6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan
Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhan materinya dalam satuan waktu tertentu, biasanya per
bulan. Tingkat pendapatan ini sering dihubungkan dengan suatu standard
kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pendapatan
dapat diperoleh seseorang dari mata pencaharian utama dengan atau tanpa mata
pencaharian lain. Dengan demikian seseorang diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan keluarganya.
Distribusi pendapatan pada dasarnya merupakan suatu konsep mengenai
penyebaran pendapatan di antara setiap orang atau rumah tangga dalam
masyarakat. Konsep pengukuran distribusi pendapatan dapat ditunjukkan oleh dua
konsep pokok, yaitu konsep ketimpangan absolut dan konsep ketimpangan relatif.
Ketimpangan absolut merupakan konsep pengukuran ketimpangan yang
menggunakan parameter dengan suatu nilai mutlak. Ketimpangan relatif
merupakan konsep pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan yang
membandingkan besarnya pendapatan yang diterima oleh seseorang atau
sekelompok anggota masyarakat dengan besarnya total pendapatan yang diterima
oleh masyarakat secara keseluruhan (Ahluwalia dalam Sukirno,2006).
Distribusi pendapatan merupakan salah satu indikator pemerataan.
Pemerataan akan terwujud jika proporsi pendapatan yang dikuasai oleh
sekelompok masyarakat tertentu sama besarnya dengan proporsi kelompok
Universitas Sumatera Utara
7
tersebut. Alat yang lazim digunakan adalah Gini Ratio dan cara perhitungan yang
digunakan oleh Bank Dunia (Hasrimi, 2010).
Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu
dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Ada dua
kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Kemiskinan absolut adalah kondisi di mana tingkat pendapatan seorang tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan,
kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan
berdasarkan proporsi distribusi pendapatan daerah (Sukino, 2013).
Distribusi pendapatan nasional adalah mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan
penduduknya (Dumairy, 2004).
Distribusi pendapatan dibedakan menjadi dua ukuran pokok yaitu
distribusi ukuran adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima
masing-masing orang dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor
faktor produksi (Todaro, 2006).
Dari dua definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi
pendapatan mencerminkan ketimpangan atau meratanya hasil pembangunan suatu
daerah atau negara baik yang diterima masing-masing orang ataupun dari
kepemilikan faktor-faktor produksi dikalangan penduduknya. Ketimpangan
pendapatan lebih besar terjadi di negara-negara yang baru memulai
pembagunannya, sedangkan bagi negara maju atau lebih tinggi tingkat
pendapatannya cenderung lebih merata atau tingkat ketimpangannya rendah.
Universitas Sumatera Utara
8
Menurut Irma Adelma dan Cynthia Taft Morris dalam Arsyad (2010) ada
8 hal yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi pendapatan
di negara sedang berkembang :
1). Pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan
perkapita.
2). Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara
proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
3). Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4). Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (Capital
Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja tambahan besar
dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga
pengangguran bertambah.
5). Rendahnya mobilitas sosial.
6). Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan
harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan
kapitalis.
7) Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang
dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat
ketidakelastisan permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang
ekspor negara sedang berkembang.
8). Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah
tangga, dan lain-lain.
Todaro (2006), menyatakan bahwa semakin tidak merata pola distribusi
pendapatan, semakin tinggi pula laju pertumbuhan ekonomi karena orang-orang
kaya memiliki rasio tabungan yang lebih tinggi dari pada orang orang miskin
sehingga akan meningkatkan aggregate saving rate yang diikuti oleh peningkatan
investasi dan pertumbuhan ekonomi. Jika laju pertumbuhan PDRB merupakan
satu-satunya tujuan masyarakat, maka strategi terbaik adalah membuat pola
distribusi pendapatan setimpang mungkin. Dengan demikian, model Kuznets dan
Kaldor menunjukkan adanya trade off atau pilihan antara pertumbuhan PDRB
yang lambat tatapi dengan distribusi pendapatan yang lebih merata.
Universitas Sumatera Utara
9
Dua model ketimpangan yaitu teori Harrod-Domar dan Neo-Klasik
memberikan perhatian khusus pada peranan kapital yang dapat direpresentasikan
dengan kegiatan investasi yang ditanamkan pada suatu daerah untuk menarik
kapital kedalam daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan
daerah untuk tumbuh sekaligus menciptakan perbedaan dalam kemampuan
menghasilkan pendapatan. Investasi akan lebih menguntungkan bila dialokasikan
pada daerah-daerah yang dinilai mampu menghasilkan pengembalian (return)
yang besar dalam jangka waktu yang relatif cepat. Mekanisme pasar justru akan
menyebabkan ketidakmerataan, dimana daerah-daerah yang relatif maju akan
bertumbuh semakin cepat sementara daerah yang kurang maju tingkat
pertumbuhannya justru relatif lambat. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya
ketimpangan pendapatan antar daerah, sehingga diperlukan suatu perencanaan dan
kebijakan dalam mengarahkan alokasi investasi menuju suatu kemajuan ekonomi
yang lebih berimbang diseluruh wilayah dalam negara.
