8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Umum Perairan Teluk Banten
Teluk Banten terletak di pantai utara Pulau Jawa, sekitar 60 km sebelah
barat kota Jakarta. Secara administrasif, pesisir dan laut Teluk Banten termasuk ke
dalam wilayah pantai utara Kabupaten Serang. Secara geografis pesisir Teluk
Banten terletak pada posisi 05o54’30” – 06
o04’00” LS dan 106
o04’00” –
106o15’00” BT (Gambar 2).
Gambar 2. Wilayah pesisir Teluk Banten Kabupaten Serang
(Sumber : Hoekstra et al, 2001)
9
Secara topografis wilayah pesisir Teluk Banten merupakan perairan yang
dangkal, umumnya mempunyai kedalaman kurang dari 50 meter dan terletak di
pantai utara Pulau Jawa dan di sebelah tepi timur Teluk Jakarta (Wyrtki 1987
dalam Simanjuntak 2007).
Teluk Banten memiliki karakteristik (BAPEDAL 2006) antara lain:
Pantai berlumpur berpasir dengan material tanah penyusun terdiri dari lumpur,
lempung, lanau, dan pasir.
Suhu perairan Teluk Banten berkisar antara 290C sampai 30,4
0C pada umunya
tidak jauh berbeda dengan suhu perairan laut tropis.
Pasang surut perairan secara umum terjadi dua kali muka air laut maksimum
(pasang) dan dua kali minimum (surut) dalam sehari.
Arus laut secara umum mempunyai kecepatan mencapai 35 cm/detik,
menunjukkan arah ke timur pada waktu musim barat dan pada musim timur
arah arus berubah menjadi ke barat.
Teluk Banten memiliki gelombang pantai yang relatif kecil yaitu
berketinggian kurang dari 1 m.
Menurut BMG (2004) dalam Ongkosono (2004) diperkirakan curah hujan di
bagian utara Kabupaten Serang normal dan di bawah normal terjadi di bagian
selatan Kabupaten Serang. Serang memiliki enam bulan musim hujan
(November-April) dan enam bulan musim kemarau (Mei-Oktober).
Kecamatan Bojonegara adalah kecamatan yang berada di perairan Teluk
Banten. Ditinjau dari geopolitik dan geostrategik kawasan Bojonegara memiliki
posisi penting dan menguntungkan. Luas wilayah Kecamatan Bojonegara adalah
30,30 km2.Sepanjang 16,62 km pesisir Bojonegara telah berdiri kawasan industri
1.372 ha. Jenis industri yang dikembangkan adalah industri logam dasar, kimia
dasar, galangan kapal, pabrik rafinasi gula, rekayasa dan rancang bangun.
Aktivitas industri yang berada pada pesisir Kecamatan Bojonegara sampai Pulo
Ampel yang menjadi lokasi penelitian yang membuang air limbah dari proses
IPAL ke perairan Teluk Banten diantaranya adalah: PT. Angel Products, PT.
Samudera Marine Indonesia, PT. Anugerah Buana Marine, PT. Duta Sugar
Internasional, PT. Batu Alam Makmur (BPLH 2011).
10
2.2 Tinjauan Umum Logam Berat
2.2.1 Jenis dan Toksisitas Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari
5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah sistem periodik, mempunyai afinitas yag
tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4
sampai 7 (Hodson 2003 dalam Syakti dkk, 2012). Sifat dari logam berat
tergolong berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit diuraikan secara biologis,
bersifat permanen dalam lingkungan air, bersifat toksik terhadap organisme air
dan manusia (Darmono 1995).
Berdasarkan kegunaannya, logam dapat dibedakan dalam 2 golongan yaitu
logam esensial yang bermanfaat bagi proses fisiologis makhluk hidup misalnya
Zn, Fe, Cu, Co, Mn, Ni dan logam non esensial yaitu logam berat Cd, Hg, dan Pb
ada pada tingkat tertentu menjadi logam beracun bagi makhluk hidup (Palar
1994). Toksisitas logam dari yang kuat ke yang lemah secara berturut-turut
sebagai berikut: Hg>Ag>Cu >Zn>Ni>Pb>Cd>As>As>Cr>Mn (Darmono 1995)
Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup sangat bergantung
pada spesies, lokasi, umur, daya tahan tubuh,dan pengaruh polusi. Logam berat
masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu
saluran pernapasan, pencernaan dan kulit. Di dalam tubuh, logam diabsorpsi oleh
darah, yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dan diakumulasi
dalam organ detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal) (Darmono 2006).
