11
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kinerja Mengajar Guru
Menurut Hanif (2004), Kinerja mengajar guru
adalah prestasi kerja guru yang ditunjukkan dalam
tiga dimensi yaitu keterampilan mengajar, keteram-
pilan manajemen, kedisiplinan dan ketertiban.
Keterampilan mengajar, mempunyai arti seorang
guru harus memiliki keterampilan dalam aktivitas dan
keterampilan dalam mengorganisasi atau mengatur
manajemen kelas dan mengadakan komunikasi
dengan anak sehingga terjadi proses belajar mengajar.
Keterampilan mengajar meliputi (Hanif, 2004):
(a) guru sebelum mengajar membuat persiapan
mengajar dari rumah, (b) mengajar dengan hasil
belajar sebagian besar siswa mendapat nilai baik, (c) dalam mengajar seorang guru menggunakan
berbagai gaya mengajar, (d) guru mengajar siswa
menurut potensi siswa, (e) guru memiliki kemam-
puan mengajar materi yang sulit dengan mudah, (f) guru dapat menjawab pertanyaan siswa dengan
memuaskan.
Keterampilan manajemen artinya seorang guru
harus memiliki keterampilan dalam mengelola kelas,
siswa, tugas siswa, dan tugas guru. Keterampilan
manajemen guru mencakup (Hanif, 2004):
(a) seorang guru harus berbuat adil terhadap semua siswa dalam memberi nilai, (b) dalam
12
proses belajar mengajar tidak terpengaruh oleh
kegiatan ekstra kurikuler, (c) pada kegiatan belajar mengajar guru tidak terpengaruh oleh pekerjaan
rumah, (d) guru dalam kegiatan belajar mengajar
selalu berusaha mengembangkan diri.
Kedisiplinan dan ketertiban artinya seorang
guru dalam proses belajar mengajar sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, misalnya (Hanif, 2004):
(a) guru harus hadir di kelas tepat waktu, (b) guru
tidak mengerjakan pekerjaan tambahan di dalam kelas, (c) guru mengerjakan pekerjaannya dengan
penuh tanggung jawab selama proses belajar
mengajar, (d) guru mengerjakan silabus tepat waktu di kelas, (e) selama proses belajar mengajar
guru menerapkan berbagai metode mengajar.
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Mengajar Guru
Hanif (2004) mengadakan penelitian menemu-
kan bahwa kinerja mengajar guru secara signifikan
dipengaruhi oleh 7 faktor yaitu faktor: (1) stres guru;
(2) self-efficacy; (3) status; (4) jumlah siswa dalam
kelas; (5) pendapatan; (6) pengalaman kerja; (7) sistem
sekolah .
Hanif (2004) menemukan bahwa stres guru
dapat berpengaruh negatif terhadap kinerja mengajar
guru, yang berarti bahwa semakin tinggi stres guru
maka semakin rendah kinerja mengajar guru. Stres
guru dapat berdampak secara psikologis dan sosial,
salah satu bentuk dari dampak tersebut adalah
13
rendahnya kinerja mengajar guru. Hanif juga mene-
mukan bahwa faktor self-efficacy berpengaruh positif
terhadap kinerja mengajar guru, artinya semakin
tinggi self-efficacy guru dalam melaksanakan suatu
tugas atau mencapai tujuan, akan meningkatkan
kinerja mengajarnya.
Hanif (2004) juga mengemukakan bahwa kinerja
mengajar guru secara signifikan dipengaruhi faktor
status. Guru yang sudah menikah ditemukan memiliki
kinerja lebih rendah dibandingkan dengan guru yang
belum menikah. Kinerja mengajar guru di dalam kelas
dengan jumlah siswa yang sangat banyak juga dite-
mukan sangat rendah. Faktor pendapatan juga dapat
mempengaruhi kinerja mengajar guru, karena terbukti
semakin tinggi pendapatan guru maka akan semakin
baik kinerja mengajarnya. Pengalaman kerja guru
yang semakin banyak juga akan semakin mening-
katkan kinerja mengajar guru menjadi semakin baik.
