,
mendesain dan mendesain ulang serta menguji/mengamati beberapa kali hingga produk dapat
dinyatakan berfungsi atau memuaskan. Meskipun para Engineer memfasilitasi sendiri
eksperimennya, mereka tidaklah sendirian di lapangan. Tanggung jawab mereka untuk berbagi ke
organisasi, masyarakat, pemerintah, dan lain-lain. Tidak diragukan lagi para Engineer berbagi
tanggung jawab yang lebih besar dalam pemantauan proyek, mengidentifikasi risiko, dan
menginformasikan klien dan masyarakat dengan fakta-fakta.
II. Saran
Untuk memahami lebih jelas mengenai Engineering sebagai Eksperimentasi dan
Engineering sebagai Para peneliti yang Bertanggung Jawab, alangkah baiknya mempelajari terlebih
dahulu dan memahami pengertian dari Engineer serta peran dan tanggung jawab seorang Engineer.
Daftar Pustaka
Santosa, Insap “Interaksi Manusia dan Komputer, Teori & Praktek”, Andi Yogyakarta, 2006.