2.2.2 Sumber Logam Berat Cu
Secara global sumber masuknya unsur logam Cu dalam tatanan
lingkungan adalah secara alamiah dan non alamiah. Secara alamiah, Cu dapat
masuk kedalam suatu lingkungan sebagai akibat dari berbagai peristiwa alam.
Dalam badan perairan laut diperkirakan proses alamiah ini memasok Cu sebesar
325.000 ton/tahun. Sedangkan secara non-alamiah, Cu masuk kedalam suatu
lingkungan sebagai akibat dari aktivitas manusia (Palar 2004)
11
Keberadaan logam–logam berat dalam lingkungan laut yang disebabkan
oleh aktivitas manusia dapat berasal dari :
1. Buangan rumah tangga berupa limbah cair dan domestik.
2. Kegiatan di pelabuhan merupakan salah satu jalur yang mempercepat
terjadinya peningkatan kelarutan Cu dalam perairan.
3. Industri galangan kapal, menggunakan Cu sebagai campuran bahan pengawet
cat.
4. Buangan sisa industri yang tidak terkontrol,
5. Lumpur minyak yang juga mengandung logam berat dengan konsentrasi yang
tinggi yang terbuang ke laut.
2.2.3 Dampak Logam Berat Cu pada Biota
Keberadaan logam–logam berat dalam perairan akan memberikan dampak
bagi perairan. Logam-logam berat tersebut dapat berasal dari sumber alamiah dan
dari aktivitas manusia. Logam berat masuk ke sistem perairan, baik di sungai
maupun lautan akan dipindahkan dari badan airnya melalui tiga proses yaitu
pengendapan, absorpsi, dan absorpsi oleh organisme-organisme perairan. Banyak
atau sedikitnya sisa atau residu buangan limbah ke perairan akan berbahaya bagi
kehidupan organisme. Pengaruh polutan terhadap tumbuhan dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis polutan, konsentrasinya, dan lamanya polutan itu berada
(Fitter dan Hay 1991 dalam Panjaitan 2009). Efek pada biota dapat menyebabkan
kerusakan jaringan, kerusakan fisik (degenerasi), dan gangguan fisiologis
(gangguan fungsi enzim dan metabolisme) (Darmono 2006).
Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm akan menyebabkan
kematian bagi fitoplankton. Dalam tenggang waktu 96 jam biota yang tergolong
dalam Mollusca akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan air
berada pada kisaran 0,16 sampai 0,5 ppm (Palar 2004).
12
2.2.4 Sumber Logam Berat Pb
Timbal (Pb) adalah salah satu logam berat yang merupakan bahan buangan
anorganik yang berasal dari industri. Bahan buangan anorganik ini umumnya
berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh
mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke lingkungan
perairan, maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air. Jika di
badan perairan yang telah terakumulasi senyawa atau ion-ion Pb akan
menyebabkan jumlah Pb yang ada melebihi konsentrasi yang dapat menyebabkan
kematian biota perairan tersebut Pencemaran Pb dapat terjadi juga di udara
maupun tanah. Waktu keberadaan timbal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
arus angin dan curah hujan. Timbal tidak mengalami penguapan namun dapat
ditemukan di udara sebagai partikel (Darmono 1995).
Timbal (Pb) sebagai salah satu logam berat banyak digunakan dalam
berbagai keperluan karena sifat-sifatnya sebagai berikut :
1. Pb mempunyai titik cair rendah yaitu 327,50C sehingga jika digunakan dalam
bentuk cair dibutuhkan teknik yang sederhana dan tidak mahal.
2. Pb merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai
bentuk.
3. Sifat kimia Pb menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan
pelindung jika kontak dengan udara lembab.
4. Densitas Pb lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan
merkuri.
5. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat sehingga
logam Pb dapat digunakan sebagai bahan coating.
6. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik (Darmono 1995).
Timbal banyak dimanfaatkan oleh kehidupan manusia seperti sebagai
bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam (logam lembaran, solder, dan
pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat bedah), cat, keramik, dan
industri elektroplating. Selain itu, Pb dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan
bakar dan pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama peningkatan
kadar Pb di lingkungan (Darmono 1995). Anggaraini (2007) juga menyatakan
13
bahwa timbal (Pb) digunakan, sebagai salah satu bahan baku dalam
pembuatan premium (bensin) dan aktifitas bongkar muat barang dan arus
transportasi. Toksisitas Pb terhadap manusia yaitu timbul gejala keracunan seperti
rasa sakit perut, hilang nafsu makan, muntah, gangguan otak, hinjal, hati, gigi,
gusi, konsentrasi menurun, dan gejala saraf lainnya (Darmono, 2006).