Sistem suatu sekolah ternyata juga dapat mempenga-
ruhi kinerja guru. Terbukti dari penelitian Hanif (2004)
menerangkan kinerja guru di Sekolah Negeri dengan di
Sekolah swasta ditemukan bahwa kinerja mengajar
guru di Sekolah Negeri lebih buruk, dibandingkan
dengan kinerja mengajar guru di Sekolah Swasta.
Sari (2011) menemukan bahwa kinerja mengajar
guru dipengaruhi oleh faktor motivasi kerja dan
profesionalisme. Semakin tinggi motivasi kerja dan
profesionalisme guru maka kinerja mengajar guru
akan semakin tinggi pula. Penelitian Alviah (2012)
14
menemukan bahwa motivasi dan supervisi berpenga-
ruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja
mengajar guru. Artinya semakin rendah motivasi dan
intensitas supervisi maka semakin rendah pula kinerja
guru. Sedangkan penelitian dari Prapta (2013),
menemukan bahwa kinerja mengajar guru dipengaruhi
oleh faktor supervisi akademik kepala sekolah dan
iklim kerja, yaitu apabila semakin baik supervisi
akademik kepala sekolah dan makin efektif iklim kerja
maka semakin tinggi tingkat kinerja mengajar guru.
Dari hasil penelitian Hanif dan temuan beberapa
penelitian menunjukkan bahwa kinerja mengajar
dipengaruhi banyak faktor yang memberikan gambar-
an bahwa dalam upaya meningkatkan kinerja guru
merupakan hal yang kompleks dan perlu dilakukan
identifikasi yang tepat agar dapat mengatasi masalah
kinerja guru.
2.3 Pengukuran Kinerja Mengajar Guru
Dalam mengukur kinerja mengajar guru dapat
diukur dengan menggunakan beberapa alat ukur,
seperti: (1) kuesioner kinerja (Nisun, 2011) yang
disusun berupa kuesioner kinerja guru mengajar yang
berjumlah 25 item yang diisi oleh guru sendiri;
(2) Angket kinerja guru (Wardoyo, 2010) yang dibuat
untuk meneliti Kinerja guru di SMK 45 Wonosari
dengan memberikan angket kinerja guru kepada siswa
dan menilai dengan pengamatan berdasarkan indika-
15
tor yang terlihat ketika guru yang bersangkutan
mengajar di kelas; (3) Teacher Performance Evaluation
Forms (Cambrige, 2006) menyusun evaluasi guru oleh
siswa berdasarkan kriteria kinerja pengajaran yang
efektif; (4) Hultman dalam Chandra (2008), membuat
alat ukur untuk mengukur kinerja guru yang disebut
sebagai Peak Performance Inventory yang mengukur
aspek komitmen, kepercayaan, kompetensi, kondisi
dan komunikasi interpersonal guru; (5) Hanif (2004)
menyusun skala kinerja guru yang dinamakan Teacher
Job Performance Scale.
Penelitian ini mempergunakan alat ukur Teacher
Job Performance Scale yang disusun oleh Hanif (2004)
yang diadaptasi untuk mengukur kinerja mengajar
guru. TJPS telah terbukti valid dan reliabel. Hanif
melakukan uji validitas dan reliabilitas dengan 25 item
pada skala kinerja mengajar guru dan hasilnya adalah
r (corrected item-total correlation) sebesar 0,27 – 0,46
dan alpha sebesar 0,71 pada tingkat signifikansi
sebesar 0,01. TJPS dibuat untuk mengukur kinerja
guru di tempat kerja dan dapat membantu untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan kinerja
guru pada tingkat individual dan organisasional serta
membantu guru untuk meningkatkan kualitas dan
efektivitas dalam mengajar.
