perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id implementasi …... · perpustakaan.uns.ac.id...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR
BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Teknologi Pendidikan
Oleh
Endah Resnandari Puji Astuti
S 811008016
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR
BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Teknologi Pendidikan
Oleh
Endah Resnandari Puji Astuti
S 811008016
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. Implementasi Kurikulum Khusus Autis di Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis Alamanda Surakarta. TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, II: Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
SLB Autis Alamanda merupakan salah satu sekolah luar biasa di Surakarta yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya autisme.
Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (2) mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (3) mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah tunggal terpancang. Sumber data penelitian berasal dari informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen atau arsip. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara/interview, dan analisis dokumen. Untuk pengujian validitas data, digunakan triangulasi data dan metode. Teknik analisis yang digunakan melalui cara: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, yaitu merupakan proses pengolahan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan, (3) penyajian data, yaitu dengan menyajikan berbagai informasi yang diseleksi dalam rangka penarikan kesimpulan, dan (4) verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa SLB Autis Alamanda menggunakan kurikulum khusus autism dari Catherine Maurice yang mana kurikulum tersebut berorientasi pada penanganan perilaku anak. Metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) dan Sensori Integrasi (SI) dari okupasi terapi. Pemberian pelayanan pendidikan dilakukan secara one-on-one untuk intervensi dini pada penanganan perilaku autism. Disediakan pula kelas klasikal sebagai kelas transisi untuk mempersiapkan anak menuju sekolah regular. Kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus terjadi pada perekrutan guru dengan kualifikasi yang sesuai, peningkatan pengalaman guru, penyusunan dan evaluasi program pengajaran individual (PPI), pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan metode pembelajaran serta pengadaan sarana dan media pembelajaran.
Kata kunci : SLB Autis Alamanda, autism, kurikulum khusus, Catherine
Maurice , ABA (Applied Bahaviour Analysis), Sensori Integrasi (SI), one-on-one.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. The Implementation of An Autism Specific Curriculum in Alamanda Surakarta Autism Special School. Thesis. Consultant I : Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, Consultant II : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Educational Technology Program, Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT
Alamanda Autism Special School is one of special school in Surakarta that provides educational services for children with special needs, especially autism.
The objectives of this research are : (1) obtaining the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (2) identifying the result that in achived from the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (3) identifying the obstacle in implementing an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School.
The method that is used in this research is descriptive qualitatitive method. The research strategy is single – rooted. The sources of the research data are from informant, place and event, and document or record. This research uses purposive sampling technique. The techniques of collecting data are observation, interview, and document analysis. For testing the data validity, the researcher uses triangulation of data and methods. The analysis techniques are : (1) data collection, (2) data reduction, those are processing, focusing the attention and simplification, and transformation of raw data obtained in the field, (3) data presentation, is presenting the selected informations is drawing the conclusion, and (4) data verivication.
The result of the research shows that Alamanda Autism Special School uses an autism special curriculum from Chaterine Maurice which is oriented on handling of the children’s behavior. The learning methods are ABA (Aplied Behavior Analysis) method and Sensory Integration (SI) of occupational therapy. The provision of educational services is done by one on one for early intervention in the autism behavioral treatment. Beside that, it is provided the classical class as a transition class for preparing the children to the regular school. The problems that are encountered in the implementation of the special curriculum occured in the recruitment of the suitably qualified teachers, improving the teachers’ experience, Individualized Educational Program (IEP) preparation and evaluation, learning implementation, teaching method implementation and procurement of the equipment and instructional media.
Key words : Alamanda Autism Special School, Autism, special curriculum, Catherine Maurice, ABA (Aplied Behavior Analysis), Sensory Integration (SI), one on one.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ………………….....……………………………………...…………......
HALAMAN JUDUL ……..…………………………………………….………..
PENGESAHAN PEMBIMBING …………………………………………..…...
PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………………….…….
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI …………………
PERSEMBAHAN …………………………………………………………..…...
KATA PENGANTAR …………………………………………….……..………
ABSTRAK ……………………………………..…………………….…………..
DAFTAR ISI……...…………………………………………………………..…..
DAFTAR TABEL……………..……………………………………………..…..
DAFTAR GAMBAR…………………………………………..…..….………….
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………..………………...
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xi
xiv
xv
xvi
.BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….
A. Latar Belakang Masalah...…………………………….……..………….
B. Identifikasi Masalah…………………………..……..………....…..……..
C. Pembatasan Masalah…………………………..…………...……………
D. Rumusan Masalah………………………………………………………
E. Tujuan Penelitian…………………………………………...………….…
F. Manfaat Hasil Penelitian……………………………………..…………
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...
A. Kajian teori……....……………………………………………………….
1. Teori Tentang Kurikulum…………..................................................
2. Teori Tentang Kurikulum Khusus……………….……...……………
3. Teori Tentang Anak Autis……………………………….................
4. Teori Tentang Kurikulum Khusus Autis…………………................
B. Penelitian yang Relevan…………………………………………………..
C. Kerangka Pikir…………………………………….…...……………
1
1
5
6
6
6
7
8
8
8
37
43
47
61
65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……………………………………
A. Metodologi Penelitian……………………………………………………
1. Lokasi Penelitian…………………………………………..…….……
2. Bentuk dan Strategi Penelitian………………………….……………
3. Sumber Data dan Teknik Sampling…………………………………..
4. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………………
5. Keabsahan Data ………………………………………………………
6. Analisis Data …………………………………………………………
B. Prosedur dan Jadwal Penelitian …………………………………………..
1. Prosedur Penelitian …………………………………………………
2. Jadwal Penelitian ……………………………………………………..
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………………
A. Deskripsi Lokasi Penelitian………………………………………..…….
1. Sejarah Berdirinya SLB Autis Alamanda………………………….
2. Lokasi SLB Autis Alamanda ………………………………………...
3. Visi dan Misi SLB Autis Alamanda……………………………….
4. Sumber Daya Manusia ……………………………………………….
5. Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran di SLB Autis
Alamanda……………………..……………………….…………..
B. Temuan Penelitian…………………………………………………....….
1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………...
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ………………………..
3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda….
C. Pembahasan………………………………………………………………
1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………...
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ………………………..
3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………………………
A. Kesimpulan……………………………………………………………
B. Implikasi ………………..……………………………………………..
67
67
67
67
69
71
74
75
77
77
79
80
80
80
81
81
82
87
90
91
119
123
134
136
153
155
161
161
164
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Saran ………………….……………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
164
166
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3.
Tabel 4.
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Rencana Waktu Penelitian…………………………………...........
Daftar Pendidik SLB Autis Alamanda………………………….....
Daftar Tenaga Kependidikan SLB Autis Alamanda………………
Keadaan Siswa SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011…
Sarana SLB Autis Alamanda………………………………………
Prasarana SLB Autis Alamanda…………………………………..
Pelatihan Guru SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2001...
79
83
85
87
88
89
127
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Arahan Pengembangan Pencapaian Tujuan Pendidikan………
Alur Layanan PLB …………………………....………………
Kerangka Pikir Penelitian …………………………………….
Proses Analisis Interaktif ……………………………….…….
.
29
51
66
77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Catatan Lapangan 1……………………………………….............
Catatan Lapangan 2……………………………………………….
Catatan Lapangan 3 ……………………………………..………..
Catatan Lapangan 4 ……………………………………………...
Media Pembelajaran SLB Autis Alamanda…………...……..…...
Foto-foto Kegiatan Belajar SLB Autis Alamanda ………………
Jadwal Kegiatan Sabtu (Play Therapy)………………..................
Kurikulum Autis SLB Autis Alamanda …………………………
Lembar Program Harian dan Pemeliharaan Siswa ………………
Contoh Pengisian Lembar Program Harian dan Pemeliharaan
Siswa................................................................................................
Lembar Assessment Siswa Baru SLB Autis Alamanda ………..
Contoh Laporan Assessment Awal Siswa....................................
Contoh Evaluasi Siswa 3 Bulan ………….…………………..….
Contoh Laporan Evaluasi 6 Bulan (1 Semester)….……………...
Contoh Pengisian Buku Penghubung Siswa….………………….
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ………………….
169
195
246
252
255
259
268
277
328
334
348
351
357
366
388
395
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki keingintahuan terhadap setiap hal yang ada dan
yang sedang terjadi di sekitarnya. Oleh sebab itu, manusia senantiasa ingin
mengembangkan pengetahuan yang dimiliki serta mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Salah satu usaha manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta
mengembangkan potensi yang dimiliki yaitu melalui jalur pendidikan. Hal ini
dapat dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya,
manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya
sendiri, mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan
minatnya serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan
terkecil yaitu lingkungan keluarga, bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.
Melihat kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang
penting, maka setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk mendapatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dan merasakan pendidikan. Seperti yang tertuang dalam UU RI nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga
negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan
jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi.
Tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat
disebutkan pula dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud
adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut akan
memperoleh pelayanan khusus yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik ,
dan kebutuhannya.
Sekolah-sekolah khusus yang telah ada dalam memberikan pelayanan
yang sesuai dengan kondisi anak antara lain sekolah khusus tunanetra untuk anak
tunanetra (SLB A), sekolah khusus tunarungu wicara untuk anak tunarungu
wicara (SLB B), sekolah khusus tunagrahita untuk anak tunagrahita (SLB C),
sekolah khusus tunadaksa untuk anak tunadaksa (SLB D), sekolah khusus
tunalaras untuk anak tunalaras (SLB E), sekolah khusus autis untuk anak autis,
dan sekolah khusus untuk berbagai jenis kebutuhan khusus yang dapat dimasuki
oleh berbagai jenis kebutuhan khusus (SLB).
Sekolah-sekolah khusus tersebut memberikan pelayanan khusus
pendidikan luar biasa yang diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan
kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa
berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam masyarakat.
Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus
yaitu anak autis.
Autisma berarti suatu kecacatan perkembangan yang dengan mantap
mempengaruhi komunikasi lisan dan non lisan dan interaksi sosial, pada
usia dibawah 3 tahun, yang berdampak pada perolehan pendidikan pada
anak. Karakteristik lain yang dikaitkan dengan anak autis adalah perulangan
aktifitas, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas
harian dan tanggapan yang tak lazim pada perasaan. Istilah tersebut berlaku
jika perolehan pendidikan anak kurang baik karena anak mengalami
gangguan emosional. (www.unj.ac.id)
Melihat kecenderungan perilaku anak autis seperti halnya tersebut
diatas maka perlu dipikirkan pola pendidikan yang tepat bagi mereka. Pola
pendidikan formal di sekolah umum/reguler kurang cocok bagi anak autis sebab
perhatian guru terhadap perkembangan murid dirasa masih kurang. Selain itu,
pola pendidikan formal di sekolah umum yang menekankan aspek akademik dan
sosialisasi terhadap lingkungan dikhawatirkan akan menyulitkan anak autis untuk
beradaptasi dengan pola tersebut. Dalam Theo Peeters (2004:12) disebutkan
bahwa “Pendidikan Khusus” secara tradisional masih kurang khusus. Dari
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan khusus dengan
pembelajaran secara tradisional pun masih dirasa kurang cocok untuk anak autis.
Hal ini disebabkan karena anak autis sangat berbeda dengan penderita cacat
mental lain, berbeda dengan anak-anak yang memiliki masalah kejiwaan, berbeda
dengan anak-anak yang terlambat bicara, dan berbeda dengan anak-anak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
mengalami gangguan pendengaran. Oleh sebab itu, pendidikan khusus autis
merupakan salah satu alternatif pendidikan tepat bagi anak autis.
Kebutuhan anak autis yang begitu khusus menuntut adanya suatu
kurikulum dan standar pengajaran dengan pendekatan yang berbeda dengan
pendekatan-pendekatan di sekolah khusus lainnya. Seperti halnya Zelan dalam
Adriana Soekandar Ginanjar ( 2007 : 1) berpendapat bahwa individu autistik
berbeda dengan individu lainnya sehingga perlu diberi pendekatan dengan
pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan
unik. Oleh sebab itu, sekolah khusus autis pada umumnya memiliki kurikulum
yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain.
Penelitian tentang Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum
Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik (Abdul Salim : 2010)
merupakan salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebab dalam
penelitian tersebut memandang bahwa peserta didik berkebutuhan khusus (ABK)
terdapat perbedaan karakter dan kemampuan yang tampak mencolok pada hampir
semua bidang baik akademik maupun non akademik. Implikasi dari perbedaan
tersebut menyebabkan bentuk layanan pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan
masing-masing anak. Oleh sebab itu, dalam penelitian tersebut melakukan
pengembangan penyesuaian (modifikasi) kurikulum (bahan ajar), peran serta
guru, sarana prasarana, dana, dan managemen (pengelolaan kelas dalam kegiatan
belajar mengajar). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa selain KTSP yang
dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
dasar (KD) yang terdapat dalam standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
(SKL), juga mengembangkan program pengajaran individual yang mengacu pada
kurikulum khusus.
Seperti halnya penelitian di atas, penelitian ini akan membahas tentang
kurikulum khusus yang dikembangkan di SLB Autis Alamanda. Kurikulum
tersebut tentu saja berbeda dengan kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah
khusus lain maupun sekolah umum. Kurikulum ini dikembangkan dengan
mengacu pada karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan yang berbeda pada anak
autis. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga mengembangkan PPI yang mengacu
pada kurikulum khusus tersebut. Pelaksanaan kurikulum khusus ini pun
menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan
pembelajaran lainnya.
Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai kurikulum khusus dan
implementasi kurikulum yang digunakan di SLB Autis Alamanda, peneliti
melakukan studi mengenai implementasi kurikulum khusus di SLB Autis
Alamanda.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi
adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan dan karakteristik anak autis yang sangat khusus.
2. Kurikulum dibuat dan dikembangkan oleh masing-masing sekolah dengan
berpatokan pada kebutuhan anak.
3. Implementasi kurikulum khusus di tiap sekolah khusus berbeda-beda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Pembatasan Masalah
1. Permasalahan yang dibahas dibatasi pada implementasi kurikulum khusus
autis yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda.
2. Implementasi kurikulum meliputi pengadaan kurikulum, pelaksanaan
pembelajaran, hasil yang dicapai, serta kendala-kendala dalam pelaksanaan
kurikulum khusus tersebut.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda?
2. Bagaimana hasil yang dicapai?
3. Kendala apa yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum tersebut?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB
Autis Alamanda.
2. Untuk mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus
autis di SLB Autis Alamanda.
3. Untuk mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum
khusus autis di SLB Autis Alamanda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi pendidikan, khususnya mengenai
implementasi kurikulum khusus bagi anak autis.
b. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relavan.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar teoretis untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
Memberikan gambaran tentang kelebihan dan kelemahan kurikulum
sehingga dapat menjadi suatu masukan positif untuk perbaikan dan
pengembangan kurikulum di sekolah yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Teori tentang Kurikulum
a. Definisi Kurikulum
Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007 : 94), ada tiga
konsep tentang kurikulum, yaitu: pertama, kurikulum sebagai substansi, suatu
kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid
di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Kedua,
kurikulum sebagai suatu sistem kurikulum yaitu merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup sistem personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara
menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan
menyempurnakannya. Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu
bidang studi kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
Tidak jauh berbeda dari pendapat Tim Pengembang Ilmu Pendidikan,
Wina Sanjaya (2009: 4) menyebutkan bahwa apabila dilihat dari penelusuran
konsep, pada dasarnya kurikulum memiliki tiga dimensi pengertian yaitu
kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan
kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Dari kedua konsep kurikulum di atas, kita dapat mendefinisikan
beberapa pengertian kurikulum yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang
studi), kurikulum sebagai pengalaman belajar, kurikulum sebagai perencanaan
program pembelajaran (substansi), dan kurikulum sebagai suatu system
kurikulum. Kurikulum sebagai mata pelajaran ditemukan dari definisi yang
dikemukakan Robert M. Hutchin dalam Wina Sanjaya (2009:4) yang
menyatakan : “ The curriculum should include grammer, reading, thetoric and
logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the great
books of the western world”.(dalam kurikulum harus memuat mata pelajaran
tata bahasa, membaca, teori dan logika, dan matematika, dan memperkenalkan
tentang dunia barat ). Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa dalam konsep
kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang studi) tujuan utama yaitu untuk
memperoleh ijazah. Dalam ijazah memuat berbagai mata pelajaran dan nilai-
nilai berdasarkan standar tertentu. Apabila siswa telah berhasil mencapai nilai
dengan standar tertentu, siswa akan memperoleh ijazah kelulusan yang berarti
bahwa siswa telah menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa bila ditinjuai dari kurikulum
sebagai mata pelajaran yaitu apabila siswa telah berhasil mencapai nilai
tertentu berdasarkan suatu standar yang telah ditentukan.
Definisi kurikulum sebagai pengalaman belajar dapat ditemukan dari
pendapat M. Skilbeck (1984) dalam
http://maydina.multiply.com/journal/item/551/Apa_itu_kurikulum
mendefinisikan kurikulum sebagai “The learning experiences of students, in so
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
far as they are expressed or anticipated in goals and objectivies, plans and
designs for learning and implementation of these plans and design in school
environments”. (pengalaman-pengalaman siswa yang diekspresikan dan
diantisipasikan dalam cita-cita dan tujuan-tujuan, rencana-rencana dan desain-
desain untuk belajar dan implementasi dari rencana-rencana dan desain-desain
tersebut di lingkungan sekolah).
Pengertian kurikulum di atas mengandung arti bahwa kurikulum itu
memiliki tujuan tertentu. Setelah tujuan itu jelas, barulah mendesain metode
pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran tesebut. Dalam pengertian
kurikulum ini penerapan dari model desain sistem pembelajaran itu hanya
terbatas pada lingkungan sekolah saja, sehingga kegiatan sekolah yang
dilakukan diluar lingkungan sekolah tidak dianggap sebagai kurikulum
walaupun menunjang proses pembelajaran.
Konsep kurikulum sebagai suatu program atau rencana pembelajaran
dapat ditemukan dalam pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba (1962)
dalam Wina Sanjaya (2009:8) yang mengatakan : “A curriculum is a plan for
learning: therefore, what is known about the learning process and the
development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum”.
(kurikulum adalah suatu rencana pembelajaran: oleh karena itu apa yang
diketahui tentang proses pembelajaran dan perkembangan individu termuat
dalam bentuk kurikulum). Pendapat tersebut selanjutnya diikuti oleh tokoh-
tokoh lain seperti Daniel Tanner dan Lauren Tanner yang menyatakan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
kurikulum adalah perencanaan yang berisi tentang petunjuk belajar serta hasil
yang diharapkan.
Dafinisi kurikulum menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 sejalan dengan konsep kurikulum sebagai
suatu rencana pembelajaran. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Dari beberapa definisi tentang kurikulum di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa kurikulum ialah suatu patokan rencana-rencana dalam hal
penyelenggaran pembelajaran yang memiliki tujuan dan cita-cita tertentu yang
berlandaskan pada isi materi dan pengalaman-pengalaman belajar yang harus
dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang
dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta
implementasi dari dokumen-dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.
Kurikulum harus bersifat fleksible (dapat mengalami perbaikan) dan didesain
oleh sekolah agar murid-murid itu memiliki representasi fungsi langsung di
masyarakat. Dalam hal ini kegiatan pembelajaran yang dilakukan sekolah itu
tidak harus dilakukan di sekolah, dan tidak terbatas pada akademis semata,
Pendidikan karakter, watak, dan tingkah laku juga dapat masuk dalam
kurikulum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. Landasan Kurikulum
Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dan pengaruh yang
besar dalam system pendidikan. Oleh sebab itu, dalam mengembangkan suatu
kurikulum harus memiliki dasar-dasar tertentu yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam sehingga kurikulum
tersebut dapat dipertanggungjawabkan dikemudian hari serta tidak
menyebabkan kegagalan pendidikan. Dasar-dasar tertentu tersebut adalah
suatu landasan kurikulum yang merupakan suatu fondasi yang harus dibangun
dengan kuat.
Dalam Wina Sanjaya (2009:42) disebutkan bahwa ada tiga landasan
pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, dan landasan
sosiologis-teknologis ;
1) Landasan filosofis
Landasan filosofis menempatkan filsafat sebagai salah satu
landasan pengembangan kurikulum. Dalam filsafat, dikenalkan beberapa
aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum
pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan.
Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003)
dalamhttp://www.infogue.com/viewstory/2009/02/07/landasan_kurikulum_i
ndonesia/?url=http://masterdagan.blogspot.com/2009/02/landasan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kurikulum.html, diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat,
kaitannya dengan pengembangan kurikulum, yaitu :
a) Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran
dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan
sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada
kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat
dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b) Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi
anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran
lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga
untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,
essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
c) Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan
tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya
hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?
d) Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan
proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar
peserta didik aktif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
e) Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.
Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat
ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual
seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan
tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini
akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah,
dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil
belajar dari pada proses.
Aliran filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme
merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model
Kurikulum Subjek-Akademis (konsep kurikulum mata pelajaran).
Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan
model kurikulum pendidikan pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme
banyak diterapkan dalam pengembangan model kurikulum pendidikan.
Dalam Wina Sanjaya (2009:43) disebutkan bahwa sebagai suatu
landasan fundamental, filsafat memegang peran penting dalam proses
pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses
pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan
tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup, maka dapat
ditentukan tujuan dari pendidikan itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi
atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian
tujuan. Filsafat sebagai system nilai dapat dijadikan suatu pedoman dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
merencanakan kegiatan pembelajaran. Keempat, filsafat dapat dijadikan
sebagai penentu tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran.
Dari beberapa pendapat tentang landasan filosofis di atas dapat
diketahui bahwa suatu kurikulum harus memiliki landasan filosofis untuk
membawa suatu kurikulum pada tujuan, proses, dan hasil yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Pendapat dari Wina Sanjaya bahwa filsafat
merupakan suatu landasan fundamental merupakan pendapat yang sangat
sesuai bagi penulis sebab filsafat sebagai landasan kurikulum dapat
membawa kurikulum pada arah dan tujuan yang jelas sehingga akan tampak
jelas kemana peserta didik akan dibawa oleh kurikulum tersebut.
Selanjutnya dapat diketahui pula peserta didik seperti apa yang akan
diciptakan dan diterjunkan dalam masyarakat dari pelaksanaan isi kurikulum
tersebut. Dengan filsafat dapat diketahui hakikat dari pengetahuan yang
harus dipelajari sehingga dapat dijadikan suatu pedoman dalam
merencananan kegiatan pembelajaran. Selain itu dengan filsafat dapat
dijadikan tolok ukur dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran dan
system nilai yang harus diwariskan pada peserta didik sebagai generasi
penerus.
2) Landasan Psikologis
Kurikulum hendaknya harus memperhatikan kondisi psikologi
perkembangan dan psikologi belajar anak. Hal ini disebabkan karena setiap
anak didik memiliki keunikan, kebutuhan, kemampuan yang berbeda-beda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Selain itu minat, bakat maupun potensi yang dimiliki pun berbeda-beda
sesuai dengan tahapan perkembangannya.
Pemahaman tentang psikologi perkembangan dan psikologi belajar
anak sangatlah penting dalam melakukan pengembangan maupun
perancangan kurikulum. Pentingnya pemahaman tentang masa
perkembangan anak disebabkan karena setiap anak memiliki karakteristik
perkembangan tertentu. Beberapa karakteristik perkembangan anak dalam
Abdul Salim (1993:6) yaitu :
a) Bahwa perkembangan anak berlangsung menurut pola tertentu, dimulai
dari bayi yang masih sangat tergantung pada orang lain dan lingkungan
hingga dewasa yang dapat mandiri.
b) Ada perbedaan perkembangan pada setiap individu
c) Perkembangan dini merupakan dasar perkembangan selanjutnya.
d) Perkembangan kemampuan anak dimulai dari yang sederhana menuju ke
yang kompleks, dari hal-hal yang bersifar riil menuju ke hal-hal yang
bersifat abstrak.
Dari pendapat Abdul Salim di atas dapat diketahui bahwa setiap
individu akan mengalami suatu perkembangan yang berbeda-beda
berdasarkan pola tertentu. Perkembangan setiap anak dimulai dari hal-hal
yang paling sederhana menuju hal-hal yang kompleks. Oleh sebab itu, setiap
pendidik perlu mengetahui karakteristik perkembangana anak agar dapat
memberikan pendidikan yang tepat sesuai usia perkembangan anak terutama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pada masa perkembangan dini yang merupakan dasar perkembangan
selanjutnya bagi setiap individu.
Dalam Wina Sanjaya (2009:48) dijelaskan pula bahwa pentingnya
pemahaman tentang masa perkembangan disebabkan karena beberapa
alasan, antara lain :
a) Setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu.
Pada setiap tahapan itu anak memiliki tugas-tugas dan karakteristik
tertentu, sehingga apabila tugas-tugas tersebut belum dapat dikuasai
maka anak akan mengalami hambatan pada tahapan perkembangan
selanjutnya.
b) Anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode
yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup
mereka.
c) Pemahaman terhadap perkembangan anak akan memudahkan dalam
melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik dalam pemberian batuan
selama proses pembelajaram maupun mengantisipasi kejadian-kejadian
yang tidak diharapkan.
Penulis sependapat dengan Wina Sanjaya yang mengemukakan
beberapa alasan tentang pentingnya pemahaman tentang masa
perkembangan. Bagi seorang pendidik pemahaman ini sangatlah penting
untuk membantu memberikan pendidikan yang tepat dan sesuai untuk anak
didiknya. Dengan pemahaman masa perkembangan anak, pendidik dapat
membantu peserta didik dalam memberikan respon secara tepat pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
perilaku tertentu seorang anak. Dalam tahapan perkembangan terdapat
urutan yang dapat diramalkan sehingga dapat membantu pendidik mengenal
perkembangan yang khusus dan memprediksi fase perkembangan
berikutnya yang sesuai. Hal ini sangatlah penting sebab perkembangan pada
suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya.
Dari pendapat Abdul Salim mengenai karakteristik perkembangan
anak dan Wina Sanjaya mengenai pentingnya pemahaman tentang masa
perkembangan marupakan dua hal yang sangat diperlukan bagi seorang
pendidik dalam memberikan pendidikan bagi peserta didik. Melalui
pemahaman pada kedua hal tersebut pendidik dapat memperoleh gambaran
yang nyata tentang anak/peserta didik, sehingga pendidik dapat mempunyai
gambaran umum mengenai perkembangan anak. Selanjutnya, pemahaman
ini dapat membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada
perilaku tertentu pada seorang anak. Pemahaman ini juga akan sangat
membantu dalam mengenali berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi
pada anak didik. Dengan demikian, pendidik dapat melakukan penanganan
sedini mungkin terhadap penyimpangan-penyimpangan atau keterlambatan-
keterlambatan yang terjadi pada peserta didik.
Selain psikologi perkembangan, pengembangan kurikulum tidak
lepas pula dari psikologi belajar. Psikologi belajar merupakan suatu studi
tentang bagaimana individu belajar. Para pengembang kurikulum perlu
memahami tentang psikologi belajar karena pada dasarnya kurikulum
disusun untuk membelajarkan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar
yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat
didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam
merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya
teori belajar akan memberikan kemudahan bagi pendidik dalam
menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Jadi, dengan memahami psikologi perkembangan anak pendidik
dapat mengetahui secara umum kebutuhan peserta didik sesuai usia
perkembangan anak. Untuk pemahaman secara lebih khusus dan individual
diperlukan pemahaman secara lebih mendalam terhadap kebutuhan masing-
masing individu dengan perkembangan yang unik dan berbeda-beda.
Melalui pemahaman tentang psikologi belajar para perancang kurikulum
dapat benar-benar menyesuaikan rancangan kurikulum sesuai dengan
perkembangan kemampuan anak, karakteristik dalam setiap tahap
perkembangan, serta kebutuhan anak pada setiap tahapan perkembangan
tersebut.
3) Landasan Sosiologis Teknologis
Pentingnya landasan sosiologis teknologis dimaksudkan untuk
mempersiapkan siswa agar dapat berperan aktif dalam masyarakat. Hal ini
disebabkan karena manusia merupakan makhluk social yang membutuhkan
orang lain dalam hidupnya, oleh sebab itu pengembangan kurikulum
memerlukan suatu landasan yang menekankan pada kehidupan sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
manusia, hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau
masyarakat. Di dalam kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu
masyarakat, akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat karena manusia berasal dari masyarakat dan akan
kembali ke masyarakat pula.
Dalam http://rizcafitria.wordpress.com/2010/07/05/landasan-
sosiologis-pengembangan-kurikulum/#comment-25 disebutkan bahwa ada
beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan
kurikulum dalam masyarakat, antara lain :
a) Kebutuhan masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang
terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
b) Perubahan dan perkembangan masyarakat
Masyarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan
berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat
sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya
pendidikan, diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.
c) Tri pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat
pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain
itu, media massa, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga
dapat berperan sebagai pusat pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Melihat kenyataan bahwa kebutuhan hidup masyarakat sangat
banyak dan tak terbatas serta kehidupan masyarakat yang selalu megalami
perubahan dan perkembangan seperti pendapat dalam situs yang tersebut di
atas, maka sangat tepat bila kehidupan dalam masyarakat memberikan
pengaruh yang besar pada kurikulum di sekolah. Peserta didik maupun para
pendidik yang berasal dari keluarga-keluarga kecil merupakan bagian dari
masyarakat, sehingga kebutuhan, perubahan dan perkembangan yang terjadi
dalam masyarakat perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan maupun
perkembangan kurikulum.
Menurut Wina Sanjaya (2009:55) untuk menentukan asas
sosiologis-teknologis dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu
kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, perlu
mengkaji berbagai hal, antara lain :
a) Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik terjadi pada system nilai,
pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, maupun tuntutan masyarakat.