2.2.5 Mekanisme Penyerapan Logam pada Tumbuhan
Proses penyerapan pada tumbuhan terjadi seperti pada hewan dengan
berbagai proses difusi, dan istilah yang digunakan adalah translokasi. Transpor ini
terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat didistribusikan ke
seluruh bagian tubuh. Jika logam berat memasuki jaringan, terdapat mekanisme
yang sangat jelas. Pengambilan (up taken) logam berat oleh tumbuhan di lahan
basah adalah melalui penyerapan dari akar, setelah itu tumbuhan dapat
melepaskan senyawa kelat, seperti protein dan glukosida yang berfungsi mengikat
logam dan dikumpulkan ke jaringan tubuh kemudian ditransportasikan ke batang,
daun dan bagian lainnya, sedangkan ekskresinya terjadi melalui transpirasi
(Munawar dan Rina 2010).
Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dibagi menjadi tiga
proses, yaitu: pertama, penyerapan oleh akar. Agar tanaman dapat menyerap
logam, maka logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar dengan
beberapa cara bergantung pada spesies tanaman. Senyawa-senyawa yang larut
dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawa-senyawa
hidrofobik diserap oleh permukaan akar. Kedua, translokasi logam dari akar ke
bagian tanaman lain. Setelah logam menembus endodermis akar, logam atau
senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman. Ketiga,
lokalisasi logam pada sel dan jaringan. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar
logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah
peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi,
misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti akar (Priyanto
dan Prayitno 2004).
14
Sistem perakaran tumbuhan air yang kuat, besar dan luas dapat menahan
dan memantapkan sedimen, sehingga mencegah tersebarnya bahan tercemar ke
area yang lebih luas dan memungkinkan tersebarnya bahan pencemar secara fisik.
Kemampuan akar dalam menyerap logam berat ini dapat menurunkan konsentrasi
logam berat pada permukaan atas lapisan sedimen dan mencegah perpindahan ke
perairan pantai di sekitarnya sehingga kemungkinan logam terserap di bagian akar
lebih besar dibandingkan pada daun lamun (Priyanto dan Prayitno 2004).
2.3 Ekosistem Padang Lamun, Fungsi, dan Manfaatnya
Ekosistem padang lamun memiliki fungsi pokok sebagai daerah
perlindungan, pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground)
bagi biota asosiasi serta menghambat erosi di permukaan sedimen. Lamun
merupakan sumber makanan (feeding ground) bagi beberapa jenis herbivora
seperti penyu, dugong dan beberapa jenis invertebrata. Selain itu sebagai
stabilisator perairan, sebagai produser primer, lamun memegang fungsi utama
dalam daur zat hara dan elemen-elemen langka di lingkungan laut
(Phillips dan Menez, 1988; Fort 1990 dalam Tangke 2010).
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga
(Angiospermae) yang memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup
terendam di dalam laut. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan
tumbuhan ke dalam substrat. Lamun umumnya membentuk padang lamun yang
luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai
bagi pertumbuhannya. Lamun memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan
toleransi terhadap salinitas tinggi, mampu menancapkan akar di substrat sebagai
jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat
terbenam (Bengen 2002).
Dalam sistem rantai makanan khususnya pada daun-daun lamun
yang berasosiasi dengan alga kecil yang dikenal dengan periphyton dan
epiphytic dari detritus yang merupakan sumber makanan terpenting bagi hewan-
hewan kecil seperti ikan-ikan kecil dan invertebrata kecil contohnya: beberapa
jenis udang, kuda laut, bivalve, gastropoda, dan Echinodermata. Epiphyte ini
15
dapat tumbuh sangat subur dengan melekat pada permukaan daun lamun dan
sangat disenangi oleh udang-udang kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil.
Disamping itu padang lamun juga dapat melindungi hewan-hewan kecil tadi dari
serangan predator (Tangke 2010).
Lamun juga berpotensi sebagai sumber makanan bagi manusia. Manfaat
ini yang masih sangat jarang diketahui oleh masyarakat, khususnya masyarakat
pesisir. Sebagai contoh buah dari jenis Enhalus acoroides dapat dijadikan
makanan karena mengandung antioksidan alami untuk mencegah radikal bebas
(Rumiantin 2011).