Skala Kinerja Mengajar Guru diambil dari 15
item yang mengukur 3 aspek yaitu: (1) Teaching Skill
(TS) adalah guru memiliki keterampilan mengajar yang
baik yaitu mengajar secara efektif di kelas dan
16
memuaskan dalam gaya dan kualitas mengajarnya;
(2) Management skill (MS) adalah keterampilan guru
untuk mengatur waktu mengajar dan tugas-tugasnya
yang lain yang ditugaskan oleh kepala Sekolah;
(3) Discipline and regularity (DR) terkait dengan keter-
aturan dan ketepatan waktu guru di sekolah. Skala
Kinerja Mengajar Guru diambil dari TJPS yang
disusun oleh Hanif (2004) sebanyak 25 item.
2.4 Pengertian Supervisi akademik
Lucio (1990) merumuskan supervisi akademik
adalah upaya untuk membimbing guru dalam
mengembangkan kemampuannya untuk mengelola
proses pembelajaran demi mencapai tujuan pembela-
jaran. Dalam memberikan bimbingan kepada guru
untuk mengembangkan kemampuannya mengelola
proses pembelajaran mencakup: (1) perencanaan;
(2) pelaksanaan; (3) umpan balik yang berkaitan
dengan prestasi mengajar guru melalui evaluasi. Inti
kegiatan supervisi akademik itu bukan mengevaluasi
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembela-
jaran, melainkan membantu membimbing guru me-
ngembangkan kemampuan profesionalnya. Bantuan
kepada guru dapat berupa dukungan dan evaluasi.
Bimbingan perlu diberikan kepada guru, karena
guru pada umumnya masih menemui kesulitan dalam
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, me-
laksanakan kegiatan pembelajaran serta melaksana-
17
kan evaluasi (Lucio, 1990). Menyusun rencana
pembelajaran memuat beberapa konsep yang mesti
dituangkan oleh guru seperti tujuan, materi, metode,
alat dan sumber serta evaluasi. Dalam melaksanakan
pembelajaran guru berpedoman pada rencana pelak-
sanaan pembelajaran yang telah disusun, dan untuk
melaksanakan evaluasi sebelumnya guru membuat
rencana evaluasi agar pelaksanaan evaluasi tidak
menyimpang dari materi yang telah tertuang dalam
rencana pembelajaran. Setelah bantuan diberikan
selama proses berlangsung, maka pada akhirnya guru
diberi bantuan evaluasi untuk memastikan semua
bantuan yang diberikan bermanfaat sesuai dengan
tujuan.
Fungsi kedua supervisi akademik adalah
evaluasi. Proses evaluasi dalam supervisi merupakan
proses yang sangat penting. Dapat dikatakan bahwa
tidak ada bimbingan yang efektif tanpa proses
evaluasi. Evaluasi adalah suatu tindakan pengujian
terhadap manfaat (worth), kualitas, kebermaknaan,
jumlah, kadar atau tingkat, tekanan atau kondisi dari
beberapa perbandingan situasi (hasil evaluasi dari
beberapa situasi yang sama yang digunakan sebagai
standar perbandingan), yang kualitasnya telah dike-
tahui dengan baik (Lucio, 1990).
Evaluasi memiliki karakteristik: (1) Mengiden-
tifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi; (2) memfa-
silitasi pertimbangan-pertimbangan; (3) Menyediakan
informasi yang berguna (ilmiah, reliabel, valid dan
18
tepat waktu); (4) melaporkan penyimpangan/kelemah-
an untuk memperoleh remediasi dari yang dapat
diukur saat itu juga (Lucio, 1990).
Jadi secara umum kegiatan supervisi akademik
ditujukan untuk perbaikan situasi belajar mengajar
yang dilakukan melalui proses peningkatan kemam-
puan profesi para guru dalam melaksanakan tugas-
nya. Secara sederhana supervisi dapat dirumuskan
sebagai suatu kegiatan yang direncanakan dari segi
kualitatif sekolah dengan membantu guru melalui
proses dukungan dan evaluasi pada proses belajar
mengajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.
Supervisi akademik memiliki beberapa tujuan.