Oleh sebab itu, penyerapan informasi yang dibutuhkan masyarakat
merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan
kurikulum.
b) Kemajuan IPTEK sebagai bahan pertimbangan penyusunan kurikulum
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil kemampuan
berpikir manusia. Hal ini telah membawa manusia ke dalam kehidupan
yang penuh dengan berbagai teknologi. Melihat kenyataan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan
cepat, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat pendidikan harus
terus menerus diperbaharui mengukuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tersebut baik isi maupun prosesnya. Para pengembang
kurikulum, khususnya guru harus terus mengikuti dan memahami
perubahan-perubahan perkembangan itu, sehingga kurikulum yang
digunakan sebagai alat pendidikan dapat berfungsi secara maksimal.
Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya mengenai beberapa hal yang
perlu dikaji dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum, maka dapat
diketahui bahwa kekuatan social yang berasal dari masyarakat melalui
berbagai penyerapan informasi yang didapatkan dari masyarakat sangat
berpengaruh terhadapt perubahan dan perkembangan kehidupan dalam suatu
masyarakat. IPTEK yang merupakan suatu hasil dari pemikiran masyarakat
pun memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kebutuhan,
perubahan dan perkembangan masyarakat sehingga segala sesuatu yang
berupa informasi yang diserap dari masyarakat perlu dipertimbangkan
dalam kurikulum di sekolah. Oleh sebab itu, kurikulum hendaknya bersifat
fleksibel mengingat kebutuhan, perubahan, perkembangan, dan kemajuan
informasi sangat cepat melalui berbagai media baik media cetak maupun
elektronik.
Jadi, dalam penyusunan dan pengembangan setiap kurikulum perlu
adanya suatu landasan/dasar yang kuat baik dari segi filosofis/keilmuan,
psikologis (psikologi perkembangan dan psikologi belajar), dan dari segi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
sosiologis. Hal ini dimaksudkan agar kurikulum dapat menjadi suatu
patokan dalam pembelajaran, tidak terombang ambing, memiliki tujuan
yang jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan.
c. Desain Kurikulum
Desain merupakan rancangan, pola, atau model. Jadi yang dimaksud
dengan mendesain kurikulum adalah merancang kurikulum agar sesuai dengan
misi dan visi sekolah. Beberapa desain kurikulum yang dirumuskan para ahli
seperti McNeil (1977) dalam Wina Sanjaya (2009:63) membagi desain
kurikulum manjadi empat model yaitu model kurikulum humanistic, kurikulum
rekontruksi social, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik.
Sedangkan Alexander dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum majadi
kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang bersifat spesifik atau
kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi
social, dan kurikulum berdasarkan minat individu. Sedangkan Evelyn.J.Sowell
(1996:57) menjelaskan mengenai beberapa desain kurikulum yaitu subject
matter designs, society-cultur based-designs, dan learner based design.
Beberapa pembagian desain kurikulum yang disampaikan beberapa ahli di atas
merupakan pembagian desain kurikulum yang tidak jauh berbeda anatara pakar
yang satu dengan pakar yang lain.
Subject matter design pada dasarnya merupakan desain kurikulum
dimana kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan.
Kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah. Desain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
kurikulum saperti ini merupakan dasain kurikulum yang banyak digunakan
terutama di Indonesia.
Society-cultur based-designs merupakan desain kurikulum yang
memfokuskan pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat
khususnya dalam masalah social dan kebudayaan masyarakat.
Learner based design merupakan kurikulum yang berpusat pada
siswa. Kurikulum ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai
prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Kurikulum ini
didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu
peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan
peserta didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada
siswa sebagai sumber isi kurikulum. Pendekatan yang digunakan dalam desain
kurikulum ini yaitu pendekatan humanistic .
Dalam Nasution (1999:49) menyatakan bahwa para pendidik
humanistic yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus
dipandang sentral dalam kurikulum, sehingga dalam belajar dapat memberikan
hasil yang maksimal. Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan
kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun social. Misalnya
diajarkan bagaimana cara bergaul, saling bertukar pengalaman, berkelakuan
sopan, menjaga persahabatan, dan lain sebagainya.
Dalam Nasution (1999:49) disebutkan juga mengenai asumsi-asumsi
yang mendasarkan pendekatan humanistic dalam kurikulum ini yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
1) Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan
sepenuhnya.
2) Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
3) Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa
saling percaya , saling membantu, saling mempedulikan, dan bebas dari
ketegangan yang berlebihan.
4) Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab
kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap
“apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar.
5) Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peran penting dalam pengusaan
bahan pelajaran itu.
6) Evaluasi diri merupakan bagian yang penting dalam proses belajar yang
memupuk harga diri.
Alice Crow dalam Wina Sanjaya (2009:71) menyarankan beberapa
hal dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa yaitu :
1) Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak
2) Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
3) Anak hendaknya ditempatkan sebagi subjek belajar yang berusaha untuk
belajar mandiri. Artinya siswa harus didorong uttuk melakukan berbagai
aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
4) Diusahakan apa yang dipelajari siswa sasuai dengan minat, bakat, dan
tingkat perkembangan mereka. Maksudnya, apa yang seharusnya dipelajari
bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau sudut orang lain
akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.
Jadi, desain kurikulum yang berpusat pada siswa memandang manusia
sebagai pribadi yang unik yang memiliki kemampuan, karakteristik,
kebutuhan, bakat serta minat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu menyesuaikan
dengan peserta didik.
Dari beberapa desain kurikulum yang telah dijelaskan di atas berarti
setiap sekolah dapat memilih desain kurikulum yang paling sesuai dengan visi,
misi, dan tujuan sekolah. Selain itu, pemilihan desain kurikulum pun harus
menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik yang ada di sekolah
tersebut.
d. Komponen-Komponen Kurikulum
Dalam komponen kurikulum beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan, yaitu: a) tujuan yang ingin dicapai, b) materi yang perlu
disiapkan untuk mencapai tujuan, c) susunan materi/pengalaman belajar, dan
d) evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2010: 102)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Komponen-komponen kurikulum antara lain:
1) Tujuan Kurikulum
Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap
program pendidikan yang akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif
pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Oleh sebab itu kurikulum sebagai salah satu rencana pembelajaran
harus memiliki tujuan yang jelas. Dalam Undang –undang No 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiolal disebutkan bahwa kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi
atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010:103), tujuan kurikulum
dirumuskan berdasarkan dua hal yaitu : perkembangan tuntutan kebutuhan
dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah
pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara. Sedangkan
menurut Wina Sanjaya (2009:101) mengatakan mengenai beberapa alasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
perlunya tujuan dirumuskan dalam kurikulum yaitu : a) tujuan erat
kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya
pendidikan; b) melalui tujuan yang jelas maka dapat membantu para
pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat
digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system
pembelajaran; c) tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai
kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.
Dalam Nana Syaodih (2010:103) tujuan-tujuan mengajar dibedakan
atas beberapa kategori sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya.
Gege dan Briggs mengemukakan lima kategori tujuan yaitu intellectual
skill, cognitive strategies, verbal information, motor skills dan attitudes.
Bloom menggolongkan tiga klasifikasi tujuan atau tugas domain yaitu
domain kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dalam Wina Sanjaya
(2009:106) dijelaskan bahwa menurut hirarkisnya tujuan pendidikan terdiri
atas tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik
dan dapat diukur. Tujuan pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu :
a) Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan umum yang sarat
dengan muatan filosofis suatu bangsa. TPN merupakan sasaran akhir
yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya
setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk
manusia yang sesuai dengan rumusan-rumusan itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
b) Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai setiap
lembaga pendidikan. Tujuan ini merupakan kualifikasi yang harus
dimiliki siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan
program di suatu lembaga tertentu.
c) Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus dicapai setiap bidang
studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler merupakan kualifikasi yang
harus dimiliki setiap siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang
studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.
d) Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP), adalah kemampuan
(kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh
siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu.
Hubungan setiap klasifikasi tujuan dari tujuan umum sampai tujuan
khusus dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Institusional
Tujuan Kurikuler
Tujuan Pembelajaran
Arah penjabaran tujuan
Arah pencapaian tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Pada gambar di atas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional
merupakan sasaran pencapaian akhir dari proses pendidikan. Tujuan
Pendidikan Nasional tersebut melahirkan tujuan institusional yang
merupakan tujuan dari suatu lembaga pendidikan dimana tujuan lembaga
tersebut selanjutnya memiliki tujuan kurikuler untuk setiap mata pelajaran.
Penjabaran dari tujuan kurikuler itu sendiri merupakan tujuan pembelajaran
yang haus dicapai untuk satu kali pertemuan.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih
Sukmadinata (2010:105) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang
ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik,
dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku
yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan
perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang
sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang
yang dapat diajak bekerja sama.
2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik,
dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan,
panjangnya dan frekuensi respons.
3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang
perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b)
kondisi atau lingkungan psikologis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Jadi tujuan yang dirumuskan oleh seorang guru ketika melakukan
pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas untuk setiap kali pertemuan
adalah tujuan pembelajaran. Walaupun tujuan yang dirumuskan tersebut
merupakan tujuan pembelajaran, tetapi seorang guru tidak boleh lupa bahwa
tujuan akhir dari proses tersebut harus tetap mengarah pada tujuan
pendidikan nasional.
2) Komponen Isi/Materi
Materi atau isi kurikulum adalah segala sesuatu isi atau materi
kurikulum yang harus dipahami siswa dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum. Selain itu, isi atau materi kurikulum diberikan kepada anak
didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan.
Dalam http://whyfaqoth.blogspot.com/2011/04/komponen-dan-
pengembangan-kurikulum.html menyebutkan kriteria yang dapat membantu
pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum yaitu:
a) Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan
siswa.
b) Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c) Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji
d) Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas
e) Isi kurikulum dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Selain itu, disebutkan pula bahwa materi kurikulum pada
hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :
a) Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau
topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses
pembelajaran
b) Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran
c) Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dalam Wina Sanjaya (2009:114) dijelaskan bahwa isi atau materi
kurikulum harus bersumber pada tiga hal berikut :
a) Masyarakat sebagai sumber kurikulum
Pendidikan merupakan bekal bagi peserta didik agar dapat hidup
di masyarakat. Oleh sebab itu, isi atau materi kurikulum harus
memperhatikan dan menyesuaikan pula dengan kebutuhan serta
karakteristik masyarakat di lingkungan sekitar. Siswa sebagai peserta
didik perlu diperkenalkan dengan lingkungan sekitarnya, sebab
lingkungan sekitar serta masyarakat di setiap daerah memiliki
karakteristik dan keunikan yang berbeda-beda.
b) Siswa sebagai sumber isi/materi kurikulum
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi
kurikulum berkaitan dengan siswa yaitu :
(1) Kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
(2) Isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan
sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang
dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang
akan datang.
(3) Siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri
dan tidak sekedar menerima secara pasif apa yang diberikan guru.
(4) Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan
keinginan siswa.
Jadi untuk merumuskan materi kurikulum tidak hanya
bersumber dari masyarakat, melainkan perlu memperhatika kebutuhan,
karakteristik, minat serta tahapan perkembangan dari siswa.
c) Ilmu pengetahuan sebagai sumber materi kurikulum
Ilmu merupakan pengetahuan yang terorganisir secara sistematis
dan logis. Dengan demikian tidak semua pengetahuan dapat dikatakan
ilmu. Ilmu hanya merujuk pada pengetahuan yang memilki objek dan
metode tertentu.
3) Strategi pelaksanaan kurikulum
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan
mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi
pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Strategi dan sumber
mengajar merupakan salah satu bagian yang penting dalam kurikulum agar
apa yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
adanya perencanaan yang cermat mengenai strategi dan sumber belajar lebih
dapat menjamin bahwa kurikulum dapat diwujudkan dan apa yang diajarkan
dapat dikuasai siswa.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana
kurikulum itu dilaksanakan di sekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide,
harapan, yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah, sehingga mampu
mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan. Dalam Nasution
(1999:79) mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya perencanaan
strategi mengajar, yaitu:
a) Menjamin agar kurikulum yang direncanakan dapat dilaksanakan
sehingga tujuan tercapai.
b) Agar pelajaran yang sama yang diberikan oleh beberapa tenaga pengajar
dilakukan secara konsisten sehingga tidak merugikan kelas tertentu.
c) Mengusahakan agar dalam proses belajar mengajar diterapkan berbagai
strategi mengajar yang serasi dan tidak hanya terbelenggu oleh metode
ceramah.
d) Membantu guru memberi pelajaran yang efektif serta menarik dengan
menyediakan sumber belajar
e) yang memadai.
Saat ini sangat banyak strategi mengajar yang telah kita kenal
seperti demonstrasi, praktek latihan, analisis, problem solving, inquiri, kerja
lapangan dan sebagainya. Dalam memilih strategi yang tepat untuk suatu
pembelajaran tertentu seorang pengajar perlu memperhatikan tujuan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
ingin dicapai baik tujuan umum maupun tujuan khusus, keadaan peserta
didik, fasilitas yang ada, serta alokasi waktu yang tersedia. Untuk satu
pelajaran dapat digunakan lebih dari satu strategi mengajar agar tujuan dapat
lebih mudah tercapai dan mencegah terjadinya kebosanan pada siswa.
Sumber mengajar pun perlu dipersiapkan dalam pengembangan
kurikulum. Tenaga pengajar hendaknya dikerahkan untuk bersama-sama
menyiapkan segala sumber belajar yang diperlukan dalam rangka
pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk mengembangkan sumber mengajar,
tenaga pengajar dapat dibagi dalam sejumlah kelompok menurut bidang dan
keterampilannya masing-masing.
Sumber belajar dapat berupa bahan cetakan, buku pelajaran atau
buku referensi, majalah, transparansi, proyektor, diagram, permainan
simulasi, tape (peta rekaman) audio dan video, peta, gambar, dan segala alat
serta bahan lain yang dapat menunjang proses belajar mengajar.
4) Evaluasi kurikulum
Dalam Nasution (1999:88) disebutkan beberapa tujuan
dilaksanakannya evaluasi kurikulum, yaitu :
a) Mengetahui sejauh manakah siswa mencapai kemajuan sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
b) Menilai efektivitas kurikulum
c) Menentukan faktor biaya, waktu, dan tingkat keberhasilan kurikulum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan mengenai
kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang
diperlukan.
Jenis-jenis penilaian meliputi :
a) Penilaian awal pembelajaran (Input program)
b) Penilaian proses pembelajaran (Program)
c) Penilaian akhir pembelajaran.(output program)
Dari berbagai uraian mengenai komponen-komponen yang harus
ada dalam kurikulum, dapat disimpulkan bahwa setiap kurikulum harus
memiliki : a) tujuan kurikulum, sehingga suatu kurikulum memiliki arah
yang jelas dalam menuntun peserta didiknya; b) isi kurikulum, isi/materi
kurikulum harus sinkron dengan tujuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi siswa, serta dapat mempersiapkan siswa menuju
kehidupan bermasyarakat; c) strategi pelaksanaan kurikulum, merupakan
suatu cara yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan kurikulum yang
telah dirumuskan. Strategi pelaksanaan kurikulum dapat mencakup metode,
media maupun berbagai pendekatan yang dilakukan dalam menyampaikan
isi/materi kurikulum kepada peserta didik; d) evaluasi kurikulum,
merupakan penilaian mengenai pelaksanaan kurikulum baik mengenai
keberhasilan maupun kegagalan, kekurangan ataupun mengenai hal-hal
yang perlu dikembangkan lagi maupun efektifitas pelaksanaan kurikulum
dalam pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Teori Tentang Kurikulum Khusus
Kurikulum yang dikembangkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus
berbeda dengan struktur kurikulum umum. Peserta didik berkelainan dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu peserta didik berkelainan tanpa disertai
dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan peserta didik berkelainan
disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata.
Dalam Martinis Yamin (2008:82) menyebutkan bahwa kurikulum
pendidikan khusus terdiri dari 8 sampai 10 mata pelajaran, muatan local, program
khusus, dan pengembangan diri. Muatan local merupakan kegiatan kurikuler
untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas daerah,
potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah,
yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya,
yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina
komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri
untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, serta
bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras. Sedangkan pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan
diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan
minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
Dalam Martinis Yamin (2008:83) disebutkan pula bahwa peserta didik
tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata, dalam batas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
tertentu masih dimungkinkan untuk mengikuti kurikulum standar meskipun harus
dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan
kemampuan intelektual dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat
spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam
hidup sehari-hari.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum
satuan pendidikan khusus dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan
intelektual di bawah rata-rata menggunakan sabuah kurikulum SDLB A, B, E
; SMPLB A, B, D; dan SMALB A, B, D, E (A=tunanatra, B = tunarungu, D =
tunadaksa, E = tunalaras).
2. Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan
intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebuah kurikulum SDLB C, C1,
D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G (C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita
sedang, D1 = tunadaksa sedang, G = tunaganda).
3. Kurikulum satuan pendidikan SDLB A, B, D, E relative sama dengan
kurikulum SD umum. Pada satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E, dan
SMALB A, B, D, E, dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan
dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai pada
jenjang pendidikan tinggi.
4. Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E terdiri
atas 60% - 70% aspek akademik dan 40% - 30% berisi aspek keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
vokasional. Muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMALB A, B, D , E
terdiri atas 40% - 50% aspek akademik dan 60% - 50% aspek keterampilan
vokasional.
5. Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D, G,
dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta
didik dan sifatnya lebih individual.
6. Pembelajaran untuk satuan pendidikan khusus SDLB, SMPLB, dan SMALB
C, C1, D1, G menggunakan pendekatan tematik.
7. Standar kompetensi (SK) dan Kompetansi Dasar (KD) mata pelajaran umum
SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E mengacu pada SK dan KD sekolah
umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta
didik, dikembangkan oleh BSNP, sedang SK dan KD untuk mata pelajaran
program khusus dan keterampilan dikembangkan oleh satuan pendidikan
khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan pendidikan.
8. Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB dan
SMPLB dan SMALB C, C1, D1, G diserahkan kepada satuan pendidikan
khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan
pendidikan.
9. Struktur kurikulum pada satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB
mengacu pada struktur kurikulum SD dan SMP dengan penambahan program
khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jam/minggu. Untuk
jenjang SMALB, program khusus bersifat kasuistik sesuai dengan kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban
belajar.
10. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis
ketunaannya, yaitu :
a. program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra,
b. bina komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu,
c. bina diri untuk peserta didik tunagrahita ringan dan sedang,
d. bina gerak untuk peserta didik tunagrahita ringan,
e. bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras
f. bina diri dan bina gerak untuk peserta didik tunadaksa sedang dan
tunaganda.
11. Jumlah dan alokasi waktu jam pelajaran diatur sebagai berikut :
a. Jumlah jam pembelajaran SDLB A, B, D, E kelas I, II, dan III berkisar
antara 28 – 30 jam pembelajaran/minggu dan 34 jam
pembelajaran/minggu untuk kelas IV, V, VI. Kelebihan 2 jam pelajaran
dari SD umum karena ada tambahan mata pelajaran program khusus.
b. Jumlah jam pembelajaran SMPLB A, B, D , E kelas VII, VIII, IX adalah
34 jam/minggu. Kelebihan 2 jam pembelajaran dari SMP umum karena
ada penambahan mata pelajaran program khusus.
c. Jumlah jam pembelajaran SMALB A, B, D, E kelas X, XI, XII adalah 36
jam / minggu, sama dengan jumlah jam pembelajaran SMA umum.
Program khusus pada jenjang SMALB bersifat fakultatif dan tidak masuk
beban pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
d. Jumlah jam pembelajaran SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G sama
dengan jumlah jam pelajaran pada SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E
tetapi pada penyajiannya melalui pendekatan tematik.
e. Alokasi per jam pembelajaran untuk SDLB, SMPLB, dan SMALB A, B,
D, E maupun C, C1, D1, G masing-masing 30’, 35’ dan 40’. Selisih 5
menit dari sekolah regular disesuaikan dengan kondisi peserta didik
berkelainan.
f. Satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB dapat menambah
maksimum 6 jam pembelajaran/ minggu untuk keseluruhan jam
pembelajaran, dan 4 jam pembelajaran untuk tingkat SMALB sesuai
kebutuhan peserta didik dan satuan pendidikan bersangkutan.
12. Muatan isi pada setiap mata pelajaran diatur sebagai berikut :
a. Muatan isi setiap mata pelajaran pada SDLB A, B, D, E pada dasarnya
sama dengan SD umum, tetapi karena kelainan dan kebutuhan
khususnya, maka diperlukan modifikasi dan / atau penyesuaian secara
terbatas
b. Muatan isi mata pelajaran program khusus disusun tersendiri oleh satuan
pendidikan
c. Muatan isi pelajaran SMPLB A, B, D, E bidang akademik mengalami
modifikasi dan penyesuaian dalam SMP umum sehingga menjadi sekitar
60% - 70 %. Sisanya sekitar 40% - 30% muatan isi kurikulum ditekankan
pada bidang keterampilan dan vokasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
d. Muatan isi mata pelajaran keterampilan vokasional meliputi tingkat
dasar, tingkat terampil, dan tingkat mahir. Jenis keterampilan yang akan
dikembangkan, diserahkan kepada satuan pendidikan sesuai dengan
minat, potensi, kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta kondisi
satuan pendidikan.
e. Muatan isi mata pelajaran untuk SMALB A, B, D , E bidang akademik
mengalami modifikasi dan penyesuaiana dari SMA umum sehingga
menjadi sekitar 40% - 50% bidang akademik dan sekitar 50% - 60%
bidang keterampilan vokasional.
f. Muatan kurikulum SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D1, G lebih
dilaksanakan pada kemampuan menolong diri sendiri dan keterampilan
sederhana yang memungkinkan untuk menunjang kemandirian peserta
didik. Oleh karena itu, proporsi muatan keterampilan vokasional lebih
diutamakan.
g. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah
Berdasarkan uraian mengenai kurikulum khusus untuk anak
berkebutuhan khusus sesuai perundang-undangan dan peraturan pemerintah
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat diketahui bahwa kurikulum untuk anak
berkebutuhan khusus tanpa disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-
rata dalam batas tertentu mengikuti kurikulum standar dengan penyesuaian-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
penyesuaian dan tambahan program khusus sesuai jenis kelainan. Sedangkan
untuk anak autis belum diatur secara spesifik dalam perundang-undangan. Oleh
sebab itu, sekolah-sekolah autis perlu memodifikasi dan melakukan penyesuaian-
penyesuaian kurikulum dengan menyesuaiakan kebutuhan setiap peserta didik
yang ada di sekolahnya.
3. Teori tentang Anak Autis
Definisi gangguan autistic dalam DSM-IV (Diagnostic Statistical
Manual, edisi ke-4, dikembangkan oleh American Psychiatric Association) dalam
Theo Peeters (2004:1) adalah sebagai berikut :
A. Terdapat paling sedikit enam pokok dari kelompok 1, 2 dan 3 yang
meliputi paling sedikit dua pokok dari kelompok 1, paling sedikit satu
kelompok dari kelompok 2 dan paling sedikit satu pokok dari kelompok 3.
1. Gangguan kualitatif dalam interaksi social yang ditunjukkan oleh paling
sedikit dua diantara berikut ini:
a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non
verbal (bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur,
dan gerak isyarat untuk melakukan intaraksi social.
b. Ketidakmampuan mengambangkan hubungan pertemanan sebaya
yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain.
d. Kekurangmampuan dalam berhubungan emosional secara timbale
balik dengan orang lain.
2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi yang ditunjukkan oleh paling
sedikit salah satu dari yang berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
a. Keterlambatan dan kekurangan secara menyeluruh dalam
berbahasa lisan (tidak disertai usaha untuk mengimbanginya
dengan penggunaan gesture atu mimic muka sebagai cara
alternative dalam berkomunikasi).
b. Ciri kemampuan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau
melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam
percakapan sederhana.
c. Penggunaan bahasa yang repetitif (diulang-ulang) atau stereotip
(meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik (aneh).
d. Kurang beragamnya spontanitas dalam permainan pura-pura atau
meniru orang lain yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3. Pola minat perilaku yang terbatas, repetitif, stereotip seperti yang
ditunjukkan oleh paling tidak satu dari yang berikut ini :
a. Meliputi keasyikan dengan satu atau lebih pola minat yang terbatas
atau stereotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun
focus.
b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual
spesifik (kebiasaan tertentu) yang nonfungsional (tidak
berhubungan dengan fungsi).
c. Perilaku gerakan stereotip dan repetitive (seperti terus menerus
membuka-tutup genggaman, memutir jari atau tangan atau
menggerakkan tubuh dengan cara yang kompleks.
d. Keasyikan yang terus-menerus terhadap bagian-bagian dari sebuah
benda.
B. Perkembangan abnormal atau terganggu sebelum usia 3 tahun seperti yang
ditunjukkan oleh keterlambatan atau fungsi yang abnormal pada paling
sedikit satu dari bidang-bidang berikut ini : (1) interaksi social, bahasa
yang digunakan dalam perkembangan social, (2) bahasa yang digunakan
dalam komunikasi social, atau (3) permaianan sisbolik atau imajinatif.
C. Sebaiknya tidak disebut dengan Gangguan Rett, gangguan integrative
Kanak-kanak, atau Sindrom Asperger.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Dalam Ron Leaf&John McEachin (1999 : 7) menyebutkan bahwa
:“autism is a severe distruption of the normal developmental processes that
occurs in the first two years of life. It leads to impaired language, play, cognitive,
social and adaptive functioning, causing children to fall father ang farther behind
their peers as they grow older”. ( autis adalah gangguan proses perkembangan
yang berat (kompleks) yang terjadi pada tahun kedua hidup seorang anak. Mereka
mengalami gangguan dalam bahasa, bermain, kognitif, social dan penyesuaian diri
yang menyebabkan anak akan tertinggal dari perkembangan anak seusianya).
Dalam Ron Leaf&John McEachin (1999:7) dijelaskan pula beberapa
karakteristik yang menonjol pada anak autis yaitu:
autistic children do not learn in the same way that other children normally
learn. They seem unable to understand simple verbal and non verbal
communication, are confused by sensory input, and withdraw in varying
degrees from people and the world around them. They become preoccupied
with certain activities and objects that interfere with development of play.
They show little interest in other children and tend not to learn by observing
and imitating others.(anak autis tidak dapat belajar dengan cara yang sama
dengan anak normal. Mereka terlihat tidak mampu mengerti komunikasi
verbal dan non verbal sederhana, kebingungan dalam menerima rangsangan
sensori, dan lambat laun akan menarik diri dari orang lain dan
lingkungannya. Mereka menjadi asik dengan aktivitas tertentu dan obyek-
obyek yang mengganggu dengan memainkannya. Mereka terlihat kurang
tertarik dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan
atau menirukan orang lain).
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa karakteristik yang menonjol
pada anak autis yaitu bahwa belajar anak autis tidak dapat disamakan dengan anak
normal lainnya karena mereka mengalami ketidakmampuan dalam menangkap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dan mengerti komunikasi baik secara verbal maupun non verbal, mengalami
kebingungan dalam menerima rangsangan, menarik diri dari orang di sekitarnya.
Sebagian besar anak autis akan asik dengan aktivitas tertentu dan obyek-obyek
yang mengganggu dengan memainkannya. Anak autis juga terlihat kurang tertarik
dengan anak lain dan cenderung tidak belajar dari memperhatikan atau menirukan
orang lain.
Pendapat yang sama pun diungkapkan dalam
http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme menyebutkan
bahwa autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak,
yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab
autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak
sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi
dengan dunia luar secara efektif. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak
yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya,
seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam
dunianya sendiri. Anak autis juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa
dan berkomunikasi secara verbal.
Gejala-gejala autistic juga disampaikan oleh Leo Kanner dalam Rudy
Sutadi, Lucky Azizah Bawazir, Nia Tanjung & Rina Adeline (2003:9) memberi
istilah infantile autism yang menerangkan berbagai gejala didapati pada masa
kanak-kanak dengan menggambarkan kesendirian (menikmati bermain seorang
diri) pada anak autism begitu hebat, keterlambatan dalam perkembangan bahasa,
menghafalkan sesuatu tanpa berpikir, melakukan aktifitas spontan terbatas,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
stereotip, obsesi terhadap cemas dan takut akan perubahan, kontak mata dan
hubungan dengan orang lain sangat buruk, serta lebih menyukai gambar atau
benda-benda mati.
Dijelaskan pula dalam http://www.yousaytoo.com/definisi-dan-
karakteristik-perilaku-autisme/175190 bahwa autisme adalah gangguan
perkembangan yang kompleks yang gejala-gejalanya meliputi perbedaan dan
ketidakmampuan dalam berbagai bidang seperti kemampuan komunikasi sosial,
kemampuan motorik kasar dan motorik halus, dan kadang kemampuan intelektual.
Tanda-tanda ini semuanya dimulai sebelum anak berusia tiga tahun.
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan
bahwa autis adalah gangguan perkembangan pervasive yang kompleks pada anak
yang ditunjukkan dengan adanya gangguan perilaku interaksi sosial, gangguan
komunikasi, dan pola minat perilaku terbatas yang stereotip (diulang-ulang) serta
ketidakmampuan dalam motorik kasar maupun motorik halus. Gejala-gejala atau
gangguan ini muncul sebelum anak berusia tiga tahun. Oleh sebab itu, diagnosis
dini serta pemberian penangangan sedini mungkin sangat diperlukan untuk
mengurangi bahkan menghilangkan gejala-gejala autistic yang muncul pada anak.
4. Teori tentang Kurikulum Khusus Autis
Saat ini belum ada kurikulum yang baku untuk pendidikan bagi anak
autis. Hal tersebut disebabkan karena penyusunan kurikulum autis perlu
mempertimbangkan kondisi dan kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Kurikulum
anak autis berbeda dengan anak normal di SD umum/regular maupun kurikulum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
khusus lainnya. Kurikulum anak normal bisa didasarkan pada tingkat
perkembangan dan usia anak sehingga dari anak tingkat sekolah dasar kelas
rendah sampai kelas tinggi bisa diprediksikan hampir sama atau dengan kata lain
bersifat homogen. Untuk kurikulum khusus A, B, D, dan E dapat mengikuti
kurikulum standar dengan dilakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu sesuai
dengan kondisi peserta didik. Untuk kurikulum C, C1, D1, dan G dirancang
sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta didik dan sifatnya
lebih individual.