Terjadinya ketimpangan antar daerah juga diterangkan oleh Mydral (1957)
membangun teori keterbalakangan dan pembangunan ekonominya disekitar ide
ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan
hal tersebut, beliau memakai ide “spread effect” dan “backwash effect” sebagai
bentuk pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar. Spread
effect (dampak sebar) didefinisikan sebagai suatu pengaruh yang menguntungkan
(favorable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat
pertumbuhan kedaerah sekitar. Backwash effect (dampak balik) didefinisikan
sebagai pengaruh yang merugikan (infavorable effect) yang mencakup aliran
Universitas Sumatera Utara
10
manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah
inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya modal pembangunan bagi wilayah
pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan
wilayah inti.
Terjadinya ketimpangan regional menurut Mydral (1997) disebabkan oleh
besarnya pengaruh dari backwash effect dibandingkan dengan spread effect
dinegara-negara terbelakang. Perpindahan modal cenderung meningkatkan
ketimpangan regional, permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan
merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang
menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya, lingkup investasi yang
lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan
modal di wilayah terbelakang.
2.2. Pengukuran Ketimpangan Pendapatan
Untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau mengetahui
apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, digunakan kategorisasi kurva
Lorenz,menggunakan koefisien Gini, dan kriteria Bank Dunia.
1. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di
kalangan lapisan-lapisan penduduk. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur
sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan
nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk.
Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva
Universitas Sumatera Utara
11
Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi
pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya, jika kurva Lorenz semakin
jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka ia mencerminkan keadaan yang
semakin buruk, distribusi pendapatan nasional semakin timpang dan tidak merata.
(Lincolin Arsyad,1997).
Gambar 2.1.
Kurva Lorenz
2. Indeks Gini atau Rasio Gini
Gini Ratio digunakan untuk melihat adanya hubungan antara jumlah
pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau individu dengan total
pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran pemerataan pendapatan
mempunyai selang nilai antara 0 sampai dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol
menunjukkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati
satu menunjukkan ketimpangan yang tinggi (Todaro,2006).
Rumus yang dipakai untuk menghitung nilai Gini Ratio adalah :
G = 1 -
k
i
QiQiPi
1 10000
)1(
Universitas Sumatera Utara
12
Keterangan :
G = Gini Ratio
Pi = Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i
Qi = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas-i Qi-1 = Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i
k = Banyaknya kelas pendapatan
Nilai Gini antara 0 dan 1, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat pemerataan
sempurna, dan semakin besar nilai Gini maka semakin tidak sempurna tingkat
pemerataan pendapatan.
3. Kriteria Bank Dunia
Menurut Bank Dunia, ketimpangan distribusi pendapatan diukur dengan
menghitung persentase jumlah pendapatan masyarakat dari kelompok yang
berpendapatan rendah dibandingkan dengan total pendapatan penduduk.
Tabel 2.1
Indikator Ketimpangan Menurut Bank Dunia (World Bank)
Klasifikasi Ketimpangan Ketimpangan distribusi pendapatan
Ketimpangan tinggi 40% penduduk berpendapatan rendah
menerima <12% dari total pendapatan
Ketimpangan sedang 40% penduduk berpendapatan rendah
menerima 12% -17% dari total
pendapatan
Ketimpangan rendah 40% penduduk berpendapatan rendah
menerima >17% dari total pendapatan
2.3. Konsep Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu.
Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat
hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
13
fungsi sosialnya. Permasalahan kesejahteraan sosial yang berkembang dewasa ini
menunjukkan bahwa ada warga negara yang belum terpenuhi hak atas kebutuhan
dasarnya secara layak karena belum memperoleh pelayanan sosial dari negara.
Akibatnya, masih ada warga negara mengalami hambatan pelaksanaan fungsi
sosial sehingga tidak dapat menjalani kehidupan secara layak dan bermartabat.
Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1996) dapat dirumuskan sebagai
padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empaat
indikator yaitu : (1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3)
Kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (Identity).