2.3.1 Kondisi Ekosistem Padang Lamun di Teluk Banten
Perhatian terhadap ekosistem padang lamun (seagrass beds) masih sangat
kurang dibandingkan terhadap ekosistem bakau (mangrove) dan terumbu karang
(coral reefs). Padahal, lestarinya kawasan pesisir pantai bergantung pada
pengelolaan yang sinergis dari ketiganya. Terlebih, padang lamun merupakan
produsen primer organik tertinggi dibanding ekosistem laut dangkal lainnya
(Kiaswara 1989)
Kiswara (1994) meyebutkan bahwa zona sebaran lamun di Teluk Banten
mulai dari pantai sampai tubir adanya perbedaan jenis lamun dijumpai dalam
komposisi jenis lamun (vegetasi tunggal dan campuran). Jenis yang dominan di
Teluk Banten adalah Enhalus acoroides yang merupakan salah satu jenis lamun
yang biasa mendominasi total biomassa lamun di perairan dangkal dan
menghasilkan serasah serta detritus dalam jumlah banyak dan merupakan
makanan bagi inveterbrata dan ikan.
Pentingnya peran padang lamun di ekosistem laut dangkal tidak menjamin
ekosistem ini tetap terjaga, diperkirakan kerusakan padang lamun di Indonesia
telah mencapai 30–40%. Sekitar 60% padang lamun di perairan pesisir Pulau
Jawa telah mengalami gangguan berupa kerusakan dan pengurangan luas yang
diduga akibat pengaruh aktivitas manusia. Salah satu daerah yang banyak
dilaporkan mengalami kerusakan padang lamun yang disebabkan oleh aktivitas
manusia adalah Teluk Banten. Beberapa penelitian telah dilakukan di perairan
16
Teluk Banten untuk melihat kerusakan dan dampak terhadap ekosistem sekitarnya
(Sakaruddin 2011).
Habitat padang lamun umumnya ditemukan di Teluk Banten dengan luas
366,9 ha, dengan perincian sekitar 247 ha yang tersebar di pantai barat dan sekitar
119,9 ha di rataan terumbu karang sekitar pulau dan gosong karang. Kerapatan
rata-rata jenis lamun pada tahun 2000 di Teluk Banten berkisar antara 40–3920
tunas/m2. Biomass rata-rata jenis lamun di teluk banten berkisar 6,0-559,8 gr berat
kering per m2. Biomass rata-rata tertinggi diperoleh pada jenis Enhalus acoroides
(559,8 gr berat kering/m2) dan terendah didapat pada jenis Halophila ovalis (6,0
gr berat kering/m2) (Kiswara 1994).
2.3.2 Deskripsi Lamun Enhalus acoroides
Lamun jenis Enhalus acoroides mempunyai akar rimpang berdiameter
13,15 – 17,20 mm yang tertutup rapat dengan rambut-rambut yang kaku dan keras
(Gambar 3).
Gambar 3. Morfologi Enhalus acoroides
sumber: www.guamreeflife.com
17
Klasifikasi Enhalus Acoroides menurut Den Hartog (1977):
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Sub Famili : Vallisneriodeae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
Akar lamun Enhalus berbentuk seperti tali, berjumlah banyak dan tidak
bercabang. Panjangnya antara 18,50–157,65 mm dan diameternya antara 3,00–
5,00 mm. Bentuk daun seperti pita tepinya rata dan ujungnya tumpul, panjangnya
antara 65,0–160,0 cm dan lebar antara 1,2–2,0 cm (Sakaruddin 2011). Lamun
dibedakan antara lamun muda, sedang dan tua berdasarkan bobotnya dimana
lamun muda memiliki bobot antara 1-4 gram, lamun sedang memiliki bobot 4-8
gram dan lamun tua memiliki bobot 8-12 gram (Irmanika 2011).
Enhalus acoroides tumbuh pada dasar lumpur, pasir dan pasir pecahan
karang yang selalu tergenang air seperti jenis lamun yang lain yang tumbuh di
Teluk Banten seperti Cymodocea rotundata, C. serrulata. Halodule uninervis,
Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii.
Tumbuhnya berpencar dalam kelompok-kelompok kecil terdiri dari beberapa
individu atau kumpulan individu yang rapat, berupa kelompok murni atau
bersama-sama (Kiswara 1994). Enhalus Acoroides merupakan jenis lamun yang
mempunyai ukuran paling besar, helaian daunnya dapat mencapai ukuran lebih
dari 1 meter. Jenis ini tumbuh di perairan dangkal sampai kedalaman 4 meter,
pada dasar pasir, pasir lumpur atau lumpur. Vegetasi melimpah di daerah pasang
surut (Den Hartog 1977).