Berbeda dengan anak autistic, mereka mengalami hambatan dalam
komunikasi, interaksi social, perilaku, kemampuan motorik kasar dan halus yang
terganggu dan bahkan tidak jarang pula mengalami gangguan dalam kemampuan
intelektual. Gangguan yang terjadi pada setiap anak pun bervariasi dan berbeda-
beda sehingga mereka membutuhkan pelayanan pendidikan yang bersifat sangat
individual.
Kurikulum yang digunakan untuk anak autis adalah kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan anak, komunikasi anak, sosialisasi
dan kemudian baru mengarah pada akademik anak. Hal ini sesuai dengan
pendapat Ron Leaf&John McEachin (1999:9), yang menyatakan bahwa isi
kurikulum untuk anak autis harus mencakup semua keterampilan anak sehingga
dapat difungsikan dan digunakan untuk menikmati hidup secara
penuh. Kurikulum harus mencakup pengajaran keterampilan yang mungkin tidak
diperlukan oleh anak biasa secara formal seperti bermain dan imitasi. Sebuah
penekanan yang kuat juga harus diberikan untuk belajar bicara, pengembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
keterampilan konseptual dan akademis, bermain dan keterampilan sosial. Namun,
apabila anak semakin besar, penekanan harus bergeser ke pengetahuan praktis dan
keterampilan adaptif. Kurikulum harus diurutkan sesuai dengan tahapan
perkembangan mulai dari konsep dan keterampilan yang mudah sampai pada
keterampilan kompleks. Namun urutan materi pembelajaran yang diberikan
kepada anak tidak boleh bersifat kaku. Dalam hal ini harus benar-benar
menyesuaikan dengan kondisi atau keadaan anak. Sebagai contoh, meskipun
polanya tidak biasa, beberapa anak belajar membaca sebelum mereka bisa bicara.
Dalam menjalankan kurikulum khusus bagi anak autis, pemberian
pelayanan pendidikannya harus bersifat individual karena kebutuhan dan
gangguan autistic setiap siswa berbeda-beda. Oleh sebab itu diperlukan suatu
program pengajaran individual (PPI) bagi setiap siswa autistic.
Program pengajaran individual (PPI) diturunkan dari istilah aslinya yang
berbahasa Inggris yaitu Individualized Educational Program (IEP). Dalam
Sunardi (2005: 60) dijelaskan bahwa PPI disusun untuk setiap anak luar biasa.
Oleh karena sifat PPI sangat individual, karakteristik anak yang dimaksud harus
dideskripsikan secara lengkap baik mengenai tingkat kemampuan maupun tingkat
kelemahan dalam semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk
prestasi belajar, tingkat kecerdasan, kondisi emosi, kemampuan sosialisasi, fisik,
kesehatan dan sebagainya.
Menurut Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1) tujuan
penyusunan IEP adalah :
a. Writing the IEP brings you together with the other people who are most
concerned with the educations of students with disabilities. The people in
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
this group, called the multidisciplinary team or the IEP team, discuss
each student’s needs and jointly decide on appropriate directions for
each student’s learning. The contributions of each member or IEP team
are important for student success.
b. Writing the IEP creates a document which describes the team’s plans for
meeting a student’s educational needs. The IEP provides a formal
reverence for accounting for the student’s progress, and also represents
a commitment by the school or district to provide the resources required
to meet the student’s needs. ((a) menyusun IEP mengajarkan kamu untuk
bersama-sama dengan orang lain yang lebih focus dengan pendidikan
anak berkebutuhan khusus. Orang-orang dalam satu kelompok, disebut
tim IEP, mendiskusikan kebutuhan setiap anak dan bersama-sama
memutuskan penanganan yang tepat untuk pembelajaran setiap anak.
Peran setiap anggota tim sangatlah penting untuk keberhasilan anak. (b)
menulis IEP menciptakan sebuah dokumen yang menggambarkan
rencana tertentu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan siswa.
IEP merupakan laporan formal mengenai kemajuan siswa serta
merupakan komitmen sekolah dan daerah untuk menyediakan sumber
daya yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan siswa).
Dari pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa tujuan dari penyusunan
IEP/PPI adalah bersama-sama membentuk suatu tim untuk mendiskusikan
tentang pendidikan anak luar biasa. Dalam tim EIP mendiskusikan mengenai
kebutuhan setiap anak dan bersama-sama memutuskan penanganan yang tepat
untuk pembelajaran setiap anak. Selain itu, IEP merupakan laporan formal
mengenai kemajuan siswa serta merupakan komitmen sekolah dan daerah untuk
menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan siswa.
Penyusunan dan pelaksanaan PPI merupakan suatu proses yang
sistematik. Menurut Marsh, Price dan Smith dalam Sunardi (2005: 67) proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
pengembangan dan pelaksanaan PPI meliputi tahap awal (penjaringan dan
rujukan), lanjutan (evaluasi dan assessment), dan penulisan PPI. Proses tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Alur Layanan PLB (Sunardi 2005:67)
Dari gambar 2 mengenai alur layanan PLB dapat dijelaskan bahwa proses
dimulai dari penjaringan dan identifikasi ABK. Setiap sekolah perlu memiliki
Penjaringan dan Identifikasi
Rujukan ke Tim
Pertemuan Tim
Assessment
Pertemuan Tim
Program Pengajaran
Negatife
Positif
Negatif
Positif
Pelaksanaan
Evaluasi
Kelas Biasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
program penjaringan untuk mengidentifikasi anak bermasalah yang mungkin
terganggu dalam mengikuti proses belajar dan hasil belajarnya. Proses
penjaringan dapat dilakukan dengan cara melakukan tes hasil belajar, tes
kelompok, dan angket yang disebarkan kepada guru untuk mengidentifikasi
murid-murid yang bermasalah. Selain dengan melakukan tes, penjaringan dan
identifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan kampanye kepedulian kepada
masyarakat, survey yang disebarkan kepada tokoh-tokoh masyarakat, dan
berkomunikasi dengan guru umum di sekolah regular.
Dalam melakukan penjaringan dan identifikasi kemungkinan akan
ditemukan murid-murid yang mengalami masalah di kelas. Setiap anak yang
menunjukkan tanda-tanda bermasalah akan dirujuk kepada tim PLB. Berdasarkan
hasil rujukan tersebut maka tim PLB akan melakukan pertemuan guna
memperoleh informasi lengkap mengenai anak yang bermasalah.
Setelah melakukan pertemuan, dilakukan pula assessment formal untuk
mengetahui tingkat kemampuan anak di berbagai aspek dan untuk menentukan
jenis dan tingkat penyimpangannya. Setelah semua data assessment terkumpul,
dilakukanlah pertemuan tim assessment untuk mengetahui permasalahan yang ada
pada anak, menentukan jenis kelainan (bila ada), dan menetapkan lingkungan
pendidikan yang paling tepat untuk anak. Apabila melalui pertemuan tim
assessment ini tidak ditemui karakteristik luar biasa pada anak, maka anak tidak
memerlukan layanan khusus, namun sebaliknya jika anak menunjukkan adanya
karakteristik sebagai anak luar biasa maka diperlukan layanan khusus, sehingga
diperlukan program pengajaran individual (PPI). PPI disusun berdasarkan hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
assessment yang telah dilakukan oleh tim assessment. PPI yang telah disusun akan
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan anak. Evaluasi program dilakukan untuk
mengetahui perkembangan anak serta tambahan program yang mungkin
dibutuhkan anak.
PPI disusun oleh sebuah tim yang disebut tim PPI. Menurut Gordon S.
Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1-2) tim PPI terdiri dari “parents of the
student, a reguler education teacher, a special education teacher, a local
education agency representative, a person to interpret evalualuation results, other
knowledgeable that the persons or school may invite, and the student, if
appropriate” (orang tua siswa, guru umum, guru khusus, perwakilan pendidikan
daerah, seseorang untuk menafsirkan hasil evaluasi, orang memiliki pengetahuan
lain yang dibutuhkan atau sekolah dapat mengundang, dan siswa jika
memungkinkan).
Dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa tim PPI terdiri dari : a)
orang tua siswa, orang tua siswa sangat mengetahui tentang kondisi siswa oleh
sebab itu mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk ikut serta merencanakan
program pendidikan untuk putra-putrinya. Mereka juga diminta untuk
memberikan masukan setiap saat bila ada perkembangan/perubahan dalam PPI; b)
guru umum, guru umum diperlukan apabila anak berkebutuhan khusus masuk
dalam kelas umum sehingga diperlukan kerja sama dan masukan dari guru umum;
c) guru PLB/guru khusus, merupakan guru yang akan memberikan pelayanan
langsung kepada anak berkebutuhan khusus. Guru khusus memiliki hasil
assessment terkini yang digunakan untuk memberikan penjelasan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pelayanan/pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak; d) perwakilan
pendidikan daerah, perwakilan ini biasanya digantikan oleh kepala sekolah atau
seseorang yang ditunjuk oleh kepala sekolah yang dengan hak untuk bertindak
dan menyetujui PPI tersebut; e) seseorang untuk menafsirkan hasil evaluasi,
merupakan seseorang seperti psikolog sekolah yang memiliki keahlian khusus
dalam mengelola hasil evaluasi, orang tersebut harus mampu menjelaskan hasil
evaluasi kepada anggota yang lain dalam tim PPI tersebut; f) orang lain yang
memiliki pengetahuan yang dibutuhkan dalam penyususnan PPI seperti psikolog,
tutor pribadi, terapis okupasi, fisio terapis dan lain-lain; g) siswa yang
bersangkutan, jika memungkinkan dan siswa tersebut mampu mengerti tentang
kebutuhannya.
Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1) juga menyebutkan
langkah-langkah dalam penyususnan IEP yaitu :
a. Describe the student
b. Describe the student’s present levels of educational performance
c. Write the student’s annual goals, with benchmarks or short-term objectives
d. Describe the special education and related service needed to achieve the
goals
e. Describe the extent to which the student will not participate in the general
curriculum
f. Explain the student’s participation in statewide and district assessments
g. Describe ways that the student’s parents will be regularly informed of
progress toward goals.
Dari pendapat di atas dijelaskan bahwa langkah-langkah dalam
menyusun IEP yaitu : a) mendeskripsikan anak; b) mendeskripsikan tingkat
kemampuan anak saat ini; c) menuliskan tujuan tahunan anak, baik jangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
panjang maupun jangka pendek; d) mendeskripsikan pendidikan khusus dan
hubungan kebutuhan pelayanan untuk keberhasilan tujuan; e) mendeskripsikan
perluasan yang tidak dapat diikuti siswa dalam kurikulum umum; f) menjelaskan
partisipasi anak dalam assessment; g) mendeskripsikan kebiasaan apa yang orang
tua inginkan untuk diinformasikan dari kemajuan tujuan.
Pendapat yang sama juga di kemukakan oleh Sunardi (2005: 62) bahwa
secara garis besar PPI harus meliputi :
a. Deskripsi tingkat kemampuan awal anak sekarang
b. Tujuan umum (jangka panjang) dan tujuan khusus (jangka pendek)
c. Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk
seberapa besar anak dapat berpartisipasi dalam pendidikan di kelas biasa
d. Tanggal dimulainya setiap program, termasuk perkiraan selesai dan
evaluasinya
e. Criteria untuk menentukan ketercapaian setiap tujuan.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa penyusunan PPI merupakan suatu
hal yang sangat penting untuk anak berkebutuhan khusus. Dalam penyusunannya,
perlu memperhatikan beberapa hal yaitu : deskripsi tingkat kemampuan awal anak
sekarang yaitu mendeskripsikan mengenai kemampuan dan prestasi anak,
kelebihan dan kelemahan anak serta kondisi-kondisi khusus pada anak. Untuk
mengetahui deskripsi anak dan tingkat kemampuan anak dapat dilakukan dengan
melakukan tes formal, tes informal, observasi atau membuat alat ukur lainnya.
Tujuan jangka panjang merupakan pernyataan mengenai hal-hal yang akan
dicapai pada akhir tahun. Sedangkan tujuan jangka pendek merupakan pernyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
yang lebih spesifik/lebih khusus mengenai keterampilan yang akan dikembangkan
untuk mencapai tujuan tahunan tertentu. Setelah mempelajari deskripsi tingkat
kemampuan anak dan merumuskan tujuan untuk pendidikan anak, maka langkah
selanjutnya yaitu membuat daftar layanan khusus yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan khusus anak, baik dalam aspek pendidikan maupun aspek
lain yang terkait. Dalam hal ini perlu dijelaskan pula seberapa besar partisipasi
anak dapat diikutkan dalam kelas biasa untuk diberikan kesempatan berinteraksi
dengan teman-teman normal. Dalam PPI harus memuat rencana tanggal
dimulainya kegiatan untuk setiap tujuan khusus, jangka waktu kegiatan, dan
tangggal evaluasi untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan tersebut. Oleh
sebab itu, diperlukan adanya suatu criteria ketercapaian tujuan yang dapat diamati
dan dinilai berupa kemampuan yang dapat ditunjukkan anak.
Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Autisme disebutkan pula bahwa
pembelajaran yang diberikan kepada anak autis haruslah bersifat menyeluruh
sesuai dengan kebutuhan anak. Pembelajaran yang diberikan kepada anak autis
antara lain :
a. Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied
Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam
penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial
Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
b. Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal
sebagai Floortime.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
c. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related
Communication – Handicapped Children).
d. Biological Treatment, meliputi terapi tidak terbatas pada: diet, pemberian
vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku
tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
e. Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas
pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan
proses auditory/pendengaran.
f. Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture
Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual
menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung
komunikasi lainnya.
g. Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu
yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lingkungan
sosial lainnya.
h. Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada
Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory
Integration Training (AIT).
Dengan adanya berbagai jenis perlakuan dan pembelajaran yang
diberikan kepada anak maka diharapkan dapat meningkatkan fungsionalitas anak
dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Yang perlu diingat adalah
bahwa memberikan perlakuan dan pembelajaran kepada anak autis harus
disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara
multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan
terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu
mengarahkan pilihan-pilihan terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini.
Melihat kebutuhan pendidikan anak autis seperti yang telah dipaparkan di
atas, maka dapat dikatakan bahwa sekolah autis membutuhkan tenaga pengajar
atau pendidik dari berbagai bidang ilmu sesuai dengan kebutuhan pendidikannya.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 29 ayat 5a menyebutkan bahwa pendidik pada
SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat harus mamiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana
(S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau
sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan untuk
tenaga kependidikan pada pasal 35 ayat 1e menyebutkan bahwa tenaga
kependidikan SDLB, SMPLB, SMALB atau bentuk lain yang sederajat sekurang-
kurangnya terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan,
tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber belajar, psikolog,
pekerja social, dan terapis.
Jadi, sesuai dengan pasal tersebut maka pendidik di SLB harus
merupakan lulusan dari sarjana program pendidikan khusus atau sarjana yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan untuk tenaga
kepandidikan dapat terdiri dari kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga
perpustakaan, tenaga laboratorium, tenaga kebersihan sekolah, teknisi sumber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
belajar, psikolog, pekerja social, dan terapis. Untuk tenaga terapis dapat memilih
terapis sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang ada di setiap SLB.
Selain mengenai pendidik dan tenaga kependidikan, sebuah SLB juga
membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang kelancaran proses belajar
mengajar yang ada di sekolah tersebut. Dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 42
ayat (1) mengenai standar sarana dan prasarana menyebutkan bahwa setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan. Ayat (2) menyebutkan bahwa setiap satuan pendidikan
wajib memiliki prasarana yang meliputi , lahan, ruang kelas, ruang pimpinan
satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat
berekreasi dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Lebih spesifik dijelaskan pada Lampiran Peraturan Mentri Pendidikan
Nasional No. 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SDLB,
SMPLB, dan SMALB poin (D) mengenai kelengkapan saranan dan prasarana
menyebutkan bahwa setiap SDLB, SMPLB, dan SMALB sekurang-kurangnya
memiliki ruang pembelajaran umum, ruang pembelajaran khusus, dan ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
penunjang sesuai dengan jenjang pendidikan dan jenis ketunaan peserta didik
yang dilayani.
Jadi dari peraturan mentri tersebut dapat diketahui bahwa selain ruang
pembelajaran umum, SDLB, SMPLB, maupun SMALB perlu memiliki ruang
pembelajaran khusus dan ruang penunjang pendidikan sesuai dengan jenis
ketunaan peserta didik, misalnya untuk tunanetra memerlukan ruang Orientasi
Mobilitas (OM), untuk tunarungu memerlukan Ruang Bina Persepsi Bunyi dan
Irama (BPBI) dan ruang terapi wicara, begitu pula dengan jenis kebutuhan khusus
lainnya, tak terkecuali dengan sekolah autis. Untuk peserta didik autis di sekolah
autis, juga memerlukan ruang pembelajaran khusus yaitu ruang terapi baik untuk
okupasi terapi, fisio terapi, terapi wicara, maupun untuk terapi perilaku.
Untuk media pembelajaran bagi anak autis disebutkan oleh Wawan RM
(2012:13) bahwa strategi visual bagi anak berkebutuhan khusus adalah salah satu
pilihan yang efektif untuk pembelajaran. Linda Hadgdon dalam makalah yang
disampaikan Wawan RM (2012:13) juga menjelaskan mengenai alasan pemilihan
strategi visual bagi anak berkebutuhan khusus antara lain, karena banyak anak
dengan gangguan komunikasi dan perilaku adalah pembelajar visual, kebanyakan
masalah perilaku dan keterampilan social pada ABK berhubungan dengan
kurangnya pemahaman, ABK banyak memperhatikan kekuatan dalam memahami
informasi secara visual dibanding apa yang didengar, visual sangat membantu
dalam pemrosesan bahasa, pengorganisasian pikiran, daya ingat akan informasi
dan keterampilan yang penting dalam komunikasi serta karena informasi visual
akan bertahan lama, tidak bersifat sementara, dan tidak cepat hilang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Dari berbagai macam kebutuhan yang diperlukan oleh anak autis seperti
yang telah dijelaskan di atas, maka sebuah sekolah autis dapat menyusun
kurikulum khusus yang dimodifikasi menyesuaikan dengan kondisi, kebutuhan,
karakteristik, dan minat anak autis serta mempersiapkan berbagai sarana prasarana
dan media pembelajaran yang dibutuhkan. Kurikulum tersebut harus bersifat
fleksibel dan mempertimbangkan kemampuan individual tiap peserta didik.
B. Penelitian yang Relevan
Dalam I.G.A. Alit Suryawati (2004) disebutkan bahwa penelitian yang
berjudul “Model Komunikasi Penanganan Anak Autis Melalui Terapi Bicara
Metode Lovass” ini bertujuan untuk membantu orang tua yang memiliki
anak autis untuk menunjukkan bagaimana bentuk komunikasi aktif dua arah
sehingga komunikasi yang dilakukan dapat efektif dan efisien, untuk
mengajar anak autis bagaimana untuk bersosialisasi tidak hanya di depan umum
tetapi juga dalam keluarga. Selain berkomunikasi, juga diajarkan generalisasi
langsung dengan subjek, orang lain, guru dan objek dalam lingkungan yang
heterogen, untuk mengajar materi akademik setelah komunikasi dan
kemampuan sosialisasi terbentuk, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
mengobati anak autis, apakah anak autis dapat disembuhkan atau tidak, apa
penyebab autisme.
Gangguan-gangguan dalam berkomunikasi menjadi penyebab terjadinya
hambatan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga terapi komunikasi
menjadi hal penting bagi penyembuhan anak yang mengalami gejala atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
menderita autis. Komunikasi yang dapat membangun konsentrasi pada anak autis
akan menjadi terapi yang signifikan dengan tingkat penyembuhan. Untuk itu
Metode LOVAAS yang merupakan metode yang menekankan pada analisis
perilaku diharapkan akan menunjang penyembuhan penderita autisme.
Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini.
Pertama, berat ringannya derajat kelainan. Semakin berat derajat kelainan dan
jenis kelainan perilakunya, semakin sulit untuk kembali normal. Namun perlu
diingat khususnya bagi anak autisma, sekalipun derajat autisma anak sangat
ringan, diapun harus diterapi. Sebab apabila tidak, maka anak autism ringan dapat
berubah menjadi berat pada usia lebih tua. Di samping autisma tanpa terapi
perilaku, tidak mungkin menjadi normal dengan perlakuan yang tradisional saja.
Kedua, usia anak pertama kali ditangani secara benar dan teratur. Usia
ideal adalah 2-3 tahun, karena pada usia ini perkembangan otak paling cepat.
Namun bukan berarti bahwa pada usia lebih dari 3 tahun harus dibiarkan. Karena
tidak ada alternatif lain, maka sekalipun usia anak melampaui 5 tahun, terapi tetap
dilakukan sekalipun tidak secepat usia ideal. Minimal kalau masih bisa, anak
diajarkan dengan keterampilan atau okupasi yang dapat memandirikan
kehidupannya kelak.
Ketiga, pada intensitas penanganannya, metode LOVAAS menetapkan
40 jam/minggu. Persyaratan ini sangat sulit dipenuhi oleh para orang tua. Karena
apabila akan dilakukan di sekolah, mereka membenturkan pada masalah biaya
yang besar. Bila akan dilakukan di rumah mereka sendiri tidak mempunyai waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
yang cukup, karena masih ada anak-anak yang lain atau karena mereka harus
bekerja mencari nafkah.
Keempat, dalam hal IQ anak, makin cerdas seorang anak, makin cepat dia
menangkap materi yang diberikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa selain
kecerdasan intelegensia, kecerdasan emosional juga dilatih, karena banyak anak,
terutama autisma, yang memiliki kesulitan mengendalikan emosinya.
Diperkirakan sekitar 0-40% anak autisma memiliki IQ di atas normal.
Kelima, keutuhan pusat bahasa di otak anak. Pusat berbahasa berada di
lobus parietalis kiri. Apabila mengalami kelainan atau kerusakan, maka anak akan
kesulitan berkata-kata. Latihan PECS (Picture Exchange Communication System)
dan Compic (Computerized Pictograph) atau bahasa gambar dapat dimanfaatkan
untuk anak ini.
Sedangkan dalam Adriana Soekandar Ginanjar (2007) menjelaskan
bahwa adanya berbagai kelemahan dari pendekatan yang memandang autisme
sebagai abnormalitas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang
autisme melalui pendekatan fenomenologis, yaitu sebuah pendekatan yang
berupaya untuk menangkap realitas seperti apa adanya, tanpa diarahkan oleh
predisposisi atau latar belakang teori tertentu. Strategi penelitian yang digunakan
adalah studi kasus, sementara proses pengumpulan dan analisis data mengambil
mengambil model grounded theory. Penyajian hasil analisis didasarkan pada
model penjelasan tentang manusia dari Anton Bakker (2000).
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) Memperoleh pemahaman
yang utuh dan mendalam mengenai autism; 2) Memperoleh gambaran tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
aspek sensorik, psikologis, dan agama pada individu SA; 3) Menemukan cara-cara
tepat untuk membantu individu SA menyesuaikan diri dan mengembangkan
potensi-potensi secara optimal.
Kompleksitas spektrum autistik yang terungkap melalui penelitian ini
menunjukkan bahwa untuk dapat memahami individu SA dibutuhkan kerangka
berpikir holistik, yaitu yang memandang setiap individu sebagai kesatuan dari
taraf-taraf neurologis, biologis, psikologis, dan agama atau spiritualitas. Walaupun
secara umum terdapat kesamaan-kesamaan diantara individu SA, namun bila
diperhatikan secara lebih mendalam, keunikan masing-masing sesungguhnya
lebih menonjol. Prinsip-prinsip perkembangan manusia juga perlu diterapkan
karena setiap individu SA terus berubah sepanjang kehidupan.
Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan berdasarkan empat taraf
yang tersusun dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Keempat taraf
yang saling berkaitan tersebut adalah taraf sensorik, taraf kognitif, taraf emosi dan
interaksi interpersonal, dan taraf agama dan spiritualitas.
Anak autis merupakkan anak yang unik dan mengalami gangguan yang
sangat beragam. Keragaman juga terdapat pada simtom-simtom yang tampak.
Secara umum, ciri-ciri anak SA usia balita memang memiliki banyak kesamaan
dan sesuai dengan criteria diagnostik pada DSM-IV. Namun dengan
bertambahnya usia, keunikan masing-masing individu SA semakin menonjol baik
pada aspek kognitif, emosi, interaksi sosial, maupun agama. Sebagai pedoman
yang digunakan secara luas, DSM-IV sangat bermanfaat untuk menentukan
diagnosis spektrum autistik untuk selanjutnya menentukan penanganan dini yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
tepat. Namun demikian untuk memahami perkembangan individu SA secara utuh,
dibutuhkan pengamatan dan evaluasi yang terus menerus sepanjang kehidupan
mereka. Peneliti berpendapat bahwa DSM-IV memiliki beberapa keterbatasan
dalam menggambarkan kompleksitas autisme, yaitu autisme hanya digambarkan
melalui simtom-simtom yang tampak pada masa kanak-kanak; tidak
mengikutsertakan karakteristik positif dan keunggulan yang dimiliki oleh anak-
anak SA; dan tidak menggunakan prinsip-prinsip perkembangan manusia tetapi
memandang autisme sebagai kondisi yang cenderung statis.
Berkaitan dengan hal tersebut maka para profesional yang berkecimpung
dibidang autism harus melakukan pemantauan secara kontinyu terhadap
perkembangan setiap anak SA agar penanganan yang diberikan sesuai dengan
kondisi anak.
C. Kerangka Pikir
Dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda tentu
tidak lepas dari berbagai pendukung seperti sumber daya manusia dari pengajar di
sekolah tersebut yang meliputi tingkat pendidikan dan pengalaman mengajar,
sarana prasarana yang ada di sekolah tersebut, media pembelajaran serta
perencanaan dalam penyusunan kurikulum khusus autis tersebut.
Dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis ada banyak hal yang perlu
menjadi perhatian antara lain yaitu assessmen siswa untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan siswa, penyusunan program individual untuk masing-masing
siswa, pelaksanaan pembelajaran, metode pembelajaran yang diterapkan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
pelaksanaan kurikulum khusus tersebut, pemanfaatan media serta pemanfaatan
sarana prasarana yang ada di sekolah tersebut.
Setelah melaksanakan pembelajaran tentu kita perlu mengetahui hasil
dari pembelajaran yang menerapkan kurikulum khusus tersebut. Kita juga perlu
mengetahui kendala yang dirasakan selama pelaksanaan kurikulum tersebut
sehingga akan menjadi suatu evaluasi dan pertimbangan dalam perbaikan atau
pengembangan kurikulum khusus tersebut.
Untuk lebih jelasnya kerangka pikir tersebut dapat di gambarkan sebagai
berikut :
Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian
Sarana prasarana dan Media pembelajaran anak autis
SDM Guru : - Pendidikan - Pengalaman
kerja Pelaksanaan Kurikulum: - Assessment siswa - Penyusunan
Program Individual - Pelaksanaan
pembelajaran - Metode
pembelajaran - Pemanfaatan media - Pemanfaatan sarana
prasarana - Evaluasi program
Hasil Belajar
Kendala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di SLB Autis Alamanda. SLB ini beralamat di
Jalan Siwalan No. 39 Rt.2/XIV – Kerten, Laweyan, Surakarta. Pemilihan tempat
penelitian ini dikarenakan penulis merupakan salah satu pengajar di SLB Autis
Alamanda, sehingga mengetahui keadaan objek penelitian yang sebenarnya dan
didasarkan pada tersedianya dukungan terhadap data yang diperlukan.
2. Bentuk dan Strategi Penelitian
a. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif, karena dalam
mengkaji masalah, peneliti tidak membuktikan atau menolak hipotesis yang
dibuat sebelum penelitian tetapi mengolah data dan menganalisis suatu
masalah secara non numerik.
Suharsimi Arikunto (2002 : 10-11) mengatakan diantara banyak
model yang ada dalam penelitian kualitatif, yang dikenal di Indonesia adalah
penelitian naturalistic atau kualitatif naturalistik. Istilah “naturalistik
menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian ini memang terjadi secara
alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan
dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Menurut Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong (2008 : 4)
menyatakan : “Metodologi kualitatif adalah prosedur yang dihasilkan data
deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati”.
Berdasarkan teori tentang penelitian kualitatif tersebut, peneliti
menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena jenis penelitian ini
memusatkan pada deskripsi data yang berupa kalimat-kalimat yang memiliki
arti mendalam yang berasal dari informan dan perilaku yang diamati.
b. Strategi Penelitian
Dalam setiap penelitian agar tujuan yang telah direncanakan dapat
dicapai dan untuk mengkaji permasalahan penelitian secara detail dan
lengkap maka diperlukan strategi penelitian yang tepat. Strategi yang dipilih
oleh peneliti digunakan sebagai dasar untuk mengamati, mengumpulkan data
dan untuk menyajikan analisis hasil penelitian. Strategi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model tunggal terpancang. H.B. Sutopo (2002 :
42) menjelaskan sebagai berikut : “bentuk penelitian terpancang (embedded
research) yaitu penelitian kualitatif yang sudah menentukan fokus penelitian
berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan
minat penelitinya sebelum peneliti ke lapangan studinya”.
Penelitian kualitatif apabila dilihat dari sifatnya dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu eksploratif, eksplanatif, deskriptif. Eksploratif
adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan hal-hal baru, eksplanatif
adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan sesuatu patokan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
membuktikan suatu pendapat. Deskriptif adalah penelitian yang bertujuan
untuk menggambarkan data dengan kata-kata atau uraian penjelasan.
Dalam penelitian ini, peneliti sudah menentukan terlebih dahulu
fokus pada variabel tertentu. Akan tetapi dalam hal ini peneliti tetap tidak
melepaskan variabel fokusnya (pilihannya) dari sifatnya yang holistik
sehingga bagian-bagian yang diteliti tetap diusahakan pada posisi saling
berkaitan dengan bagian-bagian dari konteks secara keseluruhan guna
menemukan makna yang lengkap.