Tujuan supervisi akademik secara konkrit menurut
Lucio (1990) adalah sebagai berikut:
a. Membantu guru mengelola pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan;
b. Membantu guru dalam membimbing penga-laman belajar siswa;
c. Membantu guru dalam menggunakan sarana-
sarana belajar;
d. Membantu guru dalam menggunakan metode-metode dan alat-alat pelajaran modern;
e. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan
belajar;
f. Membantu guru dalam menilai kemajuan dan
hasil pekerjaan guru itu sendiri;
g. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertum-
buhan pribadi dan jabatannya;
h. Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang
diperolehnya;
19
i. Membantu guru agar lebih mudah mengada-
kan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-cara menggunakan sumber-sumber ma-
syarakat.
j. Membantu guru agar waktu dan tenaga guru tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan
sekolah.
2.5 Meningkatkan Supervisi Akademik
Peran Kepala Sekolah sebagai Supervisor
Supervisi merupakan kegiatan yang harus dilak-
sanakan secara terus menerus dan berkesinambung-
an. Kegiatan supervisi harus sesuai dengan fungsi dan
perannya, bertanggung jawab terhadap enam tugas
yaitu menyangkut perencanaan, manajemen, pelak-
sanaan supervisi itu sendiri, pengembangan kuri-
kulum, demonstrasi pengajaran dan penelitian (Lucio
dalam Barokah, 2005). Sebagai pemimpin di sekolah,
Kepala Sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab
untuk selalu mensinkronkan semua aspek pendidikan,
baik dari dimensi lembaga maupun dimensi individu
agar perilaku seluruh warga sesuai dengan yang
diharapkan demi tercapainya tujuan supervisi.
Seorang kepala sekolah selain harus mengetahui
aspek atau bidang keterampilan yang akan dibina,
juga harus mengetahui karakteristik sifat atau ke-
pribadian guru, sehingga teknik supervisi yang digu-
nakan sesuai dengan kebutuhan guru. Lucio (1990)
menyarankan agar Kepala Sekolah mempertimbang-
kan enam faktor kepribadian guru yaitu: kebutuhan
20
guru, minat guru, bakat guru, temperamen guru,
sikap guru dan sifat-sifat somatik guru di dalam
melaksanakan program pembinaan atau supervisi
akademik dalam meningkatkan kinerja guru.
Kepala Sekolah memiliki peran dan tanggung
jawab memantau, membina, dan memperbaiki proses
belajar mengajar di sekolah. Peran dan tanggung
jawab ini dilaksanakan melalui kegiatan supervisi.
Sebagai supervisor, kepala sekolah hendaknya melak-
sanakan kegiatan supervisi secara teratur, berkelan-
jutan dan dengan perencanaan yang matang. Lucio
(dalam Akbar, 2011) mendefinisikan tugas supervisi
yang meliputi:
(a) Tugas perencanaan, yaitu untuk menetapkan
kebijaksanaan dan program; (b) tugas adminis-
trasi, yaitu pengambilan keputusan serta pengko-ordinasian melalui konferensi dan konsultasi yang
dilakukan dalam usaha mencari perbaikan kua-
litas pengajaran; (c) Partisipasi secara langsung dalam pengembangan kurikulum, yaitu dalam
kegiatan merumuskan tujuan pembelajaran, mem-
buat penuntun mengajar bagi guru dan memilih isi pengalaman belajar (d) melaksanakan demons-
trasi mengajar untuk guru-guru, serta (e) melaksa-
nakan penelitian.
Memang salah satu tugas kepala sekolah/
madrasah adalah melaksanakan supervisi akademik.
Untuk melaksanakan supervisi akademik secara
efektif diperlukan keterampilan konseptual, interper-
sonal dan teknikal (Glickman et.al, 2007). Oleh sebab
itu, setiap kepala sekolah/madrasah harus memiliki
dan menguasai konsep supervisi akademik yang
21
meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-
prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi
akademik.