Sebagian besar lamun mempunyai morfologi luar yang secara kasar
hampir sama. Lamun mempunyai daun-daun panjang, tipis dan seperti pita yang
memiliki saluran-saluran air. Pada daerah Bojonegara yang paling banyak
ditemukan yaitu jenis Enhalus acoroides. Lamun pada Perairan Bojonegara
diketahui memiliki panjang lamun sebesar 25-120 cm dan diameter daun 0,9-2cm
(Lampiran 9). Dan karakteristik dari lamun muda sedang dan tua dapat dilihat dari
warna daun, tebal, panjang, dan kondisi akar lamun itu sendiri.
18
2.4 Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)
Metode AAS adalah metode analisis unsur secara kuantitatif yang
pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang
tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog dan West 1980). Metode
yang berdasarkan pada prinsip absorpsi cahaya oleh atom. misalnya Natrium
menyerap pada 589 nm, Uranium pada 358,5 nm dan Kalium pada 766,5 nm.
Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah
energi elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik.
Dengan menyerap energi cahaya maka energi atom makin besar, maka atom dapat
tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat eksitasi yang lebih tinggi. Perbandingan
banyaknya atom yang tereksitasi dengan yang berada dalam keadaan dasar dapat
dihitung dengan persaman Boltzman. Disini temperatur nyala harus sangat tinggi
dan perlu dikendalikan (Arman dan Nisma 2008).
Logam-logam yang mudah diuapkan seperti Pb, Zn, dan Cu, umumnya
ditentukan pada suhu rendah, sedangkan untuk unsur yang tidak mudah
diatomisasi diperlukan suhu tinggi. Apabila cahaya dengan panjang gelombang
tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang
bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas
penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang
berada dalam sel. Hubungan konsentrasi dengan serapan dinyatakan dalam hukum
Lambert-Beer dan sumber radiasi adalah monokromatis. Hubungan tersebut yaitu
(Khopkar 1990 dalam Arman dan Nisma 2008):
a. Hukum Lambert yaitu bila suatu sumber sinar monokromatik melewati
medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan
bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi.
b. Hukum Beer yaitu intesitas sinar yang diteruskan berkurang secara
eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar
tersebut.
Prinsip kerja AAS berdasarkan absorpsi cahaya oleh atom. Prinsip
dasarnya adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel.
19
Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk
analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990 dalam Arman dan Nisma
2008). Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur.
Teknik-teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom.
Komponen kunci pada metode AAS adalah sistem (alat) yang dipakai untuk
menghasilkan uap atom dalam sampel. Cara kerja AAS ini adalah berdasarkan
penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah
menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya
yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung
unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada
panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995).
Analisis untuk Pb, hasil larutan tersebut di pipet masing-masing 1 ml, 2
ml, 3 ml dan 4 ml kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml sehingga di
dapatkan larutan 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm dan 4 ppm. Konsentrasi larutan standar
Timbal (Pb) dalam labu ukur 100 ml masing-masing diukur dengan menggunakan
spektofotometer serapan atom dengan panjang gelombang 217,0 nm. Untuk Cu,
Hasil larutan tersebut di pipet masing-masing 2 ml, 4 ml, 6 ml dan 8 ml kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml sehingga di dapatkan larutan 2 ppm, 4
ppm, 6 ppm dan 8 ppm. Konsentrasi larutan standar Cu dalam labu ukur 100 ml
masing-masing diukur dengan menggunakan spektofotometer serapan atom
dengan panjang gelombang 324,7 nm. Selanjutnya pengukuran konsentrasi
didapat menggunakan rumus dalam Lampiran 1 (West 1988 dalam Siaka 2008).
Keuntungan metode AAS yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari
larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan pengukurannya
langsung terhadap contoh , output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat
diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm
sampai %)
Sifat-sifat tertentu matriks sampel dapat mengganggu analisis yakni
matriks tersebut dapat berpengaruh terhadap laju aliran bahan bakar/gas
pengoksidasi. Sifat sifat tersebut adalah: viskositas, tegangan permukaan, berat
jenis, dan tekanan unsur. Gangguan matriks yang lain adalah pengendapan unsur
20
yang dianalisis sehingga jumlah atom yang mencapai nyala menjadi lebih sedikit
dari konsentrasi yang seharusnya yang terdapat dalam sampel (Arman dan Nisma
2008).