Jadi penelitian ini menggunakan strategi tunggal terpancang karena
objek penelitian adalah tunggal yaitu hanya kurikulum di SLB Autis
Alamanda. Terpancang sendiri mempunyai arti yaitu untuk mengetahui
implementasi kurikulum khusus Autis di SLB Autis Alamanda.
3. Sumber Data dan Teknik Sampling
a. Sumber Data
Sumber-sumber data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini
adalah data yang berupa informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen atau
arsip.
1) Informan
Informan adalah orang yang mengetahui permasalahan yang
akan dikaji dan bersedia memberikan informasi yang benar kepada
peneliti dalam menunjang data penelitian. Di dalam penelitian kualitatif,
informan ini disebut responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Menurut HB. Sutopo (2002 : 50) “Dalam penelitian kualitatif,
posisi narasumber sangat penting, sebagai individu yang memiliki
informasi”. Informan merupakan tumpuan pengumpulan data bagi
peneliti dalam mengungkapkan permasalahan penelitian.
Dalam penelitian ini yang ditunjuk sebagai key informan kepala
SLB Autis Alamanda, wakil kepala SLB Autis Alamanda, dan guru-guru
di SLB Autis Alamanda.
2) Peristiwa / Aktivitas
Dalam penelitian ini peristiwa atau aktivitas yang dijadikan
sumber data penelitian adalah aktivitas belajar siswa di sekolah. Hal ini
berkaitan dengan implementasi kurikulum khusus autis yang
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar siswa.
3) Arsip dan Dokumen
Arsip dan dokumen menjadi data pendukung yang sangat
penting terhadap kevalidan data secara menyeluruh dalam penelitian.
Pengambilan data pendukung ini berkaitan dengan dokumentasi yang
terdapat catatan-catatan penting.
Dalam penelitian ini, dokumen dan arsip yang digunakan antara
lain :
a) Kurikulum Khusus yang digunakan di SLB Autis Alamanda.
b) Buku Laporan Hasil belajar siswa
c) Rekaman dan gambar/foto-foto kegiatan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
b. Teknik Sampling
Teknik sampling dalam penelitian ini, cenderung memilih
informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber
data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam. Menurut
Goetz dan Le Compte dalam H.B. Sutopo (2002 : 185) bahwa “Purposive
Sampling yaitu teknik mendapatkan sampel dengan memilih individu-
individu yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara
mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data”.
Jadi dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling
yaitu sampel dengan memilih individu-individu yang dianggap mengetahui
informasi dan masalah yang berkaitan dengan penelitian secara mendalam.
Individu yang dipilih untuk dijadikan sample tersebut yaitu Kepala
Sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru-guru SLB Autis Alamanda. Focus
penelitian yaitu pada implementasi kurikulum khusus Autis dalam
pembelajaran untuk anak autis di SLB Autis Alamanda.
4. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sutrisno Hadi (1993: 104) ”Baik buruknya suatu hasil research
sebagian tergantung pada teknik pengumpulan datanya, akurat dan reliabel
pekerjaan research mempergunakan teknik-teknik, prosedur-prosedur, alat-alat
serta kegiatan yang dapat dihandalkan”.
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara operasional yang ditempuh
oleh peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Untuk menghasilkan data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
yang objektif maka perlu diperhatikan teknik pengumpulan data yang digunakan
sebagai alat pengumpul atau pengambil data. Dalam penelitian ini teknik
pengumpulan data yang diperlukan adalah :
a. Wawancara/Interview
Metode wawancara/interview adalah proses tanya jawab antar dua
orang yang dilaksanakan secara sistematis yang pelaksanaannya secara lisan
untuk memperoleh keterangan dari responden (Sutrisno Hadi, 1993:193).
Pendapat yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh Lexy J. Moleong
(2008 : 186) mengemukakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviwer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan kepada kepala SLB Autis
Alamanda, wakil kepala SLB Autis Alamanda, dan guru-guru SLB Autis
Alamanda.
b. Observasi
Metode Observasi adalah usaha atau cara untuk mengumpulkan data
dengan pengamatan dan pencatatan pada fenomena-fenomena yang terjadi di
lapangan atau yang diteliti (Sutrisno Hadi, 1993:136). Sedangkan menurut
pendapat H.B. Sutopo (2002 : 64) bahwa teknik observasi digunakan untuk
menggali data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta
rekanan gambar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Penelitian ini menggunakan teknik observasi langsung yaitu cara
pengumpulan data yang dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan gejala-
gejala yang tampak pada objek penelitian yang dilakukan secara langsung
pada tempat terjadinya peristiwa. Observasi yang dilakukan peneliti adalah
observasi langsung berupa pengamatan dan pencatatan mengenai
implementasi kurikulum khusus Autis di SLB Autis Alamanda.
c. Analisis Dokumen
Analisis dokumen merupakan teknik penelitian yang dilakukan
dengan cara mencatat dan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan
dokumen yang isinya berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian.
H.B. Sutopo (2002 : 54) mengemukakan bahwa “dokumen adalah bahan
tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu,
sedangkan arsip merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan
terencana dalam organisasi”.
Dokumen yang dianalisis dalam penelitian yang dilakukan penulis
yaitu :
1) Kurikulum Khusus yang digunakan di SLB Autis Alamanda.
2) Buku Laporan Hasil belajara siswa
3) Rekaman dan gambar kegiatan-kegiatan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
5. Keabsahan Data
Keabsahan data menunjukkan mutu seluruh proses pengumpulan data
dalam suatu penelitian, mulai dari penjabaran konsep sampai pada data siap
dianalisa. Keabsahan data dapat di uji dengan menggunakan trianggulasi. Menurut
Lexy J. Moleong (2008 : 330) mengemukakan bahwa “Trianggulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
dan untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”.
Dalam penelitian ini, untuk memperdalam tingkat kepercayaan atau
teknik pemeriksaan keabsahan data, dipergunakan triangulasi. Menurut H.B
Sutopo (2002: 78) ”Triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir
fenomonologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan
yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang”. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Patton dalam H.B Sutopo ( 2002: 78) menyatakan bahwa:
”Ada empat macam triangulasi: (1) Data triangulation, dimana peneliti
menggunakan beberapa sumber data yang sama, (2) investigator
triangulation yaitu pengumpulan data yang sama dan dilakukan oleh
beberapa peneliti, (3) metodological triangulation yaitu penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan data yang sejenis, tetapi dengan
menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda, dan (4) theoritical
triangulation yaitu menggunakan penelitian tentang topik yang sama dan
datanya dianalisis dengan menggunakan beberapa perspektif teoretis yang
berbeda”.
Trianggulasi data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah triangulasi
data dan trianggulasi metode. Sebab cara ini mengarahkan peneliti agar dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
pengumpulan data menggunakan beragam data yang tersedia, artinya data yang
sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa
sumber yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan cara mencari
data dari informan yang berbeda. Sedangkan trianggulasi metode yang peneliti
terapkan bahwa pengumpulan data dilakukan dengan berbagai metode atau teknik
pengumpulan data. Hal ini berarti bahwa pada satu kesempatan peneliti
menggunakan teknik wawancara dan hasilnya di uji dengan menggunakan teknik
observasi. Penerapan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda ini sedapat
mungkin untuk menutupi kelemahan atau kekurangan dari satu teknik tertentu
sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.
6. Analisis Data
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis
interaktif mengalir, yaitu model analisis yang menyatu dengan proses
pengumpulan data dalam suatu siklus. Secara garis besar analisi interaktif
mengalir terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk lebih
jelasnya dapat peneliti uraikan mengenai tiga alur kegiatan dalam analisis
interaktif mengalir yakni sebagai berikut :
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang digunakan untuk
memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan
melalui kegiatan observasi, wawancara, dan dokumen. Data yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
dikumpulkan masih berupa data mentah, sehingga harus di analisis agar
menjadi data yang lebih teratur.
b. Reduksi Data
Reduksi data adalah proses pengolahan, pemusatan perhatian dan
peyederhanaan, pengabsahan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan di lapangan. H.B. Sutopo (2002 : 92) berpendapat bahwa
“reduksi data adalah bagian dari proses analisis, yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan
mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan peneliti dapat dilakukan”.
c. Sajian Data
Penyajian data adalah suatu usaha untuk menyusun sekumpulan
informasi yang telah diperoleh di lapangan, kemudian data disajikan secara
jelas dan sistematis sehingga akan memudahkan peneliti dalam mengambil
kesimpulan/ verifikasi. Penyajian data akan membantu peneliti untuk
memahami dan menginterpretasikan apa yang terjadi dan apa yang
seharusnya dilakukan tersebut dengan teori-teori yang ada.
d. Penarikan Kesimpulan/verifikasi
Penarikan kesimpulan/verifikasi adalah analisis rangkaian
pengolahan data yang berupa gejala kasus yang didapat di lapangan. Apabila
ternyata data yang diperoleh belum valid, maka proses analisis diulang lagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
dari awal sampai diperoleh data yang benar-benar akurat, cocok dan kokoh,
sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Untuk lebih jelasnya proses analisis interaktif dapat digambarkan
dengan skema sebagai berikut:
Gambar 4. Proses Analisis Interaktif
(Sumber: H.B Sutopo, 2002 : 96)
B. Prosedur dan Jadwal Penelitian
1. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan beberapa langkah atau melalui
beberapa prosedur yaitu :
a. Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah merencanakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, yakni mengurus
perijinan penelitian, menyusun protokol penelitian, pengembangan pedoman
pengumpulan data, dan menyusun jadwal kegiatan penelitian.
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/
Verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
b. Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan setelah persiapan penelitian selesai adalah
mengumpulkan data di lapangan dengan observasi, wawancara mendalam,
dan mencatat serta menyimpan dokumen. Setelah data terkumpul tahap
selanjutnya melakukan review dan pembahasan beragam data yang telah
terkumpul. Tahap yang terakhir yaitu memilah dan mengatur data sesuai
kebutuhan.
c. Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan setelah pengumpulan data adalah
menentukan teknik analisa data yang tepat. Selanjutnya mengembangkan
sajian data dengan analisis lanjut kemudian dicocokkan dengan temuan
lapangan. Setelah mendapatkan data yang sesuai intensitas kebutuhan maka
dilakukan proses verivikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan
kepada orang yang lebih ahli. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir
sebagai temuan peneliti.
d. Penulisan Laporan
Tahap penulisan laporan dilakukan dengan menyusun laporan awal
dari hasil analisis data yang diperoleh di lapangan. Selanjutnya dilakukan
review laporan dengan dilakukan pengecekan ulang laporan yang telah
tersusun agar lebih valid. Tahap selanjutnya yaitu penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
2. Jadwal Penelitian
Pelaksanaan penelitian memerlukan waktu tujuh bulan yaitu dimulai
sejak Bulan November 2011 sampai Bulan Mei 2012. Kegiatan tersebut dapat
digambarkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1. Rencana Waktu Penelitian
No
Kegiatan
Bulan dan Minggu
Nov Des Jan Feb Maret April Mei 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4
1. Persiapan Proposal
2. Perijinan
3. Penyusunan Rencana
4. Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah Berdirinya SLB autis Alamanda
Sebelum menjadi Sekolah Luar Biasa, Alamanda merupakan suatu
lembaga terapi yang didirikan dengan tujuan untuk membantu menangani anak-
anak dengan berbagai gangguan tumbuh kembang (Autisme, ADHD, CP, Down
Syndrome, dan lain-lain) dari berbagai kalangan kelas ekonomi. Pusat terapi ini
pada mulanya bernama Taman Alamanda yang didirikan pada tanggal 1 Maret
2001. Pada awalnya Taman Alamanda bertempat di Jl. Kasuari III No.I Manahan
Surakarta. Taman Alamanda berada dibawah naungan LAHSI (Lembaga Aksi
Hidup Sehat Indonesia) yaitu sebuah LSM yang bergerak dibidang penanganan
AIDS/ HIV. Pada perkembangannya LAHSI lebih memfokuskan pada
penanganan HIV/AIDS, sehingga Taman Alamanda diambil alih oleh
Dr.Sholichah KW yang saat itu bekerja sebagai salah satu staff LAHSI yang
peduli dibidang gangguan tumbuh kembang anak.
Dalam masa kepemimpinan Dr.Sholichah KW, Taman Alamanda yang
saat itu masih menjadi sebuah pusat terapi berganti nama menjadi Alamanda
“Brighter Kids” dengan harapan sesuai dengan slogan terbaru anak-anak
berkebutuhan khusus ini mendapat masa depan yang cerah. Kemudian dalam
perkembangan selanjutnya, pada tahun 2006 secara resmi Alamanda ‘Brighter
Kid’s’ mendapatkan izin dari Departemen Pendidikan & Kebudayaan menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
sebuah SLB sehingga berganti nama menjadi SLB Autis Alamanda. Saat ini SLB
Autis Alamanda beralamat di Jl. Siwalan RT 2 / XIV, Kerten, Laweyan,
Surakarta.
2. Lokasi SLB Autis Alamanda
SLB Autis Alamanda beralamat di Jl. Siwalan RT 2 / XIV, Kerten,
Laweyan, Surakarta. Lokasi SLB Autis Alamada cukup strategis karena sarana
transportasi menuju SLB mudah. Walaupun tidak berada tepat di pinggir jalan
besar, SLB Autis Alamanda dekat dengan beberapa lembaga pendidikan, Rumah
Sakit Besar, serta beberapa pusat perbelanjaan. Selain itu, dengan keberadaan
yang tidak tepat di pinggir jalan besar merupakan suatu kelebihan tersendiri bagi
SLB Autis Alamanda karena suasana belajar dapat lebih tenang dan aman untuk
anak-anak saat bermain di luar ruangan. Hal ini dapat menjadi salah satu
pertimbangan orang tua dalam memilih sekolah untuk putra-putrinya.
SLB Autis Alamanda sampai saat ini masih menempati bangunan
diatas tanah milik Pemerintah Kota Surakarta dengan luas 200 m2.
3. Visi dan Misi SLB Autis Alamanda
a. Visi
Terwujudnya pelayanan yang optimal sehingga anak berkebutuhan khusus
(ABK) dapat berprestasi, mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat.
b. Misi
1) Mengembangkan potensi yang ada pada anak dengan pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
efektif dan efisien.
2) Meningkatkan ketrampilan anak
3) Meningkatkan kemampuan bergaul dan bersosialisasi di masyarakat
4. Sumber Daya Manusia
SLB Autis Alamanda merupakan salah satu sekolah luar biasa di
Surakarta yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus seperti Autis, ADHD, Down Syndrome, Slow Learner dll. Anak-anak
berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan pendidikan yang berbeda dengan anak-
anak lain seusianya sehingga diperlukan pendidik atau guru yang berkompeten
dalam bidang pendidikan khusus yang dapat menangani anak-anak dengan
berbagai kebutuhan khusus.
Di SLB Autis Alamada ada 9 pengajar dengan kualifikasi 4 tenaga non
kependidikan dan 5 tenaga pendidikan. Kesemuanya memiliki keahlian-keahlian
tertentu untuk melayani anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan studi
dokumentasi terhadap data guru di SLB Autis Alamanda, tenaga pengajar yang
ada antara lain lulusan dari PLB (pendidikan luar biasa), OT (okupasi Terapi), FT
(Fisio Terapi), dan Psikologi. Dengan adanya guru atau pendidik yang menangani
dan melayani kebutuhan anak sesuai dengan keahliannya pelayanan di SLB Autis
Alamanda dapat dilakukan secara maksimal dan memperoleh hasil yang maksimal
pula.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
a. Pendidik
Pendidik di SLB Autis Alamanda berasal dari lulusan Sarjana
Pendidikan Luar Biasa yang memiliki keahlian dalam menangani anak-anak
berkebutuhan khusus. Masa kerja dari tenaga pendidik di SLB Autis Alamanda
beragam, ada yang telah lebih dari 11 tahun, ada pula yang kurang dari 1 tahun.
Berikut adalah data guru, pendidikan, dan masa kerja:
Tabel 2. Daftar Pendidik SLB Autis Alamanda Surakarta
No. Nama Tanggal Lahir Pend. Masa
kerja
1. Yatmi, S, Pd Surakarta, 5 April 1971 S1 PLB 11 tahun
2 Wilis Palupi,
S.Pd
Surakarta, 6 Pebruari
1980
S1 PLB 7 tahun
3
Istiqomah, S.Pd Karanganyar, 3 Januari
1978
S1 PLB 4 tahun
4 Puji Hastuti Surakarta, 30 November
1987
S 1 PLB 1 tahun
5. Endah Resnandari
Puji A, S.Pd Ruteng, 25 Oktober 1987 S1 PLB 2 tahun
6 Siti Aminah,
AMF. S.Pd
Karanganyar,
15 Mei 1979
D3 AFIS ska
S1 PLB
10 tahun
b. Tenaga Kependidikan
Selain pendidik, di SLB autis Alamanda juga ada tenaga kependidikan dari
beberapa lulusan yang diperlukan dalam menangani anak berkebutuhan khusus di
SLB autis Alamanda. Tenaga kependidikan yang ada di SLB Autis Alamanda yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
1) Okupasi Terapis
Melihat kenyataan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus di SLB
Autis Alamanda memiliki berbagai macam karakteristik, kebutuhan serta
permasalahan yang berbeda-beda baik permasalahan fisik, mental maupun social,
maka SLB Autis Alamanda menyediakan pelayanan yang berupa terapi okupasi.
Okupasi terapi bertujuan untuk membantu anak-anak berkebutuhan
khusus dengan kelainan dan atau gangguan fisik, mental maupun sosial, yang
penekanan penanganannya pada aspek sensomotorik dan proses neurologis.
Penanganan permasalahan anak dengan okupasi terapi dilakukan dengan
memanipulasi, memfasilitasi, dan menginhibisi lingkungan, sehingga individu
mampu mencapai peningkatan, perbaikan, dan pemeliharaan kualitas hidupnya.
Dalam memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus di
SLB Autis Alamanda, terapis okupasi memperhatikan aset (kemampuan) dan
limitasi (keterbatasan) yang dimiliki anak, dengan memberikan manajemen
aktifitas yang bertujuan dan bermakna. Hal ini dilakukan agar anak dapat
mencapai kemandirian dalam aktifitas produktifitas (sekolah/akademik),
kemampuan perawatan diri (self care), dan kemampuan penggunaan waktu luang
(leisure) serta bersosialisasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.
2) Fisio Terapi
Adanya fisio terapis di SLB Autis Alamanda bertujuan untuk
memberikan pelayanan kepada anak berkebutuhan khusus dalam usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan ( fisik,
elektroterapeutis dan mekanis ), pelatihan fungsi, dan komunikasi.
3) Psikolog
Adanya psikolog di SLB Autis Alamanda bertujuan untuk memberikan
pelayanan konsultasi baik bagi orang tua siswa maupun orang luar yang ingin
berkonsultasi mengenai anak berkebutuhan khusus. Selain itu psikolog bersama
guru-guru lain juga memonitor setiap perilaku dan perkembangan anak
berkebutuhan khusus sehingga apa saja kebutuhan pendidikan anak dapat segera
terpenuhi.
Tabel 3. Daftar Tenaga Kependidikan SLB Autis Alamanda
No Nama Tanggal Lahir Pendidikan Masa Kerja
1 Tri Retno Hastuti,
Amd.OT
Karanganyar,
19 Januari 1977
D3 AOT Ska 10 tahun
2 S u m a r t i,
Amd.OT
Sukoharjo, 02
November 1979
D3 AOT Ska 10 tahun
3 Siti Aminah, AMF.
S.Pd
Karanganyar,
15 Mei 1979
D3 AFIS ska dan
S1 PLB
10 tahun
4 Krisna Nofianti
Sudarsono,S.Psy
Sukoharjo, 24
November 1980
S1 Psikologi 6 tahun
5 Daryanto Karanganyar, 16
Juni 1976
SMA 10 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Berdasarkan data di atas, pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di
SLB Autis Alamanda berasal dari lulusan PLB, okupasi terapi, fisio terapi dan
psikologi. Menurut Wilis Palupi dengan tenaga pengajar dari lulusan tersebut,
SLB Autis Alamanda masih kekurangan tenaga speech therapy (terapi wicara)
untuk menangani gangguan bicara pada anak autis. Untuk memenuhi kekurangan
tenaga speech therapy, SLB Alamanda mengikutkan guru-guru dalam berbagi
pelatihan tentang terapi bicara anak autis.
c. Siswa SLB Autis Alamanda
Siswa SLB Autis Alamanda pada tahun ajaran 2010/2011 berjumlah
25 siswa yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan. Siswa-
siswa tersebut masuk dalam jenjang sekolah dasar (SD). Jumlah 25 siswa SLB
Autis Alamanda merupakan siswa yang duduk pada kelas I sampai kelas III
SD. Jenis kebutuhan khusus yang diterima sebagai siswa di SLB Autis
Alamanda tidak hanya siswa yang berkebutuhan khusus autis, melainkan ada
siswa dengan kebutuhan khusus lain. Hingga tahun ajaran 2010/2011 ini siswa
yang ada di SLB Autis Alamanda terdiri dari 16 siswa autis, 3 siswa ADHD, 4
siswa slow learner (lambat belajar), 1 siswa down syndrome, dan 1 siswa
gangguan bicara. Kesemuanya mendapatkan pelayanan pendidikan yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini akan disajikan table
keadaan siswa SLB Autis Alamanda tahun ajaran 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Tabel 4. Keadaan Siswa SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011
No
Jenjang
Kelas Jenis Kelamin Jumlah
Keterangan L P
1 SDLB I 12 7 19 12 autis, 2 ADHD, 3 slow
learner, 1 gangguan bicara, 1 down syndrome
II 3 1 4 3 autis, 1 ADHD
III 1 1 2 1 autis, 1 slow learner
IV 0 0 0
V 0 0 0
VI 0 0 0
Jumlah
16 9 25
TOTAL
16 9 25
5. Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran
di SLB Autis Alamanda
Dalam rangka memperlancar berbagai kegiatan pembelajaran, maka SLB
Autis Alamanda menyediakan sarana prasarana serta media pembelajaran. Berikut
adalah rincian sarana prasarana dan media pembelajaran yang ada di SLB Autis
Alamanada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
a. Sarana Prasarana
Tabel 5. Sarana SLB Autis Alamanda
Nama Jumlah Jenis Sarana
Meja Siswa 25 Meja Kelas
Meja Kepala Sekolah 1 Meja Kepala sekolah
Meja Tamu 1 stel Meja tamu
Meja Komputer 4 Meja Komputer
Meja Makan 1 Meja makan siswa
Kursi siswa 25 kursi siswa
kursi makan 25 kursi makan
Papan tulis 8 Papan tulis
Papan Data 6 Papan Data
Papan Pengumuman 2 Papan Pengumuman
Lemari Peraga 2 Lemari Peraga
Lemari Perpustakaan 1 Lemari Perpustakaan
Lemari Data 1 Lemari Data
Lemari Guru (Loker) 1 Lemari Guru
Komputer 1 Alat peraga multimedia
Komputer 1 Alat peraga lainnya
Printer 2 Alat peraga lainnya
TV 1 Alat peraga lainnya
Torso Manusia 1 Alat peraga IPA
Globe 1 Alat peraga IPS
Buku Pegangan Siswa 198 Alat peraga lainnya
Buku Fiksi 90 Alat peraga lainnya
Buku Non Fiksi 98 Alat peraga lainnya
Buku Referensi 150 Alat peraga lainnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Tabel 6. Prasarana SLB Autis Alamanda
Kode Nama Jenis Prasarana
RK 1A Ruang Kelas 1 A Ruang Teori kelas
RK 1B Ruang Kelas 1 B Ruang Teori kelas
RK 1C Ruang Kelas 1 C Ruang Teori kelas
RK 1D Ruang Kelas 1 D Ruang Teori kelas
RK 1E Ruang Kelas 1 E Ruang Teori kelas
RK 2A Ruang Kelas 2A Ruang Teori kelas
RK 2B Ruang Kelas 2B Ruang Teori kelas
RK 3 Ruang Kelas 3 Ruang Teori kelas
R-Kepsek Ruang Kepala Sekolah Ruang Kepala Sekolah
R-Guru Ruang Guru Ruang Guru
R-UKS Ruang UKS Ruang UKS
R-TU Ruang TU Ruang TU
R-Bermain dan SI Ruang Bermain dan SI Ruang Bermain
R-olah raga ruang olah raga ruang olahraga
R-Tamu ruang tamu ruang tamu
R-Makan ruang makan ruang makan
R-Kantor ruang kantor ruang kantor
R-Gudang ruang gudang ruang gudang
R-Perpustakaan ruang perpustakaan ruang perpustakaan
Tempat Tunggu Tempat tunggu Tempat tunggu orang tua
Tempat parkir tempat parkir tempat parkir
KM-1 Kamar Mandi kamar mandi
KM-2 Kamar Mandi kamar mandi
Berdasarkan tabel sarana prasarana di atas, dapat dilihat berbagai sarana dan
prasarana yang disediakan SLB Autis Alamanda untuk memperlancar kegiatan
pembelajaran. Menurut kepala sekolah dan wakil kepala SLB Autis Alamanda,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
sarana dan prasarana yang disediakan SLB Autis Alamanda saat ini masih belum
memenuhi standar, mengingat bahwa pengadaan tanah dan gedung SLB Autis
Alamanda masih berstatus meminjam kepada Pemerintah Kota Surakarta. Hingga
saat ini SLB Autis Alamanda masih mengusahakan untuk pengadaan tanah dan
gedung sendiri.
b. Media Pembelajaran
Media pembelajaran yang digunakan di SLB Autis Alamanda sangat
beragam karena materi yang diberikan berbeda dengan materi pembelajaran umum.
Media pembelajaran di SLB Autis Alamanda disesuaikan dengan materi
pembelajaran yang diberikan kepada setiap siswa dengan berbagai kebutuhan yang
berbeda-beda. Berbagai media pembelajaran yang ada di SLB Autis Alamanda
merupakan media pembelajaran yang dipergunakan untuk pembelajaran di kelas dan
media pembelajaran sensori integrasi. Media pembelajaran yang ada di SLB Autis
Alamanda disajikan pada table 8 mengenai media pembelajaran di SLB Autis
Alamanda (Lampiran 5 : 255 ).
B. Temuan Penelitian
Penelitian yang berjudul “Implementasi Kurikulum Khusus Autis di SLB
Autis Alamanda” bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan kurikulum
khusus autis yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda. Aspek yang menjadi
fokus dalam penelitian pelaksanaan kurikulum khusus ini meliputi pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
kurikulum khusus autis, hasil belajar siswa dan kendala-kendala dalam
pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.
1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda
SLB Autis Alamanda menggunakan kurikulum khusus yang disiapkan
untuk memberikan pelayanan yang bersifat individual kepada anak
berkebutuhan khusus autis di SLB Autis Alamanda. Berbeda dengan kurikulum
SLB A, B, C, D, dan E yang telah berorientasi pada mata pelajaran, kurikulum
khusus di SLB Autis Alamanda berorientasi pada penanganan perilaku anak.
Seperti yang disampaikan oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa kurikulum
khusus autis di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang ditujukan
khusus untuk menangani berbagai permasalahan pada anak autis. SLB Autis
Alamanda masih menggunakan kurikulum khusus dari Catherine Maurice.
Kurikulum ini lebih menekankan pada penanganan perilaku. (CL1 : 176 , 15
Februari 2012). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wilis Palupi sebagai
berikut :
Sebagian besar anak-anak di Alamanda adalah anak-anak autistik, dan
memang dari awal kita menggunakan kurikulumnya autis yaitu kurikulum
yang dibikin oleh Catherine Maurice. Beliau merupakan pakar autisme
dimana menerbitkan buku yang salah satunya berjudul “Behavioral
Intervention for Young Children with Autism”. Disitu ada kurikulum untuk
penanganan anak autistik sudah secara komprehensif dan sangat terukur.
Materinya diberikan dengan metode ABA. Kemudian untuk aplikasi
kurikulumnya di Alamanda kita mengambil dari buku yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
diterjemahkan oleh Bapak Handojo. Beliau merupakan pendiri Agca Center.
Jadi dalam bukunya itu beliau sudah mentranslate kurikulum dari buku
Catherine Maurice ini dalam bentuk bahasa Indonesia yang kemudian itu
kita pakai di sini. Kemudian keterpaduan dalam aplikasinya itu kita
sesuaikan dengan kebutuhan anak yaitu memadukan dengan pemberian
terapi yang lain misalnya SI (Sensori Integrasi) dari OT (Okupasi Terapi)
dan terapi wicara. (CL 2 : 203-204, 20 April 2012)
Jadi kurikulum khusus Autis di SLB Autis Alamanda merupakan
kurikulum yang disadur dari buku Catherin Maurice dimana dalam aplikasinya
dipadukan dengan terapi Okupasi dan terapi wicara sesuai dengan kebutuhan
anak. Berdasarkan studi dokumen pada kurikulum khusus di SLB Autis
Alamanda, materi yang diberikan berupa aktivitas-aktivitas untuk memperbaiki
perilaku negative dan berbagai permasalahan pada anak autis. Materi pada
kurikulum khusus tersebut terdiri dari materi tingkat dasar, intermediate
(menengah), dan tingkat advance (atas) yang meliputi kemampuan mengikuti
pelajaran (kepatuhan dan kontak mata, kemampuan menirukan (imitasi),
kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan
pre akademik – akademik, dan kemampuan bantu diri.