Menurut Mulyasa (2007) untuk melaksanakan
supervisi, kepala sekolah sebagai supervisor harus
memperhatikan prinsip-prinsip: (1) hubungan konsul-
tatif, kolegial, dan bukan hierarkhis, (2) dilaksanakan
secara demokratis, (3) berpusat pada tenaga kependi-
dikan (guru), (4) dilakukan berdasarkan kebutuhan
tenaga kependidikan (guru), (5) merupakan bantuan
profesional.
2.6 Pengukuran Supervisi Akademik
Dalam mengukur supervisi akademik, terdapat
beberapa alat ukur yang dapat dipergunakan, seperti
(1) menurut Glicman (1981) mengukur supervisi
akademik dengan skala, diukur melalui tiga tahap
yaitu pertemuan awal, observasi kelas, dan pertemuan
akhir (penilaian dan umpan balik) dengan jumlah item
32; (2) Sujana (2010) mengukur supervisi akademik
dengan dengan skala. Dimensi yang diukur ada tiga
dimensi yaitu memantau, menilai, serta pelatihan dan
pembimbingan dengan jumlah 21 item; (3) Angket
Supervisi kepala Sekolah yang dikembangkan oleh
Suryadi (2009). Angket ini terdiri dari 34 item yang
mengembangkan dari konsep membuat perencanaan,
pelaksanaan supervisi, dan evaluasi tindak lanjut
supervisi akademik; (4) Skala Supervisi Akademik
22
menurut teori Lucio (1990) terdiri dari konsep yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan umpan balik supervisi
dengan jumlah 82 item.
Supervisi akademik dalam penelitian ini bukan
untuk menilai proses supervisi yang dilakukan kepala
sekolah, namun lebih ditekankan kepada persepsi
atau tanggapan guru terhadap kemanfaatan supervisi
tersebut. Pengukuran supervisi akademik dilakukan
berdasarkan tiga konsep menurut Lucio (1990), yaitu
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap
umpan balik. Ketiga konsep dikembangkan dengan
memperhatikan kondisi di tempat penelitian.
Skala yang digunakan untuk mengukur
supervisi akademik terdiri dari 74 butir item yang
telah digunakan oleh Jaenuri (2012), disusun dalam
bentuk item favourable atau item yang mendukung
teori. Setiap butir item diberikan empat alternatif
jawaban dengan skala Likert. Masing-masing jawaban
diberi skor sesuai dengan jenisnya, mulai dari 1
sampai dengan 4 (skala 4). Semakin tinggi skor yang
diperoleh guru berarti semakin tinggi manfaat super-
visi akademik yang dirasakan guru. Tetapi sebaliknya
semakin rendah skor yang diperoleh guru berarti
semakin rendah manfaat supervisi akademik yang
dirasakan oleh guru.
23
2.7 Pengertian Motivasi Kerja
Herzberg (1995) berpendapat bahwa motivasi
kerja adalah dorongan untuk bergerak yang menga-
rahkan perilaku seseorang dalam melakukan peker-
jaan. Motivasi kerja sebagai suatu kekuatan energetik
yang dimiliki seseorang untuk menunjukkan perilaku
terkait pekerjaan dan menentukan bentuk, arah dan
intensitas. Keterkaitan motivasi kerja dengan kinerja
mengajar dapat dilihat dari peran guru dalam men-
jalankan perannya secara optimal.
Herzberg (1995) mengemukakan teori motivasi
terdiri dari dua faktor yaitu faktor hygiene dan
motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi
dua bagian yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa
aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (harga
diri dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa
cara terbaik untuk memotivasi individu adalah dengan
memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.
Menurut teori ini ada dua faktor yang mem-
pengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor
pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan
satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan
(hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic
motivation.
Jadi guru yang terdorong secara intrinsik akan
menyenangi pekerjaan yang memungkinkannya
menggunakan kreativitas dan inovasinya, bekerja
dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu
24
diawasi dengan ketat. Kepuasan di sini tidak terutama
dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat
materi. Sebaliknya mereka yang lebih terdorong oleh
faktor-faktor ekstrinsik cenderung melihat kepada apa
yang diberikan oleh organisasi kepada mereka, dan
kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang
diinginkannya dari organisasi (Sondang, 2002).