Terdapat berbagai perkembangan pengukuran tingkat kesejahteraan dari
sisi fisik, seperti Indeks pembangunan Manusia (Human Development Index),
Indeks Mutu Hidup (Physical Quality Life Index), Kebutuhan Dasar (Basic
Needs), dan Pendapatan Perkapita (GNP/Kapita). Ukuran kesejahteraan ekonomi
inipun dapat dilihat dari dua sisi, yaitu konsumsi dan produksi (skala usaha). Dari
sisi konsumsi, kesejahteraan bisa diukur dengan menghitung seberapa besar
pengeluaran yang dilakukan seseorang atau sebuah keluarga untuk memenuhi
kebutuhan sandang, pangan, papan, serta kebutuhan lainnya dalam periode
tertentu.
2.4. Indikator Kesejahteraan
Badan Pusat Statistik Indonesia (2005) menerangkan bahwa guna melihat
tingkat kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang
dapat dijadikan ukuran, antara lain adalah :
1. Tingkat pendapatan keluarga
Universitas Sumatera Utara
14
2. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan
pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan
3. Tingkat pendidikan keluarga
4. Tingkat kesehatan keluarga
5. Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga
Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1989), kesejahteraan dapat diukur
dari beberapa aspek kehidupan:
1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah,
bahan pangan dan sebagainya
2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh,
lingkungan alam, dan sebagainya
3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas
pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya
4. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika,
keserasian penyesuaian, dan sebagainya
Menurut Drewnoski (1974) dalam Bintarto (1989), konsep kesejahteraan
dapat dikaji dari 3 aspek yakni (1) Tingkat perkembangan fisik (somatic status),
seperti nutrisi, kesehatan, harapan hidup, dan sebagainya; (2) Tingkat mentalnya,
(mental/educational status) seperti pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya; (3)
Integrasi dan kedudukan sosial (social status).
2.5. Pengaruh Ketimpangan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro (2000), Pengaruh antara ketimpangan distribusi
pendapatan terhadap kemiskinan atau kesejahteraan dipengaruhi oleh adanya
Universitas Sumatera Utara
15
peningkatan jumlah penduduk. Pertambahan penduduk cenderung berdampak
negatif terhadap penduduk miskin, terutama bagi mereka yang sangat miskin.
Sebagian besar keluarga miskin memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak
sehingga kondisi perekonomian mereka yang berada di garis kemiskinan semakin
memburuk seiring dengan memburuknya ketimpangan pendapatan atau
kesejahteraan Salah satu penyebab dari kemiskinan adalah adanya ketidaksamaan
pola kepemilikan sumber daya yang selanjutnya akan menimbulkan distribusi
pendapatan yang timpang.
Menurut Boediono (1992) pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan
output per kapita dalam jangka panjang, sehingga persentase pertambahan output
tersebut harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan ada
kecenderungan dalam jangka panjang bahwa pertumbuhan itu akan berlanjut.
Dalam upaya meningkatkan pendapatan perkapita daerah (PDRB per kapita) juga
harus dilibatkan berbagai faktor produksi (sumber-sumber ekonomi) dalam setiap
kegiatan produksi. Pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi faktor produksi
tenaga kerja, kapital, sumberdaya alam, teknologi dan faktor sosial (seperti adat
istiadat, keagamaan, sistem pemerintahan).
Menurut Tarigan (2004) pertumbuhan ekonomi wilayah adalah
pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan
seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu
diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam harga konstan. Hal itu juga
menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi) yang berarti secara kasar dapat
Universitas Sumatera Utara
16
menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain
ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta diwilayah tersebut juga oleh
seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke
luar wilayah atau mendapat aliran dana di luar wilayah.
Menurut Kuznets (1996), pada tahap – tahap awal pertumbuhan ekonomi
pendistribusian pendapatan cenderung memburuk namun pada tahap – tahap
berikutnya akan membaik. Hipotesis ini lebih dikenal sebagai hipotesis
“Uterbalik” Kuznets, sesuai dengan bentuk rangkaian perubahan kecenderungan
distribusi pendapatan dengan ukuran koefisien Gini dan pertumbuhan GNP per
kapita yang akan terlihat seperti kurva yang berbentuk U-terbalik. Menurut
Kuznets, distribusi pendapatan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi (Todaro, 2000).
Menurut Todaro (2003), pemerataan yang lebih adil di negara berkembang
merupakan suatu kondisi atau syarat yang menunjang pertumbuhan ekonomi.
Dengan demikian, semakin tinggi ketimpangan distribusi pendapatan di suatu
negara atau daerah, akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan.