Pemberian pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda bersifat sangat
individual. Berbagai proses mulai dari penerimaan siswa baru dilakukan sangat
individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Seperti yang diungkapkan
oleh wakil kepala sekolah (CL2 : 210, 17 Februari 2012), bahwa penerimaan siswa baru
di SLB Autis Alamanda dapat berlangsung kapan saja. Pemberian pelayanan pendidikan
di SLB Autis Alamanda dimulai dari melakukan assessment terhadap siswa baru,
penyususnan program individual untuk setiap siswa, pelaksanaan program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
individual/pelaksanaan pembelajaran dengan metode ABA dan ditunjang berbagai
media pembelajaran yang sesuai, dan evaluasi program individual.
a. Assessment siswa
Assessment merupakan penilaian awal terhadap anak sebelum anak
masuk menjadi siswa di SLB Autis Alamanda. Seperti yang diungkapkan oleh
kepala SLB Autis Alamanda bahwa proses assessment dilakukan dengan
mewawancarai kedua orang tua siswa untuk mengetahui latar belakang,
hambatan dan kondisi sosial anak. Selain itu ada pula lembar assessment yang
harus diisi oleh orang tua untuk mengetahui kondisi anak / riwayat anak sejak
lahir. Selain itu, assessment juga dilakukan terhadap anak oleh tim assessment
untuk mengetahui bagaimana kondisi riil dan tingkat kemampuan anak. (CL1:
181, 15 Februari 2012)
Wakil kepala SLB Autis Alamanda, Wilis Palupi juga menambahkan
bahwa selain terhadap orang tua, assessment di SLB Autis Alamanda juga
dilakukan langsung terhadap anak. Assessment terhadap anak dilakukan oleh
tim assessment yang terdiri dari guru PLB, tenaga okupasi terapi, psikologi,
dan fisio terapi. Tujuan assessment seperti yang diungkapkan oleh Wilis Palupi
yaitu “assessment jelas kita gunakan untuk mengetahui seberapa jauh sih
kondisi anak dengan kebutuhannya. Karena itu nanti besic kita untuk
penyusunan program anak selanjutnya.” (CL2 : 213, 17 Februari 2012).
Lamanya proses assessment terhadap anak dilakukan selama satu minggu.
Wilis Palupi juga menyebutkan materi yang diberikan saat assessment pada
anak meliputi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
1) Kontak mata
2) Kepatuhan duduk mandiri didalam kelas
3) Kepatuhan diluar kelas
4) Kemampuan anak berdasarkan pada kurikulum khusus pada tingkat
dasar, intermediate ataupun advance meliputi kemampuan menirukan
(imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa
ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, kemampuan bantu diri
dan materi tentang sensori integrasi
5) Kemampuan berkomunikasi
6) Kemampuan bersosialisasi
7) Kemampuan beradaptasi
8) Kemampuan emosional
9) Perilaku negatif
10) Reinforcement ( R+ / R- )
Selanjutnya, hasil assessment terhadap anak akan disimpulkan untuk
penyusunan evaluasi awal dan program pengajaran individual ( PPI ). Hasil
dari assasment, dilaporkan ke orang tua dalam bentuk tulisan dan lisan serta
diskusi tentang perencanaan program pengajaran individual (PPI) bersama
orang tua. (CL2 : 213-214, 17 Februari 2012).
b. Penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) di SLB Autis Alamanda
Hasil assessment terhadap anak yang telah dilakukan selama satu
minggu, akan didiskusikan dalam tim assessment untuk mengetahui berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
gangguan, hambatan, perilaku menyimpang, maupun potensi serta bakat yang
dimiliki anak. Hasil tersebut kemudian akan dilaporkan kepada orang tua
sebagai tindak lanjut penyusunan perencanaan program individual (PPI).
Penyusunan PPI untuk setiap anak di SLB Autis Alamanda menyesuaikan
dengan kondisi, kemampuan, serta kebutuhan anak. Penyusunan PPI mengacu
pada kurikulum khusus yang gunakan di SLB Autis Alamanda. (CL2 : 217, 17
Februari 2012).
Dari tim assessment SLB Autis Alamanda tersebut kemudian akan
ditunjuk satu orang penanggung jawab yang akan memimpin penyusunan
program pengajaran individual (PPI) untuk anak. Dalam penyusunan PPI,
orang tua juga harus turut serta terlibat memikirkan program yang tepat untuk
anak. Orang tua dapat memberikan masukan dan pertimbangan atas rencana
program pendidikan untuk anak. Orang tua juga harus konsisten turut serta
melaksanakan program tersebut terutama saat berada di rumah.
Komunikasi yang baik antara tim PPI, baik antar guru maupun orang
tua sangat diperlukan dalam memantau setiap perkembangan dan perubahan
yang ditunjukkan oleh anak. Salah satu usaha yang dilakukan di SLB Autis
Alamanda untuk berkomunikasi antara tim PPI terutama dengan orang tua
yaitu dengan menyediakan buku penghubung. Melalui buku penghubung, dapat
dilihat setiap perkembangan yang ditunjukkan oleh anak. Selain itu, laporan
harian secara langsung kepada orang tua harus intensif dilakukan untuk
mengetahui setiap perkembangan dan kebutuhan baru yang mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
dibutuhkan oleh anak. Hal tersebut diungkapkan oleh Wilis Palupi selaku wakil
kepala SLB Autis Alamanda sebagai berikut :
Biasanya memang kita melakukan komunikasi dengan orang tua setiap
hari. Itu yang memegang peranan penting untuk mengetahui
perkembangan anak. Jadi pertemuan itu bisa ketika awal datang, biasanya
kita menanyakan bagaimana kondisi anak atau ada beberapa orang tua
yang cukup responsive ketika datang sudah bilang mengenai kondisi
anaknya dan mohon untuk perhatian beberapa parilaku negative anak yang
mungkin sering muncul. Jadi seperti itu, dari komunikasi secara langsung.
Selain itu, dapat juga lewat tulisan melalui buku penghubung yang telah
kita sediakan. (CL2 : 222-223, 17 Februari 2012)
c. Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda
1) Materi Pembelajaran dalam Kurikulum Khusus
Kurikulum khusus yang diterapkan di SLB Autis Alamanda
merupakan kurikulum yang berbeda dengan kurikulum yang berorientasi
pada mata pelajaran. Oleh sebab itu, pelaksanaan pembelajaran yang
diterapkan pun berbeda. Dalam kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda
menekankan pada perbaikan perilaku anak. Materi-materi yang diberikan
merupakan materi untuk menangani perilaku pada anak. Sesuai dengan studi
dokumentasi terhadap kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda, dapat
dilihat bahwa materi pada kurikulum khusus tersebut terdiri dari materi
tingkat dasar, intermediate (menengah), dan tingkat advance (atas) yang
meliputi kemampuan mengikuti pelajaran (kepatuhan dan kontak mata),
kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif),
kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
kemampuan bantu diri. Untuk tingkat advanced ada 3 tambahan kategori
yaitu kemampuan sosialisasi dan kemampuan bahasa abstrak serta kesiapan
masuk sekolah. Dalam penyampaian materi kepada anak, SLB Autis
Alamanda menggunakan metode ABA (Applied Bahaviour Analysis).
Struktur materi dalam kurikulum khusus SLB Autis Alamanda adalah
sebagai berikut :
a) Kemampuan Mengikuti Pelajaran (Kepatuhan dan Kontak Mata)
Kepatuhan dan kemampuan kontak mata pada anak sangat
penting karena kedua hal tersebut merupakan dasar untuk mengajarkan
dan memberikan materi kepada anak. Oleh sebab itu, guru harus
memiliki kasih sayang, kehangatan dan kedekatan hubungan terhadap
anak. Kedekatan hubungan dan kasih sayang bukan berarti memanjakan
anak. Ketegasan dalam pembelajaran tetap harus diterapkan guna
keberhasilan pembelajaran.
b) Kemampuan menirukan (Imitasi)
Kemampuan menirukan merupakan kemampuan dasar manusia.
Kemampuan menirukan diberikan kepada anak agar anak mampu
menirukan atau mengikuti tindakan yang dilakukan orang lain.
Kemampuan imitasi merupakan dasar untuk mengembangkan
keterampilan dasar yang lain seperti kemampuan verbal, bermain, social,
dan bantu diri. Dengan kemampuan imitasi anak akan belajar dengan
melihat perilaku positif yang dilakukan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
c) Kemampuan bahasa reseptif (kognitif)
Kemampuan bahasa reseptif merupakan kemampuan untuk
meningkatkan pemahaman bahasa anak, pemahaman terhadap
kegiatan/aktivitas yang dilakukan, pemahaman terhadap konsep dan
belajar berbagai nama obyek di sekitar anak. Pembelajaran kemampuan
bahasa reseptif diberikan melalui perintah/instruksi sederhana,
mengidentifikasi berbagai obyek baik nama mapun fungsi benda melalui
obyek langsung, gambar, dan suara yang ada di sekitar anak.
d) Kemampuan bahasa ekspresif
Kemampuan bahasa ekspresif merupakan kemampuan untuk
mengingat dan menggali hal-hal yang sudah diajarkan pada anak untuk
diekspresikan. Kemampuan bahasa ekspresif merupakan dasar untuk
mengembangkan komunikasi anak. Dengan mengajarkan kemampuan
bahasa ekspresif pada anak, diharapkan anak akan memiliki keinginan
untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Pembelajaran
bahasa ekspresif dilakukan melalui pemberian materi menunjukkan
sesuatu yang dinginkan/tidak diinginkan, menunjukkan sesuatu yang
disukai/tidak disukai, saling menyapa, menjawab pertanyaan-pertanyaan
social, melabel benda-benda melalui fungsinya, melabel kepemilikan dan
melabel berbagai rasa.
e) Kemampuan Pra-Akademik
Kemampuan pra – akademik pada anak diberikan sebagai
persiapan sebelum anak menuju pada kemampuan akademik. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
kemampuan pra – akademik penekanan dilakukan terhadap visualisasi
anak agar anak dapat menggunakan ingatannya. Oleh sebab itu,
diperlukan pendukung berbagai media pembelajaran yang relevan.
Materi dalam kemampuan pra-akademik meliputi mencocok
(matching), menyelesaikan aktivitas sederhana secara mandiri,
identifikasi warna, identifikasi bentuk, identifikasi huruf, identifikasi
angka, menghafalkan angka dan menghitung benda-benda.
f) Kemampuan bantu diri
Kemampuan bantu diri diberikan agar anak memiliki kemampuan
untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari secara mandiri misalnya
makan, minum, buang air kecil/besar, melapas/memakai pakaian dan
lain-lain. Kemampuan bantu diri diberikan mulai dari kemampuan bantu
diri yang paling sederhana pada tingkat dasar seperti minum dengan
gelas dan menyendok makanan sampai pada kemampuan bantu diri yang
lebih kompleks pada tingkat advanced seperti menggosok gigi dan
menutup reseliting. Kemampuan bantu diri sangat diperlukan dalam
pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus dalam usaha menuju pada
kemandirian anak berkebutuhan khusus.
g) Kemampuan Akademik
Kemampuan akademik diberikan pada tingkat advanced sebagai salah
satu persiapan untuk anak sebelum masuk dalam kelas regular. Materi
kemampuan akademik dalam kurikulum ini meliputi mengeja kata
sederhana, menjelaskan arti suatu kata, identifikasi sinonim, identifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
hubungan antara kata-kata, identifikasi angka genap dan angka ganjil,
menjumlahkan dibawah sepuluh, menulis kata-kata sederhana dari
ingatan dan identifikasi kata-kata sajak.
h) Kemampuan Bersosialisasi
Kemampuan bersosialisasi juga diberikan pada tingkat advanced.
Kemampuan ini diberikan untuk mempersiapkan anak menghadapi
teman-teman sebaya di lingkungan barunya (di sekolah regular). Materi
dalam kemampuan bersosialisasi lebih banyak menekankan pada
kemapuan anak untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan memberikan
respon terhadap aktifitas social yang dilakukan anak. materi dalam
kemampuan bersosialisasi meliputi imitasi aksi dengan teman, mengikuti
arahan, menjawab pertanyaan teman, merespon ajakan bermain dari
teman, bermain permainan papan dengan teman, mengajak teman untuk
bermain, menjelaskan sesuatu kepada teman, memberkan komentar
kepada teman saat bermain, meminta bantuan dari teman, dan
menawarkan bantuan kepada teman.
i) Kesiapan Masuk Sekolah Regular
Kemampuan kesiapan masuk sekolah regular merupakan kemampuan-
kemampuan yang diberikan kepada anak dalam menghadapi situasi
secara kelompok. Materi-materi yang diberikan yaitu meninggu giliran,
menunjukkan respon-respon baru melalui pengamatan, mengikuti
instruksi dalam kelompok, member informasi dalam kelompok, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
melantunkan sajak-sajak dalam kelompok. Materi-materi ini bersifat
fleksibel, dapat diubah sesuai dengan kebutuhan setiap anak.
j) Sensori Integrasi
Sebagian besar anak autis mengalami perkembangan motorik
yang kurang baik. Gerak kasar maupun gerak halus anak terlihat kurang
luwes bila dibandingkan dengan anak-anak seumurnya. Pada anak-anak
ini perlu diberi bantuan pelayanan okupasi untuk membantu menguatkan,
memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya. Misalnya otot jari
tangan perlu dikuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan
melakukan semua hal yang membutuhkan keterampilan otot jari tangan.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru okupasi terapi,
menjelaskan bahwa proses sensori adalah kemampuan untuk memproses
atau mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Informasi sensorik
yang diterima akan masuk ke otak dapat melalui mata, telinga, hidung,
lidah, kulit, otot dan persendian dan keseimbangan. (CL3 : 246, 20
Februari 2012).
Dijelaskan pula oleh guru okupasi terapi mengenai tujuan
pemberian pelayanan dengan metode Sensori Integrasi (SI) adalah
sebagai berikut :
Pendekatan SI diberikan untuk memperbaiki gangguan sensori anak-
anak yang banyak terlihat dengan mengadaptasikan untuk beberapa
kondisi atau situasi secara berlahan, sehingga perilaku anak dapat
menjadi lebih adaptif serta lebih peka dan dapat memberikan
tanggapan/respon secara wajar terhadap rangsangan sensori yang
datang dari luar tubuhnya. (CL3 : 246, 20 Februari 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terhadap kegiatan
pembelajaran SI, pemberian pelayanan okupasi dengan pendekatan
Sensori Integrasi (SI) di SLB Autis Alamanda dilakukan di dalam
ruangan yang telah disediakan berbagai macam input yang berupa media-
media bermain untuk anak. Misalnya untuk keseimbangan disediakan
tangga, prosotan, papan panjat dan trampoline. Untuk taktil disediakan
media pasir atau kain bertekstur.
2) Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda
Berdasarkan pengamatan lapangan penulis menemukan bahwa
pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung selama 6
hari dalam satu minggu. Selama 5 hari siswa-siswa di SLB Autis Alamanda
akan memperoleh pembelajaran sesuai dengan program individual siswa
masing-masing. Pada Hari Sabtu seluruh siswa akan mendapatkan
pembelajaran klasikal secara bersama-sama. Pelaksanaan pembelajaran di
SLB Autis Alamanda dibagi dalam dua kelompok kelas yaitu kelas
individual dan kelas klasikal.
a) Kelas Individual
Mengingat kecenderungan anak autis memiliki gangguan dalam
bahasa, komunikasi, perilaku sosial, dan interaksi maka pemberian
pelayanan pendidikan awal di SLB Autis Alamanda di berikan secara
individual. Pembelajaran harian untuk tingkat mula/ awal dan kelas satu
dilakukan secara individual. Pembelajaran diberikan sesuai teknik dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
metode ABA yaitu pemberian pembelajaran secara One – on – one
artinya dalam satu kelas, satu siswa ditangani oleh satu orang guru.
Pemberian materi pembelajaran disesuaikan dengan program individual
setiap anak. Waktu pembelajaran individual di SLB Autis Alamanda
dibagi dalam 2 sesi yaitu dari jam 08.00 – 10.00 dan jam 10.00 – 12.00.
(CL1 : 183, 15 Februari 2012).
Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala SLB Autis
Alamanda, di SLB Autis Alamanda terdapat 6 kelas individual dengan
ukuran kelas yaitu 1,5 m x 2 m. Kelas individual ditata khusus tanpa ada
benda-benda yang mencolok, menarik atau mengganggu perhatian anak.
Dalam kelas individual ketersediaan meja dan kursi disesuaikan dengan
kondisi anak. Apabila anak masih belum bisa tenang duduk di kursi,
maka dapat melakukan pembelajaran di lantai. Tetapi bila telah dapat
tenang dapat dilakukan dikursi yang dirancang khusus untuk
pembelajaran individual yaitu kursi kecil dan meja yang diberi lubang
setengah lingkaran, yang bertujuan agar anak tidak bisa keluar dengan
mudah dari kursi. Namun apabila anak telah dapat tenang, dapat
diberikan meja dan kursi biasa yang sesuai dengan ukuran tubuh dan usia
anak. Untuk yang kelas klasikal umumnya menggunakan meja dan kursi
biasa seperti di sekolah-sekolah lain. (CL1 : 178, 15 Februari 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
b) Kelas Klasikal
Selain memberikan pelayanan secara individual kepada setiap
siswa, SLB Autis Alamanda juga memberikan pelayanan secara klasikal
pada siswa-siswanya. Siswa-siswa yang dapat masuk ke kelas klasikal
adalah siswa-siswa yang sudah memenuhi criteria tertentu. Seperti yang
diungkapkan oleh Yatmi selaku kepala SLB Autis Alamanda, bahwa
siswa yang dapat masuk ke dalam kelas klasikal yaitu siswa yang sudah
bisa menerima instruksi kelompok dan kemampuan akademik dasarnya
sudah ada. (CL1 : 177, 15 Februari 2012). Secara lebih terperinci
dijelaskan lagi oleh Wilis Palupi sebagai berikut :
Jadi, ada beberapa persyaratan ketika anak dapat duduk di kelas
klasikal. Pertama, memang pemahaman anak tentang lingkungan
sudah bagus, kedua secara komunikasi anak sudah mampu dua arah
atau kalau tidak anak sudah paham instruksi. Jika memang anak
belum dua arah dia paham instruksi individu dan instruksi kelompok.
Kemudian beberapa kepatuhan dasar yang ada di intervensi dini itu
sudah dilewati, jadi dia sudah bisa duduk tenang, kemudian kembali
lagi pada instruksi kelompok yang sudah bisa dipenuhi, kontak
matanya sudah ada pada guru, walaupun beberapa anak kadang-
kadang masih tidak maksimal, tapi focus perhatiannya sudah bisa
lebih difokuskan untuk pelaksanaan pembelajaran bersama. (CL2 :
208, 17 Februari 2012)
Di SLB Autis Alamanda terdapat 2 ruang kelas klasikal dengan
jumlah siswa yaitu 2-3 siswa setiap kelas. Tujuan diadakannya kelas
klasikal yaitu agar siswa belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan
orang lain. Kelas klasikal ini juga merupakan kelas transisi yaitu sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
jembatan agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sebelum anak
masuk ke sekolah reguler.(CL1 : 177-178, 15 Februari 2012).
Pembelajaran harian untuk kelas klasikal di SLB Autis Alamanda
merupakan pembelajaran untuk siswa kelas 2 dan kelas 3. Pembelajaran
yang diberikan merupakan pembelajaran yang memadukan antara
program individual setiap anak dari kurikulum khusus dengan kurikulum
SLB-C yang pemberiannya dilakukan dengan tematik. Hal ini
disebabkan karena kelas ini juga mempersiapkan anak untuk masuk ke
sekolah regular, yang mana pembelajarannya berorientasi pada mata
pelajaran. (CL2 : 209, 17 Februari 2012).
3) Kegiatan ekstrakurikuler
Berdasarkan hasil wawancara, Wilis Palupi mengungkapkan bahwa
kegiatan ekstrakurikuler di SLB Autis Alamanda dilaksanakan satu kali
dalam satu minggu yaitu pada hari Sabtu. Kegiatan ekstrakurikuler
diberikan secara klasikal oleh guru. Dalam mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler ini, siswa-siswa SLB Autis Alamanda dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok tari dan kelompok olah raga. Pembagian siswa-
siswa tersebut berdasarkan pada kemampuan setiap siswa. Bagi siswa yang
memiliki kemampuan dalam tari, akan diikutkan dalam kelompok tari.
Tetapi, bagi siswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan tari diikutkan dalam
kegiatan olah raga. (CL2 : 226, 17 Februari 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Baik kegiatan ekstrakurikuler tari maupun olah raga, SLB Autis
Alamanda menghadirkan guru khusus ekstrakurikuler yang sesuai dengan
bidangnya. Untuk guru tari dihadirkan guru lulusan seni tari ISI Surakarta,
sedangkan untuk guru olahraga dihadirkan guru lulusan PJOK dari UNS.
(CL1 : 185, 15 Februari 2012)
Berdasarkan studi dokumen mengenai terapi permainan SLB Autis
Alamanda (Lampiran 7 : 268), selain kegiatan tari dan kegiatan olah raga,
kegiatan pada hari Sabtu juga diisi dengan berbagai kegiatan permainan
sebagai ajang komunikasi dan sosialisasi bagi siswa-siswa SLB Autis
Alamanda. Permainan dilaksanakan dalam suasana klasikal atau
kebersamaan. Dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara individual
dengan menunggu giliran atau kompetisi, maupun bersama-sama dengan
cara bermain bersama. Berdasarkan studi dokumen dari SLB Autis
Alamanda, kegiatan-kegiatan selain olah raga dan tari yang dilakukan di
hari Sabtu antara lain lomba lintasan, gerak dan lagu, bernyanyi, finger
painting, play dough, motor planning, dexterity play, estafet rintangan,
fishing competition, permainan skate board, permainan dutch, menyobek
dan menempel, mengecap, permainan bowling, printing dan scribbling,
membuat jus buah, serta bercocok tanam.
Dari berbagai aktivitas ekstrakurikuler baik tari, olah raga maupun
berbagai aktivitas lain di hari Sabtu, memiliki tujuan, baik secara individu
maupun secara kelompok. Tujuan secara individu merupakan tujuan yang
akan didapatkan oleh masing-masing anak misalnya dalam meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
konsentrasi dan kemampuan motorik setiap anak. Untuk tujuan secara
kelompok lebih menekankan pada tujuan berkomunikasi dua arah,
bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. (CL4 : 253, 9 April 2012)
Selain beberapa tujuan di atas, diungkapkan pula oleh Krisna
Nofianti sebagai berikut :
Selain itu, semua aktivitas yang diberikan dirancang agar semua siswa
dapat belajar dalam suasana kebersamaan, kelompok, dan menekankan
pada interaksi dan sosialisasi anak. Berbagai aktivitas yang diberikan
sangat kental menghadirkan suasana kompetisi dan kebersamaan baik
antara individu maupun kelompok. Dalam kegiatan ini anak akan
dibelajarkan untuk bekerja sama, berbagi, bersaing secara sehat,
menunggu giliran, bersabar berpendapat, mengungkapkan pikiran
secara santun dan yang pasti banyak mengajarkan anak bagaimana
besikap dan bertindak dalam suasana kebersamaan saat berinteraksi
dengan orang lain. (CL4 : 253, 9 April 2012)
4) Kegiatan Outing SLB Autis Alamanda
Selain kegiatan ekstrakurikuler, di SLB Autis Alamanda
mengadakan suatu kegiatan belajar di luar sekolah yang dilakukan sekali
dalam 2 bulan. Kegiatan tersebut dinamakan outing class. Tujuan kegiatan
outing class sesuai yang diungkapkan Yatmi selaku kepala SLB Autis
Alamanda adalah berikut :
Tujuannya selain adaptasi tempat baru karena kebanyakan anak-anak
belum terbiasa dan mereka memiliki kendala terhadap tempat baru, kita
juga membelajarkan kepada orang tua bagaimana orang tua
mengerahkan anak ke tempat-tempat umum. Karena beberapa anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
memang masih mengalamai kesulitan dalam beradaptasi dengan
tempat-tempat umum. (CL1 : 184, 15 Februari 2012)
Dari pernyataan yang disampaikan kepala SLB Autis Alamanda
tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan ini dilakukan untuk
mengadaptasikan dan pengenalan anak dengan lingkungan social secara
umum serta generalisasi program ke obyek nyata. Selain itu, kegiatan outing
class juga merupakan sarana untuk menunjukkan cara penanganan anak
yang tepat kepada orang tua. Jadi, dalam kegiatan ini orang tua akan
diberikan masukan cara menangani anak ketika beradaptasi dengan
lingkungan baru atau di tempat-tempat umum.
5) Kegiatan home/school visit
Kegiatan home visit merupakan kegiatan sekolah dimana guru-guru
dalam satu tim melakukan kunjungan ke rumah siswa. Kegiatan ini
bertujuan untuk melihat kondisi dan perilaku anak di rumah. Selain itu dapat
terlihat pula perlakuan orang tua terhadap anak di rumah. Hal ini sesuai
dengan yang dijelaskan Wilis Palupi sebagai berikut :
Salah satu tujuannya yaitu untuk melakukan pemeliharaan terhadap
program yang diberikan di sekolah dan di rumah. Kita dalam satu tim
akan datang ke sana untuk melihat secara langsung kondisi anak di
rumah, kemudian mendiskusikan kesulitan-kesulitan yang dialami
orang tua, dan penerapannya. Penerapan dari materi yang kita berikan
di sekolah untuk diterapkan di rumah. Terutama sih seperti itu. Jadi
lebih ke monitoring secara langsung yang ingin kita ketahui. Kalau
untuk school visit, biasanya orang tua yang minta waktu, jadi mau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
ketemu atau kadang kita menawarkan pada orang tua bila memang ada
permasalahan-permasalahan tertentu dari anak yang perlu untuk
didiskusikan bersama antara orang tua dan guru. Dan memang kita
terbuka untuk itu. (CL2 : 226-227, 17 Februari 2012)
Ditambahkan pula oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa dalam
kegiatan home visit, guru-guru dalam satu tim akan melakukan diskusi
bersama orang tua mengenai kendala-kendala/kesulitan yang dialami dalam
penanganan anak saat di rumah dan alternatif penanganan yang tepat untuk
anak. Kegiatan home visit SLB Autis Alamanda dilaksanakan minimal satu
kali dalam satu semester (per 6 bulan) untuk setiap anak. (CL1 : 185, 15
Februari 2012)
d. Metode Pembelajaran di SLB Autis Alamanda
Menurut hasil wawancara pada kepala SLB Autis Alamanda (CL1 :
185, 15 Februari 2012), dalam penyampaian materi pembelajaran, SLB Autis
Alamanda menggunakan metode ABA (Applied Bahaviour Analysis).
Dijelaskan pula bahwa ABA merupakan suatu metode tata laksana perilaku
yang sangat terstruktur, terarah, dan terukur dengan menekankan pada analisis
perilaku sehingga diharapkan akan menunjang penyembuhan autisme.
Ditambahkan oleh wakil kepala SLB Autis Alamanda (CL2 : 232, 17 Februari
2012) bahwa penerapan metode ABA dilakukan terstruktur dengan
menggunakan teknik DTT (Discrete Trial Training). Teknik DTT merupakan
teknik uji coba yang jelas/nyata dimana pelaksanaannya terdiri dari siklus yang
mana akan dimulai dari pemberian suatu instruksi kepada anak, pemberian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
reward jika anak dapat melaksanakan instruksi tersebut secara benar,
pemberian prompt/bantuan setelah 3 kali instruksi ketika anak belum dapat
melakukan instruksi tersebut. Siklus dari DTT dapat digambarkan sebagai
berikut :
1 siklus
instruksi ke 1 (tunggu 3-5detik)
instruksi ke 2 (tunggu 3–5 detik)
instruksi ke 3 (tunggu 3–5 detik)
Bila tidak ada respon, lanjutkan dengan
Bila tidak ada respon, lanjutkan dengan
Langsung lakukan prompt dan beri
imbalan
Diungkapkan pula oleh Wilis Palupi (CL2 : 232 , 17 Februari 2012),
dalam pelaksanaan metode ABA dengan teknik DTT, beberapa hal yang perlu
menjadi perhatian yaitu :
1) Instruksi, instruksi merupakan perintah yang diberikan guru pada anak.
Perintah yang diberikah harus berupa perintah yang jelas (suara dan
intonasi yang jelas), singkat, dan tidak membingungkan. Dalam
memberikan perintah kepada anak guru juga harus tegas artinya tidak bisa
ditawar-tawar dan harus tuntas artinya pemberian perintah harus sesuai
dengan siklus DTT, tidak boleh setengah-setengah karena akan
menyebabkan ketidakkonsistenan pada anak.
2) Prompt, merupakan bantuan yang diberikan apabila anak belum mau
memberikan respon terhadap instruksi/perintah guru. Pemberian bantuan
semakin lama harus semakin dikurangi dan pada akhirnya harus
dihilangkan agar anak dapat melakukan suatu aktivitas secara mandiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Prompt dapat diberikan dengan berbagai cara misalnya menunjuk, gerakan
tubuh, gerakan mata, ataupun secara verbal.
3) Reinforcement, merupakan imbalan/reward yang diberikan kepada anak
sebagai hadiah setelah anak dapat melakukan aktivitas dengan benar.
Pemberian imbalan dimaksudkan agar perilaku adaptif yang telah
terbentuk dapat terus dipertahankan oleh anak secara konsisten. Pemberian
reinforcement atau imbalan dapat bervariasi, tergantung pada kondisi
setiap anak. Imbalah yang dapat diberikan misalnya berupa makanan,
pujian, sentuhan atau bentuk interksi social yang disukai anak atau
permainan.