Menurut Herzberg (2004) motivasi kerja muncul
ketika dirasakan adanya ketidakadilan setiap individu
dalam organisasi. Setiap orang kadang melakukan
perbandingan atas perlakuan yang diterimanya
dengan perlakuan yang diterima orang lain. Dengan
membandingkan perlakuan tersebut terutama outcome
yang diperoleh, maka seseorang dapat merasakan
keadilan atau ketidakadilan.
Sementara rasa ketidakadilan dalam teori
Herzberg disebut motivation-hygiene. Teori ini menun-
jukkan bahwa motivasi kerja disebutkan sebagai
penyebab timbulnya ketidakpuasan kerja akibat
ketidakadilan karena tidak seimbangnya pertukaran
antara input yang diberikan dengan output yang
diterima. Menurut Herzberg ada dua komponen pokok
yang mempengaruhi seseorang bekerja yaitu faktor
hygiene (lingkungan) dan faktor motivasional
(Herzberg, 1995).
Aspek yang perlu diperhatikan untuk mening-
katkan motivasi kerja adalah mengurangi hambatan
yang datang dari dalam instansi/organisasi. Hal ini
25
dijelaskan oleh Herzberg yang menyatakan bahwa
menjadi faktor motivator apabila dapat memicu
seseorang untuk bekerja lebih baik dan bergairah,
seperti: pengakuan dari orang lain, peluang untuk
berprestasi, tantangan dan tanggung jawab. Terpe-
nuhinya faktor ini menyebabkan orang merasa puas
tetapi bila tidak terpenuhi, tidak akan mengakibatkan
rasa kecewa dan kecemasan yang berlebihan
(Herzberg, 1995).
Salah satu cara untuk mengurangi hambatan
yang datang dari dalam instansi atau sekolah agar
motivasi kerja guru meningkat adalah dengan cara
menambah atau melengkapi sarana-sarana untuk
menunjang kelancaran dalam pelaksanaan tugas
mengajar sesuai dengan tuntutan tugas pokok dan
fungsi guru.
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Kerja
Herzberg (dalam Siagian, 2004) menyatakan
bahwa faktor yang mendorong aspek motivasi adalah
faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik
antara lain: mengetahui visi dan misi kerja, ingin
mendapatkan penghargaan, ingin erprestasi, ingin
mendapatkan gaji/upah, ingin meningkatkan karier,
dan ingin bersosialisasi dengan mitra kerja. Sedang-
kan faktor ekstrinsiknya yaitu: suasana di tempat
kerja, upah yang layak, adanya penghargaan atas hasil
26
pekerjaan, adanya pengakuan atas hasil pekerjaan,
dan adanya kode etik dalam bekerja.
Dalam penelitian ini, motivasi kerja guru ber-
patokan pada rumusan yang dikemukakan oleh
Herzberg dengan menyesuaikan pada keadaan di
lapangan, yaitu kombinasi faktor intrinsik berupa:
(1) komitmen terhadap pekerjaan, (2) tanggungjawab,
(3) kemungkinan untuk tumbuh, (4) prestasi, dan
(5) pengakuan. Dengan faktor motivasi ekstrinsik
berupa: (a) kebijakan, (b) supervisi teknis, (c) hubung-
an antar manusia dengan atasan, (d) hubungan antar
manusia dengan teman kerja, (e) besaran gaji.