Ketimpangan pendapatan antar daerah, tergantung dari besarnya jumlah
pendapatan yang diterima oleh setiap penerima pendapatan dalam daerah tersebut,
baik itu golongan masyarakat maupun wilayah tertentu dalam daerah tersebut.
Perbedaan jumlah pendapatan yang diterima itu menimbulkan suatu distribusi
pendapatan yang berbeda, sedangkan besar kecilnya perbadaan tersebut akan
menentukan tingkat pemerataan pendapatan (ketimpangan pendapatan) daerah
Universitas Sumatera Utara
17
tersebut. Oleh karena itu, ketimpangan pendapatan ini akan tergantung dari besar
kecilnya perbedaan jumlah pendapatan yang diterima oleh penerima pendapatan.
Sehingga timpang atau tidaknya pendapatan daerah dapat diukur melalui distribusi
penerimaan pendapatan antar golongan masyarakat ataupun antar wilayah
tertentu, dimana pendapatan yang diterima wilayah tersebut terlihat pada nilai
PDRB-nya, sedangkan untuk golongan masyarakat tentunya adalah jumlah yang
diterimanya pula.
2.6. Penelitian Terdahulu
T. Makmur, dkk (2011) melakukan penelitian yang berjudul Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Masyarakat Desa di Kecamatan Peukan
Bada Kabupaten Aceh Besar. Dari hasil analisis menggunakan koefisien gini (gini
ratio) dapat disimpulkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Kecamatan Peukan
Bada adalah ketimpangan sedang untuk pekerjaan penduduk sebagai petani dan
buruh dan ketimpangan rendah untuk pekerjaan penduduk sebagai pedagang dan
pns. apabila dilihat secara keseluruhan sampel diperoleh indeks gini sebesar
0,386, ini artinya pada kabupaten Peukan Bada mempunyai nilai ketimpangan
distribusi pendapatannya sedang.
Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Linggar Dewangga Putra,
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang 2011 dengan judul Analisis
Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Di Provinsi Jawa Tengah Periode 2000 – 2007 dan dengan menggunakan analisis
regresi linier berganda membuktikan bahwa “ketimpangan dalam pendistribusian
Universitas Sumatera Utara
18
pendapatan yang diukur dari Indeks Gini dan Indeks Williamson berpengaruh
positif pada jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah”.
Halim, dkk (2010) juga melakukan penelitian dengan judul Distribusi
Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Petani Kopi Arabika di Desa Tanjung
Beringin, Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sumber pendapatan petani kopi arabika cukup beragam dimana pendapatan
dari usaha tani kopi arabika memberikan kontribusi sebesar 65,68% terhadap total
pendapatan petani. Tingkat ketimpangan pendapatan petani kopi arabika
berdasarkan nilai gini ratio sebesar 0,36 berada dalam kategori menengah,
sedangkan menurut kriteria World Bank berada dalam kategori rendah. Selain itu,
jumlah petani kopi arabika miskin menurut Sajogyo (1988) sebanyak 21,43%,
sedangkan menurut BPS (2010) sebanyak 16,67%.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Distribusi pendapatan pada dasarnya merupakan suatu konsep mengenai
penyebaran pendapatan di antara setiap orang atau rumah tangga dalam
masyarakat. Konsep pengukuran distribusi pendapatan dalam penelitian ini
adalah ketimpangan relatif yang merupakan konsep pengukuran ketimpangan
distribusi pendapatan yang membandingkan besarnya pendapatan yang diterima
oleh seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dengan besarnya total
pendapatan yang diterima oleh masyarakat secara keseluruhan (Ahluwalia dalam
Sukirno,2006).
Ketimpangan pendistribusian pendapatan yang dihitung menggunakan
Indeks Gini dan Kriteria Bank Dunia berpengaruh pada tingkat kesejahteraan atau
Universitas Sumatera Utara
19
Pendapatan
Tinggi,sedang dan rendah
Ketimpangan Distribusi
Pendapatan
Sedang
Kesejahteraan
Tinggi, sedang dan rendah
kemiskinan. Semakin kecil (mendekati nol) koefisiennya, pertanda semakin baik
atau merata distribusi. Di lain pihak, koefisien yang kian besar (semakin
mendekati satu) mengisyaratkan distribusi yang kian timpang atau senjang.
Kemiskinan menurut BPS dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi
pengeluaran).
Berdasarkan dasar pemikiran tersebut di atas, kerangka konsep penelitian
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep tersebut di atas menggambarkan bahwa tidak meratanya
distribusi pendapatan menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan yang
merupakan titik awal dari munculnya masalah perbedaan tingkat kesejahteraan.
Universitas Sumatera Utara