Untuk penilaian harian dengan metode ABA ini Wilis Palupi
mengungkapkan sebagai berikut :
ABA menerapkan penilaian yang terstruktur, jadi kita pakainya yang P
(prompt), A (achive), dan P+. P dimana anak sama sekali tidak merespon
dan selama instruksi anak terus kita bantu (prompt). Kemudian kalau P+,
ketika sekali dalam 1 siklus (3 kali instruksi) kemudian kita prompt,
kemudian setelahnya yang ke 2 dan ke 3 dari rangkaian siklus ini anak
mampu melaksanakan instruksi ini. Kemudian kalau achive (A), anak
dari awal kita berikan itu selama 3 kali instruksi dapat secara mandiri
merespon instruksi tersebut. (CL2 : 232-233, 17 Februari 2012)
Hal tersebut tidak jauh berbeda dari pengamatan pada lembar program
harian siswa mengenai cara pencataan hasil dari siklus ABA (Lampiran 9: 328)
yaitu dengan memberi nilai P apabila anak masih memerlukan prompt/bantuan
penuh dari guru. Memberikan nilai P+ apabila anak dapat melakukan instruksi
dengan prompt minimal dari guru, misalnya dari tiga siklus, anak diberi prompt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
di awal atau pada silkus pertama, sedangkan untuk siklus kedua dan ketiga
anak dapat melakukan secara mandiri (tanpa bantuan). Pemberian nilai A
(achived) pada suatu aktivitas diberikan apabila anak merespon 3 instruksi
pertama secara berturut-turut dengan benar dan mandiri (tanpa prompt dari
guru). Apabila dalam penilaian suatu aktivitas anak telah dapat mencapai nilai
A selama 9 kali berturut-turut (penilaian dilakukan oleh tim PPI), maka anak
akan diberikan nilai M (mastered). Setelah mencapai penilaian M (mastered),
pemberian aktivitas tersebut dapat dihentikan dan materi tersebut dimasukkan
dalam program maintenance (pemeliharaan). Maintenance dilakukan minimal
satu kali dalam satu minggu selama 5 – 9 minggu berturut-turut. Apabila dalam
jangka waktu tersebut anak mendapat nilai A, maka materi tersebut dianggap
telah dapat dikuasai anak sehingga akan dilanjutkan dengan generalisasi yaitu
penerapan dalam kehidupan sehari-hari oleh subyek yang berbeda, obyek yang
berbeda, dan tempat/situasi yang berbeda pula. Pembelajaran generalisasi di
SLB Autis Alamanda dapat dilakukan saat jam-jam pelajaran klasikal, istirahat
bersama, dan dalam kegiatan outing class.
Wilis Palupi (CL2 : 233, 17 Februari 2012) juga menambahkan selain
DTT, beberapa teknik ABA yang digunakan di SLB Autis Alamanda yaitu :
1) Kepatuhan dan kontak mata, merupakan dasar utama sebelum masuk ke
materi lain
2) One on one, penanganan satu siswa oleh satu guru.
3) Fading yaitu mengarahkan ke perilaku target dengan prompt penuh lalu
digradasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
4) Shaping yaitu mengajarkan perilaku melalui tahap pembentukan yang
semakin mendekati
5) Chaining yaitu perilaku kompleks yang dibagi dalam aktivitas kecil
dengan pembagian dan pemberian secara berututan mulai dari yang paling
sederhana.
6) Discrimination training yaitu melakukan identifikasi dengan pembanding
7) Matching yaitu menyamakan item
8) Mengenalkan konsep warna, bentuk, huruf dan sebagainya.
Selain dengan menggunakan metode ABA, SLB Autis Alamanda juga
menggunakan metode sensori integrasi (SI) sebagai salah satu metode dari
okupasi terapi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru okupasi terapi
(CL3 : 246-247, 20 Februari 2012), pemberian pembelajaran dengan metode SI
diberikan untuk memperbaiki gangguan sensori anak-anak yang banyak terlihat
dengan mengadaptasikan untuk beberapa kondisi atau situasi secara berlahan,
sehingga perilaku anak dapat menjadi lebih adaptif serta lebih peka dan dapat
memberikan tanggapan/respon secara wajar terhadap rangsangan sensori yang
datang dari luar tubuhnya. Pembelajaran SI yang diberikan di SLB Autis
Alamanda dilakukan dengan mengadaptasikan anak untuk menerima input-
input sensorik dengan menggunakan media-media yang ada seperti bola
bobath, vestibular board, ayunan, brushing, dan sebagainya.
Dijelaskan pula oleh Sumarti mengenai contoh-contoh gangguan
sensori pada anak autis yang ditemui di SLB Autis Alamanda sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Anak autis di Alamanda memang sebagian besar mengalami gangguan
dalam sensori. Ada yang memberikan rangsangan sensori itu secara
belebihan, ada pula yang kurang atau tidak ada responnya terhadap
rangsangan sensori. Yang ada di Alamanda misalnya ada anak yang
memberikan respon sensori berlebihan seperti misalnya karena
keseimbangan, dia selalu berputar-putar tanpa merasa pusing, tidak bisa
diam pinginnya selalu bergerak. Terus karena perabaan, misalnya hand
flapping, suka memukul-mukul kepalanya sendiri atau menggedor-
gedorkan kepala/badannya ke tembok, suka merobek kertas, dan
menendang temannya. Kemudian kalau yang kerena rasa sendinya
misalnya tidak bisa mengontrol saat bermain bola, dia cenderungnya
melempar terlalu kuat, atau ada juga yang selalu menghentakan kakinya
ke lantai dengan keras. Untuk yang berlebihan pada rangsangan
penglihatan misalnya anak akan melihat sesuatu yang menarik untuk dia
secara terus-menerus. Untuk yang karena penciuman dan pengecap
misalnya suka menciumi apa saja baik makanan maupun benda, suka
menggigit pensil, terluhat sering merasa gemas dengan mengertakkan
giginya, dan makan cenderung diemut lama. Untuk yang pendengaran
misalnya suka dan selalu berbicara sendiri, tidak memperhatikan
instruksi yang diberikan guru walaupun dengan suara yang keras, suka
membuat suara-suara tertentub baik dengan memukul-mukul benda atau
bergumam sendiri. Kalau untuk yang kurang dalam merespon sensori
tentu akan memperlihatkan perilaku yang berlawanan dengan yang
berlebihan misalnya menolak dipeluk, merasa tidak nyaman dengan
lingkungan baru, takut bila bermain prosotan, takut naik tangga, menolak
melompat, berjalannya menjinjit seolah tidak mau menyentuh tanah atau
krikil, melempar bola terlalu lemah, tidak ada kontak mata, tidak
menyukai keramaian, menutup telinga jika mendengar suara keras atau
menolak mendengar suara music, makan tidak dikunyah cenderung
langsung di telan dan masih banyak conoh-contoh perilaku lainnya ya.
(CL3 : 247-249, 20 Februari 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Dijelaskan pula oleh Sumarti mengenai materi-materi sensori integrasi
yang diberikan di SLB Autis Alamanda misalnya bagi anak yang mengalamai
gangguan keseimbangan akan diberikan materi seperti meniti di papan titian,
berdiri di papan vestibular (papan keseimbangan) dengan diberi aktivitas lain,
memanjat dinding panjat, naik turun tangga, dan lain sebagainya. Untuk anak
yang mengalami gangguan dalam peraba (taktil) diberikan materi berjalan di
pasir atau di tanah tanpa alas kaki dan aktivitas di atas bola bobath bertekstur.
Untuk anak yang mengalami gangguan persendian diberikan materi seperti
gulung sandwich,dan ditindih. Sedangkan untuk yang mengalami gangguan
dalam visual dapat diberi materi seperti lempar tangkap bola, memasukkan
bola ke dalam ring, menendang bola ke gawang, dan lain sebagainya. Materi
lain yang juga diberikan yaitu materi untuk meningkatkan respon oromotor
(motorik mulut) misalnya meniup, menelan, menggigit, mengunyah, dan
menyedot dengan sedotan. Untuk meningkatkan body awareness diberi
aktivitas seperti memasuki trowongan, gulung sandwich, aktivitas di atas bola
bobath, dan lain-lain. Untuk aplikasi pelaksanaan materi SI ini dapat dilakukan
secara terpisah sesuai kebutuhan setiap anak, dapat pula dilakukan dalam
aktivitas klasikal yaitu dimasukkan dalam permainan secara kelompok. Materi-
materi SI yang lain dapat diberikan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan
setiap anak. (CL3 : 249-251, 20 Februari 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
e. Pemanfaatan sarana prasarana dan media pembelajaran
Apabila dilihat secara langsung, sarana-prasarana di SLB Autis Alamanda
terbilang masih minim, namun dengan sarana dan prasarana yang dimiliki SLB
Autis Alamanda saat ini, SLB Autis Alamanda telah dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan lancar. Sarana dan prasarana yang telah ada,
dimanfaatkan semaksimal mungkin sesuai dengan fungsi, kegunaan, dan
kebutuhan dari SLB Autis Alamanda.
Hampir setiap materi yang diberikan kepada siswa-siswa SLB Autis
Alamanda harus menggunakan media pembelajaran baik media visual, peraba,
audio, audiovisual, maupun perpaduan antara ketiganya. Kesemuanya sangat
disesuaikan dengan materi pembelajaran, kebutuhan, dan kemampuan siswa.
Diungkapkan oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa setiap materi yang
membutuhkan media pembelajaran di SLB Autis Alamanda selalu diusahakan
pengadaannya guna kelancaran kegiatan pembelajaran dan memaksimalkan
penyerapan materi pembelajaran oleh siswa. (CL1 : 186, 15 Februari 2012).
Ditambahkan pula oleh Kepala SLB Autis Alamanda bahwa media
pembelajaran di SLB Autis Alamanda digunakan sebagai sarana untuk
menyampaikan materi kepada siswa-siswa. Sesuai dengan materi yang diberikan
kepada siswa, dalam pembelajaran SLB Autis Alamanda banyak menggunakan
media pembelajaran yang menekankan pada aspek visual dan peraba misalnya
berupa kartu bergambar, kartu huruf, kartu angka, kartu urutan kegiatan, maupun
kartu berbagai profesi. Hal ini disebabkan karena siswa akan lebih mudah memahami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
materi bila disampaikan dengan menggunakan media visual maupun peraba. (CL1 :
186-187, 15 Februari 2012).
f. Evaluasi Perencanaan Program Individual (PPI)
Berdasarkan wawancara terhadap wakil kepala SLB Autis Alamanda
disebutkan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di SLB Autis Alamanda,
selama satu semester (6 bulan) setiap guru harus melakukan evaluasi/penilaian
harian, evaluasi tim setiap satu bulan, evaluasi tim besar setiap tiga bulan, dan
evaluasi semester setiap enam bulan. Evaluasi-evaluasi tersebut bersifat
individual kepada setiap siswa SLB Autis Alamanda. (CL2 : 238, 17 Februari
2012).
Dijelaskan pula oleh wakil kepala sekolah bahwa evaluasi harian harus
dilakukan setiap guru setelah memberikan meteri pembelajaran kepada setiap
siswa. Penilaian tersebut merupakan penilaian pelaksanaan program harian
(program individual anak). Penilaian tersebut ditulis dalam lembar program
harian anak dan juga dideskripsikan dalam buku penghubung yang merupakan
laporan harian kepada orang tua (Lampiran 15 : 388 ). Disini orang tua dapat
mengevaluasi dan memberikan masukan terhadap pemberian materi kepada
siswa. (CL2 : 238, 17 Februari 2012).
Evaluasi tim dilakukan setiap satu bulan sekali. Evaluasi tim dihadiri
oleh anggota dalam satu tim dan dipimpin oleh Penanggung Jawab (PJ)
anak/siswa. Dalam pertemuan tim ini lebih menekankan pada evaluasi
mengenai aplikasi pelaksanaan materi dan penyamaan pemberian materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
kepada anak. Selain itu didiskusikan pula kesulitan-kesulitan dan cara
pemberian materi yang dianggap tepat untuk anak. (CL2 : 239, 17 Februari
2012).
Evaluasi yang dilakukan setiap tiga bulan dihadiri oleh kepala sekolah,
sie kurikulum, dan anggota tim. Dalam evaluasi ini satu tim akan memberikan
laporannya mengenai pelaksanaan program individual yang telah dilaksanakan
selama tiga bulan dan hasil yang telah dicapai serta berbagai masukan dari
orang tua (Lampiran 13 : 357). Dalam evaluasi tiga bulan ini akan didiskusikan
mengenai berbagai kesulitan dalam pelaksanaan PPI dan menemukan solusi
bersama yang dianggap paling tepat dan efektif untuk anak. Selain itu, dalam
pertemuan ini dapat pula dilakukan beberapa tindakan seperti menghapus
pemberian suatu materi yang selama 3 bulan tidak ada peningkatan (stak) dan
mengganti dengan materi lain yang dianggap lebih dibutuhkan dan sesuai
dengan kemampuan anak saat itu. Penambahan materi juga dapat dilakukan
bila anak dianggap mampu dan membutuhkan materi baru tersebut. (CL2 : 239,
17 Februari 2012).
Evaluasi setiap enam bulan merupakan evaluasi secara tertulis yang
disampaikan kepada orang tua (Lampiran 14 : 366). Penanggung jawab (PJ)
setiap anak akan membuat laporan pembelajaran yang telah dilakukan selama 6
bulan dan hasil yang telah dicapai anak. Selain itu, penanggung jawab juga
akan berdiskusi dengan orang tua untuk merencanakan program pembelajaran
selanjutnya. (CL2 : 239, 17 Februari 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda
Sampai saat ini SLB Autis Alamanda belum meluluskan peserta didik dari
tingkat sekolah dasar luar biasa, tetapi SLB Autis Alamanda telah dapat
mengantarkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah
regular. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wilis Palupi sebagai berikut :
Disini kurang lebih dalam 2 tahun terakhir ini sudah mulai ada kelas transisi
dimana kelas transisi ini memang ditujukan untuk anak-anak yang sudah
bisa berada di kelas klasikal, jadi artinya tidak lagi one – on – one, satu anak
dengan satu guru, tapi sudah mulai anak belajar dengan ada teman yang lain.
Kelas transisi ditujukan juga untuk anak-anak supaya nantinya kalau
memang dia sudah memungkinkan dikondisikan untuk bisa ke sekolah
umum. (CL2 : 240, 20 April 2012)
Jadi, SLB Autis Alamanda menyediakan kelas transisi sebagai intervensi
dini terhadap gangguan-gangguan perilaku dan konsentrasi seperti autis dan
ADHD. Kelas transisi ini mempersiapkan peserta didik yang mengalami
gangguan perilaku agar dapat meminimalkan atau bahkan menghilangkan perilaku
negative pada anak sehingga dapat belajar bersama-sama di kelas dan sekolah
regular. Bagi siswa yang kemampuannya tidak dapat mengikuti di sekolah
regular, SLB Autis Alamanda tetap menyediakan pelayanan pendidikan sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan anak. (CL2 : 240, 17 Februari 2012).
Dijelaskan pula oleh kepala SLB Autis Alamanda, Ibu Yatmi, bahwa di
SLB Autis Alamanda disediakan 2 kelas transisi yang merupakan kelas klasikal
dengan jumlah 2-3 orang siswa untuk setiap kelas. Kriteria siswa dapat masuk ke
dalam kelas transisi ini yaitu anak sudah memiliki kemampuan dalam menarima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
instruksi kelompok, sudah ada kemampuan interaksi social pada anak,
kemampuan kemandirian siswa sudah ada, dan anak telah dapat menguasai
kemampuan akademik dasar sesuai kurikulum khusus yang digunakan di SLB
Autis Alamanda. (CL1 : 190, 10 April 2012).
Dijelaskan lebih lanjut oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa dalam
proses transisi anak dari SLB Autis Alamanda ke kelas/sekolah regular, anak akan
didampingi dengan seorang guru pendamping khusus (shadow) selama masih
diperlukan sebagai upaya membantu penyesuaian anak di kelas regular. (CL1 :
190-191, 10 April 2012). Ditambahkan pula oleh wakil kepala sekolah SLB Autis
Alamanda bahwa hal-hal yang perlu mendapat perhatian bagi guru pendamping
khusus selama menjadi shadow adalah bahwa tugas dari shadow bukanlah
membantu anak secara penuh, melainkan hanya membimbing anak untuk dapat
menyelesaikan tugas secara mandiri, selain itu shadow juga bertugas untuk
membantu menjembatani sosialisasi dan interaksi anak dengan teman-temannya,
selalu memberikan motivasi positif kepada anak, serta memberikan kontrol
perilaku jika perilaku negative anak masih ada. Shadow juga tetap harus memiliki
program dan mencatat hasil program tersebut, baik kemajuan anak, hambatan,
serta generalisasi program tersebut untuk melihat seberapa jauh kemajuan anak
dan kapan shadow harus dilepas dari anak. (CL2 : 241-242, 17 Februari 2012).
Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala SLB Autis Alamanda,
dalam kurun waktu 2 tahun ini SLB Autis Alamanda telah dapat mengantarkan 8
orang siswa untuk melanjutkan ke sekolah regular pada tingkat Taman Kanak-
kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Rata-rata usia siswa yang mengikuti kelas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
transisi antara 7 – 8 tahun. Dijelaskan pula bahwa perlu memperhatikan
kemampuan anak dalam menempatkan anak pada tingkatan sekolah, baik tingkat
Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). (CL1 : 191, 10 April 2012).
Wilis Palupi juga mengungkapkan sedikit pengalaman SLB Autis
Alamanda dalam mengantarkan siswa ke kelas transisi sebagai berikut :
Sampai saat ini sudah ada 8 anak yang ditransisikan ke sekolah umum.
Yang terakhir itu namanya Fikri Fadullah. Jadi pada saat itu kondisi anak
ketika datang ke Alamanda, dia memang autistic banget / autistic murni,
pada awal masuk kondisi anak benar-benar yang autistic murni dan memang
harus mendapatkan intervensi dini. Sampai kemudian verbalnya sudah
keluar , sudah mulai komunikasi 2 arah, dan terutama perilakunya sudah
banyak ditekan jadi artinya persyaratan dia untuk bisa mengikuti satu kelas
dengan tidak tampak / tidak muncul perilaku autistic yang mengganggu, itu
sudah dibilang hampir tidak ada, kemudian kita transisikan ke TK dulu
dengan pendampingan. Jadi kita ada/menyediakan shadow. Targetnya
memang waktu itu 3 bulan, dan sebelum ditransisikan ke sekolah umum kita
para guru ke sana, kita satu tim ke sekolah yang dituju, jadi kita
memberikan gambaran tentang kondisi anak, sekaligus minta izin bahwa
nanti akan ada shadow. Kami juga jelaskan bahwa nanti shadow ini tidak
menetap. Jadi waktu itu tergetnya 3 bulan dan setelah 3 bulan itu anak sudah
harus dilepas. Tapi kemudian tidak sampai lama kita evaluasi Fikri sudah
bisa di gradasi dengan jarak yang semakin jauh, sampai kemudian
dikondisikan untuk belajar secara mandiri di kelas, Dan Alhamdulillah
cukup bagus. Tapi memang sampai sekarang juga masih melakukan
pendampingan dengan terapi perilaku di rumah. (CL2 : 242-243, 20 April
2012)
Prestasi-prestasi dari peserta didik di SLB Autis Alamanda sampai saat ini
masih belum nampak. Namun, SLB Autis Alamanda terus menggali kemampuan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
kemampuan dan bakat-bakat peserta didik agar dapat mencapai prestasi.
Sebagaimana yang diungkapkan kepala SLB Autis Alamanda, bahwa dalam
mengasah bakat dan minat siswa-siswa SLB Autis Alamanda yang dianggap
memiliki kemampuan dalam berbagai bidang baik keterampilan, seni, maupun
olah raga, SLB Autis Alamanda berusaha memberikan fasilitas kepada peserta
didik yang dianggap memiliki kemampuan tersebut. (CL1 : 191, 10 April 2012).
Dijelaskan oleh kepala SLB Autis Alamanda, untuk peserta didik yang
memiliki kemampuan dalam bidang seni tari, SLB Autis Alamanda mendatangkan
guru tari sehingga hasil dari latihan tari tersebut dapat diikutkan dalam berbagai
lomba dan acara-acara baik acara yang dilaksanakan SLB Autis Alamanda sendiri
maupun acara keluar yang diadakan lembaga lain. Untuk peserta didik yang
memiliki kemampuan dalam bidang olah raga, SLB Autis Alamanda juga
mendatangkan guru olah raga serta menyediakan fasilitas olah raga seperti
peralatan basket, volley, dan bulu tangkis. Untuk siswa yang memiliki bakat
dalam music dan bernyanyi, SLB Autis Alamanda menyediakan fasilitas berupa
peralatan music yaitu piano, rebana, dan peralatan bernyanyi seperti mic, tape, tv,
dan vcd. Untuk kegiatan music dan bernyanyi pembelajarannya dilakukan oleh
guru-guru SLB Autis Alamanda. Sedangkan untuk mengasah keterampilan
lainnya, SLB Autis Alamanda menyediakan fasilitas peralatan untuk membuat
telur asin dan membuat jus buah. Pelatihan pembuatannya dilakukan setiap bulan.
Hal ini dimaksud agar siswa memiliki tambahan keterampilan yang diharapkan
dapat dikembangkan diluar sekolah. (CL1 : 191-192, 10 April 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Kegiatan-kegiatan yang pernah diikuti oleh SLB Autis Alamanda dalam
satu tahun terakhir yang mengikutsertakan siswa-siswanya dengan menampilkan
berbagai bakat yang dimiliki anatara lain kegiatan Pekan Olah Raga dan Kesenian
(Porseni) PLB yang diadakan setiap tahun, kegiatan ulang tahun SLB Autis
Alamanda dan bakti social diadakan setiap tahun, kegiatan Hari Autis Sedunia,
kegiatan yang dilaksanakan oleh lambaga-lembaga tertentu seperti Presious One
di Mal Paragon, dan kegiatan lomba bina diri siswa SLB. Diungkapkan pula
bahwa SLB Autis Alamanda selalu mengikutsertakan siswa-siswanya dalam
berbagai kegiatan luar sekolah sebagai salah satu pembelajaran bersosialisasi dan
berinteraksi anak terhadap lingkungannya serta menumbuhkan motivasi
berprestasi pada peserta didiknya. (CL1 : 193, 10 April 2012).
3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus SLB Autis Alamanda
Dalam pelaksanaan kurikulum khusus, SLB Autis Alamanda menemui
beberapa kendala-kendala antara lain :
a. Perekrutan guru baru
Dalam perekrutan guru, SLB Autis Alamanda memilih guru sesuai
dengan kualifikasi pendidikan yang telah ditentukan yaitu dari lulusan PLB,
okupasi terapi, fisio terapi, psikologi, dan speech terapi. Tidak sedikit
pelamar dari lulusan tersebut ingin menjadi guru di SLB Autis Alamanda,
namun yang pada akhirnya menjadi kendala adalah permasalahan upah/gaji
guru. (CL2 : 200, 17 Februari 2012). Kepala SLB Autis Alamanda
mengungkapkan bahwa SLB Autis Alamanda belum dapat memberikan upah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
yang lebih sebab pembiayaan untuk upah/gaji guru masih berasal dari SPP
siswa. Diungkapkan pula bahwa UMR (Upah Minimal Regional) di wilayah
Surakarta sekitar Rp 800.000,- , namun SLB Autis Alamanda belum dapat
memenuhi upah/gaji guru dengan ketentuan UMR tersebut sehingga beberapa
guru memilih tidak melanjutkan menjadi guru di SLB Autis Alamanda.
Tercatat sudah ada 3 guru yang memutuskan untuk tidak melanjutkan
mengajar di SLB Autis Alamanda dalam kurun waktu 2 tahun terakhir. (CL1 :
169-170, 10 April 2012).
Selain itu, kendala lain yang juga terjadi adalah ditemukannya guru
yang tidak dapat menguasai materi-materi untuk pembelajaran anak autis
misalnya materi metode ABA. Baik pendidik maupun tenaga kependidikan di
SLB Autis Alamanda harus menjalani seleksi dan training selama 3 bulan
sebelum masuk dan menangani anak di SLB Autis Alamanda. Seleksi dan
training ini dilakukan agar setiap guru dibekali keterampilan dan keahlian
dalam menangani setiap anak di SLB Autis Alamanda. Hal ini juga dilakukan
untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
di SLB Autis Alamanda. Selama 3 bulan menjalani masa training biasanya
calon guru yang tidak dapat diterima menjadi guru di SLB Autis Alamanda
adalah calon guru yang kurang dapat mengaplikasikan metode ABA pada
peserta didik. (CL1 : 171-172, 15 Februari 2012).
Diungkapkan pula oleh wakil kepala SLB Autis Alamanda mengenai
pembagian materi selama 3 bulan dalam training guru di SLB Autis
Alamanda sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Dua minggu awal akan diberikan materi yang disampaikan oleh kepala
sekolah. Materi yang diberikan meliputi tumbuh kembang anak,
kurikulum khusus autis, metode penanganan dengan metode ABA, dan
perencanaan program individual anak. Kemudian 2 minggu berikutnya
mulai kita perlihatkan di kelas atau melalui CCTV, jadi tergantung
kondisi anaknya apabila memungkinkan guru masuk ke dalam kelas akan
diikutkan di kelas, namun bila tidak memungkinkan akan melalui CCTV.
Kemudian Untuk bulan kedua mulai masuk tim dengan pendampingan.
Bulan ketiga ini mulai dikondisikan untuk menangani satu kasus anak
walaupun masih tetap dalam pendampingan namun lebih dimandirikan.
Untuk bulan ke tiga calon guru akan diberi kepercayaan untuk
memegang anak secara langsung dan menyusun program individual anak
Nah, yang bulan ketiga ini menentukan sekali apakah dia sudah bisa
mengaplikasikan, sejauh mana ilmu yang diterimanya. Kita lihat apakah
ini memang bisa lanjut atau tidak.. (CL2 : 199, 17 Februari 2012)
Materi yang sering menjadi kendala dalam training guru yaitu materi
mengenai pelaksanaan metode ABA. Sering kali calon guru kurang dapat
menerapkan emosi yang sesuai antara pemberian reward pada anak dengan
emosi saat memberi ketegasan. Dijelaskan oleh Wilis Palupi bahwa dalam
memberikan reward berupa pujian kepada anak sangat memerlukan suatu
mimik wajah dan emosi yang terlihat senang. Namun bila memberikan
ketegasan pada anak pun perlu ada pembedaan mimik wajah dan emosi yang
tegas (bukan marah). Diungkapkan oleh Wilis Palupi bahwa anak autis butuh
pembeda yang jelas bahwa yang benar harus diberi reward dan bila salah
harus dengan emosi dan mimik yang tegas. (CL2 : 200-201, 17 Februari
2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Ditambahkan pula oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa selain
materi metode ABA, SLB Autis Alamanda pernah tidak meluluskan calon
guru dalam proses training karena permasalahan kedisiplinan yang tidak
dapat dipenuhi (jam kedatangan di sekolah, jam pulang sekolah, dan
kehadiran di sekolah) serta calon guru tidak mampu menangani/menguasai
beberapa anak dengan karakteristik berbeda (seperti anak yang masih sering
tantrum atau pun anak dengan perilaku negalif yang masih tinggi). (CL1 :
172, 10 April 2012).
b. Peningkatan pengalaman guru
Berdasarkan hasil wawancara kepada Kepala SLB yaitu Ibu Yatmi,
diungkapkan bahwa dalam meningkatkan mutu, kualitas, dan pengalaman
guru SLB Autis Alamanda, berbagai pelatihan untuk guru diadakan dengan
mendatangkan ahli yang berkompeten dalam bidangnya. Namun, untuk
mendatangkan tenaga ahli dalam memberikan pelatihan kepada guru, SLB
Autis Alamanda memerlukan biaya yang terbilang banyak sehingga
permasalahan pembiayaan menjadi suatu kendala yang cukup berarti. (CL1 :
173, 15 Februari 2012).
Diungkapkan pula agar guru-guru SLB Autis Alamanda dapat tetap
meningkatkan pengalaman mengajar, maka SLB Autis Alamanda
mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai pelatihan dan seminar yang tidak
memakan banyak biaya namun tetap sesuai dengan kebutuhan pengalaman
guru di SLB Autis Alamanda. (CL1 : 173, 15 Februari 2012). Menurut studi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
dokumen SLB Autis Alamanda mengenai pelatihan guru, berbagai pelatihan
selama Tahun Ajaran 2010/2011 dalam rangka meningkatkan pengalaman
dan kemampuan guru dalam mengajar antara lain :
Tabel 7 . Pelatihan Guru SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011
No. Nama Guru Jenis Pelatihan Keterangan
1. Sumarti, Amd.OT Pelatihan Autis “Autis dapat
ditanggulangi”
1 hari
2. Siti Aminah, AMF. S.Pd Diklat “Profesionalisme Guru” 4 hari
Yatmi, S, Pd
3. Wilis Palupi, S.Pd Pelatihan mengenai “Metode Gland
Doman”
1 hari
4. Yatmi, S, Pd Bintek Keterampilan teknis untuk Guru
SLB/SDLB Provinsi Jawa Tengah
4 hari
Wilis Palupi, S.Pd
5. Tri Retno Hastuti,
Amd.OT
Bintek Pengembangan Keterampilan Anak
SLB
4 hari
6. Siti Aminah, AMF. S.Pd Pelatihan Fisio Terapi untuk ABK 1 hari
7. Istiqomah, S.Pd Pelatihan Penggunaan Alat bantu
Metematika
1 hari
8. Wilis Palupi, S.Pd Workshop tentang KTSP 3 hari
Siti Aminah, AMF. S.Pd
9. Istiqomah, S.Pd Pelatihan guru “Menjadi Guru yang
Energik”
1 hari
Tri Retno Hastuti,
Amd.OT
10 Yatmi, S, Pd Pelatihan Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa
3 hari
11. Endah Resnandari Puji A,
S.Pd
Pelatihan Sistem Informasi Manajemen
PLB I
3 hari
12. Siti Aminah, AMF. S.Pd Pelatihan Pembuatan Modul Pembelajaran
Sekolah Inklusi
3 hari
13. Istiqomah, S.Pd Pelatihan Pengembangan Keterampilan
terapi untuk Anak ABK
3 hari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
14. Endah Resnandari Puji A,
S.Pd
Pelatihan Sistem Informasi Manajemen
PLB II (Lanjutan)
3 hari
15 Siti Aminah, AMF. S.Pd Pelatihan “Implementasi Pendidikan
Berkarakter”
3 hari
16. Krisna Nofianti
Sudarsono,S.Psy
Pelatihan Braille 3 hari
Puji Hastuti, S.Pd
17.