2.9 Pengukuran Motivasi Kerja
Dalam mengukur motivasi kerja, terdapat
beberapa alat ukur yang dapat dipergunakan, seperti:
(1) Angket motivasi kerja yang disusun oleh
McCormick dengan berdasarkan dua aspek motivasi
kerja yaitu motivasi dari dalam (internal) dan motivasi
dari luar (eksternal). Instrumen kemudian dijabarkan
dalam 22 item (Mangkunegara, 2002); (2) Angket
motivasi kerja (Yono, 2006) yang disusun berupa
angket dengan jumlah 14 item. Angket ini diperguna-
kan untuk mengukur motivasi kerja guru sebanyak 36
guru pada kelompok bermain. Dimensi yang diukur
adalah motivasi kerja intrinsik dan motivasi kerja
ekstrinsik, (3) Kuesioner motivasi kerja (Guterres,
2012) yang disusun berupa kuesioner motivasi kerja
27
untuk mengukur motivasi kerja guru SMA dengan
jumlah 18 item. Dimensi yang diukur ada 2, yaitu
motivasi internal dan motivasi eksternal, (4) Skala
motivasi kerja yang disusun menurut teori Herzberg
(1995) yang terdiri dari faktor ekstrinsik dan faktor
instrinsik dengan jumlah 18 item.
Pengukuran motivasi kerja peneliti mengguna-
kan skala yang bertujuan untuk memperoleh infor-
masi secara tertulis kepada responden tentang
motivasi kerja. Skala adalah seperangkat pengetahuan
yang disusun untuk diajukan kepada responden
untuk memperoleh informasi secara tertulis dari
responden sebagai objek penelitian, berkaitan dengan
tujuan pengujian instrumen penilaian motivasi kerja
guru. Herzberg (dalam Robbins, 2007) mengatakan
bahwa hal yang perlu diukur dalam motivasi kerja
guru meliputi: prestasi (achievement), pengakuan
(recoqnition), tanggungjawab (responbility), kemajuan
(advancement), pekerjaan itu sendiri (the work it self),
dan kemungkinan berkembang (the possibility of
growth), status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang dengan rekan-rekannya, teknik supervisi,
kebijakan organisasi, sistem administrasi, kondisi
kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
2.10 Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian terkait dengan penelitian
yang relevan adalah:
28
1. Sudarmadi (2012) meneliti tentang Hubungan
Kepuasan Kerja Guru dan pendapat Guru
Mengenai Supervisi Akademik Kepala sekolah
dengan Kinerja Mengajar Guru Yayasan Pangudi
Luhur Ranting Ambarawa. Populasi dalam peneli-
tian adalah semua guru Yayasan Pangudi Luhur
Ranting Ambarawa yang berjumlah 60 orang guru.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan
kerja guru dan supervisi akademik kepala sekolah
bersama-sama memiliki hubungan yang positif dan
signifikan dengan kinerja mengajar guru Yayasan
Pangudi Luhur Ranting Ambarawa. Penelitian
menunjukkan bahwa koefisien korelasi ganda
RX1.2.y = 0,642 dan p= 0,000< 0,05. Koefisien
korelasi ganda Rx1.2.y lebih besar dari koefisien
korelasi bivariat rx1.y = 0,593 dan rx2.y = 0,384.
Semakin baik kemampuan supervisi akademik
kepala sekolah dan kepuasan kerja guru maka
semakin baik kinerja mengajar guru;
2. Muhtiar (2010) mengadakan penelitian tentang
Hubungan Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Guru di SMP Negeri se Kota
Banjarmasin. Populasi penelitian adalah guru-
guru dari 34 SMP se kota Banjarmasin dengan
sampel sebanyak 100 orang guru. Hasil penelitian
terdapat hubungan positif dan signifikan antara
supervisi Kepala Sekolah, motivasi kerja dengan
kinerja guru. Supervisi Kepala Sekolah dan
motivasi kerja memberikan sumbangan secara
29
bersama-sama sebesar 39% terhadap kinerja guru.