Endah Resnandari Puji A,
S.Pd
Pelatihan Pengembangan Model
Kurikulum Program Terapi untuk ABK
(Fisio Terapi, Terapi Wicara, terapi ABA,
Terapi Musik)
3 hari
18 Siti Aminah, AMF. S.Pd Pelatihan mengenai Bina Wicara 3 hari
19. Tri Retno Hastuti,
Amd.OT
Pelatihan Bina Gerak untuk ABK 3 hari
20. Wilis Palupi, S.Pd Pelatihan Pengembangan Terapi ABK 3 hari
21. Puji Hastuti, S.Pd Pelatihan Pengembangan Kurikulum
BKPBI
3 hari
Dari data pelatihan yang diikuti oleh guru-guru SLB Autis Alamanda,
ditemukan bahwa berbagai pelatihan yang diikuti merupakan pelatihan yang
ditujukan untuk penanganan dan pembelajaran bagi ABK. Pelatihan yang
diikuti merupakan pelatihan yang relevan guna meningkatkan pengetahuan,
pengalaman, dan kemampuan guru dalam menangani anak berkebutuhan
khusus di SLB Autis Alamanda.
Selain dengan mengikutsertakan guru-guru dalam berbagai pelatihan,
Wilis Palupi juga menambahkan bahwa dalam usaha meningkatkan
pengalaman mengajar dan membekali guru-guru dalam memberikan
pembelajaran yang tepat untuk anak-anak berkebutuhan khusus, maka SLB
Autis Alamanda mengadakan rotasi penghendelan anak/siswa. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
dimaksudkan agar setiap guru mampu menangani dan memberikan pelayanan
pendidikan yang tepat untuk berbagai karakteristik anak yang berbeda-beda.
Penghendelan terhadap satu anak akan dilakukan dalam satu tim, sehingga
anggota tim yang lain dapat memberikan masukan pada guru yang lain dan
dapat melakukan diskusi mengenai pemberian pendidikan yang tepat untuk
anak didiknya. (CL2 : 201, 17 Februari 2012).
c. Penyusunan dan evaluasi PPI
Dalam penyusunan PPI, kendala yang ditemukan yaitu saat
mengadakan assessment terhadap siswa baru tidak semua siswa menunjukkan
perilaku totalitasnya, sehingga setelah PPI tersusun perlu ada tinjau ulang
atau mengevaluasi kembali PPI yang telah disusun. Dijelaskan lebih lanjut
oleh Wilis Palupi bahwa perilaku totalitas maksudnya adalah bahwa setiap
siswa baru yang masuk ke SLB Autis Alamanda untuk melakukan
assessment, mereka tentu akan beradaptasi terlebih dahulu. Setiap anak
membutuhkan waktu yang berbeda-beda dalam menjalani proses adaptasi
hingga anak merasa nyaman dengan lingkungan yang baru. Selama proses
adaptasi tersebut setiap anak juga menunjukkan perilaku yang berbeda-beda,
ada yang hanya duduk diam tanpa menghiraukan instruksi, ada yang
sepanjang proses assessment terus menangis, ada yang hanya menunjukkan
perilaku menurut karena masih takut dengan orang-orang baru, dan ada pula
yang telah cepat beradaptasi sehingga proses assessment selama satu minggu
mendapatkan hasil yang sesungguhnya. (CL2 : 215-216, 17 Februari 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
Selain dari anak, kendala lain juga terjadi pada orang tua, yaitu ketika
orang tua diminta bersama-sama untuk melakukan penyusunan dan evaluasi
PPI banyak dari mereka menyerahkan sepenuhnya kepada guru. Setelah PPI
berjalan, orang tua baru memberikan keluhan sehingga PPI perlu dievaluasi
dan direvisi kembali. (CL1 :183, 15 Februari 2012)
d. Pelaksanaan pembelajaran
SLB Autis Alamanda merupakan SLB swasta yang berada dibawah
naungan dinas, sehingga SLB Autis Alamanda dituntut untuk melaksanakan
kurikulum sesuai dengan ketetapan pemerintah yaitu dengan melaksanakan
kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran. Hal ini menjadi kendala
bagi SLB Autis Alamanda sebab hampir semua siswa di SLB Autis
Alamanda memiliki gangguan dalam perilaku, sosialisasi, komunikasi,
konsentrasi, interaksi, dan aktivitas sehari-hari. Kurikulum yang berorientasi
pada mata pelajaran tentu bukan merupakan alternative yang tepat untuk
pembelajaran siswa di SLB Autis Alamanda. Pembelajaran yang
dilaksanakan di SLB Autis Alamanda tetap menggunakan kurikulum khusus
yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa. Hal tersebut diungkapkan
oleh Wilis Palupi sebagai berikut :
Karena kita merupakan sekolah yang bernaung di bawah dinas, kita kan
harus mengikuti program yang berasal dari dinas, jadi ada pendidikan
agama diberikan, Bahasa Indonesia diberikan, walaupun di ABA sendiri
program-program dasar seperti itu sudah ada, misalnya dari menulis
sendiri di ABA sudah ada secara terstruktur sekali tahapan-tahapannya.
Tetapi kita tetap harus mengikuti di dinas. Kesulitannya adalah walaupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
anak-anak yang sudah masuk ke kelas klasikal, secara kognitif ternyata
masih banyak yang belum bisa memahami materi-materi yang abstrak.
Terutama misalnya materi PPkn tentang moralitas dan sebagainya, Jadi
kesulitannya ketika dalam satu kelas itu ada 2 anak pemahamannya
berbeda. Jadi kesulitannya disitu, ketika aplikasi kita harus bisa ending
output-nya itu 2 anak harus bisa mengusai meteri ini tapi dengan cara
yang berbeda. Itu kesulitan yang luar biasa yang kita temukan. Belum
lagi kebutuhan individualnya seperti ADL nya, fine motor-nya, SI nya
kan tetap harus diberikan. Jadi biasanya lebih ke pengaturan regulasi
ketika pemberian materi supaya itu bisa sempurna. Sempurna dalam
artian itu bisa diberikan dan hasilnya baik. Jadi yang masih jadi kendala
ya mengenai aplikasi yang seperti itu. (CL2 : 225-226, 17 Februari
2012).
e. Pelaksanaan metode pembelajaran
Metode pembelajaran yang digunakan di SLB Autis Alamanda yaitu
metode ABA (Applied Bahaviour Analysis). Diungkapkan oleh Wilis Palupi
bahwa tidak semua siswa di SLB Autis Alamanda dapat diberikan
pembelajaran dengan menggunakan metode tersebut karena tidak semua
anak-anak di SLB Autis Alamanda adalah anak-anak autistic, ada yang slow
learner dan down syndrome. (CL2 : 234, 17 Februari 2012).
Dijelaskan lebih lanjut oleh Wilis Palupi bahwa anak slow learner
memiliki karakteristik berbeda dengan anak autis yaitu mengalami hambatan
atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi social,
sehingga mereka memerlukan waktu yang lebih lama dan pengulangan-
pengulangan materi yang sama untuk dapat memahami suatu materi. Karena
karakteristik yang berbeda tersebut maka, metode yang digunakan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
menyampaikan materi pun berbeda. Metode yang digunakan yaitu lebih
menekankan pada penggunaan metode visual seperti dengan menampilkan
gambar kegiatan dan gambar urutan kejadian. Selain itu, metode lain yang
digunakan yaitu metode praktek langsung agar siswa lebih mudah
memahami dan mengingat, serta dengan menggunakan metode bermain peran
misalnya saat mengajarkan pembelajaran uang dan jual beli, anak dapat
melakukan praktek dengan melakukan peran berjualan atau berperan sebagai
pembeli. (CL2 : 235-236, 17 Februari 2012).
Untuk anak down syndrome metode yang digunakan juga berbeda
terutama pada cara penyampaian yang tidak bisa disamakan dengan
penyampaian pembelajaran pada anak autis, karena terkadang ketegasan yang
digunakan dapat membuat anak down syndrome semakin drop. Tatapi untuk
materi pembelajaran SLB Autis Alamanda tetap mengacu pada kurikulum
khusus. Pembelajaran untuk anak down syndrome lebih menekankan pada
pemberian aktivitas-aktivitas yang menyenangkan dan menarik misalnya
pembelajaran dengan menggunakan foto atau gambar-gambar yang
mencolok, gambar urutan aktivitas, pemberian aktivitas bermain sambil
belajar seperti bermain bola untuk meningkatkan kekuatan motorik anak, play
dough, meronce, memasang puzzle sederhana, dan lain-lain. Penekanan juga
diberikan pada kemampuan bahasa dan bicara, bantu diri, serta kemampuan
motorik anak. Pemberian metode yang berbeda disebabkan karena
karakteristik anak yang berbeda-beda. Anak down syndrome akan
memberikan perhatian penuh terhadap hal-hal yang disukai. Selain itu anak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
down syndrome juga lebih banyak belajar dengan cara menirukan orang lain.
(CL2 : 234-235, 17 Februari 2012).
Kendala lain juga terjadi dalam pelaksanaan metode sensori integrasi
(SI). Seperti yang diungkapkan oleh Sumarti bahwa kendala dalam
pelaksanaan metode sensori integrasi antara lain karena waktu pemberian
pelayanan sensori integrasi (SI) yang kurang sebab harus ada pembagian
dengan materi-materi lain dalam satu sesi pembelajaran (2 jam), alat-alat/
media sensori integrasi yang ada di Alamanda masih terbatas, dan kurang
konsistennya pemberian pelayanan sensori integrasi (SI) di rumah sehingga
hasilnya menjadi kurang maksimal. (CL3 : 250, 20 Februari 2012)
f. Pengadaan media pembelajaran
Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala SLB Autis Alamanda,
dalam pengadaan media pembelajaran, kesulitan yang ditemukan yaitu karena
tidak semua media yang dibutuhkan oleh siswa-siswa SLB Autis Alamanda
ada di daerah Surakarta. Beberapa media pembelajaran perlu didatangkan dari
luar daerah. Ditambahkan oleh Yatmi, media tersebut perlu didatangkan dari
luar daerah sebab bahan-bahan yang digunakan harus menggunakan bahan
khusus dengan standart tertentu. (CL1 : 180, 10 April 2012).
Selain itu ada juga media-media pembelajaran yang perlu memesan
sendiri seperti puzzle bentuk, papan jahit, alat pertukangan, alat otomotif, dan
lain-lain. Sedangkan untuk media pembelajaran lain ada pula yang
pengadaannya dengan membuat sendiri sesuai dengan kreasi guru-guru di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
SLB Autis Alamanda, seperti media untuk predressing, scribble, dan berbagai
kartu-kartu pembelajaran. (CL1 : 180-181, 10 April 2012).
C. Pembahasan
SLB Autis Alamanda sebagai salah satu sekolah luar biasa di Surakarta
yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus,
menurut penulis telah menggunakan kurikulum yang sangat sesuai dengan
tuntutan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Kurikulum yang diterapkan
merupakan kurikulum yang memandang siswa sebagai pribadi yang unik serta
memiliki perbedaan-perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain.
Kurikulum khusus autis ini juga memandang berbagai karakteristik anak autis
secara menyeluruh seperti kontak mata, imitasi, kemampuan berbahasa,
kemampuan bersosialisasi dan berinteraksi, kemampuan bina diri serta
kemampuan motorik anak. Semua hal tersebut telah tertuang dalam kurikulum
khusus di SLB Autis Alamanda.
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bab 2 dalam pendapat Martinis
Yamin (2008:82) menyebutkan bahwa kurikulum pendidikan khusus terdiri dari 8
sampai 10 mata pelajaran ditambah muatan local, program khusus, dan
pengembangan diri. Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa kurikulum
yang ditetapkan pemerintah untuk anak berkebutuhan khusus mengacu atau
berorientasi pada mata pelajaran. Martinis Yamin (2008:83) juga menjelaskan
bahwa peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual
dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari. Dari
pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa apabila anak berkebutuhan khusus
berkelainan disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata
memerlukan kurikulum yang lebih spesifik, sederhana, dan bersifat tematik dalam
rangka mendorong kemandirian siswa.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa anak berkebutuhan khusus
seharusnya diberikan suatu kurikulum yang berbeda dengan anak-anak normal
mengingat bahwa kemampuan mereka sangat berbeda antara individu yang satu
dengan yang lain. Kurikulum yang mengacu dan berorientasi pada mata pelajaran,
menurut penulis merupakan kurikulum yang kurang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik berkebutuhan khusus terutama untuk peserta didik dengan
intelektual dibawah rata-rata dan dengan gangguan perilaku. Anak-anak
berkebutuhan khusus tersebut tentu akan mengalami banyak tekanan bila
dipaksakan untuk mengikuti pembelajaran dengan struktur mata pelajaran yang
sangat bersifat kognif.
Kurikulum yang diterapkan untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya
merupakan kurikulum yang berbicara atas nama kepentingan dan kebutuhan anak
didik, baik secara khusus maupun secara umum. Kurikulum untuk anak
berkebutuhan khusus seharusnya harus menggunakan pendekatan humanistic,
mengingat kebutuhan setiap anak berkebutuhan khusus berbeda-beda dan anak
berkebutuhan khusus memiliki ciri khas yang berbeda anatara setiap individu.
Kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya memandang anak sebagai
individu yang memiliki kemampuan heterogen. Kurikulum tersebut harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
menghargai perbedaan kebutuhan dan kepentingan anak didik sehingga mereka
harus mendapatkan pelayanan yang berlainan antara satu dengan yang lain.
1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda
a. Assessment Siswa
Assessment di SLB Autis Alamanda merupakan penilaian awal
terhadap anak sebelum anak masuk menjadi siswa di sekolah tersebut. Tujuan
assessment adalah untuk mengetahui kondisi anak, mengkaji sejauh mana
perilaku dan kemampuan anak serta menentukan pendidikan yang tepat dan
sesuai dengan kebutuhan anak. Assessment terhadap siswa di SLB Autis
Alamanda dilakukan dengan memberikan beberapa perlakuan terhadap anak
dalam jangka waktu tertentu. Dalam proses assessment dilakukan juga
wawancara terhadap orang tua untuk mengetahui latar belakang, hambatan dan
kondisi sosial anak. Selain itu, ada pula lembar assessment yang harus diisi
oleh orang tua untuk mengetahui kondisi anak / riwayat anak sejak lahir. Hal
ini sependapat dengan Sunardi (2005:69) yang menyatakan bahwa tujuan dari
assessment formal adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan anak di
berbagai aspek dan untuk menentukan jenis dan tingkat penyimpangannya.
Assessment ini dilakukan sebelum anak memperoleh layanan PLB.
Di SLB Autis Alamanda assessment terhadap anak dilakukan oleh tim
assessment yang terdiri dari guru PLB, tenaga okupasi terapi, psikologi, dan
fisio terapi. Dalam Sunardi (2005:70) menyebutkan bahwa komposisi tim
evaluasi harus terdiri dari minimal seorang guru kelas dan masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
seorang tenaga dari setiap profesi yang diujikan. Hal ini berarti bahwa
komponen tim evaluasi perlu menyesuaikan dengan materi assessment yang
diberikan. Materi yang di berikan saat assessment pada anak di SLB Autis
Alamanda meliputi: (1) kontak mata; (2) kepatuhan duduk mandiri di dalam
kelas; (3) kepatuhan diluar kelas, (4) kemampuan anak berdasarkan pada
kurikulum khusus pada tingkat dasar, intermediate ataupun advance meliputi
kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif),
kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik,
kemampuan bantu diri dan materi tentang sensori integrasi; (5) kemampuan
berkomunikasi; (6) kemampuan bersosialisasi; (7) kemampuan beradaptasi; (8)
kemampuan emosional, (9) perilaku negatif; dan (10) Reinforcement (R+ / R-).
Materi assessment tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat
Sunardi (2005:70) yang menyatakan bahwa komponen yang harus dimasukkan
dalam proses assessment adalah :
1) Tes kemampuan akademik, termasuk di dalamnya yaitu tentang tes-tes
pengusaan keterampilan akademik dan prestasi belajar di sekolah. Hasil
tes ini harus menunjukkan tingkat kemampuan yang dicapai, kelemahan,
dan bidang-bidang yang belum dikuasai oleh anak.
2) Tes intelegensi, untuk memperoleh gambaran tentang tingkat
kemampuan umum anak.
3) Tes perilaku social dan adaptif, merupakan kemampuan memenuhi
tuntutan social di lingkungannya secara efektif. Aspek yang termasuk di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
dalamnya antara lain tingkat kemandirian, kemampuan berkomunikasi,
perkembangan motorik-perseptual, sosialisasi, dan bina diri.
4) Kemampuan bahasa, baik bahasa reseptif maupun bahasa ekspresif.
5) Riwayat perkembangan anak, baik riwayat kesehatan, perkembangan
pendidikan, maupun tentang keluarga.
6) Komponen lain seperti kondisi kesehatan umum, opthamologis,
neurologis, audiologist, dan psikiatris anak.
Dari komponen-komponen assessment yang dijelaskan oleh Sunardi,
terlihat bahwa assessment yang telah diterapkan di SLB Autis Alamanda dapat
dikatakan telah sesuai dengan teori tersebut. Materi-materi assessment yang
diberikan kepada anak menyesuaikan dengan kurikulum khusus yang
diterapkan di SLB Autis Alamanda.
b. Penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI)
Kurikulum khusus yang telah diterapkan di SLB Autis Alamanda
merupakan kurikulum yang melihat pada karakteristik, kemampuan, dan
kebutuhan anak dalam memberikan pelayanan pada siswa dengan kebutuhan
yang berbeda-beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. SLB Autis
Alamanda menerapkan pembuatan Program Pengajaran Individual (PPI) pada
setiap siswa. Hal ini dikarenakan kebutuhan akan pelayanan pendidikan bagi
setiap siswa berbeda-beda. Penerapan penggunaan PPI di SLB Autis Alamanda
senada dengan pendapat Sunardi (2005: 60) yang menjelaskan bahwa PPI
disusun untuk setiap anak luar biasa. Sifat PPI sangat individual, karakteristik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
setiap anak harus dideskripsikan secara lengkap baik mengenai tingkat
kemampuan maupun tingkat kelemahan dalam semua aspek yang berkaitan
dengan pendidikan, termasuk prestasi belajar, tingkat kecerdasan, kondisi
emosi, kemampuan sosialisasi, fisik, kesehatan dan sebagainya.
Penyusunan PPI di SLB Autis Alamanda melibatkan satu tim yang
terdiri dari guru khusus (PLB), kepala sekolah, guru dari okupasi terapi, tenaga
psikologi, serta orang tua siswa. Hal tersebut sejurus dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:1-2) yang
menyatakan bahwa tim PPI terdiri dari orang tua, guru umum, guru khusus
(PLB), perwakilan pendidik (kepala sekolah), penafsir evaluasi, pakar/ahli
psikologi, fisio terapi maupun okupasi, serta bisa juga melibatkan siswa yang
bersangkutan bila dimungkinkan. Sesuai dengan pendapat tersebut dapat dilihat
bahwa SLB Autis Alamanda telah melakukan penyusunan PPI sesuai dengan
criteria penyusunan PPI. Perlunya dibentuk tim dari berbagai bidang ilmu
dalam penyususnan PPI dimaksud agar dapat memberikan pelayanan
pendidikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak setelah dilihat dari
sudut pandang berbagai bidang ilmu.
Penyusunan PPI oleh tim PPI di SLB Autis Alamanda diawali dengan
kegiatan assessment selama satu minggu terhadap siswa baru, kemudian
dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan tim untuk melakukan penyusunan
PPI. Setelah itu, PPI tersebut akan dilaksanakan dan dilakukan evaluasi setiap
1 bulan, 3 bulan, dan 6 bulan. Pelaksanaan PPI seperti yang dilakukan di SLB
Autis Alamanda sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Marsh, Price dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Smith dalam Sunardi (2005: 67) bahwa proses pengembangan dan pelaksanaan
PPI meliputi tahap awal (penjaringan dan rujukan), lanjutan (evaluasi dan
assessment), dan penulisan PPI, serta dilanjutkan dengan pelaksanaan PPI dan
evaluasi terhadap program tersebut sebagaimana yang ditampilkan lebih jelas
dalam gambar 2 mengenai alur layanan PLB . Untuk tahap penjaringan, SLB
Autis Alamanda pernah melakukan penjaringan dan sosialisasi ABK secara
berkala setiap 6 bulan sekali di beberapa posyandu di daerah Surakarta. Tetapi,
untuk 2 tahun terakhir SLB Autis Alamanda lebih bersifat menunggu siswa
yang datang mendaftar ke SLB Autis Alamanda.
Menurut penulis, kegiatan penjaringan terhadap ABK perlu
dilaksanakan terutama di sekolah-sekolah dasar, mengingat saat ini masih
banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang kurang mendapat pelayanan
pendidikan yang sesuai di sekolah-sekolah umum. Sosialisasi dan penjaringan
juga perlu di lakukan di masyarakat sebab masih banyak orang tua yang belum
sadar tentang pendidikan yang tepat bagi anak, terutama orang tua yang
memiliki anak berkebutuhan khusus.
c. Pelaksanaan Pembelajaran SLB Autis Alamanda
Kurikulum khusus yang digunakan SLB Autis Alamanda merupakan
kurikulum yang berorientasi pada pengembangan perilaku anak sehingga
materi yang diberikan pun berbeda. Materi dalam kurikulum khusus ini terdiri
dari materi tingkat dasar, intermediate (menengah), dan tingkat advanced (atas)
yang meliputi kemampuan mengikuti pelajaran (kepatuhan dan kontak mata),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif),
kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, dan
kemampuan bantu diri. Untuk tingkat advanced ada 3 tambahan kategori yaitu
kemampuan sosialisasi, kemampuan bahasa abstrak serta kesiapan masuk
sekolah.
Materi-materi tersebut merupakan materi-materi yang sesuai dengan
materi kurikulum yang dijelaskan Catherine Maurice, Gina Green, dan Stephen
C. Luce (1996:66) yang membagi materi kurikulum kedalam tiga tingkatan
yaitu beginning Curriculum guide (kurikulum permulaan), intermediate
curriculum guide (kurikulum pertengahan), dan advanced curriculum guide
(kurikulum lanjutan). Dalam kurikulum tersebut dijelaskan pula materi-materi
yang disampaikan beserta aktivitas-aktivitas yang diberikan secara terperinci
sesuai dengan tingkatannya yaitu attending skills, imitation skills, receptive
language skills, expressive language skills, pre-academic skills dan self-help
skills. (keterampilan perhatian, keterampilan menirukan, keterampilan bahasa
reseptif, keterampilan bahasa ekspresif, keterampilan pre-akademik, dan
keterampilan bantu diri).
Apabila memperhatikan materi-materi kurikulum yang dilaksanakan
di SLB Autis Alamanda, dapat dilihat bahwa materi yang diberikan merupakan
materi yang menyasuaikan dengan karakteristik anak autisme secara meyeluruh
dan kebutuhan-kebutuhannya untuk dapat diterima dalam masyarakat serta
agar dapat berkembang seperti anak-anak normal lainnya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wina Sanjaya (2009:114) yang menjelaskan bahwa isi atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
materi kurikulum harus bersumber pada tiga hal yaitu, pertama, masyarakat
sebagai sumber kurikulum karena pendidikan merupakan bekal bagi peserta
didik agar dapat hidup di masyarakat. Kedua, siswa sebagai sumber isi/materi
kurikulum sehingga pemilihan materi/isi kurikulum harus menyesuaikan
dengan perkembangan anak, isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan,
pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya
sekarang dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang
akan datang, siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya
sendiri dan tidak sekedar menerima secara pasif apa yang diberikan guru, dan
apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan keinginan siswa.
Ketiga, ilmu pengetahuan sebagai sumber materi kurikulum, karena ilmu
pengetahuan selalu berkembang.
Pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung dari
hari Senin sampai Sabtu dengan ketentuan 2 jam pelajaran untuk setiap anak
dalam satu sesi. Jadi dalam satu minggu setiap anak akan mendapat
pembelajaran selama 12 jam. Selebihnya, SLB Autis Alamanda menyerahkan
kelanjutan pembelajaran di rumah oleh orang tua. Oleh sebab itu, peran orang
tua sangatlah penting dalam keberhasilan pendidikan untuk anak. Usaha yang
dilakukan SLB Autis Alamanda agar dapat mencapai keberhasilan anak yaitu
dengan melakukan komunikasi secara intensif terhadap orang tua, baik
komunikasi secara langsung maupun melalui media lain seperti buku
penghubung. Selain itu, SLB Autis Alamanda membuka seluas-luasnya kepada
orang tua yang ingin berkonsultasi mengenai perkembangan anak. SLB Autis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Alamanda juga melakukan kegiatan home visit untuk melakukan komunikasi
secara langsung dengan orang tua dan berdiskusi mengenai permasalahan anak
yang ada di rumah. Bagi orang tua yang menginginkan anaknya memperoleh
pembelajaran atau terapi tambahan di luar jam sekolah, SLB Autis Alamanda
juga dapat mengusahakan hal tersebut. Besarnya peran orang tua dalam
keberhasilan anak sejalan dengan pendapat Ron Leaf&John McEachin, (1999 :
10) yang menyatakan “the involvement of the family is critical in the treatment
process. No one knows your child better than you are ultimately the ones who
care the most and are most affected by your child’s disorder.” (keterlibatan
anggota keluarga sangatlah penting dalam keberhasilan proses terapi. Tidak
ada yang paling mengenal anak kecuali orang tua yang merupakan pengasuh
dan pembimbing utama dalam kehidupan anak). Beberapa orang tua mungkin
dapat memberikan pelayanan pendidikan bagi anaknya, namun ada juga yang
perlu mendatangkan terapis ataupun memasukkan anak di sekolah khusus
untuk dapat diberikan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Sebagai kelanjutan pembelajaran yang telah diberikan di sekolah, orang tua
dapat mengajak anak bepergian ke tempat-tempat umum seperti supermarket,
restoran, taman, dan rumah saudara. Kegiatan-kegiatan seperti itu
menunjukkan bahwa orang tua telah membantu dalam proses generalisasi
kemampuan anak. (Ron Leaf&John McEachin, 1999 : 10). Hal yang sama
juga diungkapkan oleh O. Ivar Lovaas (1981:109) yaitu “stimulus
generalization is the extent to which a behavior that is taught in one situation
is subsequently performed in other situation, even though that other situation
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
was not involved in the original teaching.” (stimulus generalisasi adalah
perluasan dimana perilaku yang diajarkan di sebuah situasi kemudian
ditunjukkan dalam situasi yang berbeda, bahkan berpikir pada situasi yang lain
tidak terlibat dalam pembelajaran sesungguhnya). Jadi generalisasi merupakan
penerapan perilaku yang telah diajarkan dalam berbagai situasi yang berbeda-
beda, baik menyangkut subyek atau orang yang memberikan instruksi, obyak
atau tempat, serta instruksi yang berbeda-beda. O. Ivar Lovaas (1981:109-110)
juga menjelaskan mengenai beberapa prosedur yang dapat dilakukan untuk
proses stimulus generalisasi yaitu work in several environments yaitu
mengajarkan pada beberapa lingkungan, have several “teachers” yaitu
mempunyai beberapa pengajar/guru untuk menghindari adanya ketergantungan
anak pada satu orang pengajar, program common stimuli yaitu menguasahakan
suatu kemiripan perlakuan atau keadaan yang tampak sebagai awal
pelaksanaan program generalisasi, dan common reward schedules yaitu
pemberian hadiah/penghargaan yang terjadwal artinya pemberian penghargaan
yang semakin lama semakin dikurangi untuk mencegah terjadinya
ketergantungan anak terhadap penghargaan/hadiah.
Pemberian pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda dilakukan
dalam 2 kategori kelas yaitu kelas individual dan kelas klasikal. Siswa yang
masuk dalam kelas individual merupakan siswa yang masih dalam intervensi
dini atau siswa-siswa dengan perilaku autistic yang masih tinggi sehingga
masih sangat membutuhkan penanganan perilaku secara intensif. Siswa-siswa
tersebut akan diberikan pelayanan pendidikan secara one-on-one artinya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
satu kelas satu siswa akan dihendel oleh satu guru. Kelas yang digunakan
untuk pembelajaran individual di SLB Autis Alamanda merupakan kelas
khusus berukuran 2 m x 1,5 m yang ditata khusus tanpa ada benda-benda yang
mencolok, menarik atau mengganggu perhatian anak. Hal ini sependapat
dengan Ron Leaf&John McEachin, (1999 : 12) yang menyatakan bahwa
pembelajaran untuk anak autis pada awalnya proses belajar dilakukan pada
situasi yang mengarah pada keberhasilan, ini berarti menghindarkan anak dari
distraksi lingkungan (mengkondisikan ruangan yang bersih dari berbagai
gambar/hiasan dan suasana yang tenang).
Sedangkan untuk anak-anak yang masuk dalam kelas klasikal
merupakan anak-anak yang sudah mampu menerima instruksi secara bersama-
sama (kelompok), pemahaman anak tentang lingkungan sudah bagus, sudah
dapat melakukan komunikasi dua arah, dan sudah dapat menguasai beberapa
kepatuhan dasar yang ada di intervensi dini, termasuk sudah dapat duduk
dengan tenang. Kelas klasikal ini juga merupakan kelas transisi yaitu sebagai
jembatan agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan dan menerima
kahadiran orang lain (teman satu kelas) sebelum anak masuk ke sekolah
regular. Dalam kelas ini anak akan dibelajarkan untuk dapat bersosialisasi dan
berintaraksi dengan teman lain. Apabila anak dianggap telah mampu untuk
masuk ke sekolah regular, maka anak akan dicobakan masuk mengikuti kelas
regular di sekolah regular dengan pendamping khusus (shadow). Shadow tidak
akan mendampingi anak secara terus menerus, lambat laun shadow harus
dihentikan dan anak dikondisikan untuk belajar secara mandiri di sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
umum. Hal serupa diungkapkan pula oleh Handojo (2008:32) yang menyatakan
bahwa anak dengan kelainan perilaku , terutama penyandang autisme yang
telah mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik dapat dicoba untuk
memasuki sekolah ‘normal’ sesuai dengan umurnya. Yang perlu diingat yaitu
bagi anak dengan autism yang masuk sekolah normal harus ‘dibayangi’ terus
(oleh shadower atau helper) agar bila terjadi kesulitan komunikasi anak dapat
segera dibantu atau dijembatani dengan instruksi yang dimengerti anak.
Selain kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dari hari Senin
sampai Jumat, SLB Autis Alamanda juga mengadakan kegiatan ekstrakurikuler
dan kegiatan outing class yang merupakan kegiatan tambahan selain kegiatan
rutin. Kegiatan ekstrakurikuler di SLB Autis Alamanda diisi dengan kegiatan
tari dan olah raga selain juga ditambah dengan kegiatan secara klasikal
(bersama-sama) sebagai ajang interaksi dan sosialisasi siswa-siswa di SLB
Autis Alamanda. Kegiatan tambahan tersebut biasanya diisi dengan kegiatan-
kegiatan yang bervariasi seperti gerak dan lagu, lomba ketangkasan dan
konsentrasi, lomba mewarnai, bowling, membuat jus, membuat telur asin, dan
lain sebagainya. Tujuan dari kegiatan ekstrakurikuler dan kegiatan-kegiatan
tambahannya yaitu untuk membelajarkan siswa bekerja sama, berbagi, bersaing
secara sehat, menunggu giliran, bersabar, berpendapat, mengungkapkan pikiran
secara santun dan yang pasti banyak mengajarkan anak bagaimana besikap dan
bertindak dalam suasana kebersamaan saat berinteraksi dengan orang lain.
Sedangkan untuk kegiatan outing merupakan kegiatan keluar sekolah untuk
mengadaptasikan siswa ke tempat-tempat umum serta membantu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
membelajarkan orang tua menangani anak di tempat-tempat umum. Baik
kegiatan ekstrakurikuler maupun outing class merupakan kegiatan yang rutin
dilaksanakan di SLB Autis Alamanda dalam upaya untuk menggeneralisasikan
pembelajaran yang telah diberikan pada lingkungan yang sesungguhnya. Hal
ini sependapat dengan Ron Leaf&John McEachin, (1999 : 13) yang
menjelaskan bahwa untuk pembelajaran anak selanjutnya (setelah
pembelajaran secara individual), proses belajar harus dapat diberikan di
lingkungan yang sebenarnya. Jadi, proses pembelajaran harus dilakukan di
seluruh ruangan di dalam rumah dan juga di tempat-tempat umum. Cara ini
ditujukan untuk mempersiapkan anak nantinya untuk belajar di sekolah umum.
d. Metode Pembelajaran SLB Autis Alamanda
Metode pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan meteri-
materi pembelajaran kepada siswa juga berbeda dengan metode pembelajaran
di sekolah regular. SLB Autis Alamanda menggunakan metode ABA (Applied
Bahaviour Analysis). ABA merupakan metode yang menggunakan prosedur
perubahan perilaku, dengan menekankan pada pemberian konsekuensi dari apa
yang kita rasakan, pelajari dan perilaku yang kita harapkan tetap muncul
dikemudian hari, untuk membantu individu membangun kemampuan dengan
ukuran nilai-nilai yang ada di masyarakat. SLB Autis Alamanda memilih
metode ABA karena ABA merupakan suatu metode tata laksana perilaku yang
sangat terstruktur, terarah, dan terukur dengan menekankan pada analisis
perilaku sehingga diharapkan akan menunjang penyembuhan autisme.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
Penerapan metode ABA di SLB Autis Alamanda dilakukan terstruktur dengan
menggunakan teknik DTT (Discrete Trial Training) dimana pelaksanaannya
terdiri dari siklus yang mana akan dimulai dari pemberian suatu instruksi
kepada anak, pemberian reward jika anak dapat melaksanakan instruksi
tersebut secara benar, pemberian prompt/bantuan setelah 3 kali instruksi ketika
anak belum dapat melakukan instruksi tersebut. Penerapan teknik DTT dalam
pembelajaran anak autis di SLB Autis Alamanda dirasa tepat karena menurut
Ron Leaf&John McEachin, (1999 : 131) metode pembelajaran dari ABA yang
banyak digunakan adalah DTT. DTT merupakan proses belajar untuk
mengembangkan hampir semua keterampilan termasuk bahasa, kognitif,
komunikasi, bermain, bersosialisasi, dan bantu diri. Dijelaskan pula
terstrukturnya DTT melibatkan beberapa proses yaitu ; memecah keterampilan
menjadi bagian-bagian yang kecil, melatih suatu sub keterampilan sampai
dikuasai benar, anak mempraktekkannya secara berulang-ulang pada periode
waktu tertentu, memberikan bantuan seperlunya/sebanyak yang dibutuhkan,
dan menggunakan prosedur reinforcement (penguat).
Teknik lain dari ABA yang digunakan di SLB Autis Alamanda antara
lain kepatuhan dan kontak mata, one-on-one, fading, shaping, chaining,
discrimination training, matching, mengenalkan konsep warna, bentuk, huruf
dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Catherine
Maurice (1996:188) yang menyarankan juga beberapa metode dalam
kurikulum ABA yaitu shaping, prompting, prompting fading, dan chaining.
Shaping diberikan bila anak sama sekali belum memiliki suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
keterampilan/belum menguasai suatu keterampilan. Jadi guru anak membentuk
keterampilan pada anak. Prompting digunakan untuk memberikan bantuan
kepada anak untuk mengkoreksi respon yang salah. Prompt fading yaitu
melunturkan prompt atau bantuan yang diberikan kepada anak agar anak tidak
selalu tergantung pada prompt. Chaining yaitu mengajarkan suatu perilaku
kompleks menjadi bagian-bagian yang labih kecil dan sederhana, dapat pula
disebut sebagai menganalisis suatu materi menjadi bagian-bagian yang
sederhana. Dalam Handojo (2009:10-11) dijelaskan pula mengenai teknik-
teknik lain dari metode ABA yaitu discrimination training atau discriminating,
matching atau mencocokkan, fading, shaping, dan chaining. Ditekankan oleh
Catherine Maurice (1996:188) bahwa dalam memilih berbagai teknik atau
metode pembelajaran untuk anak harus memperhatikan dengan tepat mengenai
tingkat kemampuan anak saat ini, gaya belajarnya, dan kemampuannya untuk
belajar.
Materi yang ada dalam kurikulum khusus autis merupakan materi
yang tepat untuk pendidikan bagi anak dengan gangguan perilaku, konsentrasi,
komunikasi dan interaksi social. Pemberian materi dengan menggunakan
metode ABA merupakan satu rangkaian pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan anak sebab metode ABA merupakan metode yang terstruktur dan
dapat diukur. Teknik-teknik yang diterapkan dalam metode ABA merupakan
teknik-teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anak seperti
menekankan pada kepatuhan dan kontak mata dan pemberian materi secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
one-on-one yang berarti pemberian materi tersebut bersifat sangat individual
sesuai dengan kebutuhan individual setiap anak.
Selain metode ABA, SLB Autis Alamanda juga menggunakan metode
sensori integrasi (SI) sebagai usaha untuk memperbaiki gangguan sensori anak
autis dengan mengadaptasikan berbagai kondisi dan situasi secara berlahan,
misalnya menggunakan media-media sensori integrasi (SI) yang ada di SLB
Autis Alamanda. Gangguan sensori integrasi (SI) pada anak autis sesuai
dengan pendapat yang dikemukakan Bundy, Lane dan Murray dalam Tri
Gunadi (2008:1) menyatakan bahwa sebagian besar hasil penelitian
menunjukkan bahwa, anak dan orang dewasa dengan Autism Spectrum
Disorder (ASD), menunjukkan perilaku-perilaku yang tidak biasa terhadap
suatu respon sensorik. Ayres dalam Tri Gunadi (2008:1) juga menyatakan
bahwa mereka mengalami kesulitan untuk mengolah input sensorik yang
masuk, misalnya bila dipanggil namanya mereka tidak merespon, diajak bicara,
tidak menanggapi.
Pelaksanaan metode SI di SLB Autis Alamanda dilakukan dengan
mengadaptasikan anak untuk menerima input-input sensorik dengan
menggunakan media-media yang ada di SLB Autis Alamanda seperti bola
bobath, vestibular board, ayunan, brushing, dan lain sebagainya. Hal ini tidak
jauh berbeda dengan pendapat yang disampaikan Tri Gunadi (2008:7) yang
menyatakan bahwa terapi okupasi dengan pendekatan SI menggunakan
pendekatan bermain dengan anak, karena dunia bermain adalah dunia terdekat
untuk dapat menggambarkan perilaku anak. Di dalam ruang terapi, disediakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
berbagai macam input untuk dapat diolah , input yang tersedia misalnya input
proprioseptif berupa perlengkapan main, yaitu luncuran, “prosotan”, input
vestibular, berupa berbagai macam bentuk ayunan, trampolin. Input taktil
(kulit) diwakili oleh bermacam-macam tekstur permukaan lantai, kain, dan
lain-lain.
e. Pemanfaatan Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran SLB Autis Alamanda
Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SLB Autis Alamanda
masih belum memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan) sebagaimana yang
telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional No 33 tahun
2008 tentang Standar Sarpras untuk SLB, namun SLB Autis Alamanda terus
berupaya untuk menyediakan sarana prasarana yang sesuai standar nasional.
SLB Autis Alamanda juga akan terus memberikan pelayanan secara maksimal
kapada peserta didiknya. Hal ini, terbukti dengan kepercayaan orang tua yang
mempercayakan putra putrinya untuk diberi pendidikan di SLB Autis
Alamanda.
Sebagian besar media yang dipergunakan di SLB Autis Alamanda
adalah media yang menekankan pada pembelajaran secara visual dan peraba
peserta didik. Penggunaan media visual dirasa lebih efektif untuk
menyampaikan informasi, materi, dan pesan pembelajaran kepada peserta didik
dengan gangguan perilaku mengingat banyak diantara mereka masih kesulitan
dalam konsentrasi, kontak mata, komunikasi, bicara, interaksi, dan memahami
hal-hal yang bersifat abstrak. Penggunaan media visual dianggap lebih mudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
diterima anak jika dibandingkan dengan media lain. Hal ini senada dengan
pendapat Linda Hadgdon dalam makalah yang disampaikan Wawan RM
(2012:13) mengenai alasan pemilihan strategi visual bagi anak berkebutuhan
khusus antara lain karena banyak anak dengan gangguan komunikasi dan
perilaku adalah pembelajar visual, kebanyakan masalah perilaku dan
keterampilan social pada ABK berhubungan dengan kurangnya pemahaman,
ABK banyak memperhatikan kekuatan dalam memahami informasi secara
visual dibanding apa yang didengar, visual sangat membantu dalam
pemrosesan bahasa, pengorganisasian pikiran, daya ingat akan informasi dan
keterampilan yang penting dalam komunikasi serta karena informasi visual
akan bertahan lama, tidak bersifat sementara, dan tidak cepat hilang. Dengan
alasan-alasan itulah maka SLB Autis Alamanda lebih menekankan penggunaan
media visual dalam pembelajaran dan menyampaikan informasi kepada peserta
didik.
Dalam pemanfaatan berbagai media pembelajaran yang ada di SLB
Autis Alamanda, tidak hanya terbatas pada pembelajaran di dalam kelas saja.
Media-media pembelajaran tersebut juga dimanfaatkan dalam kegiatan
bermain saat istirahat untuk mengisi waktu luang siswa. Selama istirahat
berlangsung, guru tetap mengawasi setiap siswa dan mengarahkan siswa untuk
melakukan kegiatan baik secara individual atau berkelompok dengan teman-
temannya. Hal ini dimaksud agar siswa autis atau dengan gangguan perilaku
yang lain tidak menggunakan waktu luangnya untuk melakukan kegiatan-
kegiatan negative atau menyendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
f. Evaluasi Program Pengajaran Individual (PPI)
Evaluasi PPI yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda terbagi
menjadi 3 tahap yaitu evaluasi bulanan, evaluasi 3 bulan, dan evaluasi 6 bulan.
Dengan adanya evaluasi PPI yang dilaksanakan secara berkala dan dalam
jangka waktu yang tidak terlalu lama diharapkan akan dapat memberikan
pelayanan yang terbaik untuk anak. Setiap kebutuhan anak akan dapat segera
diberikan dan pemberian pelayanan pendidikan dapat terus diperbaharui sesuai
dengan tuntutan kebutuhan perkembangan kemampuan anak. Dengan adanya
evaluasi yang berkala, PPI akan bersifat lebih fleksibel menyesuaikan dengan
kondisi anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Handojo (2008:67) yang
menjelaskan bahwa program materi biasanya dibuat untuk 3 bulan dan diakhiri
dengan evaluasi akhir. Setelah itu dibuat lagi program materi untuk 3 bulan
berikutnya. Dengan cara ini dapat dipastikan semua materi terapi perilaku yang
diperlukan seorang anak dapat terpenuhi dan dapat dilihat tingkat kemajuan
seorang anak. Selain itu, apabila terjadi stagnasi pada suatu materi, maka dapat
diteliti dimana terjadinya kesalahan, sehingga dapat dikoreksi dengan segera.
2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda
Berdasarkan temuan penelitian, SLB Autis Alamanda belum meluluskan
peserta didik dari tingkat sekolah dasar luar biasa, tetapi SLB Autis Alamanda
telah dapat mengantarkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di
sekolah regular melalui kelas transisi. Kelas transisi merupakan kelas peralihan
bagi anak-anak dengan gangguan perilaku sebagai persiapan masuk ke kelas dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
sekolah regular. Pendapat mengenai kelas transisi dijelaskan oleh Tri Gunadi
(2009:5) yang menyatakan bahwa kelas ini ditujukan untuk anak yang
memerlukan layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara
terpadu dan terstruktur. Program kelas transisi bertujuan membantu anak autistik
dalam mempersiapkan transisi ke bentuk layanan pendidikan lanjutan. Dalam
kelas transisi akan digali dan dikembangkan kemampuan, potensi dan minat anak
sehingga akan terlihat gambaran yang jelas mengenai tingkat keparahan serta
keunggulan anak (child’s deficits and strengths) yang merupakan karakteristik
spesifik dari tiap-tiap individu. Berdasarkan karakteristik dan tingkat kemajuan
anak yang dicapai dalam program sebelumnya, dapat dibuat rencana pendidikan
lanjutan yang paling sesuai. Kelas transisi merupakan titik acuan dalam pemilihan
bentuk pendidikan selanjutnya.
Dalam melepas anak dari kelas transisi ke kelas regular, SLB Autis
Alamanda menyediakan guru pendamping khusus yang disebut shadow selama
masih diperlukan sebagai upaya membantu penyesuaian anak di kelas reguler.
Sedangkan persyaratan siswa SLB Autis Alamanda dapat masuk ke kelas transisi
yaitu anak sudah memiliki kemampuan dalam menarima instruksi kelompok,
sudah ada kemampuan interaksi social pada anak, kemampuan kemandirian siswa
sudah ada, dan anak telah dapat menguasai kemampuan akademik dasar sesuai
kurikulum khusus yang digunakan di SLB Autis Alamanda. Tri Gunadi (2009:6)
juga menjelaskan bahwa prasyarat untuk program transisi ke sekolah umum salah
satunya adalah diperlukan guru SD umum terlatih dan terapis sebagai pendamping
(shadow). Selain itu, yang menjadi persyaratan lain adalah usia anak antara 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
sampai 8 tahun, karakteristik anak sudah ada verbal, sudah dapat menerima
instruksi dan sudah ada kontak mata dengan batasan kemampuan adalah program
kurikulum awal atau kurikulum khusus yang dibuat oleh Catherine Maurice,
masalah utama adalah dalam sosialisasi dan akademis, termasuk masalah
konsentrasi, kepatuhan dan berinteraksi dengan teman sebaya, kelas ini berada
dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi
dilakukan ( misalnya: mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olah
raga atau istirahat atau prakarya dan sebagainya).
Prestasi-prestasi dari peserta didik di SLB Autis Alamanda sampai saat
ini masih belum nampak. SLB Autis Alamanda masih terus menggali
kemampuan-kemampuan dan bakat-bakat peserta didik agar dapat mencapai
prestasi dengan memberikan fasilitas pembelajaran khusus kepada peserta didik
yang dianggap memiliki kemampuan baik dalam olah raga maupun kesenian
seperti menari dan bernyanyi. SLB Autis Alamanda juga selalu mengikutsertakan
siswa-siswanya dalam berbagai kegiatan luar sekolah sebagai salah satu
pembelajaran bersosialisasi dan berinteraksi anak terhadap lingkungannya serta
menumbuhkan motivasi berprestasi pada peserta didiknya.
3. Kendala Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda
a. Perekrutan guru baru
Dalam perekrutan guru, SLB Autis Alamanda masih terkendala pada
pengadaan guru dengan kualifikasi yang sesuai dan dalam memenuhi upah/gaji
guru. Sampai saat ini SLB Autis Alamanda masih kekurangan beberapa tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
kependidikan yaitu terapis wicara dan psikolog. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, selama ini SLB Autis Alamanda masih mengandalkan pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman dari guru PLB untuk memberikan pelayanan
kepada anak dengan gangguan bicara. Sedangkan untuk pemenuhan upah/gaji
guru, SLB Autis Alamanda masih membebankan pada penarikan SPP siswa.
Usaha yang dilakukan SLB autis Alamanda dalam meningkatkan kesejahteraan
guru yaitu dengan mengupayakan setiap guru terdaftar di dinas daerah maupun
propinsi sehingga dapat memperoleh tunjangan lain atau terdaftar dalam
sertifikasi guru.
b. Peningkatan pengalaman guru
Dalam peningkatan pengalaman guru, kendala yang ditemukan di
SLB Autis Alamanda yaitu permasalahan pembiayaan. Untuk mendatangkan
tenaga ahli untuk memberikan pelatihan kepada guru, SLB Autis Alamanda
memerlukan biaya yang terbilang banyak sehingga permasalahan pembiayaan
menjadi suatu kendala yang cukup berarti.
Cara yang dilakukan SLB Autis Alamanda dalam mengatasi kendala
ini yaitu dengan mengajukan proposal kerjasama dan bantuan ke beberapa
instansi yang relevan dan kepada dinas kota mapun provinsi. Selain itu, dengan
diskusi atau tukar pengalaman dan pengetahuan antar guru juga banyak
dilakukan untuk memperbanyak pengetahuan mengenai penanganan anak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
c. Penyusunan dan evaluasi PPI
Dalam penyususnan PPI, kendala yang ditemukan yaitu ketika
mengadakan assessment terhadap siswa baru tidak semua siswa menunjukkan
perilaku totalitasnya, sehingga setelah PPI tersusun perlu ada tinjau ulang atau
mengevaluasi kembali PPI yang telah disusun. Kendala lain juga terjadi pada
orang tua yang kurang aktif dan kurang responsive dalam merencanakan
pendidikan untuk anaknya.
Penanganan dari permasalahan tersebut yaitu dengan pengadaan
evaluasi yang sesering mungkin/kontinyu sesuai dengan jadwal evaluasi
sehingga tiap kebutuhan baru dari anak dapat segera teratasi. Sedangkan untuk
permasalahan orang tua, SLB Autis Alamanda memberikan penyuluhan dan
sosialisasi baik secara bersama-sama kepada wali murid dalam suatu acara
tertentu yang telah terjadwal maupun secara khusus pada orang tua yang
dianggap perlu memperoleh sosialisasi khusus tentang anak dan kebutuhan
anak autistic.
d. Pelaksanaan pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran, SLB Autis Alamanda terkendala
pada pelaksanaan kurikulum KTSP yang berorientasi pada mata pelajaran
sebagaimana yang telah ditetapkan sesuai undang-undang, sebab siswa-siswa
dengan kebutuhan khusus di SLB Autis Alamanda belum dapat mengikuti
kurikulum tersebut sehingga pembelajaran yang dilaksanakan di SLB Autis
Alamanda tetap harus menggunakan kurikulum khusus yang sesuai dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
kondisi dan kebutuhan siswa. Cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut yaitu dengan tetap memberikan laporan dan pengertian bahwa kondisi
anak-anak di SLB Autis Alamanda memang belum memungkinkan untuk
menggunakan kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran.
Kendala lain yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu
terjadi pada orang tua siswa yang kurang aktif dalam melaksanakan program
pembelajaran individual di rumah. Konsistensi antara apa yang dilakukan di
sekolah dengan di rumah sangat diperlukan. Jika terdapat perbedaan yang
mencolok, antara perlakuan anak di rumah dan di sekolah, kemajuan anak autis
akan sulit dicapai. Anak mengalami kebingungan atas apa yang ada pada
lingkungannya. Untuk mengatasi hal tersebut, SLB Autis Alamanda melakukan
komunikasi intensif antara sekolah dan orang tua baik melalui laporan buku
penghubung harian, laporan langsung, evaluasi PPI maupun dalam kegiatan
home/school visit.
e. Pelaksanaan metode pembelajaran
Dalam pelaksanaan metode pembelajaran, kendala yang ditemukan
yaitu pada siswa dengan gangguan selain autis, metode ABA (Applied
Bahaviour Analysis) tidak dapat digunakan secara sempurna sebab anak-anak
dengan gangguan yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula
sehingga penyampaian materi pada anak-anak tersebut memerlukan metode
yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
Penanganan yang dilakukan dalam permasalahan ini yaitu dengan
menerapkan metode lain yang sesuai dengan kebutuhan setiap anak. Misalnya
untuk anak-anak slow learner tidak dapat menggunakan siklus DTT sebab anak
dengan slow learner memerlukan waktu belajar yang lebih lama dan perlu
pengulangan lebih banyak dibandingkan dengan anak-anak lainnya. Metode
yang digunakan di SLB Autis Alamanda dengan menggunakan metode
pembelajaran visual untuk mempermudah dan meningkatkan pemahaman anak
terhadap materi/informasi yang disampaikan.
Kendala lain juga terjadi pada pelaksanaan metode sensori integrasi
yaitu dikarenakan waktu pemberian yang kurang karena harus ada pembagian
dengan materi-materi lain, alat-alat/media SI yang ada di SLB Autis Alamanda
masih terbatas, dan kurang konsistennya pemberian pelayanan SI di rumah
sehingga hasilnya menjadi kurang maksimal. Untuk mengatasi masalah-
masalah tersebut, selama ini SLB Autis Alamanda terus berupaya menambah
media-media SI baik dengan membeli ataupun mengajukan permohonan
bantuan kepada pemerintah. Sedangkan untuk permasalahan orang tua, SLB
Autis Alamanda terus berusaha memberikan pengertian tentang pentingnya
konsistensi pemberian materi pembelajaran antara di rumah dan di sekolah
demi keberhasilan pendidikan untuk anak.
f. Pengadaan media pembelajaran
Dalam pengadaan media pembelajaran, kesulitan yang ditemukan
yaitu karena tidak semua media yang dibutuhkan oleh siswa-siswa SLB Autis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
Alamanda ada di daerah Surakarta, sehingga pengadaannya perlu dengan cara
memesan ke daerah lain. Untuk mengatasi hal tersebut, selama ini SLB Autis
Alamanda telah memiliki tempat pemesanan khusus untuk media pembelajaran
baik di luar daerah ataupun dalam kota. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga
melakukan pengadaan sendiri beberapa media dengan cara membentuk tim
kreatif khusus untuk merancang dan membuat media-media pembelajaran
untuk siswa-siswa SLB Autis Alamanda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan
tentang implementasi kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan Kurikulum di SLB Autis Alamanda
a. Sebelum diterima menjadi siswa SLB autis Alamanda, siswa terlebih dahulu
akan menjalani proses assessment yaitu penilaian awal terhadap kemampuan
siswa.
b. Pemberian materi untuk setiap siswa berbeda-beda antara individu yang satu
dengan yang lain yaitu dengan menerapkan pembuatan Program
Pelaksanaan Individual (PPI).
c. Pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung dari Hari
Senin sampai Jumat yang dibagi dalam dua kelompok kelas yaitu kelas
individual dan kelas klasikal. Pemberian pembelajaran di kelas individual
bersifat sangat individual dengan menerapkan pembelajaran one-on-one
yaitu satu siswa akan dihendle oleh satu guru. Sedangkan untuk kelas
klasikal setiap kelas berisi 2-3 siswa dimana pemberian pembelajarannya
dilakukan secara bersama-sama dengan memadukan kurkulum khusus autis
yang mengacu pada perbaikan perilaku, komunikasi, sosialisasi dan
interaksi anak dengan kurikulum SLB-C yang memperkenalkan siswa pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
pembelajaran di sekolah regular, sebab kelas klasikal merupakan kelas
transisi sebagai kelas persiapan untuk anak autis menuju sekolah regular.
d. Pada Hari Sabtu siswa SLB Autis Alamanda diberi kegiatan ekstrakurikuler
yang diisi dengan kegiatan menari, kegiatan olah raga, dan berbagai
kegiatan permainan dan kompetisi sebagai ajang sosialisasi dan interaksi
anak-anak autis di SLB Autis Alamanda.
e. Setiap 2 bulan sekali SLB Autis alamanda mengadakan kegiatan keluar
yaitu outing class sebagai pembelajaran bagi orang tua siswa dalam
menghandel anak di tempat-tempat umum dan sebagai generalisasi materi
yang telah diberikan di sekolah pada obyak-obyak langsung di tempat
umum.
f. Kegiatan home/school visit di SLB autis Alamanda dilaksanakan setiap 6
bulan sekali untuk setiap anak. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat kondisi
dan perilaku anak serta perlakuan orang tua terhadap anak di rumah.
g. Dalam pelaksanaan kurikulum khusus, SLB Autis Alamanda menggunakan
metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) yang dipilih karena terarah,
terstruktur dan terukur. Teknik ABA yang digunakan yaitu teknik DTT
(Discrete Trial Training), kepatuhan dan kontak mata, one-on-one, fading,
shaping, chaining, discrimination training, matching, serta mengenalkan
konsep warna, bentuk, dan huruf. SLB Autis Alamanda juga menggunakan
metode Sensori Integrasi (SI) dari okupasi terapi. Pembelajaran SI lebih
banyak menekankan pada kemampuan motorik anak, baik dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
meningkatkan kemampuan keseimbangan, perabaan, rasa sendi,
penglihatan, penciuman dan pengecap, serta pendengaran.
2. Hasil yang dicapai :
a. SLB Autis Alamanda belum meluluskan peserta didik dari tingkat sekolah
dasar luar biasa, tetapi SLB Autis Alamanda telah dapat mengantarkan
peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikannya di sekolah regular
melalui kelas transisi yang dibuka di SLB Autis Alamanda.
b. SLB Autis Alamanda mengikutkan siswa-siswanya dalam berbagai
kegiatan keluar, baik lomba maupun dalam mengisi berbagai acara sebagai
ajang sosialisasi interaksi, dan generalisasi siswa autisme.
3. Kendala :
Dalam pelaksanaan kurikulum, SLB Autis Alamanda masih menemui
kendala-kendala baik dari perekrutan guru dengan kualifikasi yang sesuai,
peningkatan pengalaman guru, penyusunan dan evaluasi PPI terutama pada
orang tua yang cenderung kurang responsive dalam memberikan masukan
mengenai pendidikan yang tepat untuk anaknya, pelaksanaan pembelajaran,
pelaksanaan metode pembelajaran serta pengadaan sarana dan media
pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan tentang implementasi
kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda Surakarta, maka implikasi yang
dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pemberian pelayanan pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus autism
sangat sesuai apabila menggunakan kurikulum yang berorientasi pada
karakteristik serta kabutuhan anak autism yaitu menekankan pada
penanganan perilaku, komunikasi, sosialisasi, interaksi, dan kemandirian diri.
2. Dalam memberikan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus
autism tenaga pengajar yang dipilih harus memiliki kualifikasi pendidikan
yang sesuai agar dapat memberikan pelayanan pendidikan secara tepat dan
optimal bagi peserta didik.
3. Peran orang tua dalam keberhasilan pendidikan untuk anak autis sangatlah
besar, sehingga orang tua perlu memahami tentang anak autis, kebutuhan diri
anak autism, kebutuhan pendidikannya, serta cara penanganan yang tepat bagi
setiap perilaku yang ditunjukkan anak autism.
C. Saran
Berdasarkan hasil analisis data penelitian di lapangan maka dapat
dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada SLB Autis Alamanda
a. SLB Autis Alamanda hendaknya perlu mengadakan lokakarya kurikulum
khusus autis untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
kurikulum dalam usaha pengembangan kurikulum khusus autis di SLB
Autis Alamanda.
b. SLB Autis Alamanda hendaknya dapat mengaktifkan kembali kegiatan
penjaringan yang dilakukan setiap 6 bulan sekali baik di puskesmas
maupun di sekolah-sekolah lain sebagai salah satu usaha meningkatkan
kesadaran orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar
memperolah pendidikan yang tepat serta untuk lebih memperkenalkan
SLB Autis Alamanda di masyarakat.
2. Kepada Guru SLB Autis Alamanda
Personal guru hendaknya dapat mengembangkan pengetahuan dan
kemampuan dalam penguasaan terhadap kurikulum dan metode ABA dengan
sharing guru minimal 3 bulan sekali sehingga dapat memberikan pelayanan
yang optimal pada anak.
3. Kepada Orang Tua Siswa SLB Autis Alamanda
a. Orang tua hendaknya harus lebih responsive ketika melakukan
penyusunan PPI, sehingga pemberian pendidikan untuk anak dapat benar-
benar sesuai dengan kebutuhan anak.
b. Orang tua hendaknya harus lebih aktif dalam memberikan pendidikan
yang terbaik untuk anak terutama konsistensi pemberian materi di rumah
sebagai kelanjutan pembelajaran di sekolah demi keberhasilan pendidikan
untuk anak autism.