Sementara 61% kontribusi diberikan oleh unsur
lain di luar supervisi kepala sekolah dan motivasi
kerja;
3. Hubungan Supervisi dan Motivasi Kerja dengan
Kinerja Guru di Gugus Ki Hajar Dewantara
Kecamatan Pabelan, penulis Hastuti (2011). Dalam
penelitian ini peneliti mengambil populasi guru-
guru pada sekolah dasar (SD) di Gugus Ki Hajar
Dewantara yang berjumlah 50 guru. Peneliti
menyimpulkan bahwa hubungan antara supervisi
dengan kinerja guru memiliki koefisien korelasi
sebesar rx.1y = 0,490 dengan p =0,000<0,05. Ini
menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan
signifikan antara supervisi akademik dengan
kinerja guru. Semakin tinggi skor supervisi
akademik, maka skor kinerja guru akan semakin
naik;
4. Penelitian Indrawati (2012) berjudul Pengaruh
Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru
terhadap Kinerja guru TK/RA di UPTD Pendidikan
Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
Populasi penelitian adalah seluruh guru TK/RA di
UPTD Pendidikan Kecamatan Bandungan Kabu-
paten Semarang yang berjumlah 78 orang. Hasil
penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh posi-
tif dan signifikan antara motivasi kerja terhadap
kinerja guru TK/RA di Kecamatan Bandungan.
Dari hasil analisis regresi linier berganda dapat
30
diketahui bahwa koefisien regresi variabel motivasi
sebesar -0,19 dengan nilai thitung sebesar 1,992 dan
pvalue sebesar 0,787. Karena hasil thitung dalam uji
regresi motivasi lebih kecil dari ttabel dan memiliki
pvalue 0,787 yang lebih besar dari 0,05, maka
pengaruhnya dinyatakan tidak signifikan;
5. Penelitian Ngasripan (2011) berjudul Hubungan
Kepuasan kerja dan motivasi kerja dengan kinerja
mengajar Guru SD Negeri Kecamatan Bandungan
Kabupaten Semarang. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh guru Sekolah Dasar Negeri di
wilayah Kecamatan Bandungan Kabupaten
Semarang yang berjumlah 210 orang. Kesimpulan
dari penelitian ini adalah ditemukan ada hubung-
an positif signifikan antara motivasi kerja dengan
kinerja mengajar guru, dengan koefisien korelasi
0,379 dengan probabilitas 0,001 < 0,05;
6. Penelitian Sumiata, Nyoman Gede (2010) berjudul
Hubungan antara kemampuan manajerial Kepala
sekolah, Supervisi Pembelajaran, dan iklim Organi-
sasi dengan Kinerja Guru pada Sekolah Dasar
Negeri di Kecamatan Busungbiu Kabupaten
Buleleng. Populasi adalah guru Sekolah Dasar
Negeri di Kecamatan Busungbiu Kabupaten
Buleleng yang berjumlah 181 orang. Kesimpulan
penelitian ini adalah ditemukan ada hubungan
positif antara supervisi pembelajaran dengan
kinerja guru pada SD Negeri di Kecamatan
Busungbiu dengan kontribusi sebesar 24%.
31
2.11 Perumusan Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan se-
bagai berikut:
1. Ada hubungan yang signifikan antara super-
visi akademik kepala sekolah dengan kinerja
mengajar guru di Gugus Durian kecamatan
Bejen;
2. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi
kerja dengan kinerja mengajar guru di Gugus
Durian kecamatan Bejen.
Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik dalam penelitian ini dirumus-
kan sebagai berikut:
1. H0 : rx1y < 0. Tidak ada hubungan positif yang
signi-fikan antara supervisi akademik kepala
sekolah dengan kinerja mengajar guru di gugus
durian kecamatan Bejen;
Ha : rx1y > 0. Ada hubungan positif yang
signifikan antara supervisi akademik kepala
sekolah dengan kinerja mengajar guru di gugus
durian kecamatan Bejen.
2. H0 : rx2y < 0. Tidak ada hubungan positif yang
signifikan antara motivasi kerja kerja dengan
kinerja mengajar guru di Gugus Durian
kecamatan Bejen;
32
Ha : rx2y > 0. Ada hubungan positif yang
signifikan antara motivasi kerja kerja dengan
kinerja mengajar guru di Gugus Durian
kecamatan Bejen.